0
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DENGAN KECENDERUNGAN DEPRESI PADA REMAJA
Oleh: KONY ASTUTY SUKARTI RUMIANI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
1
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DENGAN KECENDERUNGAN DEPRESI PADA REMAJA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing Utama
(Sukarti, Dr.)
2
HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DENGAN KECENDERUNGAN DEPRESI PADA REMAJA
Kony Astuty Sukarti Rumiani
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Semakin tinggi optimisme maka kecenderungan depresi pada remaja akan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah optimisme maka kecenderungan depresi pada remaja akan semakin tinggi. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia antara 15-18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, duduk di bangku SMA, beragama Islam, dan berdomisili di Yogyakarta. Subjek penelitian berjumlah 84 orang, terdiri dari 36 laki-laki dan 48 perempuan. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan depresi pada remaja yang diadaptasi dari Beck Depression Inventory II (Burns, 1988; Beck, 1996). Skala ini mengacu pada ciri-ciri depresi yang dikemukakan oleh Beck (1985), yaitu adanya perubahan kondisi emosional, perubahan motivasi, perubahan kognitif, serta perubahan fisik. Skala optimisme disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada dimensi-dimensi optimisme (raja’) yang dikemukakan oleh Faridh (1989), yaitu cinta kepada apa yang diharapkan, takut harapannya akan hilang, dan berusaha untuk mencapai apa yang diharapkan. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian bertujuan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Berdasarkan perhitungan koefisiensi reliabilitas pada kedua skala dalam penelitian ini, diketahui bahwa koefisiensi reliabilitas Alpha (a) untuk skala kecenderungan depresi pada remaja sebesar 0,879 dan koefisiensi reliabilitas Alpha (a) untuk skala optimisme sebesar 0,933. Hasil korelasi product moment dari pearson menunjukan angka korelasi sebesar r = -0,225 dan p = 0,020 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata kunci : Optimisme, Raja’, Kecenderungan Depresi pada Remaja
3
PENGANTAR Masa remaja adalah masa yang paling indah dan menyenangkan sepanjang rentang kehidupan seorang manusia. Masa ini merupakan saat untuk bersenangsenang dan melakukan segala sesuatu secara bebas tanpa harus memikirkan setumpuk tanggung jawab, seperti orang dewasa (Allyah dkk, 2004). Akan tetapi, masa remaja juga tidak bisa terlepas dari berbagai permasalahan. Hal ini disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa storm dan stress, yaitu suatu masa dimana terjadi berbagai pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi (Mu’tadin, 2002). Permasalahan atau pergolakan emosi yang terjadi pada remaja muncul akibat adanya tuntutan dan harapan baru, baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Permasalahan yang dialami remaja merupakan suatu hal yang harus dihadapi dan dipecahkan karena jika tidak segera diselesaikan akan menimbulkan kecemasan, ketegangan, dan konflik. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus maka akan menimbulkan stres dan perasaan takut yang pada akhirnya bisa menyebabkan terjadinya depresi (Marthaningrum, 2007). Pendapat senada dikemukakan oleh Perks dan Jameson (Lowe dan Gibson, 2005) yang menyatakan bahwa perasaan stres yang dialami remaja pada akhirnya dapat meningkatkan resiko terjadinya depresi. Menurut Afida, dkk (2000) depresi merupakan salah satu gangguan psikologis yang sifatnya universal. Gangguan ini dapat terjadi pada siapapun dan hampir setiap individu pada masa hidupnya pernah menderita depresi. Penelitian
4
di Amerika menemukan bahwa 1 dari 20 orang penduduk Amerika setiap tahun mengalami depresi, dan setidaknya satu dari lima orang penduduk Amerika pernah mengalami depresi sepanjang sejarah kehidupan mereka (http://www.epsikologi.com/masalah/depresi-1.htm). WHO memperkirakan bahwa sekitar 121 juta manusia di muka bumi ini menderita depresi, dimana dari jumlah itu 5,8 % penderita adalah laki-laki sedangkan 9,5 % penderita adalah perempuan (Gsianturi, 2006). Banyak kasus depresi di Indonesia terjadi sebagai akibat dari krisis yang
melanda
Indonesia
beberapa
tahun
terakhir
ini
(http://www.e-
psikologi.com/masalah/depresi-1.htm). Data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SK-RT) yang dilakukan Badan Litbang Departemen Kesehatan RI pada tahun 1995, menunjukkan bahwa 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa pada level berat. Penelitian terbaru yang dilansir Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa pada bulan Juni 2007 menemukan bahwa 94 % masyarakat Indonesia saat ini mengidap depresi, dari tingkat yang rendah sampai tingkat yang tinggi (Lathifah, 2007). Menurut Setyonegoro, Iskandar, dan Musadik (Afida dkk, 2000) gangguan depresi sangat luas dan bisa mengenai semua orang, mulai dari anak-anak sampai orang lanjut usia. Akan tetapi, menurut Hidayat (2004) masa remaja mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi. Pendapat senada dikemukakan oleh Widyawati (2007) yang menyatakan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi remaja adalah kecenderungan untuk mengalami depresi.
5
Gejala-gejala depresi, baik itu depresi ringan atau berat, mempengaruhi hingga sepertiga kaum remaja (Goleman, 2005). Data statistik menunjukkan bahwa satu dari delapan orang remaja kemungkinan mengalami depresi. Lebih parahnya lagi, 30 % dari remaja tersebut menunjukkan kekacauan kondisi mental dan emosi akibat mengalami depresi (Morrow, 2007). Pendapat ini sesuai dengan hasil penelitian Fergusson, dkk (Fergussson dan Woodward, 2002) yang menemukan bahwa hampir 7 % remaja yang berusia 15 tahun didiagnosis menderita depresi. Analisis data demografi yang disusun oleh Retnowati juga menemukan hal yang hampir sama yaitu dari 3.183 remaja yang diteliti, 2.586 diantaranya atau kurang lebih 81 % mengalami depresi pada kategori sedang sampai tinggi (http://www.suaramerdeka.com/harian/0501/15/ked7.htm). Dua kasus nyata yang dialami remaja berikut ini juga dapat mengindikasikan terjadinya depresi pada remaja. Ragil, siswa salah satu SMA di daerah Setiabudi Jakarta Selatan, sempat mengalami depresi berat gara-gara pacarnya selingkuh. Ia sangat sedih pada waktu mengetahui pacarnya berselingkuh karena merasa dikhianati oleh orang yang dia percaya dan sayangi. Kesedihan yang dirasakan Ragil berlanjut sampai setahun. Ragil jadi malas melakukan berbagai aktifitas dan sering keluar malam. Lebih parahnya lagi, ia suka mempermainkan cewek untuk melampiaskan rasa sakit hatinya. Semua orang yang mengenalnya, merasa kalau Ragil sudah berubah menjadi orang yang liar (Allyah dkk, 2004). Depresi juga dialami oleh Andhika, remaja yang bersekolah di sebuah SMA di daerah Kemayoran Jakarta Selatan. Andhika yang berasal dari keluarga
6
broken home mengalami depresi berkepanjangan karena terjerat putaw. Sejak orang tuanya bercerai, Andhika lebih memilih tinggal bersama adik dan seorang temannya. Sebenarnya ia sudah berusaha untuk menyembuhkan ketergantungannya terhadap putaw. Akan tetapi ketergantungannya tersebut tidak juga hilang meskipun segala cara telah dicoba dan semua harta benda telah habis dijual. Andhika merasa capek, malu, dan berpikir bahwa ia sudah menjadi beban bagi semua orang. Perasaan ini membuat Andhika ingin menghilang agar beban orang-orang di sekelilingnya juga ikut menghilang. Berkali-kali ia mencoba bunuh diri dengan melukai sekitar tangannya menggunakan pisau silet. Akan tetapi, Andhika merasa takut setiap kali melihat darah keluar dari tangannya (Allyah dkk, 2004). Berdasarkan kedua kasus diatas, diketahui bahwa remaja rentan mengalami perasaan depresi dalam hidupnya. Perilaku kedua remaja tersebut mengindikasikan adanya gejala-gejala depresi yaitu malas melakukan aktifitas, adanya keinginan atau tindakan untuk melakukan bunuh diri, dan melakukan halhal negatif (seperti sering keluar malam dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang). Hal ini sesuai dengan pendapat Morrow (2007) yang menyatakan bahwa ciri-ciri depresi pada remaja antara lain hilangnya energi atau semangat untuk melakukan aktifitas yang disukai, rendahnya harga diri, sering menangis, menarik diri dari lingkungan sosial, perubahan dalam kebiasaan makan dan tidur, adanya perasaan bersalah, tidak berharga, cemas, memikirkan tentang bunuh diri, dan melakukan hal-hal negatif (seperti seks bebas).
7
Berbagai fakta dan kasus diatas menunjukkan bahwa salah satu gangguan emosional yang dialami remaja adalah depresi. Menurut Beck (1985) depresi adalah suatu gangguan afeksi yang mempunyai beberapa kriteria yaitu (1) perubahan yang spesifik pada mood atau suasana hati seperti kesedihan, kesepian dan apatis; (2) konsep diri negatif yang berhubungan dengan pencelaan dan penyalahan terhadap diri sendiri; (3) regresi dan menghukum diri sendiri seperti keinginan untuk lari dan sembunyi dari kenyataan, atau meninggal; (4) perubahan vegetatif seperti anoreksia, insomnia, dan kehilangan libido; (5) perubahan dalam level aktifitas seperti retardasi dan agitasi. Sedangkan pengertian depresi pada remaja adalah suatu gangguan perasaan dimana terdapat perasaan sedih dan putus asa secara berkepanjangan yang dapat menghambat kemampuan remaja untuk menjalankan peran sebagai seorang remaja (Robinson, 2004). Berbagai mempengaruhi
penelitian kecenderungan
berhasil depresi
menemukan pada
remaja,
faktor-faktor yaitu
yang
kemandirian
(Widyawati, 2007); kecerdasan emosional dan strategi coping (Marthaningrum, 2007); harga diri (Purnomo, 2005; Aditomo, 2002); efikasi diri (Widyowati, 2003);
dan
perfeksionisme
(Aditomo,
2002).
Faktor-faktor
lain
yang
mempengaruhi depresi pada remaja adalah penyimpangan dalam cara berpikir atau cognitive distortions (Beck, 1985); learned helplessness (Seligman, 1990); pengalaman yang menimbulkan trauma psikis dimasa anak-anak sampai remaja seperti kehilangan orang yang dicintai, perpisahan dengan ibu kandung, dan ancaman atau pemaksaan dengan kekerasan oleh teman-teman (Hidayat, 2004); optimisme (Seligman, 1990; Garber dalam Goleman, 2005); perceraian kedua
8
orang tua dan dukungan sosial (Retnowati dalam Anonim, 2005; Santrock, 2003); masalah sekolah (Hammen dan de Mayo dalam Nevid dkk, 2005); serta penolakan oleh orang-orang sekitar dalam pergaulan (Goleman, 2005; Lubis dalam Allyah dkk, 2004). Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kecenderungan depresi pada remaja dimana salah satunya adalah optimisme (Seligman, 1990; Garber dalam Goleman, 2005). Pengertian optimisme menurut Seligman (1990) adalah keyakinan individu bahwa peristiwa buruk atau kegagalan hanya bersifat sementara, tidak mempengaruhi semua aktifitas, dan bukan mutlak disebabkan diri sendiri tetapi bisa disebabkan situasi, nasib atau orang lain. Selain itu, individu yang optimis berkeyakinan bahwa peristiwa menyenangkan akan berlangsung lama, mempengaruhi aktifitas yang lain dan disebabkan dirinya sendiri. Ketika mengalami kegagalan, orang optimis cenderung menyikapinya dengan respon yang aktif dan tidak putus harapan, merencanakan suatu tindakan, atau berusaha mencari pertolongan dan nasihat. Orang yang optimis juga menganggap kegagalan disebabkan oleh sesuatu hal yang dapat diubah sehingga mereka dapat berhasil di masa-masa yang akan datang (Seligman dalam Goleman, 2005). Menurut Ramadhina (2007) dalam istilah Al-Qur’an optimisme disebut ar-raja’. Pendapat ini senada dengan pendapat Faridh yang diterjemahkan oleh Nabhani
Idris
(1989)
dalam
buku
berjudul
Tazkiyat
an-Nufus
yang
mengemukakan bahwa optimisme merupakan terjemahan dari raja’. Pengertian optimisme (raja’) adalah senangnya hati karena menanti sesuatu yang diinginkan
9
dan disenangi (Faridh, 1989). Pendapat senada dikemukakan oleh an-Naisabury (1997) yang menyatakan bahwa raja’adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkan terjadi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, raja’berlaku bagi sesuatu yang diharapkan oleh seseorang akan terjadi di masa yang akan datang. Pikiran yang optimis diperlukan oleh remaja untuk menangkal depresi. Apabila remaja memiliki pola pikir positif (optimis), harga diri yang optimal, mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu mengendalikan kejadian menekan yang dialaminya, mempunyai keterampilan mengatasi masalah serta mendapatkan dukungan sosial yang besar, maka kejadian menekan yang dialami tidak akan memunculkan depresi (Retnowati dalam Anonim, 2005). Pendapat senada dikemukakan oleh Scheier dan Carver (Lopez dan Snyder, 2003) yang mengemukakan bahwa orang yang optimis menunjukkan sedikit gejala depresi, lebih baik dalam menggunakan strategi coping, dan mengalami sedikit gangguan fisik dibandingkan orang yang pesimis. Optimisme merupakan lawan dari pesimisme (Seligman, 1990). Menurut Beck (1985) orang yang pesimis memandang negatif terhadap diri sendiri, dunia, dan masa depannya sehingga hal ini akan menimbulkan perasaan putus asa dan menimbulkan keinginan untuk bunuh diri yang merupakan ciri-ciri depresi. Orang yang mengadopsi cara berpikir yang negatif ini memiliki resiko yang lebih besar untuk menjadi depresi jika dihadapkan pada pengalaman hidup yang menekan atau mengecewakan. Konsep-konsep negatif tentang diri dan dunia merupakan cetakan mental atau skema-skema kognitif yang diadopsi saat masih anak-anak atas dasar pengalaman belajar di masa awal. Anak-anak mungkin berpendapat
10
bahwa tidak ada satupun hal bisa mereka lakukan dengan cukup baik, yang bisa menyenangkan orang tua dan guru-guru. Hal ini menyebabkan anak-anak beranggapan bahwa mereka tidak kompeten dan memandang suram prospek masa depan mereka (pesimis). Keyakinan-keyakinan ini akan membuat anak-anak menjadi lebih sensitif di masa depan, sehingga mereka menginterpretasikan kegagalan atau kekecewaan sebagai refleksi dari sesuatu hal yang pada dasarnya salah atau tidak adekuat. Kekecewaan kecil dan kegagalan pribadi menjadi dibesar-besarkan dan dapat menjadi hempasan yang merusak dan dapat menyebabkan depresi (Beck dalam Nevid dkk, 2005). Pendapat tersebut didukung dengan hasil penelitian Garber, dkk (1993) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara depresi dengan pemikiran negatif, penyimpangan sikap, dan ketidakberdayaan atau keputusasaan pada remaja. Semakin tinggi pemikiran negatif, penyimpangan sikap, dan ketidakberdayaan atau keputusasaan maka tingkat depresi pada remaja juga semakin tinggi. Berdasarkan buku yang ditulis oleh Ahmad Faridh dan diterjemahkan oleh Nabhani Idris (1989) diketahui bahwa optimisme merupakan terjemahan dari raja’. Raja’ tidak akan menyebabkan individu mengalami perasaan gelisah dan putus asa, dimana perasaan tersebut merupakan ciri-ciri depresi. Individu yang memiliki raja’ tidak akan terpuruk ketika mengalami kesulitan dan ia akan melupakan kesulitan yang dialaminya serta akan berusaha untuk mencapai harapannya. Oleh karena itu, raja’ bisa menghindarkan individu dari kecenderungan mengalami depresi. Hal ini senada dengan pendapat Ramadhina (2007) yang mengemukakan bahwa apabila individu selalu menghadapi masalah
11
dan kesulitan hidup dengan sikap tenang maka kehidupannya akan dipenuhi dengan harapan, antusiasme, dan optimisme. Harapan dapat mengatasi apapun yang menakutkan, membangkitkan semangat untuk maju, mendatangkan keberanian dalam diri individu untuk tetap bertahan ketika menghadapi kesulitan, mencari kehidupan yang lebih baik dengan penuh percaya diri serta kegigihan untuk menghadapi segala hambatan, rintangan, dan kesulitan. Apabila keyakinan individu sudah bulat kepada Allah SWT maka segala rasa perasaan kekecewaan, kecemasan, kemarahan, dan keputusasaan tidak akan berarti apa-apa karena Allah SWT Mahakuasa atas segala sesuatu. Sesuatu yang tampak sulit bagi manusia bisa menjadi mudah dengan kehendak dan pertolongan Allah SWT.
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah remaja yang berusia antara 15-18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, duduk di bangku SMA, beragama Islam, dan berdomisili di Yogyakarta. Subjek akan diambil secara purposive sampling yaitu sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.
Metode Pengumpulan Data Penelitian ini akan dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode skala. Ada dua skala yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu skala kecenderungan depresi pada remaja dan skala optimisme.
12
1. Skala Kecenderungan Depresi pada Remaja Skala kecenderungan depresi pada remaja digunakan untuk mengukur tingkat depresi pada remaja. Skala ini disusun oleh peneliti dengan mengadaptasi Beck Depression Inventory II dari Beck (Burns, 1988; Beck, 1996). Skala ini mengacu pada ciri-ciri depresi yang dikemukakan oleh Beck (1985), yaitu adanya perubahan kondisi emosional, perubahan motivasi, perubahan kognitif, serta perubahan fisik.
2. Skala Optimisme Skala optimisme digunakan untuk mengungkap seberapa besar optimisme dalam diri remaja. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensidimensi optimisme yang dikemukakan oleh Faridh (1989), yaitu cinta kepada apa yang diharapkan, takut harapannya akan hilang, dan berusaha untuk mencapai apa yang diharapkan.
Metode Analisis Data Penelitian ini termasuk penelitian korelasional, dimana dalam penelitian ini ingin diketahui hubungan antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Metode analisis data yang digunakan yaitu teknik korelasi product moment dari Pearson, karena teknik ini dapat menguji hubungan antara dua variabel penelitian dimana kedua variabel tersebut sama-sama memiliki skor. Untuk itu digunakan uji korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan SPSS versi 12.0 for windows.
13
HASIL PENELITIAN Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis data penelitian maka terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yaitu berupa uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah bentuk sebaran dari skor jawaban subjek normal atau tidak. Uji ini dilakukan terhadap distribusi skor kecenderungan depresi pada remaja dan optimisme, dengan menggunakan teknik one sample kolmogorov-smirnov test pada program komputer SPSS (Statistical Programme for Social Science) 12.0 for windows. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data adalah jika p > 0,05 maka sebaran dinyatakan normal, namun jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal. Berdasarkan hasil pengolahan data kecenderungan depresi pada remaja diperoleh nilai K-SZ = 1,311 dengan p = 0,064 (p > 0,05). Selain itu, berdasarkan pengolahan data optimisme diperoleh nilai K-SZ = 0,674 dengan p = 0,754 (p > 0,05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa data kecenderungan depresi pada remaja dan optimisme terdistribusi atau tersebar dengan normal.
2. Uji Linearitas Uji linearitas merupakan pengujian garis regresi antara variabel bebas dengan variabel tergantung yang bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel kecenderungan depresi pada remaja dan optimisme mengikuti
14
garis linear atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Programme for Social Science) 12.0 for Windows dengan teknik Compare Means. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linear tidaknya sebaran data adalah apabila p < 0,05 maka hubungan antara kedua variabel dikatakan linear, namun apabila p > 0,05 maka hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linear. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nila F = 4,628 dengan p = 0,037 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara kecenderungan depresi pada remaja dan optimisme bersifat linear.
Uji Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Semakin tinggi optimisme maka kecenderungan depresi pada remaja akan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah optimisme maka kecenderungan depresi pada remaja akan semakin tinggi. Pengujian
terhadap
hipotesis
penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson pada program komputer SPSS (Statistical Programme for Social Science) 12.0 for windows. Hasil pengolahan data kecenderungan depresi pada remaja dan optimisme diperoleh koefisien korelasi r = -0,225 dengan p = 0,020 (p < 0,05). Angka korelasi yang negatif menunjukkan bahwa memang terdapat hubungan negatif antara kedua variabel penelitian.
15
Analisis koefisien determinasi pada korelasi antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja menunjukkan angka sebesar 0,051 yang berarti optimisme memberikan sumbangan sebesar 5,1 % terhadap kecenderungan depresi pada remaja. Sebanyak 5,1 % kecenderungan depresi pada remaja dipengaruhi oleh optimisme, sedangkan sisanya sebanyak 94,9 % dipengaruhi variabel lain diluar variabel tersebut. Berdasarkan analisis data tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti dapat diterima.
Analisis Tambahan Analisis tambahan dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan kecenderungan depresi pada subjek laki-laki dan subjek perempuan dalam penelitian ini. Analisis tambahan dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Programme for Social Science) 12.0 for Windows dengan teknik Independent Samples T-Test (Uji Beda). Kaidah yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada subjek penelitian adalah apabila p < 0,05 maka terdapat perbedaan pada subjek penelitian, namun apabila p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan pada subjek penelitian. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai t = -1,035 dengan p = 0,304 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara remaja
16
laki-laki dan remaja perempuan pada penelitian ini dalam hal kecenderungan untuk mengalami depresi.
PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan peneliti mengenai adanya hubungan negatif antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Semakin tinggi optimisme maka kecenderungan depresi pada remaja akan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah optimisme maka kecenderungan depresi pada remaja akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diketahui bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar -0,225 dengan p = 0,020 (p < 0,05), dimana hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Semakin tinggi optimisme maka semakin rendah kecenderungan depresi pada remaja. Hasil diatas juga didukung oleh kategorisasi skor yang diperoleh responden dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil pengkategorian skor variabel kecenderungan depresi pada remaja, diketahui bahwa subjek yang berada dalam kategori sangat rendah sebesar 70,24 %; rendah sebesar 27,38 %; dan sedang sebesar 2,38 %. Sementara itu, dari hasil pengkategorian skor variabel optimisme diketahui bahwa subjek yang berada dalam kategori sedang sebesar 2,38 %, tinggi sebesar 71,43 %; dan sangat tinggi sebesar 26,19 %. Hal ini menunjukkan bahwa
17
sebagian besar subyek penelitian ini memiliki kecenderungan depresi yang sangat rendah dan optimisme yang tinggi. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rendahnya kecenderungan depresi pada subjek penelitian juga disebabkan oleh optimisme. Optimisme akan membuat remaja selalu berpikiran positif dalam menjalani kehidupan sehingga bisa terhindar dari depresi. Jadi, jika remaja memiliki sikap optimis maka kehidupannya akan berjalan dengan baik sehingga akan terhindar dari depresi. Penjelasan diatas sesuai dengan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai optimisme dan depresi. Hasil penelitian Scheier, dkk (Snyder dan Lopez, 2002) menunjukkan bahwa orang yang memiliki sikap optimis merasa lebih bahagia, lebih sehat, memiliki tingkat depresi yang rendah, dan hidupnya lebih berkualitas daripada orang yang pesimis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Garber, dkk (Goleman, 2005) menemukan bahwa anak yang optimis merasa bisa melakukan sesuatu untuk mengubah segala sesuatunya menjadi lebih baik sehingga tidak akan terlalu menderita depresi meskipun mengalami penolakan terus-menerus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian lain yang juga dilakukan oleh Garber, dkk (Goleman, 2005) yang menemukan bahwa anak yang sikapnya pesimis akan menderita depresi ketika menanggapi setiap pertengkaran besar di sekolah dan ketegangan jiwa di rumah. Sikap optimis sangat diperlukan oleh remaja dalam menghadapi rawannya masa remaja. Hal ini disebabkan karena permasalahan, hambatan, maupun kegagalan yang dialami tidak akan menimbulkan frustrasi dan sikap putus asa apabila remaja memiliki optimis terhadap situasi permasalahan yang dialami
18
(Anwar, 2001). Hal ini sesuai dengan pendapat Scheier dan Carver (Lopez dan Snyder, 2003) yang mengemukakan bahwa orang yang optimis menunjukkan sedikit gejala depresi, lebih baik dalam menggunakan strategi coping, dan mengalami sedikit gangguan fisik dibandingkan orang yang pesimis. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa subjek penelitian, dalam hal ini remaja, memiliki optimisme tinggi dan kecenderungan depresi yang sangat rendah. Berdasarkan buku berjudul Tazkiyat an-Nufus yang ditulis oleh Ahmad Faridh dan diterjemahkan oleh Nabhani Idris (1989) diketahui bahwa optimisme merupakan
terjemahan
dari
raja’.
Perasaan
optimisme
(raja’)
akan
menghindarkan individu dari kecenderungan mengalami depresi. Raja’tidak akan menyebabkan individu mengalami perasaan gelisah dan putus asa, dimana perasaan tersebut merupakan ciri-ciri depresi. Individu yang memiliki raja’tidak akan terpuruk ketika mengalami kesulitan dan ia akan melupakan kesulitan yang dialaminya serta akan berusaha untuk mencapai harapannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramadhina (2007) yang mengemukakan bahwa apabila individu selalu menghadapi
masalah dan kesulitan hidup dengan sikap tenang maka
kehidupannya akan dipenuhi dengan harapan, antusiasme, dan optimisme. Harapan dapat mengatasi apapun yang menakutkan, membangkitkan semangat untuk maju, mendatangkan keberanian dalam diri individu untuk tetap bertahan ketika menghadapi kesulitan, mencari kehidupan yang lebih baik dengan penuh percaya diri serta kegigihan untuk menghadapi segala hambatan, rintangan, dan kesulitan. Apabila keyakinan individu sudah bulat kepada Allah SWT maka segala rasa perasaan kekecewaan, kecemasan, kemarahan, dan keputusasaan tidak
19
akan berarti apa-apa karena Allah SWT Mahakuasa atas segala sesuatu. Sesuatu yang tampak sulit bagi manusia bisa menjadi mudah dengan kehendak dan pertolongan Allah SWT. Diterimanya hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa optimisme berhubungan dengan kecenderungan depresi pada remaja. Optimisme terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap kecenderungan depresi pada remaja. Sumbangan efektif optimisme terhadap kecenderungan depresi pada remaja adalah sebesar 5,1 % (
= 0,051). Sebanyak 5,1 % kecenderungan depresi pada
remaja dipengaruhi oleh optimisme, sedangkan sisanya sebanyak 94,9 % dipengaruhi variabel lain diluar variabel tersebut. Berdasarkan analisis tambahan diketahui bahwa tidak ada perbedaan kecenderungan depresi berdasarkan jenis kelamin. Hal ini berbeda dengan penelitian Saluja, dkk (2004); dan Wickstorm (Lowe dan Gibson, 2005) yang menemukan bahwa depresi lebih banyak ditemukan pada remaja perempuan daripada remaja laki-laki. Hal ini disebabkan karena kecenderungan depresi remaja yang menjadi subjek dalam penelitian ini sama-sama berada dalam kategori sangat rendah. Peneliti mengakui bahwa masih terdapat beberapa kelemahan dalam penelitian ini. Kelemahan dari penelitian ini yaitu kurangnya referensi mengenai konsep optimisme dalam perspektif Islam sehingga teori yang digunakan dalam penelitian ini menjadi kurang beragam dan belum terarah secara jelas. Hal ini berdampak pada kesempurnaan alat ukur yang dibuat peneliti. Tidak semua aitem yang terdapat dalam skala optimisme dapat digunakan untuk mengungkap
20
optimisme dalam diri subjek penelitian. Oleh karena itu, aitem-aitem yang terdapat dalam skala optimisme dalam penelitian ini perlu dikaji ulang. Kelemahan lain dari penelitian ini yaitu peneliti menggunakan adaptasi skala Beck Depression Inventory II dari Beck (Burns, 1988; Beck, 1996) untuk mengukur kecenderungan depresi pada remaja. Skala Beck Depression Inventory II sudah teruji validitas dan reliabilitasnya, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, sehingga apabila akan digunakan dalam suatu penelitian maka tidak perlu dilakukan uji coba (try out) kembali. Apabila tetap dilakukan uji coba (try out), hal tersebut hanya bertujuan untuk melihat koefisien reliabilitas dan seluruh butir pernyataan dalam skala Beck Depression Inventory II tetap diikutsertakan dalam proses pengambilan data. Akan tetapi, pada penelitian ini peneliti tetap dilakukan uji coba (try out) terhadap skala Beck Depression Inventory II untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut. Hasil analisis validitas dan reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua butir pernyataan skala Beck Depression Inventory II yang gugur yaitu butir pernyataan nomor 5 dan 21. Butir pernyataan yang gugur tersebut tidak diikutsertakan oleh peneliti dalam proses pengambilan data. Selain dua kelemahan diatas, terdapat kelemahan lain dari penelitian ini yaitu terdapat kekurangan dalam proses uji coba alat ukur (try out) dan proses pelaksanaan pengambilan data dalam penelitian ini. Proses uji coba alat ukur (try out) dan proses pelaksanaan pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara tidak langsung menyebarkan skala kepada subjek penelitian. Hal ini disebabkan karena khawatir mengganggu kegiatan belajar-mengajar serta terdapat
21
prosedur di tempat pelaksanaan uji coba alat ukur (try out) dan pelaksanaan pengambilan data yang tidak mengijinkan peneliti melakukan hal tersebut. Peneliti hanya bisa menyerahkan skala penelitian kepada pihak sekolah dan satu siswa di beberapa kelas yang ditunjuk sebagai penanggung jawab untuk menyebarkan skala tersebut ke teman-temannya. Hal ini mengakibatkan terdapat skala yang tidak diisi dan tidak dikembalikan kepada peneliti. Kelemahankelemahan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang hendak mengadakan penelitian dengan topik serupa agar dapat lebih menyempurnakan penelitiannya.
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat optimisme maka kecenderungan depresi pada remaja semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat optimisme maka kecenderungan depresi pada remaja semakin tinggi. Jadi, hipotesis penelitian ini yang menyatakan ada hubungan negatif antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja dapat diterima. Sumbangan efektif optimisme terhadap kecenderungan depresi pada remaja sebesar 5,1 % (
=
0,051). Sebanyak 5,1 % kecenderungan depresi pada remaja dipengaruhi oleh optimisme.
22
SARAN Berdasarkan hasil yang telah dicapai, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Subjek Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara optimisme dengan kecenderungan depresi pada remaja. Oleh karena itu, hendaknya remaja bisa mengembangkan sikap optimis yang sesuai dengan konsep Islami dalam kehidupan sehari-hari serta dalam menghadapi setiap permasalahan yang dihadapinya. Sikap optimis tersebuut bisa membuat remaja semakin mempunyai keyakinan yang kuat dan harapan bahwa segala persoalan dalam hidup ini pasti bisa dipecahkan selama usaha dan kerja keras yang dilakukan selalu melibatkan Allah SWT dan lebih berfikir positif dalam menjalani kehidupannya. Hal ini akan membuat remaja tidak takut menghadapi kesulitan serta dapat menghadapi dan menyelesaikan setiap pemasalahannya dengan baik, sehingga remaja tidak mudah mengalami depresi bila dihadang kesulitan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Penggunaan konsep optimisme dalam perspektif Islam yang terarah dengan jelas akan berdampak pada kesempurnaan alat ukur yang dibuat nantinya. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya disarankan untuk memperbanyak referensi dan memahami mengenai konsep optimisme dalam perspektif Islam sehingga alat ukur yang nanti digunakan dalam penelitian selanjutnya benar-benar dapat mengungkap optimisme dalam diri subjek penelitian.
23
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik pada penelitian yang berorientasi pada kecenderungan depresi pada remaja dan akan menggunakan adaptasi dari skala Beck Depression Inventory II sebagai alat ukur penelitian, disarankan untuk tetap mengikutsertakan seluruh butir pernyataan skala Beck Depression Inventory II dalam proses pengambilan data walaupun berdasarkan analisis validitas dan reliabilitas diketahui bahwa terdapat butir pernyataan yang gugur. Selain itu, bagi peneliti selanjutnya disarankan juga untuk memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kecenderungan depresi pada remaja. Faktor-faktor lain yang dimaksud diantaranya penerimaan atau penolakan teman sebaya, status sosial ekonomi, konsep diri, jenis kelamin, karakteristik pribadi, dan locus of control. Selain itu, peneliti selanjutnya juga diharapkan lebih cermat dalam memilih waktu pengambilan data. Hal ini dilakukan agar para subjek benar-benar dalam kondisi yang siap untuk menjawab atau memberikan merespon pada skala penelitian, sehingga tidak akan ada angket yang tidak diisi dan tidak dikembalikan kepada peneliti.
24
DAFTAR PUSTAKA
Aditomo, A. 2002. Perfeksionisme, Harga Diri dan Kecenderungan Depresi pada Remaja Akhir. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Afida, N., Wahyuningsih, S., dan Sukamto, M.E. 2000. Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Depresi pada Wanita Lanjut Usia di Panti Werdha. Jurnal Anima, Vol. 15, No. 2, 180-195. Allyah., Donny dan Ayu (Tim Muda). 2004. Halooo...Depresi Itu Basi, Lagi!. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0405/21/muda/1036340.htm. 08/10/07 An-Naisabury, A.Q.al-Q. 1997. Risalatul Qusyairiyah: Induk Ilmu Tasawuf (Terjemahan). Surabaya: Risalah Gusti. Anonim. 2001. 08/10/07
Depresi.
http://www.e-psikologi.com/masalah/depresi-1.htm.
. 2005. Perceraian Orang Tua Bisa Memunculkan Depresi Remaja. http://www.suaramerdeka.com/harian/0501/15/ked7.htm. 08/10/07 Anwar, H. 2001. Persepsi Terhadap Kecenderungan Jenis Perilaku Coping Orang Tua Dan Optimisme Pada Remaja Awal. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Beck, A.T. 1985. Depression: Causes and Treatment. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. . 1996. Appendix 14: Beck Depression Inventory. http://www.ibogaine.desk.nl/graphics/3639b1c_23.pdf. 28/04/08 Davonar, A. 2007. Surat Kecil Untuk Tuhan. http://lieagneshendra.blogs.friendster.com/my_blog/2007/03/surat_kecil_ unt.html. 17/03/08 Faridh, A. 1989. Pembersih Jiwa (Terjemahan). Bandung: Penerbit Pustaka.
25
Fergusson, D.M dan Woodward, L.J. 2002. Mental Health, Educational, and Social Role Outcomes of Adolescents With Depression. Archives of General Psychiatry, Vol. 59, 225-231. http://archpsyc.amaassn.org/cgi/reprint/59/3/225.pdf. 31/10/07 Garber, J., Weiss, B., dan Shanley N. 1993. Cognitions, Depressive Symptoms, and Development in Adolescents. Journal of Abnormal Psychology, Vol. 102, No. 1, 47-57. American Psychological Association. Goleman, D. 2005. Kecerdasan Emosional (Terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gsianturi. 2006. Depresi, Pintu Masuk Berbagai Penyakit. http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1139453796,4644,. 01/11/07 Hidayat, T. 2004. Tertekan Karena Ayah Meninggal Dunia. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0304/07/hikmah/konsultasi.htm. 08/10/07 Lathifah, A. 2007. 94 Persen Masyarakat Indonesia Depresi. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0710/23/opi01.html. 01/11/07 Lowe, G.A dan Gibson, R.C. 2005. Depression in Adolescence: New Development. West Indian Med J; 54 (6): 387. http://caribbean.scielo.org/scielo.php?script=sci_pdf&pid=S004331442005000600009&Ing=en&nrm=iso&tlng=. 08/10/07 Marthaningrum, R. 2007. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dan Strategi Coping dengan Kecenderungan Depresi (Abstrak). http://etd.library.ums.ac.id/go.php?id=jtptums-gdl-s1-2007-ranimartha8016. 08/10/07 Morrow, A. 2007. Depression in Teenagers. http://www.omnimedicalsearch.com/conditions-diseases/depression-inteenagers.html. 08/10/07 Mu’tadin, Z. 2002. Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja. http://www.epsikologi.com/remaja/250402.htm. 08/10/07 Nevid, J.S., Rathus, S.A., dan Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal: Jilid I Edisi Kelima (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
26
Purnomo, B. 2005. Hubungan Harga Diri dengan Depresi pada Remaja Santri Pondok Pesantren. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Ramadhina, R. 2007. Don’t Worry: Bersama Kesulitan Pasti Ada Kemudahan. Yogyakarta: Uswah. Robinson, K. 2004. Teen Depression: A Look Into The Teenage Psyche. http://www.anxiety-and-depressionsolutions.com/wellness_concerns/community_depression/teen_depression. php. 08/10/07 Santrock, J.W. 2003. Adolescence: Edisi Keenam (Terjemahan). Jakarta: Erlangga. Seligman, M.E.P. 1990. Learned Optimism: How To Change Your Mind And Your Life. New York: Alfred A. Knopf, Inc. Snyder, C.R dan Lopez, S.J. 2002. Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press. Widyawati, C. 2007. Hubungan Antara Kemandirian dengan Kecenderungan Depresi (Abstrak). http://www.etd.library.ums.ac.id/go.php?id=jtptumsgdl-s1-2007-candrawidy-4398. 08/10/07 Widyowati, A. 2003. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Kecenderungan Depresi pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
27
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Kony Astuty
Alamat
: Jl. Kaliurang Km 6 Gg Pandega Padma I B 150 Purwosari Sinduadi Mlati Sleman Yogyakarta
No Hp
: 08562920946