Naskah Khutbah Jum’at: “MEMAHAMI HAKIKAT HIJRAH” H. Abdur Rouf, S.Ag, M.Si.1 Khutbah Pertama:
،ُ ﻳَ ْﺴﺘَ ِﻮ ْي ﺑِﻌِْﻠ ِﻤ ِﻪ اﻟ ﱢﺴﱡﺮ وَاﳋَْﻔَﺎء،َ ﻓَﻼَ اﺑْﺘِﺪَاءَ ﻟُِﻮﺟ ُْﻮِدﻩِ َوﻻَ اﻧْﺘِﻬَﺎء،ِاﻷزﻣَﺎ ِن وَاﻵﻧَﺎء ْ َب اَﳊَْ ْﻤ ُﺪِ ﷲِ ر ﱢ ُ اﳌُﻨَـﱠﺰﻩ،َﺎل ِ أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن ﻻَ اِﻟَﻪَ إِﻻﱠ اﷲُ اﻟْ َﻜﺒِْﻴـُﺮ اﳌُﺘَـﻌ.ﺐ ﻏَﺪًا ُ ْﺴ ِ ﺲ ﻣَﺎذَا ﺗَﻜ ٌ َوﻣَﺎ ﺗَ ْﺪرِي ﻧـَ ْﻔ:اﻟﻘَﺎﺋ ِِﻞ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن ﳏَُ ﱠﻤﺪًا.َﺎل ِ ُو وَاﻵﺻ َﻲ ٍء ِﰲ اﻟْﻐُﺪ ﱢ ْ اﻟﱠ ِﺬ ْي ﻳُ َﺴﺒﱢ ُﺢ ﲝَِ ْﻤ ِﺪﻩِ ُﻛ ﱡﻞ ﺷ،َﺎل ِ َﻋ ِﻦ اﻟ ﱠﺸﺒِْﻴ ِﻪ وَاﻟْ ِﻤﺜ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ.ﱢﺖ َوإِﻧـﱠ ُﻬ ْﻢ َﻣﻴﱢﺘـ ُْﻮ َن ٌ ﱠﻚ َﻣﻴ َ إِﻧ: اﳌُﻨَـﺰُﱠل َﻋﻠَْﻴ ِﻪ،َِﻋْﺒ ُﺪﻩُ َوَر ُﺳ ْﻮﻟُﻪُ اﻟﱠ ِﺬ ْي َﺣ ﱠﺬ َرﻧَﺎ ِﻣ ْﻦ دَا ِر اﻟ ُﻔﺘـ ُْﻮن ﺻﺤَﺎﺑِِﻪ اﻷَ ْﺧﻴَﺎ ِر ْ َِﲔ َوأ َ ْ ِﲔ َوﻋَﻠَﻰ آﻟِِﻪ اﻟﻄﱠﻴﱢﺒ َ ْ َﺎﰎ اﻷَﻧْﺒِﻴَﺎ ِء وَاﻟْﻤُْﺮ َﺳﻠ َِ ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ ﺧ َ .ْﺴ ْﻲ ﺑِﺘَـ ْﻘﻮَى اﷲِ َوﻃَﺎ َﻋﺘِ ِﻪ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗـُ ْﻔﻠِﺤ ُْﻮ َن ِ ﻓَـﻴَﺎ ِﻋﺒَﺎ َد اﷲِ أ ُْو ِﺻْﻴ ُﻜ ْﻢ َوﻧـَﻔ. أَﻣﱠﺎ ﺑـَ ْﻌ ُﺪ.ِﲔ َ ْ أَﲨَْﻌ Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah, Waktu demikian cepat berlalu. Hari demi hari telah kita lalui. Bulan demi bulan berganti. Tak terasa, kini kita sudah berada di awal bulan Muharram 1438 H. Seiring pergantian waktu dan pergantian tahun itu, marilah kita semakin meningkatkan rasa syukur dan taqwa kita kepada Allah Azza wa Jalla. Karena sungguh, tiada satu detik pun waktu yang kita lalui, kecuali di sana ada nikmat Ilahi. Dan tiada pernah waktu berganti, baik pergantian hari, minggu, bulan, atau tahun, kecuali nikmat Allah senantiasa menyertai. Kaum muslimin rahimakumullah, Ketika kita berbicara tentang Muharram, tentang peristiwa hijrah, atau tentang tahun baru Islam, rasanya tidak ada sesuatu lagi yang baru bagi kita. Karena setiap tahun kita sudah sangat mengenal dan mengetahui ihwal bulan pertama dalam kalender Islam tersebut. Dan melalui mimbar Jum’at ini, Khathib hanya ingin sedikit mengingatkan kembali peristiwa yang amat penting dalam perjalanan sejarah Islam itu, sembari menyelami lebih jauh tentang hakikat dan hikmah-hikmah yang bisa kita petik di dalamnya. Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia, Sejarah telah mencatat, bahwa orang pertama yang mengkristalisir hijrah Nabi sebagai peristiwa amat penting dalam sistem kalender umat Islam adalah Umar bin Khattab RA, ketika beliau menjabat sebagai Khalifah ke-2 menggantikan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq RA. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-17 sejak hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Sungguh pun demikian, Sayidina Umar bukanlah orang yang memaksakan pendapatnya sendiri kepada para sahabat Nabi yang lain. Beliau adalah orang yang selalu memusyawarahkan terlebih dulu 1
Penyelenggara Syariah pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Grobogan
setiap problematika umat dengan para sahabat Nabi, termasuk dalam merumuskan sistem kalender Islam. Karenanya, beberapa pendapat pun saat itu bermunculan. Ada yang berpendapat, bahwa tapak tilas sistem penanggalan Islam sebaiknya berpijak pada tahun kelahiran Rasulullah. Ada juga yang mengusulkan, bahwa awal diangkatnya Rasulullah SAW sebagai utusan Allah merupakan timing/waktu yang paling tepat dalam penentuan standar kalenderisasi Islam. Bahkan, ada pula yang melontarkan ide agar tahun wafatnya Rasulullah SAW dijadikan sebagai titik awal perhitungan kalender Islam. Dari beberapa usulan tersebut, Sayidina Umar akhirnya lebih condong kepada pendapat Sayidina Ali bin Abi Thalib RA, yang meng-afdholiah-kan peristiwa hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah sebagai tonggak sejarah terpenting dalam Islam, dibanding peristiwa lainnya dalam sejarah Islam. Sebagaimana argumentasi atau alasan beliau, bahwa “kita membuat penanggalan berdasarkan pada peristiwa hijrah Rasulullah SAW, adalah karena hijrah tersebut merupakan simbol pembatas antara yang hak dengan yang batil.” Peristiwa tersebut (yakni, awal penentuan kalender Islam) terjadi pada tanggal 1 Muharam, bertepatan dengan hari Jum’at, tanggal 16 Juli 622 M. Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah, Jika kita mengulas sejarah, ada sesuatu yang unik dalam sistem kalenderisasi Hijriah. Karena dalam catatan sejarah, peristiwa hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah sesungguhnya terjadi pada bulan Rabiul Awal, bukan pada bulan Muharram. Lalu mengapa justeru bulan Muharram yang dijadikan sebagai tonggak pertama bagi awal penanggalan Islam, bukan bulan Rabiul Awal?. Kaum muslimin rahimakumullah, Dalam kitab-kitab Tarikh atau sejarah Islam, memang banyak dijelaskan bahwa Nabi bertolak dari Mekkah menuju Madinah terjadi pada hari Kamis terakhir di bulan Shafar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Tsur pada awal bulan Rabiul Awal, bertepatan dengan hari Senin tanggal 13 September 622. Namun demikian, Sayidina Umar beserta sahabat-sahabat Nabi yang lain saat merumuskan sistem kalender Islam lebih memilih bulan Muharram sebagai awal tahun hijriah. Ini karena, beliau memandang bahwa di bulan Muharramlah Nabi pertama kali ber’azam (merencanakan) untuk berhijrah. Karena di bulan Muharram itu Rasulullah SAW telah selesai dari seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji, juga dikarenakan bulan Muharram termasuk salah satu dari 4 bulan haram dalam Islam yang dilarang Allah untuk berperang di dalamnya. Sampai-sampai Rasulullah SAW sendiri pernah menamainya dengan sebutan “Syahrullah (Bulan Allah)”, sebagaimana diungkap dalam sabdanya:
أﻓﻀ ُﻞ اﻟﺼّﻴﺎم ﺑﻌ َﺪ رﻣﻀﺎ َن ﺷﻬُﺮ اﷲ اﳌُﺤﱠﺮُم
“Sebaik-baik puasa di luar bulan suci Ramadhan adalah puasa di Bulan Allah, yaitu bulan Muharram”. (Hadist diriwayatkan oleh Imam Muslim). Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia,
Peristiwa hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah merupakan peristiwa penting yang di dalamnya tersimpan suatu kebijaksanaan sejarah (sunnatullah) agar kita senantiasa mengambil hikmah, meneladani, dan mentransformasikan nilai-nilai dan ajaran Rasulullah SAW (sunnatur-rasul). Setidaknya, ada 3 hal utama dari serangkaian peristiwa hijrah Nabi yang amat penting untuk kita transformasikan dalam konteks kekinian. Pertama, adalah transformasi keummatan. Bahwa nilai penting atau misi utama hijrahnya Rasulullah beserta kaum muslimin adalah untuk penyelamatan nasib kemanusiaan. Betapa serangkaian peristiwa hijrah itu, selalu didahului oleh fenomena penindasan dan kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang
kaya (kapitalis) dan penguasa terhadap masyarakat kecil yang lemah. Pada spektrum ini, orientasi keummatan ditujukan untuk mewujudkan suatu transformasi sosial di bidang ekonomi dan politik. Kaum muslimin rahimakumullah, Hijrah, sebagai sunnatullah serkaligus sunnatur-rasul, dari kondisi di mana masyarakat terus mengalami ketertindasan, adalah sebuah kewajiban. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, bahwa orang yang mampu hijrah tetapi tidak melaksanakannya disebut sebagai orang yang menganiaya dirinya sendiri (zhalim). Sebab, luasnya bumi dan melimpahnya rizqi di atasnya, pada dasarnya memang disediakan oleh Allah untuk keperluan manusia. Karena itulah, jika manusia atau masyarakat mengalami ketertindasan, Allah mewajibkan mereka untuk hijrah (QS. An-Nisa (4): 97-100).
ﻗﺎﻟﻮا ُﻛﻨﱠﺎ ﻣﺴﺘﻀﻌﻔﲔ ﰲ,إ ّن اﻟﺬﻳﻦ ﺗﻮﻓّﺎ ُﻫ ُﻢ اﻟْﻤَﻶﺋﻜﺔُ ﻇﺎﻟِﻤِﻲ أﻧﻔﺴ ِﻬ ِﻢ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻓِﻴْ َﻢ ﻛﻨﺘﻢ َت ْ ﻓﺄوﻟﺌﻚ َﻣﺄ َْوا ُﻫ ْﻢ َﺟ َﻬﻨﱠ ُﻢ َوﺳَﺎء,ض اﷲِ و ِاﺳ َﻌﺔٌ ﻓﺘﻬﺎﺟﺮوا ﻓﻴﻬﺎ ُ ﻗﺎﻟﻮا أَ َﱂْ ﺗَ ُﻜ ْﻦ أر,اﻷرض ﺼْﻴـﺮًا ِ َﻣ “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: ‘dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?’, mereka menjawab: ‘kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)’, para malaikat lalu berkata: ‘bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian dapat berhijrah di bumi itu?’, maka orang-orang itu tempatnya adalah di neraka Jahanam, dan itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali”.
ًّﺟﺎل واﻟﻨّﺴﺎ ِء واﻟﻮﻟﺪا ِن ﻻَ ﻳﺴﺘﻄﻴﻌﻮن ِﺣْﻴـﻠَﺔً وﻻ ﻳـَ ْﻬﺘَﺪ ُْو َن َﺳﺒِْﻴﻼ ِ إﻻّ اﳌﺴﺘﻀﻌﻔﲔ ﻣﻦ اﻟﺮ
“Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki, perempuan, atau pun anak-anak, yang benar-benar tidak memiliki kemampuan dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah”.
ﻓﺄوﻟﺌﻚ ﻋﺴﻰ اﷲُ أ ْن ﻳـَ ْﻌ ُﻔ َﻮ ﻋﻨﻬﻢ وﻛﺎن اﷲ َﻋﻔُﻮا َﻏﻔ ُْﻮرًا
“Maka mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan Allah adalah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”.
وَﻣ ْﻦ ﳜَُْﺮ ْج ﻣِﻦ ﺑﻴﺘﻪ ﻣﻬﺎﺟﺮا إﱃ,ًَﺎﺟ ْﺮ ﰲ ﺳﺒﻴﻞ اﷲ َِﳚ ْﺪ ﰲ اﻷرض ُﻣﺮَاﻏَﻤًﺎ َﻛﺜِْﻴـﺮًا َو َﺳ َﻌﺔ ِ وﻣﻦ ﻳـُﻬ ْت ﻓَـ َﻘ ْﺪ َوﻗَ َﻊ أَ ْﺟُﺮﻩُ ﻋﻠﻰ اﷲ وﻛﺎن اﷲ ﻏﻔﻮرا رﺣﻴﻤﺎ ُ اﷲ ورﺳﻮﻟﻪ ﰒّ ﻳُ ْﺪ ِرْﻛﻪُ اﻟْﻤَﻮ “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, lalu kematian menimpanya (sebelum ia sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah Allah tetapkan pahalan di sisi-Nya. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia, Tujuan dari hijrah, dalam visi al-Qur’an itu, adalah agar manusia dapat mengenyam ‘kebebasan’. Jadi tidak semata-mata perpindahan fisik dari satu daerah ke daerah yang lain, apalagi hanya sekedar untuk memperoleh keuntungan ekonomi dan politik belaka, melainkan lebih dari itu, ia melibatkan hijrah mental-spiritual, sehingga mereka dapat memperoleh ‘kesadaran baru’ bagi keutuhan martabatnya. Hijrah Nabi ke Madinah, telah terbukti mampu mewujudkan suatu kepemimpinan yang di dalamnya berlangsung tatanan masyarakat berdasarkan pada moral utama (makarimal akhlaq), suasana tentram
penuh persaudaraan dalam pluralitas kehidupan (ukhuwah) dan pengedepanan misi penyejahteraaan masyarakat (al-maslahatu al-ra’iyah). Kedua, adalah transformasi kebudayaan. Hijrah dalam konteks ini telah mengentaskan masyarakat dari kebudayaan Jahili menuju kebudayaan Islami. Jika sebelum hijrah, kebebasan masyarakat dipasung oleh struktur budaya feodal dan otoritarian yang amat destruktif-permissifistik, maka setelah hijrah hakhak asasi mereka dijamin dalam kepastian hukum dan perundang-undangan (syari’ah). Pelanggaran terhadap syari’ah bagi seorang muslim, pada dasarnya tak lain merupakan penyangkalan terhadap keimanan atau keislamannya sendiri. Bahkan lebih dari itu, pelanggaran terhadap hak-hak asasi yang nyata-nyata telah dilindungi dan diatur dalam ajaran Islam, akan dikenai sanksi hukum yang tujuannya untuk mengembalikan keutuhan moral mereka dan martabat manusia secara universal. Dengan demikian, hijrah pada dasarnya ditujukan untuk mengembalikan keutuhan moral dan martabat kemanusiaan secara universal (rahmatan lil-‘alamiin). Mengenai apa saja martabat kemanusiaan atau hak-hak asasi –yang merupakan pundamen utama suatu kebudayaan– yang dilindungi oleh Islam, alQur’an telah secara jelas menggariskan pokok-pokoknya, seperti: perlindungan fisik atau hak hidup individu dan masyarakat dari tindakan-tindakan kekerasan; perlindungan dan kebebasan memeluk keyakinan agama masing-masing tanpa paksaan untuk berpindah agama; perlindungan keluarga dan keturunan; perlindungan harta benda dan hak milik pribadi; perlindungan untuk menyatakan pendapat dan berserikat; serta perlindungan untuk mendapatkan persamaan derajat dan kemerdekaan. Kaum muslimin rahimakumullah, Ketiga, adalah transformasi keagamaan. Transformasi inilah, yang dalam konteks hijrah, dapat dikatakan sebagai pilar utama keberhasilan dakwah Rasulullah. Persahabatan beliau dan persaudaraan kaum Muslim dengan Non-Muslim (Yahudi dan Nasrani), sesungguhnya adalah basis utama dari misi kerasulan yang diemban oleh Rasulullah. Dari catatan sejarah kita mengetahui, bahwa yang pertama menunjukkan sekaligus mengakui ‘tanda-tanda kerasulan’ pada diri Nabi, adalah justeru seorang pendeta Nasrani yang bertemu tatkala Nabi dan pamannya, Abu Thalib, berdagang ke Syria. Kemudian, pada hijrah pertama dan kedua (ke Abesinia), pun kaum Muslim ditolong oleh raja Najasy. Dan pada saat membangun kepemimpinan di Madinah, kaum Muslim bersama kaum Yahudi dan Nasrani, saling bahu-membahu dalam ikatan persaudaraan dan perjanjian. Karena itulah, pada masa kepemimpinan Nabi dan sahabat, Islam telah secara tertulis mengeluarkan undang-undang yang melindungi kaum Nasrani dan Yahudi. Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah, Akhirnya, tanpa terasa umur kita telah bertambah satu tahun lagi. Itu berarti jatah hidup kita berkurang dan semakin mendekatkan kita kepada rumah masa depan, yakni kuburan. Pelajaran yang terbaik dari perjalanan waktu ini adalah menyadari sekaligus mengintrospeksi sepak terjang kita selama ini. Kita sejatinya hanya punya waktu 5 hari yang harus kita isi dengan amal kebaikan. Hari pertama, yaitu masa lalu yang telah kita lewati (apakah sudah kita isi dengan hal-hal yang dapat mengantarkan kita pada ridho Allah?). Hari kedua, yaitu hari yang sedang kita alami sekarang ini (harus kita gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat baik dunia maupun akhirat). Hari ketiga, yaitu hari yang akan datang (kita tidak tahu apakah hari itu milik kita atau bukan). Hari keempat, yaitu hari ketika nyawa kita ditarik oleh Malaikat pencabut nyawa menyudahi kehidupan kita di alam fana ini (apakah kita sudah siap dengan amal kita?). Dan Hari kelima, yaitu hari perhitungan amal kita di hadapan Allah (apakah kelak kita akan mendapatkan raport yang baik yang akan menempatkan kita di surga, ataukah mendapat raport dengan tangan kiri kita, yang menunjukan nilai buruk dan menempatkan kita di neraka). Pada saat itu, tidak ada lagi arti penyesalan. Maka, tepat sekali apa yang dikatakan seorang ulama besar Tabi’in, Imam Hasan Al-Basri, “Wahai manusia, sesungguhnya engkau hanyalah sekumpulan hari. Jika
setiap hari itu berkurang, maka berkurang pula bagianmu.” Umar bin Khathab RA juga berkata, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.”.
َﺎت وَاﻟ ﱢﺬ ْﻛ ِﺮ اﳊَْ ِﻜْﻴ ِﻢ, َﲏ َوإِﻳﱠﺎ ُﻛ ْﻢ ﲟَِﺎ ﻓِْﻴ ِﻪ ِﻣ َﻦ اﻵﻳ ِ ﱄ َوﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﰲ اﻟْﻘُﺮْآ ِن اﻟْ َﻌ ِﻈْﻴ ِﻢَ ,وﻧـَ َﻔﻌ ِْ ﺑَﺎرََك اﷲُ ِ ْ ﱄ ْﱄ َﻫﺬَا وَا ْﺳﺘَـ ْﻐ ِﻔُﺮ اﷲَ اﻟْ َﻌ ِﻈﻴْ َﻢ ِ ْ ْل ﻗـَﻮِ ْ ِﲏ َوِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ ﺗِﻼََوﺗَﻪُ إِﻧﱠﻪُ ُﻫ َﻮ اﻟ ﱠﺴ ِﻤْﻴ ُﻊ اﻟْ َﻌﻠِﻴْ ُﻢ .أَﻗـُﻮ ُ َوﺗَـ َﻘﺒﱠ َﻞ ﻣ ﱢْ ﱠﺣْﻴ ُﻢ. َوﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓَﺎ ْﺳﺘَـ ْﻐ ِﻔﺮُْوﻩُ ،إِﻧﱠﻪُ ُﻫ َﻮ اﻟْﻐَﻔ ُْﻮُر اﻟﺮِ Khutbah Kedua:
ﺼﻪُ َﺎم ،و َﺧ ﱠ َﲑﻩِ ِﻣ ْﻦ ُﺷﻬ ُْﻮِر اﻟﻌ ِ ﻀ َﻞ َﺷ ْﻬَﺮ اﻟْ ُﻤ َﺤﺮِﱠم َﻋﻠَﻰ ﻏ ِْ َﺎم ،ﻓَ ﱠ َاﻹﻧْـﻌ ِ ْﻞ و ِْ اَﳊَْ ْﻤ ُﺪ ﻟِﻠﱠ ِﻪ ِذ ْي اﻟ َﻔﻀ ِ ْﻚ ﻟَﻪُ ِﰲ ُرﺑـ ُْﻮﺑِﻴﱠﺘِ ِﻪ َﺎم ،أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن َﻻ إِﻟَﻪَ إﱠِﻻ اﷲُ َو ْﺣ َﺪﻩُ َﻻ َﺷ ِﺮﻳ َ َاﻹﻧْـﻌ ِ ْﻞ وَاﻟ َﻜَﺮِم و ِْ ﲟَِِﺰﻳْ ٍﺪ ِﻣ َﻦ اﻟ َﻔﻀ ِ َام(َ ،وأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ َْﻼل وَا ِﻹ ْﻛﺮِ ﱢﻚ ذِي اﳉ ِ َﺎﱃ) :ﺗَـﺒَﺎرََك ا ْﺳ ُﻢ َرﺑ َ َﺎل ﺗَـﻌ َ َوأُﻟ ُْﻮِﻫﻴﱠﺘِ ِﻪَ ,وأَﲰَْﺎﺋِِﻪ َو ِﺻﻔَﺎﺗِِﻪَ ,ﻛﻤَﺎ ﻗ َ ﺻﺤَﺎﺑِِﻪ اﻟﺒَـَﺮَرةِ اﻟ ِﻜﺮَِامَ ،و َﺳﻠﱠ َﻢ ﺗَ ْﺴﻠِﻴْﻤﺎً ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟِِﻪ َوأَ ْ أَ ﱠن ﳏﻤﺪاً َﻋْﺒ ُﺪﻩُ َوَرﺳ ُْﻮﻟُﻪَُ ، َُﻮﺗُ ﱠﻦ إِﻻﱠ َوأَﻧْـﺘُ ْﻢ ُﻣ ْﺴﻠِﻤ ُْﻮ َن. س ,اِﺗﱠـ ُﻘﻮا اﷲَ َﺣ ﱠﻖ ﺗـُﻘَﺎﺗِِﻪ َوﻻَ ﲤ ْ َﻛﺜِْﻴـﺮًا ,أَﻣﱠﺎ ﺑـَ ْﻌ ُﺪ :ﻓَـﻴَﺎ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ُ ْﺐ وَاﻟ ﱠﺸﻬَﺎ َدةَِ ،وأَ ْن َْﳚ َﻌﻠَﻨَﺎ َوإِﻳﱠﺎ ُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ِﻋﺒَﺎ ِدﻩِ ﻧَ ْﺴﺄ َُل اﷲَ ﺗﻌﺎﱃ أَ ْن ﻳـ َْﺮُزﻗَـﻨَﺎ َوإِﻳﱠﺎ ُﻛ ْﻢ َﺧ ْﺸﻴَﺘَﻪُ ِﰲ اﻟﻐَﻴ ِ ﺻﻠﱡﻮْا َو َﺳﻠﱢﻤُﻮْا ﻋَﻠَﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﳏَُ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﷲَِ ,ﻛﻤَﺎ ﲨﻴْﻌﺎً َﺳﻮَاءَ اﻟ ﱠﺴﺒِﻴ ِْﻞَ ،و َ ِﲔَ ,وأَ ْن ﻳـَ ْﻬ ِﺪﻳـَﻨَﺎ َِ اﳌُﺘﱠﻘ ْ َ ﱠﱯ ﻳَﺎ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ آ َﻣﻨُﻮا ﺼﻠﱡﻮ َن َﻋﻠَﻰ اﻟﻨِ ﱢ َﻼﺋِ َﻜﺘَﻪُ ﻳُ َ ِﻚ ِﰲ ﻛِﺘَﺎﺑِِﻪ اﻟﻜﺮﱘ ﴿:إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َوﻣ َ أََﻣَﺮُﻛ ُﻢ اﷲُ ﺑِ َﺬﻟ َ ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋﻠَﻰ ِآل ﺻﻠﱡﻮا َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱢ ُﻤﻮا ﺗَ ْﺴﻠِﻴﻤﺎً﴾ )اﻷﺣﺰاب .(٥٦ :اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َ َ ْﺖ َﻋﻠَﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ إِﺑْـﺮَا ِﻫﻴْ َﻢ َو َﻋﻠَﻰ ِآل ﺳﻴﺪﻧﺎ إِﺑْـﺮَا ِﻫْﻴﻢََ ،وﺑَﺎرِْك َﻋﻠَﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﺻﻠَﻴ َ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ َﻛﻤَﺎ َ ﱠﻚ ْﺖ َﻋﻠَﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ إِﺑْـﺮَا ِﻫﻴْ َﻢ َوﻋَﻠَﻰ ِآل ﺳﻴﺪﻧﺎ إِﺑْـﺮَا ِﻫﻴْ َﻢ إِﻧ َ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ َوﻋَﻠَﻰ ِآل ﺳﻴﺪﻧﺎ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ َﻛﻤَﺎ ﺑَﺎ َرﻛ َ ﺼ ﱢﺪﻳ ِْﻖَ ،وﻋُ َﻤَﺮ َﰊ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ اﻟ ﱢ ﱢﲔ :أِ ْ ﱠاﺷ ِﺪﻳْ َﻦ اﻷَﺋِ ﱠﻤ ِﺔ اﳌَْﻬ ِﺪﻳـ ْ َ ْض اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻋ ِﻦ اﳋُﻠَﻔَﺎ ِء اﻟﺮ ِ ﲪْﻴ ٌﺪ َِﳎْﻴ ٌﺪ .وَار َ َِ ﺼﺤَﺎﺑَِﺔ أَﲨَْﻌ ِْﲔَ، ض اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻋ ِﻦ اﻟ ﱠ َار َ َﲔ َﻋﻠِﻲ ،و ْ ْقَ ،وﻋُﺜْﻤَﺎ َن ِذ ْي اﻟﻨـ ُْﻮَرﻳْﻦَِ ،وأَِﰊ اﳊَ َﺴﻨـ ْ ِ اﻟﻔَﺎرُو ِ ِﻚ ﻳَﺎ ِﻚ َوإِ ْﺣﺴَﺎﻧ َ ﱢﻚ َوَﻛَﺮﻣ َ ِﲔ َوَﻣ ْﻦ ﺗَﺒِ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﺑِِﺈ ْﺣﺴَﺎ ٍن إ َِﱃ ﻳـَﻮِْم اﻟ ﱢﺪﻳْﻦَِ ،و َﻋﻨﱠﺎ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﲟَِﻨ َ َو َﻋ ِﻦ اﻟﺘَﺎﺑِﻌ ْ َ ِﲔ. أَ ْﻛَﺮَم اﻷَ ْﻛَﺮﻣ ْ َ ِﲔ َك اﻟْ ُﻤ َﻮ ﱢﺣ ِﺪﻳْ َﻦ اﻟْ ُﻤ ْﺨﻠِﺼ ْ َ ِﲔ وَاﻧْﺼُْﺮ ِﻋﺒَﺎد َ ِل اﻟﺸﱢﺮَْك وَاﻟْ ُﻤ ْﺸ ِﺮﻛ ْ َ ِﲔ َوأَذ ﱠ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ أَ ِﻋﱠﺰ ا ِﻹ ْﺳﻼَ َم وَاﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِﻤ ْ َ ِﻚ إ َِﱃ ﻳـَﻮِْم اﻟ ﱢﺪﻳْ ِﻦ. ِﲔ وَدﻣْﱢﺮ أَ ْﻋﺪَآﺋَـﻨَﺎ َوأَ ْﻋﺪَآءَ اﻟ ﱢﺪﻳْ ِﻦ وأَﻋ ِْﻞ َﻛﻠِﻤَﺎﺗ َ َل اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِﻤ ْ َ ُل َﻣ ْﻦ َﺧﺬ َ وَا ْﺧﺬ ْ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ا ْدﻓَ ْﻊ َﻋﻨﱠﺎ اﻟْﺒَﻼَءَ وَاﻟْ َﻮﺑَﺎءَ وَاﻟﱠﺰﻻَزَِل وَاﻟْ ِﻤ َﺤ َﻦ َوﺳ ُْﻮءَ اﻟْ ِﻔْﺘـﻨَ ِﺔ ﻣَﺎ ﻇَ َﻬَﺮ ِﻣْﻨـﻬَﺎ َوﻣَﺎ ﺑَﻄَ َﻦ َﻋ ْﻦ
ِﲔ .اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ آ ِﻣﻨﱠﺎ ِﰲ َب اﻟْﻌَﺎﻟَﻤ ْ َ ِﲔ ﻋَﺂ ﱠﻣﺔً ﻳَﺎ ر ﱠ ﺻﺔً َو َﻋ ْﻦ ﺳَﺎﺋِِﺮ اﻟْﺒُـﻠْﺪَا ِن اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِﻤ ْ َ ْﺴﻴَﺎ ﺧَﺂ ﱠ ﺑـَﻠَﺪِﻧﺎ إِﻧْﺪ ُْوﻧِﻴ ِ َب َﺎك ﻳَﺎ ر ﱠ َﺎك وَاﺗﱠـﺒَ َﻊ ِرﺿ َ َﻚ وَاﺗﱠـﻘ َ ﺻﻠِ ْﺢ أَﺋِ ﱠﻤﺘَـﻨَﺎ َووَُﻻةَ أُﻣ ُْﻮِرﻧَﺎ وَا ْﺟ َﻌ ْﻞ وَِﻻﻳـَﺘَـﻨَﺎ ﻓِْﻴ َﻤ ْﻦ ﺧَﺎﻓ َ أ َْوﻃَﺎﻧِﻨَﺎ َوأَ ْ اﻟﱪ وَاﻟﺘَـ ْﻘﻮَى َو َﺳ ﱢﺪ ْدﻩُ ِﰲ أَﻗْـﻮَاﻟِِﻪ ُِﺐ َوﺗـَْﺮﺿَﻰ َوأَ ِﻋْﻨﻪُ َﻋﻠَﻰ ِﱢ َﱄ أَْﻣ ِﺮﻧَﺎ ﻟِﻤَﺎ ﲢ ﱡ ﱢﻖ وِ ﱠ ِﲔَ ،اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َوﻓ ْ اﻟﻌَﺎﻟَﻤ ْ َﺎع ِﻚ وَاﺗﱢـﺒ ِ َﻞ ﺑِﻜِﺘَﺎﺑ َ ِﲔ ﻟِْﻠ َﻌﻤ ِ ﲨﻴْ َﻊ وَُﻻةَ أَْﻣ ِﺮ اﳌُ ْﺴﻠِﻤ ْ َ ﱢﻖ َِ َام ،اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َوﻓ ْ َوأَ ْﻋﻤَﺎﻟِِﻪ ﻳَﺎ ذَا اﳉ ََﻼ ِل وَا ِﻹ ْﻛﺮِ ِﲔ. اﳌُﺆِﻣﻨ ْ َ ِك ْ ﱢﻚ ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠّﻢ ،وَا ْﺟ َﻌ ْﻠ ُﻬ ْﻢ َرأْﻓَﺔً ﻋَﻠَﻰ ِﻋﺒَﺎد َ ُﺳﻨﱠﺔ ﻧَﺒِﻴ َ ﱠﻚ َات ,إِﻧ َ َﺎت اﻷَ ْﺣﻴَﺂ ِء ِﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢ وَاﻷَ ْﻣﻮ ِ ِﲔ وَاﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِﻤ ِ َﺎت وَاﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِﻤ ْ َ ِﲔ وَاﻟْﻤ ُْﺆِﻣﻨ ِ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ا ْﻏﻔِْﺮ ﻟِْﻠﻤ ُْﺆِﻣﻨ ْ َ َاب اﻟﻨﱠﺎ ِر. اﻵﺧَﺮةِ َﺣ َﺴﻨَﺔً َوﻗِﻨَﺎ ﻋَﺬ َ َاتَ .رﺑـﱠﻨَﺎ آﺗِﻨَﺎ ِﰲ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َﺣ َﺴﻨَﺔً وَِﰲ ِ ْﺐ اﻟ ﱠﺪﻋَﻮ ِ ْﺐ َِﳎﻴ ُ َِﲰْﻴ ٌﻊ ﻗَ ِﺮﻳ ٌ ْل وَا ِﻹ ْﺣﺴَﺎ ِن َوإِﻳْـﺘَﺂ ِء ذِي اﻟْﻘُﺮَْﰉ َوﻳـَْﻨـﻬَﻰ َﻋ ِﻦ اﻟْ َﻔ ْﺤﺸَﺂ ِء وَاﻟْ ُﻤْﻨ َﻜ ِﺮ ِﻋﺒَﺎ َد اﷲِ! إِ ﱠن اﷲَ ﻳَﺄْ ُﻣُﺮ ﺑِﺎﻟْ َﻌﺪ ِ وَاﻟْﺒَـ ْﻐ ِﻲ ﻳَﻌِﻈُ ُﻜ ْﻢ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَ َﺬ ﱠﻛﺮُْو َن ,وَاذْ ُﻛُﺮوا اﷲَ اﻟْ َﻌ ِﻈْﻴ َﻢ ﻳَ ْﺬﻛُْﺮُﻛ ْﻢ وَا ْﺷ ُﻜﺮُْوﻩُ َﻋﻠَﻰ ﻧِ َﻌ ِﻤ ِﻪ ﻳَِﺰْد ُﻛ ْﻢ ﺼﻨَـﻌ ُْﻮ َن. ﻀﻠِ ِﻪ ﻳـُ ْﻌﻄِﻜﻢَ ,وﻟَﺬِﻛُﺮ اﷲِ أَ ْﻛﺒَـُﺮ ,وَاﷲُ ﻳـَ ْﻌﻠَ ُﻢ ﻣَﺎ ﺗَ ْ وَا ْﺳﺌَـﻠ ُْﻮﻩُ ِﻣ ْﻦ ﻓَ ْ