Muchamad Ali Safa’at
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011. Paket UU Pemilu dan Pemilukada PMK Nomor 15/PMK/2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah. PMK Nomor 16/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. PMK Nomor 17/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden. Jurisprudensi MK.
Pasal 24C UUD 1945, Pasal 10 UU MK: “Mahkamah Konstitusi berwenang memutus perselisihan hasil pemilihan umum” Perselisihan hasil: Perbedaan penghitungan penetapan hasil pemilu antara penyelenggara pemilu dengan peserta pemilu yang memengaruhi perolehan kursi, terpenuhinya PT atau penentuan calon terpilih atau penentuan calon yang berhak mengikuti pemilu putaran kedua atau urutan perolehan suara. (Kuantitatif) Putusan 062/PHPU-B-II/2004. MK sebagai pengawal konstitusi wajib menjaga Pemilu berlangsung sesuai dengan asas Luber dan Jurdil. (kualitatif).
Pemilu Pemilu Pemilu Pemilu
anggota DPR dan DPRD; anggota DPD; Presiden dan Wakil Presiden; Kepala Daerah.
Perselisihan: Keberatan peserta pemilu atas penetapan hasil pemilu yang dibuat oleh penyelenggara pemilu. Pemohon: Peserta Pemilu Termohon: Penyelenggara Pemilu Turut Termohon: Penyelenggara Pemilu level tertentu. Pihak Terkait: Pengawas, Peserta Pemilu yang lain.
Peserta Pemilu ◦ ◦ ◦ ◦
DPR dan DPRD: Partai politik DPD: Perseorangan calon anggota DPD Presiden dan Wapres: Pasangan Calon Kepala Daerah: Pasangan calon, dan pasangan bakal calon
DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden ◦ Termohon: KPU ◦ Turut Termohon: KPU Daerah di mana perselisihan terjadi.
Kepala Daerah:
◦ Termohon: KPU Daerah Setempat ◦ Turut Termohon: KPU Daerah di mana perselisihan terjadi.
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pemohon atau kuasanya kepada MK [Pasal 29 ayat (1) UU MK]; Permohonan ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya dalam 12 (dua belas rangkap) rangkap [Pasal 29 ayat (2) UU MK]; Permohonan setidak-tidaknya harus memuat, a. identitas Pemohon; b. menguraikan tentang perselisihan hasil Pemilu yang menjadi dasar permohonan (posita); dan c. hal-hal yang diminta untuk diputuskan (petitum) [Pasal 31 ayat (1) UU MK]; Permohonan harus disertai alat bukti yang mendukung permohonan [Pasal 31 ayat (2) UU MK].
Identitas Pemohon dan Termohon yang dituju Posita/Fundamentum petendi
Petitum
◦ Kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut Pemohon. ◦ Pelanggaran-pelanggaran Pemilu yang Terstruktur, Massif, dan Sistematis. ◦ Keabsahan Pasangan calon. ◦ Kesalahan Verifikasi pasangan calon. ◦ Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. ◦ Permintaan Pemilu Ulang. ◦ Permintaan Penghitungan Ulang.
Pengajuan Pemilu Nasional: 3X24 Jam sejak penyelenggara mengumumkan penetapan hasil. Pengajuan Pemilukada: 3 hari kerja sejak pengumuman penetapan.
Ketetapan Hasil Pemilu oleh KPU/KPUD
Pengajuan permohonan 3 x 24 jam/ 3 hari kerja
Permohonan diregistrasi
Putusan
Rapat Permusyawaratan Hakim
Pembuktian, sidang Pleno
Panitera MK
Sidang harus diselesaikan 30 hari kerja bagi PHPU Legislatif dan 14 hari kerja bagi PHPU Pilpres dan Pemilukada
Pemeriksaan lanjutan
Penetapan jadwal sidang (3 hari kerja)
Sidang Panel pemeriksaan pendahuluan oleh 3 hakim konstitusi
Permohonan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) apabila pemohon dan atau permohonan tidak memenuhi syarat; Permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahkamah membatalkan (void an initio) hasil penghitungan suara oleh KPU, serta menetapkan hasil penghitungan suara yang benar; Permohonan ditolak apabila permohonan terbukti tidak beralasan. Putusan Sela: Perintah MK untuk mengulang penghitungan atau pemungutan, sebagian atau keseluruhan.