MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
PERPAJAKAN
JOKO SETIAWAN, SE., MM.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV BAB V
BAB VI
BAB VII
PENGANTAR HUKUM PAJAK 1. Pengertian Hukum Pajak 2. Kedudukan Hukum Pajak Dalam Sistem Hukum Di Indonesia 3. Pembagian Hukum Pajak 4. Teori Perpajakan KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 1. Dasar Hukum 2. Pengertian NPWP dan Pengukuhan PKP 3. Yang Wajib Melaporkan Usahanya untuk Dikukuhkan menjadi PKP 4. Jangka Waktu Pendaftaran dan/atau Melaporkan Usaha 5. Syarat dan Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha 6. Sanksi Berkaitan dengan Kewajiban Mendaftarkan diri dan Melaporkan Usaha 7. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP 8. Pengertian Surat Pemberitahuan 9. Surat Ketetapan Pajak (SKP) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 1. Pengantar 2. Pengertian dan Objek Pajak Pertambahan Nilai 3. Subjek Pajak Pertambahan Nilai 4. Tarif Pajak Pertambahan Nilai 5. Faktur Pajak FREE TRADE ZONE (FTZ) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM) 1. Pengantar 2. Karakteristik PPnBM 3. Tarif PPnBM dan Pengelompokan BKP yang tergolong mewah 4. Cara Menghitung PPN atas Penyerahan BKP yang tergolong mewah PAJAK PENGHASILAN 1. Subjek Pajak Penghasilan 2. Objek Pajak Penghasilan 3. Pengurang Penghasilan Bruto 4. Penyusutan dan Amortisasi 5. Koreksi Fiskal 6. Angsuran PPh Dalam Tahun Berjalan (PPh Pasal 25) 7. Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
UNTUK KALANGAN SENDIRI
1 1 2 3 4 4 4 5 5 6 6 6 10 11 11 12 13 13 17 19 19 19 21 22 24 27 29 31 32 32
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
BAB XIV
1. Pengertian Subjek Pajak 2. Penggolongan Subjek Pajak 3. Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif 4. Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri 5. Tidak Termasuk Subjek Pajak 6. Objek Pajak Penghasilan 7. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 8. Tarif Pajak 9. Perhitungan Pajak Penghasilan 10. Syarat Menggunakan Norma PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 1. Pemotong PPh Pasal 21 2. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 3. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 4. Bukan Objek PPh Pasal 21 5. Cara Menghitung PPh Pasal 21 6. Tarif Pajak PPh Pasal 21 7. Pelaporan PPh Pasal 21 oleh Pemotong 8. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1. Pengertian 2. Pemungut PPh Pasal 22 3. Tarif PPh Pasal 22 4. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 5. Saat Terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22 6. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 1. Pemotong PPh Pasal 23 2. Obyek Pemotongan PPh Pasal 23 3. Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 23 4. Saat terutang, penyetoran, dan pelaporan PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 1. Pemotong PPh Pasal 24 2. Contoh PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 1. Pemotong PPh Pasal 26 2. Obyek dan Tarif PPh Pasal 26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) 1. Karakteristik PPh Final 2. Jenis-jenis PPh Final PAJAK BUMI DAN BANGUNAN 1. Dasar Hukum
UNTUK KALANGAN SENDIRI
34 34 34 34 34 34 34 34 34 35 37 37 39 40 40 42 43 43 44 44 44 45 46 46 48 48 48 49 50 51 52 52 53 53 56
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB XV
BAB XVI
BAB XVII
2. Objek dan Subjek 3. Tarif 4. Dasar Perhitungan PBB 5. Batas Tidak Kena Pajak 6. Cara Menghitung PBB 7. Administrasi PBB BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) 1. Objek BPHTB 2. Subjek BPHTB 3. Tarif 4. Dasar Pengenaan 5. Cara Menghitung BPHTB BEA MATERAI 1. Dasar Hukum 2. Saat Terutang Bea Meterai 3. Pihak yang Terutang Bea Meterai 4. Pelunasan Bea Meterai 5. Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Meterai 6. Dokumen-dokumen yang Dikenakan Bea Meterai 7. Dokumen yang Tidak Terutang Bea Meterai 8. Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Meterai PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH 1. Definisi 2. Jenis Pajak Daerah 3. Tarif Pajak 4. Retribusi dibagi atas tiga golongan
UNTUK KALANGAN SENDIRI
56 56 56 57 57 57 59 60 60 60 61 62 62 62 62 62 62 63 63 64 64 64 65
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB I PENGANTAR HUKUM PAJAK 1. PENGERTIAN HUKUM PAJAK Definisi dalam ilmu hukum seperti dalam ilmu sosial lainnya tidak ada yang pasti, tetapi bermacam-macam, sesuai dengan sudut pandang masing-masing sarjana yang membuat definisi tersebut. Namun dalam bermacam-macam bunyi definisi itu, intinya akan sama. R. Santoso Brotodihardjo, S.H., (1986 : 1) menyatakan bahwa “Hukum Pajak yang disebut juga Hukum Fiskal, adalah keseluruhan dan peraturan-peraturan yang meliputi
wewenang
pemerintah,
untuk
mengambil
kekayaan
seseorang
dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui Kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara dan orang-orang atau badan-badan (Hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut Wajib Pajak)”. Prof. DR. H. Rochmat Soemitro, S.H., (1977 : 23) menyatakan bahwa “Hukum Pajak ialah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak”. Hukum Pajak merupakan suatu bagian dari Hukum Tata Usaha Negara, yang didalamnya termuat juga anasir-anasir Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, Hukum Perdata dan lain-lain. 2. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA Secara umum Hukum terbaggi atas Hukum Publik dan Hukum Perdata. Hukum Publik mencakup Hukum Pidana dan Hukum Tantra yang meliputi Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Negara.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Hukum Publik ialah hukum yang mengatur hubungan Hukum antara Pemerintah dengan warganya, sedangkan Hukum Perdata ialah Hukum yang mengatur hubungan Hukum antara perorangan di dalam masyarakat. Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara ialah segenap peraturan hukum yang mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan wewenang yang langsung dari lembaga-lembaga negara serta aparaturnya dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. (Hukum Tata Usaha Negara Materil).
HUKUM
Hukum Perdata (Arti Luas)
Hukum Publik
Hukum Perdata (BW)
Hukum Tata Negara
Hukum Dagang (W.V.K)
Hukum Tata Usaha Negara
Hukum Pajak
Hukum Pidana 3. PEMBAGIAN HUKUM PAJAK Pembagian Hukum Pajak ke dalam Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal penting sekali, seperti halnya Hukum Pidana atau Hukum Perdata.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
a). Hukum Pajak Material Hukum Pajak Material, ialah Hukum Pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, sisapa-siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak atau dapat dikatakan pula segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Undang-undang pajak yang termasuk dalam Hukum Pajak Material ialah : a. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. b. Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah c. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan d. Undang-undang No. 13 Taun 1985 tentang Bea Material. b). Hukum Pajak Formal Hukum Pajak Formal ialah Hukum Pajak yang memuat peraturan-peraturan mengenai cara-cara Hukum Pajak Material menjadi kenyataan. Hukum ini memuat cara-cara pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP, cara-cara pembukuan, cara-cara pemeriksaan, cara-cara penagihan, hak dan kewajiban Wajib Pajak, cara-cara penyidikan, macam-macam sanksi, dan lain-lain. Undang-undang Pajak yg termasuk Hukum Pajak Formal ialah : a. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG No. 16 Tahun 2000. b. UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana teah diubah dengan UNDANG-UNDANG No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
4. TEORI PERPAJAKAN 1. Arti Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat 2. Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak. a. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah). d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran Pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur. 3. Fungsi pajak. Fungsi pajak ada dua : a. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgetair) ialah fungsi pajak disektor publik, merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukkan uang dari masyarakat berasarkan undang-undang ke Kas Negara, hasilnya untuk membiayai pengeluaran umum Negara. b. Fungsi mengatur (Regulerend) ialah fungsi pajak yang dipergunakan untuk mengatur atau untuk mencapai tujuan tertentu dibidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan misalnya dengan mengadakan perubahanperubahan tarif, memberikan pengecualian atau keringanan-keringanan. 4. Sistem Pemungutan pajak di Indonesia dibagi menjadi :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM a. Official Assessment, yaitu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerinta (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang.
Contoh : PBB b. Self Assessment, yaitu system pemungutan pajak yang memberikan weweang kepercayaan, dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya apajak yang harus dibayar. Contoh : PPh Orang Pribadi c. Withholding System, yaitu system pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Contoh : PPh Pasal 21 Karyawan. 5. Pembagian Pajak Ada beberapa pembagian pajak di Indonesia, yaitu menurut golongan, sifat, dan pemungutannya : a. Menurut Golongan
: Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
b. Menurut Sifat
: Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
c. Menurut Pemungut
: Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM BAB II Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
1.
Dasar hukum Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
2.
Pengertian NPWP dan Pengukuhan PKP. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Pasal 1 angka 6 UU KUP). NPWP diberikan kepada WP Orang Pribadi atau Badan yang berdasarkan UU PPh dikenai kewajiban perpajakan baik kewajiban perpajakan atas dirinya sendiri ataupun kewajiban memungut atau memotong PPh pihak lain (withholding tax). NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode WP dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. 01.234.567.8
Kode WP
– 9 9 9
Kode KPP
.
000
Kode cabang
WP yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif secara formal dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 adalah sebagai berikut : a)
WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh Orang Pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
b)
WP Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yg merupakan kesatuan baik yg melakukan usaha maupun yg tidak melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan BUT, termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya adalah bentuk kerjasama operasi. c)
WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta (PP Nomor 80 Tahun 2007). Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai Subjek Pajak menggunakan NPWP dari WP Orang Pribadi yang meninggalkan warisan tersebut. 3.
Yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP. Dalam pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa : “Setiap WP sebagai Pengusaha yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor DJP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP”. Dalam Pasal 1 butir 15 UU PPN 1984, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dalam UU PPN 1984 pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang tergolong pengusaha kecil tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Batasan Pengusaha Kecil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 4.
Jangka waktu pendaftaran dan/atau melaporkan usaha. Berdasarkan PMK No. 20/PMK.03/2008, jangka waktu pendaftaran dan pelaporan usaha diatur sebagai berikut : A.
Jangka waktu pendaftaran :
WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan WP Badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat usaha/pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan;
WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi PTKP, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya;
B.
Jangka waktu pelaporan usaha :
WP yg memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP;
Pengusaha Kecil, yang : 1.
memilih sebagai PKP; atau
2.
tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan BKP melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya.
5.
Syarat dan tempat pendaftaran NPWP. a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan/tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas KTP bagi Penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing b. Untuk Wajib Pajak Badan Akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap; NPWP Pimpinan/Penanggung Jawab Badan; Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing sebagai penanggung jawab. c. Untuk Bendahara sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong: surat penunjukan sebagai Bendahara; dan Kartu Tanda Penduduk Bendahara. Tempat pendaftaran NPWP sbb: a. WP mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal bagi WP Orang Pribadi dan tempat kedudukan bagi WP Badan atau ke KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas di beberapa tempat atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan tempat tinggal, selain mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal juga mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha WP. c. Dalam hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja KPP, Dirjen Pajak dapat menetapkan KPP tempat WP terdaftar. 6.
Sanksi berkaitan dengan kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usaha. Sanksi berkaitan dengan tidak dipenuhinya kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana. Sanksi administrasi adalah berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 2 UU KUP.
7.
Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP. Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapus NPWP dari tata usaha KPP. Berdasarkan Pasal 2 ayat 6 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 20/PMK.03/2008, penghapusan NPWP dilakukan apabila : diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh :
A.
1)
WP dan/atau ahli warisnya karena WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan;
2)
WP Badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha;
3)
Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
4)
WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari WP yang
B.
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Penghapusan NPWP bagi wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dapat dilakukan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai WP. 8.
Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT). SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan per-UU-an Pajak. SPT terdiri dari : a. SPT Tahunan
b.
SPT Masa yang
PPh;
meliputi :
1. SPT Masa PPh; 2. SPT Masa PPN; dan 3. SPT Masa Pemungut PPN
SPT tersebut berbentuk: a. Formulir kertas (hardcopy); atau b. E-SPT. E-SPT adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT. 1)
Kewajiban menyampaikan SPT.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. 2)
Tempat dan cara pengambilan SPT. Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yg ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yg diperkirakan mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara lain yg tata cara pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.
3)
Cara penyampaian SPT. Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan : a. secara langsung dan diberikan tanda penerimaan sirat; b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau c. dengan cara lain seperti:
melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007) 4)
Batas waktu penyampaian SPT. Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb : a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau c) 5)
SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Sanksi karena tidak menyampaikan SPT. Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi administrasi ataupun sanksi pidana. A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan. Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). B. Sanksi administrasi berupa denda. Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.
C. Sanksi administrasi berupa kenaikan. Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKPKB apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari Jumlah pajak dalam SKP KB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP. D. Sanksi pidana kurungan. Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM E. Sanksi pidana penjara. Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan sengaja: c. tidak menyampaikan SPT; d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali. 6)
Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT. Berkaitan dengan kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan melalui SPT, WP mempunyai hak-hak sbb : 1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan 2. Membetulkan SPT 3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT
7)
Jatuh
Tempo
Pembayaran
Pajak
dan
Sanksi
Administrasi
Atas
Keterlambatannya. A.
1)
Tanggal
Jatuh
Tempo
Pembayaran/Penyetoran
Pajak
Suatu
Saat/Masa Pajak. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Termasuk hari libur nasional adalah hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. No
Jenis pajak
Jatuh tempo
1.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
Pemotong Pajak
Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar
Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah
sendiri oleh Wajib Pajak
Masa Pajak berakhir
2.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 3.
4.
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Pajak
Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri
Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
5.
6.
7.
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah PPh
Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
dipotong oleh Pemotong PPh
Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 25
Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
8.
PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM atas impor
Dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor
9.
10.
PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM atas impor
Jangka waktu 1 (satu hari kerja) setelah dilakukan
yang dipungut Ditjen Bea dan Cukai
pemungutan pajak
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan
bendahara
pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan SSP atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara
11.
PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
minyak, gas, dan pelumas kepada
Masa Pajak berakhir
penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh WP badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas 12.
PPh Pasal 22 yang pemungutannya
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM dilakukan oleh WP badan tertentu sebagai
Masa Pajak berakhir
Pemungut Pajak 13.
14.
PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu
Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah
Masa Pajak
Masa Pajak berakhir
PPN dan PPnBM yang pemungutannya
Paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah
dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau
Masa Pajak berakhir
instansi Pemerin tah yang ditunjuk 15.
PPN dan PPnBM yang pemungutannya
Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah
dilakukan oleh Pemungut PPN selain
Masa Pajak berakhir
Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk 16.
PPh Pasal 25 bagi WP dengan kriteria
Paling lama pada akhir Masa Pajak berakhir
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa 17.
Pembayaran Masa selain PPh Pasal 25 bagi
Paling lama sesuai dengan batas waktu untuk
WP dengan kriteria tertentu sebagaimana
masing-masing jenis pajak
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa 2) Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Pembayaran Masa. Sanksi administrasi apabila pembayaran atau penyetoran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo seperti tsb diatas, adalah berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. (Pasal 9 ayat 2a UU KUP) B.
Pembayaran Kekurangan Pajak Terutang Berdasarkan SPT Tahunan PPh. Jatuh tempo pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh tsb. Disampaikan. Atas pembayaran/penyetoran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan C.
Pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali. Dalam Pasal 9 ayat 3 UU KUP ditetapkan bahwa:” STP, SKP KB, serta SKP KBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.”
9.
Surat Ketetapan Pajak (SKP). A. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP KB). Pengertian SKP KB. SKP KB adalah SKP yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. B.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKP KBT). Pengertian SKP KBT. SKP KBT adalah SKP yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (Pasal 1 angka 17 UU KUP).
C. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKP LB) Pengertian SKP LB. SKP LB adalah SKP yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. (Pasal 1 angka 19 UU KUP)
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM D. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKP Nihil). Pengertian SKP Nihil. SKP Nihil adalah SKP yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak (Pasal 1 angka 18 UU KUP). E.
Surat Tagihan Pajak (STP). Pengertian STP.
STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda (Pasal 1 angka 20 UU KUP).
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
1. Pengantar a. Dasar Hukum PPN 1) UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah untuk yang kedua kalinya dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 yang berlaku sejak 1 Januari 2001. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, tentang Pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2000 3) Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPN. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 5) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. b. Legal Karakter Pajak Pertambahan Nilai Untuk memahami Pajak Pertambahan Nilai khususnya PPN Indonesia, maka perlu dipahami legal karakter PPN Indonesia yang dapat dirinci dan diuraikan sebagai berikut : 1) Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak Tidak Langsung 2) Multi Stage Levy namun Non Kumulatif.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 3) Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan indirect subtraction method 4) Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri 5) PPN Indonesia menerapkan tarif tunggal (single rate) 6) Pajak Objektif
Proses PPN PK = 100.000
PABRIKAN BKP
PM = 100.000
BKP
PK = 130.000
HARGA BELI =1.000.000 NILAI TAMBAH = 300.000 HARGA JUAL =1.300.000
PEDAGANG ECERAN
PPN = 30.000
Kas Negara
PPN 10% 130.000 PM = 130.000 PK = 150.000
HARGA BELI = 1.300.000 NILAI TAMBAH = 200.000 HARGA JUAL= 1.500.000
KONSUMEN
Kas Negara
PPN 10% 100.000
HARGA JUAL =1.000.000
PEDAGANG BESAR BKP
PPN = 100.000
PPN = 20.000
Kas Negara
PPN 10% 150.000
BEBAN PAJAK
2. Pengertian dan Objek Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Yang termasuk Objek PPN adalah :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 1) penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha ; 2) impor Barang Kena Pajak ; 3) penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
yang dilakukan oleh
Pengusaha; 4) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean ; 5) pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean ; 6) ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak ; 7) kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain ; 8) penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.
Barang dan Jasa Tidak Kena Pajak ( negative list ) Kelompok-kelompok barang yang tidak kena pajak : a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; b. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,dan sejenisnya; d. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Kelompok-kelompok jasa yang tidak kena pajak : a. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; b. jasa di bidang pelayanan sosial; c. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; d. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM e. jasa di bidang keagamaan; f. jasa di bidang pendidikan; g. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan; h. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan; i. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air; j. jasa di bidang tenaga kerja; k. jasa di bidang perhotelan; l. jasa yg disediakan oleh Pemerintah dlm rangka menjalankan pemerintahan secara umum 1) Saat dan Tempat Terutang PPN Berdasarkan UU No.18 Tahun 2000 Pasal 11 dapat dijelaskan bahwa PPN terutang pada saat : a. penyerahan Barang Kena Pajak; b. impor Barang Kena Pajak; c. penyerahan Jasa Kena Pajak; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean e. ekspor Barang Kena Pajak. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. 2) Penyerahan barang yang tidak termasuk kategori sebagai Penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu : penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undangundang Hukum Dagang. penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang ;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan antar cabang bagi PKP yang memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak
Adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang Dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
3. Subjek Pajak Pertambahan Nilai a) Pengusaha Kena Pajak Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Berdasarkan KMK. No. 571/KMK.03/2003 dapat dijelaskan bahwa : Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600 juta. b) Kewajiban Pengusaha Kena Pajak Berdasarkan Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984, Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP (Pasal 4 huruf a), penyerahan JKP (Pasal 4 huruf c), atau ekspor BKP (Pasal 4 huruf f), wajib: 1) melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak 2) memungut PPN dan PPnBM yang terutang 3) menyetor PPN dan PPnBM yang terutang 4) melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang
4. Tarif Pajak Pertambahan Nilai Sistem PPN menganut tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Namun demikian, mengingat UU PPN menganut azas destination principle dalam pengenaan pajaknya maka untuk
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM kegiatan ekspor dikenakan tarif 0%. Pengenaan tarif 0% atas ekspor BKP adalah dimaksudkan agar dalam harga barang yang diekspor tidak terkandung PPN.
5. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dalam penjelasan Pasal 13 ayat (1) UU PPN 1984, ditegaskan 3 (tiga) macam Faktur Pajak yaitu:
1) Faktur Pajak Standar Dalam pasal 1 angka 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER159/PJ/2006 tanggal 31 Oktober 2006 yang mengatur tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, Dan Tata Cara Pembetukan Faktur Pajak Standar menetapkan bahwa Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang: a) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP atau JKP b) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP ; c) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga ; d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ; e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut ; f) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak ; dan g) Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 2) Dokumen tertentu yang dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak di perlakukan sebagai Faktur Pajak Standar.
Dokumen-dokumen tertentu sebagai Faktur
Pajak Standar, yaitu : a) PIB dan SSP untuk impor BKP b) PEB yang telah difiat muat Pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilampiri invoice c) SPPB (Surat Perintah Pengiriman Barang) dari BULOG/DOOLOG d) Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat oleh Pertamina atas penyerahan BBM dan non BBM e) Kuitansi atas penyerahan jasa telekomunikasi f) Tiket, airway bil), delivery bill yang dibuat perusahaan jasa angkutan udara dalam negeri g) SSP PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean h) Nota Penjualan Jasa atas penyerahan jasa kepelabuhanan i) Tanda pembayaran atau kuitansi langganan listrik. 1) Faktur Pajak Sederhana. PKP dapat membuat Faktur Pajak Sederhana atas penyerahan BKP atau JKP sepanjang memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Faktur Pajak Sederhana boleh dibuat dalam hal : a) penyerahan BKP atau JKP dilakukan kepada konsumen akhir ; atau b) pembeli BKP/penerima JKP yang nama, alamat atau NPWP-nya tidak diketahui. 2) Membuat Faktur Pajak Sederhana tidak memerlukan ijin dari siapapun. 3) Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, karcis, kuitansi, segi kas register, dan sejenisnya.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 4) dalam Faktur Pajak Sederhana minimal mencantumkan nama, alamat dan NPWP di Pembuat; Jenis dan kuantum BKP/JKP; harga.penyerahan termasuk PPN atau ditulis terpisah; tanggal pembuatan Faktur Pajak 5) Faktur Pajak Sederhana harus dibuat dalam rangkap dua, atau satu lembar dengan pertinggal berupa potongan/bagian dari Faktur Pajak Sederhana yang diserahkan kepada pembeli/ pene-rima jasa, seperti pada umumnya yang terjadi pada karcis. 6) Kelemahan Faktur Pajak Sederhana adalah Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan 7) Dibuat paling lambat pada saat penyerahan BKP/JKP, atau paling lambat pada saat pembayar-an dalam hal pembayaran diterima sebelum dilakukan penyerahan.
Saat Pembuatan FakturPajak Faktur Pajak dapat wajib dibuat paling lambat :
1) pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP dan/atau JKP dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP; 2) pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP; 3) pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP; 4) pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; 5) pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
A. Pajak Masukan
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
Pengreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Pedoman penghitungan pengreditan Pajak Masukan bagi PKP yang penghitungan PPh-nya menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PMK-45/PMK.03/2008), yaitu pengusaha kena pajak dengan omset Rp 4,8 Milyar dan pedagang eceran dengan omset kurang dari Rp 1,8 Milyar setahun, sebagai berikut: 1) penyerahan BKP oleh PKP Pedagang Eceran: Pajak Masukan = 80% x Pajak Keluaran; 2) penyerahan BKP oleh PKP selain Pedagang Eceran : Pajak Masukan = 70% x Pajak Keluaran 3) penyerahan JKP = Pajak Masukan = 40% x Pajak Keluaran
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk : A. perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP B. perolehan BKP atau JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha ; C. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan ; D. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM E. perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknya berupa Faktur Pajak Sederhana ; F. perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagai Faktur Pajak Standar (dinamakan Faktur Pajak Standar cacat). G. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya cacat. H. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak ; I. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan kecuali perolehannya
telah dicatat dalam pembukuan PKP yang
bersangkutan ; B. Pajak Keluaran Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Tarif PPN 10% untuk: impor BKP; penyerahan BKP dan atau JKP; pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
Tarif PPN 0% untuk ekspor BKP
Contoh Perhitungan PPN 1. PT. X adalah pengusaha kena pajak (PKP). Untuk pelaporan masa MEI 2009, terdapat pembelian komputer yang termasuk Barang Kena Pajak seharga per unit Rp 10.000.000; (sebelum PPN) sebanyak 10 unit → sebagai Pajak Masukan. Pada bulan
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM tersebut, perusahaan juga melakukan penjualan komputer kepada PT. Y sebanyak 8 unit seharga Rp 15.000.000; (sebelum PPN) → sebagai Pajak Keluaran. Jawab pertanyaan berikut ini: a. Berapa PPN kurang bayar PT. X untuk masa Mei tersebut? Pajak Keluaran : 8 unit x Rp 15.000.000; x 10% = Rp 12.000.000; Pajak Masukan : 10 unit x Rp 10.000.000; x 10% = Rp 10.000.000; PPN kurang/lebih bayar
= Rp 2.000.000;
b. Tanggal berapa PPN tersebut paling lambat harus dilunasi perusahaan? 15 Juni 2009
c. Tanggal berapa SPT Masa PPN Bulan Mei tersebut paling lambat harus dilaporkan ke Kantor Pajak? 20 Juni 2009
d. Jika PT. X ternyata baru membayar PPN pada tanggal 20 Juni 2009 dan melaporkannya SPT PPN Masa Mei tersebut pada tanggal 30 Juni 2009, hitung jumlah sanksi yang harus dibayar PT. X tersebut. Denda terlambat bayar/setor : 2% x 1 bulan x Rp 2.000.000; = Rp 40.000; Denda terlambat lapor
= Rp 500.000; +
Jumlah sanksi yang harus dibayar
= Rp 540.000;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB IV FREE TRADE ZONE
Dasar Hukum
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai, serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta berada di Kawasan yang telah Ditunjuk sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan PPN dan/atau PPnBM atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain Dlm Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
1. Perlakuan PPN di dalam Kawasan Bebas
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam KB dibebaskan dari pengenaan PPN dan/atau PPnBM
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
Penyerahan jasa kena Pajak (JKP) dan/atau BKP Tidak Berwujud di dalam KB dibebaskan dari pengenaan PPN
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean (LN) di dalam KB dibebaskan dari pengenaan PPN
2. Perlakuan PPN dari TLD2P ke Kawasan Bebas 1. Pemasukan BKP dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLD2P) ke KB melalui pelabuhan atau bandara yg ditunjuk tidak dipungut PPN dan/atau PPnBM. 2. Penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud dari TLD2P ke KB tidak dipungut PPN 3. Perlakuan Perpajakan dari LDP ke Kawasan Bebas
Pemasukan BKP dari Luar Daerah Pabean (LDP) atau Impor BKP ke dalam KB dibebaskan PPN dan/atau PPnBM & tidak dipungut PPh Pasal 22, dengan syarat: a. dilakukan oleh Pengusaha yg telah mendapat ijin dari Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) & hanya atas impor yg berhubungan dg kegiatan usaha, serta jumlah & jenis barang ditetapkan oleh BPK b. dilakukan melalui pelabuhan atau bandara yg ditunjuk oleh BPK
4. Perlakuan Perpajakan dari TPB ke Kawasan Bebas Penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB) ke KB tidak dipungut PPN 5. Perlakuan Perpajakan dari KB ke KB lainnya
Pemasukan BKP dari KB ke KB lainnya dibebaskan PPN dan/atau PPnBM & tidak dipungut PPh Pasal 22.
Penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud dari KB ke KB lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN dan/atau PPnBM
6. Perlakuan PPN dari KB ke TPB Penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud dari KB ke Tempat Penimbunan Berikat TPB dipungut PPN 7. Perlakuan Perpajakan dari KB ke TLD2P
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BKP Impor yg akan dikeluarkan dari KB ke TLD2P Wajib dilunasi PPN dan/atau PPnBM & PPh Pasal 22.
BKP asal KB & TLD2P yg akan dikeluarkan dari KB ke TLD2P Wajib dilunasi PPN dan/atau PPnBM.
Penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud dari KB ke TLD2P dikenakan PPN.
8. Perlakuan PM atas PPN Terutang Tidak Dipungut Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau perolehan JKP yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan 9. Perlakuan PM atas PPN yang dibebaskan Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan. 10. Contoh a. BKP asal Luar Daerah Pabean yg akan dikeluarkan dari KB ke TLD2P Wajib dilunasi PPN & PPh Pasal 22.
PT A (Pengusaha di Kawasan Bebas memiliki API) mengimpor 10 unit TV Plasma (termasuk BKP yg tergolong mewah dg tarif 10%) dari Singapura dg nilai impor Rp 40.000.000 yg kemudian dijual seluruhnya kepada PT B (Pengusaha di TLD2P) dengan harga jual per unit @ Rp 6.000.000,-. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Sekupang Batam tgl 25 April 2009.
DPP = (10 x Rp 6.000.000,-) = Rp 60.000.000,PPN yg terutang = (10% x DPP) = Rp 6.000.000,PPnBM yg terutang = (10% x DPP) = Rp 6.000.000,-
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM PT A memungut & menyetor PPN & PPnBM tsb dg SSP atas nama PT B paling lama tanggal 25 April 2009, PPN yg dibayar atas pengeluaran TV tsb merupakan Pajak Masukan yg dpt dikreditkan oleh PT B sesuai dengan peraturan perundangundangan. Selain hal tsb PT A juga melunasi PPh Pasal 22 atas impor yaitu: DPP = Nilai Impor (nilai pabean + bea masuk) PPh Pasal 22 Impor = 2,5% x DPP = 1.000.000,-, dg SSPCP a.n sendiri (PT A) dilampiri dokumen dasar pembayaran paling lama tanggal 25 April 2009.
b. BKP asal KB & TLD2P yg akan dikeluarkan dari KB ke TLD2P Wajib dilunasi PPN.
PT A (Pengusaha di Kawasan Bebas) merakit TV Plasma (termasuk BKP yg tergolong mewah dg tarif 10%) dg komponen dari KB & TLD2P yg kemudian menjual 10 unit kepada PT B (Pengusaha di TLD2P) dengan harga jual per unit @ Rp 6.000.000,-. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Batu Ampar Batam tgl 25 April 2009.
DPP = (10 x Rp 6.000.000,-) = Rp 60.000.000,PPN yg terutang = (10% x DPP) = Rp 6.000.000,PPnBM yg terutang = (10% x DPP) = Rp 6.000.000,PT A memungut & menyetor PPN & PPnBM tsb dg SSP atas nama PT B paling lama tanggal 25 April 2005, PPN yg dibayar atas pengeluaran TV tsb merupakan Pajak Masukan yg dpt dikreditkan oleh PT B sesuai dengan peraturan perundangundangan
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB V PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)
1. Pengantar Dasar Hukum PPnBM -
UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah untuk yang kedua kalinya dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 yang berlaku sejak 1 Januari 2001.
-
Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok BKP Yang Tergolong Mewah, yang telah beberapa kali diubah dengan PP Nomor 12 Tahun 2006.
2. Karakteristik PPnBM Dalam Pasal 5 UU PPN 1984 diatur bahwa di samping dikenakan PPN, dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap : 1) impor BKP Yang Tergolong Mewah ; 2) penyerahan BKP Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh pabrikan dari BKP yang menghasilkannya di dalam Daerah Pabean. 3) berdasarkan Pasal 10 ayat (2) UU PPN 1984, PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM yang dipungut berdasarkan UU PPN 1984. Namun dalam ayat (4) dari pasal ini ditentukan, Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor BKP Yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP Yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada mata rantai jalur distribusi yang disebut dalam Pasal 5 UU PPN 1984.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 3. Tarif PPnBM dan pengelompokan BKP Yang Tergolong Mewah Dalam Pasal 8 UU PPN 1984 diatur : 1) Tarif PPnBM paling rendah 10%, paling tinggi 75% 2) Atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0% 3) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok BKP Yang Tergolong Mewah yang dikenakan PPnBM. 4) Macam dan jenis BKP Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006, BKP Yang Tergolong Mewah yang dikenakan PPnBM dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu : 1) Kelompok kendaraan bermotor yang dikenakan PPnBM dengan tarif 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 75%. 2) Kelompok selain kendaraan bermotor yang dikenakan tarif 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%. Tarif 10 %
Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin (180-230 ltr), mesin cuci (6-10 kg), pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi (21 – 43 “)
Peralatan mancing nilai > Rp 500 rb.
AC 1 – 2 PK.
Player, penerima radio nilai > 1 juta.
Kamera harga > 500 rb.
Kendaraan pengangkut 10-15 org dan kurang dari 10 org dg silinder s.d. 1.500 cc
Tarif 20 % •
Kompor gas.
•
Lemari pendingin > 230 ltr.
•
Bangunan mewah luas 400 m2 atau lebih, atau nilai jual bangunan Rp 3 juta/m2 atau lebih.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM •
Apartemen luas 150 m2 atau lebih atau harga jual bangunan Rp 4 juta/m2 atau lebih
•
Televisi lebih dari 43 “.
•
AC ukuran 2 – 3 PK.
•
Mesin cuci piring, microwave, mesin pengering.
•
Piano, organ.
•
Minyak wangi dengan harga Rp 2.000 / ml atau lebih.
•
Kendaraan pengangkut kurang dari 10 org dg silinder 1.500 s.d. 2.500 cc
Tarif 30% •
Perahu layar.
•
Golf, Perlengkapan selam, ski, selancar.
•
Kendaraan sedan atau stationwagon atau lainnya dengan silinder s.d. 1.500 cc
•
Tarif 40% Minuman fermentasi dengan kadar alkohol tdk lebih dari 26 % proof.
•
Saddlery, harness, dengan nilai Rp 1 juta/buah atau lebih.
•
Kopor kulit, tas, perlengkapan kulit dengan nilai Rp 500 rb/buah atau lebih.
•
Pakaian dan aksesorisnya dengan nilai Rp 600 rb/stel atau Rp 300 rb/buah atau lebih.
•
Karpet.
•
Arloji dari campuran logam mulia.
•
Perahu motor, pesawat layang, pesawat gantung.
•
Peluru untuk senjata api.
•
Alas kaki dengan nilai Rp 1 juta/sepasang atau lebih.
•
Tempat duduk/tidur atau perabot lain dengan nilai Rp 2 juta/buah atau lebih.
•
Alas kasur dengan nilai Rp 1 jt/m2 dan kasur dengan nilai Rp 2 jt/m2.
•
Lampu dan aksesoris dengan nilai Rp 2,5 jt/buah atau lebih.
•
Barang porselen dengan nilai Rp 1 jt/buah atau lebih.
•
Barang dari batu dengan nilai Rp 200 rb/m3 atau Rp 1 jt/m2 atau lebih.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM •
Kendaraan selain sedan 2.500 sd 3.000 cc, sedan dan stationwagon 1.500 sd 2.500 atau 3.000 cc.
Tarif 50% •
Permadani dari bulu halus.
•
Helikopter, pesawat udara.
•
Tongkat golf.
•
Senjata api.
•
Kendaraan golf.
Tarif 60% •
kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan
•
kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.
Tarif 70% •
Minuman fermentasi dari buah anggur segar, termasuk minuman fermentasi yang diperkuat, grape must; dengan kadar alkohol melebihi 26% proof.
•
Etil alkohol dengan kadar kurang dari 80% : wiski, brendi, vodka, arak.
•
Batu mulia
•
Kapal pesiar, yacht.
•
Kendaraan pengangkut < 10 org dengan silinder lebih dr 3.000 cc dan 2.500 cc.
•
Motor dengan silinder lebih dari 500 cc.
•
Trailer dan semi trailer.
4. Cara menghitung PPN atas penyerahan BKP Yang Tergolong Mewah Apabila dalam harga penyerahan terdapat unsur PPN dan PPnBM yang berubah menjadi biaya, yang dikeluarkan dari harga jual hanya unsur PPN. Contoh :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM PT. XYZ adalah pabrikan perlengkapan elektronik, antara lain produknya adalah AC yang atas penyerahannya terutang PPN 10% dan PPnBM 20%. PT. XYZ menyerahkan sejumlah AC-2PK kepada PT ABC dengan Harga Jual per-unit Rp 4.000.000,00 yang kemudian oleh PT ABC sebagian dari AC tersebut diserahkan kepada toko elektronik “Batam”. Penghitungan pajak yang terutang dapat diuraikan sebagai berikut : Harga Jual
=
Rp 4.000.000,00
PPnBM terutang = 20% x Rp 4.000.000,00
=
Rp
Harga yang dibayar oleh PT ABC
=
Rp 4.800.000,00
PT ABC memperhitungkan nilai tambah
=
Rp
Harga Jual yang ditentukan oleh PT ABC
=
Rp 5.100.000,00
PPN terutang 10% = Rp 400.000,00 800.000,00
300.000,00
Harga jual dari PT ABC ini merupakan harga perolehan yang dibayar oleh toko elektronik “Batam”. Harga yang dibayar oleh konsumen ketika membeli AC tersebut dari toko elektronik ini dapat dihitung sebagai berikut : Harga perolehan AC yang dibayar oleh toko “Batam”
= Rp 5.100.000,00
Toko “Batam” memperhitungan nilai tambah
= Rp
Harga jual AC yang ditetapkan oleh toko “Batam”
= Rp 5.600.000,00
PPN yang terutang = 10% x Rp 5.600.000,00
= Rp
Harga yang dibayar oleh konsumen
= Rp 6.160.000,00
UNTUK KALANGAN SENDIRI
500.000,00
560.000,00
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB VI PAJAK PENGHASILAN
Dasar Hukum 1. Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat atas UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pengertian ”Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak”
1. SUBJEK PAJAK A. Pengertian Subjek Pajak - Subjek pajak adalah orang yg dituju oleh undang-undang perpajakan untuk dikenakan pajak. - Pengertian subjek pajak meliputi : a. Orang pribadi. b. Warisan yg belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yg berhak, yaitu ahli waris. c. Badan. Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, & bentuk usaha tetap d. Bentuk Usaha Tetap (BUT). B. Penggolongan Subyek Pajak (Pasal 2) Subyek Pajak Dalam Negeri :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM - Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. - Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. - Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Subyek Pajak Dalam Negeri dikenakan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari Luar Negeri (world wide income/asas domisili). Subyek Pajak Luar Negeri : - Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan ; dan - Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia atau yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Subyek Pajak Luar Negeri hanya dikenakan Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia baik melalui Bentuk Usaha Tetap maupun tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia (asas sumber). - Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia - Untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia - Yang dapat berupa : a) tempat kedudukan manajemen, b) cabang perusahaan, c) kantor perwakilan,
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM d) gedung kantor, e) pabrik, f) bengkel, g) gudang; h) ruang untuk promosi dan penjualan; i) pertambangan dan penggalian sumber alam; j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; k) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan; l) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; m)pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain yang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 60 hari (kecuali ditentukan lain dalam tax treaty dengan negara yang bersangkutan) dalam jangka waktu 12 bulan n) orang atau badan yang bertindak sebagai agen yang kedudukannya tidak bebas, o) Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet
C. Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subyektif No Subjek Pajak
Mulainya
kewajiban Berakhirnya kewajiban
subyektif
subyektif
A. Subjek Pajak Dalam Negeri 1. Orang Pribadi
Saat dilahirkan, berniat tinggal Saat meninggal dunia di Indonesia atau sejak hari
atau meninggalkan
pertama berada di Indonesia.
Indonesia untuk selamalamanya.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 2. Warisan
yang
belum Saat timbulnya warisan yang
terbagi
3. Badan
Saat warisan tersebut
belum terbagi (pewaris
dibagi kepada ahli
meninggal).
warisnya.
Saat badan tersebut didirikan
Saat badan tersebut
atau bertempat kedudukan di
dibubarkan atau tidak
Indonesia.
lagi berkedudukan di Indonesia.
B. Subjek Pajak Luar Negeri 1. Orang Pribadi
Saat orang pribadi menjalankan Saat tidak lagi usaha atau melakukan kegiatan menjalankan usaha atau atau menerima/memperoleh
melakukan kegiatan atau
penghasilan dari Indonesia
menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2. Badan
Saat Badan menjalankan usaha Saat tidak lagi atau melakukan kegiatan atau
menjalankan usaha atau
menerima/memperoleh
melakukan kegiatan atau
penghasilan dari Indonesia
menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia.
C. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Saat BUT tersebut mulai berada di Indonesia
Saat BUT tersebut tidak lagi berada di Indonesia
D. Perbedaan antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri No. 1.
Uraian
Subjek Pajak(WP) DN
Subjek Pajak LN.
Ruang lingkup
Meliputi Penghasilan Seluruh
Hanya Penghasilan dari
Penghasilan
dunia.
Indonesia.
Wajib memiliki NPWP.
Tidak Wajib memiliki
2.. Kewajiban memiliki
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM NPWP
3.
NPWP. Terdapat kewajiban menyampaikan
Kewajiban menyampaikan SPT
baik SPT Masa maupun SPT
Tidak ada kewajiban SPT.
Tahunan. a. Penghasilan Neto bagi WP
4.
Penghasilan yg
Badan
dikenakan Pajak
b. Penghasilan Kena Pajak bagi WP
Penghasilan Bruto.
. Orang Pribadi.
a. Dikenakan Tarif Pasal 17, yaitu : - Tarif tunggal 28% - WP Badan. 5.
- 5%, 15%, 25%, dan 35% WP
Tarif.
Dikenakan Tarif Khusus Psl 26, Atau seseuai
OP
dengan Tarif menurut
b. Dikenakan Tarif PPh. Final (Psl
P3B (Tax-Treaty).
4 ayat 2. Merupakan angsuran dari PPh yang Merupakan pembayaran 6.
7.
8.
9.
Pembayaran Pajak
terutang
yang Final
Tahun Berjalan.
pada akhir tahun, kecuali yang
kecuali yang berubah
Final
status.
Subjek Pajak Orang Pribadi Keberatan dan Banding Pembukuan dan Pencatatan
Dapat pengurangan beban PTKP
Mempunyai Hak dimaksud.
Diwajibkan menyelenggarakan.
Tidak dapat pengurang PTKP. Tidak mempunyai hak dimaksud Tidak terdapat kewajiban tsb.
*) Khusus WP Luar Negeri Bentuk Usaha Tetap (BUT), perlakuan perpajakannya, dan ketentuan yang diterapkan dipersamakan dengan WP Dalam Negeri.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
E.
Tidak Termasuk Subyek Pajak Penghasilan ( Pasal 3) 1.Badan Perwakilan Negara Asing 2.Pejabat-Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, sepanjang a.
Bukan WNI
b.
Di Indonesia tidak menerima/memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3.Organisasi-Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat : a.
Indonesia menjadi anggotanya
b.
Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia, selain memberikan pinjaman kepada Pemerintah Indonesia yang dananya berasal dari iuran anggota.
4.Organisasi Internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan/atau kebudayaan, dengan syarat a.
Kerjasama teknik tersebut memberi manfaat pada Negara/Pemerintah Indonesia;
b.
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
5.Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat : a.
Bukan WNI
b.
Di Indonesia tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
6.Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu : a.
Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.
Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN/APBD;
c.
Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Daerah; dan d.
Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara (lihat memori penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
2. OBJEK PAJAK PENGHASILAN A. Penghasilan yang Merupakan Objek PPh ( Pasal 4)
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
Yang dapat dipakai untuk dikonsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak
Dengan nama dan dalam bentuk apapun
B. Jenis-Jenis Objek Pajak Penghasilan
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang PPh :
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan :
Laba usaha
Keuntungan penjualan atau pengalihan harta (capital gain)
Penerimaan kembali pajak yang semula telah dibebankan sebagai biaya
Bunga, termasuk premium, diskonto, dan jaminan karena pengembalian utang :
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
royalti atau imbalan atas penggunaan hak
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Penerimaan atau perolehan pembayaran secara berkala,
Keuntungan karena pembebasan utang
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
Premi asuransi yang diterima atau diperoleh perusahaan asuransi dari para peserta asuransi (pemegang polis).
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
penghasilan dari usaha berbasis syariah;
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
surplus Bank Indonesia.
D Tidak Termasuk Sebagai Obyek Pajak Penghasilan ( Pasal 4 Ayat 3 ) 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh yang berhak serta harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk Koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2. Warisan 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna, dan asuransi bea siswa
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan atau sejenisnya, BUMN/BUMD, yang merupakan wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, dengan syarat ; - dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan - dalam hal penerima dividen adalah Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut. 7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan baik dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 8. Penghasilan dana pensiun tersebut dari modal yang ditanamkan dalam bidangbidang tertentu, yaitu ; - deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia - obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia - saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. - Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 651/KMK.04/1994 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham. 10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, sepanjang perusahaan pasangan usaha tersebut ; - merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor‐ sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM - sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu 12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling
lama
4
(empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, 13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu
3. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO A. Biaya-Biaya yang Dapat Dikurangkan (Pasal 6) Biaya yang dapat dikurangkan ini dibagi kepada 2 (dua) golongan,
yaitu biaya
(beban) yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun, dan biaya (beban) yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun. Terhadap biaya yang masa
manfaatnya tidak lebih dari satu tahun, dapat sekaligus dibebankan pada tahun pajak yang bersangkutan, akan tetapi terhadap biaya yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun, pembebannya harus dilakukan melalui penyusutan (untuk harta yang berwujud), atau amortisasi (untuk harta tak berwujud termasuk hak). Pajak Penghasilan yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan Penghasilan Kena Pajak. Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan bruto wajib pajak dikurangi dengan pengurang penghasilan bruto. Pengurang Penghasilan Bruto terdiri dari : Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
dan
sumbangan
dalam
rangka
pembinaan
olahraga
yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kompensasi kerugian yang dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak
B. Biaya-Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasian Bruto ( Pasal 9) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan kecuali zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; h. Pajak Penghasilan; i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. 4. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI A. Harta Yang Dapat Disusutkan Menurut Ketentuan Fiskal ( Pasal 11) - Yaitu harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan menagih, dan memelihara penghasilan (obyek pajak), kecuali tanah. - Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. - Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual (dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih antara harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya negatif (rugi), kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM - Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tesebut. Penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata.
B. Harga Perolehan Aktiva Tetap ( Pasal 10) - Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk mendapatkan harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam transaksi jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa (Pasal 18). - Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar, dalam hal harta tersebut diperoleh dengan tukar-menukar. - Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri : - Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva tersebut, dimana harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur biaya yang menurut ketentuan fiskal tidak dapat dibebankan (non deductible). - Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal dari pinjaman, biaya bunga pinjaman tersebut harus dikapitalisir dalam harga perolehan aktiva yang bersangkutan (menjadi unsur harga perolehan). C. Metode Penyusutan Aktiva Tetap ( Pasal 11) Terhadap aktiva yang temasuk Kelompok I s.d. Kelompok IV, wajib pajak -
diperkenankan untuk memilih antara metode garis lurus (straight line methode) atau metode saldo menurun (decline balance methode).
-
Terhadap aktiva kelompok bangunan, wajib pajak harus menerapkan metode garis lurus. Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas. Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut : (PMK-96/PMK.03/2009)
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
Kelompok Harta Berwujud
Masa
Tarif
Tarif Penyusutan
Manfaat
PenyusutanMetode
Metode Saldo
Garis Lurus
Menurun
I. Bukan Bangunan Kelompok I
4 Tahun
25%
50%
Kelompok II
8 Tahun
12,5%
25%
Kelompok III
16 Tahun
6,25%
12,5%
Kelompok IV
20 Tahun
5%
10%
Permanen
20 Tahun
5%
Tidak Permanen
10 Tahun
10%
II. Bangunan :
D. Harta Tak Berwujud Yang Dapat Diamortisasi ( Pasal 11A) - Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya (termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Metode amortisasinya sbb : (PMK96/PMK.03/2009)
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
Kelompok Harta
Masa Manfaat
Tarif
Tarif Penyusutan
PenyusutanMetode
Metode Saldo
Garis Lurus
Menurun Ganda
4 Tahun
25%
50%
8 Tahun
12,5%
25%
16 Tahun
6,25%
12,5%
20 Tahun
5%
10%
Tak
Berwujud I. Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal (dapat dipilih apakah diamortisasi dengan metode di atas atau langsung dibebankan seluruhnya pada tahun terjadinya).
5. KOREKSI FISKAL A. Latar Belakang Koreksi Fiskal : - Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 ahun 2008. - Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. - Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biayabiaya (pengurang penghasilan bruto). 1. Beda Tetap : - Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. - Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya : penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh Final oleh Bank sebesar 20%. - Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan, misalnya ; - Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final. - Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan. - Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan. - Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; biaya entertainment, peghapusan piutang). 2. Beda Waktu : Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya ; -
Metode penyusutan
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM -
Metode penilaian persediaan
-
Penyisihan piutang tak tertagih
-
Rugi-laba selisih kurs
-
Dan sebagainya.
B. Jenis-Jenis Koreksi Fiskal : Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiscal, yaitu terdiri dari : 1. Koreksi fiskal positif yaitu koreksi fiskal yang mengakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan laba rugi komersial menjadi semakin kecil atau yang berakibat adanya penambahan penghasilan. Misalnya koreksi atas biaya denda pajak. 2. Koreksi fiskal negatif yaitu Koreksi fiskal yang diakibatkan dari adanya tambahan beban yang telah diakui dalam laporan laba-rugi komersial menjadi semakin besar atau yang diakibatkan dari adanya pengurangan penghasilan. Misalnya koreksi atas penghasilan final. Contoh : PENGHASILAN -
PENJUALAN KE PIHAK LAIN
Rp
350.000.000,00 -
PENJUALAN KE PIHAK HUBUNGAN ISTIMEWA
Rp
75.000.000,00 ( HARGA NORMAL Rp 100.000.000) -
PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI
Rp
50.000.000,00 -
BUNGA DEPOSITO 10.000.000,00
UNTUK KALANGAN SENDIRI
Rp
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM -
JUMLAH
Rp
485.000.000,00 BIAYA-BIAYA -
BAHAN BAKU
(Rp
200.000.000,00) -
GAJI
(Rp
75.000.000,00) -
ATK
(Rp
25.000.000,00) -
DENDA PAJAK
(Rp
5.000.000,00) JUMLAH BIAYA
Rp
305.000.000,00 LABA USAHA
Rp
180.000.000,00 KOREKSI FISKAL POSITIF -
PENJUALAN
Rp
25.000.000,00 -
DENDA PAJAK
Rp
5.000.000,00 KOREKSI FISKAL NEGATIF -
BUNGA DEPOSITO
(Rp
10.000.000,00) JUMLAH KOREKSI
Rp
20.000.000,00 PENGHASILAN KENA PAJAK 200.000.000,00
6. ANGSURAN PPh DALAM TAHUN BERJALAN (PPh PASAL 25) Penghitungan PPh Pasal 25 Secara Umum
UNTUK KALANGAN SENDIRI
Rp
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM -
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23) dan PPh yang terutang di Luar Negeri yang boleh dikreditkan (PPh Pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh 1 : Pajak Penghasilan PT. X yang terutang berdasarkan SPT
= Rp
56.000.000,00
PPh Pasal 22
Rp
2.000.000,00
PPh Pasal 23
Rp
6.000.000,00
Kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24)
Rp
5.000.000,00
Tahunan PPh tahun 2008 Dikurangi dengan :
______________ Jumlah
= Rp
13.000.000,00
Dasar Perhitungan PPh Pasal 25
= Rp
43.000.000,00
Besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2009 adalah : = Rp 43.000.00,00/12 = Rp 3.583.000,00.
7. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Terutang bagi Wajib Pajak Dalam Negeri (Pasal 16): 1. Perhitungan
dengan
cara
biasa
:
Mengurangkan dari
penghasilan dengan
pengurangan penghasilan yang atas penghasilan kena pajak tersebut dikalikan Pasal 17 2. Final
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 3. berdasarkan norma penghitungan a. Norma penghitungan khusus (deemed profit) untuk Badan Tertentu b. Norma penghitungan penghasilan neto untuk Orang Pribadi tertentu A. Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT ( Pasal 17) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. B. Penghitungan PPh Pada Akhir Tahun ( Pasal 29) - Bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak (pajak yang dibayar di muka/prepaid tax) untuk tahun pajak yang bersangkutan, yang terdiri dari : - PPh Pasal 21 (khusus wajib pajak orang pribadi), yaitu pemotongan pajak oleh pihak lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. - PPh Pasal 22, yaitu pemungutan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - PPh Pasal 23, yaitu pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa tertentu. - PPh Pasal 24 (kredit pajak luar negeri), yaitu pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan. - PPh Pasal 25, yaitu pembayaran (angsuran) pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri. - PPh Pasal 26 ayat (5), yaitu pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan kantor pusat suatu BUT, dimana penghasilan kantor pusat tersebut menurut ketentuan fiskal diakui sebagai penghasilan BUT yang bersangkutan, dan pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap. -
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM perpajakan yang berlaku tidak dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang. -
Contoh : Jumlah PPh PT. X terutang untuk tahun pajak 2008 =
Rp
56.000.000,00 Dikurangi : Kredit Pajak :
-
- PPh Pasal 22
Rp 2.000.000,00
- PPh Pasal 23
Rp 6.000.000,00
- PPh Pasal 24 (kredit pajak luar negeri)
Rp 5.000.000,00
- PPh Pasal 25 (angsuran sendiri)
Rp 24.000.000,00
Jumlah kredit pajak =
Rp
37.000.000,00
Pajak Penghasilan yang kurang dibayar =
Rp
19.000.000,00
Apabila jumlah pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari pada jumlah kredit pajaknya, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak tersebut dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya.
-
Apabila jumlah pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada jumlah kredit pajaknya, maka kekurangan pajak yang terutang tersebut harus dilunasi selambat-lambatnya sebelum SPTTahunan PPh disampaikan (Surat Setoran Pajak-nya dilampirkan dalam SPT tersebut).
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB VII PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI Dasar Hukum
Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat atas UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 250/PMK.03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
1. Pengertian Subjek Pajak - Lihat Bab V Pajak Penghasilan 2. Penggolongan Subyek Pajak (Pasal 2) - Lihat Bab V Pajak Penghasilan 3. Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subyektif - Lihat Bab V Pajak Penghasilan
5. Tidak Termasuk Subyek Pajak Penghasilan ( Pasal 3) - Lihat Bab V Pajak Penghasilan 6. Objek Pajak Penghasilan - Lihat Bab V Pajak Penghasilan 7. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedkit sebesar :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM a. Rp 15.840.000. untuk Wajib Pajak orang pribadi ; b. Rp
1.320.000, tambahan untuk WP kawin ;
c. Rp 15.840.000, tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan d. Rp 1.320.000. (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3(tiga) orang untuk setiap keluarga.
Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
8. Tarif Pajak Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
5%
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
15%
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai
25%
dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
30%
9. Penghitungan PPh Orang Pribadi Di UU PPh, ada 2 jenis penggolongan Orang Pribadi berdasarkan pengisian SPT Tahunannya dan cara perhitungan PPh-nya yaitu : 1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. a. Menggunakan Pembukuan Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas yang memilih menggunakan pembukuan dan yang memiliki jumlah
peredaran
bruto
Rp
4,8
UNTUK KALANGAN SENDIRI
Milyar atau
lebih
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Cara perhitungan PPh tersebut sama dengan perhitungan pada perusahaan. Perhitungan tersebut dilakukan dengan cara mengurangkan penghasilan dgn pengurangan penghasilan bruto. b. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan
bebas
dengan jumlah peredaran bruto kurang
dari
Rp
4,8
Milyar tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Penghasilan Kena Pajak
bagi
Wajib
Pajak
orang
pribadi
dihitung dgn
menggunakan
norma penghitungan dikurangi dgn PTKP. Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut : •
10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
•
ibukota propinsi lainnya;
•
daerah lainnya. (KepDirjenPajak No.536/PJ/2000) Contoh : WAJIB PAJAK PERSEORANGAN
NO. KODE
JENIS USAHA
URUT
10 IBU KOTA
KOTA PROP
DAERAH
PROP
LAINNYA
LAINNYA
1.
93213 Dokter
45
42.5
40
2.
82950 konsultan.
55
53
51
3.
82910 Notaris
55
50
50
4.
63100 Rumah makan dan minum
25
20
20
5.
62422 Perdagangan eceran barang30
25
20
20
18.5
17.5
barang elektronik. 6.
97110 Reparasi kendaraan bermotor
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Orang pribadi yang termasuk dalam golongan ini adalah penghasilan pegawai tetap, pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya, atau pensiunan yang telah dipotong pajak untuk setiap bulan baik dari satu / beberapa pemberi kerja. (Bab VIII PPh Pasal 21) 10. Syarat Menggunakan Norma -
Omset dari pekerjaan bebas tersebut kurang dari Rp 4,8 milyar setahun.
-
Wajib Pajak wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh perhitungan : 1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sbb. - Peredaran bruto
Rp6.000.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
Rp5.400.000.000,(-)
- Laba usaha (penghasilan neto usaha) - Penghasilan lainnya
Rp 600.000.000,00 Rp50.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya tersebut
Rp30.000.000,(-) Rp
20.000.000,(+)
- Jumlah seluruh penghasilan neto
Rp 620.000.000,00
- Kompensasi kerugian
Rp
- Penghasilan Kena Pajak
Rp 610.000.000,00
10.000.000,(-)
- Pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi (isteri + 2 anak)
UNTUK KALANGAN SENDIRI
Rp
19.800.000,(-)
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM - Penghasilan Kena Pajak
Rp 590.200. 000,00
Pajak Penghasilan setahun: 5% x Rp 50.000.000,00
= Rp
2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00
= Rp 30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00
= Rp 62.500.000,00
30% x Rp 90.200.000,00
= Rp 27.060.000,00 (+) Rp 122.060.000,00
2. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan contoh sebagai berikut. - Peredaran bruto - Penghasilan
neto
Rp 3.105.600.000,00 (menurut
Norma
Penghitungan)
Rp
621.120.000,00
Rp
21.120.000 (-)
Rp
600.000.000,00
misalnya 20% - Penghasilan Tidak Kena Pajak (isteri + 3 anak) Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan setahun: 5% x Rp 50.000.000,00
= Rp
2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00
= Rp 30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00
= Rp 62.500.000,00
30% x Rp 100.000.000,00
= Rp 30.000.000,00 (+) Rp 125.000.000,00
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB VIII PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 “adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri” Dasar Hukum: -
Pasal 21 Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat atas UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
-
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan , Jasa dan Kegiatan Orangt Pribadi
-
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 250/PMK.03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun
1. Pemotong PPh Pasal 21: - Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. - Bendaharawan Pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. - Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun. - orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 1. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. 2. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; 3. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang - penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan Tidak diwajibkan memotong PPh Pasal 21 : Badan Perwakilan Negara Asing, OrganisasiOrganisasi Internasional yang bukan merupakan subyek pajak, dan pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. ( Pasal 3 UU PPh ). 2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 1. Pegawai - Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM negara atau badan usaha milik daerah. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja 2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; 3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan Misalnya
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang
iklan,
sutradara,
kru
film,
foto
model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
Olahragawan
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
pengarang, peneliti, dan penerjemah;
pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
agen iklan;
pengawas atau pengelola proyek;
pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
petugas penjaja barang dagangan;
petugas dinas luar asuransi;
distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan
peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
peserta kegiatan lainnya.
Pengecualian penerima penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah: a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; b. Pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
3. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 : a) penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
Penghasilan yang Sifatnya Tidak Teratur : Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
b) penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; c) penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM d) penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; e) imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; f) imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. g) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: a. bukan Wajib pajak; b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). 4. Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 21 a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2); c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan
5. Cara Menghitung PPh Pasal 21 1. Karyawan Tetap, yaitu dengan menerapkan Tarif Umum Pasal 17 Undang-Undang PPh dikalikan Penghasilan Bruto yang telah dikurangi dengan ; -
Biaya jabatan ; ditetapkan sebesar 5% x Penghasilan bruto, dengan batasan maksimum sebesar Rp 6.000.000,00 (setahun) atau Rp 500.000,00 (sebulan).
- Iuran dana pensiun yang dibayar karyawan. - Iuran THT yang dibayar karyawan. - Tabungan Hari Tua yang dibayar karyawan. - Jaminan Hari Tua (Jamsostek) yang dibayar karyawan. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, yaitu sbb : Setahun
Sebulan
a. untuk diri pegawai
Rp 15.840.000,00
Rp 1.320.000,00
b. tambahan untuk pegawai yang
Rp 1.320.000,00
Rp 110.000,00
Rp 1.320.000,00
Rp 110.000,00
kawin -
c. tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang Bagi karyawati :
Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
karyawati kawin dapat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah
setempat
serendah-rendahnya
kecamatan
yang
menyatakan
suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Untuk perusahaan yang masuk program jamsostek, premi JKK, JK dan JPK yang dibayar perusahaan merupakan penghasilan bagi pegawai. Juga untuk premi asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, jiwa, dwiguna dan bea siswa. 2. Penerima Pensiun ; yaitu Tarif Umum Pasal 17 Undang-Undang PPh dikalikan Penghasilan bruto setelah dikurangi dengan : - Biaya pensiun, sebesar 5% x penghasilan bruto, dengan batasan maksimum Rp 2.400.000 (setahun) atau Rp 200.000 (sebulan). - PTKP. 3. Pegawai Tidak Tetap/Pemagang/Calon Pegawai ; - jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari Rp.150.000 atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan Rp.1.320.000,- sebulan; b. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau ratarata penghasilan sehari melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan Rp.150.000, sehari dan bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. c. Dalam hal pegawai tidak tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 1 (satu) bulan kalender yang melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri Rp 1.320.000; maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya d. Perhitungan PPh jika penghasilan komulatif dalam sebulan kurang dari Rp 6.000.000; maka dikenakan tarif 5%. Bila lebih maka menggunakan tarif pasal 17. 4. PPh Pasal 21 yang terutang = Tarif Umum Pasal 17 a Undang-Undang PPh dikalikan penghasilan bruto (tanpa pengurangan), atas ; Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya tidak dihitung atas dasar banyaknya hari yang digunakan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan tersebut, oleh ;- Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, cre film, foto model, peragawan /peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya. - Olahragawan - Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator - Pengarang, peneliti, dan penerjemah - Pemberi jasa di bidang teknik, komputer dan aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, dan pemasaran. - Agen iklan - Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi kerja pada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan. - Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan. - Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama. - Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima atau diperoleh mantan pegawai
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM - Penarikan dana pada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan oleh peserta program pension. 5. Jasa Tenaga Ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, notaris, penilai, aktuaris, konsultan) ; yaitu sebesar 15% x 50% x Penghasilan Bruto atau sebesar = 7,5% x Penghasilan Bruto. 6. PPh Pasal 21 Final : a. Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, THT atau JHT yang Dibayar Sekaligus ( PP NOMOR 149 TAHUN 2000 )- Penghasilan Bruto Rp 25.000.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21. - Penghasilan Bruto di atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00 dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5%. - Penghasilan Bruto di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00 dipotong PPh Pasal 21 sebesar 10%. - Penghasilan Bruto di atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00 dipotong PPh Pasal 21 sebesar 15%. - Penghasilan Bruto di atas Rp 200.000.000,00 dipotong PPh Pasal 21 sebesar 25%. b. Hadiah Perlombaan :PPh Final = 15% dari Penghasilan Bruto. c. Komisi : - Yang diterima oleh petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan, sepanjang bukan pegawai tetap. - Dikenakan PPh berdasarkan tarif Pasal 17 dari Penghasilan Bruto d. Honorarium : - Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lId kebawah,
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah.
6. Tarif Pajak PPh Pasal 21 Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%
Jika tidak memiliki NPWP maka tarif yang digunakan 20% lebih tinggi. 7. Pelaporan PPh Pasal 21/26 oleh Pemotong PPh Pasal 21 (Pemberi Kerja) Pelaporan PPh Pasal 21/26 Masa : Atas pemotongan PPh Pasal 21/26 yang dilakukan untuk setiap masa pajak (setiap bulan) harus dimasukkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. 8. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (43/PMK.03/2009) - Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah diberikan kepada pekerja yang bekerja pada pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan bruto diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dalam satu bulan. - Kategori usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. kategori usaha pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan; b. kategori usaha perikanan; dan c. kategori usaha industri pengolahan - Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah berlaku untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Februari 2009 sampai
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM dengan Masa Pajak November 2009 dan dilaporkan paling lama tanggal 20 Desember 2009 Contoh Penghasilan bruto bulan Januari
Rp 3.500.000
Penghasilan bruto setahun
Rp 42.000.000
Pengurangan: - Biaya jabatan (5% x Rp 60.000.000)
Rp 2.100.000
- Iuran Pensiun
Rp
Penghasilan neto setahun
600.000
Rp 2.700.000 Rp 39.300.000
PTKP setahun: - untuk WP sendiri
Rp 15.840.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 23.460.000
PPh terutang setahun
5% x Rp23.460.000
Rp 1.173.000
PPh terutang bulan Januari
Rp 1.173.000/12
Rp
97.500
2. Sorang dokter yang bekerja di RS memperoleh penghasilan, dimana 20% dipotong oleh RS. Berikut penghasilan dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh RS.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB IX PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Dasar Hukum : - Pasal 22 Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat atas UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. - PMK No. 210/PMK.03/2008 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat, dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; 2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 2. Pemungut PPh Pasal 22 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; 2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; 3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4; 4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. 3. Tarif PPh Pasal 22 1. Atas impor: a) yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; b) yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; c) yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor. 2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan tidak final. 3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu: - Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final) - Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final) - Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final) - Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final) - Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
Jenis Bahan Bakar
SPBI
Swastanisasi SPBU
(%dari penjualan)
Pertamina
(%dari
penjualan)
Premiun
0,3
0,25
Solar
0,3
0,25
Premix/SuperTT
0,3
0,25
Minyak Tanah
-
0,3
Gas LPG
-
0,3
Pelumas
-
0,3
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan sebesar 0,25 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN. 6. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah ditetapkan sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan tidak final. (PMK-253/PMK.03/2008) **) Barang yang tergolong sangat mewah adalah: 1. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah); 2. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah); 3. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi); 4. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratur meter persegi)
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 5. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. 4. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dgn Surat Keterangan Bebas (SKB). 2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC. 3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC. 4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. 5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos. 6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB. 7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. 8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC. 9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog. 5. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 2. Atas pembelian barang terutang dan dipungut pada saat pembayaran; 3. Atas penjualan hasil produksi terutang dan dipungut pada saat penjualan; 4. Atas penjualan hasil produksi dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order); 5. Atas pembelian bahan-bahan terutang dan dipungut pada saat pembelian. 6. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22 1. PPh Pasal 22 atas impor barang disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemu-ngutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir. 2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu: -
lembar pertama untuk pembeli;
-
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
-
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. 4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. 5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh : 1. Seorang importir yang mempunyai API mengimpor mesin genset dari AS senilai FOB $10.000,- ( kurs berdasarkan KMK saat itu sebesar Rp9.850,-). Tarif Bea masuk dan bea masuk tambahan sebesar 20% dan 10% . PPnBM 20% dan PPN sebesar 10%. Biaya tambang 5 % dan assuransi yg telah dibayarkan di LN sebesar 0,5%. Berapa Nilai impor dan PPh pasal 22 atas impor mesin genset tersebut. Jawab : Cost
= Fob X Kurs = 10.000 X 9.850
= Rp 98.500.000
Freight
= 5 % X Cost = 5% X Rp98.500.000
= Rp
4.925.000
Insurance
= 0,5 % X (C+ F) = 0,5 % X .103.425.000
= Rp
517.125
CIF Bea masuk
= 10% X Rp103.942.125
= Rp103.942.125 = Rp 10.394.212
Bea masuk tambahan = 20% X Rp103.942.125 Nilai impor
= Rp 20.788.425 = Rp135.124.762
PPh Pasal 22 = 2,5 % X Rp135.124.762 = Rp3.378.199 PPN = 10% x Rp 135.124.762 = Rp 13.512.476 PPnBM = 20% x Rp 135.124.762 = Rp 27.024.953
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 2. Seorang bendaharawan instansi pemerintah membeli ATK ke Toko Perkasa seharga Rp11.000.000,-, harga termasuk PPN.Berapakah PPh pasal 22 yang harus dipungut Jawab : PPN = 10/110 X Rp.11.000.000,-
= Rp 1.000.000,-
Dasar Pengenaan pajak
= Rp10.000.000,-
PPh Pasal 22 = 1,5% X Rp10.000.000,-
= Rp
150.000,-
Jadi uang yang dibayarkan bendaharawan ke Toko Perkasa sebesar Rp11.000.000 – Rp1.000.000 – Rp150.000 = Rp9.850.000,•
PPN dan PPh Pasal 22 disetorkan oleh bendaharawan dengan SSP ke bank Persepsi atas nama Toko Perkasa
•
SSP atas PPN tersebut merupakan pengurang PPN yg harus dibayar pada masa yang bersangkutan,
•
SSP atas PPh Pasal 22 dapat dikreditkan dari PPh terhutang Tahun pajak yang bersangkutan.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB IX PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 Dasar Hukum : - Pasal 23 Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat atas UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. - PMK No. 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain 1. Pemotong PPh Pasal 23 : -
Badan Pemerintah
-
Subyek Pajak Badan dalam negeri
-
Penyelenggara kegiatan
-
Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri
-
Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak, yaitu : -
-
Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali Camat), pengacara, konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
2. Obyek Pemotongan PPh Pasal 23 : Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto (tidak final) : - Dividen (Pasal 4 ayat 1 huruf g) - Bunga (Pasal 4 ayat 1 huruf f) - Royalti - Hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21 Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari perkiraan penghasilan bruto : - Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (tidak termasuk
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM sewa tanah dan/atau bangunan, karena telah dikenakan PPh Final) - Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kostruksi, jasa konsultan, dan jasa lain (PMK No. 244/PMK.03/2008), selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tariff diatas. 3.
Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 23
Pemotongan pajak tidak dilakukan atas: 1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; 2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; 3. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c); 4. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf I (anggota CV); 5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; 6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 4. Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23 a. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. b. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. b. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Bukti Pemotong PPh Pasal 23 Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23. No
Objek
1
Dividen, Bunga, Royalti, Hadiah
2
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali Sewa Tanah dan/atau
3
Tarif 15%
Bangunan
2%
Imbalan Jasa Lain
2%
1. Jasa Penilai (appraisal)
2%
2. Jasa Aktuaris
2%
3. Jasa Akuntansi,pembukuan dan atestasi laporan keuangan 4. Jasa Perancanag (design)
2%
5. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan migas,kecuali yg dilakukan BUT
2%
6. Jasa penunjang di bidang penambangan Migas
2%
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
2%
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
2%
9. Jasa penebangan hutan
2%
10. Jasa pengelolaan limbah
2%
11. Jasa penyediaan tenaga kerja (outsourcing service)
2%
12. Jasa perantara atau keagenan
2%
13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yg di lakukan Bursa Efek, KSEI dan KPEI
2%
14. Jasa kostodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yg dilakukan KSEI
2%
15. Jasa pengisian suara (dubbing dan/atau sulih suara
2%
16. Jasa mixing film
2%
17. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan & perbaikan
2%
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV Kabel, selain yg dilakukan oleh Wajib Pajak yg ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikat sbg pengusaha konstruksi
2%
19. Jasa perawatan/perbaikan /pemeliharaan mesin, peralatan, listrik telepon, air, gas, AC, dan/atau TV Kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yg dilakukan Wajib Pajak yg ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai sertifikat sbg pengusaha konstruksi
UNTUK KALANGAN SENDIRI
2%
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 20. Jasa maklon
2%
21. Jasa penyelidikan dan keamanan
2%
22. Jasa penyelenggara kegiatan
2%
23. Jasa pengepakan
2%
24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
2%
25. Jasa pembasmi hama
2%
26. Jasa kebersihan atau cleaning service
2%
27. Jasa katering atau tata boga
2%
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB X PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Dasar Hukum : - Pasal 24 Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat atas UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 1. Pemotong PPh Pasal 24 : Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang PPh. Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut: a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan; b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada; c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak; d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan; f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada; g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. 2. Contoh PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 adalah sbb : - Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp 8.000.000.000,00. -
Di Singapura memperoleh penghasilan (laba neto) Rp 2.000.000.000,00, dimana PPh yang dibayar di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00 Di Vietnam memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar Rp 6.000.000.000,00, dimana
- PPh yang dibyar sebesar Rp 1.500.000.000,00 - Di Malaysia menderita kerugian (rugi neto) sebesar Rp 5.000.000.000,00. Perhitungan Kredit PPh Luar Negeri-nya adalah sbb : Penghasilan neto dalam negeri
Rp 8.000.000.000,00
Penghasilan neto dari Singapura Rp 2.000.000.000,00 Penghasilan neto dari Vietnam
Rp 6.000.000.000,00 ________________
Jumlah Penghasilan Neto
Rp 16.000.000.000,00 ________________
Rugi neto yang berasal dari Malaysia tidak boleh digabung (tidak diakui). Perhitunga PPh Terutang :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 28% x Rp 16.000.000.000;
Rp 4.480.000.000,00
Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri : - Singapura = (2 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.480.000.000,00 = Rp 560.000.000,00 PPh yang dapat dikreditkan hanya Rp 560.000.000,00 meskipun secara nyata membayar PPh di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00. Sisanya tidak boleh dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun dibebankan sebagai biaya. - Vietnam = (6 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.480.000.000,00 =Rp 1.680.000.000,00. PPh yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000.000,00 (sebesar yang nyata-nyata dibayar/terutang di Vietnam).
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB XI PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 Dasar Hukum : - Pasal 26 Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat atas UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 1. Pemotong PPh Pasal 26 - Badan Pemerintah - Subyek pajak dalam negeri - Penyelenggara kegiatan - Bentuk Usaha Tetap Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
2. Obyek dan Tarif PPh Pasal 26 : 1. Dikenakan PPh Pasal 26 : 20% dari jml bruto penghasilan wajib pajak luar negeri berupa: - Dividen - Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang - Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta - Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan - Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun - Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. - premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya - keuntungan karena pembebasan utang
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 2. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto atas penghasilan wajib pajak luar negeri berupa : - Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia - penjualan atau pengalihan saham 3. Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di Indonesia (Branch Profit Tax), kecuali jika ditanamkan kembali di Indonesia. 4. Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah RI dengan negara lain (treaty partner) ; penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB XIII PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 (2) Dasar Hukum : - Pasal 4 ayat 2 Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat atas UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 1. Karakteristik PPh Final - Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan pengenaan serta agar tidak menambah beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, maka pengenaan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini dapat bersifat final. - Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan. - Jumlah PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan. - Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan. 2. Jenis-jenis PPh Final No.
Jenis Penghasilan.
Tarif
1.
Bunga Deposito/
20%,
Jumlah bruto bagi WP
Psl 4 ayat (2)
Tabungan dan Dis-
20%,
Dalam Negeri. dari jumlah
PP 131/2000.
konto SBI.
atau ta
bruto, bagi WP Luar
Kep 51/KMK
rip P3B.
Keterangan
Negeri .
Dasar Hukum
04/2001, yo Kep-217/PJ/ 2001- DJP.
2.
Hadiah Undian
25%
Jumlah bruto hadiah
Psl 4 ayat (2),
(barang atau uang).
PP-132/2000.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 3.
Bunga simpanan
15%
anggota Koperasi
Seluruh bunga diatas
Psl 23 ayat (4)
Rp 240.000./sebulan.
g, Kep. 522/ KMK.04/98. SE-43/PJ./1998
4.
Bunga Obligasi &
20 %
Jumlah bruto bunga.
Diskonto SBI. 5.
PP No.6/2002.
Penjualan saham
0,5%
pendiri. 6.
Psl 4 ayat (2).
Jumlah bruto transaksi penjualan saham
Penjualan bukan
0,1%
saham pendiri
PP 14Tahun 1997.
Tambahan bagi pemilik
PP No.4/1995.
saham pendiri.
Kep.81/KMK/ 04/1995.
7.
Penyalur/Dealer/
0, 25%
Premium, Solar, Premix-
Psl 22, yoncto
SPBU Pertamina SPBU
Kep 254/kmk.
0. 30%
milik Swasta. Minyak
03./2001. Kep
0,30%
tanah, gas Lpg dan
392/KMK.03/
Agen Produk Per tamina, Premix
pelumas. 8.
Penjualan / Penga-
5%
lihan hak atas Tanah /Bangunan.
9.
10.
2001.
Jumlah bruto penjualan/
PP 27 /1996.
pengalihan, Bagi WP
Kep 392/kmk
badan, selain Yayasan dan
04/1996. PP
sejenisnya tidak bersifat
No.79/1999.
Final.
KMK-566/99.
Jumlah bruto yang di-
Psl 4 ayat (2)
Persewaan tanah
terima/diperoleh WP
PP No.5/2002,
dan atau bangunan
OP dan WP Badan.
Kep.227/2002.
Penghasilan dari
Usaha jasa konstruksi .
10%
2%
Atas jasa pelaksana yang
Peraturan Peme-
dilakukan oleh penyedia
Tah No. 51
jasa dengan kualifikasi
Tahun 2008,
usaha kecil
UNTUK KALANGAN SENDIRI
Yo
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 4%
Pelaksana Konstruksi oleh
Peraturan
Penyedia jasa Konstruksi
Menteri
yang tidak memiliki kualifikasi. 3%
Untuk pelaksana konstruksi selain penyedia Kontruksi yang disebut diatas.
4%
Keuangan No. 187/PMK.03/2008 Tanggal 20 Nopember 2008.
Untuk perencana Konstruk si atau pengawasan yang dilakukan oleh yang memiliki kualifikasi Usaha;
6%
Untuk perencana Konstruksi atau pengawasan Konstruksi yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
11.
12.
13.
Uang Pesangon,
5%
Diatas 25 jt s/d 50 jt.
Psl 4 ayat (2)
Uang pensiun seka
10%
diatas 50 jt s/d 100 jt.
PP 149/2000.
ligus, THT, JHT.
15%
diatas 100 jt s/d 200 jt
Kep.545/PJ/
dibayarkan sekaligus
25%
diatas 200 juta.
Penghasilan WP
1,2%
Penghasilan bruto.
2000. Psl 15 UU. Yo
yang bergerak di
Kep 416/
bidang usaha pela-
KMK.04/
yaran Dlm Negeri
1996.
Penghasilan WP
2,64%
Penghasilan bruto.
yang bergerak usa
Psl 15 UU, yo Kep. 417/
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
14.
ha pelayaran/pe-
KMK.04/
nerbangan LN
1996.-
Perwakilan Dagang
0.44%
Nilai Ekspor Bruto
Psl 15 UU, yo
Asing yang mem-
Kep 634/
punyai kantor di
KMK.04/
Indonesia.
1996.Kep 667 /PJ./2001.
15.
Honororarium ke
15%
Penghasilan Bruto.
Psl 21 ayt (1)
Pada PNS Gol.lll A
PP 45 Tahun
Keatas, POLRI
1994.
Ajun Inspektu keAtas, TNI Peltu ke
PMK 15 Ta-
Atas dari APBN/
hun 2005.
APBD. 16.
Nilai bangunan
5%
yang diserahkan
17.
Nilai pasar atau NJOP mana yang tertinggi.
Psl 15 UU, Kep 248/
selesai perjanjian
KMK.04/95
bangun,guna,serah
SE-38/PJ.4/95
Penjualan saham
0,1%
milik perusahaan mdal ventura
Jumlah bruto transak
Psl 4 ayat (2)
si penjualan saham.
PP 4/1995.
atau pengalihan saham
Kep 250/1995 SE-33/PJ.4/95
18.
Selisih penilaian
10%
kembali aktiva tetap perusahaan
19.
15%
Diskonto atas Surat
Dari selisih penilaian
Psl 19 UU, yo
kembali.
KMK 486/02,
Tambahan kalau diju-
PMK N0. 79/
al/dialihkan sebelum
PMK.03/2008
waktunya.
23 Mei 2008.
20% (WP Dari imbalan bunga.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
Peraturan
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
20.
Perbendaharaan
DN), dan
Pemerintah
Negara (SPN), SUN
20% atau
No. 11 Tahun
ORI,
Sesuai dg
2006. Tgl 15
tarip P3B
April 2006.
bagi WP
PMK No. 63/
Luar Ne-
PMK.03/2008
geri.
Tgl 28-4-2008
Deviden yang dibagi kan kepada WP OP
UU PPh No. 36 10%
Deviden Bruto
Dalam Negeri
Tahun 2008, Psl 17 ayat (2c).
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM BAB XIV PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
1. DASAR HUKUM Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan seterusnya di dalam tulisan ini disebut dengan UU PBB. 2. OBJEK DAN SUBJEK Objek dari PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan. Menurut UU PBB, Bumi dapat diartikan sebagai permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan / atau perairan. Di dalam memori penjelasan UU PBB yang termasuk bangunan adalah :
jalan lingkungan dalam suatu komplek bangunan
jalan tol
kolam renang
pagar mewah , taman mewah
tempat olah raga
galangan kapal , dermaga
tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
fasilitas lain yang memberi manfaat Di dalam UU PBB juga diatur beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB yaitu:
objek yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum dibebani suatu hak
Objek yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik
Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Kuangan
2. TARIF PBB mempunyai tarif tunggal (single tariff) sebesar 0,5%. 3. DASAR PENGENAAN Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mempunyai pengertian sebagai berikut: “harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti”. Berdasarkan pengertian NJOP tersebut terdapat 3 (tiga) pendekatan penilaian yang dapat dilakukan untuk menentukan besarnya NJOP yaitu : 1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan membandingkan objek yang dinilai dengan objek lain yang sejenis yang telah diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini dapat juga disebut dengan Metode Perbandingan Harga. 2. Pendekatan Biaya ( Cost Approach ) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru dikurangi dengan penyusutan yang ada. 3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari objek tersebut
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu. Pendekatan ini dapat juga disebut Pendekatan Kapitalisasi. 4. DASAR PERHITUNGAN PBB Berdasarkan Peraturan Pemerintah No: 25 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 ditetapkan bahwa untuk objek pajak dengan nilai jual satu milyar atau lebih serta objek pajak sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan NJKPnya sebesar 40% dari NJOP dan untuk objek pajak lainnya sebesar 20% dari NJOP. 5. BATAS TIDAK KENA PAJAK Di dalam pengenaan PBB terdapat suatu batas nilai yang tidak dikenakan pajak yang disebut Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 ditetapkan batas NJOPTKP maksimum sebesar Rp12 juta per Wajib Pajak dan ditetapkan secara regional.
6. CARA MENGHITUNG PBB PBB = Tarif x NJKP x (NJOP - NJOPTKP) = 0,5% x 20% x (NJOP - NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOP NJOPTKP) 7. ADMINISTRASI PBB SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP) : Surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan data objek pajak SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT) : Surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB terutang kepada WP.
Contoh : Amir memiliki tanah dan bangunan dengan rincian sbb : Luas tanah : 500 M2; nilai tanah : Rp90.000.000,Luas bangunan : 150 M2; nilai bangunan : Rp37.500.000,-
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM Hitung besarnya PBB atas tanah dan bangunan pak Amir bila NJOPTKP sebesar Rp10.000.000,Jawab :
Nilai
tanah
perM2=90.000.000/500=Rp180.000-->konversi-->Klas
A.26:NJOP=Rp200.000/ M2 Nilai
bangunan
perM2=37.500.000/150=Rp250.000---------Klas
A.11:NJOP=Rp225.000/M2
NJOP Tanah : 500 x Rp200.000,-
= Rp100.000.000,-
NJOP bangunan : 150 x Rp225.000,-
= Rp 33.750.000,-
NJOP tanah dan bangunan
= Rp133.750.000,-
NJOPTKP
= Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB
= Rp123.750.000,-
PBB = 0,5% x 20% x Rp123.750.000,- = Rp123.750,-
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB XV BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
Dasar hukum :
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang BPHTB.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB.
1. OBJEK BPHTB Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi: 1. Pemindahan Hak karena : a. Jual Beli b. Tukar Menukar c. Hibah d. Hibah Wasiat e. Waris
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan h. Penunjukan pembeli dalam Lelang i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap j. Penggabungan Usaha k. Peleburan Usaha l. Pemekaran Usaha m. Hadiah
2 . Pemberian Hak Baru karena : a. Kelanjutan Pelepasan Hak b. Diluar Pelepasan Hak a. Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah
yang perolehan haknya dikenakan
BPHTB sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi : a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan d. Hak Pakai e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun f. Hak Pengelolaan
Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu : 1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik 2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya 4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama 5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF 6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH
2. SUBJEK BPHTB Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan.
3. T A R I F Sesuai pasal 5 UU BPHTB, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan. 4. DASAR PENGENAAN Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB. Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jual Beli = Harga Transaksi 2. Tukar Menukar = Nilai Pasar 3. Hibah = Nilai Pasar 4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar 5. Waris = Nilai Pasar 6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar 7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar 9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar 10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar 11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar 12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar 13. Hadiah = Nilai Pasar 14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang
Nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan sebagai berikut: a. untuk perolehan hak karena waris , atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah) c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) 5. CARA MENGHITUNG BPHTB Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang adalah : BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP Contoh : Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan).
Bila NPOPTKP
ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Ali tersebut adalah : 5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
BAB XVI BEA METERAI 1. Dasar Hukum Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 2. Saat Terutang Bea Meterai 1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan; 2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat; 3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia. 3. Pihak yang Terutang Bea Meterai Adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. 4. Pelunasan Bea Meterai a. menggunakan benda meterai; b. menggunakan cara lain; misalnya membubuhkan tanda-tera sebagai pengganti benda meterai di atas dokumen dengan mesin teraan. 5. Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Meterai Dokumen yang terutang/dikenakan Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang dokumen atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterainya harus melunasi Bea Meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian. 6. Dokumen-dokumen yang Dikenakan Bea Meterai: a. Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 3.000,i. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu: 1. Menyebutkan penerimaan uang;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 2. Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank; 3. Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; 4. Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000,00; ii. Cek dan Bilyet Giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal; iii. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah); iv. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,00. b. Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 6.000,: i. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang, dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/keadaan yg bersifat perdata; ii. Akta-akta notaris termasuk salinannya; iii. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap rangkapnya; iv. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau v. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu: 1. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; 2. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan u/ tujuan lain/digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula; vi. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 1. Menyebutkan penerimaan uang; 2. Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank; 3. Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; 4. Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,00. vii. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah); viii. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00. 7. Dokumen yang Tidak Terutang Bea Meterai a. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu: 1) Menyebutkan penerimaan uang; 2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank; 3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; 4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00; b. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). 8. Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Meterai a. Dokumen yang berupa : 1) Surat penyimpanan barang; 2) Konosemen; 3) Surat angkutan penumpang dan barang; 4) Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM dalam angka 1), angka 2), dan angka 3); 5) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang; 6) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; 7) Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka 6). b.Segala bentuk Ijazah; c.Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu; d.Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank; e.Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dan bank; f.Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi; g.Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut; h.Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Umum Pegadaian; i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek,dengan nama dan dalam bentuk apapun.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM BAB XVII PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 1. Definisi
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
2. Jenis Pajak Daerah
Jenis pajak Propinsi terdiri dari: a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM g. Pajak Parkir. 3. Tarif Pajak
Tarif jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan paling tinggi sebesar: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen); b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10% (sepuluh persen); c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen); d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 20% (dua puluh persen); e. Pajak Hotel 10% (sepuluh persen); f. Pajak Restoran 10% (sepuluh persen); g. Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen); h. Pajak Reklame 25 % (dua puluh lima persen); i. Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen); j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh persen); k. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen).
4. Retribusi dibagi atas tiga golongan
Retribusi Jasa Umum; antara lain adalah pelayanan kesehatan dan pelayanan persampahan. Yang tidak termasuk Jasa Umum adalah jasa urusan umum pemerintahan.
Retribusi Jasa Usaha; ntara lain adalah penyewaan aset yang dimiliki/dikuasai oleh Pemerintah Daerah, penyediaan tempat penginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian mobil, dan penjualan bibit.
Retribusi Perizinan Tertentu. antara lain adalah Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah.
UNTUK KALANGAN SENDIRI
MODUL KULIAH AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM DAFTAR PUSTAKA Siti Resmi, Perpajakan Teori Dan Kasus, Edisi 6 Buku 1, Penerbit Salemba 4 http://baskom2.blogspot.com/2011/12/makalah-perpajakan.html http://www.ortax.org/ortax/?mod=buku&page=show&id=52&q=&hlm=1 http://pajakonline.net/macam-macam-pajak-penghasilan/ http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/08/jenis-dan-macam-pajak-di-indonesia.html http://www.pajak.go.id/perpustakaan/index.php?p=show_detail&id=5257 http://maksumpriangga.com/pengertian-dasar-dan-ciri-ciri-pajak-definisi-pajak.html http://9triliun.com/artikel/2108/pengertian-pajak.html
UNTUK KALANGAN SENDIRI