MODEL PENGEMBANGAN HUNIAN VERTIKAL MENUJU PEMBANGUNAN PERUMAHAN BERKELANJUTAN
TITO MURBAINTORO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul: “ Model Pengembangan Perumahan Berkelanjutan”
Hunian Vertikal Menuju Pembangunan
Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2009 Tito Murbaintoro NRP. P 062034134
ABSTRACT TITO MURBAINTORO. 2009. Model of the Development of Vertical Residential for the Sustainable of Housing Development. Supervised by M. SYAMSUL MAARIF as promotor, SURJONO H. SUTJAHJO and ISKANDAR SALEH as co promotor Vertical Residential development in Depok city is one of the alternative strategies to meet the need of housing for people, especially low income people, decrease the backlog and optimizing the need of open green space. Relating to that reason, the study on Model of the Development of vertical residential was carried out in Depok city. The research was purposed to create a model of the development of vertical residential for the sustainable of housing development and its impact to the housing development policy for the low income people. The methods used to analyze the data were descriptive analysis, statistical analysis, financial analysis, input-output (I-O) analysis and dynamic system analysis. The result of the research showed that during the last six years, i.e. 2000-2006, the open green space in Depok city tended to decrease including crop land (technical and non-tecnical fields, plantation), and city forest; while the city park tended to increase. In order to keep the open green space, the development of vertical residential was considered as the alternative solution which simultaneously to meet the need of housing for people as well as to decrease the backlog. People in Depok city had great interest in having vertical residential, however the affordability of low income people, were still low; while the price of shelter, both rent or owned, were increase more due to the limited area and the increase of the building price. To increase the people’s purchasing power, participation of the government is greatly necessary especially in form of incentive and housing subsidy. Several interest factors to be highlighted in this research were people perception for the vertical residential, people motivation to stay at the vertical residential and people preference on the location of the vertical residential. Housing development also resulted in multiplier effects for the development of Depok city and its surrounding area, such as the high demand of housing, increasing of people income, and the higher absorption level of manpower related the housing development. The increasing number of shelters including subsidized vertical housing, landed house and unsubsidized vertical housing as well as housing backlog in Depok city tended to grow similarly with the exponential curve in the simulation years of 2001-2025. To meet the need of housing in Depok city, especially for the low income people, with consideration to their ability and maintaining the open green space at certain level, the scenario that could be done is utilization of the green open space up to 5000 ha, with support to the vertical residential growth through subsidizing the interest of 8% as well as down payment in the range of Rp 10,000,000 to Rp 13,000,000. Key words : vertical residential, open green space, low income people, backlog, model, sustainable
RINGKASAN Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar telah menyebabkan permasalahan bagi ketersediaan perumahan. Akibat langka dan semakin mahalnya tanah di perkotaan, pembangunan perumahan baru layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) cenderung menjauh dari tempat kerja. Keadaan ini menimbulkan ketidakteraturan penataan ruang dan kawasan, permasalahan mobilitas manusia dan barang, beban investasi dan operasi serta pemeliharaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU), penurunan produktivitas kerja, dan berdampak buruk terhadap kondisi sosial dan lingkungan akibat munculnya permukiman kumuh. Untuk mendekatkan kembali masyarakat berpenghasilan menengah-bawah ke pusat aktivitas kesehariannya dan mencegah tumbuhnya permukiman kumuh di perkotaan, maka pembangunan hunian secara vertikal, berupa Rumah Susun (Rusun) merupakan suatu pilihan yang harus dikembangkan. Penelitian bertujuan untuk membangun model pengembangan hunian vertikal menuju pembangunan perumahan berkelanjutan dan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan perumahan bagi MBR. Dalam menyusun model tersebut, beberapa tujuan khusus/antara yang mendukung terwujudnya tujuan utama penelitian ini yaitu : 1. Menganalisis tingkat manfaat pengembangan hunian vertikal pada suatu wilayah kota dikaitkan dengan ketersediaan RTH. 2. Menganalisis tingkat minat masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal. 3. Menganalisis tingkat kelayakan dan keterjangkauan pengembangan hunian vertikal pada suatu wilayah kota, khususnya yang terjangkau oleh MBR. 4. Menganalisis dampak pembangunan perumahan terhadap perekonomian daerah Kota Depok 5 Mendesain model pengembangan hunian vertikal menuju pembangunan perumahan yang berkelanjutan. Penelitian dilaksanakan di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu dari 15 kota besar di Indonesia yang pertumbuhannya sangat pesat antara tahun 1990-2000, sebagai salah satu kota penyangga ibukota dan potensial terjadi kerusakan lingkungan, serta merupakan wilayah yang menjadi incaran pengembangan perumahan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai bulan Desember 2008. Analisis data meliputi : 1. Studi tingkat manfaat pengembangan hunian vertikal menggunakan metode analisis deskriptif. 2. Studi tingkat minat masyarakat terhadap hunian vertikal menggunakan analisis statistik yang ditampilkan dalam bentuk tabulasi, persentase, dan grafik. 3. Studi tingkat kelayakan dan keterjangkauan pengembangan hunian vertikal menggunakan analisis finansial dan analisis keterjangkauan 4. Studi dampak pembangunan perumahan terhadap perekonomian daerah digunakan analisis Input-Output (I-O) dengan menggunakan software GRIMP 5. Membangun model pengembangan hunian vertikal digunakan metode analisis sistem dinamik dengan bantuan software powersim constructor versi 2.5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan perumahan di Kota Depok sangat berpengaruh terhadap ketersediaan RTH dimana terlihat kecenderungan tren penurunan ketersediaan RTH selama kurun waktu enam tahun (2000-2006) terutama untuk lahan pertanian seperti lahan sawah teknis, sawah non teknis, dan lahan perkebunan. Untuk taman kota mengalami peningkatan dimana pada tahun 2000 luas taman kota sebesar 12,05 Ha dan semakin meningkat menjadi 182,18 Ha pada tahun 2006. Pembangunan hunian vertikal menjadi solusi alternatif untuk dapat mempertahankan ketersediaan RTH di kawasan perkotaan disatu pihak, dan pemenuhan kebutuhan rumah serta pengurangan backlog bagi masyarakat di lain pihak. Minat masyarakat Kota Depok untuk tinggal di hunian vertikal pada dasarnya dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap hunian vertikal, motivasi masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal, serta lokasi hunian vertikal yang diminati. Persepsi masyarakat dan lokasi hunian vertikal berpengaruh nyata terhadap minat masyarakat. Masyarakat menyatakan bahwa hunian vertikal belum sepenuhnya memberikan kepuasan dan belum sepenuhnya merasa memiliki rumah, bahkan ada persepsi akan menimbulkan kekumuhan baru. Untuk itu desain hunian vertikal yang dapat menghilangkan kesan kumuh harus dijadikan dasar apabila akan dilaksanakan pembangunan hunian vertikal. Lokasi hunian vertikal yang diminati masyarakat adalah yang lebih dekat dengan tempat kerja dan sekolah, memiliki akses yang baik dengan kondisi lingkungan yang tenang. Beberapa keuntungan seperti hemat lahan, lebih bersih, tidak terkena banjir, tertata rapi, lebih murah dan alasan lain seperti mudah bersosialisasi dengan sesama penghuni. Pengembangan hunian vertikal terutama rumah susun sederhana sewa (rusunawa) bagi MBR secara ekonomi belum menunjukkan tingkat kelayakan finansial karena belum memberikan keuntungan yang memadai. Ini terlihat dari tarif sewa yang kemungkinan mampu dibayar oleh MBR sebesar < Rp 300.000/bulan menghasilkan nilai IRR < 1, nilai NPV mendekati atau lebih kecil dari biaya investasi dengan PBP sekitar 13 tahun, sementara investasi rusunawa yang menarik bagi investor jika harga sewa > Rp 2.500.000/bulan. Pengembangan hunian secara umum di Kota Depok baik hunian tapak maupun hunian vertikal tidak terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan masyarakat sementara harga bahan bangunan semakin mahal yang menyebabkan harga jual hunian semakin mahal. Untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat dalam memiliki hunian, maka peran pemerintah sangat diperlukan terutama dalam pemberian bantuan dan insentif kepemilikan hunian. Pengembangan hunian vertikal masih menghadapi banyak kendala antara lain implementasi pembangunan perumahan dalam konteks pembangunan perkotaan masih belum sinergis antara lain dengan masih banyaknya alih fungsi lahan yang menyebabkan berkurangnya RTH, minat masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal masih belum sepenuhnya positif, kemampuan masyarakat berpenghasilan menengah bawah dan rendah untuk memiliki dan atau menyewa rumah masih membutuhkan intervensi pemerintah dalam bentuk bantuan/subsidi dan insentif untuk perumahan. Selain kendala tersebut, permasalahan mendasar adalah mahalnya harga tanah/lahan di pusat kota untuk pembangunan perumahan dan keterbatasan pasokan hunian vertikal karena beberapa permasalahan
mendasar berupa: beban biaya dalam pengurusan perijinan (ijin pemanfaatan ruang, ijin lokasi, sertifikasi tanah, dan ijin mendirikan bangunan); beban pajak; keterbatasan dukungan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU); serta masih tingginya beban bunga kredit/pembiayaan. Sedangkan dari sisi permintaan, masih terkendala antara lain: terbatasnya daya beli masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, terbatasnya penyediaan uang muka, rendahnya kemampuan meminjam, serta permasalahan minat masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal. Dilain pihak pemenuhan kebutuhan rumah bagi setiap keluarga (shelter for all) yang tejangkau (affordable) dan pengembangan perumahan yang berkelanjutan (sustainable housing development) merupakan dua aspek seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Komitmen kita bersama sebagai bangsa yang berbudaya sudah sangat jelas bahwa rumah menjadi hak dasar rakyat sebagaimana dituangkan didalam regulasi kita mulai dari Undang Undang Dasar 1945 sampai dengan jenjang ketentuan dibawahnya, di agenda global juga telah menyepakati bahwa rumah bagi semua menjadi komitmen bersama. Pembangunan perumahan di Kota Depok memberikan dampak pengganda (multiplier effect) terhadap output, income, dan employment baik di dalam maupun di luar Kota depok. Dampak terhadap output dilihat dari dampak pengganda permintaan masyarakat terhadap perumahan. Dampak terhadap income dilihat dari dampak pengganda pendapatan masyarakat, sedangkan dampak terhadap employment dilihat dari tingkat penciptaan lapangan kerja dari pengembangan perumahan yang dibangun oleh pengembang, perumahan permanen swadaya, perumahan tidak permanen, dan real estate. Peningkatan jumlah hunian baik rumah vertikal bersubsidi, RSH, RTM, RTA, dan rumah vertikal tidak bersubsidi, serta backlog perumahan di Kota Depok menunjukkan kecenderungan pertumbuhan mengikuti kurva eksponensial pada tahun simulasi 2001 sampai tahun 2025. Akibat meningkatnya kebutuhan rumah menyebabkan meningkatnya kawasan terbangun dan sebaliknya luas ruang terbuka hijau semakin menurun. Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat di Kota Depok khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah dan mengoptimalkan ketersediaan lahan RTH pada tingkat tertentu, maka skenario terbaik yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan RTH sampai pada luasan 5000 ha, dengan mendorong pertumbuhan hunian vertikal melalui subsidi bunga sebesar 8% dan subsidi uang muka sebesar Rp 10.000.000 – Rp 13.000.000. (Skenario 3 dan Skenario 4).
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009. Hak Cipta dilindungi Undang-undang. 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
MODEL PENGEMBANGAN HUNIAN VERTIKAL MENUJU PEMBANGUNAN PERUMAHAN BERKELANJUTAN
TITO MURBAINTORO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Disertasi
:
Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan Perumahan Berkelanjutan.
Nama
:
Tito Murbaintoro
NIM
:
P 062034134
Program Studi
:
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M Syamsul Maarif, MEng Ketua
Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Anggota
Dr. Ir. Iskandar Saleh, MA. MCP Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Prof.Dr.Ir. Khairil A Notodiputro, MS NIP. 131 471 836 NIP. 130 891 386
Tanggal Ujian : 26 Juni 2009
Tanggal Lulus
KATA PENGANTAR Pengembangan hunian vertikal di kota besar dan metro sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, problem ketersediaan lahan merupakan faktor pendorong bagi berbagai pemangku kepentingan untuk segera memikirkan pola pengembangan perumahan dan permukiman yang selama ini masih didominasi oleh pengembangan hunian tapak (landed). Faktor lain yang tidak kalah penting adalah ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada suatu kawasan perkotaan yang akhir akhir ini mengalami kecenderungan penurunan termasuk berkurangnya lahan perkebunan dan pertanian teknis yang berakibat pada kerusakan lingkungan. Dilain pihak perlu adanya kajian kelayakan dan keterjangkauan masyarakat untuk dapat menghuni/menempati/memiliki rumah yang layak, disamping minat masyarakat itu sendiri untuk tinggal di hunian vertikal. Tiga pilar tersebut merupakan pilar pembangunan yang berwawasan lingkungan yang harus selalu menjadi pertimbangan secara komprehensif apabila kita ingin mewujudkan pembangunan perumahan yang berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan rumah bagi setiap keluarga (shelter for all) dan pengembangan perumahan yang berkelanjutan (sustainable housing development) sudah menjadi agenda global dan menjadi komitmen kita bersama sebagai bangsa yang berbudaya sebagaimana dituangkan didalam regulasi kita mulai dari Undang Undang Dasar 1945 sampai dengan jenjang ketentuan dibawahnya. Melalui penelitian ini kami ingin memberikan sumbangan pemikiran dan masukan kebijakan pembangunan perumahan di kawasan perkotaan, khususnya Kota Depok. Pembangunan perumahan di perkotaan tidak hanya sekedar berorientasi pada aspek ekonomi dan investasi semata dengan konsep highest and best use, tetapi juga harus mempertimbangkan berbagai aspek lain yang merupakan proses interaksi yang sangat dinamis untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tingkat kota. Pada kesempatan yang berbahagia ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Kementerian Negara Perumahan Rakyat tempat kami bekerja, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan studi dan penelitian dalam rangka menyelesaikan Disertasi yang berjudul “Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju