MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR ANALISIS Neilna Yuli E1, Budi Handoyo2, Hendri Purwito3 Prodi Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang E-mail:
[email protected] Abstraks: tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran GI terhadap kemampuan berpikir analisis. Jenis penelitian yaitu quasi eksperimental dengan disain Pre-test-Post-test Control Group. Subjek penelitian adalah kelas X, XF sebagai kelas eksperimen dan XE sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian yaitu soal objektif berjumlah 10 soal dan 2 soal esai. Analisis data menggunakan uji independent samples t-test. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan model pembelajaran GI terhadap kemampuan berpikir analisis. Rata-rata gain skore kelas eksperimen 16,97 dan kelas kontrol 6,52. Hasil analisis dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan 0,006 < 0,05 sehingga Ho ditolak. Kata Kunci: model pembelajaran group investigation, kemampuan berpikir analisis Abstract: The purpose of research is to explain the effect of GI toward analytical thinking skills in geography lesson X grade senior high school 1 Srengat. This type of research is quasi experimental design. Subjects in this research were X grade, XF as experimental class and XE as control class. The research instrument is 10 terms question multiple choise and 2 essay questions. Data were analyzed by independent samples t-test. The results of research indicate there is significant the effect of GI toward analytical thinking skills. The average gain score of experimental is 16.97 and control is 6.52. The results of analysis indicates 0.006 <0.05. Thus it could be concluded that Ho is rejected. Keywords: group investigation, analytical thinking skills
Pada era globalisasi seperti sekarang ini kemampuan berpikir analisis sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir analisis sangat diperlukan sebab ketika menghadapi perkembangan jaman, manusia diharapkan mampu berpikir analisis untuk menyelesaikan permasalahan yang ada baik dalam dirinya, lingkungan sekitar, dan khususnya lingkungan sekolah. Kemampuan berpikir analisis pada sebagian besar siswa di Indonesia sangat kurang. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa kemampuan analisis siswa di Indonesia rendah (Djiwandono, 2013). Selain itu terdapat pula pendapat dari 1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia 2 Dosen Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia 3 Dosen Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia
1
2
Fitriana (2011) menyatakan bahwa “kebanyakan dari siswa belum mampu secara mandiri untuk memerinci suatu hal”. Pengajaran guru geografi di sekolah pada umumnya hanya meliputi ranah kognitif C1, C2, dan yang paling tinggi hanya pada ranah C3. Hal ini menyebabkan tidak tercapainya kemampuan berpikir analisis pada siswa. Sejalan dengan pendapat Purwanto (2010:32) “penyebab problematika pembelajaran geografi yang sering muncul yaitu kelemahan guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang akan digunakan sebagai tolok ukur pencapaian. Kelemahan pertama, para guru belum memahami hakekat kognitif, afektif, dan psikomotor. Kelemahan berikutnya, karena geografi dominan kognitif, mereka kurang memahami hakekat C1, C2, C3, C4, C5, dan C6. Akibatnya, ketika mereka menyusun soal hanya pada tingkat C1 dan C2, sehingga terkesan soal hafalan”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran GI terhadap kemampuan berpikir analisis. dengan demikian untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan upaya mengatasi kurangnya kemampuan berpikir analisis. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang tepat digunakan untuk mengasah kemampuan berpikir analisis yakni GI. Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaan model GI pola pemikiran siswa lebih terintegrasi dan kemampuan berpikirnya lebih tinggi. Sejalan dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa “belajar kooperatif dengan teknik GI sangat cocok dengan bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek yang terintegrasi” (Slavin, 1995a dalam Rusman, 2010:221). Rusman (2010:221) menyatakan bahwa “studi proyek terintregasi mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah”. Kemampuan berpikir analisis merupakan suatu proses pengoperasian dalam otak yang menghasilkan pengetahuan berupa mampu mengasah data, membedakan fenomena, membuat kesimpulan, meramalkan peristiwa, memerinci, menguraikan,
mencari
hubungan,
dan
mengevaluasi
kesimpulan
umum
berdasarkan penyelidikan. Sejalan dengan pendapat Bloom dalam Herdian (2010); Ruseefendi (1988:222); Porter, B & Hernacki dalam Mike (2002:298) mengungkapkan bahwa “berpikir analisis merupakan suatu proses memecahkan masalah atau gagasan menjadi bagian-bagian, menguji setiap bagian untuk
3
melihat bagaimana bagian tersebut saling cocok satu sama lain, atau terkait satu sama
lain,
bagaimana
komponen-komponen
itu
berhubungan
dan
terorganisasikan, membedakan fakta dari hayalan, dan mengeksplorasi bagaimana bagian-bagian ini dapat dikombinasikan kembali dengan cara-cara baru”. Untuk mengukur kemampuan analisis siswa diperlukan indikator sebagai acuannya. Menurut Krathwohl (2002) dalam Lewy (2009) dan Ruseffendi (1988:222) mengungkapkan beberapa indikator kemampuan analisis, antara lain: (1) Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan suatu masalah adalah masuk akal, (2) Membuat dan mengevaluasi kesimpulan umum berdasarkan atas penyelidikan atau penelitian, (3) Meramalkan atau menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai, (4) Mempertimbangkan validitas dari argumen dengan menggunakan berpikir deduktif dan induktif, (5) Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan dalam jawaban adalah benar, (6) menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, (7) mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari semua skenario yang rumit, dan (8) mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan. “Teknik kooperatif GI yaitu kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian menghasilkan laporan kelompok” (Shlomo dan Sharan dalam Rusman, 2010:220; Trianto, 2007:59). Selain itu ada pendapat dari Sumarmi (2012:123); Suprijono (2011:93) mengemukakan
“GI adalah strategi
belajar kooperatif
yang
menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik”. Model pembelajaran GI memiliki beberapa manfaat, antara lain memperbaiki cara pengajaran guru dari yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Investigasi yang dilaksanakan secara berkelompok memungkinkan siswa melakukan berbagai pengalaman belajar seperti, mengemukakan dan menjelaskan segala hal yang bersumber dari pikiran mereka sendiri, membuka diri terhadap hal yang dipikirkan oleh teman, meningkatkan tanggung jawab siswa dalam belajar, serta meningkatkan prestasi.
4
METODE Penelitian merupakan penelitian eksperimen, bentuk desain yang digunakan yaitu quasi eksperimental. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah Pre-test-Post-test Control Group Design dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir analisis pada siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran GI dengan siswa yang diberi perlakuan konvensional. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Srengat , Kabupaten Blitar pada materi Pedosfer. Penelitian dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013. Subjek penelitian adalah siswa kelas X, XE sebagai kontrol dan XF sebagai eksperimen. Pemilihan kedua kelas didasari oleh kemampuan akademik dan jumlah siswa yang relatif sama. Kemampuan akademik dilihat dari rata-rata nilai semester 1 pada kedua kelas sampel. Instrumen penelitian menggunakan 10 soal objektif dan 2 soal esai yang mencakup indikator kemampuan analisis meliputi, siswa mampu mengasah data, membedakan fenomena, membuat kesimpulan, meramalkan peristiwa, merinci, menguraikan,
mencari
hubungan,
dan
mengevaluasi
kesimpulan
umum
berdasarkan penyelidikan. Jenis data yang diambil adalah data primer dari hasil pretes dan postes kedua kelas sampel. Untuk melihat pengaruh model GI terhadap kemampuan berpikir analisis siswa dari kedua kelas dapat dilihat dari gain score. Gain score dihitung dengan hasil nilai postes dikurangi dengan pretes. Analisis data yang digunakan yaitu dengan uji t (independent simple ttest). Sebelum melakukan uji t terlebih dahulu melakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan homogenitas. H0=
Model pembelajaran GI tidak
berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analisis siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMA Negeri 1 Srengat, H1=
Model pembelajaran GI
berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analisis siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMA Negeri 1 Srengat. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: H0 diterima: jika sig. (2-tailed) > 0,05 dan H0 ditolak : jika sig. (2-tailed) ≤ 0,05.
5
HASIL Tabel 1.1 Rata-Rata Hasil Pretes, Postes, dan Gain skore pada Kelas Eksperimen dan Kontrol Pretes Postes Gain skore Kelas Eksperimen 58,18 75,15 16,97 Kelas Kontrol 57,58 64,09 6,52
75.15
80 R a t a R a t a
70
64.09
58.1857.58
60 50
Eksperimen
40
Kontrol
30
16.97
20
6.52
10 0 Pretes
Postes
Gain Skore
Grafik 1.1 Rata-Rata Hasil Pretes, Postes, dan Gain skore pada Kelas Eksperimen dan Kontrol
Nilai rata-rata pretes kelas eksperimen dan kontrol hampir sama yaitu 58,18 dan 57,58. Hasil tersebut menunjukkan kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kontrol tidak ada perbedaan. Hasil postes kelas eksperimen sebesar 75,15 sedangkan kelas kontrol sebesar 64,09. Hasil postes kedua kelas sampel menunjukkan ada perbedaan kemampuan akhir siswa atau kemampuan akhir siswa lebih tinggi di kelas eksperimen setelah diberi perbedaan perlakuan dalam pembelajaran. Hasil gain skore kelas eksperimen sebesar 16,57 sedangkan kelas kontrol hanya sebesar 6,52 sehingga peningkatan kemampuan berpikir analisis lebih tinggi pada kelas eksperimen. Dengan demikian penggunaan model GI pada kelas eksperimen hasilnya lebih baik dari pada menggunakan konvensional pada kelas kontrol.
PEMBAHASAN Model pembelajaran GI berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analisis Hasil uji t memperoleh 0,006 ≤ 0,05 sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian eksperimen mengenai pengaruh model pembelajaran GI terhadap kemampuan berpikir analisis pada mata pelajaran
6
geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Srengat berhasil. Meskipun demikian, hasil uji analisis 0,006 menunjukkan belum terlalu tinggi signifikannya namun tingkat kepercayaan pada penelitian ini sudah tinggi. Tujuan penelitian ini telah tercapai yakni model GI berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analisis siswa dikarenakan pada model GI terdapat tiga kekuatan utama supaya siswa dapat lebih mengasah kemampuan berpikir analisis. Tiga kekuatan yang dapat mengasah kemampuan berpikir analisis antara lain pada orientasi topik, perencanaan kelompok, dan pelaksanaan investigasi. Pada orientasi topik, siswa memerinci bersama anggota untuk berdiskusi mengenai topik yang mereka bahas. Guru mempresentasikan permasalahan seperti erosi di dekat Cangar, Bumiaji, Batu kemudian siswa menganalisis fakta dan data guna menentukan topik investigasi mereka. Guru selesai menyampaikan orientasi topik kemudian siswa bertanya kepada guru mengapa erosi di Batu tersebut dapat terjadi, bagaimana pengaruh erosi tersebut terhadap lingkungan sekitar. Berdasarkan pertanyaan dari siswa, guru bisa mengambil kesimpulan pertanyaan dari siswa tersebut sudah dapat mengasah mereka berpikir analisis. Hal tersebut dikarenakan proses berpikir siswa yang kompleks setelah mengetahui erosi di Batu. Guru tidak menjawab secara langsung pertanyaan dari siswa, namun guru mengajak siswa untuk mencari jawaban dari pertanyaan mereka dengan cara menghubungkan atau mengkaitkan gambar dan informasi dari guru. Dengan demikian siswa dapat menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan mereka. Siswa menentukan topik sendiri setelah mendapatkan gambaran dari orientasi topik okeh guru. Guru membantu siswa untuk memutuskan topik yang akan mereka investigasi. Siswa sangat antusias dalam pemilihan topik, mereka mencari informasi melalui internet dan informasi dari guru, selanjutnya menganalisis data dan fakta yang ada dilapangan guna menentukan topik permasalahan. Pada saat perencanaan kelompok, siswa juga mengasah kemampuan berpikir analisis yakni siswa mampu merinci tugas setiap anggota kelompok supaya tidak ada anggota yang tidak bekerja seperti, membuat proposal, merinci tugas apa yang akan mereka kerjakan pada proses investigasi, dan siapa yang mencari apa. Pada tahap ini berpikir analisis siswa sangat jelas terlihat. Mereka
7
bekerjasama dengan kelompok untuk membuat proposal investigasi yang di dalamnya berisi pendahuluan, kajian pustaka, dan metode penelitian. Mereka harus memerinci dengan seksama untuk menghasilkan proposal yang baik. Pembagian tugas kerja kelompok juga memerlukan kemampuan berpikir analisis yakni dengan cara ketua kelompok berpikir anggota mana yang pantas untuk ditugaskan mencari referensi terkait topik. Pada saat pelaksanaan investigasi, siswa juga mengasah kemampuan berpikir analisis. Investigasi dilakukan dengan library research sehingga siswa harus mencari referensi terkait topik permasalahan melalui perpustakaan, internet, majalan, dan koran. Hasil pencarian informasi oleh para anggota selanjutnya dijadikan satu dan didiskusikan agar semua anggota memahami penemuan mereka masing-masing. Data dari semua anggota telah terkumpul, kemudian semua anggota ikut menganalisis data tersebut, memilah data yang dipakai dalam laporan atau tidak, mencari jawaban dari rumusan masalah mereka berdasarkan data yang diperoleh, serta mengkaitkan antar data sehingga menghasilkan laporan yang saling terkait tentang topik permasalahan mereka. Selain itu, kemampuan berpikir analisis siswa lebih tinggi dengan model pembelajaran GI dikarenakan pada saat proses pembelajaran berpusat pada siswa sehingga siswa menggali sendiri pengetahuannya serta mencari jawaban atas apa yang mereka investigasi. Sejalan dengan pendapat (Gintings, 2008:30; Bettencourt, 1989 dan Matthews, 1994, Von Glaserslfeld, 1989 dalam Pannen dkk, 2001:3) menyatakan bahwa “teori konstruktivistik yang dikembangkan oleh J. Piaget memandang bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dengan jalan berinteraksi secara terusmenerus dengan lingkungannya. Dengan demikian siswa lebih memahami materi pelajaran lebih baik”. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sumarmi (2012:17) mengemukakan bahwa “pembelajaran inquiry merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu dengan sistematis, kritis, logis, dan analitis sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”. Peneliti menemukan sendiri penyebab kurang begitu tinggi hasil penelitian antara lain: kekurangan dari peneliti yaitu pada pelaksanaan investigasi, peneliti
8
tidak terjun langsung ke lapangan karena tahap tersebut dikerjakan di luar jam sekolah. Dengan demikian peneliti tidak dapat mengawasi siswa yang sedang mengerjakan investigasi topik. Padahal menurut Slavin (2010:222) menyatakan bahwa “guru harus mengupayakan berbagai cara untuk memungkinkan sebuah proyek kelompok berjalan tanpa terganggu sampai investigasinya selesai, atau paling tidak sampai sebagian besar dari pekerjaan tersebuit selesai”. Penyebab yang kedua yaitu proses diskusi di dalam kelas hanya mengenai pembentukan kelompok, pemilihan topik, dan perencanaan kelompok sehingga peneliti tidak dapat memperhatikan diskusi hasil investigasi siswa. Peneliti hanya mengetahui proses dan hasil investigasi dari pertanyaan yang diberikan kepada siswa serta menggunakan alat komunikasi guna menjawab kesulitan yang dialami siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan model pembelajaran GI (Group Investigation) terhadap kemampuan berpikir analisis siswa kelas X SMA Negeri 1 Srengat. Saran pada penelitian ini antara lain: (1) kepada sekolah agar model pembelajaran Group Investigation (GI) perlu dikembangkan di sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan serta dapat memvariasikan model pembelajaran di sekolah tersebut; (2) kepada Guru harus lebih memperhatikan alokasi waktu pada saat menggunakan GI supaya semua sintak GI dapat terlaksana dengan baik; (3) kepada peneliti selanjutnya harap memperhatikan kerja kelompok dalam GI sebab group dalam GI belum sistemik masih terpisah-pisah yakni setiap anggota mengerjakan sesuai dengan bagiannya dan tidak sesuai dengan teori kooperatif sehingga permasalahan kelompok pada penelitian ini dapat terpecahkan; dan (4) bagi pembaca, laporan hasil investigasi dapat digunakan sebagai bahan pustaka guru maupun siswa, karena laporan kelompok dari siswa masing-masing berbeda topik permasalahan erosi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai referensi yang mempelajari materi erosi.
9
DAFTAR RUJUKAN Djiwandono, P. Istiarto. 2013. Kemampuan Analisis Sebagai Bekal Bernalar Kritis. Malang: Malang Pos. Fitriana, Laila. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Tipe Group Investigation (GI) dan STAD terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. FMIPA UNY. Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora. Herdian. 2010. Kemampuan Berpikir Analitis, (Online), (http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-berpikir-analitis/, diakses 12 Desember 2012) Lewy. 2009. Pengembangan Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tingi Pokok Bahasan Barisan dan Deret Bilangan di Kelas IX Akselerasi SMP XA Verius Maria Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 3 No. 2, Desember 2009. Mike, dkk. 2002. Quantum Learning: Membiasakan Membaca Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Khaifa. Pannen, dkk. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. Purwanto, Edy. 2010. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Disajikan dalam rapat senat terbuka di Universitas Negeri Malang pada 6 Mei 2010 Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Slavin, Robert. E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media Publising. Suprijono. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.