Antologi, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015
MODEL GROUP INVESTIGASI (GI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR Windi Agustina1, Tuti Istianti2, Lely Halimah3 Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] Absrak: Model Group Investigasi (GI) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembelajaran IPS yang berpusat pada guru yang menyebabkan aktivitas siswa cenderung pasif, sehingga tidak mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara kritis. Penerapan model group investigation sebagai alternatif pemecahan masalah, bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS dengan konsep masalah sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas model Elliot yag teridiri dari tiga siklus dan setiap siklusnya terdiri dari tiga tindakan, penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV SDN Cinunuk 08. Proses pembelajaran dilakukan dengan mengikuti tahapan model group investigation yang terdiri dari enam tahapan yaitu, pemilihan topik, perencanaan tugas, melaksanakan investigasi, analisis dan sintesis dan menyiapkan laporan, mempresntasikan laporan akhir dan evaluasi, dengan mengikuti keenam tahapan tersebut maka proses pembelajaran mengalami peningkatan, karena model pembelajaran ini melibatkan siswa dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi, observasi, wawancara, catatan lapangan, lembar penilaian berpikir kritis, LKS dan soal evaluasi. Pada siklus I kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah, dimana siswa masih malu untuk mengungkapkan pendapat, dan mengajukan pertanyaan, kebigungan dalam menemukan informasi dan meberikan alasan, maupun membuat kesimpulan dan strategi. Pada siklu II, Siswa sudah mulai terbiasa berpikir kritis tetapi hanya beberapa anak saja yang mulai berani mengemukakan pendapat, bertanya dan menemukan informasi, memberikan alasan, membuat kesimpulan dan strategi dengan tepat. Pada siklu III siswa sudah mampu berpikir kritis, dimana siswa sudah berani bertanya, mengemukakan pendapat, memberikan alasan berdasarkan sumber dan membuat kesimpuan dan strategi dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa model group investigation dapat meningkatkan proses pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Kata Kunci: Model Group Investigation, Kemampuan Berpikir Kritis, Dan Pembelajaran IPS.
1)
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1102344 Dosen Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab 3) Dosen Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab 2)
1
Antologi, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015
GROUP INVESTIGATION (GI) FOR INCREASE CRITICAL ABILITY IN SOCIAL STUDIES AT ELEMENTARY SCHOOL Windi Agustina1, Tuti Istianti2, Lely Halimah3 Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] ABSTRACT: Group Investigation for increase critical ability in social studies at elementary school. The research based on social learning process focus to teacher so learning proces inclined pasive, so the students can not develop critical ability. Group investigation can be problem solve, to increase learning proces and increas critical abilty of student in social learning proces with social problem. Method for the research used action class research with Elliot style. This research uses three cycles and three actions in every cycle with the student from 4th grade at SDN Cinunuk 08 as the subject. This research consist to six step such as choose teh topic, planing a assignment, doing investigation, analysis and synthetic and report, present the report and evaluation, with all the steps learning proces can enjoy and focus to students from beginning until the end in learning proces. The technique for collecting data such us observation, interview, note in class, assessment for critical ability, LKS, and evaluation. For the first cycle critical ability of students not really satisfying, the students ashamed to speak for opinion and giving question, confused in search information and giving a reason or make a conclusion and strategy. For the secondh cycle, the student can enjoy the learning but just some students can give opinion, ask some question and giving information, giving a reason, make a conclusion and startegy in correctly. And for the third cycle the students can critical, the students can ask a question, giving opinion, giving a reason based on source and make a conclution and strategy in correclty. Based on the research, the conclution is group investigation can increas learning proces and critical ability of students in social studies at elementary school. Qey words: group investigation, critical ability and social studi.
1)
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1102344 Dosen Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab 3) Dosen Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab 2)
2
Antologi, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015
3
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi peserta didik, dimana peserta didik dapat mengembangkan semua potensi yang mereka miliki dan sebagai tempat pembentukan karakter. Salah satu cara agar tujuan pendidikan tercapai yaitu dengan adanya pembelajaran ilmu pengetahuan sosial yang diajarkan di sekolah dasar . Dalam kurikulum KTSP 2006 ilmu pengetahuan sosial (IPS) Merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTS/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, kosep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial memuat materi Geologi, sejarah, sosiologi dan ekonomi untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. IPS sebagai bidang pengajaran mulai dipelajari ditingkat sekolah dasar. Dalam kurikulum KTSP 2006 salah satunya memiliki tujuan agar siswa dapat berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri dan memecahkan masalah. Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu tujuan IPS yang sangat penting untuk dikembangkan, apalagi dengan perkembangan zaman yang terus berkembang. Begitupula dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan semakin kompleks. Hal itu akan menyebabkan informasi yang diterima siswa semakin banyak ragamnya, baik sumber maupun esensi informasinya. Oleh karena itu siswa dituntut miliki kemampuan berpikir kritis memilih dan memilah informasi yang baik dan benar, sehingga dapat memperkaya pengetahuanya serta memecahkan masalah yang dihadapi secara kritis.
dikatakan gurunya saja tanpa tertarik untuk bertanya atau mencari tahu lebih jauh tentang apa yang disampaikan guru di kelas hal ini disebabkan karena kurangnya minat baca siswa, sehingga pemahaman siswa terhadap suatu konsep atau materi sangat rendah. Sumber infomasi hanya terbatas pada pada buku dengan tahun terbitan yang sudah lama. Selain itu, siswa menganggap bahwa pembelajaran IPS merupakan pembelajaran yang menjenuhkan, membosankan dan tidak penting karena besifat teoritis dan hapalan. Dari permasalahan tersebut, guru hendaknya memberikan tindakan kepada siswa agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, pada mata pelajaran IPS dengan cara menerapkan model pembelajaran yang bervariasi. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah model group investigation (GI) yang merupakan bagian model kooperatif. Dimana model group investigation ini melibatkan siswa dari awal sampai akhir pembelajaran dan menuntut peseta didik untuk memiliki kemampuan yang baik, dalam berkomunikasi dan keterampilan proses kelompok. Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana peningkatan proses pembelajaran IPS pada siswa kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) di sekolah dasar dengan materi masalah-masalah sosial ? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS pada kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) di sekolah dasar dengan materi masalah-masalah sosial ?
Melihat realita saat ini, pembelajaran IPS di SD Negeri Cinunuk 08 siswa terkesan hanya mendengarkan apa yang
Adapun tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut,
4
1. Meningkatkan proses pembelajaran IPS pada siswa kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) di sekolah dasar dengan materi masalahmasalah sosial. 2. Meningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS pada kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) di sekolah dasar dengan materi masalah–masalah sosial. IPS merupakan pengetahuan yang membahas mengenai manusia beserta, tingkah laku dan kebudayaannya. Menurut Susanto (2014, hlm. 138) “hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya”. Selanjutnya menurut Sosial Science Education (SSEC) dan National Council For Social Studies (NCSS) (dalam Gunawan, 2013, hlm. 17) menyebutkan IPS sebagai ‘Social Science Education dan Social Studies’. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari jumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat di atas, IPS merupakan gabungan dari berbagi ilmu yang disederhanakan dan disesuaikan dengan perkembangan peserta didik di SD yang harus diajarkan berdasarkan realita. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut teori perkembangan kognitif Piaget (dalam Gunawan, 2013, hal. 50) ‘ Anak SD (usia 7-11 tahun) mereka berada dalam tahap operasional konkret’. Oleh karena itu, pembelajaran harus menghadirkan suasana kongkret atau nyata yang dapat dilihat, diraba atau
dapat dialami langsung oleh siswa, sehingga pembelajara IPS SD harus dimulai dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas. Adapun tujuan pembelajaran IPS dalam KTSP 2006, agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan alam kehidupan sosial. 3) Memiliki komitmen, kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal dan global. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan IPS tersebut perlunya metode pembelajaran yang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran salah satunya dengan penerapan model group investigation yaitu model pembelajaran yang rancang oleh Hebert Thelen dan dikembangkan oleh Sharan. Model ini dilandasi oleh Filosofi belajar John Dewey. Menurut Hebert Thelen (dalam Joyce, dkk, 2011, hlm. 315), ‘Group Investigation berusaha mencampurkan berbagai strategi pengajaran dengan dinamika proses demokrasi serta proses akademik yang berupa penelitian’. Sejalan dengan peryataan di atas Johnso dkk, (2011, hlm. 321) “Memfokuskan model GI ini pada tugas kerjasama (kelompok), penghargaan kelompok, dan praktik saling mengajari atar teman sebaya”. Adapun enam tahapan model group investigasi, sebagaimana dikemukakan oleh Sahran (dalam Abidin, 2013, hlm. 257) yaitu (1) Tahap pemilihan topik,
5
para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu permasalah umum yang digambarkan lebih dahulu oleh guru. Siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok secara heterogen, baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik; (2) Tahap merencanakan tugas, siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah pertama; (3) Tahap melaksanakan investigasi, siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2.Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika deperlukan; (4) Tahap analisis dan sintesi dan menyiapkan laporan, siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah ke 3 dan merencakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas; (5) Tahap mempresentasikan laporan akhir, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut; (6) Evaluasi, dimana guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan yang dialaminya selama proses pembelajaran. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya. Dengan menggunakan model GI ini dapat meningkatkan proses pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis siswa. Menurut Richard Paul (dalam Fisher, 2009, hlm 4) ‘berpikir kritis adalah model
berpikir yang memerlukan pemikiran dan penerapan standar-standar intelektual padanya’. Menurut Michael Scriven (dalam Fisher, 2009, hlm 10) ‘berpikir kritis adalah interprestasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi. Adapun enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat dengan FRISCO yang dikemukakan oleh Ennis (dalam Susanto. hlm. 121) sebagai berikut: a) Focus (fokus), untuk membuat sebuah keputusan tentang apa yang diyakini maka harus bisa memperjelas pertanyaan atau isu yang tersedia. b) Reason (alasan), mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau melawan putusan-putusan yang dibuat berdasar situasi dan fakta yang relevan. c) Inference (menyimpulkan), membuat kesimpulan yang beralasan dilakukan dengan cara mengidentifikasi pendapat dan mencari pemecahan dan pertimbangan bukti. d) Situasion(situasi), memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam berpikir akan membantu memperjelas pertanyaan (dalam f) dan mengetahui arti istilah-istilah kunci, bagian-bagian yang relevan sebagai pendukung. e) Clarity (kejelasan), menjelaskan arti atau istilah-istilah yang digunakan. f) Overview (pandangan yang menyeluruh), melangkah kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan yang diambil. Adapun 4 indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur kemamapuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan yang dikemukakan oleh Ennis, yang dimodivikasi dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa sekolah
Windi Agustina, Tuti Istianti, Lely Halimah Penerapan Model Group Investigation dasar, serta sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Adapun indiator yang digunakan yaitu sebagi berikut: 1. Menjawab dan bertanya dengan memberikan penjelasan sederhana. 2. Memberikan alasan sederhana berdasarkan sumber. 3. Membuat sebuah kesimpulan. 4. Dan membuat strategi atau tindakan untuk menyelesaikan suatu masalah. METODE Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain penelitian tindakan kelas (PTK). Secara harfiah, penelitian tindakan kelas (PTK) berasal dari bahasa inggris yaitu Classroom Action Research, yang berarti penelitian dengan tindakan yang dilakukan di dalam kelas. Arikunto (dalam Suyadi, 2013. hlm 18) menjelaskan bahwa, ‘Penelitian tindakan kelas adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk mencermati kegiatan pembelajaran dengan menggunakan suatu metode, sehingga mendapatkan data yang akurat yang terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran.’ Adapun jenis desain penelitian yang akan digunakan yaitu model desain penelitian tindakan kelas yang diungkapkan oleh John Elliot. Desain PTK model John Elliot dikembangkan berdasarkan konsep dasar Kurt Lewin. Model tersebut tepat untuk mengamati peningkatan kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran IPS melalui model group investigasi (GI), karena memfasilitasi beberapa kali tindakan dan menggambarkan secara detail dan rinci dalam setiap langkah penelitian yang dilakukan. Penelitian ini terdiri dari tiga siklus dimana setiap siklusnya berisi tiga kali tindakan. Desain PTK Elliott, penelitian dimulai dengan menyusun perencanaan, pemecahan masalah yang dijabarkan
dalam tindakan-tindakan tertentu selanjutnya tindakan-tindakan tersebut diterapkan, dimonitor dan direfleksi. Hasil refleksi pada siklus pertama dijadikan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan gagasan serta rencana tindakan berikutnya. Semua tahapan tersebut terus berulang sampai tiga siklus, sehingga diperoleh kesimpulan apakah permasalahan yang dikemukakan dalam rumusan masalah dapat terpecahkan atau tidak. Subjek penelitian adalah siswa SDN Cinunuk 08 yang berada di kampung Pasir Pari Desa Cinunuk Kecamatan Cilenyi Kabupaten Bandung, Tahun Ajaran 2014/2015. Adapun subjeknya yaitu 40 orang siswa kelas IV yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. 40 orang siswa tersebut berasal latar belakang dan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa (1) LKS pada setiap pertemuan, (2) Nilai evaluasi setiap pertemuan, (3) Hasil observasi aktivitas siswa dan guru setiap pertemuan, (4) Hasil wawancara siswa pada setiap pertemuan, (5) Catatan lapangan dan dokumentasi pada setiap pertemuan. TEMUAN DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai Mei 2015. Penelitian ini dilaksankan Dalam tiga siklus, dimana pada setiap siklus terdapat 3 tindakan. Pada pelaksanaannya peneliti mengemukakan segala temuan yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Adapun temuan-temuan tersebut diuraikan sebagai berikut, 1. Siklus 1 Proses pembelajaran yang dilakukan disikus satu ini, siswa sudah antusias dalam mengikuti pembelajaran, telihat siswa bersemangat dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, namun sangat sulit untuk guru
6
Antologi, Vol... No..., Juni 2015 7
dalam mengorganisasikan siswa kedalam kelompok, sehingga memakan waktu yang cukup lama dan membuat kelas menjadi tidak kondusif. Pada tahap merencanakan tugas, siswa belum dapat berbagai tugas dengan temannya karena kurangnya rasa percaya pada teman, sehingga hanya mengandalkan 1 orang saja dalam mengerjakannya. Pada tahap melakukan investigasi siswa merasa kebingungan mencari informasi terutama internet dan beberapa siswa pun tidak mengerti pertanyaan yang ada didalam LKS, padahal guru sudah menjelaskan sebelumnya, ini menunjukan bahwa siswa tidak konsentrasi dalam belajar. Pada tahap Pada tahap analisis dan sintesis, siswa tidak berani mengemukakan pendapat, belum mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik bersama kelompok, sehingga yang mengerjakan hanya beberapa orang saja yang dianggap pintar oleh temannya dan siswa masih bingung dalam menyimpulkan, sehinggga kegiatan bertukar ide, saling beragumentasi tidak berjalan dengan baik, dan diskusi yang optimal dalam kelompok belum muncul. Pada saat mempresntasikan laporan akhir siswa masih malu-malu dalam menyampaikan hasil dikusinya dan dengan suara yang kecil, ditambah lagi siswa belum berani bertanya dan berpendapat, sehingga kegaitan diskusi belum berjalan dengan efektif. Pada tahap evaluasi, masih banyak siswa yang mencotek dalam mengerjakan soal evaluasi. Proses pembelajaran ini harus terus diperbaiki agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, dimana kelas diharapkan menjadi sebuah miniature demokrasi. Adapun penilaian berpikir kritis pada siklus 1 ini disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut,
Grafik 1 Kemampuan Berpikir KritisSiswa Siklus 1 70 60 50 40 30 20 10 0
Bertanya dan Menjawab Memberikan alasan Membuat Kesimpulan Memilih Strategi
Dilihat dari tabel di atas menunjukan kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Hal ini disebabkan karena dari empat indikator yang ada, siswa belum mampu mendapatkan skor maksimal. Disetiap tindakannya mengalami kenaikan, meskipun pada tindakan kedua agak menurun, tetapi pada siklus kedua mengalami peningkatan yang cukup baik. Perubahan yang terjadi tak lepas dari upaya perbaikan yang terus dilakukan dan bimbingan serta motivasi yang diberikan oleh guru kepada setiap siswa, meskipun hasil yang didapat belum maksimal. 2. Siklus 2 Pada siklus kedua, terlihat adanya peningkatan proses pembelajaran maupun berpikir kritis siswa dari siklus sebelumnya, meskipun masih terdapat kekurangan-kekurang dimana pada saat pembelajaran masih ada siswa yang merasa kebingungan dalam mencari informasi, kelas belum terkondisi degan baik karena beberapa anak masih membuat kekacauan seperti mengobrol atau bermain-main dalam kelas, meskipun sudah ditegur dan diberi peringatan. Pada siklus kedua siswa, sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran IPS, sudah dapat diorganisasikan kedalam kelompok dan bahkan senang saat belajar berkelompok, sehingga dapat bekerjasama dan bekomunikasi dengan baik.
Windi Agustina, Tuti Istianti, Lely Halimah Penerapan Model Group Investigastiom
Siswa sudah menunjukan kemampuan berpikir kritis, dimana mereka sudah mampu membuat sebuah pertanyaan, menjawab pertanyaan bahkan mampu memberikan sebuh penjelasan yang sederhana dan alasan berdasarkan sumber yang diperoleh, menemukan informasi dari berbagai sumber dan membuat sebuah kesimpulan bahkan membuat strategi untuk menyelesaikan suatu masalah, meskipun hanya beberapa orang siswa saja, peningkatan bepikir kritis untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik di bawah ini: Grafik 2 Kemampuan Berpikir Kritis SiswaSiklus 2 80 60 40 20 0 Tindakan Tindakan Tindakan 1 2 3
Bertanya dan Menjawab Memberikan alasan Membuat Kesimpulan Memilih Strategi
Berdasarkan tabel di atas, pada siklus kedua ini mengalami peningkatan pada setiap aspek berpikir kritis disetiap tindakan, bila dibandingkan siklus sebelumnya meskipun peningkatan yang tidak begitu besar dan signifikan, dan bila dirata-ratakan pada siklus dua ini kemampuan berpikir anak masih di katagorikan sedang dengan nilai rata-rata siklus 2 yaitu 65.52. 3. Siklus 3 Pada siklus ketiga ini, pembelajaran sudah berjalan dengan baik sesuai dengan tahapan model pembelajaran group investigasi, siswa sudah dapat dikondisikan dengan baik, proses pembelajaran melibatkan siswa secara aktif mulai dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran, dan siswa terlihat antusias dan senang untuk belajar IPS, karena dapat memberikan mereka pengetahuan yang lebih banyak mengenai
masalah-masalah sosial yang terjadi disekitar mereka, meskipun pada siklus ketiga tindakan 3, siswa sudah merasa bosan, tetapi peneliti dapat mengatasinya dengan mengajak siswa bernyanyi bersama. Di setiap tahapan pembelajaran pada siklus ini mengalami peningkatan yang baik, dimana siswa sudah dapat diorganisasikan kedalam kelompok, tanpa memlih-milih teman dan senang saat belajar berkelompok sebab mereka bisa bertukar pendapat bersama teman. Pada siklus tiga juga, siswa sudah dapat berbagi tugas dengan teman kelompok sehingga dapat dengan cepat menyelesaikan tugasnya, siswa sudah dapat menemukan permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan mereka, bahkan nusantara melalui informasi yang mereka dapat dari internet, teks bacaan, pengalaman, maupun media informasi seperti televisi. Pada siklus tiga, siswa sudah berani bertanya dan menggemukakan pendapat, menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru atau teman, dengan memberikan penjelasan sederhana, memberikan alasan yang logis berdasarkan sumber dan menyimpulkan, bahkan siswa mampu menemukan dan membuat sebuah strategi atau solusi untuk menyelesaikan suatu masalah sesuai dengan materi atau pokok bahasan, hal ini menunjukan bahwa siswa sudah dapat berpikir kritis mengenai masalahmasalah yang sudah terjadi, selain kemampuan berpikir kritis, pembelajaran menggunakan model ini dapat mengembangkan sikap yang baik pada siswa, seperti menerima perbedaan, bekerjasama, rasa tanggung jawab dan mandiri. Untuk lebih jelas mengenai perkembangan kemamapuan berpikir kritis siswa akan dijabarkan dalam bentuk grafik di bawah ini,
8
Antologi, Vol... No..., Juni 2015
Grafik 3 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Siklus 3 90 85 80 75 70 65 60
Bertanya dan Menjawab Memberik an alasan
9
Grafik4.7 Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis
100 80 78.1
60 40
66 54
20 Membuat Kesimpula n Memilih Strategi
Berdasarkan tabel di atas, pada siklus ketiga ini mengalami peningkatan pada setiap aspek berpikir kritis disetiap tindakan, bila dibadingkan siklus sebelumnya. Peningkatan yang terjadi pada siklus ketiga ini cukup besar dan signifikan, dan bila dirata-ratakan pada siklus dua ini kemampuan berpikir anak masih di katagorikan tinggi dengan nilai rata-rata siklus 3 yaitu 78,1. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pembelajaran IPS di kelas IV SD dengan menggunakan model group investigation dapat meningkatkan proses pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini menunjukan bahwa adanya perubahan pada diri siswa. Karena pada hakikatnya belajar menghendaki adanya perubahan kearah yang lebih baik. Sejalan dengan pengertian belajar menurut pandangan Skinner (Dimyati & Mujiono, 2009, hlm. 9) bahwa “belajar adalah suatu perilaku.” Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Adapun peningkatan siswa baik kemampuan berpikir kritis maupun hasil belajar digambarkan pada grafik di bawah ini.
0 SIKLUS 1 SIKLUS 2 SIKLUS 3
Berdasarkan pemaparan keberhasilan di atas, ada beberapa hal yang menjadikan proses pembelajaran itu berhasil, diantaranya yaitu pada setiap siklusnya, proses pembelajaran yang dilakukan menuntut siswa untuk belajar secara aktif, mulai pada tahap awal, hingga akhir pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Thelen (dalam Joyce, dkk, 2011, hlm. 319) yang menyatakan bahwa “aktivitas siswa dalam model GI sangat diutamakan, tugas guru hanya memfasilitasi dan mengarahkan pada aktivitas yang optimal.” Jadi pada pelaksanaanya peran guru tak lagi dominan sebagai satusatunya sumber belajar bagi siswa, dimana dengan pengunaan model GI ini siswa dituntut untuk menggali atau menemukan pengetahuan baru yang akan dipelajari, kemudian menghubungkannya dengan pengetahuan baru yang dimiliki oleh siswa. Adapun 6 tahapan model group investigation yang dilakuan dalam penelitian ini yaitu pemilihan topik, merencenakan kerjasama, melakukan investigasi, analisis dan sintesis, menyapaikan hasil diskusi dan evalusi. Dengan mengikuti setiap tahapan model ini, membuat siswa aktif dalam mencari berbagai informasi melalui pengamatan gambar, artikel atau objek nyata yang ada di lingkungan sekitar, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Windi Agustina, Tuti Istianti, Lely Halimah 10 Penerapan Model Group Investigation Model ini pun melatih siswa dalam berkomunikasi dan bekerjasama, dimana setiap siswa dituntut untuk menyampaikan pendapat dan beragumentasi dalam kelompok maupun diskusi kelas, sehingga siswa terlatih untuk bepikir kritis. Sejalan dengan Michael Scriven (dalam Fisher, 2009, hlm.10), ‘berpikir kritis adalah interprestasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi. Dan pada akhir kegiatan siswa bersama guru melakukan evalusi mengenai kontribusi setiap kelompok, pada tahapan ini pun guru memberikan pengutan dan motivasi, ini memberikan dampak yang cukup baik untuk siswa. Dimana siswa mampu mengemukakan pendapat, berargumentasi, bekerjasama, begitupun dengan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar. Sejalan dengan teori Ausibel bahwa pemberian motivasi pada anak sangat penting apalagi siswa sekolah dasar. Sejalan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh David Ausubel tentang belajar bermakna, dan Selain itu anak juga diajarkan untuk bekerja secara berkelompok, karena pada hakikatnya, belajar dengan cara berkelompok akan lebih mudah, lebih ringan dan akan banyak menghasilkan ide baru, sehingga menambah wawasan baru bagi siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Vygotsky, bahwa “interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.” Interaksi yang dilakuan oleh siswa dengan guru atau sesama siswa, dan lingkungan, mengajarkan siswa untuk terbiasa berkomuikasi, dan bekerjasama, sehingga menumbuhkan sikap sosial, selain itu dengan dibiasakan untuk diberikan masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah, agar siswa terbiasa untuk memecahkan masalahnya sendiri yang
berguna bagi kehidupannya. Sesuai dengan teori belajar yang dikemukakan oleh John Dewey mengungkapkan bahwa,“ proses belajar harus dilakukan secara terus-menerus agar berjalan dengan baik”. Sehingga pembelajaran dengan menggunakan model GI ini yang dilakukan selama 3 siklus menujukan peningkatan dalam proses pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis. Maka penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul “Model Pembelajaran Group Investigation (GI) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar”, dapat dikatakan berhasil karena proses pembelajaran dan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan yang telah dipaparkan oleh peneliti mengenai penerapan model Group investigation untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS di kelas IV SDN Cinunuk 08 Kabupaten Bandung, khususnya pada materi masalah sosial maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut. 1. Pelaksanaan pembelajaran IPS di SD dengan menggunakan model pembelajaran group investigation terbukti mampu meningkatkan mutu proses pembelajaran. Model group investigation ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkonstribusi dalam pembelajaran dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Pembelajaran dilakukan dengan pola pembelajaran berkelompok, dimana siswa aktif dalam mengali materi dengan cara penyelidikan dari berbagai sumber, siswa aktif dalam beragumentasi, dan aktif dalam kegiatan berkelompok untuk bekerjasama, sehingga
Antologi, Vol... No..., Juni 2015 11
terjadilah sebuah interaksi yang baik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sumber belajar maupun lingkungan. Selain itu melalui proses pembelajaran group investigasi dapat melatih siswa dalam berkomunikasi atau menyampaikan pendapat, mengembangkan keterampilan sosial seperti kerjasama dan menerima perbedaan. Lebih lanjut dengan mengikuti tahapan model group investigation dapat menumbuhkan minat belajar dan sikap kemandirian serta berpikir kritis. 2. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model group investigation terjadi peningkatan. Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus 1 yaitu 54 dikategorikan rendah, pada siklus 2 yaitu 66 yang dikategorikan sedang dan silkus 3 yaitu 78,1 yang dikategorikan tinggi. keberhasilan kemampuan berpikir kritis dapat pula dilihat dari siswa yang sudah mampu memberikan penjelasan sederhana terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun siswa yang lain, selain itu siswa pun sudah mampu mengemukakan pendapat dan bertanya, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan memberikan sebuah alasan yang logis dengan menyertakan sumber terhadap suatu permasalahan dengan baik, siswa yang sudah mampu menyimpulkan akibat yang terjadi dari suatu permasalahan dengan baik dan siswa sudah mampu membuat alternatif penyelesaikan suatu masalah. Melihat hasil tersebut keseluruhan kemampuan berpikir kritis siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model group investigation menunjukan peningkatan dan hasil yang memuaskan. Pembelajaran IPS
dengan menggunakan model group investigation jadi lebih bermakna, sehingga membuat pengetahuan siswa lebih banyak dan luas. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks konteks kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama. Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Fisher, A. (2009). Berpikir kritis. Jakarta: Erlangga Gunamawan, R. (2011). Pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta. Joyce, B dkk. (2011). Models of teaching (model-model pembengajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Susanto, A. (2014). Teori belajar & pembelajaran di sekolah dasar. Jakarta: Kencana Prenada media Group. Suyadi. (2013). Panduan penelitian tindakan kelas. Jogjakarta
Antologi, Vol... No..., Juni 2015 12