EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MEMBERDAYAKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR Ivayuni Listiani IKIP PGRI MADIUN
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran Problem Based Learningdalam memberdayakan kemampuan berpikir kritis mahasiswaPendidikan Guru Sekolah Dasar.Penelitian ini termasuk dalam eksperimen semu dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian adalah Posttest Only Control Group Design dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada kelompok eksperimen dan metode ceramah bervariasi pada kelompok kontrol. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa semester 2 prodi PGSD IKIP PGRI Madiun tahun akademik 2015/2016. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling, sehingga diperoleh semeseter 2 kelas D sebagai kelompok eksperimen dan semester 2 kelas C sebagai kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data menggunakan tes pilihan ganda dan essay, lembar observasi, serta dokumen akademik. Uji hipotesis menggunakanPaired Sample t-test.Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning efektif dalam memberdayakan kemampuan berpikir kritis mahasiswaPendidikan Guru Sekolah Dasar. Kata kunci : Model Pembelajaran Problem Based Learning, Kemampuan Berpikir Kritis.
262
Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global kini menjadi semakin beragam dan kompleks, sehingga pemecahannya memerlukan cara-cara kreatif yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui kegiatan pemecahan masalah. Hanya individu yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang akan mampu survive secara produktif di tengah ketatnya persaingan dan makin terbukanya peluang dan tantangan. Hal ini relevan dengan pernyataan Liliasari (2011) bahwa dalam upaya mengantisipasi tuntutan globalisasi, maka pendidikan sains harus diarahkan pada pengembangan literasi sains (scientific literacy), nilai-nilai sikap ilmiah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills), agar terbentuk individu yang kritis, kreatif, mampu memecahkan masalah (problem solving) serta mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Individu yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat lebih mengoptimalkan hasil belajar yang dimiliki, akan dapat mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum, serta mampu merancang dan mengarungi kehidupan pada masa yang akan datang yang penuh tantangan, dan persaingan. Kemampuan berpikir kritis merupakan pemikiran yang bersifat selalu ingin tahu terhadap informasi yang ada untuk mencapai suatu pemahaman yang mendalam.
Kemampuan berpikir kritis menurut Facione (2011:9) meliputi interpretation, analysis, inferensi, evaluation, explanation, dan selfregulation. Mahasiswa dapat memenuhi aspek interpretation apabila mampu mengelompokkan permasalahan yang diterima sehingga mempunyai arti dan bermakna jelas. Aspek analysismahasiswa mampu menguji ide-ide dan mengenali alasan serta pernyataan. Aspek inferensimahasiswa dapat membuat suatu kesimpulan dalam pemecahan masalah. Aspek evaluationmahasiswa mampu menilai pernyataan atau pendapat yang diterima baik dari diri sendiri maupun orang lain. Aspek explanationmahasiswa menjelaskan pernyataan maupun pendapat yang telah diungkapkan untuk menjadi sebuah pendapat yang kuat. Aspek self-regulationmahasiswa dapat mengatur keberadaan dirinya dalam menghadapi pemecahan masalah. Namun secara faktual pembelajaran sains umumnya diajarkan secara verbal melalui metode ceramah, sehingga dominasi dosen masih terasa sangat kental (teacher centered). Akibatnya pembelajaran cenderung bersifat transfer pengetahuan (transfer of knowledge) dan mahasiswa kurang mendapat kesempatan untuk membangun konsep secara mandiri melalui pengalamanya dengan cara penemuan (inkuiri). Fenomena tersebut tercermin dari lemahnya kemampuan mahasiswa ketika harus mengkaitkan antar konsep-konsep yang telah dipahaminya, sementara kemampuan mengkaitkan antar 263
konsep merupakan modal penting dalam pemecahan masalah. Berdasarkan data pada ajang kompetisi sains tingkat internasional, hanya 1,4% siswa Indonesia yang mampu menjawab soal tes yang terkait dengan penggunaan hubungan antar konsep untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Programme for International Student Assessment/ PISA, 2006). Mengingat pentingnya kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk meningkatkan daya saing bangsa di era global yang penuh peluang dan tantangan ini, maka keterampilan membuat kaitan antar konsep perlu terus dilatihkan melalui pembelajaran khususnya melalui mata kuliah sains. Oleh karenanya, perlu dicari alternatif model pembelajaran yang tepat sehingga melalui pengalamannyamahasiswa secara aktif dapat menemukan konsep secara mandiri. Model pembelajaran yang tepat antara lain adalah model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, keterampilan sosial, sikap ilmiah, dan keterampilan proses sains. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian atau penggalian informasi (inquiry). Model pembelajaran ini dapat melibatkan mahasiswa untuk berpikir analisis logis dan kritis, penggunaan analogi dan berpikir divergen, integrasi kreatif dan sintesis. Pada
pembelajaran PBL, mahasiswa diperhadapkan dengan masalahmasalah autentik dalam kehidupan sehari-hari. Situasi ini menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami konsep atau prinsip dan memecahkan masalah tersebut melalui investigasi dan penyelidikan (Arends, 2008). Sintaks model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 tahap yaitu orientasi masalah, mengorganisasikan mahasiswa belajar, membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Model pembelajaran PBL memiliki beberapa keuntungan yaitu menekankan pada makna, meningkatkan pemahaman diri, mengembangkan keterampilan berpikir, mengembangkan sikap memotivasi diri, hubungan tutor antara dosen dan mahasiswa (Yazdani dalam Nur, 2011). Model pembelajaran PBL melibatkan kerja kelompok untuk memecahkan masalah sebagai fokus utama dalam pembelajaran. Konsep dan teori dari berbagai disiplin ilmu dapat dipelajari dengan pemecahan masalah melalui keterampilan proses sains. Pendekatan keterampilan proses sains melibatkan mahasiswa dalam proses pembelajaran agar terampil dalam memproses pengetahuan menggunakan prosesproses fisik, intelektual, dan sosial seperti menginterpretasi data, menyimpulkan, mengkomunikasikan data, merancang percobaan, dan lain lain. Mahasiswa dilatih untuk bekerja 264
sesuai metode ilmiah untuk menemukan produk sains berupa konsep, prinsip, hukum, fakta-fakta baru dan teori-teori. Berdasarkan uraian permasalahan di atas diharapkan model pembelajaran PBLdapat membantu mahasiswa untuk membangun konsep secara mandiri melalui serangkaian proses pembelajaran. Dengan demikian model PBL diprediksi dapat berpengaruh positif dalam memberdayakan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Problem Based Learning dalam memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Isi Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimen semu (Quasi exsperimental research). Metode ini digunakan karena banyak dari subjek penelitian yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan (Darmadi, 2011:37). Tujuan penelitian eksperimen semu adalah mencari hubungan sebab-akibat dengan memberi perlakuan-perlakuan tertentu pada dua kelompok eksperimen yaitu perlakuan tertentu pada kelompok eksperimen dan tanpa melakukan perlakuan tertentu untuk kelompok kontrol. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel
1.1
Rancangan Penelitian PostestOnlyControl Group Design
Kelompok Perlakuan Post Tes Eksperimen (R) X T2 Kontrol (R) T2
Keterangan: X : Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu dengan penggunaan model Problem Based Learning T2 : Tes akhir yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol R : Random assigment(pemilihan kelompok secara random) Populasi dalam penelitian adalah seluruh mahasiswa Semester 2 Prodi PGSD IKIP PGRI Madiun. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling yang diambil dari mahasiswa semester 2 Prodi PGSD IKIP PGSD Madiun yang terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas 2D sebagai kelas eksperimen dengan kelas 2C sebagai kontrol. Variabel bebas dalam penelitian adalah model Problem Based Instruction. Variabel terikat adalah keterampilan proses sains. Jenis-jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM), lembar observasi, soal tes, danangket kemampuan berpikir kritis. Pengumpulan data dari variabel-variabel yang diteliti diperoleh dengan metode dokumenter, metode observasi, metode angket, dan metode tes. Metode dokumenter digunakan untuk memperoleh data mengenai namanama dan jumlah mahasiswa yang akan digunakan sebagai sampel penelitian. Metode observasi digunakan untuk memperoleh data
265
mengenai proses pembelajaran terutama pada aspek afektif dan psikomotor. Metode angket digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan berpikir kritis. Metode tes digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan berpikir kritis mahasiswa melalui model pembelajaran PBL. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan nontes. Tes adalah himpunan pertanyaan F
Sig.
Keterangan
Keputusan
1,992
0,329
Sig > 0,05
Homogen
yang harus di jawab.Tesdi dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis.Data hasil penelitian dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif dilakukan terhadap data hasil kemampuan berpikir kritis setelah dilakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran PBL. Uji hipotesis menggunakan statistik inferensial parametrik, yaitu uji Paired Sample t-test dibantu dengan memanfaatkan aplikasi program komputer SPSS for Windows 18,0. Pengujian terhadap asumsi sebagai prasyarat analisis perbedaan dua perlakuan dengan uji t (t test) perlu dilakukan pengujian prasyarat secara statistik yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas kemampuan berpikir kritis dapat disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel Variabel KBK
1. t
Hasil Df
Uji
Normalitas
Sig Keterangan Keputusan
6,992 68 0,000 Sig < 0,05 Berbeda nyata
Kemampuan Kritis Kelas
KolmogorovN Smirnov
Sig.
Kontrol
1,219
34
0,504
Eksperimen
0,627
36
0,827
Berpikir
Keterangan Sig. > 0,05, data normal Sig. > 0,05, data normal
Berdasarkan data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai (sig.) > 0,05sehingga keputusan uji H0 diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semua sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan data padaTabel 2 menunjukkan bahwa nilai (sig) > 0,05sehingga keputusan uji H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel berasal dari populasi yang variansinya homogen.Hasil dari uji hipotesis model Problem Based Learning dalam memberdayakan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Model Problem Based Learningdalam memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil keputusan uji (sig) < 0,05 sehingga H1 diterima, hal ini berarti perolehan rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen berbeda nyata.Sehingga ada efektivitas model 266
pembelajaran PBL dalam memberdayakan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pendidikan guru sekolah dasar. Sementara data ratarata model PBLterhadap kemampuan berpikir kritis disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 1. Tabel 4. Data Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Hasil Statistik Rata-rata
Kontrol
Eksperimen
62,94
81,37
81,37
Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis
100 80
62,94
60 40 20 0 Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Gambar 1. Histogram Perbandingan Rata-rata Kemampuan BerpikirKritis
Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa ratarata nilai kemampuan berpikir kritis mahasiswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada mahasiswa kelas kontrol. Perbedaan nilai rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa model PBL berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis. Hal tersebut dikarenakan, dosen mengajak mahasiswa untuk terlibat aktif baik secara fisik dan mental dalam belajarnya, menjadikan mahasiswa belajar bermakna melalui pemberian masalah sampai menemukan solusi untuk menangani masalah yang ada.
Kondisi tersebut sesuai dengan teori belajar Ausubel. Mahasiswa mengkonstruksikan pengetahuan secara bersama-sama melalui diskusi kelompok memungkinkan mahasiswa dapat mengungkapkan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain dan secara bersama-sama membangun pengertian. Sesuai dengan teori konstruktivisme dimana mahasiswa membangun pengetahuannya sendiri. Mahasiswa diajak aktif berpikir mengenali masalah dan melakukan percobaan untuk mencari jawaban masalah yang dihadapi sampai pada penyusunan kesimpulan. Hal tersebut sesuai dengan teori belajar penemuan Bruner (Dahar, 2011: 80). Mahasiswa yang memecahkan masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata mengakibatkan mahasiswa akan terlibat dalam perilaku berpikir. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis. Hal tersebut sesuai dengan teori perkembangan Piaget (Mulyasa, 2010:137). Kemampuan berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual yang memposisikan pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih, dan rasional. Berpikir kritis meliputi pemikiran dan penggunaan alasan yang logis, mencakup keterampilan membandingkan, mengklasifikasi, melakukan pengurutan, menghubungkan sebab akibat, mendeskripsikan pola, membuat analogi, menyusun rangkaian, membari alasan deduktif dan induktif, peramalan, perumusan hipotesis, dan penyampain kritik (Bhisma, 2010). 267
Kemampuan berpikir kritis mahasiswa dapat dieksplorasi dengan penciptaan proses pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa dapat menggali dan meningkatkan kemampuan berfikir kritisnya. Melalui model pembelajaran PBL melalui sintaks yang tertuang dalam LKM dapat membantu mahasiswa dalam menemukan konsep secara mandiri sehingga dapat memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis. Pembelajaran PBL diawali dengan menghadirkan masalah yang terdapat di sekitar lingkungan mahasiswa. Masalah autentik yang dijadikan acuan pada proses pembelajaran dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar. Masalah yang diberikan dapat menimbulkan banyak solusi atau cara pemecahan masalah sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian Chin & Chia (2006) menyebutkan masalah yang tidak terstuktur menstimulasi siswa untuk mengajukan pertanyaan yang memetakan kegiatan mereka, yang mengarah pada penyelidikan independen. Mahasiswa didorong untuk mencari cara pemecahan masalahnya melalui berbagai sumber belajar diantaranya internet dan buku ajar. Proses ini mendorong kemandirian belajar mahasiswa. Pada tahap mengorganisasikan mahasiswa belajar, mahasiswa dibagi menjadi 4 kelompok yang heterogen. Kelompok yang dibentuk bersamasama mendiskusikan pemecahan masalah, memberikan pendapat dan mengajukan pertanyaan pada anggota kelompok lainnya. Menurut Arends
(2008) kolaborasi atau kerjasama pada kelompok-kelompok belajar dapat mendorong penyelidikan dan dialog bersama dan mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial. Keterampilan sosial menurut Vigotsky akan memacu pertukaran ide-ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual. Pada tahap membimbing investigasi kelompok dan individu, dosen berperan sebagai fasilitator. Pada tahap penyelidikan dosen memberikan bimbingan khususnya pada saat mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, menentukan variabel dan membuat definisi operasional. Keterampilan- keterampilan tersebut masih baru bagi mahasiswa. Sedangkan untuk menginterpretasi data, mengkomunikasikan data, dan menyimpulkan sudah pernah dilakukan mahasiswa pada saat membuat laporan praktikum pada mata kuliah semester I. Kegiatan membimbing mahasiswa untuk melakukan investigasi sangat penting dilakukan karena peran pembimbing untuk mengarahkan mahasiswa mengkonstruksi pengetahuannya. Mahasiswa melakukan investigasi dengan menggunakan pengamatan langsung untuk menemukan informasi dan menyelesaikan masalah. Proses ini mengembangkan hands on,minds on, hearts on activity. Bruner (dalam Arends, 2008) menekankan pentingnya proses penemuan (discovery learning) yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Strategi-strategi mahasiswa dalam kegiatan investigasi dalam pemecahan masalah membantu
268
mahasiswa berpikir analitis (Jacobsenet al,2009). Selain itu secara tidak langsung mereka memperoleh informasi sebagai hasil kegiatan investigasi. Mahasiswa dapat menemukan informasi- informasi dengan bantuan (scaffolding) yang dilakukan oleh dosen atau teman yang lebih mampu. Pada saat mahasiswa melakukan investigasi mahasiswa melakukan pengukuran yang membutuhkan ketelitian. Pada tahap ini mahasiswa juga dilatih untuk teliti dalam membaca petunjuk kerja dalam pelaksanaan kegiatan investigasi. Pada tahap menyajikan dan mengembangkan hasil karya sudah dihasilkan dalam bentuk produk. Pada keterampilan merancang percobaan sederhana mahasiswa merancang alat dan bahan yang diperlukan. Pembuatan produk ini juga sebagai hasil pemecahan masalah. Proses pemecahan masalah dengan menghasilkan hasil karya yang bermanfaat bagi mahasiswa untuk membantu menguasai konsep. Pada tahap analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah, mahasiswa melakukan refleksi berdasarkan proses pemecahan masalah yang dilakukan. Pada proses ini mahasiswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi, memberikan masukan, dan mengkritisi proses pemecahan masalah yang dilakukan kelompok lain. Kegiatan yang demikian melatih keterampilan berpikir yang kritis, analitis dan evaluatif terhadap proses pemecahan masalah yang terdiri atas banyak solusi. Keterampilan berpikir yang muncul pada saat proses pembelajaran merupakan salah satu ciri keterampilan berpikir tingkat
tinggi yaitu kemampuan berpikir kritis. Keterampilan berpikir tingkat tinggi menurut Holbrook & Rannikmae (2009) salah satu cirinya adalah mampu menempatkan, mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi sumbersumber informasi ilmiah dan teknologi serta dapat menggunakan sumber-sumber dalam memecahkan masalah, membuat keputusan dan mengambil tindakan. Dosen berperan memberikan konfirmasi kepada mahasiswa dalam rangka proses analisis dan evaluasi pemecahan masalah yang dilakukan bersamasama mahasiswa. Proses evaluasi mengarahkan mahasiswa untuk mengevaluasi proses pemecahan masalah yang dilakukan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning efektif untuk memberdayakan kemampuan berpikir kritis dilihat dari hasil uji hipotesis dengan perolehan signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Berdasarkan hasil penlitian yang telah dilakukan maka penerapan model Problem Based Learning dapat dijadikan sebagai alternatif model dalam mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan kreatif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Daftar Pustaka Arends, RI. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Buku Dua Edisi Ketujuh.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
269
Chin, C. & Chia, L. (2006). ProblemBased Learning: Using IllStruktured Problems in Biology Project Work. Science Education 90: 44-67 Retrieved 3 Juni 2012 (www.interscience.wiley.com).
Internasional PISA (Programme for International Student Assessment). Diperoleh 25 Februari 2012, dari http://litbang.kemdiknas.go.id/d etail.php
Dahar, R.W. 2011. Teori Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Facione, Peter A. 2011. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. California: California Academic Press. Holbrook, J & Rannikmae, M. (2009). The Meaning of Scientific Literacy. International Journal of Environmental & Science Education, 4(3); 275-28. Jacobsen, DA., Eggen, P & Kauchak, D.(2009). Methods for Teaching: Metode-Metode Pengajaran meningkatkan belajar siswa TK-SMA. Edisi Ke-8. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Liliasari. (2011). Peningkatan Kualitas Guru Sains Melalui Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Seminar Nasional Pasca Sarjana. Bandung: UPI. Mulyasa, HE. (2010). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Kemdikbud. (2011). Survei
270