Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________
MODEL DAN STRATEGI KERJASAMA PENELITIAN AGRIBISNIS SAPI POTONG DALAM ERA GLOBALISASI GUNAWAN Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan 67184
ABSTRACT Model and Strategy of Agribusinness Research Cooperation on Beef Cattle in Globalization Period The current local beef cattle conditions are various and mostly are kept by small- holder farmers, so that can not meet the beef cattle demand in Indonesia. During 1999 to 2001, about 15 to 22% of meat demand were met by import. This paper discuss about model and strategy of research cooperation directed to beef cattle agribusiness with using technology to increase the efficiency and the quality of product, so that it will be able to yield comparative product in globalization period. Thhe research cooperatives models which have been done by beef cattle research station in 2003 according to the direction book of cooperative research practice published by Agriculture Research and Development Agency, with using evaluation on some parameters and economic added value. But this cooperative model still needs perfecting on agribusiness system in globalization period. Agribusiness research cooperative model of beef cattle on globalization period was needed cooperative, which have attention to industry of bottom-up-streamed in one unit of agribusiness system. On those cooperative have attention for natural source efficiency and the use of applicable technology, so meat and beef cattle that were yielded by cooperative research have comparative quality that compared with the import. Strategy of formulating cooperative research was done by approach to the problem of internal and external factors through discussion, examination, and interview and SWOT analysis to strength, weakness, opportunity and threat, so the application of QSPM method can be chosen the best research cooperative to be done by research institution. Key words: Model, cooperative formulation strategy, beef cattle agribusiness .
PENDAHULUAN
Investor hampir tidak ada yang tertarik untuk mengembangkan usaha cow-calf operation, karena diperlukan modal usaha yang besar, sedangkan bunga kredit tinggi, rantai pemasaran rumit, sarana transportasi dan pemilikan lahan terbatas. Menurut perhitungan ekonomis, saat ini usaha cow-calf operation juga memberikan net present value (NPV) negatif atau sangat kecil. Dalam era globalisasi, situasi ekonomi dunia dapat berpengaruh terhadap seluruh sub-sistem yang ada dalam sistem agribisnis. Tumbuhnya blok-blok pasar bebas menyebabkan persaingan ketat dalam perdagangan berbagai komoditas, tidak terkecuali pada komoditas sapi potong. Harga sapi impor saat ini relatif lebih murah daripada sapi lokal, padahal harga sapi lokal rendah, sehingga peternak maupun pedagang sapi lokal merasa kesulitan untuk menjual sapi. Peningkatan efisiensi dan mutu produksi merupakan kunci dalam persaingan tersebut, yang dapat dicapai melalui penggunaan teknologi (BADAN LITBANG PERTANIAN, 2003). Oleh karena itu, dalam tulisan ini disampaikan konsep model dan strategi merumuskan kerjasama penelitian yang diarahkan kepada pembangunan agribisnis berbasis sapi potong dengan menggunakan teknologi, sehingga mampu menghasilkan produk berdaya saing dalam era globalisasi. Kerjasama
Populasi sapi potong dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan, sehingga pemenuhan kebutuhan daging sapi sebagian dipenuhi dengan cara impor. Kondisi lima tahun terakhir ini, impor sapi meningkat yaitu dari 39.000 ekor pada tahun 1998 menjadi 379.000 ekor pada tahun 2002, sedangkan impor daging berkisar antara 16,2 hingga 19,3 ton (DITJEND BP PETERNAKAN, 2003). Pada tahun 1999 hingga 2001 pasokan daging sapi asal impor di Indonesia telah mencapai 15-22% dari kebutuhan daging sapi (DITJEND BP PETERNAKAN, 2002). Ketergantungan impor daging dan sapi potong, antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan memenuhi kebutuhan permintaan daging dari pemotongan sapi lokal. Pemenuhan permintaan daging sapi bila hanya dipenuhi melalui pemotongan sapi lokal, maka dapat berakibat terjadi pengurasan keberadaan sapi lokal, karena terjadi pemotongan terhadap sapi muda yang ukurannya masih kecil dan terhadap sapi betina produktif. Kondisi sapi potong lokal saat ini sangat beragam dan sebagian besar (99%) dikelola dan dikembangankan dengan pola peternakan rakyat (cow-calf operation) dalam skala usaha kecil dan terintegrasi dengan kegiatan lain, sehingga fungsi sapi potong sangat kompleks dalam menunjang kehidupan peternak. _____________________________________________________________________________________________ 284
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________
penelitian agribisnis sapi potong ini mulai dilaksanakan oleh Lolit Sapi Potong pada Tahun 2003. Agribisnis sapi potong dalam era globalisasi Pada tahun 2003 ini Indonesia memasuki era perdagangan bebas di kawasan Asean (AFTA) dan pada tahun 2010 akan memasuki di kawasan Asia Pasifik (APEC). Tumbuhnya blok - blok pasar bebas seperti Asean Free Trade Area (AFTA) dan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), menyebabkan perdagangan berbagai komoditas di Indonesia semakin bersaing, termasuk pada komoditas peternakan. Menurut SARAGIH (2000), paradigma pembangunan peternakan yang mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak yang relatif tinggi dan menciptakan daya saing global produk peternakan adalah paradigma pembangunan agribisnis berbasis peternakan. Dalam sistem agibisnis berbasis peternakan tercakup empat subsistem, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu peternakan yakni kegiatan ekonomi yang menghasilkan sapronak (industri pembibitan, industri pakan, industri obat - obatan), (2) subsistem usaha peternakan yakni kegiatan budidaya ternak, (3) sub-sistem agribisnis hilir peternakan yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas peternakan primer menjadi produk olahan (industri pengolahan dan pemasaran) dan (4) subsistem jasa penunjang yakni kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa yang dibutuhkan oleh ketiga subsistem lain. Hubungan antara
ke-empat subsistem agribisnis peternakan dalam kondisi era globalis asi, disajikan pada Gambar 1. Dengan pendekatan pembangunan agribisnis, kebijakan dan penanganan sapi potong perlu diarahkan untuk mengelola ke-empat subsistem di atas secara bersamaan dan terkait. Pembangunan peternakan di masa lalu telah menyebabkan struktur agribisnis peternakan tersekat-sekat dan struktur yang seperti ini justru memperlemah daya saing peternakan. Struktur agribisnis peternakan yang tersekat - sekat harus diubah menjadi struktur yang integratif dengan mendorong terwujudnya agribisnis berbasis peternakan yang terintegrasi secara vertikal, yaitu seluruh sub-sistem agribisnis berbasis peternakan dari hulu ke hilir berada pada satu kesatuan keputusan manajemen. Contohnya adalah agribisnis persusuan yang terhimpun dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia, yang menangani satu komoditi besar pada satu alur produk (product line) Oleh karena itu, dalam agribisnis peternakan juga terkait beberapa lembaga, antara lain lembaga produsen, lembaga konsumen, lembaga profesi, lembaga pemerintahan dan lembaga ekonomi (HANDAYANI dan PRIYANTI, 1995). Lembaga - lembaga terkait akan berperan aktif dalam pembinaan, sehingga dapat mencapai satu sasaran yang sama yaitu sistem usaha agribisnis peternakan yang berkelanjutan, antara lain melalui pemanfaatan teknologi dan manajemen modern yang dilakukan dalam skala usaha besar, penciptaan mekanisme proses pemerataan pendapatan melalui kesempatan berusaha dan mengurangi perbedaan kepentingan yang timbul antara usaha skala besar dan usaha skala kecil (HUTASOIT , 1987).
Faktor Eksternal: WTO/GATT, APEC, NAFTA, AFTA
AGRIBISNIS HULU Menghasilkan sapronak (1)
AGRIBISNIS USAHA Budidaya ternak
AGRIBISNIS HILIR Pengolahan dan pemasaran
(2)
(3)
JASA PENUNJANG (4)
Gambar 1. Sistem agribisnis usaha peternakan dalam era globalisasi
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 285
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ Model kerjasama penelitian agribisnis sapi potong Menurut Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Dalam Negeri yang dikeluarkan oleh BADAN LITBANG PERTANIAN (2000) ruang lingkup kerjasama penelitian meliputi (1) kerjasama dengan pihak swasta, (2) kerjasama dengan instansi atau proyek pemerintah diluar Badan Litbang Pertanian, (3) kerjasama dengan Kooperator, (4) kerjasama alih teknologi melalui Kantor Pengelola Kekayaan Intelektual dan Alih Teknologi (KP-KIAT), (5) kerjasama operasional dan (6) kerjasama Jasa Pelayanan. Dalam meningkatkan tugas dan fungsi penelitian, Loka Penelitian Sapi Potong terus berupaya mempertajam program dan orientasi penelitian ke arah penciptaan teknologi siap pakai agar lebih efektif dan efisien untuk merespons tuntutan kebutuhan agribisnis. Upaya ini sangat penting dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya penelitian yang terbatas, sementara kebutuhan teknologi makin meningkat dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Oleh karena itu, kerjasama penelitian dengan pengguna langsung merupakan salah satu pola baru dalam pelaksanaan kegiatan penelitian Loka Penelitian Sapi Potong mulai tahun 2003 yang akan meningkatkan diseminasi inovasi teknologi kepada pengguna dan meningkatkan partisipasi aktif dunia usaha dan institusi pengguna teknologi dalam penelitian dan pengembangan sapi potong. Hal ini sekaligus mengikuti salah satu pola baru pelaksanaan kegiatan Badan Litbang Pertanian. Lolit Sapi Potong mulai tahun 2003 telah memiliki beberapa kerjasama penelitian, antara lain kerjasama operasional (KSO), kerjasama pembiayaan (KSP) dan kerjasama fasilitas (KSF). Kerjasama penelitian Lolit Sapi Potong pada Tahun 2003, antara lain adalah (1) kerjasama operasional (KSO) dalam penelitian penggunaan semen cair pada peternak sapi potong pembibitan, kerjasama dilakukan dengan Dinas Peternakan dan Kehewanan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur; (2) kerjasama pembiayaan (KSP) dalam penciptaan sapi potong komersial, dengan total pembiayaan 0,40 Milyar, bersasal dari Pemda Kota Probolinggo 0,35 Milyar (80%) dan Lolit Sapi Potong 50 juta (20%) dan (3) kerjasama fasilitas (KSF) dalam pembentukan bibit sapi potong pola inti plasma di kawasan hutan, kerjasama dilakukan dengan peternak kooperator di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Fasilitas yang digunakan dalam kerjasama adalah kandang sapi, lahan rumput dan tempat pelatihan (kursus/magang). Model kerjasama penelitian agribisnis sapi potong dalam era globalis asi diperlukan kerjasama yang memperhatikan keterkaitan industri penyedia sapronak hingga industri pengolahan dalam satu kesatuan sistem agribisnis, sehingga terjadi peningkatan efisiensi dan
mutu produk. Dalam model kerjasama penelitian agibisnis sapi potong supaya ditekankan kepada efisiensi sumberdaya (input) dan penggunaan teknologi tepat guna pada budidaya sapi potong dan pengolahan daging, sehingga daging yang dihasilkan oleh peternak memiliki daya saing dengan daging sapi dari luar negeri. Peningkatan efisiensi dan mutu dalam produksi merupakan kunci dalam persaingan tersebut. Pemanfaatan teknologi merupakan salah satu alternatif yang paling menentukan dalam peningkatan efisiensi dan mutu (BADAN LITBANG PERTANIAN, 2003). Nilai tambah ekonomis kerjasama penelitian agribisnis sapi potong Dalam menilai kelayakan kerjasama penelitian, Lolit Sapi Potong melakukan penilaian terhadap parameter (1) relevansi penelitian dengan permasalahan pihak mitra dan prioritas program penelitian, (2) kejelasan dari tujuan penelitian, (3) kesesuaian metodologi dan peluang keberhasilan, (4) kelayakan pelaksanaan penelitian, (5) output dan impact, serta (6) kemungkinan dipatenkan (aspek HaKI). Selain itu, Lolit juga menilai kerjasama tersebut berdasarkan nilai tambah ekonomis yang diperolehnya. Nilai tambah dari adanya kegiatan kerjasama dapat dihitung secara ekonomis dan perlu ditunjukkan kepada mitra, sehingga peranan kerjasama penelitian terlihat dengan jelas. Analisis ekonomi yang dapat digunakan untuk membandingkan dan membuktikan bahwa melalui kerjasama dapat memberikan nilai tambah, yaitu gross margin (GM), revenue/ cost (R/C) dan partial budgeting analysis (A MIR et al., 1985; A MIR dan KNIPSHEER, 1989). Hasil perhitungan nilai tambah ekonomis dari kerjasama penelitian dengan Pemda Probolinggo dengan menggunakan sapi induk sebanyak 40 ekor selama 16 bulan, ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2. Hasil perhitungan analisis ekonomis menunjukkan bahwa melalui kerjasama dapat diperoleh keuntungan yaitu ditunjukkan dari nilai GM dan R/C dari kerjasama yang lebih tinggi dibandingkan tanpa kerjasama. Hal ini terjadi karena melalui kerjasama tersebut telah digunakan teknologi yang mampu menghasilkan nilai jual pedet yang lebih tinggi menggunakan metode persilangan. Teknologi persilangan sapi tersebut juga dapat dipatentkan (HaKI). Keuntungan yang diperoleh dengan adanya kerjasama penelitian tersebut adalah sebesarRp. 73,7 juta dari 40 ekor sapi induk selama 16 bulan. Keuntungan tersebut diperoleh dari tambahan pendapatan berasal dari pedet, kompos dan berkurangnya biaya pakan karena memperpendek waktu pedet dijual. Tanpa mengolah kompos, keuntungan cukup tinggi, karena hasil kompos merupakan bonus yang dapat menambah pendapatan sebesar Rp. 11,7 juta.
_____________________________________________________________________________________________ 286
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________
Komponen agribisnis peternakan sapi potong dalam kerjasama penelitian yang memiliki potensi sebagai penghasil nilai tambah ekonomis, terdapat pada beberapa komponen, seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Hasil peneltian SANTOSO et al. (1995) juga telah menunjukkan bahwa dalam kerjasama dapat diperpendek lama penggemukan sapi dari 5-6,5 bulan menjadi 4 bulan dan menghasilkan sapi unggul Brahman cross dari sebelumnya berupa sapi keturunan ongole. Dalam kerjasama tersebut, lembaga penelitian memiliki peran terutama dalam menyediakan teknologi atau dapat pula sebagai pembina. Lolit Sapi Potong dengan Peternak di Kabupaten Lumajang, pihak Lolit sebagai tim pembina yang menyediakan teknologi, sedangkan peternak tersebut sebagai inti menyediakan fasilitas yang akan bekerjasama dengan para peternak plasma, hal ini seperti yang pernah dilakukan oleh Dinas Peternakan Lampung dengan PT GGLC di Lampung dan peternak plasma (BASUNO dan SANTOSO , 1995).
Strategi merumuskan kerjasama penelitian agribisnis sapi potong Kerjasama agribisnis sapi potong telah dilakukan oleh Lolit Sapi Potong mulai Tahun 2003 ini. Kerjasama tersebut dibangun melalui suatu strategi yang terdiri atas beberapa tahapan pendekatan, yaitu (1) penilaian terhadap faktor internal dan eksternal pihak mitra, menggunakan metode internal factor evaluation matrix (IFEM) dan eksternal factor evaluation matrix (EFEM), (2) melakukan analisis faktor internal dan eksternal, menggunakan metode strength, weaknesses, opportunity dan threat (SWOT) dan (3) memilih strategi perbaikan yang sesuai untuk kerjasama, menggunakan metode quantitative strategic planning matrix (QSPM). Melalui analisis dan evaluasi terhadap faktor internal dan eksternal, maka dapat dirumuskan strategi perbaikan kinerja (FARDIAZ dan HARTMAN 1999; RANGKUTI, 1999). Perbaikan kinerja tersebut dapat dilakukan antara lain melalui kerjasama penelitian. Tahapan strategi merumuskan kerjasama penelitian, terdapat pada Gambar 2.
Tabel 1. Perhitungan nilai tambah kerjasama penelitian berdasarkan analisis GM dan R/C terhadap 40 ekor sapi induk dalam kerjasama dengan Pemda Kota Probolinggo Uraian Revenue Nilai jual pedet Nilai jual kompos Total revenue Cost Pakan Obat-obatan Prosesing kompos Total cost GM R/C
Tanpa kerjasama
Dengan kerjasama
Rp. 80.000.000 Rp. 0 Rp. 80.000.000
Rp. 140.000.000 Rp. 19.500.000 Rp. 159.500.000
Rp. 34.200.000 Rp. 0 Rp. 0 Rp. 34.200.000 Rp. 45.800.000 2.34
Rp. 31.800.000 Rp. 400.000 Rp. 7.800.000 Rp. 40.000.000 Rp. 119.500.000 3,99
Tabel 2. Perhitungan nilai tambah kerjasama penelitian berdasar partial budget analysis terhadap 40 ekor sapi induk dalam kerjasama dengan Pemda Kota Probolinggo Uraian Tambahan pendapatan (pedet + kompos) Berkurangnya biaya pakan Total Tambahan Biaya (obat-obatan + proses kompos) Total Keuntungan kerjasama
Nilai tambah/40 ekor/16 bulan Rp. 79.500.000 Rp. 2.400.000 Rp. 81.900.000 Rp. 8.200.000 Rp. 8.200.000 Rp. 73.700.000
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 287
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ Tabel 3. Potensi penghasil nilai tambah dalam kerjasama penelitian sapi potong Komponen
Uraian
Bibit
Menghasilkan bibit dengan nilai jual tinggi melalui persilangan
Pakan
Menghasilkan pakan yang memiliki conversi rasio tinggi, membuat pakan lebih murah dan efisien
Budidaya
Memperpendek waktu penggemukan, mempersingkat waktu sapi melahirkan
Pengolahan Pemasaran
Pemisahan bagian-bagian daging, pemotongan sapi di RPH Modern Pemasaran sapi dalam bentuk daging, ke Jakarta, super market, ekspor
A L T E R N
IFEM
SWOT
EFEM
A T I F
S T R A T
E G I
TOR
KERJASAMA
TOR
INVESTOR
KERJASAMA
Gambar 2. Tahapan strategi merumuskan kerjasama penelitian
Cara membangun kerjasama adalah (1) melakukan pendekatan terhadap masalah yang sedang dihadapi dengan cara mengetahui faktor internal dan eksternal pihak mitra melalui diskusi, pembahahasan dan wawancara, (2) melakukan analisis SWOT terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, (3) merumuskan strategi perbaikan kinerja berdasarkan analisis SWOT, (4) membuat proposal atau term of refferences (TOR) dan kelayakan kerjasama, (5) menggunakan investor dalam kerjasama tersebut atau (6) melakukan kerjasama langsung. Dengan mengikuti tahapan tersebut, diharapkan kerjasama yang dilakukan merupakan suatu alternatif perbaikan kinerja yang paling baik, mampu dilakukan dalam suatu sistem agribisnis secara berkelanjutan dan memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. KESIMPULAN Kerjasama penelitian dengan pengguna langsung merupakan salah satu pola baru dalam pelaksanaan kegiatan penelitian Lolit Sapi Potong mulai tahun 2003 yang akan meningkatkan diseminasi inovasi teknologi kepada pengguna dan meningkatkan partisipasi aktif
dunia usaha dan institusi pengguna teknologi dalam penelitian dan pengembangan sapi potong. Model kerjasama penelitian agribisnis sapi potong dalam era globalisasi diperlukan kerjasama yang memperhatikan keterkaitan industri penyedia sapronak hingga industri pengolahan dalam satu kesatuan sistem agribisnis. Dalam kerjasama tersebut supaya ditekankan kepada efisiensi sumberdaya dan penggunaan teknologi tepat guna, sehingga daging dan sapi potong yang dihasilkan oleh peternak memiliki daya saing dibandingkan daging dan sapi luar negeri. Strategi merumuskan kerjasama penelitian dilakukan melalui pendekatan terhadap masalah yang sedang dihadapi dengan mendalami faktor internal dan eksternal melalui diskusi, pembahahasan dan wawancara, serta melakukan analisis SWOT terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, sehingga dengan menggunakan metode QSPM.dapat dipilih suatu kerjasama penelitian terbaik yang mesti dilakukan. DAFTAR PUSTAKA AMIR, P., H.C. KNIPSCHEER, and J de. BOER. 1985. Economic Analysis of on-farm Livestock Trials. Working Paper No. 63. Winrock International Institute for Agricultural
_____________________________________________________________________________________________ 288
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________
Development and International Development research Centre. Morrilton. BADAN LITBANG PERTANIAN. 2000. Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Dalam Negeri. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. BADAN LITBANG PERTANIAN. 2000. Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Penelitian Dengan Perguruan Tinggi. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. BASUNO , E. dan SANTOSO . 1995. Kerjasama kemitraan penggemukan sapi potong di Propinsi Lampung. Prosiding Simposium Nasional Kemitraan Usaha Ternak. ISPI bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak, Bogor. DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN. 2003. Pemantapan Program Mendesak Kecukupan Daging 2005. Bahan Rapat Kerja, Ditjend BP Peternakan. Denpasar, Bali. BADAN LITBANG PERTANIAN. 2003. Laporan Pembangunan Peternakan Tahun 2002. Bahan Rapat Internal, Departemen Pertanian. Jakarta. FARDIAZ, D. dan J. HARTMAN. 1999. Modul Analisis SWOT. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.
HUTASOIT, J.H. 1987. Bagaimana Profil Peternakan Tahun 2000. Peternakan Indonesia. No. 34. Ed. November/Desember 1987. Jakarta. HANDAYANI , S.W. dan A. PRIYANTI . 1995. Strategi kemitraan dalam menunjang agroindustri peternakan: tinjauan kelembagaan. Prosiding Simposium Nasional Kemitraan Usaha Ternak. ISPI bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak, Bogor. RANGKUTI , F. 1999. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. SANTOSO , SUMANTO , K. DIWYANTO , B. WIBOWO dan N. SUPRIYATNA. 1995. Analisis komoditas ternak yang dapat di-agrobisniskan secara lokasi spesifik dan kelembagaan yang menunjang. Studi Kasus agribisnis Sapi Potong: Pola PIR Penggemukan di Lampung Tengah. Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak, Bogor. SARAGIH, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor.
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 279