Mint Chocolate Chips
MINT CHOCOLATE CHIPS Alanda
Terrant Books 2005
Mint Chocolate Chips
MINT CHOCOLATE CHIPS Penulis : Alanda Desain sampul : Terrant Books Ilustrasi sampul : Terrant Books Ilustrasi isi :Terrant Books Hak cipta : Alanda Hak Penerbitan : Terrant Books www.terrantbooks.com
ISBN 979-3750-10-3
Visit Terrant Books on World Wide Web at www.terrantbooks.com
UU No. 19 Thn. 2002 Tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Sanksi Pelanggaran Pasal 72: 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
Mint Chocolate Chips
Gratitude Heyz, Ooh, finally, novel gue terbit juga! Huahhhh! Senaangg! (hysteria) (cooling down sebentar, kemudian mari kita mulai menulis lagi) Sebelumnya gue ngga pernah ngebayangin novel gue bakal diterbitin kayak gini. Malah ngga pernah kepikiran buat bikin novel! Awalnya gue menulis cuma buat iseng-iseng aja… Maklum, lagi broken heart... (kidding) Tapi survey memang membuktikan bahwa: “dalam keadaan patah hati, manusia selalu menjadi semakin kreatif dan produktif dalam berkarya.” (cahhhh) But still, semua ini bisa terjadi atas bantuan dan dukungan dari banyak orang. Gue ngga akan pernah bisa menjadi seperti sekarang ini, dan buku ini ngga akan terbit tanpa:
Mint Chocolate Chips
• Allah SWT yg telah menciptakan Alanda, memberi keluarga yg bahagia, temen-temen yang me nyenangkan, hectic but wonderful minutes, memberi kesempatan berharga ini, dan menciptakan suatu hal yg rumit tapi indah bernama ‘cinta’ (begggh). Tanpa cinta itu, gue ngga akan pernah muncul di dunia, dan buku ini ngga akan pernah terpikirkan untuk ditulis. • My incredible parents (yeah, THE INCREDIBLES!) !! Yang udah memberi support secara langsung dan ngga langsung, moril dan materiil, and everything! (udah pasti kalo jasa beliau diketik di sini, bakalan jadi novel baru lagi, saking banyaknya jasa yang udah beliau perbuat) • Aisya Kanya dan Aqila Fara –my lovely li’l sisters– yang membuat rumah gue jadi agak-agak mirip taman kanak-kanak… (ngga deng) • Ayuna Nadira, for being such a very, very nice “editor”. Tanpamu adegan prom bakal hilang! And for my whole big family, retrieve my whole big thank you! • Kresna (also known as Bolo!), an annoying but ins piring close-friend. Berikut obrolan-obrolan dengan-
Mint Chocolate Chips
nya, nasehat-nasehatnya, celaan-celaannya, SMSSMS-nya (yang menyenangkan dan yang menyebalkan), dan permainan gitarnya yang ‘memukau’. (begh) Those things mean a lot to me, and so do you! • Ariestya dan Andini (also known as Andiez!), fantastic best-friends I ever had. Dan semua member angkatan 8 SD Pembangunan Jaya – yang ngga bisa disebutin satu-satu namanya - yang telah me nemani 3.153.600 menit (diitung jo!) gue di PJ yang sibuk, bete tapi seru! Bahkan sampe sekarang. (teruntuk guru-gurunya alanda dulu, makasih yah, Pak/ Bu…) • Danika (my dearest neighbor! :P) karna slalu nemenin gue di saat gue ‘butuh’ temen dan sering me ngajak gue nonton (lho?). Pepatah baru: a neighbor in need, is a neighbor indeed! • Wulan yang selalu memberi gue support dan selalu jadi senior yg paling baik dan paling gue sayang…
☺☺Terimakasih karena udah ngenalin gue ke L’arc-en-Ciel dan The Strokes! Juga buat Henny, Siska, Ulfa dan Vira atas support-nya. Miss y’all!
Mint Chocolate Chips
• The whole “graffiti>12th generation of Albin” family. Mohon maaf kalo pas di sekolah mungkin gue suka ‘agak’ terlalu berisik, heboh, annoying dan terlalu menyebalkan. dan buat guru-gurunya, minta reward yah, Pak! (lah?)
☺☺
• Semua pembaca pertama novel gue: Hesty (yang memuji-muji novel gue melulu), Zaskia, Fitria, Jecca, Reno, Lalha (yang udah nulis kata ‘KEREN BGT!!!’ sampe-sampe pas nulis komentar), Farah, Wiwid, Saphii (yang masih belom bisa percaya kalo gue yg nulis novel yang dia baca), Maya, Kennya (yang udah bilang puisi gue ngalahin Chairil Anwar. PS: gimana? Udah puas sama konfliknya yang sekarang?) dan yang lainnya (maaf ngga bisa disebutin satu persatu). Thanks for the splendid comments, guys! • Mbak Via, Mbak Nita, Mas Azis dan semua kakakkakak Terrant Books yang sabar, baik, and make me –definitely– believe that dreams do come true! • Mba Sitta Karina, who really inspires me to keep writing, on and on and on... dan terima kasih banyak karena udah nyempetin baca novel aku...
Mint Chocolate Chips
• Semua pihak yang udah ngedukung Alanda, secara langsung maupun ngga langsung. Semua orang yang selalu menerima Alanda apa adanya. Dan semua orang yg mau kenal dan temenan sama Alanda tanpa syarat. That’s why this book is full of friendship! • Kakak Raditya Dika, thanks for your hilarious quote, dan telah mengibaratkan novel gue seperti “kapas diberi cuka”... Hahaha... Dan juga udah bagi-bagi pengalaman via MSN! Makasih, kakak!
☺☺☺
• Dan buat kamu/elo/Anda, karna udah menyentuh, mengintip, melihat, membuka, membaca, meminjam, membeli, mengkritik, atau bahkan memuji buku ini. Thank you!
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
Confessions Being an author is more than just a dream come true for me. Just to remind you, sekarang saya baru berusia 14 tahun, saya masih jauuuuuh sekali di bawah semua penulis lainnya, apalagi di tengah arus teenlit/chicklit yang tengah membludak. Belum lagi serbuan novel terjemahan... Kadang saat-saat ke toko buku menjadi sebuah hal yang sangat mem bingungkan ketika saya melihat tumpukan buku berwarna-warni dengan penulis yang masih SMA pula. Ketika mulai menulis, novel-novel, film-film, dan sinetron-sinetron remaja belum sebanyak sekarang. Remaja-remaja Indonesia masih tenggelam dalam segala fantasi Harry Potter dan komik-komik Jepang di sudut-sudut toko buku. Dan setiap kali saya menyentuh, membaca novel remaja yang ada, saya tidak menemukan sedikitpun dunia saya di sana. No vel-novel yang ada bercerita tentang si gila belanja,
10
Mint Chocolate Chips
atau si princess, atau si petualang... Dan saya bukan ketiganya. Sampai kemudian saya mencoba mengetik beberapa kalimat saja, yang kemudian berlanjut sampai empat puluh halaman HVS, dan berlanjut lagi menjadi seratus halaman HVS, bahkan sampai seratus lima puluh halaman. Dan masih tanpa judul yang tertera di sana. Di awal, saya memang sempat terbawa arus “perfecto meets perfecto means happy ending”. Di mana sang cowok sempurna, ceweknya juga, mereka jadian, dan hidup bahagia selama-lamanya. Tapi kemudian, saya kembali menelaah kehidupan saya di hari-hari sebelumnya, yang tidak selalu bahagia, malahan jarang. Namun selalu ada kejutan muncul di detik-detik yang terlewati. Dan dibalik ke sempurnaan yang kita lihat, pasti ada suatu kekura ngan. Dan dibalik keceriaan yang kita lihat, pasti ada –biarpun sedikit– konflik dan masalah terkandung di dalamnya. Dan biasanya penulis lain menempatkan dirinya sebagai sang heroine* tersebut, saya justru merasa Yoga-lah yang mencerminkan saya. Well, bukan berarti Yoga adalah saya versi cowok, tapi saya me nemukan banyak karakteristik Yoga di dalam diri saya. Hmmm, mungkin saya akan mencoba menulis lagi tentang Yoga? Hmmm, who knows?
Mint Chocolate Chips
11
Harapan saya hanyalah semoga novel ini akan menjadi inspirasi bagi beberapa orang, bahkan ba nyak orang, bahwa hidup memang menyebalkan dan seringkali tidak sesuai dengan yang kita harapkan, tapi bukan berarti hidup itu tidak indah. Dan semoga saya akan tetap bisa melahirkan karya-karya yang lebih baik dari buku ini. Serta kamu juga bisa menunjukkan kelebihan kamu, meskipun dalam hal yang lain (believe me, nggak ada hal yang selalu bagus, sekaligus nggak ada hal yang selalu jelek!). Semua orang berhak punya dan menunjukkan kelebihannya. Kalo mau kirim kritik, pesan, saran, atau apapun, bisa ke
[email protected] dan kunjungin www.alandarocks.tk yah! Thanks for everything!
Warm Regards, Alanda
*) heroine = pahlawan wanita/tokoh utama wanita (bukan narkobaa!!!)
12
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
13
Contents Gratitude
3
Confessions
9
Sebuah Lensa Cinta
15
Bab 1.
Waktu Kelas Satu
19
Bab 2.
Jomblobahagia
35
Bab 3.
Dua Surat Dari Tito
51
Bab 4.
Tahun Berikutnya
59
Bab 5.
Suatu Sore di Citos
91
Bab 6.
Bikin Sedih Aja!
101
Bab 7. Datangnya Cewek Bernama Adhyana
111
Bab 8.
Fakta Terbesar Abad Ini
127
Bab 9.
Family Potrait
141
Bab 10.
Sebuah Compact Disc
159
Bab 11.
Ulang Tahun Yoga
167
Bab 12.
Jauhnya Inggris dan Jakarta
179
Bab 13.
Terpisah
199
Bab 14.
Apa Yang Baru Acya Sadari
215
Bab 15.
A Few Weeks Later...
225
Mint Chocolate Chips
14
Bab 16. 14 Lampu Merah
233
Bab 17. Kalo King-nya Di Luar Negeri?
261
Bab 18. Malam Tahun Baru
295
Epilog.
Lima Tahun Kemudian Lima Tahun Kemudian...
Endnotes
307 323
Mint Chocolate Chips
15
Sebuah Lensa Cinta Cinta itu egois, cinta itu pengorbanan Cinta juga indah, cinta pun menyedihkan Cinta adalah satu, cinta adalah semua Cinta itu tekstur abstrak, yang menghadapi kaca Cinta itu sa ma, cinta pun berlawanan adanya Cinta melahirkan senyu m, juga memunculkan airmata Cinta itu abadi, cinta hilang dala m sesaat Cinta membuat kita bertemu, cinta pun membuatnya berpisah Cinta membuatku kaya, sekaligus membawaku miskin Cinta adalah warna, cinta adalah gelap Cinta tetap merubah bentuknya Cinta tetap merubah arahnya Cinta mengubah arti dirinya bagi setiap sosok Cinta akan selalu menyinari kita Dala m indah dala m sengsara Karena takkan pernah tiada Alanda, Maret 2005
16
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
MINT CHOCOLATE CHIPS Alanda
17
18
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
19
Waktu Kelas Satu 14 Juli – tahun pertama SMA Matahari memang masih bersembunyi di balik awan. Namun, pagi itu sudah tergolong cerah. Di pelataran parkir sebuah sekolah, terlihat sebuah mobil yang sedang menurunkan penumpangnya. Dari dalam mobil itu turun seorang cewek yang memakai tas selempang. Parasnya cantik, rambutnya yang berwarna cokelat tua diikat rapi, poninya dikesam pingkan. Ia melambaikan tangan kepada seseorang di dalam mobil dan kemudian berjalan gontai menuju bangunan sekolahnya. Cewek itu ternyata bernama Acya. Acya berjalan menuju kelas I-2, kelasnya yang
20
Mint Chocolate Chips
baru. Ini adalah hari pertamanya masuk SMA. Ia merasa cukup bete. Ia belum kenal siapa-siapa di sini. Tapi, ia cukup gembira, karena tidak kebagian Masa Orientasi Siswa. OSIS-nya tidak menyediakan program itu tahun ini karena dianggap kurang efektif. Kelasnya masih relatif sepi. Ada seorang cewek berponi depan duduk di sebuah kursi. Ia tampak gembira karena wajahnya berseri-seri. Sementara di koridor di depan kelas I-2 berdiri seorang cowok gendut berpipi chubby sedang asik mengunyah sesuatu. Acya meletakkan tasnya di sebuah meja dan kemudian menyapa cewek itu. “Hai... Gue Acya. Lo?” Acya memberanikan diri. “Eh…Hai! Gue Rezzy, tapi, panggil aja Eci!” ja wabnya sambil menjabat tangan Acya. “Kok sepi banget ya?” tanya Acya ramah sambil membuka pembicaraan. “Tau ah... Payah nih! JAM KARRRREEET! Tapi tadi gue udah punya kenalan lo... namanya Daina, lagi di kamar mandi. katanya sih mau benerin dandanannya apa gimana gitu…” cerita Eci. Saat Acya dan Eci lagi asik ngobrol, tiba-tiba seorang cewek masuk ke dalam kelas. Rambut hitamnya yang panjang sepunggung digerai. Tubuhnya tinggi langsing, anaknya juga cantik. “Hai, kenalan dong... Gue Daina... Nama lo sia-
Mint Chocolate Chips
21
pa?” tanya Daina ramah. Acya langsung menjawab keramahan cewek itu dengan senyuman. “Acya. Hai juga,” sapanya. “Sepi amat sih nih... ah, anaknya abbal-abbal semua nih!” kata Daina. “Abbal? Apaan tuh?” tanya Acya dan Eci bersamaan. “Di sekolah gue yang dulu, abbal tuh sebutan buat barang-barang yang nggak mutu. Kayak barang-barang bajakan atau barang palsu yang nggak sukses. Tapi, lama-lama, semua yang nggak mutu dibilang abbal. Gue jadi ketularan deh sekarang,” “Eh, udah kenalan belom sama cowok endut yang di depan itu?” tanya Eci yang nampaknya seorang miss popular. Gampang bergaul, fleksibel, dan selalu supel. Karisma itu yang dapat Acya tangkap dari obro lannya sejak tadi. “Belom... emang lo udah?” tanya Acya ingin tau. “Udah dong…Namanya Pertama!” kata Eci diikuti tawa renyahnya. “Pertama!? Maksud lo?” tanya Daina penasaran sekaligus bingung dan heran. “Iya, namanya Pertama Akbar! Tapi panggilannya Tama!” jelas Eci. “Hah? Pertama Akbar?” tanya Acya, jauh lebih bi ngung lagi.
22
Mint Chocolate Chips
“Oooh... berarti dia anak pertama dan dianggep rejeki yang besar kali ya…” Daina asal menyimpulkan. “Suka asal bunyi deh…Gue juga ngiranya gitu... ternyata enggak! Tama bilang, waktu dia lahir, beratnya empat setengah kilo! Makanya namanya Akbar! Terus di rumah sakit itu dia adalah anak pertama yang lahir dengan berat segitu dan badan segede gitu…! Jadi... anak pertama yang badannya akbar!” selanjutnya Eci sudah tidak sanggup menahan tawanya lagi. “Masa’ sih?” tanya Daina tidak percaya. “Iya!” kata Eci sambil sehabis itu tertawa lagi. Beberapa saat kemudian, dua orang cowok masuk ke dalam kelas I-2 berbarengan. Salah satunya berambut acak-acakan, membawa tas selempang Adidas sementara yang satu lagi kepalanya botak skin head memakai tas ransel berwarna biru tua. Yang berambut acak-acakan berbisik kepada temannya, “Ini nih, kelas kita?” tanyanya pelan. “Iye,” jawab temannya. Kemudian ia kembali menyahut sambil tersenyum girang, “Cihuuuy.. ceweknya.. begghhh.. gilee, lucu-lucu,” Temannya menjawab, “Lucu? Ketawa dong!” “Hahahaha,” Si Adidas tertawa maksa. Kemudian temannya menambahkan, “Tapi lo ada benernya juga sih. Tuh liat, yang ram-
Mint Chocolate Chips
23
butnya panjang. Aduhaiiiii,” “Ah, elo mah semua cewek juga dibilang cantik,” “Enggak...
gue bilang ADUHAY... tapi dia juga
cantik sih... yah, kalo jadi cewek gue cocok laaah. Dianya cantik, guenya ganteng gila,” ujar Kiffi —si skin head. “Iye, ganteng-ganteng ternyata gila,” celetuk Yoga —si Adidas. “Gue gitu loh!” balas Kiffi. “Betul itu, elo gitu looowwwhh!!” ledek Yoga. “Hai. Kenalin, gue Yoga. Kalo yang kepalanya botak salah cukur ini namanya Kiffi,” jelas Yoga kepada Acya, Daina, dan Eci. “Liat aja tuh, botak pitak krukat nggak jelas banget kan? Atas krukat, tengah plontos, bawah krukat lagi. Tapi plontosnya keliatan kayak pitak gitu!” komentar Yoga. Namun, Daina tidak berkutik mende ngarnya. Ia masih terpesona dengan si Kiffi yang “lumayan keren” itu. Kalo Eci malah langsung menanggapi mereka. Biasa, Eci memang miss gaul! “Hai! Gue Eci... kalo yang rambut panjang ini namanya Daina... yang satunya namanya Acya,” kata Eci. Di dalam hati Yoga bergejolak suara “Ooooh... namanya Acya,” “Hai... gue Yoga, anak ganteng dari negeri samurai,” kata Yoga sambil menjabat tangan Acya diikuti cengiran mantapnya.
24
Mint Chocolate Chips
“Pede bener lo!” protes Acya. “Gue punya prinsip: ‘Lebih baik kepedean daripada minder’,” terang Yoga. “Kalo gue punya prinsip: ‘Iyain aja deh biar cepet’. Nama gue Acya,” jawab Acya ramah. Tiba-tiba ke seruan perkenalan mereka buyar saat Akbar berteriak senyaring-nyaringnya. “OOOII! UDAH DONG KENALAN-KENALANNYA… POKOKNYA NAMA GUE PERTAMA AKBAR. MUNGKIN ANEH DAN LO KIRA GUE MALU PUNYA NAMA KAYAK BEGITU TAPI GUE BERSYUKUR PUNYA NAMA YANG BAGUS! PANGGIL AJA GUE TAMA DAN JANGAN MARAH KALO KERJAAN GUE ADALAH MAKAN, MAKAN, MAKAN, DAN…” Omo ngan Akbar terputus saat Daina angkat bicara. “Dan makan?” tanya Daina sok tau. “Bukan! Dan tidur! Paling nggak, dua puluh lima persen dari hari gue harus diisi tidur, Jo! Baru enam puluh lima persen buat makan, terus sisanya buat mandi sama sholat... o iya, sekolah lupa. Tapi, di sekolah gue juga makan dan tidur kok!” jawab Tama santai. “Oooo…” Daina cuma bisa melongo. “Lagian, elu juga sih, Dan. So’teu!” ledek Yoga. “Elo tuh yang sok tau! Orang nama gue Daina, bukan Dania! Lagian, suka-suka gue dong!” bentak
Mint Chocolate Chips
25
Daina. “Hhhh…kalo gue sih…soal dandan yang ja ngan ditanya. Maap-maap aja dah kalo misalnya gue dandan kagak kenal waktu... jangan marah kalo gue lelet di dalem kamar mandi,” tambah Daina. “Emangnya dandan tuh penting ya buat cewek?” tanya Kiffi. “Penting banget gitu loh!” seru Eci dan Daina bersamaan. “Oooo…Iya deh gitu loh!” balas Yoga. Sementara Kiffi yang hanya bisa melongo mendengarnya. Dalam hatinya timbul statement: “Emangnya kalo nggak dandan cewek tuh bisa mati ya? Emang seberapa pentingnya sih? Nyokap gue juga dandan kalo pergipergi doang kok! Nyokap nggak kenapa-kenapa kalo nggak dandan?”. Beberapa saat kemudian, mereka baru menyadari bahwa kelas mulai ramai. Anak-anak lain berdata ngan memenuhi ruangan kelas I-2. And this would be a blast!
15 Juli – tahun pertama SMA “Gitu, Yo…” kata Acya dan kemudian meneguk minumannya. Ia bersama teman-teman barunya sedang mengobrol bersama sekaligus makan siang di kantin.
26
Mint Chocolate Chips
“Oh, gitu…” ujar Yoga dan kemudian melahap chicken teriyaki-nya. “Lo lagi pada ngomongin apaan sih? Kok kayaknya mesra amat?” tanya Reva menyela obrolan Acya dan Yoga. Reva tadi muncul agak telat di sekolah. Dan karena bangku yang tersedia adalah di belakang Acya, akhirnya Reva duduk di sana dan agak sedikit mulai akrab dengan Acya. “Ini urusan gue ama Acya,” kata Yoga terus terang. Ia menatap Reva sekilas, kemudian kembali menatap Acya. “Iya, nggak?” tanyanya kepada Acya. “Iyain aja deh,” jawab Acya. “Tuh kan? Udah gue bilangin ini urusan gue sama Acya…” tambah Yoga sambil melirik Reva dengan tatapan kemenangan dan senyum licik. “Ya gue tau. Tapi apaan?” Reva mendesak. “Urusan, urusan, urusan. Semua orang juga tau itu urusan!” gerutu Reva. “Aduh, Si ‘Neng ngedumel aja, ‘Neng…” sahut Yoga. “Gini... si Yoga nanya, kenapa persisnya gue makan baksonya nggak mau pake sambel? Kata Yoga, sambel itu kan enak, trus kenapa lo nggak mau? Apa lo udah pernah makan di sini dan ngerasa bahwa sambelnya nggak enak dan lo nggak mau
Mint Chocolate Chips
27
trauma itu terulang? Atau apakah elo punya alergi terhadap sambel karena kandungan cabai di dalamnya? Atau mungkin, elo memiliki trauma mendalam karena mungkin dulu mata lo pernah kemasukkan sambel? Gitu, Rev…” jelas Acya panjang lebar. Ia meminum Fanta Elektrik Melonnya. “Ooooo…detil betul,” komentar Reva heran. “Gue gitu loh. Detil,” jawab Yoga. “Gue cuman bingung aja manusia gila kayak elo bisa mikirin hal-hal kecil kayak gitu,” ujar Reva agak nyindir. “Kan kocak…” tambahnya. “Manusia aneh mengeluarkan kalimat-kalimat yang detil. Pas ba nget!” tambahnya lagi. Kemudian Reva meneguk teh botolnya. “Manusia aneh gimana?” tanya Yoga dengan suara lantang. Ia mengetuk-ngetukkan sumpit chicken teriyaki-nya ke meja, sok-sok nge-drum.Hal itu membuat Reva makin bete. Ia menganggap Yoga tidak fokus akan obrolan mereka. “Ya aneh! Makanya gue bingung kok elo bisa sedetil itu kalo nanya!” bentak Reva kemudian. “Trus kenapa?” tanya Yoga nantangin Reva de ngan nada yang pelan dan datar. Reva semakin kesal. Bagaimana mungkin cowok ini tetap santai? Padahal gue udah ngajak dia ribut?! “Lo tuh nggak mau ngalah banget sih!?” bentak
28
Mint Chocolate Chips
Reva lagi. “EMANG! TRUS MAU LO APA!?” Yoga semakin menjadi-jadi. “Buat info elu-elu aja, dia juara satu lomba debat sekolah gue gara-gara nggak mau kalah. Tiap tujubelasan pasti menang,” sahut Kiffi. “OH YA!?” Nada suara Reva semakin tinggi. “IYAAAA!” Yoga juga nggak mau kalah. “Trus, lo jawab apa, Cya?” tanya Daina ikut penasaran juga seperti Reva, beberapa menit yang lalu. Ia melakukannya sembari menyela acara “bentak-bentakan” itu. “Ya... gue jawab... jadi, usus gue cukup sensitif. Kalo kena sambel, merica yang banyak, dan paprika... itu bisa-bisa sakit perut dan penyakit maag gue kambuh. Trus, Yoga nanya, paprika merah apa ijo...? Ya gue bilang, dua-duanya... Trus dia nyahut lagi, ‘maksud lo dua-duanya itu, paprika merah dan hijau?’. Dan gue bilang iya. Dia nanya, kenapa usus lo bisa sensitif? Gue jawab, karena udah dari sananya. Dia nanya lagi, dari sana maksudnya dari mana? Gue bilang, dari lahir usus gue udah begini. Dia nanya, usus besar apa usus halus yang lo maksud? Gue bilang, ya dua-duanya. Terus…” Kalimat Acya selanjutnya diberhentikan oleh Eci. “Iya, cukup-cukup... Tama ada nggak?” tanya Eci.
Mint Chocolate Chips
29
“Siapa di situ?” tanya Tama. “Eci, Tam!” jawab Eci dengan nada centil. Tiba-tiba Yoga tertawa terbahak-bahak sendirinya. “Heh, kesambet lo, Jo?” tanya Kiffi. “Kesambet, kesambet… Ja Jo Ja Jo Ja Jo, bapak lo ibu! Enggak... Eci ngomongnya kayak gitu, gue jadi inget iklan: ‘Halo?’ ‘Tama ada, Om?’ ‘Siapa ini?’ ‘Eci... Om!’ ‘Edy?’ ‘Eeeeeccciii!’ ‘Egy?’ ‘C, C! Charlie, Charlie!’ ‘Ooooh, Charlie. Kok suaranya kayak perempuan?’” Yoga meniru sebuah iklan. Kemudian ia kembali tertawa lepas. Mau nggak mau Kiffi ikut tertawa kemudian. “Eh, Bang, lo SMP-nya di mana sih?” tanya Tama. “Emang napa, Bang?” tanya Yoga. “Enggak, gue pengen tau aja kenapa lulusannya gokil kayak lo, Bang,” jawab Tama jujur kemudian ia menggigit burger ketiganya. “Ooooh, SMP Medan Merdeka Barat, Bang!” ja wab Yoga. “Yaelah, nama jalan kali, Bang!?” ujar Tama. “Enggak, Bang. Maksud gue, SMP Merdeka aja gitu loohhh,” tambah Yoga. “SMP Merdeka aja gitu looowhhh? Kenal sama Adit nggak?” tanya Eci. “Adit mana? Oooh, hmmm, Adit yang kurus, botak,
30
Mint Chocolate Chips
kalo jalan tuh ngesok kayak model gitu kan? Sok pendiem, sok cool, sok jago main basket, sok jutek? Itu orang kan sok Sammy abis gayanya..Iya kan? Be tul?” Yoga berbalik tanya. “Iya! Kenal kan? Dia cakep kan?” kata Eci. “CAKEP DARI HONG KONG! CAKEPAN JUGA GUE, KALIIIII!!!” teriak Yoga. “Bodo amat! Pokoknya elo kenal kan sama Adit?” tanya Eci lagi. “Iiiiiyyy… Enggak,” jawab Yoga pelan, tenang, dan datar. “Yaaaah... kirain kenal,” gumam Eci pelan. “Tapi…” celetuk Yoga kemudian. “Tapi apa?” Eci langsung antusias. “Enggak jadi deh... Gue takut lo marah,” jawab Yoga dan kemudian menunduk. Ia berhenti memperlakukan sumpitnya seperti stik drum. “Tapi kenapa sih?” tanya Eci makin penasaran. “Gue nggak mau ngasitau. Ntar gue bisa lo bunuh…” Yoga bungkam. “PDA! Please dong ah! Ayo dong! Please, please, please… Gue pengen banget tau! Gue nggak akan marah deh. Please!” ikrar Eci. “Yakin?” Eci menggangguk. “Bener?” Eci me ngangguk lagi. “Jangan marah ya?” Eci mengangguk pasti. “Tadi, gue mau bilang… kayaknya… dia itu…
Mint Chocolate Chips
31
cucu anaknya keponakan pakdenya kakak ipar sepupunya eyang kakung saya!” ujar Yoga. “Yeeeee…! Elo tuh korban iklan amat sih jadi orang,” Eci melas. “Bodo! Emangnya kenapa? Yoga si manusia ganteng dari negeri jiran emang begitu dari sananya, tau?!” ujar Yoga tetap narsis1. “Lo kenal Irsyad nggak?” tanya Acya kemudian. “Hah? Irsyad? Irsyad mana? Kayaknya nggak ada yang namanya Irsyad deh. Gue nggak kenal!” ujar Yoga. “Masa nggak kenal sih? Aaaaah... kuper lo! Masa’ ama Irsyad aja nggak kenal sih?!” ledek Acya. “Hmmm… Irsyad? Yang mana ya...? Oooh… inget, inget. Irsyad yang tinggi, putih, jabrik... sukanya ngeshoot three point... yang pinter itu ya? Lo kenal sama dia? Eh, dia banyak fansnya kan? Tapi tetep aja, jumlah fans-nya belom sebanyak gue,” tanya Yoga. “Ya terserah lo deh! Mending lo punya fans gitu? Tapi, lo kenal kan?” ujar Acya. “Enggak. Tapi kalo lo suka cowok kayak gitu, jadian sama gue aja. Nggak beda jauh kok!” jawab Yoga tetap dengan pede sejutanya. “Idih! Irsyad tuh ganteng, keren, pinter! Nggak kayak lo! Pertama elo mesti ngaca, kedua elo belom bisa main basket, ketiga elo nggak bisa main drum,
32
Mint Chocolate Chips
keempat lo nggak pinter…” “EITS!! Siapa bilang?! Gue ganteng, mantan gue aja ada tujuh belas!” protes Yoga. “Ah, boong lo!” celetuk Kiffi. “SUMPAH!! DEMI ALLAH!! GUE BOONG,” jawab Yoga santai. “Yeeeee!” ujar Kiffi. “Nggak usah ngomong!” tambahnya. “Ngomong lo?” tanya Tama. “Iye, gue ngomong,” jawab Yoga santai. “Gue kirain kumur-kumur,” ujar Tama. “Hari gini kumur-kumur?!” Yoga menirukan sebuah iklan operator CDMA. “Emangnya contoh lo nggak beda jauh sama dia apaan?” tanya Acya lagi sambil menghentikan keributan dan kericuhan. “Yaaa…gue tinggi, gue ganteng, rambut gue spikespike gitu lah. Tapi gue rasa rambut gue masih ada campuran antara spike, mohawk ama indies-nya deh. Lo liat kan rambut gue yang bagian depan nih agak nyamping terus atasnya mohawk tapi belakangnya masih nyisa gitu kayak bebek, dan bagian sebelah sini ama sebelah yang agak sini agak spike dikit gitu? Pokoknya rambut gue tuh… AJAIB! Oh yah, poni gue yang bagian sini kan agak gue ke siniin nih, itu tan-
Mint Chocolate Chips
33
danya rambut gue masih menganut aliran mohican juga. Terus, gue bisa three point, gue pinter, gue jaim. Liat aja, Cya, liat! Suatu hari nanti, kita bakal pacaran. Gue yakin, gue janji. Tapi gue belom bisa ngasih tau elo kapan hal itu kejadian…” jawab Yoga. “Yah, nanti malem kali. Dalem mimpi lo!” celetuk Reva lagi-lagi menyela obrolan mereka berdua. “Elo tuh ya!!!?? Norak! Gue tuh bikin semua cewek terpesona! Termasuk Acya! Mungkin nggak sekarang. Tapi gue yakin, suatu hari nanti, cinta gue ke dia bakalan terbalas!!!” bantah Yoga. “Kok gue nggak terpesona ya sama lo?” tanya Reva. “Yaaa…elonya aja yang beda species sama cewek-cewek laen. Liat aja nanti, camkanlah kata-kata gue ini, kalo MOS2 dan ada anak-anak baru, pasti pada klepek-klepek ketemu gue!” kata Yoga. “IIIIH, NAJIIIISSS! Maksud lo apa gue beda species, hah!?” Reva makin bete. “Ngaca gih sono! Liat tuh gaya lu! Liat tuh bodi lu! Liat tu tampang lu! Udah kumel, berantakan, lagi! Kasar! Nggak pernah bisa sopan kalo ngomong!!!” ba las Yoga. Reva teramat sangat tersinggung. Kelewatan bener ini makhluk! Kelewatan!!! Kalo boleh nonjok, bisa-bisa tuh anak udah gue bikin babak belur! “BODO!!!” ujar Reva. Lantang, namun nada sua
34
Mint Chocolate Chips
ranya bergetar. “Gue ingetin ya, Rev. Elo tuh udah keenakan nye la orang, sekarang giliran elo dicela. Jadi, JANGAN NANGIS!” kata Yoga semakin menusuk hati Reva. “Siapa yang nangis?” tanya Reva dengan suara yang pelan. “ELO!” kata Yoga. “Udah, udah,” Eci melerai. “Emang lo jaim?” tanya Eci. “So pasti,” jawab Yoga. “Masa’ sih? Kayaknya enggak deh…” sahut Daina. “Trus, ngapain lo percaya? Dia itu, cowok paling nggak bisa jaim yang pernah gue kenal, TAU!?” tambah Kiffi.
Mint Chocolate Chips
35
Jomblobahagia Semakin Acya mengenal Yoga lebih dekat, Acya semakin merasa kalau cowok itu memang agak-agak aneh kelakuannya. Kadang-kadang dia ‘bengal’ sete ngah mati, berisik, kocak, tapi narsis. Nggak lama, dia langsung berubah jadi pendiam, dingin, tapi alim. Ya, itulah Yoga. Ternyata. “Aduh, gue takut,” ujarnya tiba-tiba. “Takut apa?” tanya Tama. “Takut mati,” jawab Yoga serius, namun nada suaranya tetap ceria dan santai. “Lah, itu. Semua orang juga ngeri,” tambah Kiffi. “Gila, dosa gue banyak nih. Na’auzubika min zalik. Ya Allah, Ya Tuhan… Gue takut. Gue kan sering nyontek, gue kan sering nonton…” Kalimat Yoga berhenti sampai situ.
36
Mint Chocolate Chips
“Nonton apaan?” tanya Tama penasaran. “Nonton film,” jawab Yoga. “Emangnya dosa? Emangnya lo nonton film apa an?” tanya Kiffi juga penasaran. “Ah, enggak. Yah, pokoknya begitulah!” jawab Yoga setengah-setengah. “Terus, gue takut apaan lagi ya? Gue takut jarum suntik, makanya, insya Allah gue nggak akan nyuntik. Aduh, diimunisasi aja gue takut! Ambil darah juga takut! Gue nggak akan deh make yang namanya tuh shabu-shabu!! Yang gue tau mah shabu-shabu yang enak temennya yakiniku! Sumpah, itu top banget dah! Gue benci asap, jadi, insya Allah gue nggak akan ngerokok, apalagi nyimeng3. Aduh, malesin banget deh! Cannabis tuh lebih keren kalo dijadiin motif di boxer, belt, handband, sama di tas ransel. Kalo di sepatu Vans juga keren sih. Terus, gue takut sama apaan lagi ya? Ya, pokoknya gitu lah. Gue tuh sering nyontek. Kan dosa,” kata Yoga. “Gue jadi bingung. Lo tuh bengal apa alim?” tanya Kiffi. “Udahlah, ntar bulan puasa, lo bakar tuh dosadosa lo!” usul Tama. “Kalo beli minyak tanah tuh di mana sih? Ada nggak yang buat makhluk penuh dosa kayak gue gini?” tanya Yoga polos, lugu dan tanpa rasa bersalah sedikitpun. Nada bicaranya mirip anak kecil yang se-
Mint Chocolate Chips
37
dang menanyakan di manakah ia bisa membeli permen. “Heh, bego jangan dipelihara! Minyak tanah… Puasa, tolol!” umpat Tama. “Ooh, puasa. Abis elo bilangnya bakar. Kalo puasa sih alhamdulillah dari dulu gue pol melulu. Semoga tahun ini pol juga. AMINNNNN…” Yoga mengusap wajahnya. Tiba-tiba terdengar celetukan, “HEH, ADHYOGA!!!! MAKSUD LO APA NYEBUTNYEBUT NAMA BOKAP GUE, HAH?! NGELEDEK LO?! HAH?! SINI LO, NGAJAK RIBUT LO?!” tanya Didit ke-GR-an. “Laaaahh… Sori, Dit, tapi gue malah belom tau nama bokap lo. Jadi, nama bokap lo tuh Amin ya?” Mulut Yoga meluncurkan pertanyaan retoris. Kemudian, tiga cowok itu —Kiffi, Tama dan Yoga— samasama ngakak. Didit pun menghilang dengan muka yang merah.
Setelah beberapa hari bergaul dengan enam teman barunya, Acya jadi tahu kalau yang tingkahnya “ajaib” bukan hanya Yoga. Namun, yang lainnya juga. Contoh nomor satu: Reva. Reva itu galak banget orangnya. Apalagi kalo sama cowok. Karakteristik dan pembawaannya yang
38
Mint Chocolate Chips
terlalu prokem4 bikin cowok-cowok ngeri banget sama dia. Tidak ada satupun cowok yang berkutik kecuali YOGA. Yoga sih emang nggak usah ditanya, kalau ada kakak kelas ngajakin ribut juga pastinya dicuekin doang sama dia. Tapi, cowok-cowok yang lain malah memposisikan Reva sebagai preman pengkolan sekolah mereka! Satu kata ledekan bayarannya nyawa! Nggak segitunya juga sih, yang jelas, kalo sampai ada cowok yang berani ngeledek Reva, itu cowok bakalan dimarahin non-stop dari pagi sampai pulang sekolah. “Rev, elo tuh jangan galak-galak jadi cewek,” saran Acya di suatu meja di kantin sekolah. Sudah waktunya pulang sekolah, namun, mereka masih iseng makan siang di kantin dulu. “Bodo. Ngurusin amat sih lo?” Reva berkomentar dengan agak kasar. “Asal lo tau aja ya, waktu SD tuh gue jauh lebih parah daripada elo,” terang Acya. “Parah gimana?” “Ya parah. Lo mah kalo diledekin cuman marah doang. Nah gue, tiap ada yang ngeledekin, gue kejar sampe keliling sekolah. Nggak pandang bulu, nggak pandang kelamin, nggak pandang body. Mau tuh anak badannya segede gajah, apa mungil banget sepinggang gue, tetep aja gue bikin ngibrit tuh anak. Apalagi
Mint Chocolate Chips
39
kalo cowok. Itu cowok bisa abis minta ampun sama gue. Terus, gue tuh, waktu SD, semua olahraga gue jabanin. Dari catur, sampe bola! Tiap istirahat sama pulang sekolah gue selalu berjemur di lapangan se kaligus main bola sama anak-anak cowok. Waktu SD aja panggilan gue kan bukan Acya,” cerita Acya membuat semua pendengarnya terperangah. Coba lihat kondisi Acya sekarang, rambut rapi, pakaian rapi, muka putih bersih, senyum manis, nggak kebayang! Waktu SD, kayak gimana yah dia? Kayak cowok? Ah, nggak mungkin!!! Orang gedenya cantik begini… “HAH?! Nggak kebayang. Emang nama lo siapa, dulu?” tanya Yoga ingin tahu. “Abek,” jawab Acya santai. “Hah? Apaan tuh?” tanya Tama dan Yoga berbarengan. “Acya Beckham! Ada juga sih yang manggil Aron yaitu Acya Ronaldo, Awen yaitu Acya Owen, sama Acya Shearer. Tapi, yang paling populer sih, Abek!” cerita Acya. “Ah, ngelawak lo! Yang bener?” tanya Yoga lagi. “Iya, beneran!” kata Acya. “Gokil ini anak. Duh, gue jadi makin naksir sama lo, Cya,” celetuk Yoga. Yang lain tidak terlalu memperhatikan kalimat Yoga yang terakhir. Yoga masih terpesona akan cewek bernama Acya itu.
40
Mint Chocolate Chips
“Terus, rambut lo panjang? Apa…” tanya Daina. “Enggaklah! Rambut gue cepak banget dulu. Pa ling panjang juga yang nyisa kayak bebek gitu. Ya gue indies-in aja pake wax. Kan keren…” cerita Acya lagi. “HAH??? Nggak percaya gue. Nggak kebayang!!!” Eci mulai heboh seperti biasanya. “Tapi, sekarang elo tuh udah tobat kan?” tanya Reva. “Iya, lo udah tobat kan? Biar kalo gue nembak lo, bakalan lo terima gitu…” celetuk Yoga lagi. “Pede bener sih, lo, Yo. Iya, gue tobat pas lulus SD! Sebelomnya sih, nggak pernah terlintas kata TOBAT! Pokoknya dulu gue galak banget deh. Konsekuensi dan resikonya adalah… jadi jomblobahagia, sampe sekarang,” terang Acya melanjutkan. “Hah? Lo belom pernah punya cowok sama sekali!???” tanya Eci. Acya menggeleng. “SAMA SEKALIII?!” Eci menegaskan lagi pertanyaannya. “Sama sekali,” jawab Acya. “JOMBLOBAHAGIA !!!” “Setuju! Jomblobahagia!” tambah Reva. “Tau nih. Gue sama Tama juga menjomblobahagia. Kalo yang botak ini nih, nggak akan rela jomblo!” ledek Yoga sambil menunjuk ke arah Kiffi. “Betul?” tanya Yoga sambil melirik Kiffi. “Betul,” jawab Kiffi santai.
Mint Chocolate Chips
41
“Ci, lo jomblo nggak?” tanya Reva tiba-tiba. Iseng. “Nggak tau juga nih,” jawab Eci pelan. “Nggak tau? Maksud lo?” tanya Acya penasaran. “Ya nggak tau. Seperti biasa, cowok gue ngilang,” “Ngilang? Seperti biasa? Emang cowok lo siapa sih? Anak mana?” tanya Reva ingin tau. “Yah, siapa tau gue kenal, gitu…” tambahnya. “Namanya Tito. Anak SMA 234,” jawab Eci. Tito? TITO?! DA**!!! “Jangan bilang nama lengkapnya Pratito Adrian!” ujar Reva panik. “Lo kenal Tito?” tanya Eci bingung. “Pratito Adrian, SMA 234, kelas dua sekarang!? Pratito Adrian yang nggak naek berapa kali!? Dua apa tiga kali???” tanya Reva. “Iya, lo kenal?” tanya Eci lagi. “Kenal banget! Putusin aja itu orang! Cowok brengsek kayak gitu jangan dipacarin!” nasehat Reva. Tepatnya, “bentak” Reva. “Emang dia kenapa, Rev? Kok lo ngomongnya ka yak gitu?” Nada suara Eci bergetar. Ia ingin menangis saat mendengar Reva menyebut cowoknya “brengsek”. Yah, mungkin itu memang benar, tapi… “Dia itu brengsek. Dia yang bikin kakak gue sakit!” Nada suara Reva ternyata jauh lebih bergetar. “Kakak?” tanya Daina.
42
Mint Chocolate Chips
“Sepupu,” jawab Reva. “Mm..mm..mmakk..maksud lo?” tanya Eci. Suaranya masih terdengar bergetar. Ia ingin sekali menangis, walaupun ia belum tau masalah apa lagi yang akan ia hadapi untuk kesekian kalinya semenjak ia berpacaran dengan Tito. Sudah banyak masalah yang ia terima, namun, demi Tito dan rasa sayangnya untuk Tito, ia rela menghadapi semuanya. RELA! “Dia bikin masa depan kakak sepupu kesayangan gue ancur tau nggak!? Tito bikin sodara gue ngobat! Tito bikin sodara gue harus nerima kenyataan kalo dia kena AIDS!” Reva menunduk. Menangis. “Kok Tito?” tanya Eci tidak percaya. Akhirnya ia mendengarnya, akhirnya ia mendapatkan masalah baru lagi. Kenapa rasanya semua orang menghambat hubungannya dengan Tito? Padahal, katanya cinta itu indah. Cinta itu membuat kita tersenyum dan cinta itu abadi! Ingin rasanya Eci membenci makhluk bernama “cinta” itu. Tapi, lihat saja belum pernah! Cinta selalu ada di sekelilingnya. Selalu ada. Dan cinta itu untuk Tito. Kenapa rasanya semua orang menghambat hubungan mereka berdua? Kisah cinta mereka yang seharusnya indah dan penuh warna, kenapa selalu diubah menjadi gelap dan kasar? “Iya! Tito! Tito yang bikin sodara gue ikut-ikutan make. Tito bikin kakak gue ngobat! Tito maksa kakak
Mint Chocolate Chips
43
gue! Tito maksa. Dasar orang gila!” Reva masih saja tenggelam dalam tangisannya. “Maksud lo, Rev?” tanya Eci. The gank yang lain memperhatikan mereka tanpa mampu berkata-kata karena mereka masih menyusun puzzle ini. Tito yang mana aja mereka belum tahu, belum sapa, belum lihat, belum dengar, belum kenal. “Iya... Tito. Tito ngerampas kehormatan sodara gue secara paksa, dan… dan sodara gue kena AIDS. Sodara gue nggak bisa ke mana-mana lagi sekarang. Ketularan dari Tito! AIDS memang nggak bikin dia meninggal sekarang, tapi, bakal menggerogoti dia dulu, pelan-pelan. Dan semua gara-gara Tito! Tito-lo tuh sakit jiwa tau nggak!?” Reva tidak lagi bisa menahan amarah dan tangisnya. “Dia juga bikin sodara gue terjerat obat-obatan terlarang! Bikin masa depan sodara gue ancur!!!!” “Hah?” ujar Eci. “Hah”-nya Eci terdengar sangat pelan, persis dengan sosoknya yang sekarang lunglai. Tito? AIDS? Date rape? Tito? Separah itukah pacar gue? Segila itukah? Senggakbertanggungjawab itukah? Apa iya, Tito begitu? Apa iya?! Nggak mungkin. Enggak. He’s my love. My only one. Nggak mungkin… enggak sampe segitunya lah... yeah, gue tau dia badung, bandel, jahat, nakal, galak, misterius… apa segala macem… tapi, sampe segitunya?
44
Mint Chocolate Chips
“Iya! Masa lo nggak nyadar juga sih!? Tito bikin sodara gue yang namanya Fina ngobat. Tito yang maksa. Pertama cuma maksa supaya Fina mau nyi meng selinting-dua linting5. Lama-lama lebih dari itu. Tito yang ngejerumusin Fina sampe ancur. Abis itu dia merkosa Fina juga! Bener-bener brengsek itu orang!” kata Reva marah, tapi nada suaranya sangat amat pelan. “TITO-LO NGANCURIN SODARA GUE! SODARA KESAYANGAN GUE!” Reva nyaris berteriak dalam suaranya yang perlahan menghilang. Menghilang di balik tangisnya. “Dan abis ngabisin masa depan sodara gue, dia mutusin Fina. Dia bikin Fina jauh lebih sakit! Dia nggak mau sama Fina lagi! Dasar cowok nggak punya perasaan! Dan.. dan gue takut.. gue takut kalo dia akan melakukan itu lagi, sama lo.. gue nggak mau.. sodara gue udah kena, gue nggak mau temen gue kena juga.. Kita emang nggak bisa ngerubah masa lalu, dan jangan menyesali apa yang udah terjadi. Yang bisa kita lakuin cuma, merubah sesuatu, sebelum hal itu terjadi dan akan kita sesali…” kata Reva berubah bijak. Dia sudah mulai tenang, walaupun masih terdengar seguk tangisnya. “Kalo bisa, kalo boleh, gue juga pengen bunuh itu makhluk. Tapi kan nggak mungkin. Masalahnya Fina masih cinta juga sama dia. Gue nggak nyangka kalo Tito sekarang pacaran sama lo. Dia udah nggak pernah
Mint Chocolate Chips
45
ngubungin Fina, dia ngilang dari hadapan Fina, SMS dari Fina nggak pernah dibales, telefon nggak pernah diangkat. Selalu aja di-reject. Sorry, sorry banget kalo hal ini nyakitin hati lo, tapi sepupu gue udah sakit duluan dan lebih parah dari yang elo rasain… Elo cantik, elo seru, asik. Gue yakin elo akan dapet yang lebih baik dari Tito. Gue yakiiiiin banget…” tambah Reva lagi. Kemudian ia terus-terusan terisak tanpa henti. Acya yang duduk di sebelah Reva, langsung memeluk cewek itu setelah ia selesai bicara. Memeluk Reva dalam dekapannya. Tanpa berkata apa-apa, karena Acya yakin, dekapannya sudah cukup bisa membuat Reva lebih tenang. Meskipun sedikit. Dalam diamnya, Eci jauh lebih sakit. Eci jauh lebih sedih. Eci jauh lebih kecewa, daripada yang temantemannya tau. “NGGAK! SEMUA BOONG! ENGGAK! NGGAK MUNGKIN! GUE NGGAK PERCAYA SAMA LO! ELO JAHAT BANGET, REV!” teriak Eci yang kemudian beranjak dan berlari sekencang-kencangnya. Ke tempat di mana ia bisa menangis dan berteriak sekuat tenaga. Dan bisa menganggap kalau semua yang baru saja ia dengar adalah bohong. Daina segera ikut berlari supaya Eci tidak menghilang. Tidak melakukan hal-hal bodoh yang akan membuat semua orang menyesal karenanya. “Ci!” teriak Daina. Eci tetap berlari menjauh, tapi,
46
Mint Chocolate Chips
Daina tidak pantang menyerah. Ia tetap berlari sekuat tenaga mengejar cewek itu. Sampai akhirnya ia dapat menahan Eci dengan menggenggam lengannya. “Ci, tunggu!” “Mau apa lagi? Mau ngeledek gue? Mau nyalahin gue? Gitu? Jadi semua salah gue?! Ya udah sana salahin gue! Ledek gue terus! Bilang gue tolol! Nggak bisa milih cowok! Nggak punya otak!” kata Eci sinis tapi sambil menangis. “Gue nggak mau ngomong gitu kok, Ci. Gue cuman pengen nemenin elo, waktu elo sedih. Itu kan, yang namanya temen. Gue nggak akan nyalahin elo. Elo kan cuma terlambat tau. Dan Reva, dia juga nggak nyalahin elo kok. Dia cuman nggak pengen elo terjerumus, karena si Tito itu,” ujar Daina. Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya. Ia hanya ingin me nenangkan Eci, bagaimanapun caranya. “Bull****, semua tau nggak!? Itu pasti fitnah! Cuman gara-gara dia nggak punya cowok, dia jadi ngeje lek-jelekin cowok gue,” Eci tidak mau mengakui ke sedihannya, Eci tidak ingin mengakui kejelekan pacarnya. Kejelekan orang yang sangat ia sayangi dan sangat ia cintai. Eci tidak rela. Dalam hatinya ia sadar, bahwa cinta telah membuatnya menjadi egois. “Kalo itu boong, kenapa dia tau nama panjangnya Tito? Kenapa dia tau sekolahnya? Kenapa dia tau?
Mint Chocolate Chips
47
Emangnya, kenapa sih kok lo bisa suka sama dia? Emang depan lo dia gimana?” tanya Daina ingin tau. Mereka mengobrol di WC cewek. Rata-rata, semua anak yang menangis di sekolah memang melarikan dan memisahkan diri ke tempat tersebut. “Tito.. emang ancur, emang pemakai, emang nyimeng, emang... Tapi, dia baik kok, dia juga cinta sama gue, dia juga sayang sama gue, pokoknya dia baik,” terang Eci. “Kalo dia baik, kenapa dia gituin Fina? Kalo dia baik, kenapa dia sering ngilang? Kalo dia baik…” Kalimat Daina terputus oleh jawaban Eci. “Karena dia selalu memandang hidupnya dengan sinis. Dan dia pun menganggap kalo hidup orang lain itu sama tragisnya dengan hidup dia. Tiap gue cerita tentang impian-impian gue, yang gue pengen jadi psikolog lah, gue pengen semua orang di dunia bisa temenan, gue pengen bikin tempat rehab, pasti dia bilang ‘Impian? Omong kosong tuh semua. Nggak guna lo ngimpi melulu. Dulu gue juga mimpi, gue punya banyak impian. Tapi lo liat gue sekarang?’. Pasti dia ngomong gitu. Dia selalu ngomong kayak gitu,” cerita Eci. “Gue pengen bisa ngubah dia. Dikit aja. Paling nggak, gue pengen dia berhenti jadi pemakai. Belom ada cowok yang kayak dia. Belom ada cowok yang bisa membuka pandangan gue tentang dunia.
48
Mint Chocolate Chips
Belom ada yang bisa nyeritain ke gue tentang dirinya, sejujur-jujurnya. Semua kejelekan dia ceritain. Yang bagus-bagus malah dia pendem sendiri aja. Dia yang ngasitau kalo hidup itu nggak selalu indah. Kita juga belum tentu bisa mewujudkan semua impian kita. Belom tentu. Mungkin kita bisa, tapi, alam dan orang lain belum tentu bisa menerimanya. Dia yang ngajarin gue kalo hidup itu banyak sedih dan pahitnya. Dia itu cowok paling mandiri yang pernah gue liat…” “Ya udah, sekarang terserah elo. Elo mau sama dia, atau mutusin dia. Itu keputusan lo. Yang penting, gue dan yang lain udah ngasih pendapat. Itu aja… Dan seharusnya elo bisa menilai, Tito itu cowok yang kayak gimana…” kata Daina menasehati Eci, karena hanya itu yang bisa Daina curahkan.
“To, kayaknya kita pisah aja ya…?” “Kok gitu?” tanya Tito. “To, aku sayang kamu. Kamu yang bikin aku tau tentang dunia. Cuma kamu, cowok yang cuma nyeritain tentang kejelekan kamu. Cuma kamu yang bisa bikin aku ngerti bahwa di dunia nggak semuanya indah. Mungkin dunia pahit, mungkin hidup kamu dan aku pahit, mungkin kisah cinta kita pahit. Tapi, kayak kamu bilang, hidup dan cinta itu kayak es krim.
Mint Chocolate Chips
49
Kalo selalu manis, belom tentu enak. Tapi kadang, ada pedesnya mint, ada pahitnya mocca. Kamu yang bikin aku ngerti semua itu. Aku udah nyoba untuk bikin kamu berubah. Aku pernah nyoba. Tapi gimana? Kamu sering ngilang. Aku nggak bisa. Dan lagi… kamu mesti ngurusin man…” Belum sempat terdengar kata “tan”, Eci mengganti kata terakhirnya dengan, “Fina… Kasian dia,” kata Eci. “Fina siapa?” tanya Tito. Geblek amat ini orang. Dodol amat. Kasian amat yang namanya Fina. Diancurin orang yang jauh lebih ancur dari dia. Yang bernama Tito. Yang beberapa detik yang lalu masih berstatus “Pacar Gue”. “ELO TUH YA! UDAH GEBLEK, LETOY, TOLOL, LEMOT, BELER, TUKANG NYIMENG, JAHAT LAGI SAMA ORANG!!! Elo kok segitu jahatnya sih ama FINA?!?!?!” Biar mikir tuh orang. Biar nyadar itu orang. Biarinnnnn! Lagian, jahat banget jadi cowok. Udah ngubah masa depan orang malah ngelupain orang yang ‘sakit’ itu. Yang sakit karena dia. “Kok lo bisa kenal Fina?” tanya Tito agak pasrah. “Elo nggak perlu tau, yang jelas, urusin dulu tuh mantan lo! Gue nggak mau tau! Fina kasian. Elo udah bikin dia ancur! Pokoknya hubungan kita selesai sampai sini! Titikkkkk!!!” bentak Eci sampai rasanya meledak-ledak.
50
Mint Chocolate Chips
Eci merasakan airmata mengalir di pipinya. Dan mulai terisak walaupun ia tidak ingin Tito tau bahwa Eci menangis. Sudah cukup ketragisan hidup Tito. Cukup sampai di sini! Cukup! Gue nggak mau Tito tau gue nangis! Gue nggak mau gue nambah masalahnya dia! Nggak! Nggak mau! “Ya udah,” Akhirnya,Tito menyerah. Tangis Eci meledak saat itu juga, saat bunyi telepon ditutup.
Mint Chocolate Chips
51
Dua Surat Dari Tito Ci, Makasih, udah nyoba bikin gue untuk sadar dari ketenggelaman gue di dalam hidup ini. Yang gue tau, hidup ini nggak pernah indah bagi gue. Dan gue ngiranya, semua orang juga berpikiran sama. Tapi, berkat elo, gue jadi tau kalo nggak semua bagian hidup menyedihkan. Gue jadi tau kalo kita mesti berusaha dan optimis kalo ingin mencapai sesuatu. Gue jadi tau itu. Reva itu temen lo ya? Tadi gue liat dia.. Di rumah Fina. Gue udah coba berubah, Ci. Berkat elo. Cuman mungkin gue gagal. Dan nggak akan pernah berhasil. Gue tau kegagalan itu keberhasilan yang tertunda, tapi kali ini, keberhasilan itu nggak akan pernah datang buat gue kayaknya. Fina has just passed away, this morning. Perih. Gue udah ke-
52
Mint Chocolate Chips
hilangan dia, dan sejujurnya, aku juga nggak mau kehilangan kamu. Kamu yang ngajarin aku tentang hidup. Iya, kamu. Yang bisa bikin aku belajar, bahwa cinta tuh nggak harus memiliki. Gue nggak mau kehilangan elo, tapi gue lebih nggak mau elo kehilangan segalanya. Gue rela kehilangan elo, asal lo nggak kehilangan hidup lo, kebahagiaan lo. Gue pengen lo bisa nemuin cinta sejati lo. Dan gue rasa, orang itu bukan gue. Udah cukup, gue dan Fina yang terampas kebahagiaannya, dan hidupnya. Nggak perlu elo. Gue bener-bener udah nggak bisa balik kayak dulu, Ci. Tapi makasih udah mau nyoba. Dan maaf, karena gue nggak bisa jadi orang yang bikin lo bahagia. Tapi dengan ini, gue nyoba. Dengan ninggalin elo, gue usaha supaya elo bisa bahagia tanpa gue. Gue rela walaupun yang bikin lo bahagia tuh orang lain. Asalkan elo bahagia. Pada akhirnya. Tadi, gue nyolatin jenazah Fina. Fina… Fina memang udah sama sekali nggak berdaya. Bener kata lo. Dan semua itu terjadi karena gue! Gue ngerasa bersalah banget, Ci. Tadi, keluarga Fina udah ngelarang gue masuk ke rumahnya. Berkat Reva, mereka ngebolehin gue masuk. Memang menyakitkan, kata-kata Reva. Tapi, gue tetap berterimakasih sama dia. Reva bilang, “Biarin aja itu orang masuk! Biar dia liat karyanya dia! Biar dia tobat! Biar dia mikirin kesalahan dia!
Mint Chocolate Chips
53
Biar mikir! Biar dia tau siapa aja yang udah dia sakitin!” Reva na ngis. Semua di sana nangis. Fina bener-bener orang baik ya, sebelum gue ubah. Setelah gue bikin dia kayak gitu pun, dia tetep jadi orang yang baik. Banyak yang nganter jenazahnya. Semoga dia bahagia di alam sana. Doain aja ya. Rasanya gue nggak terima, sebenernya guelah yang bikin orang sesempurna dia mesti pergi secepat ini. Gue nggak terima kenyataan ini. Ini semua salah gue. Gue nggak sempet minta maaf sama dia, Ci! Gue nggak sempet minta maaf. Kenapa Fina yang harus pergi, kenapa dia nggak bisa sembuh? Kenapa dia nggak sempet denger maaf gue? Kenapa? Kenapa takdir mesti kayak gitu? Rasanya gue pengen marah. Tapi, sama siapa? Marah sama Tuhan? Nggak mungkin. Kematian Fina itu salah gue. Gue pengen marah sama diri gue sendiri. Gue udah capek sama hidup gue ini… Gue capek… Gue capek bikin orang di sekitar gue sakit. Gue capek ngeliat mereka nggak bisa bahagia. Gue selalu mencoba, berusaha untuk bikin orang di sekeliling gue untuk bahagia. Tapi cara gue selalu salah. Dan mereka selalu sakit…. Ci, sana gih, cari cinta sejati lo. Jangan dibandingin melulu sama gue, ataupun sama orang lain. Jati diri semua orang itu berbeda. Nggak ada yang sama. Anak kembar aja beda kan? Jadi, cari cowok yang jutaan kali lebih baik dari gue. Karena, dibanding-
54
Mint Chocolate Chips
kan dengan elo, maupun cowok-cowok lain di luar sana, gue nggak ada apa-apanya. Gue yakin elo akan sukses. Yakin. Gue yakin lo bisa jadi psikolog, bisa bikin semua orang di dunia temenan. Dan gue yakin elo bisa jadi presiden wanita kedua di Indonesia. Atau jadi penemu planet baru, mungkin? Gue yakin lo bisa meraih apa yang lo mau. Gue yakin elo nggak akan nangis. Elo kuat, Ci. Kuat. Gue yakin banget. Elo pasti bisa. Bener deh. Maafin gue, Ci. Gue sayang banget sama elo dan Fina. Gue sadar, cinta itu nggak mesti memiliki. Karena kalo gue cinta elo, tapi gue nggak bisa bikin elo seneng dan bahagia, buat apa? Iya nggak? Iyain aja deh biar cepet (berkat lo gue masih bisa senyum). Inget, Ci, apapun yang terjadi, gue akan tetap selalu ada deket elo, dan gue akan selalu sayang sama lo. Sekarang, apa yang harus elo lakuin cuman dua. Pertama, hapus airmata lo, karena menangis itu sia-sia. Dan nggak akan nyelesaiin masalah. Kedua, lupain gue. Lupain. Karena cinta sama orang seperti gue itu adalah hal yang menyakitkan, meskipun buat kamu kadang indah… Cinta itu cantik Cinta menemani setiap hembus nafasku
Mint Chocolate Chips
55
Cinta itu manis Cinta membuang pahitnya hariku Cinta itu lembut Cinta melumerkan kerasnya diriku Cinta itu terang Cinta menyinari setiap hitam, setiap kelam Cinta itu tidak pernah cemburu Cinta tidak pernah marah Cinta tidak pernah egois untukku Cinta itu kamu -TitoTito meletakkan surat untuk Eci di kotak pos, di pagar rumah Eci. Semoga Eci membacanya. Dan ia berkata, “Maafin gue ya, Rezzy Artya…”
Fin, Sejak lo pergi, gue selalu marah sama diri gue. Setiap hari, Fin! Kenapa gue baru sadar sekarang?! Kenapa gue belom sempet minta maaf sama lo sekali pun?!! Rasanya hidup ini nggak adil buat elo, dan gue juga nggak adil sama lo.
56
Mint Chocolate Chips
Gue cinta sama lo. Saking cintanya, gue sampe nggak bisa ngebuat hidup lo bahagia. Malah bikin hidup lo ancur… Sedih banget rasanya, Fin! Dan gue takut. Gue takut sekali. Gue takut lo masih marah sama gue. Rasanya gue nggak akan pernah bisa memaafkan diri gue sendiri… Nggak akan pernah. Sekarang, hari-hari rasanya berjalan lebih lambat dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, waktu elo masih ada di samping gue, masih sedunia sama gue. Gue jadi jauh lebih murung, dan sama sekali nggak punya semangat hidup. Rasanya gue pengen mati aja… Karena buat apa gue hidup? Nggak ada lagi orang yang sayang sama gue… Karena gue nggak pantes disayangin siapapun. Gue nangis setiap hari… Kenapa harus elo yang pergi lebih dulu?! Lo punya banyak banget impian yang belom sempet tercapai, dan semua itu karena gue. Rasanya, gue pengen banget gantiin posisi lo. Bukannya gue nggak seneng hidup. Tapi kalo gue hidup, gue malah dikejar-kejar rasa bersalah terus. Kenapa elo? Kenapa elo yang harus duluan? Kenapa lo harus pergi sekarang?! Kenapa gue belom sempet minta maaf?!?!! Kenangan kita bareng selalu terlintas, setiap detik, di pikiran gue. Senyum elo, tawa lo, wajah cantik lo, cara elo bicara. Semuanya. Terbayang dan tergambar jelas di otak gue. Gue pe
Mint Chocolate Chips
57
ngen otak gue geser dikit aja ke pinggir. Biar gue bisa sedikiiiiiit aja, ngelupain rasa bersalah gue ini. Ngelupain semua ini. Tapi, nggak bisa. Dan nggak akan pernah bisa, Fin! Gue selalu ngerasa kalo lo masih ada di deket gue… Foto lo di kamar gue setiap pagi gue ajak ngobrol. Gue ceritain tentang hari gue yang nggak pernah – dan nggak akan pernah – menjadi lebih baik. Apalagi semenjak gue kehilangan elo. Gue udah masuk RSKO, rehab… Gue selalu ceritain semuanya ke foto lo… Kali-kali aja elo denger… Who knows? Gue juga makin seneng pake baju itemitem. Karena gue selalu ngerasa berkabung… Gue harap lo bisa maafin semua yang udah gue lakuin ke elo. Mungkin lo ntar udah masuk ruangan yang beda dari dunia gue, lewat sebuah pintu. Suatu saat nanti, kalo gue ketok pintu lo, mau bukain nggak? Bukannya apa-apa, gue bener-bener pengen minta maaf sama lo secara langsung, face-to-face nanti. Boleh? Your love, kindness, and understanding will always live in my deepest heart, hun. Your ‘Itto
Tito kemudian meletakkan surat itu di depan nisan bertuliskan nama Fina. Tito setiap hari mengenakan
58
Mint Chocolate Chips
pakaian serba hitamnya. Air mata Tito menetes di atas makam Fina saat Tito coba mengelus nisan bertuliskan nama cewek itu. “Fin, gue cabut dulu. Ati-ati ya. Jangan bosen liat muka gue kalo besok gue balik lagi. Anggep aja gue ngapel kayak dulu. Inget, gue cinta banget sama lo, Fin. O iya, sorry, sekarang nggak bisa ngasih goodnight kiss kayak dulu…” kata Tito yang kemudian berdiri meninggalkan makam Fina dengan airmata mengalir. Ia berjalan keluar kompleks pemakaman itu. Tanpa Tito ketahui, surat darinya untuk Fina terbang terbawa angin. Mungkin, menuju ruangan lain tempat Fina berada sekarang. Dan tanpa Tito ketahui juga, dari suatu tempat yang cukup jauh, seorang yang sejak tadi menyaksikannya berkata, “Gue udah maafin elo, To. Dan nanti, kalo udah waktunya elo ngetok pintu gue, gue akan bukain kok. Karena gue juga cinta banget sama lo, To…”
Mint Chocolate Chips
59
Tahun Berikutnya Jakarta, 17 April – tahun kedua SMA “Deeeeeek!!!” Suara itu terdengar begitu khas dan nyaring di telinga Acya. Itu adalah suara kakaknya yang kadang-kadang kelewat kencang kalau berbicara, Reno. “Kenapa sih??!” tanya Acya mencoba menandingi kencangnya suara kakaknya. “Telfon tuuuuhhhh!” teriak Reno. “Dari siapa??!!” balas Acya. “Yogaaaaa!!!” teriak Reno lagi. “Thanks,” ujar Acya ketika membuka pintu dan Reno sudah menyodorkan telepon wireless itu sebelum sempat diminta.
60
Mint Chocolate Chips
“Jangan lama-lama. Gue mau nelfon Shinta…” pinta Reno. “Iya!” jawab Acya dan kemudian menutup pintu. “Halo?” sapanya kepada Yoga. “HAIIII!!!! EHHH, GUE MAU NANYA PR MATEMATIK DONGGG!!” teriak Yoga. Dengan otomatis ta ngan Acya langsung menjauhkan gagang telepon itu dari telinga Acya. “Kurang nyaring,” komentar Acya. “HAHAHAHAHA!” Yoga tertawa renyah. “Kok ketawa sih?” tanya Acya bingung. “Kok jutek sih?” Yoga balas bertanya. “Kok nanya sih?” “Ya nanya aja. Kan aku kangen banget ama kamu…” ujar Yoga diikuti tawanya yang khas lagi. “Eh, eh, eh, lo lagi ngapain?” tanya Yoga. “Lagi nelfon,” jawab Acya dengan jujur dan polos. “Iya, gue tau. Maksud gue sebelomnya,” jelas Yoga. “Lagi nulis,” jawab Acya datar. “Nulis apa?” tanya Yoga. Sabar, Yoga! SABAR!!, batin Yoga. “Ada deh. Mau… tau… aja…” jawab Acya lagi tanpa nada. “Ya’elah!! Nulis apaan?! Kan, kan… Gitu banget sih…” komentar Yoga.
Mint Chocolate Chips
61
“Heh, katanya mau nanya matematik?” “Iyah… Gue mau nanya yang nomer lima a, b sama c, nomer tujuh, sama nomer dua belas. Soalnya itu tuh susah banget. Lo udah ngerjain belom? Udah kan? Pasti udah, Acya kan rajin banget…” puji Yoga setelah berbicara dengan cepatnya tanpa titik koma. “Terimakasiiih,” tanggap Acya. “Tapi masih rajinan gue…” tambah Yoga santai. “Yeee!! Norak lo!” Acya sewot. “Hehehe. Jangan marah dong, kan gue becanda. Please, jangan marah yah? Yah? Yah? Yah?” “Iya, iya, iya!” jawab Acya. “Masih sewot ya? Nggak niat bener maafinnya? Maafin dong, kan gue becanda. Galak amat sih? Kenapa? Lagi dapet yaaa?” ledek Yoga. “Ah, enggak! Apaan sih lo?!” kata Acya malu. SIALAN!!, batinnya. “Yah kan kata majalahnya adek sepupu gue, kalo mau, lagi atau abis dapet tuh cewek biasanya jadi bad mood, galak, emosional, ketus, jutek, terus…” Kalimat Yoga dipotong oleh Acya. “UDAH! UDAH! MENDINGAN SEKARANG GUE MULAI NGAJARIN LO AJA!” bentak Acya. Yoga tertawa nyaring. Selalu saja seperti ini setiap harinya. Yoga. Yoga adalah salah satu dari teman dekat Acya semenjak
62
Mint Chocolate Chips
kelas satu SMA. Enam teman dekat Acya itu memang nyentrik-nyentrik dan memiliki kelebihan maupun kekurangan masing-masing, begitu juga dengan Yoga. Si Yoga ini bisa dibilang teramat sangat mencintai diri sendiri. Kalau di jaman sekarang istilahnya narsis. Dia punya rasa percaya diri yang kelewat tinggi (kalau orang lain pede sejuta, kalau Yoga pede tujuh belas juta). Sama aja kayak kadar narsismenya yang kelewatan. Dia adalah Ketua OSIS. Orangnya bisa dibilang keren. Standar lah. Cowok favorit di Jakarta tuh modelan yang kayak gimana sih. Tinggi, ganteng, keren, karismatik, ramah, murah senyum, jago basket. Di sekolah bisa dibilang Si Yoga ini adalah salah satu manusia ternyentrik. Selain kepedean dan narsis (Yoga’s Favourite Quote: “Lebih baik kepedean daripada minder”), Yoga itu juga korban iklan banget. Dia hafal semua iklan yang lagi ngetren. Dan kalimat-kalimatnya sering dipraktekkan dalam kehidupan seharihari. Kayak waktu lagi pemilihan Ketua OSIS… “Saya, Krisna Daniswara, akan menyerahkan jabatan dan seluruh tanggung jawab saya kepada Ke tua OSIS terpilih… Adhyoga!” ujar Kak Krisna, siswa kelas tiga yang merupakan Ketua OSIS saat itu. Mendengar namanya disebut, Yoga langsung
Mint Chocolate Chips
63
memasang tampang sok kaget dan nganga’ nggak percaya. Hening. Padahal semua warga sekolah sudah ingin tertawa sekencang mungkin. Yoga persis… Spongebob Squarepants! Ganteng-ganteng gitu ter nyata gila juga…, batin anak-anak kelas satu. “Kakak… BECANDA KAN?!” ujar Yoga sambil menirukan sebuah iklan permen lolipop. Semua warga sekolah asli ketawa! Belum lagi waktu Yoga tiba-tiba datang ke kantin. Ia berhasil membuat tukang minuman di kantin tertawa terbahak-bahak nggak habis-habis. “Mas, Tehbotol satu dong…” pinta Acya. “Berapa?” “Seribu lima ratus,” jawab penjual minuman itu. “Hai, manisss…” sapa Yoga. “Elo nyapa siapa?” tanya Acya dengan polos me ngingat di sekelilingnya tidak ada siapapun selain di rinya, Yoga, dan tukang minuman. “Gue nyapa siapa? Jelas elo lah!” jawab Yoga. “Pikirlah pake otak…” usul Yoga sambil menunjuk pelipisnya. “Eh, beli apaan lo?” “Tehbotol,” jawab Acya. Tiba-tiba, nggak ada angin, nggak ada hujan, nggak ada badai, nggak ada banjir… “Lirikan matammuuuu….” Yoga menyanyikan sebuah jingle iklan. Acya udah bener-bener pengen
64
Mint Chocolate Chips
ketawa, tapi ditahan. Waktu Yoga melihat minuman yang akan Acya bayar, dia langsung bilang gini, “Mana mannnnntap???” tanya Yoga waktu Acya baru akan merogoh sakunya. Acya langsung sete ngah bingung, tapi pengen ketawa juga. Si penjual minuman mengambilkan sebotol minuman soda dan meletakkannya persis di depan Acya. “Mantap pilihannya… Begitupun aku…” lanjut Yoga sambil liriklirik ke Acya. “Seribu tigaratus, bunga kuberiiiiii…” Baru Yoga beraksi, dia sudah mulai kebingungan mencari bunga. Anak-anak yang menonton masih terdiam melihat aksi cowok gokil itu. “Lhoooo… Mana bunganya…???” tanya Yoga. Anak-anak langsung ketawa semua. “Tenang… tenang… Belom selesai…” ujar Yoga. “Seribu tigaratus?? Pasti kubayar…” lanjut Yoga disambung dengan bertepuk tangan sendiri dan memberikan selembar limaribuan. Dasarrrr!!! Ada satu kisah lagi. Waktu itu Yoga akan memesan susu cokelat dingin di kantin. Pemilik kios itu memang orang Sunda. Jadi, logat Sundanya kental sekali. Panggilannya si Akang. Yah, namanya juga orang Sunda. Si Akang sedang mengaduk susu cokelat di ngin pesanan dengan sendok saat Yoga menghampirinya. “Kang, itu apaan?” tanya Yoga sok bego sambil menunjuk ke arah gelas tadi.
Mint Chocolate Chips
65
“Ini teh susu,” jawab si Akang. “Mana tehnya?” tanya Yoga lagi dengan nada kekanak-kanakan. Terang aja si Akang bingung. “Kamu mau pesen susu juga?” tawar si Akang. “Mau, tapi nggak pake teh!” jawab Yoga, masih dengan nada yang tadi. Si Akang jadi ketawa. Kesimpulannya, yang namanya Yoga memang eksentrik. Yoga memang terkadang terlihat terlalu ceria dan hiperaktif, tapi Yoga masih punya kepribadian lain yang disembunyikan. Dan Acya benar-benar ingin tahu sisi diri Yoga yang satu itu. Orangtua Yoga sudah bercerai sejak ia kecil. Waktu SMP, ibunya pindah ke Inggris karena ditugaskan mengajar di sebuah universitas. Ayahnya sudah tidak pernah mengunjungi Yoga sejak Yoga masih sangat kecil. Hal itu membuat Yoga sensitif dan emosional, walaupun sebenarnya ia ingin menyembunyikan semua itu. Yoga gampang marah, tapi ia selalu berhasil menahan amarahnya di dalam hati. Yoga benarbenar nggak mau menjadi seperti ayahnya yang tidak bertanggung jawab, maupun ibunya yang workaholic, sampai meninggalkan anaknya segala demi suatu pekerjaan. Yoga tau, tempat ibunya bekerja adalah sebuah “UK”, tapi nggak harus sampai meninggalkan anak satu-satunya kan? Yoga selalu tampil ceria di sekolah, tapi Acya tetap melihat kemurungan Yoga
66
Mint Chocolate Chips
yang kadang tertutup oleh tawa renyahnya, dan senyum ramahnya. Hampir setiap malam Yoga selalu menghubungi Acya, apalagi kalau ada PR. Yoga kadang-kadang emang agak telat mikirnya. Acya mengetahui hal itu karena setiap selesai dijelaskan, Yoga pasti bilang: “Ooh, gitu doang?! Gampang amat! Gitu sih gue juga udah bisa dari tadi!” Sementara Acya sendiri, punya hidup yang bisa dibilang cukup terbalik dari kehidupan Yoga. Acya itu orangnya terbuka dan gampang beradaptasi dengan teman baru. Keluarganya juga sempurna-sempurna aja. Serese-resenya Reno, tetap aja baik. Orangtua Acya juga akur walaupun selisih paham kadangkadang ada. Acya punya lima teman dekat di sekolah selain Yoga. Yaitu Reva –a tempramental girl, Kiffi –the good-looking racer, Eci –the easygoing and full of happiness girl, Tama –a fat-kung-fu-boy-wannabe, dan Daina –the prettiest, loveliest and girlish one. Semuanya nyentrik. Semuanya punya kelebihan tapi punya kekurangan juga. Semua juga punya kisah tersendiri, tapi Acya siap menerima mereka semua (and of course Yoga too) apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka.
Mint Chocolate Chips
67
“Halo, bisa bicara dengan Yoga?” ujar Acya. “Dari mana ini?” tanya seseorang di seberang sana. “Acya,” jawab Acya singkat. “Ooh, Non Acya. Sebentar ya, Non,” ujarnya. “Iya,” kata Acya lagi. “Mas… Ada telfun dari Non Acya!” “Assalamu’alaikum, Ibu…” sapa Yoga. “Wa’alaikumsalam, Bapak…” jawab Acya. “Kenapa?” tanya Yoga. “Nggak. Pengen ngobrol aja. Eh, tadi elo liat TB (baca: Tebe) nembak Risya nggak?” tanya Acya. “Tentu liat! Kan TB gue yang ngajarin tuh bisa seromantis itu,” kata Yoga pamer. “Bohong,” ujar Acya pelan. Nggak mungkin lah! “Dih! Nggak percaya dibilangin ama yang kerenan! TB tuh manusia dugem, nggak bakalan bisa ngelakuin hal yang sweet kayak gitu kalo nggak ada yang ngajarin. Kalo gue, itu baru mungkin!” balas Yoga. “Beggh! Sweet?! Mimpi aja kali lo…” ledek Acya. “Tuh kan?! Ah, norak lo!” timpal Yoga bete. “Ya maap deh. Eh, gue lagi nginget-nginget jamannya kita kelas satu awal-awal nih. Gue inget waktu elo gebuk-gebukan ama Reva. Itu kenapa sih? Gue lupa deh,” kata Acya. “Itu gara-garanya kan gue lagi ngobrol-ngobrol sama lo soal masalah kenapa elo nggak suka makan
68
Mint Chocolate Chips
pake sambel. Terus kan Si Reva nanya kita lagi ngomongin apaan. Abis itu pas elo ceritain, Si Reva nggak percaya. Katanya gue gila lah, nggak mungkin bisa sedetil itu. Katanya soal gue juara debat jaman SMP boongan lah, soalnya nggak mungkin, dari tampang gue aja udah nggak ada tampang anak masa depan cerah, katanya. Abis itu ya gue marah dong. Gue bilang, pinter tuh kan nggak dari tampangnya. Ya abis itu gue gebuk-gebukan sama dia. Tapi Reva curang tuh, masa’ waktu dia udah hampir gue banting malah lari ke kamar mandi cewek. Mana berani gue masuk situ?” ujar Yoga. Acya ngakak. “Yeee, ini anak malah ketawa. Elo sarap, sedeng, apa sinting sih?” tanya Yoga. “Ah, enggak, enggak. Lucu aja ngingetnya. Hahahahaha!” Acya kembali tertawa. “Oh yah, gimana elo sama Tama, udah baikan?” tanya Acya. “Nggak akan! Si Tama tuh brengseeeek!!!! Kenapa sih dia mesti ngeledek-ngeledek keluarga gue?! Gue kirain dia itu temen gue, taunya enggak! Sialan, tuh orang!” teriak Yoga. Yoga diam. Kemudian ia menyanyikan lagu Simple Plan favoritnya, “So thank you for showing me that best friends cannot be trusted. And thank you for lying to me. Your friendship. The good times we had. You can have them back…6” “Yo, udah. Jangan ngomong sampe kayak gitu dong,” pinta Acya.
Mint Chocolate Chips
69
“Sorry, sorry. Abis gue nggak terima digituin sama dia. Ngapain sih dia pake bawa-bawa nama bokap gue segala! Tau gitu dari jaman-jaman dulu nggak gue ceritain deh tentang hidup gue kalo tau kayak gini jadinya!” bentak Yoga lagi. “Eh, udah dulu ya. Si Reno mau make telfonnya nih. Jangan lupa lho nanti sebelom tidur baca doa mau tidur, terus Al-Fatihah, Ayat Qursi-nya jangan lupa, abis itu surat Al…” Kalimat Acya keburu dipotong Yoga. “Siap, Ibu Haji!” “Ih, elo tuh. Dikasih tauin yang bener, juga!” kata Acya sebal. “Iya, iya. Maaf deh. Nanti tidurnya jangan malemmalem yah. Terus, besok semoga bangunnya pagi ya. Mau dijemput nggak nih?” tanya Yoga menawarkan jasa antar-jemput. “Nggak usah, makasih. Besok gue bareng sama kakak gue. Ya udah deh. Ngantuk nih. Yah? Daaah…” ujar Acya. “Dadah,” jawab Yoga. Tut! Bunyi telepon ditutup. “CYA!!!” teriak suara nyaring itu. Reno. “Ih, kebiasaan banget sih tuh anak… Teriak nggak kirakira…” gumam Acya. “YAAA???” teriak Acya. Ia membalas teriakan kakaknya. “Udah selesai belom nelfonnya?” tanya Reno.
70
Mint Chocolate Chips
“Udah!” jawab Acya. Acya berjalan menuju kamarnya. Ia mengambil buku jurnalnya dan seperti biasanya, ia mencatat kejadian-kejadian penting hari ini. Tadi siang TB nembak Risya. Gila banget, udah kayak acara Katakan Cinta. Jadi, pas abis Jumatan, TB ke lapangan basket bawa-bawa teddy bear yang dikelilingin mawar merah sekardus. Abis itu dia minta Risya buat ke tengah lapangan terus dia ngasih satu mawar ke Risya dan nembak Risya saat itu juga. Risyanya juga nerima, lagi! Aduh, asik banget ya jadi Risya. Sweet banget sih TB. Yah, biarpun gue nggak suka ama TB, tapi gue juga pengen digituin ama siapa kek gitu yang keren. Hehehe. Ulangan Biologi sucks! Susah banget! Gimana mau masuk IPA nih? Gila banget! Susah! Tadi sih anak-anak lumayan banyak yang nyontek gara-gara Pak Dedi bukannya ngawas malah tidur. Gue ngantuk berat. Bete. Capek. Tadi abis nelfon Yoga tapi Si Reno tuh maksa-maksa pengen minjem telfon buat nelfon Mbak Shinta. Huuuu… Dasar! Kadang jomblo enak, kadang jomblo nggak enak. Tapi sekarang, gue lagi pengen punya pacar nih. Bete! Mumpung baru kelas dua! Kalo kelas tiga baru punya cowok mah… repot! Acya menutup jurnalnya dan mematikan lampu kamarnya. Good night, Yoga.
Mint Chocolate Chips
71
Ponsel Acya bergetar, menandakan adanya SMS yang masuk. Dari Dion, salah seorang temannya yang merupakan salah satu anggota tim inti basket. Gimana nggak inti? Tingginya menjulang udah kayak pemain basket beneran! Pokoknya gede banget deh orangnya. Tapi, nggak kurus juga. Walaupun nggak gendut-gendut amat. Acya membuka pesan pendek itu. Isinya, “Gue boleh jadi sahabat lo enggak?” Acya mereply SMS itu dengan, “Boleh aja,” Hitung-hitung menambah teman, pikir Acya. Setelah SMS dari Acya itu terkirim, ponsel Acya kembali bergetar. Dari Dion lagi. Isinya, “Gue boleh curhat enggak?” Acya kembali membalas dengan kata-kata yang sama, “Boleh aja,” Acya mengklik ‘send’. Kemudian, ponsel Acya kembali bergetar, “Gue lagi suka sama cewek. Suka…banget! Tapi gue takut dia benci gue. Menurut lo, gimana?” Acya membalas pesan itu, kali ini dengan jawaban yang lebih panjang, sedikit. “Katakan cinta, dong! PD aja lagi!” Pesan telah terkirim. Kemudian ada SMS masuk lagi. Wah, cowok ini memang SMS-mania, balasnya cepat banget!, pikir Acya. Acya membuka pesan pendek itu, “Kalo cewek itu elo, lo mau nggak?” Acya berpikir. Ia
Mint Chocolate Chips
72
mengambil secarik kertas dari buku hariannya, kemudian menulis. 7 HAL YANG ENGGAK GUE SUKA DARI DION (baca: 7 Things I Hate About You) 7 –Sumpah bodinya gede banget. Bukannya gue nge hina tapi gue ngeri aja. Dia tuh tinggi banget. Nyai ngin Shaquille O’Neal! Tapi nggak kalah sama Bajuri juga! Aduh… 6 – Pengecut banget. Nembak aja di SMS. Di sekolah aja dia tuh nggak berani ngajak gue ngobrol. 5 – Rambutnya nggak jelas. Modelnya kayak shaggy gitu tapi kayak ngeblow ke dalem. Pokoknya ng gak meaning deh! Masa cowok rambutnya diblow? YANG BENER AJA! 4 – Boros! Tajir sih tajir tapi nggak usah ditampangtampangin dong! 3 – Sepatunya aneh banget. Kayaknya nggak asik aja jalan sama cowok yang sepatunya model ikan paus gitu. 2 – Sok. Gayanya sok ngikutin Eminem banget. Baru hafal lagu How Come aja udah ngesok banget. Emangnya dia sekeren Eminem? 1 – Suka ngatain gue ‘Asia! Asia!’. Nama bagus-ba gus dikasih ortu gue kok diubah-ubah? Pake nama benua, lagi!
Mint Chocolate Chips
73
“Jadi kesimpulannya,” Acya berbicara sendiri. Dia memilih ‘reply’. Dia menekan tombol tiga, dua kali. Enam, dua kali. Empat, cukup sekali. Kemudian, empat sekali lagi. Dua juga hanya sekali. Dan lima sebanyak dua kali7. Dia memilih ‘send’. Acya berpikir, mungkin jawabannya terlalu sadis. Tapi tidak apaapalah, batinnya. Gue kan udah bikin…”7 Things I Hate About You”!
Jakarta, 18 April – tahun kedua SMA Saat istirahat. Acya berjalan ke kantin. Sendirian. Teman-teman ceweknya sudah ke kantin duluan. Kela paran. Sedangkan Acya, dia masih menyelesaikan tugas Biologi yang diberikan oleh gurunya tadi pagi. Lebih baik mengerjakan sekarang, bagi Acya. Daripada nanti di rumah, nambahin kerjaan aja! Hehehe… Acya melihat Daina, Yoga, Reva, Eci, Tama, dan Kiffi sedang duduk di beberapa kursi yang mengelilingi sebuah meja di kantin. “Hai, Acya!” Daina menyapanya. “Gosip, yuk!” kata Eci. “Yuk ya’, yuuuuk…” kata Daina sambil menirukan quote dari sebuah infotainment. “Ngapain sih gosip-gosip melulu? Emangnya gosip itu penting ya buat cewek?” tanya Yoga.
74
Mint Chocolate Chips
“PENTING BANGET!” jawab Eci. Cowok-cowok sudah akan beranjak. “Duh. Mendingan gue main bola di lapangan daripada ngedengerin lo ngomongin orang,” ujar Yoga cuek. “Emangnya mau ngegosipin apaan, sih?” tanya Reva. “Ini tentang… Hmmm… Acya!” ujar Eci. Yoga yang tadi sudah berdiri akan meninggalkan kantin, duduk lagi di bangkunya. “Acya kenapa?” kata Yoga dengan antusias. “Ngapain lo balik lagi ke sini? Katanya mau main bola…” kata Eci. “Nggak semua yang lo denger itu bener…” Yoga ngeles sambil (lagi-lagi) menirukan sebuah iklan. “Lagian, kan perilaku gue teramat sangat mendukung slogan gue,” “Emang apaan motto lo?” tanya Reva. “ACYA? GUE BANGET!” jawab Yoga nyebelin. “Halah-halaaaah... aneh-aneh aja ini manusia. Eh, Ci, lanjutin dong! Gosipnya apaan sih?” tanya Daina penasaran. “Dion nangis tau! Lo abis nolak dia kan, Cya?” ujar Eci setengah yakin. “HAH? TEGA BENER LO?! KAN KESIAN!” teriak Tama tanpa mengontrol suara kencengnya.
Mint Chocolate Chips
75
“Ngomongnya enggak kurang pelan, Tam?” Kiffi mengingatkan sambil nyindir. “Ya sorry... Ya maap…” jawab Tama sambil memasukkan snack ke dalam mulutnya (di bungkus snack yang ia pegang terdapat tulisan “Special Extra 25%, Jumbo Pack”. –Gede banget maksudnya!) “Tadi malem gue lagi bete banget. Dia ngesms, abis Yoga nelfon,” jelas Acya. Tapi terpotong kalimat… “Ooh... jadi gitu? Jadi tiap malem si Yoga nelfon lo?” tanya Daina sambil agak nyindir. “Penting ya?” Reva menambahkan. Ia melirik ngeledek ke arah Yoga yang udah melototin dulu an.“PENTING BANGET!” ujar Yoga spontan membela diri. “Eh, lanjutin dong! Jangan dipotong-potong gitu!” pinta Eci sambil tidak sengaja mengalihkan pembicaraan. “Terus, ngajak sahabatan gitu. Abis itu, dia bilang dia mau curhat. Dia bilang dia suka cewek. Terus, dia bilang, ‘Kalo cewek itu elo, gimana? Lo mau nggak?” Ya, enggak lah! Siapa juga yang mau sama cowok segede gitu! Bukannya gue ngehina ya! Tapi… Gue ngeri aja deh sama dia. Gue semungil sekecil begini dibandingin sama bodinya mah kalah bodi banget! Ya udah, gue bales aja, ‘Enggak’. Lagian, cowok apaan
76
Mint Chocolate Chips
coba nembak pake SMS? Kalo nelfon, sih, masih lumayan. Biarpun enggak gentle juga. Seenggaknya, dia ngucapin lisan walaupun perantara kawat. Kalo SMS, itu mah tulisan,” Acya memberikan testimonialnya mengenai Dion panjang lebar. “Iya! Gue setuju! Dia tuh berarti pengecut banget dong! Masa kayak gitu! Cinta ditolak bukannya berusaha, malah nangis! Woooo…payah!” kata Reva berapi-api. “Yah, Dion memang cowok pengecut ya! Setuju enggak?” tanya Eci. “Setuju!” teriak Daina sendirian dengan kencangnya. Mukanya langsung semerah udang rebus. Malu. Yang lain malah menahan tawa. Kemudian Eci menyahut, “Eh, nggak gitu juga lagi... Waktu itu Tito nembak gue lewat e-mail... kan bukan berarti dia pengecut,” “Ya... ya... ya... Tito lagi... Makan aja tuh si Tito sekalian! Tiap hari lo ngomongin Tito melulu. Nggak ada kerjaan lain, apa?! Dia udah bikin hidup Fina berubah! Dia yang bikin umur Fina nggak panjang! Lo mesti nerima kenyataan itu!” Reva males mendengar kalimat Eci tadi. Eci menunduk mendengarnya. Ia sadar bahwa ia harus menerima kenyataan pahit itu. Meskipun ia sangat mencintai Tito… Tapi, kalau jadi pacar… Ah…
Mint Chocolate Chips
77
Tapi Eci tidak mau dikalahkan begitu saja oleh argumen Reva. Kemudian ia menyahut, “Iya deh. Selalu gue yang salah. Kalo gue cinta sama dia, itu kan bukan salah gue. Dan Fina meninggal, nggak semuanya salah Tito. Emang udah takdirnya dia begitu. Tito kan cuman jadi perantara doang,” Eci membela mantan pacarnya habis-habisan, walaupun ia teramat sangat tau bahwa Tito salah. Sangat salah. “Heh, belom tentu! Kalo Tito nggak nularin AIDS ke Fina, kalo Tito nggak nyuruh Fina ngobat, mungkin Fina masih ada di deket gue sekarang! Pikir dong, pake otak! Jangan seenaknya ngebela orang! Jangan subyektif, tau nggak?!” bentak Reva. “Udah, udah, Rev, Ci,” sela Daina, mencegah terjadinya perang dunia kelima belas. “Acya mau bakso kuah enggak? Kalo mau sekalian gue pesenin, Say,” ujar Yoga sambil “mencoba” mencerahkan dan menceriakan suasana. Biarpun mungkin akan gagal, Yoga tidak menyerah. Ia kan punya pede tujuhbelas juta. Wajar kalau Yoga pantang mundur. “Ada apaan lo manggil gue sayang-sayang segala?!” Acya agak tersinggung karena malu. Apalagi the gank menatapnya dengan tatapan antara ingin mengucapkan “what-is-this”, “oh-so-sweet” dan “yucks”. “Ya udah. Nyet, lo mau makan apa? Gue beliin.
78
Mint Chocolate Chips
Bakso ya? Ya? Ya? Ya? Ya?” Yoga memang memiliki kebiasaan mengulang kata terakhir dalam kalimat yang ia ucapkan, sebagai bentuk halus dari paksaan. “NYET?!” bentak Acya lebih tersinggung lagi. “Lo tuh gimana sih?! Gue panggil sayang nggak mau, gue panggil monyet nggak mau juga. Plin-plan, nggak punya pendirian, nggak prinsipil, aneh, judes, jahaaaaaaaaaat!” kata Yoga. “Panggil gue Acya aja kenapa sih?” Acya memohon. “YA UDAH! CYA, LO MAU GUE PESENIN BAKSO NGGAK?!!!” bentak Yoga. “Mau. Tapi… jangan…” kata Acya setengah-sete ngah karena kemudian Yoga memotong pembicaraannya. “Tapi, jangan pake sambel soalnya nanti penyakit maag lo kambuh kan’? Siap, boss!” kata Yoga dengan sikap hormat bendera diikuti langkahnya menuju stand bakso kuah di kantin. Beberapa menit kemudian, Yoga kembali dengan membawa dua buah mangkok berisi bakso kuah, berikut pangsitnya serta sendok dan garpunya. “Yo, kok gue enggak dibeliin sekalian, sih? Acya doang nih… Duh, sentimen amat sih lo ama kitakita…” ujar Daina, dengan suara ngeledek.
Mint Chocolate Chips
79
“Yoga mah begitu! Dia kan’ cinta mati sama Acya! Ya nggak sih?” tambah Eci usil. Yoga duduk di sebelah Acya. “Cinta mana ada yang mati? Lagian, emangnya kalo gue suka sama Acya kenapa? Nggak suka? Nggak boleh? Nggak seneng? Nggak rela? Ngiri? YA UDAH!” ujar Yoga diikuti ketenangan sikapnya. “Ya sorry deh. Gitu aja ngambek. Aduuuuuh, Ade’ Yoga ngambek nih… Yah, ngambek deh. Tuh kan, manyun. Aduh, nggak ada balon sama permen lagi. Aduh, gimana dong?” ujar Reva dengan nada meledek. Yoga sudah mulai bete. Sangat-sangat bete. Dia paling sebal kalau diperlakukan seperti itu. Kenapa sih semua orang menganggap dia kayak anak kecil? Kenapa semua orang menganggapnya kekanakkanakan? Apa hal yang menyebabkan ia diperlakukan dengan “tidak adil” seperti itu? Apa yang salah dengan sikapnya? Padahal, ia sudah cukup dewasa dalam mengambil keputusan, usianya pun juga sudah remaja. Apa jabatan KETUA OSIS belum cukup untuk membuktikan rasa tanggung jawabnya yang besar? “Kenapa sih, elo semua tuh nganggep gue anakanak?! Terutama elo, Rev! Lo semua udah mulai ka yak nyokap gue tau nggak?!” Yoga membentak Reva dengan berapi-api. Ia selalu merasa dilecehkan oleh
80
Mint Chocolate Chips
gadis itu. Emangnya lo doang yang bisa jahat? “YA MAAP DEH!” Reva kurang ikhlas. “Orang tuh kalo ngomong pasti pake hati atau pake otak, tau nggak?! Tapi gue rasa elo nggak punya dua-duanya deh!” bentak Yoga. “Jadi kalo lo dianggep anak kecil terus, itu salah gue? Salah temen-temen gue?” tanya Reva sambil menirukan dialog dari sebuah film. “IYA! SALAH LO! Apa sih yang bikin elo nganggep gue anak kecil? Apa yang salah sama gue? Gue nggak pernah mikir pendek kalo ngambil keputusan! Kalo gue itu childish, kenapa anak-anak milih gue jadi ketua OSIS?! Kenapa sih elo selalu ngelecehin gue? Nyela gue? Lo kira cuman elo yang bisa jahat sama orang? Gue juga bisa kalo gue mau! Tapi elo tuh temen gue! Gue punya otak! Gue juga punya hati! Gue tau lo punya perasaan! Apalagi lo cewek! Gue tau cewek itu beda karakternya sama cowok! Gue tau kalo cewek itu sensitif! Gue mikirin akibatnya kalo gue ngeledek elo sembarangan! Elo tuh yang kayak anak kecil, nggak tau aturan, sok dewasa, tau nggak?! Punya etika nggak sih lo? Kenapa elo seenaknya ngejudge seseorang kayak anak kecil? Lo kira lo udah cukup dewasa, apa? Gue tau gue punya kekurangan, elo juga punya. Semuanya punya. Tapi gue kan nggak pernah ngeledekin elo. Mau elo tomboy kek, ka
Mint Chocolate Chips
81
yak cowok kek, apa pernah gue bilang lo lesbian? Apa pernah gue bilang elo cowok? Pernah nggak?! Kayak elo yang paling bener aja! Sekarang gue yang mesti ngomong, PIKIR DONG PAKE OTAK!” Yoga terus membentak Reva non-stop tanpa titik koma. Kali ini ia benar-benar marah. Kemudian ia memelankan sua ranya, “Pikir pake otak, jangan pake dengkul!” “Yo… ya sorry…” ucap Reva dengan sangat pe lan. Baru pertama kali ini ia melihat Yoga marah se perti itu. “Lain kali, kalo mau ngomong, dipikir dulu! Punya otak tuh dipake buat mikir! Mikir jangan pake dengkul!!!!” bentak Yoga lagi. Acya dan teman-temannya tidak sanggup berkata-kata ketika mendengarnya. Kecuali Kiffi yang langsung berusaha menghentikan kericuhan, keributan dan pertengkaran yang barusan saja terjadi antara Yoga dan Reva. “Eh, ngomong-ngomong Yo, gimane? Elu kok belom dibeliin handphone juga sih? Notebook aja dikasih. Udah deh... jual aja tuh notebook. Lumayan, sekalian beliin gue hape baru,” usul Kiffi. “Nggak disetujuin tapi tetep aja, notebook itu penting buat gue. Karena gue mau…” Yoga tidak meneruskan perkataannya. Mimik wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir keras. Acya menyandarkan kepalanya di bahu Yoga. Iseng aja, siapa tau
82
Mint Chocolate Chips
Yoga bereaksi. “Karena lo mau ngapain?” tanya Kiffi penasaran. “Emmm… Ah, enggak. Nggak kenapa-napa, kok. Gue becanda,” jawab Yoga sedikit ragu. “Lo kenapa sih?” tanya Acya dengan nada lumayan khawatir. “Enggak apa-apa kok. Gue cuma bingung. Yah, bisa dibilang bimbang lah! Tapi, gue cuma becanda kok soal yang tadi. Nggak kenapa-napa? Gue kan iseng... iya nggak? Iyain aja deh,” tanya Yoga tanpa meminta jawaban. “Beggh, lagu luu! Bimbang? Bimbang kenapa? Pertama kali aku tergugah, dalam setiap kata yang kau ucap…” tanya Reva sambil kemudian menyanyikan sepotong bait lagu Bimbang milik Melly Goeslaw. “Heh, nggak usah ngajak gue ribut lagi, deh! Emang ada yang belom bisa gue ceritain sih. Tapi nggak pen ting kok. Ngapain dipikirin!? Gue aja cool-cool aja tuh. Duh, gimana ya? Yoga Si Gantenk emang cool sih orangnya! Lagian, itu handphone kagak dibeli-beliin ke gue gara-gara nyokap gue tuh nganggep gue anak kecil terus kali... kayak lagunya Simple Plan lah. I’m just a kid and life is a nightmare!” Yoga menyanyikan lagu favoritnya. Acya juga sangat menyukai lagu itu. Salah satu dari banyak kesamaan mereka. “Eh... balik ke kelas yuk. Gile, udah jam segini...
Mint Chocolate Chips
83
let’s kita cabut,” ajak Acya. Yoga, Acya, dan temanteman mereka yang lain beranjak dari meja di kantin itu. Mereka menuju ke kelas karena waktu istirahat hampir habis. Benar saja, lima menit kemudian, bel masuk berbunyi. Sesampainya di kelas, Acya masih penasaran tentang yang dikatakan Yoga di kantin istirahat tadi. “Yo, lo tuh kenapa, sih? Kok kayaknya lagi bete apa uring-uringan... Lagi ada masalah ya?” “Enggak. Nggak ada apa-apa kok. Lo nggak usah mikirin gue. Mikirin diri lo sendiri jauh lebih penting daripada mikirin orang kayak gue,” kata Yoga. “Hey… Elo kenapa sih? Kok lo berubah jadi gini? Lo jangan ngomong kayak gitu, dong,” Acya khawatir dan cemas mengenai Yoga. Tapi, biar bagaimanapun juga, Yoga tetap tertutup. Walaupun setiap hari Acya disebut ‘sayang’ oleh Yoga, setiap malam Acya ditelepon Yoga, atau Yoga sengaja memilih untuk duduk di sebelah Acya, tapi tetap saja. Yoga tetap tidak mau berterus terang kepada Acya. “Weeeiy... yang tadi itu... gue cuman becanda kali,” ujar Yoga lagi. “Tapi bo’ong! Ditambahin itu maksud lo? Kenapa sih lo nggak mau cerita sama gue?” tanya Acya. “Udahlah! Nggak usah dipikirin!”
84
Mint Chocolate Chips
Yoga men-dribble bola basket di tengah lapangan, sendirian. Dilihat dari seluruh gerak gerik dan raut wajahnya, agaknya Yoga sedang menikmati dunianya sendiri. Menikmati kesendiriannya. Seperti cuma ada dia di dunia ini. Yoga tidak mengindahkan siapapun. Tidak terkecuali Acya. Tama duduk di pinggir lapangan, tetap asyik me ngunyah snack favoritnya seperti biasa. Sementara Kiffi, lagi tebar pesona di antara cewek-cewek kelas satu. Yoga memasang tampang jutek, dahsyat, dan lumayan ‘sadis’. Nggak seperti biasanya. Biasanya kan pandangannya super ramah, hangatnya nggak ada yang nandingin. Tapi sekarang… Ia men-dribble layaknya orang lagi marah-marah. Biasanya kan dia main basket dengan raut wajah gembira, sambil menyanyikan lagu-lagu kesukaannya malah. Waktu dia habis berkelahi dengan Tama saja, Yoga masih pa sang muka happy. Reva lagi ke kantin bareng Daina. Sementara Eci nemenin Acya duduk di samping lapangan basket. Rangga tiba-tiba aja nongol, kemungkinan besar ingin mengajak Yoga “duel” di lapangan. Tapi Yoga tetap cuek, seolah tidak ada seorangpun di sekolah itu. Acya aja nggak dianggep, apalagi Rangga. Rang-
Mint Chocolate Chips
85
ga menghampiri Yoga yang sedang berada di area three point. Yoga memang nggak pernah nggak ngeshoot di area three point kalo lagi main basket sen dirian. Rangga berusaha merebut bola dari tangan Yoga. Yoga berputar dan berlari ke dekat ring dan berusaha memasukkan bola ke dalam ring. Masuk! Rangga makin bete, padahal barusan dia bermaksud tepe (TE-bar PE-sona). Dia kembali berusaha merebut bola dari Yoga di area three point, namun, dengan mudahnya Yoga malah berusaha mencetak angka lagi dari sana dan… masuk! Rangga kesal dan menghalangi jalan Yoga. “Apa-apaan sih lo!?” tanya Yoga sambil tetap mendribble bola di tangannya. Rangga diam. “Gue tanya, ada apa lo ke sini?” tanya Yoga lagi. Rangga tetap setia dengan kebisuan sesaatnya. Ia malah berusaha merebut bola dari tangan Yoga, tetapi tidak berhasil. “Mau maen?... ngomong!” kata Yoga. Rangga masih tetap diam, berusaha untuk tetap cool. “Kalo nggak mau ya udah,” ujar Yoga enteng dan melempar bola ke ring –tetap di area three point– dan meninggalkan lapangan dengan santainya. Ia malas bersusah-susah melihat ke ring untuk melihat apakah bolanya masuk atau tidak. Jelas saja…masuk! Dan bola itu mental ke mana-mana. Rangga memunculkan ekspresi kagum dan menyerah melihatnya.
86
Mint Chocolate Chips
Yoga mengambil tas selempangnya tanpa mengindahkan Acya. Ia cuek saja. Padahal biasanya, Yoga selalu memaksa untuk mengantar Acya pulang. Eci juga dicuekin aja. Tama lagi... mereka lagi berantem, Tama juga nggak akan berharap disapa Yoga. Acya beranjak dari tempat duduknya. Diikuti Eci yang sudah tau apa yang akan dilakukan Acya. Acya berlari menghampiri Yoga yang berada kira-kira lima meter di depannya, Eci tidak merubah kecepatan jalannya. Ia tidak mau ikut campur masalah Yoga dan Acya. Acya menarik tangan Yoga, dan Yoga berhenti. Tapi ia tetap diam, tidak mau menoleh ke arah Acya. Acya menatap Yoga dengan khawatir. “Lo kenapa sih?” tanya Acya serius sambil terus memegang le ngan Yoga. Oh, shoot, I hate this situation!, gumamnya dalam hati. “Gue nggak kenapa-napa,” jawab Yoga, tatapannya pada cornblock masih sangat dingin. Dingin, berbeda, murung. Acya sudah mengetahui kemurungan Yoga yang selalu disembunyikannya dibalik topeng keceriaan dan kehebohan cowok itu. Namun, hari ini, seolah-olah topengnya hilang. Entah kenapa. “Jangan boong. Gue tau lo lagi punya masalah,” kata Acya tulus. Ia tetap menatap Yoga dengan serius, dan tidak akan mengalihkan pandangannya. Yoga menengok ke arah Acya dan tatapan dua insan itu
Mint Chocolate Chips
87
bertemu. Tapi kali ini tatapan Yoga berbeda dari yang biasanya, tatapannya tajam, dan Acya tidak ingin melihatnya. Sakit… “Gue nggak kenapa-napa, Cya! Lo bisa diem nggak sih? Kan udah gue bilang gue nggak kenapanapa!” Yoga makin bete, tapi sebenarnya ia menyesal setengah membentak Acya seperti itu. “Lo nggak pernah kayak gini... pasti lo lagi marah sama seseorang. Lo marah sama gue ya? Salah gue apa sih sama lo sampe lo kayak gini? tanya Acya lagi. Kemudian ia menatap ke bawah, ingin rasanya ia menangis. Yoga, you’re so mean! Elo jahat banget! “Enggak! Gue tuh nggak kenapa-napa. Kenapa sih lo maksa banget? Udah gue bilang gue nggak apaapa! Apa gue nggak boleh maen basket sendirian, apa gue nggak boleh jadi pendiem sekali-sekali!? Kenapa sih lo mesti kayak gitu! Gue aja biasa-biasa aja!” Yoga sekarang menatap lurus. Ia sama sekali tidak menyentuh tangan Acya yang sejak tadi kuat menggenggam lengannya. “Trus kenapa dari tadi lo uring-uringan?” tanya Acya kemudian. “Gue nggak bisa cerita sekarang... tapi, asal lo tau ya, Cya, apapun yang bakalan gue lakuin, gue pengen elo tau kalo gue...” kata Yoga yang kemudian kembali menatap cewek di sampingnya yang masih
88
Mint Chocolate Chips
menggenggam pergelangan tangannya. “Emmm… Maaf kalo gue ngomong kayak gini. Mungkin kecepetan gue ngomongnya. Tapi, gue sayang sama lo. Gue cuma pengen elo tau…” Acya nyaris kaku mendengarnya. Ia perlahan meregangkan genggamannya dari pergelangan tangan Yoga. Yoga melihat ke dalam mata gadis di sebelahnya. Sedalam mungkin. Ada kekhawatiran yang mendalam. Yoga menginginkan kekhawatiran itu hanya untuknya. Apakah iya? Apakah mata itu ditujukan kepadanya? Girl, I really want to see those eyes, I really want to kiss that lips, I really want to hold you, I really want to love you. But, I’m scared I will lose and hurt you if I do that. Sorry… So sorry…Sorry if I have to leave you now. Yoga kembali menunduk. “Sorry banget tapi gue bener-bener nggak bisa ngomong apapun. Gue nggak tau apa yang mesti gue jelasin! Gue nggak kenapa-napa!” ucap Yoga yang kemudian berjalan meninggalkan Acya.
“Halo, Yo?” ujar Acya begitu mendengar suara khas Yoga lewat telepon. Namun, kali ini suaranya nggak seceria biasanya. Murung.
Mint Chocolate Chips
89
“Kenapa?” tanya Yoga dengan suaranya yang kelihatannya lebih berat daripada kemarin, maupun tadi siang. “Nggak. Gue kangen aja sama lo,” kata Acya de ngan tulus dan jujur. Ia sangat rindu akan Yoga yang dulu, yang selalu ceria, yang sering tertawa, yang berisik, cerewet, bawel. Bukan yang kayak gini…. “Alaaaa, besok juga ketemu,” komentar Yoga cuek. “Bukan. Gue kangen sama elo yang dulu. Yang biasa. Yang ceria,” jawab Acya. “Gue dari dulu kayak gini kok,” “Enggak. Dulu lo nggak kayak gini,” protes Acya. “Waktu pertama liat elo, gue tau elo nyembunyiin se suatu. Gue tau elo nggak jadi diri elo sendiri kalo di sekolah. Dari sorot mata lo, dari dulu gue udah liat, kalo elo nyimpen sesuatu yang menyakitkan. Gue tau banget. Tapi elo selalu nutupin itu. Dan hari ini gue liat, gue liat topeng itu lepas dari wajah lo. Elo nggak bisa ngontrol diri lo lagi… Semua itu pasti ada sebabnya kan? Gue pengen tau, elo kenapa…” tanya Acya lagi. “Jadi cewek tuh jangan sok tau,” Da**, Yo! You’re so mean! Sejahat-jahatnya elo kalo ngomong, nggak pernah sampe kayak gini…“Cya, sorry. Gue lagi nggak mood nih. Ngobrolnya lanjutin besok aja deh. Kan mau ke Citos? Oke? Dah,” Tuut! Bunyi telepon ditutup.
90
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
91
Suatu Sore di Citos Jakarta, 19 April – tahun kedua SMA Acya menatap fotonya dengan teman-temannya yang ada di samping tempat tidurnya. Senyum Yoga begitu ramah. Sementara semalam, ia hanya me nemukan Yoga yang begitu dingin. Jauh berbeda dari Yoga yang dikenalnya. Nggak seperti Yoga yang selalu happy dan cheerful, yang bikin cerah suasana. Yang rajin ketawa… Yang selalu tersenyum. Tin! Tin! Terdengar bunyi klakson mobilnya Kiffi. Siang itu Acya memakai salah satu dari kaos-kaos distro kebanggaannya dan celana jeans, seperti biasanya. Muncul rasa agak malas untuk menghampiri orangtuanya di ruang keluarga. Namun, Acya harus
92
Mint Chocolate Chips
sopan dan berbakti. Itulah tata krama yang diajarkan orangtuanya sejak dulu. Ia selalu diingatkan untuk sopan dan santun kepada orangtua. Begitupun yang diajarkan agama. Sampai saat beribadah pun, apabila Ibu kita memanggil, kita sebaiknya menunda sholat kita. “Bu, Pa, Acya pergi dulu ya,” ujarnya. “Iya. Hati-hati lho. Handphone, dompet… Hati-hati hilang,” Ibunya mengingatkan. “Iya, Bu. Assalamualaikum!” kata Acya. “Waalaikumsalam!” ucap kedua orangtuanya. “Hati-hati ya, Nak,” ujar Ibunya. Setelah mende ngar ucapan ibunya, Acya berjalan menuju mobil Kiffi. “Hellloooo semuaaa!” sapa Acya. “Hai, Cya,” jawab Daina. “Cepet jalan dong, Kiff! Gue laper!” teriak Tama. Kemudian, Kiffi mengendarai mobilnya menuju Cilandak Town Square. Selama perjalanan, Yoga hanya memasang tatapan kosong dan dingin, yang benar-benar menghilangkan feeling gembira siapapun yang melihatnya. Tapi semuanya berusaha cuek. Dilihat dari cara Yoga memperlakukan Acya, mereka juga tidak mau diperlakukan sama. Biarin Acya dan Yoga nyelesaiin masalah mereka berdua, that’s none of our business.
Mint Chocolate Chips
93
Kecuali kalo mereka minta bantuan, baru kita mesti bantu… “Elo kenapa sih?” tanya Acya berusaha membuka percakapan. Sebenarnya ia sudah pesimis, Yoga pasti akan tetap dingin dan sinis. Tapi ia harus berusaha. Ia tidak ingin tenggelam dalam kesepian ini, kesepian yang sangat tak diinginkannya... “Elo yang kenapa,” komentar Yoga dengan dingin. Ia menatap jalanan ke luar jendela. Seperti apa yang ia lakukan sejak tadi. Tatapannya kosong dan dingin. Suram. Begitu gelap. “Kenapa gimana?” tanya Acya lagi. Ia butuh klarifikasi dari cowok ini. “Yah, gue biasa-biasa aja. Kenapa elo nganggep gue kenapa-napa?” tanya Yoga. “Kenapa lo jadi dingin gini sih?” tanya Acya. “Kenapa elo jadi tukang nanya gini sih?” balas Yoga. Acya memilih untuk diam. Yo… Lo nganggep gue siapa lo sih, sebenernya? Temen, pacar, sahabat, apa musuh?!
Sesampainya di Citos, Yoga langsung berubah drastis menjadi kembali ceria. Seolah-olah tadi ia dan Acya tidak bertengkar di mobil. Acya jadi kebingungan sendiri. Yoga benar-benar aneh! Tapi Acya tetap
94
Mint Chocolate Chips
melihat, ada sesuatu yang Yoga sembunyikan, walaupun Acya belum tau apa hal itu. Daina mentraktir mereka makan di Wing Dome yang tak lain dan tak bukan adalah restoran kesukaan Daina sendiri. Pramusaji menyapa mereka semua, “Siang, dik. Mau pesan apa?” “Pesen apa, nih?” tanya Daina. “Gue... Kamikaze Wing aja deh,” jawab Acya. “Sama,” kata Yoga datar dan cepat. “Gue spaghetti,” tambah Reva. “Kalo gue berdua Daina aja. Soalnya kalo makan sendiri pasti gue nggak abis deh! Lagian, makan ba nyak-banyak tuh nggak bagus tau, buat bentuk tubuh. Ntar gendut, lagi! Aduh, gue anti banget deh! Boleh kan, berdua, Na?” tanya Eci setelah mengeluarkan banyak statement mengenai kegendutan, diet, dan makanan. “Boleh. Spaghetti aja ya?” tanya Daina. “Okeh! Siplah!” jawab Eci, segera mengiyakan. “Lo berdua?” tanya Daina pada Tama dan Kiffi yang sejak tadi masih sibuk membolak-balik menu yang dipinjamkan pramusaji. “Gue… Spicy Hot Wing aja lah,” jawab Kiffi, ia memberikan menunya kepada Tama yang duduk tidak jauh darinya. Tama segera sibuk membolak-balik halamannya, dengan tampang aneh. Antara senang dan bingung.
Mint Chocolate Chips
95
“Kalo gue... nasi goreng sama Spicy Hot Wing, nggak lupa kentang goreng sama es krim coklatnya dua scoop... oh iya, minumnya ice lemon tea ya, Mbak,” ujar Tama panjang lebar, tidak tanggung-tanggung! Daina hanya memperhatikan pesanan Tama sembari tersenyum kecut. Antara bingung, dan ingin menyesal karena mengajak Tama akan membuatnya betulbetul bangkrut. “Minumnya?” “AKU JUS JINGGA!” ujar Yoga lebih dulu. “Hah? Minuman apaan tuh?” tanya Tama kebingungan. “Yaelah... gini nih. Pengaruh globalisasi... jus itu arti dari juice, dan bahasa Indonesianya orange itu jingga...!” jelas Yoga. “OOOOOO…” Tama hanya bisa ber-ooooo.
“Eh, pada mau nonton apaan nih?” tanya Daina kepada keenam temannya. Bukan sekedar basabasi, ia juga sangat bingung akan menonton film apa. Daina bukan movie-buff, yang tau mana film yang bagus dan mana yang tidak, yang tau judul-judul film yang sedang tayang di Citos. “Terserah elo. Kan elo yang bayarin,” jawab Eci. “Yeee... enak aja! Gue bayarin makan, bukan non-
96
Mint Chocolate Chips
ton!” jawab Daina. “Eh, gila lo! Gue nggak bawa duit. Jahat lo! Kenapa nggak ngomong?” protes Reva. “Duit yang gue bawa cuma buat gue beli makan. Titik,” ujar Tama kemudian mengeluarkan statement favoritnya yang tentu saja tidak bisa diganggu gugat. Karena ada kata “gue beli makan” di sana. “SITU JUJUR BETTUL. Tapi bo’ong!” ujar Yoga diiringi tawa yang lain. Kalimat yang dipopulerkan Eko dan Shenny –duo gokil teman mereka, itu memang mengundang tawa banyak orang. Walaupun mungkin, bagi orang yang bukan salah satu dari teman mereka biasa-biasa saja, yang jelas, bagi angkatannya Yoga, bahkan, seluruh warga sekolahnya Yoga, kalimat itu merupakan hal yang cukup “lucu” untuk ditertawakan. “Waah... parah lo. Kok nggak ngomong-ngomong lo?” tambah Kiffi. “GILE AJE!” lanjut Kiffi dengan suara nyaring dan nada yang khas. “Gila, gue juga udah abis nih duitnya... tinggal buat nonton sendiri,” jawab Daina kemudian. “Kita batal nonton aja, deh! Gimana?” Daina mengusulkan sebuah ide yang sangat masuk di akal. “Heh, gila lo ya!?” Reva mulai berapi-api. “Tapi bo’ong!” ucap Daina dengan santainya kemudian. “Gue bawa duit kok. Tenang aja…”
Mint Chocolate Chips
97
“Yeeee...! Jayus tau nggak sih lo!?” Reva makin galak. “Bener banget! Elo bikin gue stres! Elo bisa-bisa bikin gue kurussss!” Tama menambahkan. “Yah bagus deh,” ledek Kiffi. “Ngomong lo?” ujar Tama. “Iye, ngomong!” “Gue kirain kumur-kumur,” “Peace love and gaul aja deh dari gue,” ujar Kiffi kemudian sambil menepuk bahu Tama tanda “damai”. “Jadinya, pada mau nonton apa nih?” tanya Daina lagi. “Nggak tau…” jawab Eci, Reva, dan Acya berbarengan. “DAREDEVIL!” seru tiga cowok yang ikut, berbarengan. Yoga, Kiffi, dan Tama. “Kan udah nonton…” Daina mengingatkan. “Iya! Minggu lalu kita baru nonton itu, gitu!” kata Reva mencoba menyegarkan kembali pikiran tiga brainless monkeys itu. “Daredevil dong! Please!” pinta Yoga dengan nada membujuk yang teramat sangat melas dan memohon. “Daredevil aja ya? Ya? Ya? Ya? Ya? Ya?” Yoga kembali dengan kebiasaan sintingnya, yakni mengulang kata terakhir dari kalimatnya. Berulang-ulang. “Ngapain sih nonton lagi! Filmnya juga kan biasa-
98
Mint Chocolate Chips
biasa aja. Lo juga pas nonton yang ada pada nganga’ semua!” ujar Reva tidak setuju akan permintaan tiga cowok itu. “Yang laen, please,” pinta Acya. “Sorry, Cya, tapi kali ini gue nggak setuju sama lo,” ujar Yoga dengan dinginnya. Padahal tadi dia ceriaceria aja. Kenapa sih, tiba-tiba dia jadi kayak gitu? “Emangnya kapan kita pernah sependapat?” ta nya Acya lagi. Ia masih agak bete dengan sikap Yoga yang dingin kepadanya. Apa sih salah gue sama elo, Yo? Apa?! Kenapa cuma gue yang elo giniin? Sakit, Yo! SAKIT!! “Nggak pernah juga sih. Tapi pokoknya gue mau Daredevil. GUE MAU DARE DE-VIL! NGGAK MAU TAU HARUS FILM ITU!” Yoga memaksa. Sangatsangat memaksa. Ia menarik-narik tangan Daina layaknya anak kecil yang memaksa ingin dibelikan balon. “Ya? Ya? Ya?” tambah Yoga. “Iya!” tambah Kiffi memberikan dukungan penuh kepada Yoga. “Se-tu-ju. Nggak mau tau pokoknya Daredevil…!” tambah Tama kemudian. “NGAPAIN!?” tanya Daina. “Nggak guna! Nggak suka! Nggak rela! Nggak pengen! Buang-buang duit aja gue nonton tuh film lagi!” komentar Daina dengan nada super bete dan super nggak rela.
Mint Chocolate Chips
99
“JENNIFER GARNER!” ujar tiga cowok tadi berbarengan. “Inget, ada makhluk cantik nan seksi berjudul Jennifer Garner. Yang jadi Elektra itu loooohhhh…” kata Yoga. “Ngapain ngeliat dia lagi, sih?” tanya Eci. “Nggak usah nonton Daredevil. Lo mau liat Jennifer Garner, liat gue aja. Nggak beda jauh kok,” tambah Reva kemudian. Tampang semua temannya langsung males, atau tepatnya, melas. “Aduuuuuuuhhhh…” komentar Yoga pelan karena ketidakrelaannya atas kalimat Reva yang barusan terlontar. “Yaelah. Ngaca lo!” ujar Kiffi. “Heh, jelek! Ngomong apa lo!? Waah, sialan lo... dasar jelek!” Reva tersinggung mendengarnya. “Iya, sorry, sorry... peace, love and gaul dari gue buat eluh. Tapi... kalo nggak Daredevil, kita cowokcowok nggak ikutan!” Kiffi berultimatum. “Betul, anakanak?” tanya Kiffi kepada dua temannya. Meminta dukungan. “Betul, Bu Guru…” jawab Yoga dan Tama. “See? See? See? I TOLD YOU!!!” kata Kiffi. “Ya udah Daredevil. PUAS LOOOO!?” tanya Daina. “TERIMA KASIIIIIIIIIH!” teriak tiga cowok itu girang.
100
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
101
Bikin Sedih Aja! Jakarta, 23 April – tahun kedua SMA Yoga dan Acya belum akrab lagi seperti dulu. Mereka berdua masih mengobrol seadanya, kadang malah tidak saling menyapa. Sikap Yoga kepada Acya pun semakin dingin, dan kejam. Tapi mereka berdua sama-sama berlaku seperti tidak terjadi apa-apa di depan teman-teman yang lain. “Gue mau buat pengakuan nih,” kata Yoga di koridor kelas, tiba-tiba. Mendengarnya, semua temantemannya kaget dan heran, sekaligus bingung. Bahkan Tama, ia sampai tersedak makanannya ketika Yoga melontarkan kalimat itu. “Hah?” tanya Tama dan Kiffi bersamaan. O iya, sehari sebelum nonton bareng di ulangtahunnya Daina, Tama dan Yoga sudah berbaikan. Nggak baik kan,
102
Mint Chocolate Chips
berantem lama-lama? (nggak usah lama-lama, berantem aja udah nggak baik!) “Pengakuan apaan!?” tanya Kiffi agak kurang mengerti. Bukan Kiffi dan Tama saja, teman-teman mereka yang lain juga terkaget-kaget dengan katakata Yoga yang tiba-tiba. Apalagi dengan tampang serius Yoga. Tidak biasa-biasanya mimik wajahnya seserius itu. Yang namanya Yoga sih emang nggak pernah serius! Bukan Yoga namanya kalau dia memunculkan mimik seserius itu. Kecuali setiap kali ia akan memulai rapat OSIS, itu lain hal, keseriusan dan ketegasan adalah wajib kudu fardhu hukumnya. “Please, dengerin,” Yoga kembali berucap… “Emmm… Bulan Juli besok… gue mau ke Inggris,” Semua temannya tersentak kaget. Inggris? What? How? But, why? Reva tertawa mendengarnya. Kemudian ia berujar, “Ah, becanda lo! Nggak lucu, tau?!” “Tapi bo’ong! ” ledek Eci sambil tertawa. “Aduuuuhh... gue serius. Gue beneran mau ke Inggris. Gue disuruh ngelanjutin SMA di sana, terus kuliah di sana juga. Gue disuruh nyokap buat tinggal sama nyokap aja di sana. Padahal gue udah jelasin kalo gue pengen tetep di sini, paling nggak sampe SMA gue selesai deh. Gue rela kok sendirian di rumah, even sendirian di Jakarta. Biarin deh gue ng-
Mint Chocolate Chips
103
gak dikasih handphone, biarin deh gue mesti ngerjain apa-apa sendiri, biarin deh nggak ada nyokap... gue udah biasa kok. Lagian, gue bakalan lebih seneng kalo tinggal di rumah Tama, ato Kiffi, kos-kosan. Apapun itu, pokoknya di Jakarta,” “Iya, pintu rumah kita berdua terbuka kok buat elo…” kata Tama dan Kiffi bersamaan. Yoga melanjutkan kekesalannya dan penyesalannya. Kesedihannya dan kesengsaraannya. Airmata yang tidak sanggup keluar dari matanya, dan getaran yang tidak bisa muncul dalam suaranya. “…daripada gue harus tinggal di Inggris, tanpa temen, walaupun gue nanti bisa kuliah di Oxford, Harvard, Cambridge, dan apalah itu… Walaupun GUE BISA DENGAN SERIUS MELOTOTIN CEWEK-CEWEK BULE YANG SEKSI ABEEEES... Tapi, tetep aja… sepi! Nyokap gue nganggep gue anak-anak, gue tau nyokap gue seneng kerja jadi dosen di sana, tapi, gue lebih seneng di sini, sama temen-temen gue, sekolah di sebuah sekolah di Indonesia, dan yang paling penting... gue pengen bareng cewek yang gue sayang banget... daripada di sana! Buat apa sih gue pake sekolah di sana? Buat apa gue jadi lulusan Harvard? Buat apa ngeliat cewek-cewek bule yang seksi, tapi cewek yang gue sayang, yang gue cintain nggak ada di sana? Buat apa sih….” ujar
104
Mint Chocolate Chips
Yoga dengan nada menggerutu sekaligus kesal akan takdirnya.Takdir yang menuntutnya harus berpisah dengan Acya. Sementara Kiffi, ia malah memasang ekspresi “aaaaaah!!! Pengeeennn!!!” terutama saat mendengar kata-kata “cewek bule yang seksi”. “Udah, udah…Yo… Pasti nyokap lo ngasih jalan ini supaya lo bisa jadi yang terbaik, karena lo anak tunggal dan satu-satunya yang beliau punya, supaya di masa remaja lo sekarang lo punya figur seorang ibu. Karena lo udah kehilangan figur seorang Ayah karena nyokapbokap lo cerai pas lo kecil. Mungkin Tante Redya merasa salah. Jadi beliau mau nebus. Gue dan semua temen-temen juga sedih banget lah lo pergi. Tapi, ya, gimana? Ini kan’ buat lo juga,” Acya menenangkan Yoga. Semua teman-temannya mengangguk. “Gue lebih rela, lebih baik gue hidup di Jakarta, sendirian, kayak sekarang... tapi, ada elo semua. Lo semua udah lebih dari keluarga buat gue. Gue nggak tau apakah gue bisa bertahan kalo nggak ada lo semua. Selama ini gue udah bisa bertahan tanpa nyokap, karena dari kecil gue udah terbiasa... tapi, gue takut, gue nggak bisa survive kalo nggak ada elo, gue takut kalo gue nggak bisa bertahan tanpa elo... lo semua... gue nggak tau, apakah gue bisa tetep gembira, apa gue bisa tetep nyanyi “I’m Just A Kid” di koridor kalo nggak ada elo… Terutama elo, Cya. Elo!”
Mint Chocolate Chips
105
Kemudian, Yoga hanya bisa terdiam. Bagaimana mungkin…, batinnya. Bagaimana mungkin gue akan ninggalin seorang cewek yang gue sayang sepenuh hati? Gue di Inggris, sementara dia di sini, kesepian, dan nungguin gue?, Yoga kembali berpikir keras. Dia melamun. Pikiran Yoga bercampur aduk. Gue akuin. Gue sayang banget sama yang namanya Acya. Dari pertama masuk SMA, Gue udah suka sama dia. Ternyata, orangtua kita saling kenal. Tapi, gue nggak tau karena nyokap gue tinggal di luar negeri dan gue terakhir ketemu orangtuanya Acya waktu gue kecil. Gue inget banget, dulu gue pernah maen sama seorang cewek. Tapi, gue lupa namanya. Waktu itu, gue ngerasa kalo gue harus ngelindungin dia, harus ada sama dia kalo kita main bareng. Walaupun cuma seharian, tapi tetep aja, senyumnya terus kebayang. Pas gue ketemu sama dia di SMA dan liat senyumnya, gue langsung inget kalo Acya itu temen gue waktu kecil Senyumnya yang manis, gaya bicaranya, kalo dia lagi marah, gue juga suka! Terus, gimana jadinya kalo gue ninggalin dia, gue belajar di Inggris, sementara dia di Jakarta sendirian. Siapa yang bakalan ngelindungin dia? Siapa yang bisa gue percaya buat jagain dia? Gimana kalo Rangga ngapa-ngapain dia? Gimana? Gue enggak tega! Nggak bakalan tega! Gue nggak rela ninggalin dia di sini!
106
Mint Chocolate Chips
Gue pengen sama dia! Brengsek... gue nggak suka sama kondisi kayak gini... NGGAK SUKA!!! Ketika sadar dari lamunannya, ternyata temantemannya sudah masuk ke kelas. Kecuali Acya. Acya masih setia berdiri di dekatnya. “Yoga... apa itu yang waktu itu mau lo bilang ke gue...?” tanyanya lembut dan pelan, tapi serius. “Waktu itu gue cuman ngerasa waktunya belom tepat buat bilang semuanya. Gue mau minta maaf kalo kata-kata gue waktu itu kasar ke elo. Karena gue bingung. Gue bener-bener mesti milih, antara kebersamaan kita di sini, atau nyokap. Gue nggak mau lo khawatir... Makanya waktu itu gue nggak ngasih tau lo dulu... Gue nggak mau lo ngerasa kesepian duluan,” jawab Yoga. “Kenapa lo nggak mau gue khawatir dan kesepian?” tanya Acya. Yoga menggenggam tangan Acya seerat mungkin. “Karena gue baru sadar... kalo ternyata gue udah jatuh cinta sama lo. Beneran, Cya. Gue cinta banget sama elo,” jawab Yoga. Acya terbengong-bengong sendiri. Yoga beranjak masuk ke kelas dengan membawa Acya. Masih dalam genggamannya. Kakinya melangkah dengan berat.
Mint Chocolate Chips
107
Jakarta, 1 Mei – tahun kedua SMA “Please, dong, Mam. Kenapa sih Yoga nggak di Jakarta aja? Kenapa Yoga mesti pergi? Yoga tau Mama seneng di sana. Yoga tau Mama mau Yoga ikut Mama di sana. Tapi Yoga bisa hidup di Jakarta, Mam. Mama tau kan’, Yoga mau dekat Acya. Mama kan’ udah ngebolehin Yoga pacaran, sama Acya lagi. Mama juga udah tau, Acya itu anak baik-baik, dari keluarga baik-baik pula. Please, Mam. Yoga tuh sayang banget sama Acya. Yoga nggak mau jauh dari dia. Di sini, Yoga bisa tinggal sama Kiffi, Tama, sendirian juga nggak apa-apa kok. Dari dulu Yoga udah biasa sendirian,” Terdengar suara Yoga di kamarnya. Sedang menelepon ibundanya di Inggris. “Dear, I know you love her. But, please… Kamu udah terlalu lama di Jakarta. I want to live with you here, Baby. Nggak ada kompromi lagi. Ini keputusan Mama yang terakhir. Titik,” kata Ibu Redya, Ibunda nya Yoga. “Mam…” Yoga tetap memohon. “Yoga! Ini keputusan terakhir Mama!” bentak Ibu Redya. “YAUDAH! Bye, Mam,” Tut! Yoga memutuskan Sambungan Langsung Internasionalnya dengan agak sedikit marah. Kenapa harus kayak gini sih?, Yoga terus membatin.
108
Mint Chocolate Chips
Acya sedang berada di kamarnya. Tangan kirinya memegang sebuah bolpen pemberian dari Yoga yang sama. Yang berwarna biru bergambar bintang. Di atas meja belajarnya terdapat sebuah buku catatan. Acya sedang menulis sesuatu, di buku hariannya. Ia mencoret-coret buku hariannya, menggambar benang kusut. Goresan-goresan tanpa arti. Inilah hal yang selalu dilakukan Yoga jika bete di kelas. Dan karena Yoga duduk tidak jauh dari dirinya, Acya tertular virus nggak berguna itu. AAKKH! YOGA MAU KE INGGRIS!!! GUE NGGAK BISA NGEBAYANGINNYA!!! Ya, sekolah di luar negeri emang selalu bagus kalo dibandingin dengan di Indonesia. Kecuali Timor Leste mungkin. Tapi kenapa Yoga harus pergi sekarang? Sedih. Sementara tadi pas di sekolah gue udah sok-sok bijak ngomong ke Yoga untuk ngebahagiain nyokapnya. Nyatanya gue sendiri sedih nggak karukaruan sekarang! Yoga itu temen gue, yang paling baik, sahabat gue! Gue tau dia emang sering bikin gue kesseeeeel banget sama dia. Sering rese’, norak, malu-maluin! Tapi jujur, gue nggak tau gimana jadinya gue kalo nggak ada dia. Gue ngerasa aman dan nyaman tiap de-
Mint Chocolate Chips
109
ket dia. Dan kalo gue nangis, gue selalu berharap ada dia yang nenangin gue. Rasanya dua puluh empat jam sehari nggak cukup buat ngilangin rasa kangen gue ke Yoga. Tujuh hari tuh kurang untuk menikmati seminggu ama Yoga. Karena Yoga itu fun! Rasanya detik berjalan cepet banget kalo ada dia, dan me nyenangkan! Dia selalu ada setiap kali gue butuh dia, selalu sa yang sama gue apa adanya, dan nggak pernah malu ngungkapin perasaannya. Malah kadang dia suka norak ngungkapinnya! Hehehe… Gue nggak tau apa yang gue rasain ini namanya cinta atau bukan. Pokoknya, yang gue tau, gue butuh dia. Tapi gue lebih sayang sama dia daripada butuh dia. Nah lo, bingung kan? Intinya, gue bakal kangen ama Yoga… pasti.
110
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
111
Datangnya Cewek Bernama Adhyana Jakarta, 7 Mei – tahun kedua SMA “Acya, ke SMP yuk!” ajak Yoga. “Yuk yak yuk… Tapi… Ngapain?” tanya Acya kemudian. “Yah, hari ini kan ada pengumuman anak-anak baru di SMP. Gue pengen liat anak-anak SD yang imut-imut… Lucu-lucu, pasti gedenya pada cantikcantik. Kayak Mariana Renata gitu dehhh…” jawab Yoga jujur.
112
Mint Chocolate Chips
“Idih!” Acya sok jijik. “Boleh, dong! Siapa tau ada yang cocok sama gue!” goda Yoga. “Ya udah gih, sana! Ngapain ngajak-ngajak gue!?” “Kenapa sih? Cemburu? Udahlah! Yuk, temenin gue yuk! Kan gue becanda! Ayo, dong. Please dong! Ayolah, Sayang, temenin dong…” Yoga memohon. “Iya, iya! Nggak usah narik-narik tangan gue kenapa!?” Yoga kemudian melepas genggamannya dari lengan Acya. “Sakit tau!” ujar Acya bete. “Eh, satu lagi! Jangan manggil-manggil gue sayang! Emangnya gue cewek lo, apa?!” bentak Acya. “Iya, iya, maap,” Mereka berdua berjalan ke arah gedung SMP. Memang benar apa kata Yoga. Banyak anak-anak SD yang masih imut-imut. Yang ceweknya masih luculucu, yang cowoknya masih amit-amit. Semoga aja ntar pas gede pada cakep-cakep. Yoga tetap pasang tampang cerianya, bikin calon anak-anak baru itu kelenger semua melihatnya. “Duilee lu. Tepe bener!” ujar Acya. “Boleh dong,” Yoga memberi pembelaan. Acya te rus menyaksikan senyum tebar pesona di bibir Yoga. Tapi, nggak sampai sepuluh detik kemudian, senyum itu hilang.
Mint Chocolate Chips
113
“Lo kenapa?” tanya Acya. “Kok senyumnya abis?” “Kayaknya itu orang gue pernah lihat deh. Artis ya? Kayaknya tampangnya familiar gitu,” kata Yoga. “Mana?” Acya mencari-cari. “Itu,” tunjuk Yoga. Tapi, ia hanya menunjuk sekilas. “Yang mana sih?” “Itu, om-om yang dari tadi ngeliatin gue,” jawab Yoga. “Alaaa, pede sejuta lo tuh dibuang aja deh! Nggak guna, tau! Om-omnya suka sama lo kali!” ledek Acya. “Idih! Heh, gue serius. Itu lho… yang rambutnya ada warna abu-abu gitu!” jelas Yoga pelan. Acya melihat sosok yang dimaksud Yoga. Seorang laki-laki yang mungkin umurnya sudah hampir lima puluhan dari sosoknya. Ia memang sejak tadi memperhatikan Yoga. “Enggak. Kayaknya bukan artis. Gue marah nggak pernah liat, tuh. Sudahlah, Yooo. Cuekin aja, mendi ngan kita lihat daftar nama-nama anak yang diterima. Ke situ yuk. Eh, cieeee… Yoga ditaksir om-om, nih…” ledek Acya. “Aaaaaaaaaaah!” Yoga menggerutu. “Enggak, enggak. Becanda. Yuk, liat nama anakanak SD aja,” “Emmm…”
114
Mint Chocolate Chips
“Udahlah, tuh orang cuekin aja. Yuk,” “Emmm… Ya udah,” Yoga mengikuti ke mana Acya melangkah. Mereka sudah sampai di depan papan pengumuman bertempelkan daftar nama-nama anak-anak yang diterima di SMP tersebut. Anak-anak yang akan menjadi adik kelas Yoga dan Acya secara tidak langsung. Saat itu, Yoga pun masih saja dingin, dahsyat, nan alim seperti sejak ia melihat bapak-bapak tadi. Namanya juga Yoga. Bentar bengal, bentar alim. Yoga sibuk memperhatikan nama-nama yang terpampang, asal sekolah mereka, dan nama orangtua mereka. Kasihan amat sih, nama orang tuanya dipajang-pajang. Untung baru SMP, belum SMA. Kalo di SMA, nama-nama orang tua mereka pasti sudah dihafal oleh anak-anak yang lain. Paling kasihan yang nama bapaknya Om Amin, pasti, setiap sehabis membaca do’a, kata-kata “amin” itu dibaca sekencang-kencangnya oleh anakanak cowok. Kedua, yang paling menyedihkan, kalo nama orang tuanya sama kayak nama guru. Tiap guru itu datang pasti namanya selalu disebut-sebut. Bukan cuma “Bu” atau “Pak”, tapi menjadi “
<spasi>”. Benar-benar ada yang nama ayahnya Amin! Yoga menunjuk nama itu. “Kasihan amat ini anak, pasti
Mint Chocolate Chips
115
nanti pas SMA diledekin abis-abisan tuh!” prediksi Yoga. Acya sih, no comment! Yoga sudah bisa senyum dan tertawa-tawa lagi, sampai ia menemukan sebuah nama yang familiar. Surya Firdaus. Jari telunjuk Yoga berhenti di nama itu. “Kenapa lagi lo?” tanya Acya heran melihat ekspresi Yoga yang lagi-lagi aneh. “Cya, nggak mungkin. Sekarang gue inget nama bapak-bapak tadi, dan sekarang… Duh, lantai telan aku sekarang!” Yoga panik. “Kenapa sih?” tanya Acya lagi. “Elo tau nama belakang gue yang sebenernya?” tanya Yoga. “Tau,” jawab Acya. “Siapa?” “Aliffirdaus?” “Iya, dan sekarang lo liat nama ini,” pinta Yoga. “Kenapa? Surya Firdaus?” tanya Acya. “Itu… nama… bokap… gue…, nyong!” jawab Yoga pelan, tapi pasti. “BOONG LO!” Acya kaget setengah mati. “Dan… bapak-bapak… yang… tadi… itu… bokap… gue…” kata Yoga kemudian. “Dan elo nggak mau ketemu dia?” tanya Acya. “Iya, gue nggak mau, nggak sudi, nggak pengen, nggak suka, nggak boleh, nggak rela, nggak minat,
116
Mint Chocolate Chips
nggak pernah berharap!” kata Yoga. “Jadi, gimana supaya gue bisa nolong lo?” “Lo inget-inget nama ini anak,” pinta Yoga. “Adhya na Firdausha, inget-inget!” pinta Yoga lagi. “Iya, iya…” jawab Acya pasrah. “Adhyana Firdausha… Oke…” “Idih, itu orang. Nggak kreatif banget nyari nama anak! Kenapa mesti dimirip-miripin sih? Beda aja gitu! Dia juga udah nggak pernah perhatian lagi sama gue! Dia udah ngebuang gue! Nggak usah bawa-bawa nama gue ke anak dia yang laen!” ujar Yoga berapiapi. Kayaknya Yoga emang bener-bener benci sama ayahnya. “Yo, lo nggak boleh begitu. Gitu-gitu kan dia bokap lo juga,” Acya menasehati. “BOKAP GIMANA!? Mana ada ciri-ciri AYAH di dia!? Nggak ada!” ujar Yoga. Acya, lagi-lagi, no comment. Yang ada, kalo sampai si Acya buka mulut, ngomong satu kataaaaa aja, bisa-bisa kondisinya pas sampai di rumah sudah tidak utuh lagi. Mereka berdua berjalan menuju kantin. Berduaan aja. Setelah dengan susah payah Yoga ngumpetngumpet supaya “Om Surya Firdaus” itu nggak bisa melihatnya, akhirnya, rintangan yang itu bisa ia lewati. Yoga stres berat. Dan dia bener-bener nggak pengen ketemu sama ayahnya, menemukan, dan tidak ingin
Mint Chocolate Chips
117
dipertemukan, maupun ditemukan. Makanya, dia sok cuek tapi sebenarnya berusaha bersembunyi sebisanya saat harus melewati ayahnya. Akhirnya, sampai juga di kantin. Yoga dan Acya sedang berjalan menuju tempat minuman botol, saat mereka berpapasan dengan seorang cewek berseragam SD yang memakai name-tag8 bertuliskan “ADHYANA FIRDAUSHA”. Yoga nyaris histeris. Ia memberhentikan anak tadi. “Dek, dek, dek!” panggilnya. Gadis tidak berhenti berjalan. “ADHYANA FIRDAUSHA!” teriak Yoga kemudian. Baru anak itu berhenti dan menengok. “Elo… Adhyana?” tanya Yoga memastikan. “Iya,” jawab anak itu. “Panggilannya Yana?” tanya Yoga lagi. Ia berprediksi karena namanya sendiri. Adhyoga jadi Yoga. Adhyana kemungkinan besar jadi Yana. Anak tadi mengangguk. “Eh, lo udah mau pulang belom?” tanya Yoga. Anak itu menggeleng takut. “Eh, jangan takut. Kenalin, gue Yoga,” ujar Yoga. Sekilas terlihat raut wajah Yana sedikit berubah. “Bokap lo ke mana?” tanya Yoga. “Lagi wawancara, Kak,” jawab Yana. “Masih lama?” tanya Yoga lagi. Yana mengangguk. “Kalo gitu, sini yuk, kita ngobrol dulu,” ajak Yoga. Yana sih percaya-percaya aja. “Lo tau nggak, kirakira gue ini siapa lo?” tanya Yoga. Yana mengangguk.
118
Mint Chocolate Chips
Acya diam saja sejak tadi. Memperhatikan obrolan “kakak-adik” itu. “Siapa?” tanya Yoga. “Kakak,” jawab Yana. Yoga pastinya kaget banget. Acya pun begitu. “Kenapa elo bisa bilang gue kakak lo?” tanya Yoga bingung. “Dikasihtau Papa,” jawab Yana polos. Ya ampun! Jadi Pak Surya tahu kalau Yoga itu anaknya! “Bokap lo ngebilanginnya gimana?” tanya Yoga. “Yah, Papa bilang. ‘Yana, kakak yang itu, itu Kak Yoga’,” jawab Yana. “Emang bokap lo sering cerita-cerita tentang gue?” tanya Yoga lagi. “Sering banget,” “Nyeritain apaan aja?” tanya Yoga penasaran. “Kalo Mama nggak di rumah, Papa suka bilang gini. ‘Yana, kakakmu itu orangnya pintar. Dia juga baik sama semua orang. Kak Yoga juga hormat sama orang-orang yang lebih tua. Nanti, kalo gede kamu harus kayak Kak Yoga ya’. Gitu,” terang Yana. My God…, batin Yoga. “Iya?” Yoga tidak percaya. Of course, it’s unbelie vable! “Iya,” jawab Yana masih dengan nada lugu dan polosnya. Yana memang sama sekali belum tau bagaimana karakter ayahnya yang sebenarnya.
Mint Chocolate Chips
119
Mungkin bukan yang sebenarnya, tapi, yang dikenal Yoga dan ayahnya tunjukkan kepada Yoga. “Gini deh, biar bisa ngobrol banyak, nomer telepon lo berapa. Handphone deh. Ada nggak?” tanya Yoga. “Ada,” jawab Yana. Hati Yoga meringis. Anak kecil seumuran Yana saja punya handphone. Betapa memalukannya seorang cowok segaul Yoga, setua Yoga, BELUM PUNYA HANDPHONE! Dih, memalukan! Kemudian, Yana memberikan nomor ponselnya. “Ya udah. Makasih ya. Sana gih samperin bokap lo,” ujar Yoga. “Lho, Kak, kenapa ngomongnya gitu? Kan Papanya Yana, Papanya Kak Yoga juga,” kata Yana. “Udahlah! Sana gih, o iya, jangan bilang apa-apa sama bokap lo! Kalo bokap lo nanya kenapa ke kantinnya lama banget, bilang aja: NGANTRI! Oke?” pinta Yoga. “Beres, Kak!” “Inget! Jangan bilang lo ketemu gue, jangan sebut-sebut nama gue!” ujar Yoga lagi saat Yana mulai berjalan menjauh dan kemudian melambaikan tangan kepadanya.
“Cya, gue masih nggak abis pikir,” ujar Yoga saat berdiri di trotoar di depan sekolahnya bersama Acya.
120
Mint Chocolate Chips
Menunggu angkot! Hari ini, nggak ada yang bisa jemput Acya di sekolah. Dan Yoga, manusia ganteng yang NGAKUNYA care setengah mati sama Acya, kudu membuktikan bahwa ia akan menjaga dan mengabdikan seluruh hidupnya pada cewek itu. Termasuk nganterin itu cewek sampai rumah dengan selamat, biarpun naik angkot. Hari ini Yoga memang tidak bawa mobil. Selain Yoga dan Acya, nggak beda beberapa meter dari mereka, bertenggerlah GENG ANGKOTERS beranggotakan Eko yang tentu saja merupakan angkot lover sejati, dan teman-temannya yakni Dodit, Diko, dan Safri Duo. Nama anggota yang terakhir sih Sapri, tapi, karena malu namanya Betawi Asli, diganti jadi Saphri (baca: Safri), dan ditambahin Duo supaya kayak artis. Mereka juga sedang menunggu angkot. “Nggak abis pikir kenapa?” tanya Acya. “Iya. Sentimen amat sih tuh orang sama gue. Gilirannya sama Si Yana aja, baek! Ama gua, jahat!” jawab Yoga. “Siapa?” “Om Surya Firdaus,” kata Yoga. Acya mengerti mengapa Yoga tidak ingin menyebut “Bokap Gue”. Dia sudah terlalu sakit hati akibat ayahnya. Yoga selalu merasa bahwa ayahnyalah yang membuat ia menderita sejak kecil. Bahkan mungkin sampai sekarang.
Mint Chocolate Chips
121
Jika ayahnya tidak meninggalkan dirinya dan ibunya, mungkin ibunya sekarang masih ada di Jakarta, dan Yoga tidak akan pergi ke Inggris! “Sentimen gimana maksud lo?” “Ya sentimen. Sama Yana dia baik, sama gue enggak,” Baru saja Acya akan berpendapat, tiba-tiba sebuah sedan yang berwarna biru tua berhenti di depan Yoga dan Acya. Kaca depannya dibuka, dan Yoga dapat melihat Rangga –musuh bebuyutannya– duduk di kursi supir. “Ngapain lo? Ngalangin aja!” ujar Yoga. “Elo yang ngapain di sini! Nungguin angkot? Udah gabung lo sama Angkoters? Bagus deh! Cocok lo! Lo kan sama udiknya sama mereka! Sama nggak modalnya kayak mereka! Kalo mau gabung sama Eko dkk, nggak usah bawa-bawa Acya segala. Masa cewek secantik dia lo bawa-bawa naek angkot sih? Nggak modal amat sih lo jadi cowok!” ledek Rangga. “Heh! Daripada elo! Pergi sekolah sama cewek nomer satu, istirahat sama cewek nomer dua, pulang sama cewek nomer tiga, nanti pake clubbing pula sama cewek nomer empat! Norak! Lo tuh nggak bisa memperlakukan cewek dengan benar! Mendingan juga gue!” Yoga ngasih pembelaan. Rangga tidak menggubris pernyataan Yoga.
122
Mint Chocolate Chips
“Cya, lo pulang sama gue aja yuk. Daripada ngangkot, mendingan naik mobil gue aja,” pinta Rangga. “Nggak sudi, nggak pengen, nggak boleh, nggak suka, nggak terima, nggak rela! Mendingan gue sama Yoga dan Eko dkk daripada sama lo, tau nggak?!” ikrar Acya. “Jadi lo nggak mau nih?” Rangga meyakinkan. “Enggak!” jawab Acya ‘dalem’. “Apa gue bilang! Acya nggak akan mau sama lo! Sadar diri dong lo! Dasar norak, udik!” ejek Yoga sambil marah-marah. Rangga sih tetep sok stay cool dan menutup kaca. Mobil itu melesat pergi.
Jakarta, 8 Mei – tahun kedua SMA “Halo?” kata seseorang di seberang sana. “Yana?” tanya Yoga. “Iya, ini siapa?” “Kakakmu yang ganteng,” jawab Yoga pede. “Oh… Kenapa, Kak?” tanya Yana. “Lo lagi ngapain?” “Lagi nonton TV,” jawab Yana. “Ganggu nggak?” tanya Yoga. “Enggak,” jawab Yana. “Bokap nyokap lo di rumah?” tanya Yoga memastikan.
Mint Chocolate Chips
123
“Enggak. Pada pergi semua,” jawab Yana. “Nah, mari kita mulai obrolan kita ini. Bokap lo pertama nyeritain gue gimana?” tanya Yoga ingin tau. “Gini… Dulu kan Yana bete gitu, nggak punya kakak. Waktu Yana umur… berapa ya? Emmm… pokoknya waktu baru-baru mau masuk SD gitu, Papa bilang Yana punya kakak. Tapi, Papa selalu cerita pas Mama nggak ada doang. Yah, abis itu sampe sekarang Papa sering nyeritain tentang Kak Yoga,” jawab Yana. “Ooh… Pernah nyeritain tentang nyokap gue nggak?” tanya Yoga. “Lho… emangnya…? Bukannya Mamanya Yana Mamanya Kak Yoga juga?” tanya Yana bingung. Nah lho! Mati gue! Mesti jawab apaan nih? Gila! “Emang bokap lo nggak pernah nyeritain?” “Enggak. Nyeritain apaan?” tanya Yana semakin bingung. “Gini ya, Yan. Kita emang satu bokap, tapi, lain nyokap. Ngerti?” “Maksud Kakak?” “Yaelah, ini anak. Dulu, bokap gue sama nyokap gue cerai, terus, bokap gue menikah sama nyokap lo. Abis itu elo nongol ke dunia. Ngerti nggak? Ngerti kan?” Yoga berharap supaya Yana mengerti. “Hah? Kok Papa nggak pernah cerita? Papa cu-
124
Mint Chocolate Chips
man bilang Kak Yoga pengen mandiri, jadinya nggak tinggal serumah sama Yana…” “HAH??? Ngibul tuh! Bokap lo boong tuh! Bokap lo baik nggak sama lo?” tanya Yoga. “Baik kok,” jawab Yana singkat. “Kenapa sama gue enggak?” tanya Yoga. “Emang Papa ke Kak Yoga gimana?” tanya Yana. “Bokap lo tuh dulu jahat banget sama gue, apalagi sama nyokap gue. Makan permen aja masa gue nggak boleh! Dari gue kecil, dari bokap lo ninggalin gue, sampe sekarang, dia nggak pernah nelfon, nggak pernah nyari gue, nggak pernah nghubungin gue, nggak pernah ngasih gue selamat kalo gue ulangtahun… sama sekali! Sekarang dia udah kerja?” tanya Yoga. “Belom. Pengacara. Pengangguran banyak acara! Yang pengacara beneran malah Mama,” jawab Yana. “Sama aja! Nyokap gue mesti kerja banting tulang tapi dia nggak pernah mau bantu kerja! Kerjaannya cuman baca koran, bayar listrik, ngerokok, bayar air, bayar telepon, tapi semuanya pake duit nyokap, sama anter-jemput gue ke sekolah waktu gue masih TK!” Yoga mulai berapi-api. “Eh, Kak, udah dulu ya. Papa pulang. Besok kita sambung lagi,”
Mint Chocolate Chips
125
“Oh, ya udah. Tapi, jangan ngomong apa-apa ya sama bokap lo. Please!” Yoga memohon. “Iya, Kak. Dah,” Tuut! Bunyi telepon ditutup.
126
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
127
Fakta Terbesar Abad Ini Jakarta, 12 Mei – tahun kedua SMA Acya meletakkan tas sekolahnya di atas meja. Ia kesal karena tadi tidak begitu maksimal mengerjakan ulangan Kimianya. Susah! Hmmm, stres deh gue kalo kayak gini terus! O iya! Di saat-saat membetekan begini biasanya gue makan!, batin Acya seraya membuka freezer lemari es-nya. Diraihnya sekotak es krim satu liter dengan jenis rasa mint chocolate chip keluaran Baskin & Robbins, toko es krim terkenal itu. Mint chocolate chip memang makanan favoritnya, walaupun tidak banyak orang yang tahu bahwa dia suka rasa itu. Bahkan mungkin Yoga tidak tahu. Di hadapan teman-temannya, dia ja-
128
Mint Chocolate Chips
rang beli es krim, padahal di kulkas selalu ada persediaan untuk kebetean darurat. Acya mengambil dua scoop besar es krim dan memasukkan kotak itu kembali ke freezer. Ia tidak akan mau diganggu ketika makan es krim. Acya menghabiskan dua buah scoop es krim itu dalam beberapa menit saja! Untungnya dia tidak takut gendut jadi Acya nggak punya penyakit bulimia. Kring! Tiba-tiba telepon di rumah Acya berdering. Acya mengangkat telepon yang berada tidak terlalu jauh darinya, “Halo?” kata Acya. “Acya! Gue ada kabar yang teramat sangat meng gembirakan sekali lho boww!” kata Daina histeris. “Gosip apaan lagi sih?” tanya Acya. “Ini bukan gosip! Ini fakta! Barusan, beberapa detik yang lalu, gue… jadian… sama… KIFFI!!!” “Wow...! Selamat, selamat! Ehm... Hah? APA!? LO JADIAN SAMA KIFFI... apa-apaan tuh!?” seru Acya. “Iya... gue jadian ama Kiffi... denger kan?” “Denger, denger... tapi…” Acya bingung. “Tapi kenapa?” tanya Daina. “Tapi... Kiffi kan play…” Kalimat Acya terputus karena Daina langsung menyela. “Eh! Udah dulu ya! Gue mau ngasih tau Reva dan Eci nih! Gila! Gue bahagia banget!” Acya menutup
Mint Chocolate Chips
129
teleponnya. Hah? Kiffi? Nggak salah?
“Halo, Eci?” tanya Acya saat mendengar bahwa Eci yang mengangkat telepon darinya. “Iya, Cya?” “LO UDAH TAU GOSIP TERBESAR ABAD INI!?” “Yang mana? Yang Winona Ryder ngutil, yang Britney Hamil, yang Michael Jackson sebelom dipenjara minta supaya ada seorang cewek yang mau ngandung anaknya…? Apa… Daina jadian?” “DAINA JADIAN SAMA KIFFI! Astagfirullah’alazim. Ya ampun… Kiffi kan playboy… Gila banget… Mikir nggak sih tuh anak? Udah tau Kiffi belangnya kayak apaan? Kan kasian Daina…” Acya menyerocos panjang lebar. “Iya gue tau. Gue juga udah bilangin sama dia, gue udah nasehatin dia, tapi… tetep aja, dia kayaknya lagi nggak mau mikirin apa kata orang,” jawab Eci. “Duh, gila apa ya? Kiffi kan kayak gitu. Mendua aku tak mampu… Mentujuh aku baru mampu…” Acya memberikan sebuah pendapat mengenai Kiffi. “Iya. Betul banget. Daina kesambet apa ya? Dia kan paling sewot kalo ketemu cowok playboy. Kiffi pake mantra apaan sih? Daina dipelet apa ya? Kasian banget tuh si Daina. Gue prihatin,” canda Eci.
130
Mint Chocolate Chips
“Terus, Reva udah nelfon lo belom? Yah, gue pe ngen tau aja apa pendapatnya,” tanya Daina. “Belom. Kemungkinan sih si Daina udah ditempeleng duluan sebelom dia nanya pendapat kita. Hahahahaha…”
Jakarta, 19 Mei – tahun kedua SMA Yoga berjalan menuju ruang tata usaha. “Pak, pinjem mike-nya ya! Lagi mau ngumumin rapat OSIS nih. Boleh, ya?” tanya Yoga. “Boleh! Silahkan,” kata Pak Rafiq, pegawai TU. “Makasih, Pak,” Kemudian Yoga menekan sebuh tombol di gagang mike di TU tersebut yang membuat suaranya akan didengar oleh seluruh warga sekolah, “ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABA RAKATUH. SEMUA PENGURUS OSIS DIMINTA BERKUMPUL DI RUANG OSIS UNTUK MEMBICARAKAN MASALAH MOS. SEKALI LAGI, SEMUA PENGURUS OSIS DIMINTA BERKUMPUL DI RUANG OSIS LANTAI TIGA. WASSALAMUALAIKUM WARRAHMATULLAHI WABARAKATUH,” Kemudian Yoga keluar dari ruang tata usaha dan berjalan menuju lantai tiga. Saat memasuki ruang OSIS, ruangan itu masih kosong. Baru ada Yoga. Ia duduk di sebuah kursi.
Mint Chocolate Chips
131
Tiba-tiba masuk ke ruangan seorang cowok tegap bernama “TB”. TB menyapa Yoga, “Hey, Yo! Apaan sih? Pake nyuruh-nyuruh gue ke sini segala?” “Kayak cuman elo gitu yang gue panggil… Gue manggil SEMUA PENGURUS OSIS… Bukan elo doang…” jawab Yoga setengah sewot. “Oh,” TB menjawab pendek. Kemudian melanjutkan perkataannya, “Sorry deh, gue lagi nyolot nih. Gue lagi ada masalah sama Risya gitu deh. Gue dikira nikung. Padahal enggak. Masa dia ngira gue nikung sama Eci. Pake acara tampar-tamparan segala lagi! Yang bener aja! Liat nih! Pipi gue biru-biru, abis ditamparin terus sama dia! Namparnya pak-pok-pakpok sih tuh anak! Nggak berenti-berenti! Idih! Maka nya, entar malem gue mau dugem aja ah, jadi gue bisa ngelupain masalah sedikit,” “TB…TB… Acara dugem lo tuh enggak ada abisnya ya? Asal nggak terjerumus aja, Be!” Yoga menasehati. “Eh, Yo! Nggak usah ngasih kuliah buat gue... Lo ntar malem temenin gue ke Centro dong! Please, gue nggak ada temen nih. Masa gue ke sana sendirian udah kayak orang bego sih? Gila! Gue suntuk banget nih! Ikut ya?” ajak TB. “Enggak ah. Gue ke rumah Acya aja, deh…” jawab Yoga, menolak ajakan TB.
132
Mint Chocolate Chips
“Yoga payah nih! Pacaran melulu lo!” TB kesal dan ngeloyor pergi. Kemudian datang para anggota OSIS yang lain ke ruang OSIS.
“Ci, ntar temenin ke PS yuk,” pinta Acya. “Ngapain? Ini kan hari Rabu…” tanya Eci. “Gue pengen nyari-nyari kado buat Yoga. Bulan depan kan dia ulang tahun. Tapi, gue bingung mau ngasih apaan,” “Gue tau… kasiiiiih…” Kemudian Eci berbisik di te linga Acya. “Waaah… bener, bener! Tapi, ntar temenin belinya ya!” “Iya,” Eci mengiyakan. Sementara itu, Yoga tetap dengan serius memimpin jalannya rapat. Pembagian tugas untuk masa orientasi siswa besok. “Temen-temen, sorry ya. Waktu MOS nanti gue nggak bisa ikutan. Gue mau cabut ke Inggris,” kata Yoga dengan nada menyesal. “Lama nggak? Nggak pake lama ya…” celetuk TB. “Yah, kok gitu sih, Yo? Nggak fair, nih…” protes Risya. “Betul itu! Tunggu aja setahun lagi. Terus, terserah
Mint Chocolate Chips
133
deh lo mau kuliah di mana!” tambah Anisa. Yoga ha nya tersenyum mendengar ocehan cewek-cewek yang termasuk fans-nya di sekolah itu. “Eh, yang nggantiin lo siapa?” tanya TB agak bi ngung. “Ya… si Acya, kekasihku…” jawab Yoga (Anisa pasang tampang superngiler dan supermupenk9). “Ya udah. Segini dulu, rapat kita. Sekertaris, tolong dicatet ya formasi sama tugas-tugasnya. Semua udah tau tugas masing-masing kan’? Rapat dinyatakan selesai,” kata Yoga mengakhiri rapat OSIS. Anggota-anggota OSIS berjalan menuju koridor. Yoga menghampiri Acya di depan pintu ruang OSIS. “Kamu mau aku anter pulang? Aku lagi bawa mobil nih, hunny bunny sweety baby-kuuuu!” tawar Yoga sambil merangkul dan mencium pipi Acya. Kesempatan dalam kesempitan! “Enggak ah,” jawab Acya pendek sambil mengelus-elus pipinya. “Loh!? Kenapa, Cya!? Nggak biasa-biasanya kamu kayak gini. Gue bakalan ikut ke manapun elo pergi deh,” kata Yoga. “Kalo gue mau ke salon, lo mau ikut juga?” tanya Acya lagi. “Ih, jijik amat sih! Kenapa sih cewek-cewek pada suka ke salon?! Idih, salon… Tempat paling mem-
134
Mint Chocolate Chips
betekan sedunia tuh! Enggak ah! Kenapa sih ka yaknya semoa cewek, bahkan sampe manusia metal berinisial ‘R’ kayak temen lo itu masih minat ke salon! Emang ada apaan sih di sana? Isinya juga cewek semoa! Ngapain sih? Gue nggak mau!” tolak Yoga. “Ya udah, dahhh Yoga…” ujar Acya sambil ngelo yor pergi. Yoga berjalan lemas dengan tampang bete di belakang Acya “and the gank”.
Jakarta, 25 Mei – tahun kedua SMA Gue udah beli kado buat Yoga. Gue selalu berharap bahwa Yoga nggak akan pergi. Gue selalu berharap dia bakalan terus ada di deket gue, buat ngejagain gue. Gue sadar kalo sebenernya gue sayang banget sama dia dan gue nggak mau jauh-jauh dari dia. Tapi gimana? Di dongeng-dongeng pasti terakhir nya dibilang “and finally, they live happily ever after,” Boro-boro happy, sekarang aja gue udah bete berat denger dia mau pergi. Ke Inggris pula! Jauh! Gila ba nget. Gue nggak tau mesti gimana… Acya menutup buku hariannya dan menyimpan pulpen yang ia pakai untuk menulis di tempat pensilnya. Acya menyalakan radio-nya, karena sekarang jam siarannya Reva. Ya, Reva adalah penyiar radio di sebuah stasiun radio remaja yang terkenal seantero
Mint Chocolate Chips
135
Jakarta, ia membawakan acara “Allroundjakarta”. Dinamakan “Allroundjakarta” karena mereka bersiaran dengan mobil minibus keliling Jakarta, terutama ke tempat nongkrongnya anak-anak remaja. Seperti mal, kafe, ataupun sport center. Terdengar suara Reva dan suara seorang cowok mengudara sekarang. “Hai-hai, Kawula Muda! Balik lagi sama Reva di sini masih di tempat anak muda mangkal... dengan partner setia gue…” “Nino! Kita ngebawain Allroundjakarta dan kita lagi di… Di mana nih, Rev?” “Sport X Kemang! Gila! Di sini pada sporty semua anak-anaknya. Dikelilingin kafe sama distro lagi! Gila, keren abis!” “Kita wawancara siapa nih, Rev? Emang topik kita apa?” “Duh, telmi amat sih, lo! Hari ini tuh tentang all about skate… “Apa pendapat lo tentang kemajuan dunia skateboard di Indonesia?” Kita tanya nih cowok aja, No! Gue tau nih, namanya Yoga. Ini temen gue! Hey, Yo!” “Yoga! Apa pendapat lo tentang kemajuan dunia skateboard di Indonesia?” Mendengar kata “Yoga”, Acya yang baru saja me lamun langsung menyimak obrolan itu dengan seksama. Jangan-jangan ini Yoga-nya gue, batin Acya.
136
Mint Chocolate Chips
“Menurut gue skate di Indonesia udah cukup bagus. Cuma pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan dunia skate sebagai olahraga. Bukan tempat anak-anak slebor nongkrong. Skater juga belum tentu slebor dan urakan kan’? Lihat aja Tony Hawk, dia udah bisa bikin game sendiri. Kalo dia bisa, kenapa kita nggak bisa? Jadi, please, buat pemerintah, perhatikanlah anak-anak skater sebagai atlet, bukan perusak… Gue mau request lagu dong! Boleh kan?” “Boleh aja… Mau minta lagu apa?” “Gue mau request lagunya Simple Plan yang I’d Do Anything buat gebetan gue, Acya.” “Thanks, Yo! Kita bakal puterin. OK, Kawula Muda, here it is, I’d Do Anything from Simple Plan!” Ya, ini emang Yoga-gue, batin Acya sambil tersenyum. Acya meraih gulingnya dan berbaring di tempat tidur. Waktunya take a nap diiringi lagu favoritnya si manusia narsis! Baru hendak merebahkan tubuhnya di atas ranjang tidurnya, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Acya langsung duduk dan kemudian berdiri, membukakan pintu kamarnya. Ia melihat… DAINA! Dengan mata sembab dan pipi basah. “Lo kenapa?” tanya Acya yang kemudian mempersilahkan Daina masuk. “GUE BENCI SAMA DIA! DIA JAHAT!” kata Daina. “Siapa, Na?” tanya Acya bingung.
Mint Chocolate Chips
137
“Kiffi! Siapa lagi kalo bukan dia!” “Lho? Lo kan baru jadian! Dia kenapa sih, emangnya?” Acya semakin penasaran. “Belom apa-apa dia udah ngedeketin cewek lain! Bayangin! Tadi gue liat dia lagi makan berdua si Juli di kafe! Gila! Si Juli sama Kiffi tuh udah kayak pacaran banget! Mesra-mesraan apa segala macem! Rese’!” Daina marah-marah. “Lo udah konfirmasi belom sama Kiffinya?” “Bukan konfirmasi lagi! Itu orang udah gue eksekusi! Juli sendiri yang ngaku kalo dia emang lagi HTS10 -an sama Kiffi! Kiffi ngakunya belom punya cewek! Norak! Dasar udik! Sialan! Jahat!” Daina makin berapi-api tapi kemudian ia menangis lagi. Hhh… Masalah lagi nih!
27 Mei – tahun kedua SMA “NAAAAA!!” teriak Kiffi dari kejauhan. Daina sudah berjalan meninggalkannya. “NAAAA!!” Kiffi berteriak sekali lagi. Kali ini sambil berlari mengejar pacarnya. “NAAAA!! Dengerin aku dulu, dong!” pinta Kiffi. “Nggak ada lagi yang harus gue dengerin, Kiff!” jawab Daina. “Na, gue sayang sama lo!” teriak Kiffi disaksikan warga-warga kelas dua.
138
Mint Chocolate Chips
“Gue cewek ke berapa yang lo bilangin kayak gitu?” tanya Daina masih cuek. “Pertama,” jawab Kiffi setelah berhasil menarik lengan pacarnya. “Bohong!” teriak Daina. Saat itu pula Daina melihat ke arah Kiffi dan Kiffi melihat wajah pacarnya yang sembab akibat airmata. “Jangan nangis. Gue nggak mau karena lo terlalu cantik untuk nangisin cowok brengsek kayak gue,” ujar Kiffi. “Tapi, lo bener-bener yang pertama buat gue. Dan gue akan berusaha, supaya lo bisa jadi yang terakhir,” ikrar Kiffi. Daina tetap berjalan pergi. “NAAA!! Please, gue sayang sama lo, Na. Please, gue cinta sama lo!” teriak Kiffi. Akhirnya, Daina menghentikan langkahnya. “Terus, tadi lo mau ngomong apaan?” tanya Daina. Gue mau minta maaf,” jawab Kiffi jujur. “Minta maaf kenapa?” Daina sok-sok nggak tau. “Karena udah mesra-mesraan sama Juli. Sorry,” jawab Kiffi singkat. “Maksud lo kayak gitu tuh apaan sih?” tanya Daina. “Enggak. Gue emang lagi khilaf banget. Gue lagi stres. Gue lagi nggak bisa mikir. Gini yah, Na. Pada dasarnya, banyak cowok yang suka ngeliat cewek cantik. Sama aja kayak cewek-cewek yang suka ngeliatin tampang-tampangnya personil boyband, atau
Mint Chocolate Chips
139
Simple Plan, Chad Michael Murray, pokoknya yang kamu bilang ganteng tuh semuanya. Tapi bukan berarti, aku sayang sama mereka. Mereka cuman enak diliat, tapi kalo jadi pacar sih, enggak deh! Aku butuh, aku sayang, aku cintanya cuma sama kamu. Nggak ada yang lain. Please, maafin dong. Gue janji nggak akan ngelakuinnya lagi. Please, maafin gue, Na. Gue sayang sama elo,” jawab Kiffi. “Lo janji?” tanya Daina. “Iya, gue janji,” jawab Kiffi. “Please…” pinta Kiffi. “Gue takut, kalo gue nerima lo lagi, lo bakal ngula ngin kesalahan yang sama… Gue nggak mau… Men dingan sakit sekarang daripada nanti gue harus sakit lagi karena elo,” “Na, gue janji, gue nggak bakalan ngecewain elo. Bener! Gue janji, Na.. Gue nggak mau nyakitin lo lagi. Please dong, Na…” Kiffi memohon. “Terus, ngapain sih elo tadi mesti teriak-teriak segala? Malu-maluin tau!” ujar Daina sambil tersenyum tipis. “Kamu nerima aku balik nggak?” “Asal kamu janji nggak akan ngulangin lagi…” “Iya, aku janji,” ujar Kiffi sambil menggenggam kedua tangan pacarnya. Kemudian ia mengusap air mata yang mengalir di pipi Daina, dengan ibujarinya.
140
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
141
Family Potrait Yoga tertegun menatap langit gelap tapi berhiaskan bintang malam itu. Tanpa teman. Yoga memang sudah sangat terbiasa dengan kesendiriannya. Keceriaan baginya hanyalah sandiwara di depan temantemannya belaka, aslinya, Yoga persis patung hidup! Udah cuek, alim, pendiam, dingin, dan orang yang biasa kesepian. Waktu kecil, dia apa-apa harus terbiasa sendirian. Kasih sayang yang dia terima dari kedua orang tua nya juga setengah-setengah. Nggak pernah Yoga bisa menerima kasih sayang dua orang sekaligus. Bokap ya bokap. Nyokap ya nyokap. Semua satu-satu! Waktu Yoga kecil, pas TK, orang tuanya sudah pisah rumah. Dilanjutkan dengan perceraian me reka. Sakit banget rasanya. Makanya, Yoga tumbuh
142
Mint Chocolate Chips
jadi orang yang sensitif, jauh di dalam lubuk hatinya. Semenjak perceraian kedua orang tuanya, ayahnya tidak pernah lagi menghubungi Yoga. Sama sekali. Dan saat itulah Yoga kehilangan figur seorang Ayah. Terkadang malah membencinya. Gimana nggak benci? Setiap disuruh mengarang tentang “Ayahku”, Yoga bingung mau menulis apa. Ia tidak mengenal ayahnya, sama sekali. Wajah ayah nya saja sudah nyaris terlupakan oleh Yoga. Apalagi, ayahnya tidak bekerja. Lengkap sudah kekesalannya pada ayahnya. Anak-anak lain memiliki figur seorang ayah yang bisa dibilang sempurna. Mapan, berwibawa, tapi baik hati walaupun tegas. Tapi, Yoga nggak kenal siapa ayahnya. Tidak mengerti apapun tentang ayahnya. Dan lagi, waktu umur tigabelas tahun, Ibunya Yoga memutuskan untuk pindah ke Inggris. Tapi, Yoga nggak mau. Dia ngotot pengen tetap di Indonesia. Di Jakarta Yoga tinggal sendirian, hanya dengan supir dan pembantu. Kadang-kadang, ia sering menginap di rumah saudara sepupunya, atau temannya. Supaya nggak kesepian. Padahal, kesepian itulah makanan sehari-hari Yoga. Dan tentunya Yoga sudah terbiasa melahapnya. Sampai pada suatu hari, saat Yoga baru masuk SMA, Yoga menemukan penghilang kesepian itu.
Mint Chocolate Chips
143
Acya. Bukan yang lain. Cewek itulah yang bisa membuat kegembiraan Yoga tidak lagi dibuat-buat. Cewek itu juga yang membuat Yoga bisa merasakan kebahagiaan yang sebenarnya untuk pertama kalinya. Cewek itulah yang membuat Yoga bisa sayang banget sama seorang cewek, untuk pertama kalinya juga. Acya juga yang bikin Yoga bisa belajar untuk menikmati hidup. Acya yang mengajarkannya untuk merasakan detik-detik hidupnya dengan senyuman dan tawa. Acya. Acya yang bikin dia mau berusaha. Acya juga yang membuatnya nggak rela meninggalkan cewek itu ke Inggris. Cinta memang nggak pernah bisa diduga. Kapan datangnya, kepada siapa tujuannya. Benar-benar nggak ketahuan! Tapi, entah kenapa, Yoga langsung tahu kalau Acya bakalan jadi “sesuatu yang berharga” di dalam hidupnya. Semenjak pertama kali melihat gadis itu. Acya memang nggak secantik Keira Knightley di mata orang lain. Rangga juga palingan cuma pengen tenar doang, suka sama Acya, lantaran Acya itu wakil OSIS. Acya juga nggak pinter-pinter amat. Palingan, di Fisika doang itu anak pinter, paling jelek juga dapat tujuh. Pelajaran yang lain sih, biasa-biasa aja. Apalagi Geografi, kalau ulangan Geografi dibagiin, Acya selalu bilang: “WAHAI LANTAI!! TELANLAH AKU!!”
144
Mint Chocolate Chips
saking sedihnya dan saking nggak relanya menyaksikan nilai yang akan dia terima. Malu! Gaul? Nggak juga. Acya belum segaul Eci kok. Acya betul-betul ‘biasa-biasa aja’. Jadi apa? Yoga juga masih bingung. Mungkin, suatu saat nanti ia akan menemukan jawaban dari pertanyaannya yang itu. Kemudian, terlintas nama Yana di pikiran Yoga. Yana. Iya, Yana, adiknya. Adiknya Yoga. Sudah cukup lama Yoga tidak menghubungi Yana. Apa kabar ya itu anak sekarang? Lagian, buat apa gue ngehubungin dia juga? Gue juga nggak pengen tau apapun tentang orang yang ngakunya BOKAP GUE. “Enggak, dia bukan bokap gue! Bukan! Nggak ada ciri-ciri seorang ayah di dia! Nggak ada ayah yang nggak nghubungin anaknya selama bertahun-tahun, nggak ada ayah yang ninggalin anaknya sendirian, nggak ada ayah yang nggak bertanggung jawab sama kehidupan anaknya, nggak ada ayah yang pengen ngeliat anaknya kesepian, nggak ada ayah yang masa bodo sama hidup anaknya, nggak ada ayah yang ngebiarin anaknya nggak kenal sama dia, nggak ada ayah yang bikin anaknya bingung mau ngarang tentang apa kalo disuruh ngarang tentang ayah! Nggak ada! Enggak! Dia bukan bokap gue! Gue nggak kenal sama dia! Kalaupun gue mesti nerima kenyataan kalau dia bokap gue, gue nggak pengen! Gue nggak
Mint Chocolate Chips
145
rela! Nggak sudi! Nggak ada ayah yang kayak gitu sama anaknya sendiri! Nggak ada! Gue nggak terima! Mungkin dia bokap biologis gue, tapi dia bukan bokap gue yang sebenernya!” Yoga menunduk. Air mata mengaliri pipinya. Kata orang, boys don’t cry. Tapi, kita harus ngerti, kalo boys do cry. Termasuk Yoga. Nggak ada larangan bagi cowok untuk nangis kan? “Di mana-mana, bokap itu akan selalu ada buat anaknya. Ayah bakalan jadi peranan penting dalam hidupnya. Dan bokap gue? Nggak ada yang bisa gue banggain dari dia!” Yoga kembali terisak dalam sepinya… “Mas Yoga! Ada yang nyari tuh, Mas,” ujar pembantunya Yoga. Yoga segera menghapus airmatanya. “Siapa? Kiffi?” tanya Yoga. Sudah biasa. Kiffi memang sering datang ke rumah Yoga malam Minggu begini, cuma buat main Playstation dan tanding game Tekken atau Nascar Rumble. Sampai dini hari. Dan akhirnya ketiduran di tikar ruang tamu Yoga. Dilanjutkan dengan menginap di rumah Yoga. “Bukan, Mas. Bapak-bapak,” jawab pembantunya. “Hah? Siapa?” tanya Yoga lagi. “Belom disuruh masuk kan?” Yoga memastikan. “Belum, Mas. Masih saya suruh tunggu di luar,” jawab pembantunya. Yoga turun dari atap –tempat cucian– menuju lantai bawah melalui tangga.
146
Mint Chocolate Chips
Saat membuka pintu, ia melihat… ayahnya! De ngan refleks Yoga langsung menutup lagi pintunya. I don’t wanna meet you! I don’t wanna greet you! “Yoga, tunggu!” seru ayahnya. Yoga membuka lagi pintu tadi dan hanya berkata dengan singkat, “Mau apa?” tanya Yoga dengan nada sinis. “Papa mau minta maaf,” jawab ayahnya. Yoga membiarkan ayahnya tetap di luar sana. Di depan pagar. Di luar rumahnya. “Saya Yoga, bukan Yana,” tanggap Yoga masih dengan gaya sesinis mungkin. “Kamu kenal Yana?” “Iya, saya kenal anak Bapak,” jawab Yoga, persis orang yang belum saling kenal. “Yo, Papa mau minta maaf,” ujar ayahnya. Yoga akhirnya membukakan pagar. “Masuk,” ujarnya singkat. Setelah masuk ke ruang tamu, Yoga mempersilahkan ayahnya untuk duduk. “Duduk,” “Sepi ya?” ujar ayahnya berbasa-basi. “Kamu nggak kesepian?” tanya ayahnya. “Enggak, udah biasa sendirian dari kecil,” jawab Yoga. “Kamu jangan gitu, dong. Papa ngerti perasaan kamu. Papa minta maaf,” Ayahnya kembali memohon. “Enggak! Bapak nggak ngerti perasaan saya!”
Mint Chocolate Chips
147
Yoga masih belum rela memanggil “Papa”. “Papa ngerti, Yo. Papa sangat mengerti,” “Ya kalo Bapak ngerti perasaan saya, kenapa Bapak bikin Ibu saya harus kerja banting tulang, kenapa Bapak bikin saya nggak bisa dapet kasih sayang yang penuh dari orang tua saya, kenapa Bapak bikin saya kesepian kayak gini!?” Yoga mulai kesal. “Papa minta maaf,” “Minta maaf itu gampang, Pak. Maafinnya yang susah,” ujar Yoga masih saja sinis. “Yoga, Papa mohon maafkan Papa,” “Nggak ada yang perlu saya maafin. Kalau mau minta maaf, sama Ibu saya, jangan sama saya,” pinta Yoga. “Papa udah nyoba. Tapi…” “Pak… Bapak kira selama sebelas tahun ini saya nggak sedih apa? Saya udah terlalu banyak nangis, Pak. Saya udah kehilangan kebahagiaan yang seharusnya semua anak punya. Bapak tau? Saya nggak pernah lagi memakai nama belakang saya. Karena saya udah terlalu sering sedih karenanya. Saya pernah berantem karena kondisi orang tua saya yang se perti ini, sama sahabat saya sendiri, Pak! Saya harus bisa selalu sendirian. Saya harus mandiri waktu saya seharusnya masih bisa manja sama orang tua saya. Saya harus bisa terbiasa dalam kesepian. Saya harus
148
Mint Chocolate Chips
bisa mencari jawaban kalo orang tanya tentang ayah saya. Waktu saya lulus-lulusan SD, nggak ada Ayah saya. Waktu SMP juga kayak gitu! Padahal ayahnya anak-anak yang lain semuanya dateng!? Dan sekarang, setelah sebelas tahun Bapak nggak ngehubu ngin saya, Bapak mau minta maaf? Sekarang? Bapak baru sadar sekarang? Ke mana aja, Pak? Selama sebelas tahun Bapak nggak pernah ngehubungin saya! Untung saya cowok, Pak, coba kalo cewek, bingung saya nyari wali nikah,” Pada kalimat terakhir, nada pembicaraan Yoga mulai memelan, tapi tetap saja nyelekit. “Yoga… Papa minta maaf,” “PA!!!! Papa tuh kok kayak gitu sih?! Dikirain Yoga seneng, apa?! Selalu dikatain! Nggak punya ayah!!! Dikirain Yoga nggak sedih apa?!!!!!” “Papa minta maaf, Yo,” ulang ayahnya. “Iya, Yoga maafin,” jawab Yoga segera padahal sejak tadi airmata sudah mengaliri pipinya. “Kamu nggak mau tinggal sama Papa aja?” ta nya ayahnya dengan tulus. Mungkin mencoba untuk memperbaiki kesalahannya. Mungkin... “Enggak, makasih,” jawab Yoga. “Kenapa?” tanya ayahnya. “Telat, Pak. Bulan depan saya udah mau berangkat ke Inggris. Nyusul Mama,” jawab Yoga dengan na-
Mint Chocolate Chips
149
fas yang masih belum teratur akibat tangisnya. Tapi, Yoga jujur, ia memang telah memaafkan ayahnya sejak dulu. Ia hanya kecewa dengan apa yang terjadi. Dan ia harus bisa jadi lebih baik, dari ayahnya. Jam di rumah Acya menunjukkan bahwa sekarang sudah jam tujuh malam. Telepon di rumahnya berdering. Acya segera mengangkat gagang telefon tersebut. “Cya?” tanya Yoga lewat telepon saat ia mende ngar yang mengangkat telepon darinya adalah Acya. “Yo, lo kenapa?” tanya Acya. Ia mendengar getaran hebat di suara Yoga. “Cya, gue butuh elo…” kata Yoga. “Woy, elo kenapa?” tanya Acya untuk yang kedua kalinya. “Cya, tolongin gue…” kata Yoga lagi, masih de ngan suara rendah, datar, bergetar hebat. “YOGA! ELO KENAPA?” tanya Acya setengah membentak setengah senewen mendengar Yoga yang dari tadi tidak memberitahu apapun padanya. “Di rumah lo lagi ada siapa?” tanya Yoga. “Gue doang. Bokap nyokap gue lagi ke kawinan, kakak gue lagi ngapel…” terang Acya. “Bukain pintu dong. Gue udah di depan,” pinta Yoga.
150
Mint Chocolate Chips
“Iya,” jawab Acya. Ia langsung meletakkan gagang telepon dan membuka pintu. Ada mobil Yoga di situ. Acya melihat Yoga turun dari mobil dengan bola basket di tangannya. “Cya, temenin gue,” pinta Yoga. “Ke mana?” tanya Acya. “Deket sini ada lapangan basket nggak? Pokoknya ke lapangan basket. Kalo di sini nggak ada, ke mana kek gitu. Ke Cilandak kek, Bulungan sekalian!” ujar Yoga. “Ada kok,” jawab Acya. “Ayo, Cya, ikut gue,” pinta Yoga. “Bentar dong, gue ganti baju dulu ya,” pinta Acya. “Ya udah, cepetan. Gue butuh elo banget nih sekarang,” pinta Yoga. Acya berlari ke kamarnya dan segera mengganti pakaiannya. Acya sudah tau kebiasaan Yoga kalau sedang stres atau bingung. Pasti ia langsung bermain basket sendirian. Tumben, kenapa saat ini dia minta Acya untuk ikut? Apakah masalahnya benar-benar berat? Seberat apa? Sesampainya di garasi, ternyata Yoga sudah kem bali ke dalam mobilnya. Acya memanggil pembantunya untuk pamitan dan memberitahu bahwa ia cuma pergi ke lapangan basket di kompleksnya. Acya masuk ke dalam mobil Yoga. Tanpa berkata apapun,
Mint Chocolate Chips
151
Yoga melesatkan mobilnya. “Sebelah mana lapangannya?” tanya Yoga tanpa menengok ke arah Acya sedikitpun. “Di perempatan depan belok kiri. Lurus dikit, udah keliatan ntar,” jawab Acya. “Yo, elo kenapa sih?” tanya Acya kemudian. “Ntar aja ceritanya kalo udah nemu lapangan basketnya,” jawab Yoga. Mendengarnya, Acya memilih untuk diam. Biasanya Acya yang lebih galak, tapi, pada saat-saat terpenting, Yoga jauh lebih galak dari Acya. Kalo Acya berpikir instan dengan kursi listrik, kalo Yoga berpikir menyiksa dengan merendam korban di bak mandi baru boombox nyala dicemplungin. Sadis? Itu cuma perumpaan kok. Kalo Acya, marahnya nyemprot abis-abisan tapi cuma sebentar. Kalo Yoga, diamnya dan dinginnya yang lama itu yang bikin menyiksa. Serius deh, diliatin Yoga dengan tatapan psikopat –kalo kata pelatih ekskul teater di sekolah– bakalan terasa tersiksa banget. Sesampainya di lapangan basket, Yoga membawa bola basketnya tanpa mengindahkan Acya. Ia berjalan sendirian dan membiarkan Acya mengikutinya dari belakang. Acya pun tidak sanggup berkata apapun. Tidak ingin Yoga marah lagi, sedih lagi… Yoga mulai –seperti biasanya– nge-shoot dari
152
Mint Chocolate Chips
area three point. Ia belum juga bicara. Acya duduk di pinggir lapangan basket itu. “Yo, cerita dong,” pinta Acya agak keras supaya Yoga mendengarnya. “Bentar, kalo gue udah puas main,” jawab Yoga. Sialan bener ini orang. Udah ngajak ke lapangan basket malem-malem, didiemin pula sepanjang perjalanan, sekarang gue mesti nungguin dia pula sampe puas main basket. Sepuluh menit. Lima belas menit. Titik-titik peluh di dahi Yoga mengalir deras, namun, cowok itu tidak gentar. Dia tetap bermain basket. Dan lagi-lagi, seakan-akan memiliki dunia sendiri di mana tidak ada orang lain. Padahal ada Acya, yang semakin merasa akan pingsan karena bosan. Dua puluh menit. Debum-debum dribble-an bola masih terdengar jelas. Keringat Yoga hampir membasahi seluruh kaos hitamnya. Decitan sepatu keds Yoga masih terdengar. Sementara Acya, sibuk menatap bintang di langit. Tigapuluh menit. Empatpuluh lima menit. Akhir nya… Yoga puas main juga. Yoga memeluk bola basketnya dan duduk di sebelah Acya tanpa berkata apaapa. Reaksi Acya yang melihatnya pun sama, tidak berkata apa-apa. Hanya melihat ke arah langit, yang cukup cerah dan berbintang
Mint Chocolate Chips
153
“Tadi bokap gue ke rumah,” kata Yoga setelah dua menit sebelumnya kosong tanpa obrolan. Yang terdengar hanyalah nafas Yoga yang tidak teratur. Acya menengok ke arah Yoga. Ia bingung apa res pons yang harus ia berikan. Di satu sisi, ia senang karena akhirnya ayahnya Yoga menemui Yoga. Di sisi lain, ia juga tau perasaan Yoga yang sulit untuk menerima ayahnya lagi. “Dia minta maaf,” kata Yoga tanpa menunggu res pons yang sedang dicari-cari Acya. Acya terus mendengarkan. “Ya udah, gue maafin. Dia minta gue tinggal sama dia, gue bilang gue udah mau ke Inggris. Selesai,” terang Yoga singkat. Gitu doang? “Sorry udah ngerepotin elo. Makasih udah mau nemenin ya. Soalnya, ngeliat elo tanpa elo mengatakan apa-apa, gue udah bisa tenang. Pulang yuk,” ajak Yoga sambil menarik Acya untuk berdiri. Acya melihat mata Yoga yang sembab sehabis menangis kembali berkacakaca. Boys do cry! Acya tidak berdiri. Ia malah menarik Yoga untuk duduk lagi. Yoga duduk, dan kemudian menunduk. Ia tidak mau Acya melihatnya menangis. Dengan refleks, Acya memeluk tubuh Yoga dengan susah payah. Iyalah! Tubuh Yoga jauh lebih besar daripada tubuhnya. “Jangan maksain diri lo untuk nggak nangis. Gue tau, cowok perlu nangis. Kalo emang elo mesti na
154
Mint Chocolate Chips
ngis, nangis aja, mungkin itu bisa bikin elo lega. Gue mau kok, nemenin elo semaleman sampe tangis lo selesai. Sampe lo lega. Sebelas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Gue bakal meluk elo terus kayak gini kok, sampe elo tenang. Nggak usah malu buat nangis, gue ngerti…” kata Acya. “Gue cuma nyesel aja, kenapa hidup gue mesti kayak gini?!” kata Yoga dalam suaranya yang masih bergetar. Airmatanya terus mengalir deras dalam pelukan Acya. I’m a nightmare, a disaster. That’s what they always said. I’m a lost cause not a hero but I’ll make it on my own. I’m gonna prove them wrong. Me against the world. It’s me against the world…11 “Ini jalan hidup lo. Elo nggak boleh nyesel gitu aja. Semua ini pasti ada hikmahnya. Allah pasti punya rencana buat kita semua, Yo. Jangan cuman ngeliat sisi negatifnya doang. Kalo misalnya bokap lo nggak dateng, mungkin sekarang elo nggak gue peluk kayak sekarang, kan? Pasti ada banyak nilai positif yang bisa elo ambil suatu hari nanti. Gue yakin… Nggak apa-apa kalo elo mau nangis. Nangis aja. Asalkan nantinya elo bakal tenang, gue akan nemenin elo semaleman…” janji Acya. Yoga mengangkat wajahnya dan menatap Acya dengan serius. Ia mencium rambut gadis itu dan kemudian membelai rambutnya. “Thanks yah…”
Mint Chocolate Chips
INBOX
Reply
Reply all
155
Forward
Delete
To: [email protected] From: [email protected]
Subject: yoga mo ke britain! (kaga pake boong)
Heyz, li’l sister!
Na, kakakmu yg ganteng ini cuman mau
ngasih tau kalo tgl 1 Juli besok gue
berangkat ke Inggris, nyusul ibu gue yg tentunya ibu lo juga. Sorry, baru ngasih
tau sekarang, dan maaf karena nggak nghubungin elo beberapa lama. Maaf banget.
Gue lagi sibuk berat soalnya, yang ngurusin fiskal lah, visa pelajar, sekolah,
dan semuanya. Kan gue tinggal sendirian, dan yang diurusin banyak, mesti gue yg
urus semuanya sendiri. Ketemu nenek gue
dulu lah, tante gue dulu lah, buat ngurus sekolah. Banyak deh, capek makanya!
Karena itu, belom sempet call elo lagi. Pokoknya gue cuman mau bilang, kemaren papa dateng, minta maaf sama gue. Gue
sih – jujur – udah maafin dari lama, cuman
156
Mint Chocolate Chips
kecewa aja sama dia. Kok dia bisa segitu
teganya yah sama gue (dulu)? Itu aja sih
yang gue seselin… Kalo dia ngapa-ngapain
elo, ato ibu lo, lo mesti bilang sama gue. Apalagi kalo udah pake kekerasan. Cepet
lapor
ke
gue.
Via
e-mail
kek,
telepon (ntar gue yg call elo deh!), via Kak Acya juga nggak apa-apa. Lo tau Acya
kan? Itu lohh... cewek gue (yg cantik
itu... hehehe)... Tau kan? Lewat dia aja kalo gak bisa contact gue. Waktu
gue
kecil,
Papa
suka
banget
mandi,
mukul.
marah-marahin gue, sampe kadang-kadang gue
disetrap
di
kamar
Sakit gila! Gue nggak mau lo digituin juga. Jadi, kabarin gue yah kalo ada
apa-apa. Gue pengen elo jadi lebih baik dari Papa. Jangan ikutin jejak dia. Lo mesti jadi lebih baik (yaaa kayak gue
gini lah..), Papa tuh bener-bener nggak ngasih contoh yg baik. Ngerti?
Baik-baik yah… Dan buat ibu lo, bilang
aja salam dari anaknya yg ganteng. Sorry nggak bisa ngomong & ketemu langsung. Ceritain aja tentang gue ke ibu lo…
Mint Chocolate Chips
Ok? Tunggu kabar gue. Regards, Yoga (yang ganteng!)
157
158
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
159
Sebuah Compact Disc Jakarta, 1 Juni – tahun kedua SMA Acya membuka lokernya. Kali ini, ia tidak melihat Yoga yang sedang menyanyi-nyanyi di beberapa loker di sebelah loker Acya. Padahal biasanya, setiap hari Yoga selalu ada di situ, menghafalkan lagu Hysteria milik MUSE. Tapi, sekarang dia nggak ada. Yoga ke mana ya? “Apaan nih?” Acya berbicara sendiri saat ia me nemukan sesuatu di dalam lokernya. CD. Kotaknya berwarna kuning neon transparan. Co ver-nya adalah foto Acya hitam putih, dan foto Yoga di sebelahnya. Acya membalik CD tersebut. Ia makin kaget ketika melihat judul-judul lagu yang ada.
160
Mint Chocolate Chips
1. “At The Beginning” Richard Marx ft. Donna Le wis 2. “Color Of Love” Boyz II Men 3. “You” Ryan Duarte 4. “Accidentally In Love” Counting Crows 5. “In A Rush” Blackstreet 6. “Letters To You (acoustic ver.)” Finch 7. “Only One (acoustic ver.)” Yellowcard 8. “Vindicated” Dashboard Confessional 9. “Everlasting Love” Jamie Cullum 10. “You And Me” Lifehouse 11. “Ordinary People” John Legend 12. “Untitled” Maliq & D’Essentials 13. “The Reason” Hoobastank (I’ve found a reason for me to change who I used to be, a reason to start over new. And the reason is you) 14. “Sweetest Goodbye” Maroon 5 (With a tear in my eye, give me the sweetest goodbye that I ever did receive) 15. “She Will Be Loved” Maroon 5 (I don’t mind spending everyday out on your corner in the pouring rain, look for a girl with the broken smile, ask her if she wants to stay a while) 16. “Love Song” 311 (However far away, I will always love you. However long I stay, I will always love you)
Mint Chocolate Chips
161
17.“My Kinda Girl” Brian McKnight & Justin Timberlake (You’re the kind of girl I think of and you’re the kind of girl I dream about) 18.“Blow My Mind” Maliq & D’Essentials (Girl, you look so fine. Now you really, really blow my mind) Acya tersenyum membacanya. Tiba-tiba ia mendengar suara nyaring di sampingnya –yang pastinya suara Yoga, “Ngapain lo senyum-senyum sendiri?” tanya suara itu. Dasar anak sinting! “Hmmm? Eh, elo. Makasih ya,” ujar Acya sambil memperlihatkan CD yang ia pegang. “Makasih buat…?” Yoga sok bingung. Acya yakin bahwa Yoga mengerti maksud perkataannya. “Ini,” jawab Acya sambil menunjukkan CD yang tadi ia pegang sekali lagi, mengalah. “Ooh, itu. Iya, sama-sama. Itu gue kasih supaya lo bisa inget terus sama gue. Hehehehe…” ujar Yoga usil. “Iya, iya. Eh, jangan bolos Jumatan lo!” Acya mengingatkan. “Iya, sayaaaaanggg!” Yoga mulai norak lagi. “Nggak usah norak deh!” bentak Acya. Yoga tersenyum jahil dan kemudian berlari menuju aula.
162
Mint Chocolate Chips
Jakarta, 17 Juni – tahun kedua SMA Hmmm. Finally, gue dapet IPA juga. Hehehe. Daina sama Kiffi ambil IPA juga kayak gue. Sisanya ngambil IPS. Si Tama udah terancam nggak naik kelas. Gara-gara kemaren-kemaren main Tamiya melulu (nggak waras. Anak SMA mainnya Tamiya. Haha. Just kidding!). Alhamdulilahnya, sama guru-guru dia diijinin naik kelas. Padahal kelakuannya cukup buruk juga sih… Emang hokinya dia lah mungkin. “Semua! Gue mau ada pengumuman, nih! Karena tahun ajaran besok gue cabut ke Inggris, dan tahun ini gue ulang tahun ke, ehm-ehm, delapanbelas, gue ngundang lo-lo pada ke pesta ulangtahun gue sekalian perpisahan karena gue mau ke Inggris yang nun jauh di sana. Undangannya udah gue taro di meja lo. Sorry ya, buat yang nggak dapet undangan, kapasitas rumah gue terbatas, nih! Jadi, lo nggak bisa ikutan! Yang dapet undangan, dateng ya!” teriak Yoga di kelas. “Lo mau gue bantuin ngedekor rumah nggak?” tanya Acya. “Nggak usah nolongin kok. Elo udah gue rekrut jadi pembokat gue,” ujar Yoga sambil nyengir. “Ngocccooll!” ujar Acya. Yoga nyengir lebar. “Damai, damai. Piss yo tempar pipis di mana yo?” Yoga makin nggak jelas.
Mint Chocolate Chips
163
“Apa sih?? Makin norak aja lu makin hari,” ledek Acya. “Mau tema apaan nih? Pool party apa gaya prom night?” tanya Daina dengan gaya centilnya. “House Party!” jawab Yoga. “Duileee... udah kayak The Sims,” celetuk Kiffi. “Gue mau anak-anaknya pake baju kasual aja. Lagian kan ultah gue nggak bakal ada acara motong kue yang bertingkat tujuh belas, kali! Udah gitu, malemmalem dingin kalo berenang!” kata Yoga menjelaskan. “Ada musik chill-out-nya nggak?” tanya TB yang tiba-tiba JB12. “Enggak!! Adanya emo!!” bentak Kiffi. “Pergi lo! Minggat sana! Dugem aja pikiran lo!” usir Kiffi. “Yeeee… boleh dong! Namanya juga rave boy ka yak gue gini…” kata TB. “Gue emo boy! Mau apa lo?!” balas Kiffi membela aliran musik yang dicintainya dengan sepenuh hati. “Imo, Imo… Cowoknya adek gue namanya Imo!” balas TB. “Be, asal lo tau aja ya! Yang namanya emo tuh keren banget! Apalagi The Used sama Taking Back Sunday tuh nggak ada matinya, kalo yang lokal menurut gue Side Project tuh menggila!” bentak Kiffi kemudian. “Goodnight Electric yang bawa musik techno juga
164
Mint Chocolate Chips
keren! Emangnya Faddy ama Dochi Side Project doang yang bisa keren?!” ujar TB tidak mau kalah. Sementara Kiffi dan TB bertengkar masalah musik emo dan techno, yang lain melanjutkan obrolan me reka yang tertunda. “Hmmm… Gue udah tau gue mau pake baju apa! Gue mau pake baju yang lengannya tiga perempat, trus pake rok panjang yang lebar di bawah, trus pake kaos kaki Jepang yang panjang, trus pake selop tinggi lima senti…Trus…” kata Daina. Reva menyahut, “Trus, NABRAK!” Dengan spontan anak-anak tertawa. Untungnya Reva memotong kalimat Daina. Kalo enggak, panjang kalimatnya bisa tiga jam sen diri. Mereka pasti bete mendengar rencana dandan Daina yang kalau di daftar pasti daftarnya akan sa ngat panjang, belum ke salon, belum jepit, belum eyeshadow warna ini, belum lipstick warna itu… Hmmm, genit banget deh! Tapi, beruntung juga sih, punya teman seperti Daina. Karena, 10 HAL MENGAPA DAINA ITU TEMAN YANG BAIK 10 - Dia mudah bermetamorfosa. Bisa aja acara ke pesta pernikahan tantenya Eci dia pakai ball gown ala Nicole Kidman dan ke mal besok sudah pakai baju a la J.Lo di “Jenny from the Block”.
Mint Chocolate Chips
165
9 - Dia tau mode. Daina tau apa judul rancangan rumah mode Miu-Miu musim ini. Dia juga tau hari ini ada fashion shownya siapa di Jakarta. 8 - Koleksi bajunya banyak jadi asyik juga buat jadi sarana peminjaman baju sesama cewek. 7 - Make-up-nya komplit, plit, plit, plit, plit! Dari eyeshadow sampai segala lotion ada! 6 - Dia kreatif. Sebenernya dalam tiga hari dia bisa pakai baju yang sama. Tapi kelihatan beda karena hari pertama pakai cardigan, kedua di lapis tank top, terakhir dipakai tumpuk. Yah… suka-suka dia aja lah, tapi tetep keren! 5 - Tau cara menggebet cowok. Dia punya segala macam trik. (nggak tau kenapa akhir-akhirnya sama si Kiffi juga. Nggak jauh-jauh!) 4 - Ramah. Dia selalu menyapa semua orang yang dia kenal. Terutama orang yang lebih tua. 3 - Gaul. Tiap jalan-jalan pasti dia ketemu salah satu kerabat atau temannya. 2 - Tau gosip. Tanyain gosip apa aja yang lagi beredar di sekolah. Dia PASTI tau! Dan hal yang paling penting… Dia ngertiin gue dan “gue banget”. Mengenal dalam arti kata, tau “luardalem”, dia kenal gue sampai hal yang paling pribadi (sepribadi apa sih? Udah, nggak usah dibahas)!
166
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
167
Ulang Tahun Yoga Jakarta, 23 Juni — tahun kedua SMA Sekarang jam lima sore. Mati gue! Gue udah janji mau ngejemput Acya (yang sudah gue anggap la yaknya kekasih gue sendiri, ceilee) dan akan sampai di depan rumahnya jam segini. Sekarang gue masih kejebak macet. Emang sih, rumahnya cuma beda paling-paling antara seratus sampe dua ratus meter dari sini, tapi, Acya paling nggak suka sama yang namanya ngaret. Gila! Bisa-bisa gue diomelin abis sama nih cewek. Hidup Acya emang kayaknya well-organized ba nget, dia tuh jarang banget telat, malah mungkin nggak pernah. Yah, itu cuma salah satu contoh kecil dari
168
Mint Chocolate Chips
karakteristik cewek super ini. Hari ini gue ngerayain ulangtahun gue yang ke ketujuhbelas. Kalo buat cewek sih, “life begins at seventeen”. Buat gue sih biasa aja. SIM juga gue dapet udah dari tahun lalu. Nggak lucu banget kalo nggak ‘nembak’. Palingan KTP doang. Terus terang gue nggak tau apakah gue seneng apa enggak. Masalahnya, minggu depan gue udah mesti cabut ke Inggris buat nyusul nyokap gue yang tinggal di sana. Gue emang tinggal sendirian di Jakarta yang luas banget ini (walaupun menurut Kiffi luasnya nggak lebih luas dari lapangan basket sekolah kalo dipake nge-rally), tapi itu jauh lebih menyenangkan dan membahagiakan karena ada para gokil bernama Kiffi dan Tama, manusia metal bernama Reva, pecinta kamar mandi sekolah yang centilnya setengah mati bernama Daina, cewek gaul bernama Eci yang gaulnya nggak lebih gaul dari gue, dan juga si cantik Acya. Dibandingkan kalo gue mesti bergaul sama cowok-cowok bule di sana. Rasanya sepi! Biarpun di sana banyak cewek-cewek cantik nan seksi (kuatkan imanku, Yaa Allah!) yang bule-bule juga cantik-cantik dan bodinya... uuuuu, kalo kata Kiffi: aduhay abesss, tetep aja mungkin banget kalo mereka nggak connect sama bahasa gue. Sekolah di sekolah gue yang sekarang emang
Mint Chocolate Chips
169
asik banget temen-temennya. Nyambung semua rata-rata! Biarpun gue ngerti bahasa slang di Inggris, tetep aja komunikasinya nggak akan seasik di sini. Mau gue ngomong kayak apaan juga, pasti perang dunia ketujuh nggak akan kejadian di situ! Sementara elo tau sendiri, Yoga kan cinta keributan! Gue seneng keramaian dan juga keributan, karena kalo kayak gitu, semua masalah rasanya hilang. Di kelas kita bisa timpuk-timpukan, sambit-sambitan, main “gencetan”, lari-larian (ya, permainan itulah yang bikin icon angkatan gue: Dodit, tangannya robek lapan senti abis nabrak kaca), sampai tepokan (kalo mainan yang ini bisa juga dibilang ‘gampar-gamparan’ dalam bahasa sarkasme). Lima seperempat. Duh, gue bakalan dieksekusi nih. Acya bakalan marah banget sama gue. Aduh! Gila, ini jalan macet amat sih! Di rumah bakalan ada acara ulangtahun gue. Bisa dibilang sekalian pesta perpisahan gitu. Minggu depan gue –asli– cabut ke Inggris. Asli!!! Kagak pake bo’ong! Gue nggak mau! Sumpah! Gue pengen terus-terusan sama temen-temen gue di sini. Gue tau gue mesti “berbakti” sama nyokap, tapi ini bukan cara yang gue pengenin buat berbakti. Buat nunjukkin ba las budi gue. Nggak kayak gini. Kenapa nyokap nggak pindah ke sini aja, coba? Tau nggak, handphone aja gue nggak dibeliin ama nyokap!? Beggghh...
170
Mint Chocolate Chips
memalukan memang. Cowok segaul gue gini nggak punya handphone. Tapi paling nggak, gue masih dibeliin notebook, gue masih bisa punya Friendster... (buat info aja, karena banyaknya cewek-cewek yang pengen kenalan ama gue, sekarang Friendster gue udah nyampe “Yoga TIGA”). MANTAP!!! Akhirnya, mobil gue udah sampai juga di depan rumahnya Acya. Nggak tau kenapa, dari pertama kenalan sama ini cewek, gue udah ngerasa kalo gue bakalan naksir ama dia. Taunya, gue beneran naksir sama dia! Ini cewek emang bawel abis, tukang ngobrol tapi aslinya kalem buanget, kita sama-sama suka sama band Simple Plan. Kadang gue suka bingung, kenapa banyak cowok yang benci sama Simple Plan? Apa karena mereka ganteng-ganteng? Apa karena lagu mereka nggak pake teriak-teriak? Apa karena lagu mereka easy-listening? Apa karena mereka nggak disebut emo? Tapi, setelah menyelidiki definisi musik emo dari seorang penggila emo sejati bernama Kiffi, gue menangkap kesan bahwa cara membedakan emo dengan punk atau rock adalah kalau emo liriknya lebih emotional. Biasanya tentang broken-heart atau kebencian pada dunia. Kayak orang yang mau suicide, harakiri, atau bunuh diri, tapi kekesalannya dicurahkan ke lirik lagu. Abis itu gue bilang, kalo liriknya Simple Plan juga
Mint Chocolate Chips
171
semuanya kayak gitu. Kiffi nggak bisa ngejawab. Gue rasa, mereka cuma ngiri sama Simple Plan yang pu nya skill nyiptain lagu yang nadanya harmonis dengan distorsi yang sedikit kali ya? Dan berbeda dengan cowok-cowok lainnya, biasanya kan cowok-cowok menyukai musik emo dan benci Simple Plan. Sementara cewek benci emo cinta Simple Plan. Nah gue, gue suka dua-duanya. The Used oke, Simple Plan oke… Tergantung suasana aja! Jam enam. Beneran, barusan Acya ngomelin gue abis-abisan. Untungnya, dia masih minat buat nga sih gue kado yang udah dia beliin. Acya tetep simpel kayak biasanya, cuman makin galak. Dia pake kaos tulisannya “Simple Plan Live In Concert”. Keren ba nget deh. Ngomong-ngomong, beli di mana ya? Tapi gue rasa dia bikin deh. Acya udah berbaik hati ngasih gue kado, malah guenya yang nggak tau terima kasih. Gue juga bi ngung, gimana mau bilang thank-you, kalo dia ngasih gue bantal! Gue agak bete. Akibat refleks gue yang jelek, gue ngebentak Acya (dikit kok. Emangnya salah ya?). Acya ngediemin gue sepanjang perjalanan ke rumah gue! Lagian, gue kira dia bakal ngasih apaan, gitu. Taunya... BANTAL! Gue masih nggak abis pikir. Pas gue
172
Mint Chocolate Chips
baca kartunya, gue baru mikir. Buat informasi lagi, isi kartunya adalah: “Yo, happy birthday ya... semoga aja elo bakalan terus-terusan dalam lindungan-Nya. Sorry banget ngasih bantal... abis kalo tidur, elo nggak kenal tempat. Sekalian kenang-kenangan, kan bisa lo bawa ke Inggris... hikss... kenapa sih lo mesti pergi? Gue kan sedih kalo nggak ada elo... btw, wishin’ u all tha best, pangeran bobo... hahaha,” Gue udah coba bilang makasih dan benar-benar minta maaf secara sungguh-sungguh dan dari lubuk hati kecilku yang paling dalam sedalam-dalamnya dalam. Tapi tetep aja Acya ngejawab sekedarnya. Sampai-sampai gue maksa dia buat maafin. Dan setengah ngebentak lagi (is that bad?). Yang ada, ini cewek malah balik ngebentak gue. Duh, gue jadi nggak enak. Apalagi tadi gue udah telat jemput dia. Hari ini gue bener-bener bikin dia marah. Gue ngerasa salah banget. Cumannnnn… gue bingung mesti ngomong gimana. Sampai di rumah gue. Thank God! Akhirnya gue bisa lepas dari kondisi yang nggak ngenakin kayak barusan. Paling nggak, ada dua sobat cowok gue yang sama-sama ajaib, juga temen-temen yang lain. Semoga suasana bisa lebih cair dikiiiit aja (gue nggak tau titik leburnya berapa. Gue cuma tau titik lebur tembaga adalah 1083 derajat celcius, gue jadi hafal
Mint Chocolate Chips
173
gara-gara pelajaran Fisika yang sialan abis). Manusia-manusia yang ada baru kita bertujuh. Gue ngeliat ke arah arloji gue lagi. Udah jam tujuh lewat. Pantesan rumah gue udah mulai rame. Tementemen udah pada dateng, udah pada ngasih selamat. Dua orang yang nggak bisa berenti ngomong “HAPPY BIRTHDAY” adalah Anisa dan Risya yang katanya masuk OSIS demi gue dan udah bikinin fans club buat fans-fans gue di luar sana. Biarpun agak berlebihan, tapi tetep aja gue merasa agak bangga dengan segitu banyaknya cewek yang ngantri buat gue. Mau lo bilang gue manusia ternarsis di dunia, nggak apa-apa kok. Gue terima. Gue nggak peduli. Inilah gue. Dan semua orang mesti nerima gue apa adanya. Tapi…kalo Acya nggak suka, gue rela berubah demi dia (Acya gitu lhooo... ) Ngobrol-ngobrol, Acya mana? Kayaknya dari tadi gue nggak liat dia. Setelah udah agak lama mata gue berkeliling nyari manusia tercantik yang pernah gue kenal ini, akhirnya, ketemu juga (iya, dialah cewek tercantik yang pernah gue kenal selain DIAN SASTRO, TITI KAMAL, NIRINA, TAMARA BLESZYNSKI, JENNIFER GARNER, KEIRA KNIGHTLEY, BRITNEY SPEARS, ASHLEE SIMPSON dan NATALIE PORTMAN). Tapi kok tampang ini cewek rada stres ya? Acya lagi sama cowok... Laaahhh… itu cowok siapa
174
Mint Chocolate Chips
sih? Kayaknya gue nggak tau. Potongannya sih ka yak playboy yang stres akibat jomblo. Eh, tampangnya familiar? Ih, ngapain tuh anak JB-JB (join bareng) di party gue?! Gue masih ‘standing-still’ (atau still standing?) di tempat gue berdiri tadi. Gue mau liat dulu, Acya keganggu apa enggak. Idih, tuh cowok megang le ngannya Acya. Idiiiihhh! Brengsek amat tuh cowok! Maksudnya apaan sih?! Mau ngedeketin Acya?! Siapa sih tuh orang? Mendingan gue samperin apa enggak?! Sebelom elo jawab pertanyaan gue barusan, gue udah keburu ngibrit nyamperin Acya. Gue takut dia kenapa-napa. Sebagai cowok yang naksir dia, GUE KAN HARUS SELALU ADA UNTUK DIA DI SAAT DIA SUSAH... setuju? (kalo lo nggak setuju, itu masalah lo, bukan masalah gue). Waktu jarak gue tinggal satu meter dari mereka, gue baru sadar kalo itu cowok adalah Rangga! Yang waktu itu ngajak gue duel di lapangan basket. Ngajak ribut banget sih ini orang. Sebenernya, KALO BUKAN KARNA ACYA, gue nggak pengen ngeladenin cowok banyak gaya kayak dia. Ngapain sih? Buang-buang energi aja. Enzim ptialin gue udah susah payah ngolah nasi jadi monosakarida buat energi gue (gue bener-bener minta maaf! Gue tau ini bukan buku biologi gue waktu SMP). Dan pas gue liat Acya bener-bener akan ping-
Mint Chocolate Chips
175
san, gue memutuskan buat ngebentak dia dan ngedorong dia, supaya Acya aman (biarpun bukan pacar, gue rela kok dijadiin satpamnya). “Heh, elo! Yang lagi sama Acya!” tanpa gue sengaja gue teriak sekencang-kencangnya kepada pengganggu itu… “ELO MANGGIL GUE?” tanya Rangga. Udah playboy, tolol, nggak ganteng, norak, rese’, idup lagi! “IYA, GUE MANGGIL LO! NGAPAIN LO DI SINI!? GUE KENAL SAMA LO AJA ENGGAK!” “Heh! Biasa dong lo! Nggak usah dorong-dorong gue!” pinta Rangga. Gimana gue nggak dorong dia? Dia udah “datang tak diundang pulang tak diantar” (ooooh, itu ‘datang tak dijemput’ ya?), mau ngerusak acara gue, ganggu-ganggu MAHADEWI gue, lagi! Gimana nggak naik darah? Gue sadar barusan Rangga ngedorong gue balik. “Nyadar dong lo! Udah nggak diundang, ganggu-ganggu cewek orang, lagi! Acya tuh cewek gue! Ngapain lo ganggu-ganggu dia? Sadar diri dong! Dia nggak suka lo gituin!” Dengan alasan “refleks”, gue ngegenggam tangan Acya dan narik dia lebih deket ke gue. Hal itu bikin Rangga mukanya merah. Jadi mirip sama udang rebus yang (sumpah) enak abis. Walaupun masih lebih enak udang bakarnya. STOP! “BRENGSEK. DIA BUKAN CEWEK LO!” ujar Rangga (dan emang bener). Tapi, gue nggak rela
176
Mint Chocolate Chips
harga diri gue jatuh di mata orang modelan Rangga gitu dan gue juga nggak rela kalo cewek yang gue sayang (sebut saja bernama Acya), digangguin sama cowok modelan Rangga. Apalagi Acya udah keliatan stres abis-abisan. Gila-gilaan. “Ngomong apa lo, brengsek? Dia cewek gue. Udah, nggak usah ganggu-ganggu cewek gue lagi. Dia terlalu cantik untuk lo ganggu, tau?!” Emosi gue udah mulai meluap. Gue sadar barusan gue bohong. Gue sadar barusan gue ngomong brengsek. Tapi... semua ini demi “keselamatan dan kenyamanan” Acya tercinta kok. “Heh, lagak lo tuh biasa aja dong! Ngajak ribut lo!? Kalo mau, sini… gue ladenin!” Rangga mulai banyak gaya lagi. Itulah yang bikin gue stres ngadepin orang kayak dia. Ngapain sih mesti tebar pesona sama orang, terus-terusan? Berasa ganteng, gitu? Mending kalo ganteng! Kalo enggak?! “Udahlah, nggak usah banyak bacot. Kalo mau ngajak berantem tuh nggak usah banyak gaya, langsung aja!” Dan ‘lalu’... gue melayangkan pukulan gue yang paling “combo” ke perut si Rangga yang hina (segitunya?). Dengan penuh kemenangan, gue menyaksikan Rangga “terjatuh” sambil megangin perutnya. Rangga berdiri dengan susah payah tanpa ada yang nolo
Mint Chocolate Chips
177
ngin (itulah akibat dari datang tak diundang) abis itu ngabur dari rumah gue. Gue mulai calm down (ceilee, “calm down”!) dan gue mencoba buat nenangin si cantik yang tadi lagi stres banget. Sekarang tangannya udah ada dalam genggaman gue lagi. Gue rasa muka gue udah nunjukkin rasa khawatir dan bingung yang mendalam... karena gue bener-bener bingung. Gue takut kalo Acya diapa-apain. “Lo nggak apa-apa?” Acya menggeleng. Gue ngebelai rambutnya. Sebenernya ada perasaan pengen meluk dia. Tapi... gue takut dia stres lagi. Jadi lebih baik, sekarang gue nempatin diri gue dalam status atau posisi sebagai “kakaknya”. “Sorry ya, tadi gue udah telat jemput lo, udah marah-marah ke elo, udah bentak elo, sekarang udah ngaku-ngaku cowok lo, terus gue ngebelai-belai elo... sorry banget ya,” Gue nyoba buat minta maaf lagi. Siapa tau dia mau maafin gue. Gue bener-bener merasa nggak enak. “Iya. Nggak apa-apa kok. Yang tadi, serius?” Acya nanya ke gue. Sekarang gue bener-bener bingung, maksud dan tujuan pertanyaan ini apaan? Tapi gue rasa, ini adalah tentang “GUE COWOKNYA ACYA”. “Yang mana? Semua yang gue bilang serius, gue pengen itu kejadian,” Gue jawab kayak gitu. Semoga prediksi gue nggak salah, semoga gue nggak salah
178
Mint Chocolate Chips
tangkep, semoga gue nggak salah paham... amien... “Maksud lo?” tanya Acya lagi. Sekarang gue ngerasa teramat tolol nanya yang barusan. “Yah, gue berharap aja bisa jadi cowok lo…” Gue ngasih penjelasan. “Ya jangan cuma berharap,” ujar Acya. Gue mulai deg-degan abis. Gue nggak tau mesti gimana. Maksud Acya tuh gimana? Mungkin dia cuma becanda, tapi gue pengen dia tau, kalo maknanya dalem abis buat gue... gue pengen jadian sama dia, tapi, gue nggak bisa nembak sekarang. Gue takut dia cuma becanda, gue ngeri ditolak, semua enak kayak gini... karena gue takut ditolak, gue juga takut kalo dia nerima gue, ntar kita akan putus dan musuhan... gue nggak mau...! Gue nggak rela! “Paling nggak, gue seneng... karena lagi-lagi, gue bisa bareng sama lo, apalagi di hari spesial gue kayak hari ini... liat lo senyum aja…gue udah seneng kok,”
Mint Chocolate Chips
179
Jauhnya Inggris dan Jakarta Jakarta, 30 Juni – tahun kedua SMA Acya membuka inbox e-mail-nya. Ada tiga pesan baru. Satu dari Yoga, yang lainnya “nggak penting”. Acya segera membukanya, mengingat besok Yoga akan berangkat ke Inggris. Mungkin dia mau ngasih tau kalo bakal pergi… Mungkin… INBOX Forward Reply all Reply To: [email protected]
From: [email protected] Subject: None
Delete
180
Mint Chocolate Chips
Everytime by Simple Plan
It was 3 AM when you woke me up
Then we jumped in the car and drove as far as we could go Just to get away
We talked about our lives until the sun came up
And now I’m thinking about How I wish I could go back Just for one more day One more day with you
Every time I see your face Every time you look my way
It’s like it all falls into place Everything feels right
But ever since you walked away You left my life in disarray All I want is one more day It’s all I need
One more day with you
When the car broke down we just kept walking along
‘Til we hit this town
There was nothing there at all But that was all OK
Mint Chocolate Chips
181
We spent all our money on stupid things But if I look back now
I’d probably give it all away Just for one more day One more day with you
Now I’m sitting here like we used to do I think about my life
And now there’s nothing I won’t do Just for one more day One more day with you
Every time I see your face Every time you look my way
It’s like it all falls into place Everything feels right
Every time I hear your name Every time I feel the same
It’s like it all falls into place
Everything, everything feels right You walked away
Just one more day It’s all I need
One more day with you Do u get it, Cya? All I want is one more
day, it’s all I need, one more day with
182
Mint Chocolate Chips
you... I love you (I really mean it. It’s not just A word, it’s THE word.
Finally I can say it out loud to you).
I love you, I love you, I love you, I love you! -Yo-
Jakarta, 1 Juli – liburan Mobil Kiffi berhenti di depan rumah Yoga saat itu. Kiffi mengklakson dan Tama pun turun dari mobil, hendak membantu Yoga membawa tas. Terang saja Tama yang bertugas, memang sudah seharusnya. Sudah bisa diketahui alasannya saat menyaksikan besar badannya yang akbar. Yoga membuka pintu pagar dan menunjukkan dua koper cukup besar dan membawa tas ransel dengan satu bahu. Tama membawa satu koper dan Yoga pun begitu. Tama kembali duduk di seat sebelah Kiffi, di depan. Yoga masuk juga ke mobil dan duduk di sebelah Acya. “Gimana, udah bisa berangkat belom?” tanya Kiffi. “OK! Let’s hit the road!” jawab Yoga. Kiffi mengendarai mobilnya menuju Bandara Inter-
Mint Chocolate Chips
183
nasional Soekarno-Hatta di daerah Cengkareng. Mobil itu berisi Acya, Yoga dan koper-kopernya pastinya, Kiffi, Tama, Daina, dan Reva. Sayangnya Eci tidak bisa mengantar karena badannya panas dan butuh istirahat. Ponsel Reva berdering dan ia berhalo kepada seseorang di seberang sana. “Halo?” “Halo. Ini Eci, Rev,” sapa Eci dengan suaranya yang serak. “Woooooeeeeyyyy! Kok nggak nongol-nongol sih lo? Gimana, udah sembuh belom?” tanya Reva ramah. “Ini gue lagi mau ke dokter nih… Gue mau ngomong sama Yoga boleh nggak?” tanya Eci. “Ya boleh lah! Bentar. Nih, Yo, Eci mau ngomong,” kata Reva sembari memberikan ponselnya kepada Yoga yang sedang memakai kacamatanya karena sedang menggunakan notebook. “Halo, Eci?” “Halo, Yo. Sorry, nih, serek,” kata Eci meminta maaf. Suaranya abis. “Oh, ya, nggak apa-apa. Kenapa?” tanya Yoga. “Gue mau ngucapin selamat jalan. Mau ke dokter, nih. Jadi, gue nelepon sekarang. Lo balik kapan?” tanya Eci setengah menjelaskan. “Gue juga belom tau. Tahun depan kali. Nggak
184
Mint Chocolate Chips
pasti,” Yoga juga belum pasti mengenai kapan dia ke Indonesia. Ia melanjutkan kata-katanya (karena ia tau kemungkinan besar Acya akan bete mendengarnya), “Tapi, pasti gue bakal maen ke Indonesia kok,” “Ya udah, ya. Ati-ati lho... Kirim-kirim kabar yaa... Daah…” kata Eci. “Iya, iya. Daah, cepet sembuh ya,” Tuut! Bunyi telepon ditutup. “Yo, sebenernya lo ama Acya tuh udah jadian belom, sih? Kok kayaknya mesra selalu?” tanya Reva. “Aduh, gimana ya? Kalo cinta udah di depan, status nggak penting, sih…” jawab Yoga, pamer... “Tam-tam… tolong pasang CD gue dong… THIS IS THE BEST OF SIMPLE PLAN!!” Mohon Acya sembari memberikan sebuah CD. “Heh! Emang gue biskuit?” Tama agak tersinggung. “Ya maap... eh, tolong puterin dong,” pinta Acya memohon. “Iya, iya!” kata Tama seraya memasukkan kaset itu ke dalam tape mobil Kiffi. I’m just a kid and life is a nightmare. I’m just a kid, I know that is not fair. Nobody cares cause I’m alone and the world is anymore fun than me tonight…13
Mint Chocolate Chips
185
Sudah bisa ditebak, Yoga langsung menyanyi de ngan riang. Dalam perjalanan ke Soekarno-Hatta, 6 sahabat itu (minus Eci), menyanyikan lagu Simple Plan bersama-sama yang membuat mereka lupa dengan kesedihan mereka akan kepergian Yoga ke Inggris. Iya, Yoga yang itu. Yoga yang ramai dan selalu heboh, yang selalu menghangatkan suasana dan agak narsis. Yoga yang jago nge-shoot three point. Yoga yang jatuh cinta dengan seorang cewek bernama... Acya. Tak terasa, mereka sudah tiba di Bandara Soe karno-Hatta. Yoga mengurus tiketnya. Sementara keberangkatan ke Inggris masih dua jam lagi. Kemudian mereka makan siang di McDonald’s. Reva, Kiffi, dan Daina memesan hamburger. Acya dan Yoga memesan Paket Nasi. Dan Tama, memesan Big Mac. Walaupun Big Mac ukurannya besar, dia memesan dua buah Big Mac! Minuman yang mereka semua pesan adalah Coca-Cola. 1 jam sudah lewat. Setengah jam lagi Yoga akan masuk ke pesawat. 1 jam lagi pesawat menuju Inggris yang ditumpangi Yoga take-off. “Ehm... bentar lagi gue masuk pesawat...
dan
Yoga Si Gantenk menyadari bahwa ia telah melakukan banyak sekali kesalahan yang menyakitkan andaanda semua... jadi, Yoga Si Gantenk mau minta maaf
186
Mint Chocolate Chips
kalo-kalo pernah bikin salah... maafin yaaa... sumpah gue nggak tau mesti ngomongnya gimana. Yang jelas, elo semua adalah sahabat-sahabat gue yang terbaik. Walaupun kita baru kenal dua tahun, rasanya kayak udah lamaaaaa banget... jadi, gue yakin, gue nggak akan ngelupain elo. Gue bakalan kangen sama eloo... yah, gue tau, gue itu jahat, narsis, nyebelin, suka over-acting, nggak jelas, korban iklan. Tapi, lo tau kan, nggak ada orang yang sempurna. Gue cuma pengen, lo tau kalo elo tuh the bestlah buat gue. You all are the best thing ever happened to me…” kata Yoga memulai kata-kata perpisahannya. Acya tidak bisa membendung air matanya. “Artinya apaan sih?” bisik Tama kepada Kiffi. “Ssst! Berisik lo!” kata Kiffi. Melihat isak Acya, Yoga segera menghapus air mata yang mengalir di pipi gadis itu. “Aduh, Cya... jangan nangis dong... kan gue perginya jadi nggak enak nih... gue nggak nyaman kalo lo nangis pas gue tinggal. Kan lo sendiri yang nyaranin gue pergi... masa’ lo juga yang nangis… gue nggak pengen liat lo nangis... Please... gue bakal jadi berat banget ninggalin elonya,” ujar Yoga. Yoga berjalan menuju Kiffi dan Tama. “Maafin salah gue ya. Eh, tolong jagain cewek gue dong,” pinta Yoga.
Mint Chocolate Chips
187
“Hah? Cewek lo? Nggak salah?” tanya Kiffi. “Hehehe. Nggak deng. Jagain Acya yah? Yah? Yah? Yah? Kasian banget lho dia. Gue nggak pengen pergi, karena dia. Gue sebenernya pengen ada di sini, buat dia... tapi gue nggak bisa... jadi, tolong kabarin gue kalo ada apa-apa, secepetnya,” “Iyah... kita pasti jagain dia,” jawab Kiffi diserati de ngan anggukan pasti dari Tama. Yoga memeluk kedua temannya. Dia berjalan menuju Reva dan Daina. “Maafin salah gue yah, Rev, Na. Pasti gue banyak salah lah sama lo. Jangan berantem aja lo berdua. Metal dan girl power sama aja menurut gue. Temenin Acya ya. Kalo dia bete, ajak ke mall kek, beliin baju kek, ke distro, ke kafe, makan roti bakar, makan es krim, beliin rumah, beliin Mercy kek gitu. Asal jangan lo cariin cowok aja, Acya cuma buat gue seorang,” kata Yoga. “Yeeee… elu!” protes Reva. “Hehehehehehe,” cengir Yoga. Kemudian, Yoga kembali berjalan menuju Acya. “Acya... kalo lo kangen, telfon aja ya... ato nggak entar gue yang nelfon lo. Gue janji gue bakalan balik ke sini kok. Emailin gue. Terserah deh. Pokoknya, gue janji, gue bakalan setia terus sama lo, gue nggak akan nyeleweng. Percaya deh! Beneran... kalo elo kangen sama gue dengerin aja lagunya Simple Plan, request
188
Mint Chocolate Chips
ke MTV, atau segalanya laaah…jangan sedih sedih yaaa…gue…” Acya memeluk Yoga dengan erat. Hal itu membuat Yoga nyaris mati kutu. Ia langsung terdiam. Yoga kaget banget. Nggak nyangka Acya bakal memeluknya seerat ini. “Coba kalo gue bisa meluk lo terus dan lo nggak bisa pergi. Gue nggak akan ngelepasin elo. Gue nggak tau sekolah gimana kalo nggak ada elo. Gue nggak tau siapa yang bakalan nemenin gue nyanyi lagulagunya Simple Plan. Gue nggak tau siapa yang bakal nyiulin lagu “I’m Just A Kid” di koridor. Gue nggak tau apakah loker elo tetep jadi loker terpenuh yang keliatannya mau ambruk. Gue nggak tau…” Acya kembali menangis. Yoga menatap mata Acya dengan sorot matanya yang tajam. Ia mendekati wajah Acya. Ia sangat sa yang kepadanya. Rasanya hatinya lumer kalau melihat tatapan lembut dari Acya. Kekuatannya terkuras kalau Acya mendekapnya. Walaupun hatinya berbunga-bunga, darahnya terasa seperti soda yang bergemuruh hebat, semua jadi kacau. Biarpun mereka sahabatan, Yoga selalu menganggap dan memperlakukan Acya sebagai “pacarnya”. Acya semakin erat memeluk sahabat cowoknya yang satu itu. Yoga membelai dan kemudian mencium rambut cewek itu. “Gue takut besok nggak ada cowok
Mint Chocolate Chips
189
namanya Yoga yang suka manggil gue Sayang, gue juga takut besok nggak ada ketua OSIS yang narsis, gue takut nggak ada manusia korban iklan yang suka duduk sebelah gue, gue takut nggak ada yang nemenin belanja Adidas lagi, gue takut besok nggak ada Yoga yang tiap malem kerjaannya nelfonin gue dan nanyain hal-hal nggak penting... Gue takut nggak ada elo di deket gue,” Acya semakin menangis terisak-terisak. Kemudian ia berkata dengan suara nyaring, namun penuh tekanan karena terus terisak, “Yoga jangan pergi!” “Acya, kamu jangan nangis terus dong... bukan kamu aja yang takut. Aku juga takut besok nggak ada Acya yang sukanya ngomelin aku kalo aku nelfon malem-malem cuma buat nanya udah makan apa belom, aku juga takut nggak ada Acya yang nggak bisa makan sambel, aku juga takut besok nggak ada Acya yang bisa aku panggil sayang, aku juga takut nggak ada kamu… aku takuuuuut banget. Aku selalu ngerasa kalo aku nggak sanggup tanpa kamu. Tapi, aku harus nyoba. Karena kamu yang ngomong kalo aku mesti nurutin maunya nyokap. Aku mesti pergi… Pesawatnya udah mau take-off… Seandainya… aku bisa meluk kamu terus kayak gini…” Yoga melepas dekapannya dari Acya. Menghapus air mata Acya dengan ibujarinya. “Aku harus pergi,” tambahnya.
190
Mint Chocolate Chips
Sebenarnya ia ingin cepat-cepat pergi dari sana. Bukannya tidak ingin bersama Acya, tapi ia sangat tidak tega melihat air mata terus-terusan mengaliri pipi Acya, tanpa ada yang bisa ia lakukan. Jika ia menyuruh Acya menyebutkan permintaannya, pasti Acya minta Yoga tetap di Jakarta. Dan Yoga tidak dapat menyanggupinya. Ia berjalan menuju pintu khusus penumpang di bandara. Dia berhenti sejenak dan melambai ke belakang. Melambai menuju Acya. Acya masih saja menangis. Yoga berpikir, kalau saja aku bisa membekukan waktu… dan aku bisa tetap memeluk Acya, melihatnya dari dekat, mewarnai harinya, menggapai citacita bersamanya… Walaupun nantinya Yoga mau kuliah di bidang advertising dan Acya desain grafis, tapi tetap saja. Mungkin mereka masih bisa satu negara, satu pulau, satu daerah, satu wilayah. Tapi, itu semua hanya dan akan terus menjadi pengandaian dalam waktu dekat. Yoga berjalan menuju pintu keberangkatan. Acya masih terus melihat Yoga yang menjauh, dan kemudian hilang. Yoga duduk di sebuah seat di pesawat yang ditumpanginya menuju Inggris. Yoga memakai earphone discmannya. Dalam discman-nya terdapat CD yang waktu itu Yoga berikan untuk Acya. Ia meng-copy CD
Mint Chocolate Chips
191
tersebut supaya ia juga bisa memilikinya, kenang-kenangan. Barusan ada lagu milik Maliq & D’Essentials. “Untitled”. Hmmm… Cya, salahkah ku bila kaulah yang ada di hatiku? Adakah ku singgah di hatimu? Mungkinkah kau rindukan adaku? Akankah ku sedikit di hatimu? Beberapa menit kemudian, yang dilewati Yoga dengan cukup cepat, lagu yang terdengar adalah The Reason milik Hoobastank. Liriknya sangat menggambarkan perasaannya sekarang. I’ve found out a reason for me to change who I used to be. A reason for all that I do, and the reason is you… Yoga melihat keluar jendela. Ia masih berharap. Walaupun sekarang harapannya lebih masuk akal. Ia berharap, seandainya dari jendela pesawat Acya bisa terlihat. Tapi, mana mungkin? Mungkin sekarang masih terlihat, tapi bukan tempat parkir. Melainkan landasan pesawat yang akan take-off. Seandainya, gue bisa mecahin kaca, tanpa seat-belt, dan gue bisa loncat ke bawah, langsung berhadapan sama Acya…, pikir Yoga. Pesawatnya akan segera take-off. Makanya, pramugari mengingatkan untuk memasang seat-belt. Atau jelasnya, sabuk pengaman. Pramugari itu memakai pakaian lengan panjang dan rok selutut yang bermotif bunga berwarna campuran antara merah marun, sedikit biru, dan hijau palem. Rambutnya di-
192
Mint Chocolate Chips
sanggul cepol sederhana seperti iklan-iklan pesawat terbang di televisi. Yoga mengingat percakapan antara Acya dengannya saat melihat iklan pesawat di televisi beberapa minggu sebelumnya, “Lo tau nggak kenapa gue nggak pengen jadi pramugari?” kata Acya. “Hah? Takut crash?” tanya Yoga. “Enggak... gue cuma nggak mau disanggul ka yak gitu... iiiihh... Nggak enak kayaknya,” kata Acya dengan polosnya. Acya memang seorang cewek mandiri tapi sangat polos ketika berbicara. Kemudian, mereka tertawa terbahak-bahak di rumah Acya malam itu. Acya… Lagi apa ya kamu sekarang?, batin Yoga. Yoga kembali melihat keluar jendela. Berharap melihat Acya. Ternyata tidak. Dia hanya melihat gedung-gedung di Jakarta yang terlihat sangat kecil dan malah ada yang tertutup awan tebal.
Acya memasuki mobil Kiffi dengan lemas. Dia duduk di seat mobil, dan menutup pintu mobil itu. Kiffi menyalakan mobil. Dan Daina duduk di sebelah Acya. Acya masih murung, mukanya sedikit pucat. Daina merangkulnya, “Acya, nanti lo sampai rumah langsung kirim email ke Yoga deh. Biar kangen lo kurangan. Gue tau
Mint Chocolate Chips
193
lo pasti susah nerima Yoga pergi. Gimanapun juga, walaupun tanpa status dia kan udah kayak cowok lo… Gue ngerti. Tapi jangan murung terus dong, Cya… kata Kiffi dia dititipin sesuatu sama Yoga,” “Apaan?” tanya Acya. “Nih, Cya. Surat kali. Gue juga enggak dikasih tau,” kata Kiffi sembari memberikan sebuah amplop berwarna pink pastel dengan ornamen bintang di pinggiran amplop itu yang berwarna putih, dibuat dengan teknik emboss. Di bagian depan amplopnya, tertulis: Dari Yoga Acya tersenyum sekilas. Dasar Yoga, kebiasaan banget. Masa’ di bagian depan amplop yang ditulis bukannya nama penerima malah namanya sendiri. Acya membuka amplop itu. Dia mengeluarkan salah satu kertas dari dua lembar kertas yang terdapat di amplop itu. Ternyata sebuah surat dari Yoga. Acya membuka lipatan kertas itu dan membacanya,
Acya, Gue tau lo pasti baca surat gue di mobil, soalnya gue pesen sama Kiffi kayak gitu. Gue nulis ginian supaya kangen lo kurangan. Gue tau kok kalo gue emang ngangenin. Haha,
194
Mint Chocolate Chips
becanda deng. Gue cuman pengen lo jangan sedih, jangan nangis ya. Pliiisss... kan kalo Acya sedih Yoga juga sedih! Kalimat gue barusan itu serius lho... Pokoknya entar email-email gue ya. Kalo lo bete, minta dianterin jalan-jalan aja ama tementemen yang laen. Minta dibeliin mobil sama mereka juga nggak apa-apa. Jangan nangis. Gue janji, gue pasti balik. -Yoga(mu)Acya kembali tersenyum. Pede bener ini orang. Pake nulis “Yogamu” lagi! Acya mengambil kertas kedua dari amplop itu dan membuka lipatannya.
Acya Itu adalah nama cewek yang selama ini mengisi hari-hariku Yang mewarnai bagian-bagian dalam novel hidupku Dan mengisi lagu cintaku sebagai rhythm
Mint Chocolate Chips
195
Acya Dia juga bunga terindah dalam taman ceritaku Indahnya murni Tanpa ancaman duri seperti mawar Harumnya tulus Bukan seperti melati yang ingin selalu ada di saat-saat penting Acya Cuma senyumnya yang bisa menerangi sisi tergelap dariku Cuma kata-katanya yang bisa membuatku Bisa merasakan apa yang disebut bahagia Seumur hidupku Karena sebelumnya aku belum pernah tau Acya Mungkin sekarang aku harus ninggalin kamu
196
Mint Chocolate Chips
Untuk sementara waktu Tapi aku janji Kalau Tuhan mengizinkan Aku pasti kembali Buat kamu Tak terasa, mobil Kiffi sudah berhenti. Tepat di depan pagar rumah Acya. Acya turun dari mobil, “Makasih ya,” kata Acya kepada teman-temannya. “Sama-sama!” balas mereka. “Dah!” Acya melambai kepada teman-temannya. Kiffi menutup jendela mobilnya dan mengendarai mobilnya menuju jalan keluar kompleks perumahan Taman Anggrek, kompleks sekitar rumah Acya. Mendadak Acya baru menyadari, ia menjadi sangat ke sepian. Acya masuk ke dalam kamar dan menyalakan komputernya. Dia mencabut kabel telepon dan menyambungkannya di komputernya. Dia meng-connect sambungan internetnya dan membuka program Launch Internet Explorer 5.0 miliknya. Acya mengecek e-mail-nya dan mengklik tulisan “Compose”.
Mint Chocolate Chips
197
To Cc Bc Subject Hey there, How’s the flight? Fun? Jet-lag nggak?
Hehehehe… Begh,
nyangka,
puisinya
ternyata
nggak
cowok
nahan!
Nggak
senarsis
elo
bisa bikin puisi kayak gitu… Ehh gila lo, gue nangis abis-abisan nih… Sedih!
Pokoknya kayaknya ntar mata gue bakalan bengkak segede bola tenis deh! Elo sih,
pake pergi-pergi segala! Eh, udah dulu yah? Dahh, acya
SEND
Acya mengklik “Send” dan men-disconnect sambungan internetnya. Ia mematikan komputernya, dan beranjak naik ke tempat tidur. Setelah kepalanya menyentuh guling, ia langsung tertidur pulas. Tampaknya saat bangun nanti matanya akan bengkak.
198
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
199
Terpisah Jakarta, 6 Juli – liburan Duh, ngapain ya? Sepi juga ya nggak ada Yoga. Gue nyesel dulu sering marah-marahin dia. Yah, nyesel aja. Sekarang gue malah ngerasa kehilangan dia. Gue ngerasa kehilangan banget. Gue nggak bisa ngomel-ngomelin dia, nggak bisa cerita-cerita, nggak bisa berantem. Padahal dulu, rasanya kalo sehari aja nggak berantem sama yang namanya Adhyoga, langsung pegel-pegel! Tiap hari kita mesti berantem. Tapi, abis itu langsung baikan lagi. Tiap hari gue udah dengerin CD dari Yoga, gue udah mandangin fotonya jutaan kali. Tapi, itu nggak nghilangin rasa kehilangan gue. Gue pengen ada Yoga di sini. Gue pengen ada cowok yang tiap hari nyanyiin lagunya Simple Plan buat gue. Gue pengen ada Yoga di sini! Gue kesepian! Mau gue makan es krim berapa cone,
200
Mint Chocolate Chips
berapa galon, itu nggak bakalan ngilangin rasa sedih gue. Gue kangen banget sama Yoga. Gue pengen dia ada di sini. Gue pengen denger suaranya! Gue pengen ada dia. Gue… Gue sayang sama dia! (akhir nya pengakuan itu keluar juga dari mulut gue). Gue suka sama dia udah lama. Gue ngerasa kalo gue nggak bisa ngapa-ngapain tanpa dia. Gue pengen dia selalu ada buat gue dan gue bisa selalu ada buat dia. Tapi sekarang, darat, laut, misahin kita berdua. Gue pengen bisa bareng Yoga terus. Gue pengen ngabisin taun terakhir gue di SMA sama Yoga. Gue pengen ada dia. Gue pengen banget. Tapi, gue nggak bisa. Dia nggak bisa. Kita nggak bisa barengan. Gue ngerti perasaan Tante Redya, nyokapnya Yoga. Pasti beliau pengen bareng sama anaknya. Sementara Yoga, dia udah biasa sendirian. Dia udah mandiri dan dewasa banget. Waktu kecil, orangtuanya udah pisah. Yoga nggak dapet kasih sayang seorang Ayah. Dan, bokapnya nggak pernah ngubu ngin Yoga lagi, sampe saat dia ketemu Si Yana itu. Makanya, Yoga jadi sensi tapi bijak banget. Dia udah biasa bikin keputusan sendiri. Dia nggak pengen jadi kayak bokapnya, atau nyokapnya. Tante Redya dulu (dan sampe sekarang pun masih begitu), selalu sibuk sama karirnya. Yah, Yoga terlantar. Jadi, Yoga udah biasa ngapa-ngapain sendiri. Buat dia, temen
Mint Chocolate Chips
201
adalah segalanya. Makanya, dia lebih seneng tinggal di sini sama temen-temennya daripada sama nyokapnya. Yoga bukannya mau durhaka, tapi, dia cuma nganggep nyokapnya sebagai orang yang ngandung, ngelahirin, ngebiayain, dan ngejagain dia sampe umur dua setengah. Sejak umur dua setengah tahun, Yoga diurus sama susternya melulu. Ibunya jarang di rumah. Ditambah lagi orangtuanya abis itu cerai. Tapi, Yoga nggak pernah menyesal dengan jalan hidupnya yang kayak gitu. Dia malah berusaha supaya nggak jadi kayak orangtuanya. Dia bikin dirinya disenengin semua orang. Dan dia berhasil seratus persen.
Jakarta, 7 Juli – liburan Acya mengecek inbox e-mail-nya. Ada beberapa pesan. Salah satunya dari Yoga! Ia segera membaca pesan tersebut. INBOX Dear Acya, UK keren. Gue selalu berharap elo ada
di sini. Sekolah masih dimulai beberapa
minggu lagi dan gue msh free. Jalan-
jalan... Gue udah liat Big Ben secara
202
Mint Chocolate Chips
langsung. Hehehe. Nyokap udah kaya tour guide gue gitu. Hampir tiap hari nyokap
nyempetin ngajak gue ngunjungin tempattempat keren di sini.
Sepi. Gue pengen elo juga ada di sini,
atau gue ada di situ sama lo. Bulenya standar semua. Nggak ada yang segalak
elo. Hahahaha. Becanda kok. Ngga ada yg secantik lo juga. :)
Gue kesepian. Bukan cuma krn nggak ada
elo, tapi nggak ada temen-temen. Bete
bgt. Kangen sama lo, dan Jakarta-lo (ya
asepnya, ya macetnya, ya kotornya, ya penduduknya). Gue kangen bgt sama semua
itu. Bodo amat deh Citos crowdednya kaya apa kalo malem minggu. Yg penting enak
nongkrong di situ. Di sini ada Coffee
Bean nggak yah? *what a stupid question*
Di sini, gue belom ketemu temen “gaul”.
Gue kangen nih sama lo. Kangeeeen, bgt.
I miss you a lot, I need you a lot, I love you a lot. Hahahahahaha…
Open up your eyes, then you realize,
Mint Chocolate Chips
203
here I stand with my everlasting love. I need you by my side. Girl to be my pride. Never be denied, everlasting love ! -yo-
Jakarta, 14 Juli – tahun ketiga SMA Kira-kira sudah dua minggu sejak keberangkatan Yoga ke Inggris. Hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru. Acya berangkat ke sekolah tidak se semangat biasanya, mengingat Yoga tidak ada. Acya belum membuka e-mail-nya lagi. Teleponnya sedang ‘dilarang pakai’ akibat kakaknya yang seharian menelepon pacarnya. Ibu Acya khawatir tarif rekening teleponnya akan sangat tinggi. Jadi, Acya ikut-ikutan dilarang. Walaupun hanya kakaknya saja yang dimarahi. Acya berangkat ke sekolah di antar kakaknya menggunakan mobil Aveo milik kakaknya, Reno. Reno adalah seorang mahasiswa di perguruan tinggi negeri favorit di Jakarta yang letaknya tidak jauh dari sekolah Acya. “Kamu bener-bener kepengen banget pasang internet ya?” tanya Reno tiba-tiba. “Iya, Kak. Abis, aku mau ngebales e-mail dari
204
Mint Chocolate Chips
Yoga,” jawab Acya. “Oh, gitu. Kakak ngerti banget kamu pasti kangen sama dia. Kakak aja kangen sama pacar kakak. Tapi, ya… Gimana lagi? Ibu ngelarang. Tapi kamu dilarang kan’ gara-gara kakak. Ya udah, sebagai gantinya, ntar pulang sekolah kakak jemput terus kita ke warnet ya! Kakak bayarin deh,” ujar Reno (tiba-tiba) baik. “Iya?” “Iya!” “Makasih ya, Kak!” teriak Acya kegirangan. “Kamu pulang jam tiga kan’? Ya udah ya, cepetan turun! Ntar telat! Masa ketua OSIS telat sih…” kata Reno. “Iya! Dah, Kakak! Assalamualaikum!” salam Acya. “Wa’alaikumsalam!” Bruk! Pintu mobil Chevrolet Aveo biru itu ditutup. Kemudian mobil itu melesat menuju sebuah perguruan tinggi tempat Reno kuliah. Acya berjalan menuju kelasnya. Hari ini adalah hari pertamanya menggantikan Yoga sebagai Ketua OSIS. Sambil berjalan, dia melihat anak-anak baru kelas satu berjalan menuju sekolah. Mereka memakai tas yang terbuat dari karung beras yang diberi tali, yang perempuan memakai mahkota-mahkotaan menggunakan kertas karton. Yang cowok memakai mahkota boongan juga dan sarung kotak-kotak (yang masih warna pelangi dong).
Mint Chocolate Chips
205
Sarungnya diselempangin di bahu kayak orang mau siskamling. Jadi ketauan banget, siapa yang anak baru. Hehehe… Enggak susah kan peraturannya? Acya naik ke lantai dua dan berjalan menuju kelasnya. Kelas III-IPA-3. Kemudian Acya turun lagi ke lantai bawah menuju Tata Usaha sekolah. “Pak, pinjem mike-nya ya!” seru Acya kepada petuga TU, Pak Rafiq. “Iya. Pasti buat MOS ya?” tanya Pak Rafiq. “Pasti, Pak…” kata Acya. Kemudian Acya bersuara di mike itu yang membuat suaranya terdengar seantero sekolah, “ASSALAMUALAIKUM WARRAHMATULLAHI WABARAKATUH! BUAT ANAK BARU, YANG KELAS SATU, HARAP BARIS SECEPATNYA DI LAPANGAN BASKET SLTP! DI SANA UDAH ADA KAKAK-KAKAK PASKIB YANG NGATUR BARISAN. WASSALAMUALAIKUM WARRAHMATULLAHI WABARAKATUH!” Serentak anak-anak kelas satu berjalan menuju lapangan basket SMA. Di lapangan siswa-siswi ekskul Paskibra sudah menunggu untuk melatih anak-anak baru mengenai cara berbaris yang benar.
Inggris, 14 Juli – tahun ketiga SMA Malam waktu Inggris. Di sebuah kamar berukuran tiga kali empat meter bercat biru tua di suatu rumah,
206
Mint Chocolate Chips
terlihat seorang cowok sedang mondar-mandir di depan notebook canggihnya. Notebook itu berwarna biru transparan, jadi prosesor, chip, kabel, dan segala macam hardware di dalamnya dapat terlihat dari luar, walaupun agak buram, sedikit. Cowok itu memakai kaos bertuliskan “ROLE MODEL” (untuk info aja, merk inilah yang meng-endorse14 Simple Plan) de ngan warna dasar hitam, dan tulisannya warna putih. Dia yang memakai celana pendek kargo berwarna cokelat sedang men-dribble bola basket hitam bergaris kuning neonnya. Rambutnya jabrik acak-acakan berwarna hitam. Tidak terlalu hitam, mungkin agak sedikit kecoklatan. Di nakas samping tempat tidurnya, terdapat foto seorang cewek cantik yang nampaknya sebaya dengan cowok itu. Cewek itu berambut agak panjang kecokelatan dan berwajah cantik. Setelah diteliti lebih jelas, ternyata cowok itu adalah… Yoga! Yoga di kamarnya di Inggris. Sepertinya ia sedang menunggu sesuatu. Kemudian, terdengar sebuah suara, “Click, click, click! Mail!” “Akhirnya!”
Yoga
berbicara
sendiri.
Setelah
menekan beberapa tombol di notebook-nya, ia mem baca sesuatu di e-mail-nya, sebuah surat. Dari… Acya! Begini kira-kira isinya,
Mint Chocolate Chips
207
INBOX Yo,
2 kata buat lo. Kangen berat! Seperti
biasa, anak-anak baru selalu aja menyebalkan. Yg paling nyentrik nyolotnya, adalah yg namanya Manda. Sumpah deh!
Gokil, nyebelin bgt! Dia tuh suka ngintipin loker lo! Temen-temennya juga suka
nanyain tentang elo ke gue! Tau nggak,
di SMP-nya aja, dia tu panggilannya MANDA-B*BI. Bukannya gue mau ngomong kasar,
tapi beneran! Gara-garanya di angkatannya ada dua Amanda. Yang satu pinter nan
cantik sekali, satu lagi dia! Yg pinter
panggilannya MANDA-PINTER, dia panggilannya MANDA-B*BI15! Gila kan?!
Gue sebel bgt sama dia. Bete. Benci!
Dia seneng banget ngeliat-ngeliat loker lo! Wuiddih… Ah, pokoknya sekarang gue males ngerjain apa-apa. Gue bete. Gue sedih! Lagian lo pergi sih! Tapi ya
mau bagaimana lagi? Pokoknya, gue pengen elo cepet-cepet pulaaaaaaaaaaaaaaaaang! Sorry ya marahnya ke elo.
208
Mint Chocolate Chips
Yoga segera membalas e-mail dari Acya. Ia tidak sabar menunggu Acya membaca kabar darinya. Kemudian Yoga mulai mengetik. To: Cc: Bc: Subject: Hoy,
Kayaknya lo bete bener ama Si Manda-
manda itu yah? Coba gue ada di situ, gue pengen ikut ngevaluasi pas pulang sekolah! Pasti asik, ngegebrak meja adik-
adik kelas, ngeliat TB nutup pintu de ngan ditendang…
We’re da** lucky, nggak dapet ospek-
ospekan gitu. Nggak apa-apalah kalo mau
marah sama gue… kayak kata Saykoji: so what gitu loh? Hehehe… Si Manda nggak
tau aja kalo 70% isi loker gue tuh elo, elo, dan elo. Cek gih, kuncinya udah
gue kasih kan? Foto lo, fotokopian catetan lo… Eh, nggak deng. Semua tentang
lo udah gue bawa ke sini! Mau gue taro di loker baru! Jadi, setiap pergantian
pelajaran, gue bisa baca fotokopian catetan elo. Dan at least, biarpun gue
Mint Chocolate Chips
209
nggak bisa liat muka lo langsung, tapi gue bisa liat tulisan lo. Dan ntar, pas
gue buka pintu loker gue, ada elo lagi senyum ke gue dari dalem foto di dalem loker! (nah lo, bingung kan?)
Kalo bantal, udah gue taro di ranjang…
Tiap malem gue peluk… Gue kangeeen ba
nget ama lo, pengen cepet balik ke Indonesia deh. SEND
Setelah selesai menulis e-mail untuk Acya, Yoga memutuskan sambungan internet dan mematikan notebook-nya. Yoga berjalan menuju tempat tidur dan merebahkan dirinya di atas kasur. “Semoga gue mimpiin Acya... Amien,” Kemudian mulut Yoga berkomatkamit, berdoa. Seperti biasanya, Yoga membaca banyak surat pendek sebelum tidur. Doa sebelum tidur, Al-Fatihah, Ayat Qursi, surat An-Nas, Al-Falaq, dan Al-Ikhlas. Dulu, setiap hari saat Yoga menelepon Acya, sebelum menutup teleponnya, Acya selalu mengingatkan Yoga untuk membaca surat-surat tersebut. Apalagi di Jakarta Yoga hanya tinggal dengan pembantu dan supirnya. Wajar aja kalau Acya khawatir. Namanya juga AZHYANTA RAIZA DEYLDA!
210
Mint Chocolate Chips
Selain masalah doa, Acya setiap hari Jumat, selalu mengatakan kata-kata singkat namun berharga bagi Yoga. Ayo kita berpindah ke hari-hari saat Yoga di Jakarta… Acya membuka kunci lokernya. Pintu salah satu loker dari beberapa loker di sebelahnya sudah terbuka. Lokernya Yoga. Acya hendak mengambil mukena dan buku keputriannya. Untuk siswi-siswi, pada hari Jumat diadakan program keputrian yang membahas hal-hal mengenai perempuan. Dari tubuh sampai masalah pacaran. Sementara Acya mengambil mukenanya, Yoga setiap hari memang menghampiri lokernya. Untuk sekedar menyanyikan lagu-lagu yang sedang dihafalnya. Ia memang menyimpan buku teks lagunya di loker tercintanya. Loker yang paling mau ambruk di sekolah mereka. “Yo,” panggil Acya. “Hmmm?” tanya Yoga. “Ntar jangan bolos Jumatan,” ujar Acya kemudian. “Iya,” jawab Yoga ogah-ogahan. “Gue serius,” “Iya, iya. Gue juga serius. Tiap Jumat kan lo selalu ngomong gitu. Kapan sih gue pernah bolos semenjak loker kita deketan?”
Mint Chocolate Chips
211
“Hmmm. Ya udah. Gue duluan ya,” Acya menutup pintu lokernya. Ia meninggalkan koridor tempat lokerloker berada. Tidak lama setelah itu, Yoga pun menutup pintu lokernya dan memasukkan peci ke dalam kantong celananya. Ia pun berjalan di belakang Acya dan bergumam, “Acya, Acya… Kenapa sih lo nggak pernah bisa berhenti bikin gue makin naksir sama elo?” Tapi Acya tidak pernah mendengarnya. Yoga tersenyum mengingat saat-saat itu. Ia memejamkan matanya untuk tidur sambil memeluk bantal dari Acya. Acya, I love you. Eh… kenapa ya sampai sekarang gue belom nembak lo juga?
Jakarta, 15 Juli – tahun ketiga SMA Hari kedua Masa Orientasi Siswa sekolah Acya. Hari ini Acya resmi menggantikan Yoga sebagai Ketua OSIS. Nggak ada lagi Yoga yang menyanyikan lagulagu Simple Plan sepanjang koridor, atau Yoga yang lokernya berisi CD dan Kaset, kaos serep, dasi darurat (Yoga memang pelupa kalau urusan seragam!), dan tentu saja, fotonya dengan Acya. Loker itu tertutup rapat dan terkunci. Kuncinya disimpan oleh Acya. Adik-adik kelas banyak yang sok menulis catatan di barisan loker untuk mengintip isi loker Yoga. Terutama
212
Mint Chocolate Chips
Amanda. Si cewek centil yang selama ini sering membuat Acya kesal. Yang bikin mpet. Yang bikin sebel. Yang bikin bete…! Handphone di saku rok Acya bergetar, menandakan adanya telepon masuk. “Halo?” Acya mengangkat telepon. “Halllooooo hunny bunny sweety babykuuuuuuu!” kata seorang cowok yang ternyata adalah Yoga. “Yoga!” teriak Acya yang sengaja berteriak dengar kencang agar seluruh adik kelas mendengar ucapannya. Sesaat terdengar anak-anak kelas satu bergumam, “Yoga? Kak Yoga yang keren itu? Kak Acya kan pacarnya…” “Gimane kabar elu? Emangnya si Amanda itu tuh ngocol banget ya?” tanya Yoga. “Iya. Masa dia sengaja nulis di barisan loker biar dapet kesempatan buat ngintip loker lo! Sekarang dia lagi melakukan itu,” kata Acya agak kencang, walaupun nggak sekencang tadi. “Hah!? Rese banget tuh anak! Dia nggak tau aja isi loker gue ‘elo’ semua,“ Yoga sok bete. “Ih, pokoknya anak-anak barunya pada nyolot, deh! Coba lo di sini! Hmmm, pasti pengen ngelabrak deh!” kata Acya dengan nada suara mulai meninggi. “Eh, ntar pas lo pulang sekolah lo gue telfon deh. Kasian pulsa lo roaming kan? Udah yah. Daah,” Tuut!
Mint Chocolate Chips
213
Bunyi telepon ditutup. Acya mulai tambah bete de ngan si cewek centil itu. Ia memutuskan untuk menghampiri Amanda. Ide cemerlang muncul di otaknya dan tangannya langsung mengambil kunci loker yang dititipkan Yoga pada Acya. Acya berdiri di sebelah Amanda yang masih sibuk ‘curi-curi pandang’. Padahal anak-anak lain sudah pergi dan sibuk dengan pekerjaan mereka masingmasing di tempat lain. Amanda tentu saja kaget. Ia langsung berdiri tegap dan menutup bukunya, menatap Acya. “Ada apa, Man? Retina lo nyangkut di dalem loker Yoga?” tanya Acya jutek. Baru kali ini Acya semarah ini pada seseorang. Nggak sopan banget sih nih orang! Ngintip-ngintip isi loker Yoga! “Ah... enggak kok, Kak. Kakak bisa aja deh,” jawab Amanda gelagapan. “Bisa dong. Terus, lo ngapain di sini?” tanya Acya lagi. “Eeeee…ngisi jawaban tentang sekolah…” Amanda mulai sedikit menunduk. “Emangnya si Anisa ngasitau lo buat ngerjain apaan? Baru tau gue kalo tugas orientasi adalah ngintip loker senior,” Acya memang berbicara pelan, namun ‘nyelekit’ dan ‘daleeeem’… Kali ini Amanda tidak menjawab. “Lo bener-bener mau ngeliat lokernya
214
Mint Chocolate Chips
Yoga? Kalo mau, serius gue bukain nih,” tanya Acya. “Eeee…enggak usah... makasih, Kak,” jawab Amanda agak gagap. “Sama-sama. atau... mau nanya alamat e-mailnya?” tanya Acya lagi, nyindir. “Eee... enggak kok,” Amanda bergegas ‘ngabur’. “That’s what seniors are for!” gumam Acya sambil hampir ngakak. Lagian, RESE BAAAAANGET!
Mint Chocolate Chips
215
Apa Yang Baru Acya Sadari Jakarta, 14 Agustus – tahun ketiga SMA “Jadi, yang mau ikutan lomba basket siapa aja nih?” tanya Annisa sambil mencatat nama anak-anak di kelasnya. “Nis! Kalo gue bilang, yang ikut basket si Yo…” Sebelum melanjutkan kata yang terpotong, Acya teringat bahwa Yoga sudah ada di belahan dunia yang lain. “Hmmm? Kenapa, Cya?” tanya Annisa. “Enggak. Nggak jadi,” jawab Acya dengan nada agak sedih. Ini untuk yang kedua kalinya! Tadi, saat Annisa bertanya tentang siapa yang sebaiknya ikut lomba debat, lagi-lagi Acya nyaris menyebut nama Yoga. Acya benar-benar kangen dengan cowok yang
216
Mint Chocolate Chips
satu itu. Yoga masih tetap menelfon dan mengirimkan Acya e-mail. Namun, Yoga belum bisa pulang. Kurang lebih, sudah satu bulan dua minggu Yoga pergi ke Ing gris. Acya sudah kangen. Sekolah beneran sepi. Nggak ada yang heboh dan kalo ngomong nyaring banget kayak toa, nggak ada yang suka nemenin Acya nyanyi lagu-lagunya Simple Plan, nggak ada yang bersiul-siul lagu “I’m Just A Kid”, nggak ada yang suka nge-shoot three point di lapangan basket lagi. Nggak ada Yoga. Acya memutuskan untuk berjalan keluar kelas. Ia ingin bertemu teman-temannya yang lain. Ada Eci di depan kelasnya. “Hai, Ci,” sapa Acya. “Hilloooww!” jawab Eci nyaring. “Eh, gue kangen nih sama Yoga. Gue kangen Si Gantenk!” canda Acya. “Hah? Sejak kapan lo manggil dia Si Gantenk? Eh, gue mau nanya. Lo tuh sebenernya suka nggak sih sama dia?” tanya Eci. “Nggak tau,” “Ya ampun! Iya, iya, enggak, enggak. Jangan iya yang enggak-enggak! Perasaan lo sama dia gimana?” “Kayaknya… gue suka sama dia deh. Abis, gue kangen berat. Nggak tau kenapa tapi tiap hari gue
Mint Chocolate Chips
217
ngerasa kalo dia masih ada di sekitar kita,” jawab Acya. “Yaaaa… kalo gitu, kenapa dulu lo nggak jadian aja sama dia? Dia kan juga suka banget sama elo kali! Tapi… oh iya yah, Yoga kan banci! Dia tuh nggak berani nyatain perasaannya sama cewek!” Eci berprediksi. Tapi, kali ini ia salah. “Ci, sebenernya…” “Sebenernya apaan?” “Sebenernya… Yoga udah pernah bilang,” “Bilang apaan?” tanya Eci penasaran. “Dia udah pernah bilang kalo dia sayang sama gue…” Ekspresi penasaran Eci berubah jadi ekspresi berbinar-binar. “HAH? LO SUKA SAMA DIA? DIA SAYANG SAMA ELO? DIA UDAH PERNAH BILANG? BERARTI DIA NEMBAK DONG! ADUH, CYA, LO TUH BEGO APA TOLOL? COWOK KAYAK GITU LO DIEMIN AJA! KASIAN TAU! UDAH, LO JADIAN AJA GIH SAMA DIA! DIA TUH UDAH PINTER, GANTENG, HEBOH, PO PULER, BAIK, RAMAH, JAGO BASKET, DULUNYA KETUA OSIS, TAJIR, ASIK, SERU! KURANG APAAN LAGI COBA!? ROMANTIS LAGI! YA AMPUUUUNNN! DIA NGOMONGNYA KAPAN!? KOK LO NGGAK PERNAH CERITA?” tanya Eci panjang lebar dan se kencang-kencangnya. Untung suasana juga sedang
218
Mint Chocolate Chips
ramai, jadi, hanya segelintir orang yang mendengar kalimat-kalimat Eci barusan. “Ssst-eh!” ujar Acya. Angkatan Reinkarnax memang ajaib, terutama anak-anaknya. Pada kreatif semua bikin kata-kata. ‘Ssst-eh’ berarti ‘Sssstttt!’ atau ‘Jangan berisik’. Ada yang menyebutnya ‘Sssteh!’, ada juga yang ‘Ssst-ah!’. Nggak ngerti artinya, yang jelas, kata itu adalah kata paling populer saat itu. “Tenang dong, Ci. Rileks, Ci! Lo teriak-teriak gitu udah kayak apaan? Yoga pernah ngomong sama gue pas abis dia marah-marah di lapangan basket…” ujar Acya memulai. “Boong lo! Gile! Sumpelo? Ya ampun! Kok lo nggak cerita-cerita sih? Duh, jahat lo!” “Terusss…pas di ulangtahunnya, Yoga bilang kalo dia pengen jadi cowok gue. Tapi… sampe sekarang dia nggak nembak-nembak…” “Duh, Cya. Lo nyadar dong! Itu namanya nembak! Aduh! Itu menandakan kalo dia sayang sama lo, tapi, mungkin Yoga nggak bisa ngungkapinnya langsung! Dia cuma bisa nyerempet-nyerempet doang. Dia susah buat ngomong ‘mau nggak lo jadi cewek gue?’, tapi gue yakin dia pengen jadian sama elo!” jelas Eci. Acya nyaris nganga. “Tuh kan, lo kaget! Lo jadi cewek peka dikit dong. Nggak semua cowok gampang nyatain perasaannya. Nggak semua cowok bisa nyatain-
Mint Chocolate Chips
219
nya lisan. Dia sering ngasih lo puisi kan? Puisinya di kemanain? Sini biar gue baca!” pinta Eci. “Bentar,” ujar Acya. Ia berjalan ke dalam kelas dan mengambil binder-nya. Di sana Acya sudah menyalin puisi-puisi dari Yoga. Termasuk yang baru diberikannya kemarin lewat e-mail. Eci segera merampas binder tersebut dari tangan Acya. Dan ia membaca puisi-puisi dari Yoga satu per satu. “Ini dia, Cya! Acya yang mengisi lagu cintaku se bagai rhythm! Itu artinya, dia udah jatuh cinta sama elo! Rhythm kan termasuk bagian penting dalam suatu lagu. Kalo rhythm-nya nggak asik, lagunya juga nggak asik. Jadi kalo nggak ada elo, kisah cintanya nggak akan indah!” Eci mulai berprediksi lagi. Kemudian, ia membaca puisi yang baru Yoga ki rimkan lewat e-mail. Aku tersenyum pada angin
Namun, kamu tidak melihat menembusnya Aku bernyanyi pada air
Namun, kamu terbang di dalam angin Aku berteriak pada dunia
Namun, khayalmu melambai pada angkasa “Nah, Cya! Ini yang tadi gue omongin sama lo!
220
Mint Chocolate Chips
Lo nggak bisa baca pikiran dan kelakuan Yoga. Dan sekarang, dia ngasih tau elo! Lewat puisi ini!” ujar Eci. “Coba lo baca lagi deh,” Eci menyodorkan binder Acya. “Aku tersenyum pada angin, namun kamu tidak melihat menembusnya. Aku bernyanyi pada air, kamu terbang dalam angin. Aku teriak pada dunia, khayalmu melambai pada angkasa. Duh, gue masih nggak ngerti maksudnya apa,” Acya jujur. “Ya ampun. Lo nggak pernah bikin puisi apa ya? Masa kayak gini aja nggak bisa lo ‘baca’ sih? Coba baca lagi! Harus bisa. Kalo nggak, gue nggak mau bantu lo jadian sama Yoga!” “Emmm… duh, ini apaan maksudnya sih? Angin, menembusnya. Air, angin. Dunia, angkasa. Hmmm… kalo gue bilang. Artinya adalah, Yoga udah coba buat nyatain cintanya sama gue, tapi gue nggak ngertingerti?” tanya Acya, akhirnya. “Menurut gue… TEPAT SEKALI SERATUS PER SEN!” “Jadi, gue harus gimana?” “BALES PAKE PUISI!”
Inggris, 15 September – tahun ketiga SMA Bruk! Yoga menutup lokernya dengan kencang.
Mint Chocolate Chips
221
“Bro, you look so messy.What’s wrong?” tanya Riyan, teman baru Yoga yang sama-sama dari Indonesia. “Nothing. I miss my girl. Takut ada apa-apa,” kata Yoga. “Takut ada apa-apa… apa… takut ada apa-apa sama cowok laen?” tanya Riyan. “Nggak bakalan. She and I both already promised one another,” kata Yoga. “Really? Gue sih udah ogah pacaran long distance gitu. Capek. Gue juga udah pernah janji gitu ama cewek gue. When I went there, rasanya satu Jakarta malah udah tau kalo cewek gue pacaran ama sahabat gue sendiri. Pedih benerrrr…” kata Riyan. “Namanya siapa?” tanya Yoga kemudian. “Renata... she was my everything. The way she look at me, her smile, her laughter, her voice. Dia tuh, udah cantik, ramah, kalo ngomong lembut banget dan semua yang sempurna buat gue deh. Unfortunately, karena kesempuraannya itu, dia berubah jadi sombong dan nganggep gue angin dan bukan apa-apa. I knew she was flirty, but I was sure that I was her only love. Eh taunya, dia jalan sama Bas, sobat gue sendiri... she was everything to me, but then... she is not... Yaaa... gitu. Because of her, my point of view at women changed, I really really disappointed. Ternya-
222
Mint Chocolate Chips
ta, cewek yang gue percaya banget, yang dikagumin banyak orang, malah ngegituin gue. It hurts,” “Eh... masuk yuk,” Yoga mengalihkan pembicaraan. Apa iya Acya nyeleweng? Ah, nggak mungkin. Kita tetep e-mail-an dan telpon-telponan terus kok. Hmh… lupain aja deh. Gue percaya terus sama dia, batin Yoga. Tapi... Rangga? Nggak mungkin! “Click! Click! Click! Mail!” Yoga setengah berlari menuju notebook-nya dan membuka e-mail yang masuk. INBOX Reply
Reply all
Forward
Delete
To: [email protected] From: [email protected]
Subject: RE: puisi bwt lo Ini gue replynya pake puisi aja ya.. Jangan bilang aku tidak lihat senyummu Karena
dalam
menembus angin
kesunyianku
aku
menatap
Jangan katakan aku tidak ikut bernyanyi
Aku dapat mendengar ritmemu dari dalam air
Mint Chocolate Chips
223
Jangan kira aku berkhayal terlalu jauh
Karena khayalku yang sesungguhnya adalah khayalan pada dunia
Dan jangan bilang aku tidak menyimakmu
karena aku dengar seluruh untai teriakmu
Tapi, mestikah aku katakan semua itu? Atau kamu yang harus?
Yoga tersenyum senang. Itu berarti… Acya berharap supaya gue nembak dia!
224
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
225
Bab 15 A Few Weeks Later... Jakarta, 20 Oktober – tahun ketiga SMA Acya sudah nyaris tertidur saat ponselnya bergetar. “Siapa sih nih, nge-SMS gue malem-malem? Nggak punya etika, apa? Nggak tau apa kalo gue udah ngantuk? Nggak punya perasaan, apa?” Acya ngedumel sendirian. Ia mengambil ponselnya dan menemukan nomor yang tidak ia kenal. Malahan, sepertinya itu nomor yang pemiliknya bukan warga negara Indonesia. Kode negaranya saja berbeda. Isinya… Found out a reason for me.. To change who I used to be.. The reason to start over new.. And the reason is you.. Gnite, Love. Yo
226
Mint Chocolate Chips
Acya tersenyum membacanya. Semua kekesalannya tadi secara instan terhapus saat membaca SMS dari Yoga itu. Acya memindahkan SMS itu ke folder pribadinya. Ia mematikan ponselnya dan kemudian tertidur. Yoga, dateng dong… Paling nggak, ke mimpi gue!
Jakarta, 31 Desember – tahun ketiga SMA “Heh, kenapa sih tatapan mata lo kosong begitu?” tanya Reva tiba-tiba. “Bete,” jawab Acya pendek. “Kenapa nggak nonton aja sih lo? Film Thirteennya udah mau abis lhooo…” celetuk Eci. “Gue nggak ngerti ceritanya,” jawab Acya. “Dearrrr… You kenapa sih? I prihatin liat you,” komentar Daina. “Itu handphone kenapa dari tadi dipelototin aja?” tanya Reva. “Yoga janji tahun baru mau nelfon. Sekarang udah jam sebelas malem dan dia belom nelfon juga,” kata Acya. “Sabar, Buuu… Mungkin dia nunggu sampe di sini jam duabelas kali?” tanya Eci. “Yeah, mungkin,” kata Acya dengan malasnya. “Si Tracy kenapa sih?” tanya Reva sambil menun-
Mint Chocolate Chips
227
juk televisi di kamar Eci. “Si Evie ngejahatin dia gitu deh,” jawab Eci. “Udah puluhan kali gue nonton film ini, tetep aja gue nggak ngerti-ngerti juga,” “Cowok yang itu siapa sih?” tanya Reva lagi. “Itu kakaknya, dodol!” teriak Daina. “Ganteng ya,” kata Reva. “Dari tadi juga gue udah ngomong gitu,” ujar Eci. “Nah, itu nyokapnya kok malah nyobek-nyobek karpet?” tanya Reva sekali lagi. “Stres,” jawab Eci. Tiba-tiba lagu Sunshine After The Rain mengalun dari handphone Acya. Daina yang sedang melihat-lihat foto di handphone Acya nyaris melempar barang tersebut saat melihat tulisan “britain*yo” di nama penelfon. “YOGA, CYA!!!!” kata Daina. Mendengarnya, Acya langsung merebut ponselnya dari tangan Daina. “Yoga?!” kata Acya. “Heeeeyyyyyyyy!!!” sapa Yoga. “Lo jahat banget sih, baru nelfonnya sekarang. Kan gue udah nungguin dari tadi!” kata Acya lagi. “Ya maap deh… Maapin aku yah, Sayanggg… Lo lagi di rumah Eci ya?” tanya Yoga. “ADUHHH… ACYA!!! BARU DENGER SUARA YOGA UDAH NANGIS LAGI!! GILE, BOO!! TERHARU NIH??” teriak Reva.
228
Mint Chocolate Chips
“Sssst!!” kata Acya. “Elo nangis, Cya?” tanya Yoga. “Ah, enggak kok.. Si Reva aja tuh hiperbol…” ja wab Acya. “ACYA NANGIS, YOO!!!” teriak Daina, Eci dan Reva. “Enggak, enggak kok..” bantah Acya. “NGAKU AJA LAHH!!!” teriak tiga temannya. “Jangan nangis dong.. Kan gue udah bilang ja ngan nangis…” pinta Yoga. “Ya abis gue kangen banget ama lo. Tapi sekarang udah nggak nangis kok…” “Nah, gitu dong, jadi Acya yang happy. Jangan nangis melulu!” kata Yoga… dan obrolan itu berlangsung selama dua jam. Jakarta, 15 Januari – tahun ketiga SMA Acya menutup mukanya dengan bantal. Ia mena ngis terisak-isak. Ia ingin sekali bertemu Yoga. Akhirakhir ini ia memang sering menangis. Dari radio me ngalun lagu “Takkan Terganti” milik Kahitna. Acya berusaha menyanyi, walaupun masih menangis. Meski waktu datang dan berlalu sampai kau
Mint Chocolate Chips
229
tiada bertahan Semua takkan mampu mengubahku Hanyalah kau yang ada di relungku Hanyalah dirimu, mampu membuatku jatuh dan mencinta Kau bukan hanya sekedar indah Kemudian Acya memarahi dirinya sendiri, “Harusnya gue bersyukur, bisa tau kalo ada cowok kayak Yoga di dunia ini. Harusnya gue bersyukur bisa sahabatan sama dia. Harusnya gue bersyukur, dia punya kesempatan sekolah di luar negeri. Harusnya gue nggak nangis, karena gue udah rela ngelepas dia pergi. Harusnya gue seneng, bisa jadi cewek yang beruntung disebut “sayang” sama dia. Harusnya gue bahagia, bisa liat dia ketawa, senyum. Harusnya gue bersyukur bisa merasakan rangkulannya yang hangat, yang bikin gue tenang dan ngerasa aman. Harusnya gue bahagia…” Kau tak akan terganti… Acya berjalan keluar kamarnya menuju kamar Reno. “NOOOOO!” teriaknya nggak kenal tempat. “Buset ini anak! Gile lo ya! Teriak apa teriak?!” ujar Reno marah-marah. “Gue lagi tidur tau! Lo marah
230
Mint Chocolate Chips
ganggu-gang…” Kalimat Reno terputus saat melihat wajah adiknya yang berbanjir airmata. “Ehh... lo kenapa? Sini, cerita dong sama gue! Yuk, ke kamar gue,” Ajak Reno. Sesampainya di kamar Reno, Reno tanpa ba-bi-bu langsung menginterogasi Acya. “Naah, sekarang... lo kenapa nangis? Siapa yang bikin lo nangis? Sini, biar tuh anak abang gebukin di tempat!?” “Orangnya nggak ada di sini,” ujar Acya. “Di mana sih rumahnya? Sini abang samperin!” “Orangnya di Inggris,” jawab Acya. “Yaelah... Lo nangis gara-gara Yoga lagi? Ya ampuuuun, adikku cayang... udahlah. Yoga pasti balik kok. Gue yakin, dia nggak bakalan tega ninggalin lo di sini lama-lama... dia pasti mampir ke sini kok. Di sekolahnya nggak mungkin nggak ada liburan! Beneran. Percaya deh sama gue,” Reno menenangkan Acya. “Tapi sampe sekarang dia nggak balik-baliiik!” “Yeeee, terang aja nggak balik-balik. Sekarang masih bulan apaan? Januari! Baru aja enem bulan masa’ lo udah ngotot minta dia pulang. Dia kan juga sekolah, di sana, nggak liburan, Cya... udahlah... jangan nangis melulu... jelek tau! Ntar Yoga males liburan lo kalo liat muke lo kayak gini! Sana cuci muka!” “Iya, iya... tadi bilang mau bantuin! Sekarang ngusir! Aaahh, rese looo!” Acya nyambit Reno pake bantal terdekat.
Mint Chocolate Chips
231
“Ya bagus, kalo lo udah mulai ngajakin ribut, berarti lo udah sembuh!” Reno melempar guling yang ada di dekatnya. Acya mulai bisa tersenyum lagi.
232
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
233
Bab 16 14 Lampu Merah Jakarta, 12 February – tahun ketiga SMA Lusa… udah Valentine aja. Lima hari lagi… gue ulangtahun. Tapi, Yoga nggak pulang-pulang nih. Padahal gue udah kangeeeen banget sama dia. Biarpun tiap hari kita tetep telpon-telponan, e-mailan terus. Tapi, aku kangen ngeliat mukanya. Walaupun tuh tampang udah ada di fotonya yang bejibun di kamar gue. Aduh, dia belom bisa pulang lagi. Nggak tau apa gue kangen berat!? Ah, ya udah deh, Diary… Acya menyalakan radio. Mendengarkan acara Allroundjakarta yang masih dipandu oleh Reva. Tapi Nino, partner Reva sudah pensiun dari dunia penyiaran. Mungkin karena ia akan fokus ke kuliah.
234
Mint Chocolate Chips
Reva sekarang sendiri dan sedang membawakan Allroundjakarta yang hari ini berlokasi di Cilandak Town Square, yang beken dengan “Citos”. ‘Gue lagi di Citos!! Sendirian aja, lagi!! Nino pake pensiun segala sih… Jadi kita buka lowongan buat lo yang mau jadi DJ nemenin gue di sini. Syaratnya, lo harus seorang cowok 16 sampe 25 tahun, supel, bisa nge-team sama gue, mau ngomong tiga jam non-stop!! I need you, guysssss!! Kirim e-mail ke allroundjakarta underscore dee-jay at radio anak muda dot com16! Topik kita hari ini adalah ‘Menurut lo, gaul itu perlu nggak sih?’ Sebelum nyari sasaran, dengerin dulu deh, lagu request-an Yudha di 82, Everytime from Simple Plan!’ Kring! Telepon rumah Acya berbunyi. Acya me ngangkat gagang telepon rumahnya. “Halo?” “Halo? Acya?” tanya seseorang di seberang sana. “Hai!” tanya Acya yang langsung mengenali suara Yoga. “Cuma mau nanya, apa kabar hunny bunny sweety baby-kuuuu?” kata Yoga. “Ceileeh… hunny bunny sweety baby? Aku baikbaik saja, kamu… kamu sendiri bagaimana? Aku ka ngen sekali sama kamuuuuu…” ledek Acya.
Mint Chocolate Chips
235
“Baik, kamuuuu…” Yoga meledek balik. “Eh, lo mau pulang kapan? Pulang dong!” pinta Acya. “Sorry… belom bisa, tik,” kata Yoga dengan nada menyesal. “Tik? Panggilan apapaan tuh?” “Cantiiiik…” “Oh, God. Jadinya, kapan dong pulangnya? Ka ngen nih. Bentar lagi kan Valentine,” kata Acya berharap. Tapi kemudian ia menyesal, apa hubungannya Valentine sama kepulangan Yoga? “Sorry banget…” kata Yoga. “Bentar lagi kan gue ulang tahun…” kata Acya. “Iya, iya, inget kok…” “Eh, ngomongin yang laen dong! Apa kabar sekolah lo?” tanya Acya. “Baik. Lo?” “Rangga nembak Reva. Tapi Reva nggak jelas jawab apa,” “Bagus tuh! Bilangin ke Reva suruh jadian aja sama Rangga!” “Lho, kenapa? Rangga kan playboy!” protes Acya. “Yaaah, kan kalo Reva jadian sama Rangga, seenggaknya gue bisa tenang di sini. Rangga kan yang waktu itu gangguin elo di pesta gue. Bagus deh
236
Mint Chocolate Chips
dia ama Reva aja jadi gue nggak usah takut lo bakal jadian sama dia,” kata Yoga. “Emang kalo gue jadian sama Rangga kenapa? Bukan urusan lo juga, gitu,” protes Acya. “Bukan urusan gue gimana? Gue kan suka sama lo!” ujar Yoga terus terang. “Soooo?” tanya Acya. “So? So apaan maksud lo? Jelas aja ada hubu ngannya dong! Elo itu tercipta hanya untuk gue,” “Kata siapa?” “Kata gue,” “Idih, pede bener,” protes Acya. “Lebih baik kepedean daripada minder, tau!” komentar Yoga. “Eh, udah dulu ya. Besok disambung lagi,” kata Acya menyudahi. “Masa udahan sih? Gue masih pengen ngobrol nih! Bentar lagi dong!” pinta Yoga. “Ngobrol apa?” “Aduh... kok jadi garing gini sih? Valentine lo ada acara nggak?” “Enggak... Nggak punya pacar sih gue,” “Idiih, nyindir... maksud gue nggak ada acara sama temen-temen?” tanya Yoga kemudian. “Enggak. Mereka punya acara sendiri. Apalagi Reno. Sibuk! Gini nih kalo nggak punya pacar!” Acya
Mint Chocolate Chips
237
males sambil setengah menyindir Yoga. Jadi jomblo kadang-kadang kan nggak enak! “Kenapa sih? Maksud lo apa? Nyindir gue, gitu?” tanya Yoga marah. “Enggak. Lo aja yang ngerasa kalo gue nyindir lo,” jawab Acya cuek. “Heh, jangan gitu dong. Gue denger lagu yang ngalun itu, bayangin aja, itu gue yang nyanyi,” kata Yoga. “Kenapa? Lo bukan Pierrenya Simple Plan, gitu!” ujar Acya. “Bukannya gitu... gue nggak senarsis itu lagi... Eve ry time I see your face. Every time you look my way. It’s like it all falls into place. Everything feels right. Ever since you walked away. You put my life in disarray. All I want is one more day. It’s all I need, one more day with you…17,” kata Yoga yang membuat Acya terdiam dan merasa bersalah nyalahin Yoga melulu. “Ya udah deh. Dah!” Yoga bete. “Eh, tunggu!” pinta Acya. “Apaan lagi sih?” tanya Yoga males. “Every time I hear your name. Every time I feel the same. It’s like it all falls into place. Everything, everything feels right…,” Acya balas menyanyi. Sebenarnya di Inggris Raya sana Yoga sedang menyimpulkan senyum. Namun, menurutnya ia tidak perlu repot-repot
238
Mint Chocolate Chips
menceritakannya. “Woeiy, udah dulu ya, Tik... dah, cantik…” “Dah…” Tuut! Bunyi telepon ditutup.
Jakarta, 13 February – tahun ketiga SMA Acya menikmati harinya seperti biasanya. Tapi, dengan tambahan ekspresi dan kondisi yang kurang menyenangkan. Di sekolah, nggak ada yang spesial. Sesampainya di rumah, Acya tidur siang. Sorenya, ngemil. Malamnya, ia menikmati makan malam dan kemudian menonton film “A Walk To Remember” sen dirian. Menangis dan terharu sendirian. Sembari berharap bisa punya pacar yang seperti Landon Carter. Reno sibuk friendster-an di kamar. Ayah dan ibunya juga tidak begitu tertarik untuk nonton DVD bersama. Acya benar-benar merasa seperti layaknya “manusia bodoh”, nonton DVD sendirian, menangis sendirian, berkhayal sendirian. Ia membuat sebuah CD berisikan lagu-lagu cinta yang semangat, maksudnya sebagai kado Valentine buat diri sendiri. Acya tidak ingin membeli cokelat, bunga, atau teddy bear. Sebenarnya, ia juga tidak terlalu ingin merayakan Valentine. Kalaupun mau merayakan, mau dirayakan sama siapa, coba? Pacar nggak punya, HTS nggak punya, sahabat terbaiknya
Mint Chocolate Chips
239
ada di belahan dunia yang lain. Saat sedang menikmati pemandangan indah di layar televisi –yaitu tampang ganteng Shane West yang berperan sebagai Landon Carter di film yang sedang Acya tonton, ponselnya bergetar. Acya agak malas membaca SMS yang masuk. Paling-paling dari Eci, yang minta dicariin jodoh… Mungkin juga dari Daina yang mau ngeledekin akan kesendirian gue tanpa pacar. Atau siapalah gitu. Males ah! Namun, Acya tetap membaca SMS yang masuk. Dari siapa ya? Ah… loading-nya lama bener, sih?! Ehm… Lho…? Ini kan??? Ini kan nomer ponselnya Yoga yang di Inggris! Maafin aku yah, Valentine’s Day ngga bisa ksitu. Pas kmu ulgthn kynya lbh ga bisa lagi. Feel guilty bout it. What can I do now? All I can do now is to love you from this place to yours. Gnite. Love you… Acya nyaris loncat-loncat kegirangan dan histeris ketika membacanya! Yang bener ini SMS dari Yoga?! NGGAK
MUNGKIIIIIIN!!!!
GILAAAAA!!!!
DASAR
ORANG ROMANTIS CAMPUR GOMBAL!!! SMSNYA ADAAAAAA AJA! Tapi nggak apa-apa deh, gue seneng kok… Yoga… Gue makin kangen sama lo! “CYA!!!” teriak Reno tiba-tiba.
240
Mint Chocolate Chips
“Apaaaa?” tanya Acya. “Lo jadi mau ngecek e-mail, nggak?” tanya Reno. “Iya, iya, bentar. Lo log-in-in dulu dong! Gue matiin DVD dulu nih!” kata Acya. “Iye, iye. Cepetan,” pinta Reno. Setelah mematikan DVD Player-nya, Acya segera berjalan menuju kamar Reno. Reno sudah duduk di ranjangnya dan sudah membukakan inbox-nya Acya. Ada pesan dari Yoga! Isinya seperti ini… INBOX Can’t you see that I wanna be there with open arms?
It’s empty tonight and I’m all alone Get me through this one Do you notice I’m gone?
Where do you run to, so far away?
I want you to know that I miss you I miss you so
I’m writing again these letters to you Aren’t much I know
But I’m sleeping and you’re not here The thought stops my heart Do you notice I’m gone?
Where do you run to, so far away?
Mint Chocolate Chips
241
I want you to know that I miss you I miss you so
Maap ngganggu, cuma mau bilang kalo gue kangen sama lo dengan liriknya Finch: “Letters To You” .. Love -yoga“NI COWOK UDAH GILAAAAAAAAAA!!!!!!!” teriak Acya. Reno hanya menatap adiknya keheranan. “Pacarnya kok dibilang gila, sih?!” tanya Reno. Ia berbaring di atas tempat tidurnya dan menyelimuti di rinya sendiri. “Jangan lama-lama ya, online-nya! Ntar Ibu marah!” pinta Reno.
Jakarta, 14 Februari – tahun ketiga SMA Acya terbangun dari tidur sambil tersenyum. Hmmm, Valentine’s Day. Hari Kasih Sayang. Kasih selamat sama Ibu ah… Ia beranjak dari tempat tidurnya dan keluar dari kamar cozy-nya itu. “Kakakku tercinta tersayang terbaikhati terganteng terramah tertidaksombong tergaul terkeren abis!!! Happy Valentine’s Day!” Acya berteriak di depan pintu
242
Mint Chocolate Chips
kamar kakaknya. Kemudian ia berjalan pelan menuruni tangga menuju ruang makan. Diikuti Reno yang baru saja keluar dari kamar dan berkata… “BARU TAU, LO!? Kalo gue itu baik hati, ganteng, ramah, tidak sombong, gaul, dan keren abiss?” “PEDE BENNNNEEERRR!” teriak Acya dari bawah yang mendengar kalimat kakaknya tadi. “Gue gitu lowh!” balas Reno. “Iya! Elo gitu lowh!” Acya nyindir. Kemudian, ia duduk di sebuah kursi. Acya menuang susu strawberry dan corn flakes ke dalam mangkuk sarapannya. Kemudian melahap sesuap demi sesuap corn flakes sebagai sarapan paginya. Beberapa menit kemudian Reno sudah duduk di sebelah Acya. “Bu, Pa, ntar Reno mau jalan-jalan sama Shinta ya. Biasa… anak muda mau ngerayain Valentine nih,” “Iya. Boleh…” kata Ibu Annetta, Ibu Acya dan Reno. “Nanti Papa sama Ibu juga mau gala dinner…Walaupun udah tua, kita juga bisa punya acara romantis-romantisan dong. Tapi Papa berangkat dari siang, jam tiga-an. Mau lihat-lihat pameran dulu…” kata ayah Acya. “Yah… Acya sepi dong. Masa cuman sama Mbok Sri sih…” kata Acya protes. “Gimana dong. Adiknya abang mungkin ngerayain
Mint Chocolate Chips
243
tahun depan aja ya?” kata Reno jahil. “Ah, nggak adil! Lo temenin gue di rumah dong!” pinta Acya. “Enggak bisa... udah janjian ma Shinta. Salah sendiri nggak punya pacar! Makanya... punya pacar dong!” ledek Reno. “Aaaaaaaaaaaahh! Nyebelin lo, No!” bentak Acya. Reno nyengir.
Gue bete, bete, bete, bete, bete! Pokoknya gue bete! Masa gue mesti ngerayain Valentine sama Mbok Sri!? Yang bener ajaaaaa!? To: Yoga: I will fly into Britain, and be with you to finish your study... why’d are you so far away? You know it’s very hard for me to get myself close to you... Ini Valentine, Yoga! Ini Valentine! Masa lo nggak nyadar juga sih! Sekarang itu tanggal 14 February. Walaupun mungkin di Indonesia nggak dirayain gimana-gimana, tapi paling nggak ini kan bisa jadi momen paling tepat buat elo untuk pulang! Lima hari lagi ulangtahun gue! Masa elo nelfon aja enggak sih! Say hello atow something-something gitu… Mana Yoga nggak nelepon lagi. Sama sekali nggak ngasih kabar! Padahal ini kan hari kasih sayang. Nggak mungkin dia lupa! Di Inggris Raya sana kan
244
Mint Chocolate Chips
orang juga ngerayain Valentine’s Day! Kemaren aja ditelponin ke rumahnya, Yoga-nya nggak ada, lagi nginep di rumah temennya, kata Tante Redya. Gue telpon ke rumah Riyan, Yoga-nya nggak ada di sana. Malah dari kemaren Yoga-nya nggak ke sekolah tuh! Aduh, yang bener yang mana sih? Gue jadi rada-rada curiga sama Yoga. Tiba-tiba terdengar siulan seseorang di jalanan kompleks rumah Acya. Tampaknya suara cowok yang dikenal Acya sedang bernyanyi. Suara siapa ya? Tama, bukan. Kiffi, juga bukan. Rangga, nggak mungkin! I’m just a kid and life is a nightmare. I’m just a kid, I know that is not fair. Nobody cares cause I’m alone and the world is anymore fun than me tonight… Kemudian cowok itu bernyanyi, masih dengan nada lagu “I’m Just A Kid” milik Simple Plan itu. Acya turun… Yoga udah datang… Bawa bunga… Di hari Valentine… Yoga kangen sama Acya di kamar yang lagi bete nungguin Yoga pulang… “Yoga!” teriak Acya histeris yang langsung berlari menuju halaman. Ia menuruni tangga dari lantai dua,
Mint Chocolate Chips
245
dan kemudian berlari melewati ruang tamu dan membuka pintu utama rumahnya dan melihat Yoga yang tegap berdiri di halaman. Melihat ke arahnya. Acya masih bingung, “Eh, ini Yoga kan?” “Bukan! Gue temennya,” jawab Yoga bikin Acya bingung. “Ya, iyalah! Pake nanya lagi,” teriak Yoga sambil memeluk Acya dalam dekapannya. “I miss you,” kata Yoga kemudian sambil memberikan sebuket bunga mawar putih yang sudah dipegangnya dari tadi kepada Acya. “Gue juga kangen sama lo. Kok nggak bilang-bilang mau pulang? Nggak nelfon, nggak ngasih kabar!?” tanya Acya sambil menepuk tangan Yoga. “Aduh! Sakit… Kan mau ngasih surprise, hunny bunny sweety babykuuuuu!” kata Yoga sambil me ngelus-ngelus tangannya. “Yuk, masuk!” Acya menarik tangan Yoga yang belum sembuh dari rasa sakit akibat pukulan Acya ke dalam rumahnya. “Eh, nanti malem jalan yuk,” kata Yoga. “Jalan? Jalan kaki keliling kompleks maksud lo?” “Aduh, nggak gaul amat sih lo! Ya jalan. Jalan-jalan. Mejeng! Ke mall! Makan! Ngobrol! Muter-muter! Becanda! Pokoknya keluar rumah!” jelas Yoga. “Ke mana?” tanya Acya. Mereka berdua sedang
246
Mint Chocolate Chips
duduk di sebuah sofa di ruang tamu rumah Acya, sore itu. “Keliling Jakarta,” kata Yoga menjelaskan. “Ayo,” kata Acya. “Jadi gue nggak pulang lagi ya? Tenang… sebelum ke sini gue udah mandi kok. Hehe…” kata Yoga iseng. “Iya, iya...” Acya mengiyakan. “Eh, gue bete nih. Nggak ada es krim MINT CHOCOLATE CHIP apa? Kan kalo gue bete gue suka makan es krim MINT CHOCOLATE CHIP…” ledek Yoga menyindir Acya. “Tau darimana lo kalo gue kayak gitu?” tanya Acya. “Reno tentunya,” jawab Yoga santai. “Hah? Lah, bukannya lo nggak kenal sama kakak gue?” tanya Acya nggak percaya. “Nggak kenal darimana? Gue tiap hari ngobrol sama dia kali,” jawab Yoga membuat Acya semakin penasaran. “Tapi, kalo ketemu dia kok lo nggak pernah ngobrol?” tanya Acya. “Belom pernah denger yang namanya san-di-wara ya? Walaupun kayak nggak saling kenal, sebe nernya gue tuh cerita apa-apa sama kakak lo. Gue juga sering nanya-nanya semua tentang elo lewat
Mint Chocolate Chips
247
kakak lo. Makanya gue bilang sama kakak lo supaya pergi aja sama ceweknya hari ini, jadinya, lo kesepian terus gue dateng bawa bunga. Kan romantis. Yah, gue jadi tau SEMUA TENTANG ELO. Ngerti?” “Ngerti! Tapi…” “Pokoknya gini deh. Berkat kakak lo, gue jadi tau semua yang terjadi sama elo di INDONESIA! Ngerti?” “Iya, iya, ngerti, dodol!” Acya bete. “Ya maap deh. Maap ya… HUNNY BUNNY SWEETY BABY-KUUUU!” Yoga memohon. “Iya, iya!!!”
Bruk! Yoga menutupkan pintu mobil untuk Acya yang sudah masuk duluan. Kemudian Yoga juga masuk ke dalam mobil convertible –yang ‘tenda’nya ditutup karena sudah malam– warna merahnya, di bagian supir. Yoga mengendarai mobil itu. “Kita mau ke mana?” tanya Acya. “Dinner,” jawab Yoga pendek. “Di mana?” “Liat aja entar,” Yoga kekeuh merahasiakan ke mana tujuan mereka sebenarnya. “Ngapain sih pake rahasia-rahasiaan segala? Nanti kan gue juga tau,” Acya maksa.
248
Mint Chocolate Chips
“Justru itu! Karena nanti lo akan tau... Nggak usah gue bilangin sekarang,” jawab Yoga. Mobil itu berhenti di lampu merah pertama. “Loh? Kok lampu merahnya bentuk hati sih?” tanya Acya. Memang benar Acya. Lampu merah ini agak aneh karena diblok dengan kertas yang dibolongi bentuk hati. Jadi kelihatannya lampu lalu lintas tersebut berbentuk hati. “Haha…itu hadiah khusus pertama aku buat kamu,” kata Yoga. Kemudian mobil itu berjalan lagi. Lampu merah kedua. Masih sama, berbentuk hati juga. “Hah? Yang bener?” tanya Acya kurang percaya. “Ya iyalah, masa’ aku bohong sama kamu?” ujar Yoga. “Serius?” tanya Acya lagi. “Empat-belas-rius deh buat kamu,” Yoga masih usil. “Ya ampuun… Lo keliling Jakarta buat ngeblok lampu merah-lampu merah ini? Makasih!” kata Acya sambil mencium pipi Yoga. “Demi kamu…” kata Yoga sambil menatap Acya dengan tatapannya yang tajam. Duh, dalem... DAHSYATNYA TATAPANMU ITU, YOGA!? Setelah melewati empat belas lampu merah yang semuanya diblok dengan kertas berbentuk hati, mobil
Mint Chocolate Chips
249
itu berhenti tepat di sebuah kafe yang bersebelahan dengan sebuah distro bernama Tickies. “Turun yuk,” ajak Yoga sambil membukakan pintu mobilnya untuk Acya. Acya bergegas turun dari mobil. Acya melihat di gedung kecil itu jendela-jendela berbentuk spiral berwarna biru muda transparan, cat temboknya berwarna pink, ada juga sisi lain yang berwarna kuning. Semuanya bernuansa pastel. Di atas pintu utama yang terbuat dari kaca, dipampang tulisan dari neon sign yang berkelap-kelip berwarna shocking lime green berbentuk tulisan “Tickies”. Yoga mendorong pintu kaca itu dan mempersilahkan Acya masuk terlebih dahulu. Yoga mengisyaratkan agar berjalan ke sebelah kiri, tempat kafe itu berada. “Mbak, tadi saya udah reserve meja,” kata Yoga kepada pramusaji yang berdiri di sebelah pintu kafe mungil itu. “Atas nama siapa?” tanya pramusaji itu. “Adhyoga,” “Oh, silahkan. Saya antar,” kata pramusaji itu sambil mengantar Yoga dan Acya menuju sebuah meja di pojok kafe. Di dalam kafe itu hanya terdapat beberapa meja kecil, yang membuat kafe itu tenang dan nyaman. Acya dan Yoga duduk di sofa di pojok. Di depannya terdapat meja kecil yang cukup untuk dua orang.
250
Mint Chocolate Chips
“Pesen apa?” kata pramusaji itu. “Tickies special-nya satu, Valentine menu-nya satu, ice-blend strawberry dua. Itu aja,” kata Yoga yang nampaknya sudah menjadi langganan di sini. Acya baru mengetahui hal itu hari ini. Sebelumnya, Yoga belum pernah cerita apapun. “Ditunggu. Valentine menu lima belas menit,” Beberapa saat kemudian, minuman dan Tickies special pesanan mereka di antar ke meja mereka. Ice-blend strawberry-nya mirip cappuccino, yang diberi essence strawberry sebagai campurannya. Dan Tickies special ternyata adalah sosis goreng yang digulung dengan roti yang sudah dibalur dengan tepung roti kemudian digoreng lagi. “Enak kan?” tanya Yoga. “He-eh,” jawab Acya mengiyakan. “Belum liat Valentine menu-nya sih…Tunggu aja bentar lagi,” kata Yoga promosi. Benar saja, beberapa saat kemudian menu utama yang Yoga pesan datang. Walaupun Yoga hanya memesan satu ternyata mendapat masing-masing dua. Menu pertama adalah macaroni long yang disusun di loyang berbentuk hati, dan diisi dengan saus spaghetti di dalamnya. Porsinya memang tidak terlalu besar, tapi rasanya enak. Menu kedua adalah pizza. Roti pizzanya tipis dan berbentuk hati, di atasnya terdapat keju mozzarella khas pizza,
Mint Chocolate Chips
251
dengan taburan pepperoni yang dicetak hati, berikut sosis berbentuk hati. Masing-masing porsi terdiri dari satu slice pizza. Menu terakhir adalah dessert. Dessert-nya ternyata adalah brownies berbentuk hati yang diberi saus strawberry seperti donat. “Ternyata bener. Keren menunya,” kata Acya memuji. “Gue gitu lho…” kata Yoga membanggakan diri. “Cabut yuk! Masih banyak acara lain nih,” lanjutnya. Mereka meneruskan perjalanan dalam rangka “Valentine Night”. Kali ini, tentu saja, tanpa lampu merah berbentuk hati. Rasanya Acya agak-agak familiar dengan jalan-jalan yang dilewatinya. Jalan Margaguna… Lho!? Ini kan jalan menuju Pondok Indah Mall. Benar saja, mobil Yoga masuk ke antrian PIM yang lumayan ramai. “Oh… PIM.” kata Acya. “He-eh. Standar ya? Tenang aja… Kita cuma bentar kok di sini. Palingan cuma setengah jam. Cuma ngambil pesenan doang kok,” kata Yoga. “Kirain ada acara lagi,” kata Acya sedikit sedih. “Emang. Tapi, abis ini,” Acya dan Yoga masuk di sebuah pintu di PIM. Pintu di bagian Starbucks Coffee. Mereka jalan lurus lagi. Sampai akhirnya Yoga berhenti di Baskin Robbins. “Mas, pesanan Adhyoga udah jadi kan?” Yoga ber-
252
Mint Chocolate Chips
tanya kepada pramusaji di sana. “Sudah. Ditunggu sebentar,” ujar pramusaji itu. “Yo, beliin gue es krim mint chocolate chip dong. Itu kan favorit gue. Please…” pinta Acya. “Iya, gue tau,” jawab Yoga. “Ya udah. Beliin!” Acya memohon. “Iya, gue tau elo suka. Gue tau elo cinta. Gue tau kalo pas lo bete lo makan gituan. Tapi… Nggak usah,” kata Yoga. “Kok gitu sih, Yo?” “Ya, nggak usah aja. Udah, bawain aja nih pese nennya. Tolong ya. Yoga mau bayar bentar. Acya duduk aja,” kata Yoga meminta tolong. “Iya deh…” kata Acya setengah hati sambil duduk di sebuah kursi di Baskin Robbins. “That’s what girl (best) friends are for. Cuma iya, iya,” gumam Acya kemudian. Tak lama kemudian, urusan Yoga di kasir sudah selesai. “Yuk. Pulang,” “Segini aja nih? Ah, nggak seru! Udah gue nggak dibeliin es krim, disuruh bawa-bawa ginian! Kan berat!” omel Acya. “Yah, dia marah! Hahaha! Liat aja nanti di mobil. Pasti nanti elo girang!” kata Yoga. Misterius amat. Mereka berdua berjalan kembali ke lapangan parkir. Sesampainya di mobil Yoga, Acya memberanikan
Mint Chocolate Chips
253
diri untuk menanyakan mengenai kue yang sejak tadi ia bawa. “Buat siapa nih kue?” tanya Acya penasaran. “Buat lo,” jawab Yoga. “Hah? Buat gue?” “Iya. Hadiah khusus ketiga dari Yoga,” kata Yoga menjelaskan. “Dari tadi kek, bilangnya. Makasih ya. Boleh dibuka nggak?” tanya Acya. “Ya boleh lah! Buka aja, hunny bunny sweety baby-ku!” jawab Yoga. Acya membuka bungkusan itu. Tebak apa isinya? Ice cream mint chocolate chip berbentuk hati! Di atasnya diberi tulisan dengan coklat. Tulisannya bermodel tulisan indah. Seperti tulisan sambung. Tulisannya adalah, “I Need a Girl”. “Apaan nih maksudnya?” tanya Acya bingung. “I Need a Girl. maksudnya…” Kemudian Yoga kembali menatap mata Acya dan memegang kedua tangan Acya. Kemudian ia melanjutkan perkataannya yang terputus, “Maksud Yoga, boleh nggak Yoga jadi cowok yang tiap malem nelfonin kamu buat nanya udah makan apa belom, jadi cowok yang dipercayain sama Tante Annetta untuk jagain Acya, jadi cowok yang boleh ngapel ke rumah Acya tiap malem ming gu, boleh nggak Yoga jadi pacar Acya?” kata Yoga sambil memberikan sebuah cincin yang terbuat dari
254
Mint Chocolate Chips
emas putih, di bagian atasnya terdapat rangkaian berlian-berlian kecil yang membentuk sebuah bintang. Walaupun tanpa tempat atau bungkusan, cincin itu sangat indah. Apalagi di bagian dalam cincin itu, kalau diperhatikan dengan seksama, terdapat tulisan: Dari Yoga buat Acya. Belum hilang rasa terpukau Acya, Yoga sudah melanjutkan perkataannya, “Eh... sorry ya belom dikasih tempat. Bingung. Bukannya gue nggak modal! Cya, skali lagi ya gue tanya... mau nggak lo jadi cewek gue?” Acya susah untuk bicara. Tubuhnya kaku. Dan akhirnya, kepalanya membuat sebuah anggukan yang pasti. “Yang bener?” tanya Yoga nggak percaya. “Iya,” jawab Acya. “Jadiiii… sekarang kita pacaran nih?” tanya Yoga lagi. “Iiiyaaa…” “Jadi sekarang gue nggak jomblo lagi?” “Iiyyaaa…” “Sekarang lo udah jadi cewek gue? Sekarang gue udah jadi cowok loo?” “Iya, Yogaaaaa…!” “Makasih! Gila, gue nggak tau mesti ngomong apa! Makasih banget! Makan deh, es krimnya. O iya, nih, sendoknya,” kata Yoga sambil menyodorkan sebuah sendok berwarna pink yang bagian bawahnya ber-
Mint Chocolate Chips
255
bentuk hati. Tiba-tiba, dari CD Player di mobil Yoga, secara otomatis melantunkan lagu “Everlasting Love” milik Jamie Cullum. Acya mengambil sendok pink itu dari tangan Yoga. Ia menyendok sesuap, dan memberikannya pada Yoga, pacarnya. “Nih, lo duluan. Makasih ya buat semuanya. Gue nggak nyangka lo bisa seromantis ini. Sampai ngarang-ngarang acara kayak gini. Walaupun kita nggak gala dinner atau candle light, dan cuma dinner di restoran kecil, dan walaupun lo nggak bikin puisi cinta, dan kita cuma keliling Jakarta dan ketemu lampu merah yang lo buat keliatan jadi kayak bentuk hati, dan walaupun kita nggak dansa dan lo nggak nembak di restoran eksklusif, melainkan di mobil, tapi gue seneng banget. Ini jauh lebih keren dari gala dinnernya ortu gue, lebih romantis dari acaranya Kak Reno... Jauh lebih keren… Jadi… Makasih ya,” Acya berterimakasih dengan panjang dan kemudian mencium pipi Yoga. Yoga’s face turns to… pink! “Nggak apa-apa. Semua ini gue lakuin demi elo kok. Yang penting lo nyium guenya tulus! Eh, ngomongnya pake aku kamu dong!” pinta Yoga. “Yaelah. Jadiannya aja belom nyampe lima menit udah pengen ngomong pake aku kamu. Ya udah. Pokoknya, aku cuma bisa ngekspresiin rasa terimakasihku yang segede-gedenya buat kamu dengan ini,”
256
Mint Chocolate Chips
jawab Acya. Yoga tersenyum. “Tau nggak, Cya? This is the best night ever in my life! Nggak nyesel gue ke sini, nggak nyesel gue ngelakuin semua ini! This is the best night eveeeeerrrrr!” teriak Yoga. Kemudian ia bernyanyi, mengikuti Jamie Cullum. “Open up your eyes, then you realize, here I stand with my everlasting love. I need you by my side. Girl to be my pride. Never be denied, everlasting love…”
Jakarta, 17 Februari – tahun ketiga SMA Barusan aja gue nyampe rumah. Tadi gue ke airport, nganterin Yoga pulang. Kita ngerayain ulangtahun gue bareng-bareng di airport. Tadi siang, kita makan di McDonald’s, berdua aja. Mungkin kesannya nggak seru, tapi itu berarti banget buat gue. Sebe nernya lusa dia ada tugas penting gitu. Tapi dia rela ngambil penerbangan yang sore supaya bisa nge rayain ulangtahun gue dulu. Kita bener-bener cuman berdua. Temen-temen yang laen nggak ikutan. Sumpah, gue seneng banget bisa ngerayain ulangtahun gue taun ini bareng Yoga yang udah berstatus sebagai pacar gue. Tadinya gue kira gue bakal ngerayain ulangtahun gue yang ke 17 ini tanpa ada Yoga di sisi gue. Dan dengan bersedih-sedih ria pula.
Mint Chocolate Chips
257
Dengan berbanjir air mata pula. Dengan kesepian pula. Ternyata, kebalik! Sebelom ke airport, kita ke Adidas Originals dulu. Yoga beli dua pak handband yang modelnya sama, tapi warnanya beda. Dia biru, gue pink. Hahaha, mungkin standar banget ya cowoknya biru ceweknya pink. Tapi, tetep aja gue bahagia banget. Dia bilang dia beliinnya handband biar bisa dipake terus... dan tiap kali gue liat tangan gue, gue akan selalu inget dia. Kali ini, emang nggak ada “pelukan perpisahan” kayak waktu itu, sumpah, ngingetnya aja gue jadi malu sendiri. Dan, gue udah nggak nangis kayak dulu lagi. Gue udah seneng banget Yoga bisa ke Jakarta pas Valentine dan kami ngerayain ulangtahun gue bareng-bareng, dan gue juga harus ngebiarin dia pulang dengan bahagia dong. Gue berterimakasih banget sama dia udah rela dateng ke Jakarta, cuma buat nembak gue... makasih banget... gue nggak akan ngelupain kejadian-kejadian hari ini dan kejadian-kejadian di hari-hari yang kemaren-kemaren…
Jakarta, 14 Maret – tahun ketiga SMA Hari ini gue genap satu bulan jadian sama Yoga. Ternyata Yoga ngukur atau apa… mungkin. Yang jelas, dia ngirim hadiah satu bulanan dan nyampe
258
Mint Chocolate Chips
tepat hari ini. Tau nggak kadonya apa? Dia ngasih puisi lagi! Tapi banyak. Ini gue salin salah satunya aja ya… Sun is shining Rain is dropping Winds are laying their bodies on my face Fellows are here, erasing my loneliness But one thing I couldn’t avoid No love weather from my girl No lovely wind touching my face My girl isn’t here to erase my sadness Or I’m not there to erase her sadness? That lady is gripping this paper there And read my doodling that perhaps won’t mean a thing to her But I just want her to read this, and remember this paper always Remember these letters I just want her to know that she’ll be loved She’ll be the one who I’ll always love She’ll be the one who’ll always mean something to me As someone, or anyone As something, or anything In this place, or there, where she read this
Mint Chocolate Chips
259
Was, is, and will always be Yesterday, today, and tomorrow But all I can do is to love you From this place to yours And our love, just like those winds I can’t see it, but I feel it Puisinya emang sederhana banget. Tapi gue janji, gue bakal selalu ngenang puisi ini. Thanks banget ya Yoga…
260
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
261
Bab 17 Kalo King-nya Di Luar Negeri? Jakarta, 19 Juni – tahun ketiga SMA “Kamu ikut acara perpisahan nggak?” tanya Acya kepada pacarnya, Yoga. “Iyalah! Sebagai cowok terganteng di sekolah, gue wajib ada buat nerima mahkota,” kata Yoga membanggakan diri dengan pede sejutanya. Yoga memang sama sekali bukan cowok yang low profile! “Ah, narsis lo! Ya emang sih lo jadi kandidat kingnya…” kata Acya. “Oh, I just can’t wait to be king…” Yoga menyanyikan soundtrack sebuah film kartun. “Bukan gue doang kok yang lagi seneng jadi nominator. Lo juga kan?” kata Yoga.
262
Mint Chocolate Chips
“Lo tau darimana gue juga jadi kandidat?” tanya Acya. Setau Acya, ia belum memberitahu pacarnya kalau ia juga jadi kandidat. “Tau, dong… Yoga gitu looooohh! Biasa, banyak koneksi ke sekolah lama! Tenang aja. Aku yakin kamu menang. Serius…” kata Yoga. “Ya udah deh... Dah…” “Yah, kok udahan, Cya?” tanya Yoga nggak rela. “Ya mau ngomongin apaan lagi?” tanya Acya. “Apa kek gitu! Gue kan kangen!” ujar Yoga dengan tulus tapi sambil teriak. “Gue juga! Tapi, minggu depan kan elo juga no ngol di sini,” jawab Acya tenang. “Yaaaaah... ya udah…daaaah…” sesal Yoga. “Dah…” Tuut! Bunyi telepon ditutup.
Jakarta, 27 Juni – tahun ketiga SMA Dari sudut pandangnya Kif fi Nama gue Kiffi. Hari ini bakalan ada acara yang seru banget, bagi gue, dan gue rasa, anak-anak lain juga berpikiran sama. Dari kemaren, kita udah nginep di sini. Hotel Novotel Bogor. Kebeneran, salah satu member angkatan kita, ada yang bokapnya punya “koneksi” buat nyewa kamar-kamar di Novotel dengan harga yang lebih minimal, seminimal-minimalnya.
Mint Chocolate Chips
263
Sekarang jam tiga siang. Pinggiran kolam renang sudah mulai diramaikan oleh brainless monkeys dari angkatan gue. Anak-anak mulai berdatangan. Malah ada yang udah pesen french fries gitu. Seneeeeeng… pengorbanan gue nggak sia-sia. Alhamdulillah, gue lulus, gue baru mengetahuinya tiga hari yang lalu. Semuanya lulus. Kedua, sejak kurang lebih setahun yang lalu, pas pertama kali duduk di kelas tiga, gue udah mesti nyumbang kurang lebih gocenk18 tiap minggu buat ngebayarin ginian. Buat buku tahunan, buat perpisahan. Dan senengnya, hasilnya nggak mengecewakan kok. Hahaha. Apalagi angkatan gue bikin film independent gitu tentang tiga tahun di SMA. Bagus deh. katanya sih ntar mau dikasih sekalian sebagai bonus buku tahunan. Paling nggak sekalikali gue bisa bangga sama sekolah gue walaupun biasanya gue suka mencaci-maki sekolah gue sen diri. Kadang-kadang gue nyesel juga, pernah nyelanyela sekolah gue. Dari sistem poin, peraturan yang ketat banget dan bikin gue nggak begitu betah belajar, sampai ruang kelas gue dulu (II-3) yang sumpah: bobrok banget!? Sekarang, sedikit-sedikit gue bisa banggalah sama sekolah gue. Acya dan Eci udah duduk-duduk di pinggir kolam renang dengan kaos dan celana pendek terpewe19 yang mereka punya sambil ngobrol-ngobrol. Gue liat
264
Mint Chocolate Chips
Reva, si cewek metal, udah nongol. Menurut jawaban Eci pas tadi gue wawancara, tadi dia belom ikutan gara-gara masih tidur. Reva sibuk ngacak rambutnya biar makin nggak karu-karuan. Baru bangun juga di tangannya tetep nangkring handcuff20 spike berwarna merah lhooo… Di sebelah gue ada manusia ternarsis di dunia bernama Yoga yang lagi sibuk main game boy. Ini anak emang cowok paling aneh yang pernah gue kenal. Bentar bijak dan dewasa abis, sekarang malah mainan game boy. Asal lo tau aja, manusia narsis yang tinggal di Inggris ini rela dateng ke Indonesia demi pesta perpisahan sama dia bilang dia harus ada sebagai rajanya angkatan kita buat nerima mahkota. Duileeh... pede bener! Lagian, dia mau sekalian liburan ke Indonesia katanya. Abis sebel ngeliat cewek-cewek bule yang seksi-seksi melulu di sana. Gue jadi bingung. Maksudnya dia ngomong kayak gitu adalah alaesan beneran atau cuma pengen bikin gue ngiri sih? Tama malah sibuk makan es krim banana split yang tadi dia pesan. Yang sebenernya porsinya cukup besar, diabisin sendirian sama dia. Setau gue, sebelumnya dia udah pesen fish and chips kok! Gile beneeeeerrr! Gue nggak ngerti, kenapa dia bisa sebegitu rakusnya. Padahal perutnya udah nyamain Bajuri kok. Malah ngalahin. Waduuuuuh!
Mint Chocolate Chips
265
Gue seneng deh, ada pool party begini. Asiiik, ntar kan gue bisa nyeburin Tama. Tapi, gue takut air ko lamnya luber! Hahaha... Lokasi makin rame aja. Makin asik aja. Tapi, primadona gue belom nongol-nongol! Mana sih, Daina? Dari tadi kan gue tungguin! Udah agak lama gue nungguin dia, (buktinya sekarang udah jam empat kurang), Daina baru nongol. Wuih, makin cantik aja nih cewek. Dia duduk di mana “geng” nya duduk. Tentunya, setelah sebelomnya nyapa gue dulu. Ya nyapa lah! Kalo nggak nyapa sih kebangetan! Berkat dia sifat playboy gue rada kurangan, walaupun kadang-kadang gue masih suka iseng ngeliatin cewek-cewek seksi nan cantik juga aduhay. Nama gue bukan Kiffi kalo nggak kayak gitu.
Siapa sih yang bakalan diceburin? Eci dan TB ditugasin buat jadi MC. Ketauan ba nget kalo Risya semakin menyimpan rasa jealous. Yoga sampai terkadang bingung melihat ekspresi Risya yang antara kepengen marah dan kepengen na ngis. Dia sayang nggak sih, sama TB? Kok curigaan banget sih? Kan yang namanya cinta, nggak boleh pake cemburu. Kayak kata pepatah. Love is always kind, it never jealous… Tapi, ternyata Risya tetep mencoba berusaha untuk mengontrol emosinya. TB
266
Mint Chocolate Chips
kan ditugasin, bukan maunya dia kalo dipasangin sama Eci. Mereka berdualah orang-orang yang paling sering beredar, paling gaul, paling populer, walaupun dari ketiga pendeskripsian itu belom ada yang kualitasnya ngalahin si Yoga. Abis ada games-games dikit, akhirnya sekarang bakalan diumumin pemenang-pemenang polling. “Polling yang pertama adalah cowok dan cewek terheboh. Cowok terheboh adalah… EKO!” ujar Eci. Eko, dengan bangganya, maju ke tempat Eci dan TB berdiri. Eko memang kocak dan heboh, tapi, tepenya nggak ada yang ngalahin kecuali makhluk bernama Rangga. Eko mulai bergaya sok ngartis, pamer senyum dan bilang “makasih... makasih…” “Ceweknya adalah…Shenny!” ujar TB. Udah ke tauan. Shenny dan Eko adalah duo gokil di angkatan mereka. Merekalah pempopuler kalimat “Situ cantik bettul! Tapi bo-ong. Eaaa!” Nggak jelas memang, cuman, dalam waktu kurang dari duapuluh empat jam, kalimat itu udah populer banget di angkatan mereka, berkat dua manusia itu. Nggak usah di angkatanya Acya, di angkatan yang sekarang kelas dua sama kelas satu, sampai-sampai anak SD sama SMP juga ketularan! Shenny pun maju dengan agak malu-malu ke dekat Eko. “Pengumuman kedua... adalah... Cewek terdan-
Mint Chocolate Chips
267
dan! Adalah… Daina!” Merasa sangat bangga, Daina pun berdiri dari tempatnya duduk dan senyum-senyum semanis mungkin. Kiffi merasa cukup bangga juga pacarnya bisa jadi pemenang polling. Semua anak pun bertepuk tangan. Nggak salah lagi. Daina pantes menang. Daina itu memang fashionista, terlalu cantik dan manis layaknya manekin berjalan. “Cowok terdandan adalaaaah…RANGGA!” Rangga maju dengan tepenya ke dekat Daina. Anak-anak nyorakin manusia tepe itu. HUUUUU… Rangga tapi nggak mati kutu jua. Dia tetep senyum-senyum kayak dia cowok culun yang menemukan cara bergaya di depan kamera dengan rambut spike barunya. Muka berbinar dan murah senyum. Cengir kuda. Lengkap sudah penderitaan para penonton. Perlu diingatkan sekali lagi, Rangga adalah cowok yang ngegodain Acya di ulangtahunnya Yoga. Waktu itu, Yoga sempet nonjok perutnya dan tentunya, Acya nolak Rangga. Kenal aja enggak! Tiba-tiba dia kayak gitu, siapa yang nggak nolak. Untungnya Rangga bukan tipe Cowok Cileduk (Cinta Ditolak, eh… Dukun Bertindak!) Setelah ada pengumuman-pengumuman lainnya, seperti cowok terbandel (diraih oleh Dodit –icon angkatan kita), cewek tercentil (lagi-lagi diraih oleh Daina, tentunya), cewek terjenius (Tantri yang dapet predikat
268
Mint Chocolate Chips
itu. Ada tiga tulisan “istimewa” di ijazahnya!), cowok terjenius (Dodit: karena jenius bikin masalah), cowok ter-playboy (Yoga bahagia karena pemenangnya adalah Rangga), cewek terlaku (diraih oleh Prita... gimana nggak laku?... lulus SD aja udah dua puluh kali jadian, gimana sekarang!?), cowok terheboh dan cewek terkocak diraih lagi oleh Eko dan Shenny (duet maut yang gokil di angkatan kita), cowok terkalem, cewek terkalem, cowok terrame, cewek terrame, cowok ternarsis (khusus kategori ini, diraih oleh –pastinya– Yoga!), cewek ternarsis (diraih oleh Shenny, kali ini nggak sama Eko), cewek termetal (Reva-lah! Siapa lagi?), cowok terfeminin, cowok terimut (diraih oleh Tama), cowok tertebarpesona (Rangga, Rangga, dan Rangga), cowok terganteng (Yoga dong... ), cewek tercantik (perolehannya sama antara Prita sama Acya, tapi kualitasnya beda-lah!), cowok terkeren (Kiffi menang!), cewek terkeren (Reva, Reva dan Reva…), cowok termodis (diraih oleh Aril), cewek termodis (Eci pastinya), dan lain-lain. Rencananya, pengumuman king and queen atau cewek dan cowok terfavorit angkatan kita, bakalan diumuminnya ntar malem. Nanti malem, bakalan ada acara yang kayak dinner-dinner gitu, mirip-mirip sama prom lah. Cuman, bajunya nggak mesti bener-bener “ballgown and suit”. Formal, tapi nggak seformal
Mint Chocolate Chips
269
promnight-promnight di sekolah lain. Dana yang digunain buat acara ini juga dirancang seminim mungkin, supaya nggak nguras kantong banget. Tiba-tiba, Eci kembali bersuara. “O iya, gue lupa bilangin ke elo, Be, kalo semua pemenang bakalan dapet hadiah,” ujar Eci, masih pake mike yang dari tadi dia pegang. “Hah? Hadiah? Hadiah apaan? Nginep di Bali?” Pertanyaan TB emang nggak penting. “Bukan... itu... hadiah kejutan,” Eci mengingatkan. “Oooooh... yang itu... iya, iya, gue inget... eh, gue mau ngasih duluan dong buat cowok terganteng di angkatan kita... Please,” pinta TB memohon. “Ya udah,” jawab Eci. TB meletakkan mikenya entah di mana. Yang jelas, mike tersebut sudah tidak ada di tangannya lagi. TB menghampiri Yoga. “Yo... mau gue kasih hadiahnya nggak?” tanya TB memastikan. “Ya mau... emang hadiahnya apaan?” tanya Yoga lagi. “Hadiahnya ini,” TB mendorong Yoga sekuat tenaga ke arah kolam renang. Yoga kecebur! Tapi Yoga jago banget berenang dari kecil. Jadi nggak akan ada skenario Yoga kelelep. Tapi… Yoga tenggelem! “BE! YOGA, BE! YOGA TENGGELEM, BE!” Acya mulai histeris ngeliatnya. Tapi dia juga nggak berani
270
Mint Chocolate Chips
nyebur takut malah nyusahin. TB pun hampir nyebur. Tapi ia memilih untuk menunggu dulu di pinggir kolam dan menarik tangan Yoga. Yoga nongol ke permukaan dengan wajah sehat wal afiat dan menarik tangan TB. TB sekarang yang kecebur. Reva lari dari tempatnya berdiri dan ikut-ikutan nyebur. Kiffi nggak mau kalah! Dia malah ngedorong Daina duluan kemudian baru menceburkan diri. Semua anak yang menang polling diceburin Eci. Karena pada nggak rela, Eci malah ditarik biar nyebur juga. Beberapa saat kemudian, Yoga “naik-ke-permukaan”. Ia mengambil mike yang tadi digunakan oleh Kiffi, yang diletakkan di atas speaker. Yoga dengan pede sejutanya mulai berbicara. “Acya... sini deh kamuuuu…” pinta Yoga. Tentunya Acya langsung nyamperin. Namun, ia terus berjaga-jaga dan waswas. Takut-takut ide jail Yoga untuk nyeburin dia muncul. Untuk mengantisipasinya, Acya berdiri jauhjauh dari kolam renang. “Woooeeeeeiiiiyyy…gue pengen elo-elo semua jadi saksi kejadian bersejarah dan paling heboh di abad ini…” ujar Yoga. Ia kemudian menggenggam tangan Acya yang sedang cukup keheranan dan kebingungan. “Acya… gue cuman pengen bilang… kalo gue itu… duuuuhh... kok jadi susah gini sih? Gue cuma mau bilang… ACYA, GUE SAYANG SAMA LO…DARI KEMAREN, HARI
Mint Chocolate Chips
271
INI, BESOK, DAN SETERUSNYAAAA!” ujar Yoga. Yoga nyebur lagi dengan tangan Acya masih digenggamannya. Kebayang dong, Acya ikut kecebur! Nggak lama kemudian, anak-anak yang lain juga ikutan nyebur. Pertama sih makmur-makmur aja. Tapi, mereka mulai ngeri waktu Tama mau nyebur. Ya ngeri ketiban, ngeri kelelep, ngeri air kolam renang hotelnya luber, atau malah ambles... ngeri deh! Hampir semua anak malah kecebur. Nggak lupa guru-guru juga pada ditarik biar nyebur juga, terutama guru-guru cowok. Untungnya, guru-guru cowok pada nggak marahin anak-anak seangkatan. Mungkin, kita emang beda dari sekolah laen, nggak ngadain prom night-prom nightan segala. Tapi tetep aja, hari ini nggak akan gue lupain seumur hidup gue. Kejadiankejadian yang pernah gue alamin selama ini, nggak akan gue lupain. Gue akan selalu inget masa-masa remaja gue yang bener-bener indah. Udah banyak orang yang dateng dan pergi dalam hidup gue, tapi gue rasa, cuma Daina, Eci, Reva, Yoga, Kiffi, dan Tama yang akan selalu ada buat gue di saat gue susah, akan selalu ada di hati gue. Walaupun kita kenal baru tiga tahun, tapi gue udah ngerasa udah kenal lama sama mereka. Gue nggak pengen pisah. Gue pengen SMA terus, gue pengen sama mereka semua terus…
272
Mint Chocolate Chips
Tapi, nanti malem masih akan ada acara lagi. Ka yak makan malem aja sih. Sekalian pengumuman king and queen gitu. Lama-lama gue sedih. Udah mesti pisah sama temen-temen, Yoga juga bakalan balik ke Inggris. Sepi deh rumah. Sepi deh hari-hari gue. Pasti temen-temen milih universitasnya pada mencar-mencar semua. Duuuuuh, so hard to say goodbye!
Makan Malam Tok! Tok! Tok! Acya mendengar pintu kamar tempat ia menginap diketuk. “ACYA HONEEEYY!!! ACYA SAYANNNGGGG!! CINTAKUUUU!! MANISKUUUU!! I LOVE YOU!!! Ini gue!” teriak seseorang di luar sana. Yoga. Nggak ada suara ang bakal ngalahin nyaringnya suaranya Yoga. “Apaan?” tanya Acya. “Heh, kapan lo mau turun makan? Bukain pintu dulu ‘napa?” pinta Yoga. “Nggak mau. Lo ngomong depan situ aja. Gue dengerin kok,” jawab Acya males. “Yeeee! Elo! Turun yuk! Gue laper, tau!?” “Gue belom laper!” jawab Acya. “Ayo dong turun. Bentar lagi acaranya mulai. Gue harus ada buat nerima mahkota nih!” ujar Yoga nggak mau kalah dengan pede sejutanya.
Mint Chocolate Chips
273
“Turun aja sendiri!” bentak Acya. “Yaaaaahhh… Nggak mau! Maunya bareng kamu!!! I’d do anything, just to hold you in my arms... to try to make you laugh, somehow I can’t put you in the past!” Yoga kembali menyanyikan sebait lagu Simple Plan. “Ayo dong… pleasee….” Yoga memohon. “Iya, iya! Bentar! Ini gue lagi nyisir!” jawab Acya. “Hah? Nggak salah denger nih? Sejak kapan lo mulai nyisir?” “Sejak lahiiiiiiiirrrr!” jawab Acya males. “Yaelah! Ah, gue tau! Pasti sejak jadi nominator ratu angkatan deeeeeh! Ya bagus deh! Lo jadi suka nyisir, gue jadi seneng. Heh, cepetan dong! Lelet lo!” ledek Yoga. “Bentar!” “Duh, lama bener sih? Emang dandan tuh pen ting ya?” Yoga masih teriak-teriak dengan noraknya di depan pintu. Acya diam saja. “ADUUUUH…! ACYA HOONNN…” Belum sempat Yoga berkata ‘Ney’, pintu kamar Acya sudah terbuka dan dilihatnya Acya yang benar-benar “dandan secantik mungkin”. Yoga nyaris nganga’ melihatnya. “Apa liat-liat!?” tanya Acya sewot. Yoga nggak juga beranjak. Masih aja nyaris ngiler. “Acya… Cantik… Banget…” Yoga masih bengong. “Lo juga ganteng. Udah ah, turun yuk!” Acya me
274
Mint Chocolate Chips
narik lengan Yoga sekuat tenaga yang masih aja be ngong. Malam itu, Yoga memakai kemeja lengan pendek berwarna biru tua keunguan dan celana bahan berwarna putih yang gombrong abis a la rapper. Mau di suasana seformil apaan juga, Yoga tetap memakai celana yang keliatannya PW (posisi wuenakkk!) ba nget. Sementara Acya memakai blus berlengan tiga perempat dan berkerah sabrina. Kerahnya memiliki tali halter untuk menyangga blusnya itu. Warnanya senada dengan kemejanya Yoga (terang saja, blus itu dibawa Yoga jauh-jauh dari Inggris demi acara malam ini. Yoga bilang, dia pengen king and queennya dateng bareng, warna bajunya juga mesti sama). Alhasil, Acya pun memakai rok rimpel di bawah lutut berwarna putih. Keajaiban dunia nomer delapan! Acya memakai rok selain ke sekolah! Saat memasuki taman (iya, makan malamnya outdoor), semua mata memandang Yoga yang malam itu ganteng setengah mati. Rambutnya yang biasanya diindies atau dispike, kali ini dibiarkan turun tanpa gel dan setengah berantakan (Anisa dan Risya histeris melihatnya. Begitupun, fans Yoga yang lain). Tapi, senyum ramah tetap muncul di bibirnya, dan gayanya yang slengekan emang nggak pernah hilang. Saat
Mint Chocolate Chips
275
mata memandang ke arah sepatunya, mereka melihat sepatu keds! Tempat makan malamnya didesain bagus banget sama panitia. Ada kurang lebih empat meja besar yang dibuat mirip dengan aula di kisah Harry Potter. Meja-meja besar tersebut sebenarnya adalah gabungan dari meja-meja kecil. Kemudian, ada buffet tempat mengambil makanan. Di rumput-rumput, kelinci-kelinci kecil liar dilepas secara bebas. Di depan meja-meja besar tadi, akan menjadi tempat acara dilangsungkan. Sudah diletakkan gitar, drum, bass, keyboard, dan mike. Di sana juga akan diumumkan king and queen angkatan mereka. Di belakang drum dan segala alat musik itu, dipasang semacam replika tembok yang terbuat dari kawat dan dipasang tanaman, seperti tanaman di pagar di rumah-rumah. “Ambil makanan yuk,” ajak Yoga. Acya beranjak dan berjalan di sebelah Yoga. “Lo mau makan apa?” tanya Yoga. “Lo makan apaan?” “Ya ampuuun. Ditanya malah bales nanya. Gue mau mesen chicken steak. Lo mau apaan? Yoga pe senin nih,” ujar Yoga. “Gue Fettucinni Alfredo aja deh,” jawab Acya. “Ooh. Ya udah. Gue pesen makan dulu ya,” kata Yoga.
276
Mint Chocolate Chips
“Iya,” Sementara Yoga ke bagian steak dan barberque, Acya beralih ke tempat pasta. Setelah me ngambil piring, ia mengambil fettucinni secukupnya dan kemudian menuangkan saus alfredo di atasnya. Kemudian Acya mengambil segelas minuman bersoda. Ia kembali ke tempat duduknya tadi. Yoga belum kembali. Mungkin karena ia memesan steak, jadi agak lama. Acya menengok ke arah cewek di sebelahnya. Acya nggak kenal, namun, wajahnya sangat familiar. Rasanya kayak pernah ketemu. Ia mengenakan tank top bertali spageti berwarna hitam dan rok semata kaki berwarna sama. Di depannya ada Rangga. Iya, Rangga memang duduk di sebelah Yoga. Untung Rangga nggak dieksekusi sama Yoga. Tiap kali Rangga ngomong, pasti Yoga bilang, “Hah? Kumur-kumur, lo?” ledek Yoga. Selalu seperti itu. Lho… itu kan REVA! “Ya ampun Reva! Lo dateng sama Rangga?” Acya nyaris histeris. Daina yang duduk di sebelah Acya mendengarnya dan tidak setuju. “Mana Reva? Eh, Reva tuh nggak ikutan, tau!? Katanya sakit perut, jadi dia nggak mau ikutan turun! Dasar tuh anak, acara kayak gini masa’ mau dilewatin gitu aja gara-gara sakit perut? Minum norit kek, obat maag apa kek gitu?! Alaaaaa, payah tuh anak! Elo
Mint Chocolate Chips
277
aja ampe halusinasi gitu! Sadar deh, Reva nggak ikut, Bu…” ujar Daina yang satu kamar dengan Reva. “Lha, itu sebelah Acya siapa?” tanya Kiffi. “Sebelah Acya… Ceweknya Rangga kan? Eh… Lho, itu… YA AMPUN, REVA!?” Daina ikutan kaget. “Hai-hai semuanyaaaaa!” sapa Eci yang tiba-tiba nongol nggak ada angin nggak ada badai. “Heh, ke mana aja lo?” tanya Acya. “Abis melobi, honeeeyy!! Siapa tau ada cowok cakep jomblo luput dari pandangan kan? Lumayan lho buat mendampingi gue. Eh, Cya, si Reva kok nggak keliatan? Di mana sih tuh anak?” tanya Eci. “Belakang pala lo,” jawab Acya dengan tenang. Eci langsung menengok dan nyaris menjerit. “Keajaiban dunia nomer sembilan!!!” kata Eci nya ring. “Reva dateng sama Rangga. Ya ampun! Apa gue nggak salah liat! Ya ampun, ya ampun, ya ampun! Gile banget! Gosip terbesar nomer dua abad ini!!!” “Ci, gue punya dua pernyataan. Pertama, keajaiban dunia nomer lapan apaan. Kedua, gosip terbesar nomer satu apaan?” tanya Acya. “Keajaiban dunia nomer lapan adalah… elo pake rok! Gosip nomer satu abad ini adalah, Daina jadian sama Kiffi. Dua-duanya sama gilanya. Baru sekali ini seumur idup gue liat elo pake rok selain ke sekolah!” jawab Eci.
278
Mint Chocolate Chips
“Segitunya ya?” tanya Acya. Kayaknya, dia nggak tomboy-tomboy amat. “Iya, segitunya!” jawab Eci. “Eh, gue jalan-jalan dulu lagi ya!” Eci pamit.
“Selamat malam,” ujar Eci dan TB berbarengan. “Kita di sini mau mengumumkan sisa kategori polling yang tadi belum diumumin,” Eci memulai. “Sebelom ngurusin masalah raja sama ratu angkatan kita, mendingan kita umumin dulu best dress malam ini yah. Pokoknya, yang ‘kostum’nya paling lucu, itu yang menang, oke…?” lanjut TB. “Pemenangnya adalah… ya bidadari malam ini… Annisa Daina!” ujar Eci tanpa basa-basi. Malam itu, Daina mengenakan kostum ala peri. Ia memakai gaun putih mengkilat dengan mahkota di kepalanya. Ia juga membawa-bawa tongkat peri sejak tadi. Eksentrik memang. Namun, itulah Daina. Pede sejuta dan keinginannya untuk jadi trendsetter memutuskan urat malunya. Daina maju ke dekat Eci. Eci memasangkan pin bertuliskan “BEST DRESS of REINKARNAX21” di gaun Daina dan TB memberikan sebuket bunga buat Daina. “Buat yang cowok, pemenangnya adalah… ARIL!” kata TB. Aril, cowok 3-IPS-I, maju ke dekat TB. Malam
Mint Chocolate Chips
279
itu, ia mengenakan kostum ‘hitam-hitam’ berikut ka camata hitam juga a la trilogi The Matrix. Aril melepas kacamatanya dan Eci memasangkan bros di jas Aril. Dalam hati Eci bergumam, “Aril? Cute abiss... Lhoo.. kok gue jadi kayak Yoga gini? Dasar tuh anak bad influence!” “Naah, sekarang bagian yang ditunggu-tunggu. Raja sama ratu angkatan kita. Siapa ya kira-kira? Dengan hormat, kita panggilin Kak Widy sama Kak Nadira yaitu raja sama ratu angkatan tahun lalu. Buat Kak Widy sama Kak Nadira, kami persilahkan…” kata Eci. Kak Widy dan Kak Nadira maju ke dekat Eci dan TB. Mereka menyerahkan mike yang dipegang kepada Kak Widy dan Kak Nadira. “Selamat malam,” ujar Widy dan Nadira bersamaan. “Kami akan mengumumkan raja sama ratu angkatan Reinkarnax,” Widy memulai. Suasana yang tadi ribut nggak karu-karuan sekarang malah sunyi senyap. Semua anak bener-bener pengen tau apa hasil polling yang satu itu. King-nya nggak ada yang bener-bener kampanye. Sementara dua kandidat cewek, yaitu Prita (lagi) dan Acya (lagi)... bener-bener kampanye udah kayak Delon sama Joy! Acya sih emang nggak niat kampanyenya, tapi, kalo Prita mah niat
280
Mint Chocolate Chips
banget. Yang ngekampanyein Acya malah Eci, Daina, sama Reva. Lumayan, bisa numpang tenar misalkan sohibnya jadi ratu angkatan. Di koridor sudah tertempel tulisan dari tangan-tangan Reva yang iseng: “Ja ngan lupa! Ketik AFI spasi ACYA kirim ke 3977!” Ada juga tulisan “KETIK ACYA KIRIM KE 9288! Menangkan hadiah jutaan rupiah dan ketemu Irgi (kakak gue) di Balai Sarbini. Tapi, tiketnya beli sendiri yaaa!!!”; “ACYA? Gue banget! (ini slogannya Yoga yang udah pindah ke Inggris... jadi, buat fans-fans Yoga, terutama anggota YOGA FANS CLUB, vote for Acya and Yoga as Queen and King for our generation!)”; “ACYA FOR THE QUEEN”; dan lain-lain. Apalagi Yoga. Tuh anak emang udah nggak keliatan batang hidungnya selama krurang lebih setahun, tapi tetep aja, tim Yoga Fans Club sibuk memasang poster-poster bertuliskan “PILIH YOGA SI GANTENK” di tembok koridor. Sampe bikin slogan juga: “Yoga? Gue banget!” Gilee banget emang itu orang. Udah fansnya banyak, fanatik semua, lagi! “King-nya adalah… hmmm… siapa ya kira-kira? Udah ketauan kali... ini cowok ganteng abis,” Buat informasi aja, saat Widy mengatakan hal itu, semua fans Yoga histeris. “Trus, jago bikin cewek-cewek beku dan histeris... kayak cewek-cewek ini nih,” Widy menunjuk ke arah Anisa dan tim Yoga Fans Club yang nggak berhenti
Mint Chocolate Chips
281
“jejeritan”. “Trussss… ini cowok walaupun udah ilang ke belahan dunia mana, tetep aja fansnya banyak... gue nggak kaget... pemenangnya YOGA!” Dan buat info lagi, waktu Widy menyebut kata ‘YOGA’, Anisa udah pasang tampang mau pingsan. Yoga dengan bangganya maju ke dekat Kak Widy sambil pamer senyumnya yang top abis. Makin ganteng aja tuh orang semenjak tinggal di Inggris. Apa mungkin ketularan sama cowok-cowok di sana yang ganteng-ganteng? Stop ngomongin cowok bule. Se karang kita ngomongin Yoga lagi. Bukan. Maksud gue, sekarang kita ngomongin cerita ini lagi. Sekarang giliran Nadira yang ngomong. “Dari persaingan yang ketat, lebih ketat dari celana basic, hahaha, antara Prita dan Acya, akhirnya kepilih juga ratu angkatan kalian. Nggak usah belibet-belibet dan gue ngomong ngalor ngidul lagi, gue cuma mau ngasitau kalo ratu angkatan kita adalah idolanya Yoga… ACYA!” ujar Nadira. Acya bener-bener ngerasa beku. Rasanya kayak udah mau pingsan. Barusan nama gue yang disebut? Iya! Acya itu nama gue! Kepilih jadi ratu angkatan nggak bikin gue amnesia kok! Gue mesti maju. Gue harus maju. Kalo nggak, yang ada ntar malah malumaluin. Tenang, ini cuma gelar ratu angkatan, bukan miss universe, jadi, lo nggak mesti pamer gigi setiap saat. Acya pun maju. Ia harus sedekat mungkin de
282
Mint Chocolate Chips
ngan Yoga. Soalnya, kalo ada dekat manusia narsis itu, paling nggak dia bisa ngerasa lebih pede dikit, dan lebih nyaman dikit. Gimanapun juga, itu cowok adalah pacarnya. Fotografer amatiran yang merupa kan temen seangkatan, yaitu Monty, mulai jepret-jepret foto pake kameranya. Acya yang berdiri di sebelah Yoga baru menyadari bahwa ternyata perbedaan tinggi Acya dan Yoga sa ngat-sangat jauh. Bisa dibilang, beda sekitar duapuluh senti! Yoga tingginya sekitar 180-an, sementara Acya sekitar 160an. Aaaahhh… Malu banget deh! Eci membawakan dua buah mahkota di atas sebuah “baki”. Kak Nadira mengambil salah satunya dan akan meletakkannya di atas kepala Yoga. Yoga yang tentunya lebih tinggi dari Kak Nadira, sedikit menunduk supaya Kak Nadira dapat meletakkan mahkota tersebut. Kak Nadira menyalami Yoga. Yoga pasang senyumnya lagi yang super menawan. Kak Widy pun mengambil mahkota yang satunya dan dengan mudah meletakkannya di atas kepala Acya. Mahkota itu sangat cantik. Walaupun hanya replika, paling nggak, mahkotanya bukan mahkota dari karton. Monty mulai memotret-motret lagi. “Seperti yang udah kita tau dan kita tunggu-tunggu dari dulu, raja sama ratu angkatannya mesti dansa dong…” kata Eci ketika Widy dan Nadira sudah kem-
Mint Chocolate Chips
283
bali ke tempat duduk. Acya makin deg-degan. Kalo Yoga sih, seperti sudah bisa ditebak, asik-asik aja. Senang malah. Acya nggak pengen! Malu! “Gue nggak mau,” ujar Acya pelan. Tapi, Yoga bisa mendengarnya. “Kenapa?” “Males,” jawab Acya. “Yaelah. Udah, nggak apa-apa. Kan ada aku. Hehehe…” Yoga memamerkan senyum ting-tingnya (aduh… ting-ting? Bahasa mana lagi tuh?). “Yaaah… ya udah,” Acya menyerah. Yoga menggenggam tangan pacarnya dan me nariknya mendekat. Anak-anak band angkatan seperti Aril (di drum), Reva (di lead guitar), Faris (di rhythm guitar dan vokal), dan Fadli (di bass), maju dan memegang alat musik masing-masing. Lagu mulai mengalun. Dan Acya menyadari, lagu yang mengalun adalah salah satu lagu yang disukai nya. Lagu tersebut juga ada di CD pemberian Yoga. Beauty queen of only eighteen She had some trouble with herself He was always there to help her She always belonged to someone else I drove for miles and miles and wound up at your door
284
Mint Chocolate Chips
I’ve had you so many times but somehow I want more I don’t mind spending everyday out on your corner in the pouring rain Look for the girl with the broken smile Ask her if she wants to stay a while And she will be loved… Teman-teman yang lain benar-benar membiarkan mereka berdansa “berdua saja”. Belum ada anak lain yang ikut berdansa di sana. Acya bener-bener degdegan. Masa dansa diliatin anak-anak seangkatan? Ada beberapa guru yang liat juga, lagi! Dikit sih. Tapi tetep aja, malu! Dan Acya lebih malu lagi waktu mendengar teriakan anak-anak yang lain, “CIUM! CIUM! CIUM!” Ya ampun, Ya Tuhan, ya ampun! Ada guru! Yoga makin pasang senyum bahagia tapi menawannya. Yoga rupanya benar-benar menunggu-nunggu saat-saat ini. “Eh, gue kan ex ketua OSIS nih? Kekuasaan gue masih berlaku nggak?” tanya Yoga. “MASIHHHH!!” teriak teman-teman yang lain. “Jadi, selaku mantan ketua OSIS, gue memerintahkan kalian semua untuk…” Yoga berhenti sejenak. Teman-teman yang lainpun menunggu-nunggu. “MEREMMMMM!!! KARNA GUE MAU NYIUM
Mint Chocolate Chips
285
ACYA!!!” teriak Yoga. Teman-teman yang lain pun tertawa terbahak-bahak. Wajah Yoga makin mendekat. Acya makin ngeri. Makin malu. Makin nggak enak. Tinggal satu detik lagi bibir Yoga akan menyentuh bibir Acya… “Yo, guru, Yo!” ujar Acya. Yoga berhenti sejenak. Kayaknya ia berpikir sesuatu. Anak-anak juga mulai sunyi senyap. Nggak ada lagi teriakan-teriakan kayak tadi. Yoga tengak-tengok ke kanan dan ke kiri, melihat ke arah guru-guru. Kemudian berpikir lagi. Tapi kemudian ia berkata… “Alaaaa… BIARIN!” jawab Yoga cuek. Tapi kemudian, Yoga diam dan batal mencium Acya. “Lho?! Kok nggak jadi, sih?!” celetuk Tama. “Abis lu meremnya pada nggak ikhlas sih! Gue tau lu semua pada ngintip pengen liat! Ketauan banget, tau nggak?!” teriak Yoga. “Yaaaahhh…” sesal teman-teman yang lain. “Thank God!!” gumam Acya. Baru setelah itu, anak-anak yang lain juga berdansa. Yoga mengalihkan pandangannya ke arah Acya. “Sorry ya tadi gue mau nyium-nyium elo sembarangan,” ujarnya. “Ya mau bagaimana lagi…” jawab Acya pasrah. “Cya, aku cuman pengen kamu tau kalo… Kalo mungkin aku susah untuk ngungkapin perasaanku
286
Mint Chocolate Chips
secara langsung. Makanya, aku sering langsung ke kelakuan aja. Sorry banget yah… nggak apa-apa nggak?” tanya Yoga. “Nggak apa-apa. Dan aku juga pengen kamu tau, Yo. Jangan bilang aku tidak lihat senyummu karena dalam kesunyianku aku menatap menembus angin. Jangan katakan aku tidak ikut bernyanyi. Aku dapat mendengar ritmemu dari dalam air. Jangan kira aku berkhayal terlalu jauh karena khayalku yang sesungguhnya adalah khayalan pada dunia. Dan jangan bilang aku tidak menyimakmu karena aku dengar seluruh untai teriakmu,” kata Acya. “Lho? Itu kan puisi yang waktu itu,” tanya Yoga. “Emang. Tapi, ada tambahannya lagi… Meski kamu yang harus mengatakan, aku akan ikut tersenyum bersamamu. Aku ingin bernyanyi mendampingimu. Dan aku ingin berteriak pada dunia kalau aku juga sayang sama kamu…” lanjut Acya. Yoga terdiam. Nyaris kaku! Acya mengatakannya! Acya bilang kalau dia sayang sama Yoga. “MAKASIH, HUNNY BUNNY SWEETY BABYKUUUUU!” Yoga memeluk Acya dengan erat. Lagulagu romantis yang tadi mengalun sudah berganti lagu “Yeah” milik Usher. Anak-anak yang berdansa pun sudah mulai berkurang. Yoga dan Acya aja sudah kembali ke tempat duduk mereka.
Mint Chocolate Chips
287
Eko yang malah menggilai dance floor. Yah, namanya juga Eko. Ia dengan pede sejutanya mengikuti gayanya Usher di videoklipnya, berikut lipsync juga. Kontan teman-teman seangkatan tertawa semua. “Gokil banget sih tuh orang,” kata Yoga tiba-tiba. “Yo, gue mau nanya,” “Nanya apaan?” tanya Yoga. “Kenapa lo suka sama gue?” tanya Acya serius. “Kok elo nanya gitu?” tanya Yoga, lebih serius lagi! “Gue kan nggak cantik…” ujar Acya. “Tapi elo enak diliat…” Yoga ngeles. “Gue kan nggak pinter…” “Tapi elo selalu berusaha supaya dapet nilai bagus…” Yoga semakin pintar ngeles. “Gue juga nggak bisa dandan…” kata Acya lagi. “Tapi elo cantik biarpun tanpa make-up…” Yoga tambah jago ngeles! “Gue nggak jago olahraga…” “Tapi elo kerja keras supaya bisa…” “Gue nggak gaul…” “Eh, siapa bilang??? Buat apa dong lo pacaran sama cowok segaul gue kalo akhir-akhirnya lo nggak gaul juga???” kata Yoga membantah kalimat Acya sebelumnya. Acya tertawa. Dasar Yoga! Setelah itu Yoga pun ikut tertawa. “Dan gue nggak pantes mendampingi elo…” kata
288
Mint Chocolate Chips
Acya saat tawa mereka berdua. “Dan elo berani mengatakannya!” jawab Yoga kemudian. Akhirnya! Akhirnya Yoga menemukan jawaban atas pertanyaannya selama ini! “ALHAMDULILLAHIRABBIL ALAMIIIINNNN!!!” kata Yoga tiba-tiba heboh sendiri. “Kenapa?” tanya Acya bingung. “Akhirnya….!” “Akhirnya apa?” Acya nambah bingung. “Akhirnya gue nemuin jawabannya! Akhirnya! Pertanyaan-pertanyaan elo tadi selama ini juga jadi pertanyaan di benak gue… Tapi, duh, gimana ya? Namanya juga CINTA, nggak ketawan kapan, nggak ketawan cinta ke siapa, nggak ketawan alesannya, nggak bisa dicari, iya kan??” tanya Yoga. Acya diam saja. Bingung. “Iyain aja deh,” tambah Yoga. “Eh, Yo, malem ini keren banget ya. Gue yakin, gue nggak akan ngelupain malem ini. Selama-lama nya,” kata Acya. “Lo aja nggak akan ngelupain, apalagi gue! Apalagi malem ini elo bilang kalo elo sayang sama gue. Tau nggak, dengernya tadi gue udah hampir pingsan di tempat! Gue seneng banget!” “Apalagi gue! Waktu elo tadi mau nyium gue, gue lebih mau pingsan di tempat lagi!” protes Acya. “Ya kenapa nggak pingsan aja? Kan gue jadi bisa
Mint Chocolate Chips
289
ngasih nafas buatan! Hehehehehe!!!” tambah Yoga usil. Ah, Yoga!
Akhir dari SMA Minggu yang lalu pengumuman kelulusan. Kita dikasih amplop tertutup yang isinya ngasih tau apakah kita lulus apa enggak. Pas gue buka, ternyata gue lulus! Alhamdulillah! Gue seneng banget. Dan angkatan gue, semuanya lulus. Gue angkatan kedelapan di sekolah uge, kita namain “REINKARNAX”. Kurang ngerti sih, apaan artinya, yang jelas, itu nama yang diusulin cowok-cowok dan cukup keren kok. Gue nangis banjir-banjiran abis, temen-temen yang cowok juga ada yang nangis. Gila! Gue nggak percaya! Gue seneng banget! Pengumumannya di aula. Kita disuruh ke lapangan, dan ternyata kita semua diguyur pake air dari selang hydrant. Alhasil, kita narik guru-guru buat diguyur basah-basahan juga! Pokoknya seneng ba nget! Dan walaupun gue nggak jadi peringkat ke satu nilai ujian tertinggi, tapi gue tetep happy kok. Karena semua temen gue, guru gue, udah ngajarin apa arti hidup yang sebenernya. Makasih ya, semua. Diary, thanx udah dengerin cerita gue selama ini. Sekarang gue tutup buku SMA, dan gue bakalan buka lembaran kuliah nanti.
290
Mint Chocolate Chips
Gue akan selalu inget masa-masa SMA ini, gue yakin, kenangan-kenangan ini nggak akan pernah bisa terlupakan. Nggak akan pernah bisa gue lupain. Ini adalah masa-masa paling indah yang pernah gue jalanin sampai saat ini. Semua temen-temen gue udah ngasih warna di lembaran kehidupan gue waktu remaja. Iya, guru-guru udah ngasih gue kertas kosong buat digambarin. Gue yang ngegambar sketsanya. Dan temen-temenlah yang ngewarnain sketsa gue. Walaupun mungkin, ada bagian-bagian dari sketsa gue yang kehapus oleh kakak kelas yang jutek-jutek dan galak-galak, maupun guru yang nyebelin. Tapi, tetep aja, gambar gue yang udah jadi ini tetep bagus kok jadinya. Makasih semuanya. Sumpah, gue bener-be ner takut nggak ada lo semua. Gue takuuut bangeeet. Gue takut nggak ada Tama yang suka makan Taro tapi tempramen berat, gue takut nggak ada Daina yang kalo dandan bisa tujuh jam, gue takut nggak ada Reva yang “metal yeph” tapi baiknya baik banget, gue takut nggak ada Yoga yang suka gila sendiri tapi ternyata sensi abis, gue takut nggak ada Eci yang suka ngomongin cowok, gue takut nggak ada Kiffi yang suka ngetrek... gue takut banget... gue takut besok matahari bersinar dari barat... gue takut besok nggak ada lo semua…gue nggak tau gue mesti gimana... gue sa yang sama lo semua, sekarang, dan nanti...
Mint Chocolate Chips
291
Azhyanta Raiza Deylda .. (with so much love ..) Acya menutup diary-nya dan menyimpannya di laci nakasnya. Tiba-tiba terdengar suara seseorang menyanyi di teras bawah. Sayup-sayup terdengar dari kamar Acya. Another day is going by, I’m thinking about you all the time. But your up there and I’m here waiting. And I wrote this letter in my head cuz was so many things were left unsaid. But now you’re gone and I can’t think straight. This could be the one last chance to make you understand. I’d do anything, just to hold you in my arms. To try to make you laugh, somehow I can’t put you in the past. I’d to anything, just to fall asleep with you. Will you remember me? Cuz I know I won’t forget you…22 Simple Plan, lagi... Udah ketauan, pasti Yoga dibawah sana. Mau ngapain sih dia? Siang bolong gini ke sini. Panas-panas... yang ada ntar malah sakit, lagi!, Acya membatin. Acya menuruni tangga. Dan membuka pintu. Ia berharap yang dilihatnya adalah Yoga. Ternyata enggak! Dia tidak hanya melihat Yoga tapi juga lima temannya yang lain. Yaitu, Daina, Kiffi, Tama, Eci, dan Reva. Memang hanya Yoga berdiri di
292
Mint Chocolate Chips
teras. Sementara yang lain menunggu di mobil. “Apaan sih?” tanya Acya. Yoga diam saja tapi sambil senyum-senyum. “Eh, mau pada ngapain sih?” ta nya Acya pada teman-temannya yang berada di mobil. Mungkin karena Yoganya juga cuek. “Acya mau ikut nggak?” tanya Daina dari mobil. “Ke mana nih?” tanya Acya keheranan. “Jemput nyokapnya Yoga di bandara,” Jelas Tama. “Lho? Ngapain ibu kamu ke sini? Liburan ya?” tanya Acya. “Enggak,” jawab Yoga pendek. “Jadi…?” lanjut Acya lagi. “Jadi… emmm… Nyokap gue di sini untuk…SELAMANYA! Nyokap dapet kerjaan yang lebih baik daripada di Inggris,” jawab Yoga. “Jadi, kamu nggak jadi pulang ke Inggris?” tanya Acya lagi. “Pulang ke Inggris? Enggak lah! Rumah gue di sini gitu looooowh…” jawab Yoga sambil memeluk Acya. Ia melanjutkan perkataannya, “Aku terus di sini kok. Nemenin Acya. Nemenin kamu,” “Iya?” tanya Acya tidak percaya. “Enggak!” kata Yoga. “Aaaaah!!! Kalo kayak gitu nggak usah meluk-meluk gue segala!” Acya kesal. “Maaf deh. Aku beneran di sini kok. Nemenin
Mint Chocolate Chips
293
kamu! Masa’ kamu nggak percaya sih?” tanya Yoga. “Iya deh, percaya, percaya! Udah ah, gue mau ganti baju dulu! Ntar ibu kamu jadi nunggu lama kalo aku nggak cepet-cepet ganti baju! Lepas dong!” pinta Acya sambil mencoba melepaskan tubuhnya dari dekapan Yoga. “Iya deh… Nggak pake lama ya!” pinta Yoga. Dasar!!!
294
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
295
Bab 18 Malam Tahun Baru Acya dan Yoga duduk di atas kap mobil kesaya ngan Yoga. Mereka sedang berada di sebuah festival peringatan tahun baru. Di sana band Yovie & The NUno menggelar semacam showcase, dan Acya sa ngat menyukai band itu. Sekarang sudah pukul sete ngah duabelas. Penyalaan kembang api dan pera yaan puncaknya baru dilaksanakan setengah jam lagi. Daina menikmati malam dengan Kiffi dengan berjalan-jalan di sekitar festival sejak tadi. Sementara Eci, dia “jalan” sama Aril, itu... si best dress di malam perpisahan. Kalo Reva, ya... sama si Rangga itu. Paling apes si Tama, nggak ada pasangan. Ada sih, snack Taro-nya yang berukuran jumbo. Ia juga dari
296
Mint Chocolate Chips
tadi berjalan mengelilingi festival, terutama di sekitar stand makanan. Yoga
hanya
terdiam
menikmati
keheningan
malamnya bersama Acya. Hanya menatap lurus tanpa ekspresi. Memperhatikan keramaian di depannya. Ia menyadari sesuatu… Sekarang gue bener-bener bahagia. Nggak dibuatbuat lagi kayak dulu. Bahagia! Semuanya karena dia… karena Acya… karena cinta gue ke dia, dan cinta dia ke gue… Hhhh… Ternyata idup ini emang indah! Dan wajib dinikmati sebaik mungkin! “Aduh, dingin banget sih. Tau gitu tadi gue bawa jaket aja… Kenapa gue nggak bawa jaket ya?” kata Acya yang memakai kaos lengan pendek dan celana berwarna hitam malam itu. Yoga melepas jaket hitamnya dan meminjamkannya pada Acya. “Nih,” ujarnya singkat. Tatapan Yoga kemudian lurus menerawang ke arah panggung. “Tahun baru kemaren gue nggak sama lo ya... Sayang banget. Tapi, gue tetep seneng. Karena tahun baru ini gue bisa ngerayainnya sama lo,” ujar Yoga tiba-tiba. “Rasa seneng lo kayak gimana?” tanya Acya kemudian. “Ya... gue bahagia... Dulu, sebelum gue ketemu lo. Paling nggak, sebelum gue deket sama lo, gue nggak pernah tau seperti apa rasanya bahagia. Tapi
Mint Chocolate Chips
297
sejak gue deket sama lo, gue jadi tau, dan setiap hari, adalah hari bahagia bagi gue. Apalagi sejak kita jadian. Kebahagiaan gue bener-bener nyata dan jujur, nggak dibuat-buat lagi kayak dulu. Sekarang, kapan aja gue bahagia deh! Asalkan gue sama lo,” jawab Yoga yang kemudian menatap cewek di sebelahnya. Acya menunduk. Kemudian ia menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang malam itu. “Langit malam ini keren banget. Ya kan?” tanya Acya. “Iya, tapi nggak sekeren langit di hari pertama kalinya gue ketemu lo. Hahaha... Langit malam itu bintangnya lebih banyak dari malam ini. Dan itu saat pertama kalinya gue ngerasa bahagia banget. Apalagi pas ngeliat lo senyum. Sebelomnya, gue nggak pernah ngerasa banget bahagia itu. Tapi hari itu, gue ngerasa… bener-bener bahagia… Thanks banget yah…” jawab Yoga. Acya menatap Yoga. Ia merasa kaget dan bingung. Yoga menyadari kebingungan itu dan merengkuh kepala Acya dan menyenderkannya di bahu Yoga, mencium rambut Acya, kemudian Yoga merangkul cewek itu. “Itu saat pertama dan mungkin terakhir kalinya gue ngerasa gue jatuh cinta sama seseorang. Biarpun sekarang gue belom tua, hehehe, tapi tiba-tiba gue tau kalo gue sayang dan cinta banget sama lo. Gue juga nggak tau kenapa. Makanya
298
Mint Chocolate Chips
gue marah banget waktu nyokap gue nyuruh gue tinggal di Inggris, gue nggak mau jauh dari lo. Gue sayang sama lo, Cya. Gue pengen selalu ada buat nemenin lo. Buat ngelindungin elo. Yang gue tau, gue jatuh cinta sama lo,” ucap Yoga serius. “Gue juga nggak mau jauh dari lo kok,” kata Acya kemudian. “Kenapa?” tanya Yoga. “Karena...” “Kenapa? Kok mikirnya lama?” Yoga makin penasaran. Sayang… kamu jarang ngomong “cinta” ke aku, tapi aku yakin kamu cinta sama aku. Because, love takes two, kan? “Karena gue juga cinta sama lo,” jawab Acya. Yoga terperangah. Ia teramat sangat kaget mendengarnya. Jarang-jarang Acya mau berkata se perti itu. Tiba-tiba MC di panggung berbicara (Yoga langsung ngedumel pelan, “Hhhh... ganggu aja tuh orang!). “Sekarang sudah jam duabelas kurang limabelas menit. Jadi, countdown-nya kira-kira bentar lagi mulai. Buat yang lagi nggak deket panggung, ayo ke sini. Kita mulai countdown-nya kompakan dong!” kata MC tersebut. Yoga beranjak berdiri dan membantu Acya turun dari atas kap mobilnya. Ia menggandeng cewek itu dengan lembut dan mengajaknya berjalan menuju
Mint Chocolate Chips
299
panggung yang letaknya cukup jauh dari parkiran. Sesampainya di depan panggung, tempat itu sudah cukup ramai dipenuhi remaja-remaja seumuran me reka. Melihat di depannya sudah ramai, MC acara itu langsung menyapa. “Nah, gitu dong! Wah, wah... jam dua belas malem tinggal dua menitan lagi nih. Jadi, bentar lagi kita akan mulai ya!” Yoga masih menggenggam tangan pacarnya de ngan erat. Tiba-tiba, ada tangan yang menyentuh pundaknya. Yoga langsung menengok ke belakang. Ia menemukan...Riyan! “Riyan! Apa kabar lo?” tanya Yoga ramah. “Feelin’ great... You?” balas Riyan. “Still healthy enough... Eh, lo kok di Jakarta?” ta nya Yoga. “I’m bored. And I really missed rendang so much. Haha. So, I returned to Indonesia. Sekarang gue di UI…” jawab Riyan. Acya memperhatikan cowok yang diajak Yoga ngobrol itu. “Ri, let me introduce my girlfriend. This is Acya. Cya, ini Riyan,” Yoga memperkenalkan Acya pada Riyan. “Acya,” jelas Acya lagi sambil berjabat tangan de ngan Riyan. Cowok itu juga menyebutkan namanya dan menambahkan... “Wah, wah... Jadi ini ya, yang namanya Acya? You
300
Mint Chocolate Chips
were damn right! Yoga bilang kalo Acya itu cantik ba nget. Nggak ada tandingan... Ternyata memang nggak salah... Yaaa... tandingannya mah cuma cewek gue... hahaha,” “Eh, Ri! Laku amat sih lo! Baru bentar di sini udah punya cewek. Kenalin dong... ” canda Yoga melihat cewek di sebelah Riyan yang sepertinya lebih muda dari mereka. “Oh... kenalin... this is Kisha, my girlfriend. She was my junior in high school,” ujar Riyan cepat tanggap. Kemudian ia berbicara pada cewek bernama Kisha itu. “Sha, this is Yoga. My classmate in Britain,” Mereka saling berjabat tangan. “Gile lo ye! Fedofil yee?? Gue baru tau elu fedofil!” komentar Yoga. “Fedofil tuh apaan, lagi?” tanya Riyan kebingungan mendengar kata yang cukup asing di telinganya itu. “Sukanya ama yang kecil-kecil! Hehehe!!” kata Yoga. “Ah, apaan sih looo…” tanggap Riyan malu terhadap pacarnya. Tiba-tiba Eci dengan Aril menghampiri Acya dan Yoga. Seperti biasa, Eci mulai bergosip-ria! “Eh, Cya. Tadi gue liat si Dion, dong! Udah bawa
Mint Chocolate Chips
301
cewek kayaknya...” kata Eci kepada Acya. Kemudian ia berhenti dan memperhatikan Riyan dengan seksama. “Eh… Lo Riyan kan? Temennya Renata kan? Lo bukannya sekolah di Inggris? Lo temennya Yoga yah? Inget gue nggak lo? Gue Eci, inget kan? Kita kenalan waktu ulangtahunnya Renata…” Eci me ngeluarkan “jurus jitu bergaul”nya kepada Riyan de ngan “menyerang” cowok itu menggunakan “ribuan” pertanyaan. Riyan sedikit lupa, sedikit bingung pula. Ditambah lagi Eci menyebut-nyebut nama Renata, segala! Yang merupakan sebuah nama yang sangat ingin ia lupakan… “Oh… Eh… Iya, gue temennya Renata. Ehm… Eci? Iya, iya, inget kok… Iya gue temennya Yoga. Nggak nyangka, lo temennya Acya sama Yoga juga yah? Dunia emang sempit…” kata Riyan menganggapi dengan seadanya. “Iya. Dunia sempit, apa Si Eci yang kelewat gaul?” celetuk Yoga. “Yaaaa… Tapi masih gaulan gue, sih…” tambahnya. “Aduuhhhh…” komentar Acya dan Eci, serta Riyan pun mengeluh mendengar kenarsisan Yoga itu. “Nah, mari kita bergosip lagi…” ajak Eci. “Trus, trus, kan ada adiknya Aril yang masih kelas satu sekarang... Tadi gue ngobrol-ngobrol sama dia. Be neran lho! Rambut jabriknya Kiffi yang kemaren
302
Mint Chocolate Chips
dipake sama banyak anak cowok di SMA kita! Dasar emang trendsetter tuh anak! Yang bikin kaget, masa’ kata adiknya Aril, katanya dia sekelas sama si Amanda!” Eci bercerita dengan antusias sementara Arilnya malah kalem-kalem aja. “Amanda mana?” tanya Acya bingung. Nama Aman da kan cukup banyak dipakai. Paling nggak di setiap sekolah di Jakarta ada lah, minimal satu. Nggak ngerti emang namanya bagus, orangtuanya nggak kreatif, apa gimana… “Itu... Amanda yang nyolot itu! Dia tuh nggak naik kelas! Gila nggak sih?” jawab Eci. “Hah? Dia?” Acya super-duper kaget. “Iya! Itu anak! Ck, ck, ck,” Eci heran sendiri. Kemudian Acya melihat sosok yang ia kenal. Siapa ya? Kak Widy dan Kak Nadira! “Yo, ada Kak Widy sama Kak Nadira tuh!” Acya berucap. “Mana?” Yoga nggak ngeliat. “Itu…” “Hah? Mana sih?” “Aduh! Masa lo nggak ngeliat sih? Itu... Deket stand pizza...!” ujar Acya sembari menunjuk ke arah pasangan yang ia lihat. “Ooh... Eh, samperin yuk! Ri, Sha, Ci, Ril, gue tinggal dulu ya!” kata Yoga sambil menarik tangan Acya
Mint Chocolate Chips
303
dan berjalan ke arah Widy dan Nadira. Yoga berdiri di depan mereka yang membuat Widy dan Nadira berhenti berjalan. “Hai!” Yoga langsung menyapa. “Inget kita nggak?” tanya Acya memberanikan dirinya. Ia kan tidak sepede Yoga yang tahan banting dan nggak tau malu. Widy dan Nadira kelihatan agak ling-lung. Bingung. Setelah berpikir selama beberapa detik, akhirnya... “Hai! Yoga sama Acya kan?” tanya Widy. “Iya, Kak,” jawab Acya. Yoga menjawab dengan senyumnya yang cukup dahsyat. “Udahlah... Nggak usah pake kak segala,” ujar Widy. “Apa kabar, Cya?” tanya Nadira lembut. Mereka sambil berjalan menuju ke depan panggung bersama-sama. “Hmmm? Baik... Kakak sendiri gimana?” tanya Acya. Ia memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya. Agak gugup. Ya gugup lah! Yang ngajak dia ngobrol adalah mantan seniornya gitu! “Baik-baik aja... Berdua aja?” tanya Nadira. “Enggak... bareng yang lain. Ada Aril, Eci, Reva, Rangga, Tama, Kiffi, Daina. Katanya sih tadi ada Dion juga,” jawab Acya menjelaskan. “Eh, countdown-nya udah mau mulai tuh! Gue ke Widy dulu ya... Jangan lupa nanti tukeran nomer
304
Mint Chocolate Chips
handphone, yah!” pinta Nadira. Acya menatap panggung dan melihat MC sedang bersiap-siap mengajak penonton melakukan countdown. Tiba-tiba Yoga sudah kembali berada di sebelahnya dan menggenggam erat tangan kanan Acya dengan tangan kirinya. Mereka sudah akan menghitung mundur menuju jam duabelas malam. “Sepuluh… Sembilan… Delapan… Tujuh… Enam… Lima… Empat… Tiga… Dua… Satu… Happy New Year, everybody!!!” Acya tersenyum kecil tapi manis. Sekarang sudah tahun baru. Dan tahun baru ini dilewatinya bersama Yoga yang kini sudah berstatus sebagai pacarnya. Namun, Yoga kembali memberi surprise. Ia membisikkan sesuatu di telinga Acya. “However far away, I will always love you. However long I stay, I will always love you. Whatever words I say, I will always love you. I will always love you...23,” Acya menengok dan menatap Yoga yang sedang menatapnya juga. “Gue sayang banget deh sama elo,” tambah Yoga. Sudah berkali-kali Yoga mengatakan hal itu, seolah-olah ia sangat gampang menyebut kata cinta, cinta dan cinta. Hanya untuk Acya. Namun, lain hal dengan Acya. Mungkin sudah kodratnya kali ya, harus cowok yang pdkt, harus cowok yang ‘nembak’, harus cowok yang bilang ‘I love you’. Acya selalu bingung akan menjawab apa. Ia tidak
Mint Chocolate Chips
305
mudah mengatakan hal itu. Susah! Tapi… She has to say it loudly, and clearly! “Gue juga,” jawab Acya singkat. “Elo juga, apaan?” tanya Yoga. Ekspresinya serius. Berarti, kali ini ia tidak bercanda. “Gue juga,” ujar Acya lagi. “Apaan?” tanya Yoga sekali lagi. “Pikir sendiri!” kata Acya ketus. “Maaf deh, pacarkuuuuuuu! Hunny bunny sweety babyku, darlingku, cintaku, manisku, sweetheart-ku…” Acya memotong kalimat Yoga selanjutnya. “Jadi cowok tuh jangan norak!” kata Acya. Yoga dan Acya tertawa bersama saat itu. Yovie and The NUno memainkan lagu hits mereka, “Lebih Dekat Denganmu, Nanti (Juwita)”. Hmh... Coba kalo Yoga nggak cabut ke Inggris setahun? Kisahnya nggak bakal kayak gini nantinya.
306
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
307
Epilog Lima Tahun Kemudian... Acya berjalan di dalam sebuah mal. Sendirian. Yoga bilang, dia mesti ngurusin iklan yang baru rampung kemarin. Iya, Yoga udah jadi sutradara iklan! Yah, sampai sekarang sih dia tetep aja korban iklan dan masih aja narsis. Sementara Acya, akhirnya ia berhasil menjadi seorang VJ MTV! Itulah impian Acya dan Yoga yang terpendam bertahun-tahun. Tau-tau Acya yang mendapat predikat itu. Lima tahun sudah lewat. Acya kembali mengingat, dan merenungi masa SMAnya yang tidak terlupakan sampai sekarang. Acya terus ingat setiap detik kenangan indahnya. Bersama Yoga, Daina, Eci, Kiffi, Reva, Tama. Dan semua temen yang lain. Bahkan,
308
Mint Chocolate Chips
Rangga. Kalo nggak ada Rangga, mungkin warna kehidupannya di SMA nggak sebanyak sekarang. Acya terus berjalan sambil merenungi apa yang telah terjadi selama ini. Ia melewati kios Baskin Robbin’s. Pikirannya langsung menerawang pada suatu Valentine beberapa tahun yang lalu. Yoga meminta Acya untuk menjadi pacarnya pada malam itu. Acya tidak akan pernah melupakan kejadian hari itu. Sampai sekarang, Acya masih jadian sama Yoga. Udah dua kali putus. Tapi, Yoga rasanya nggak akan pernah bisa hidup tanpa Acya. Begitupun sebaliknya. Kemudian, Acya melewati kios telepon selular. Di salah satu poster yang terpajang, terpampang wajahnya. Tetapi, di sana juga terpampang wajah Kiffi. Kiffi, yang sekarang sudah menjadi salah satu pegokart Indonesia muda yang berdedikasi, juga terpilih sebagai model kartu selular tersebut karena prestasinya, sama seperti Acya. Acya dihampiri oleh segerombolan cewek-cewek berseragam putih abu-abu. Acya jadi makin teringat akan masa-masa SMAnya dulu. Masa-masa paling indah… Masa-masa di sekolah… “Hmmm… Kak Acya ya?” tanya salah seorang dari mereka. “Iya. Kenapa?” tanya Acya ramah.
Mint Chocolate Chips
309
“Gini… Aku sama temen-temen boleh foto bareng nggak?” tanyanya. “Boleh,” jawab Acya singkat. Cewek-cewek tadi mulai mengatur posisi. “Gue di tengah aja ya,” pinta Acya. “Iya. Bener, bener! Ta, lo fotoin dulu dong! Entar gantian gue yang motretin,” ujar salah seorang dari mereka. “Ya udah. Satu, dua… Ti… ga,” kata Dita yang tadi mengambil gambar Acya dan anak-anak SMA itu. Kemudian, Dita kembali ke barisan dan salah seorang yang lain gantian memotret. “Kak Acya, makasih banyak ya. O iya, boleh minta tandatangannya nggak, Kak? Soalnya adikku ngefans banget sama kakak. Ini Kak, bolpen sama kertasnya,” ujarnya. “Namanya siapa?” tanya Acya. “Raiza,” jawab cewek tadi. “Wah, kebetulan banget. Itu kan nama tengah gue,” ujar Acya sambil menuliskan “Buat: Raiza,” dan menandatanganinya. Kemudian Acya mengembalikan kertas dan bolpen tadi ke cewek itu. Cewek-cewek tadi kegirangan dan tanpa hentinya mengucapkan terima kasih. Acya membalas dengan senyuman. Acya kembali berjalan. Kali ini ia menuju toko kaset. Di depan toko kaset tersebut, dipasang sebuah
310
Mint Chocolate Chips
poster yang cukup besar. Poster grup band “CARILLON”. Acya tau dari Yoga kalau kata “carillon” adalah bahasa Italinya ‘music box’. Namanya juga Yoga, cowok paling cerdas yang pernah Acya kenal. Ya, Yoga pernah bercerita tentang band Carillon ini. Tapi, di mana? Kapan? Acya kembali menatap poster itu lekat-lekat. Judul album band tersebut adalah “White and Grey”. Tapi, Acya yakin, grup band itu adalah grup band asal Indonesia. Sampai akhirnya… Acya menemukan suatu wajah yang ia kenal. Cewek. Satu-satunya cewek di band itu. Ia memegang gitar. Tapi, siapa? Acya memperhatikan gambar cewek itu seserius mungkin. Acya melihat di tangan cewek itu, nangkring sebuah handcuff spike berwarna merah! Berarti cewek itu… Reva! Bener! Itu cewek adalah Reva, si makhluk metal teman SMAnya! Tanpa berpikir dua kali, Acya langsung membeli CD band tersebut. Setelah membayar, ia berjalan lagi, sekarang ke toko buku. Acya melihat-lihat buku di bagian psikologi. Yah, siapa tau ada yang bagus. Apa kek gitu. Sampai ia menemukan suatu nama yang sangat dikenalnya. Rezzy. Rezzy Artya. Rezzy! Eci! Iya, itu namanya Eci. Acya melihat judulnya “Kembali Menerawang Ke Masa Lalu (dan renungi siapa dirimu yang sekarang)” oleh Rezzy Artya.
Mint Chocolate Chips
311
Acya mengambil buku tersebut. Cover-nya bergambar siluet anak-anak berpakaian seragam SMA. Warnanya siluet itu putih dan abu-abu. Lho, itu bukannya… Gambar itu adalah desain yang Acya buat waktu lulus SMA dulu! Foto yang diambil adalah fotonya dan keenam temannya saat pengumuman kelulusan. Ia mengirimkan foto tersebut ke teman-temannya lewat e-mail. Dulu. INBOX Reply
Reply all
Forward
To:[email protected] CC:[email protected],
Delete
hidupsyste-
[email protected], [email protected], [email protected], akbar1@yahoo. com
Attc.:kita_putih_abu2.jpg Dear all,
Berhubung gue pengen msk jurusan Desain Grafis, gue mau tes kemampuan dulu nih.. Ini foto kita waktu lulus-lulusan. Gue
transfer dari hp eci > hp gue > memory card > card reader > USB connection ca-
ble > komputer gue > disket > warnet > elo.
312
Mint Chocolate Chips
Disimpen ya, buat kenang-kenangan. Mungkin aja kapan-kapan perlu. Terserah sih, mau diapain. Yah, simpen aja nih foto.
Kalo kpn2 prlu. Mgkn 5 taun lg kita uda beda. Lo bs liat foto ini. Tserah ini gbr mau diapain. Mgkn Yoga uda jd sutradara iklan, gbr ini boleh kok dmskin k iklan
lo. Mgkn Daina uda jd dokter, blh kok
foto ini dprint trus ditaro di meja kerja lo. Mgkn Reva udah jd rocker. Bole
kok gbr ini djdin bonus album lo yg ptm. Mgkn Eci uda jd psikolog dan bikin buku.
Bole gbr ini djdin covernya.. please,
jgn saling mlupakan yah. And buat Yo, I love you. Acya Acya membalik buku yang dipegangnya. Terdapat biografi singkat si penulis. Biografi singkat Eci. Rezzy Artya, merupakan seorang psikolog muda ternama di Indonesia. Di usianya yang baru 23 tahun, ia sudah menjadi salah satu pendiri sebuah tempat konseling anak-anak broken home maupun yang
Mint Chocolate Chips
313
memiliki masalah apapun. Ia juga mencoba menulis buku ini. Di dalam buku ini terdapat cerita-cerita Rezzy Artya mengenai kehidupannya dan harapan-harapannya di masa lampau dan kenyataannya sekarang. Merenungi hidupnya yang lalu ternyata membuat Rezzy Artya lebih termotivasi. Buku ini juga mengulik habis masa-masa sekolahnya. Dan kita nggak akan pernah tau bahwa dia pernah diceburin pas perpisahan SMA seandainya dia nggak menulis buku ini. Acya menjadi semakin bangga saja dengan sahabatnya yang satu itu. Eci memang pernah bilang kalau dia ingin masyarakat sedunia bisa temenan. Semua orang yang dia kasihtauin mengatakan bahwa hal itu nggak mungkin kejadian. Tapi, Eci tetap optimis dan ingin mimpinya itu tercapai. Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi psikolog. Acya membeli buku karangan Eci itu. Ia sesegera mungkin membayar buku tersebut tanpa melihat-lihat buku-buku yang lain. Setelah membayar, Acya bergegas menuju sebuah kedai kopi di lantai dasar. Di sana, ia terbiasa minum frappucinno chocolate sambil membaca buku yang baru ia beli. Akhir-akhir ini, waktu Yoga sedang sibuk dengan proyek terbarunya, Acya sering sekali melakukan hal ini. Sorenya, Yoga menjemput dan mengantar Acya pulang. Iya, dibalik
314
Mint Chocolate Chips
Acya yang ramai, yang sekarang berprofesi sebagai VJ, Acya masih senang menyendiri. Kayaknya dia memiliki dunia sendiri. Acya tetap tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan sekitarnya. Acya membaca halaman per halaman buku yang tadi ia beli. Di usia saya yang 23 tahun ini, saya mulai merenungi kejadian-kejadian yang sudah lewat. Kejadiankejadian yang mempengaruhi saya, masa muda saya, dan harapan-harapan saya dulu yang membuat saya bisa menjadi seperti sekarang. Namun, masa lalu saya dan buku ini tidak akan pernah terjadi tanpa… Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan, ide, dan semuanya. Ayah dan Bunda, atas semua dukungannya. Aril, atas kasih sayang tulus yang udah kamu kasih ke aku. Tito, semoga kamu bahagia ya di atas sana. Aku harap di sana ada toko buku dan kamu bisa liat bahwa impianku ini tercapai. Makasih atas semangatnya ya. Aku rela kamu pergi. Kamu mesti temenin Fina di sana. Dan di sini, jangan khawatir, ada Aril yang akan terus jagain aku. Dan… buku ini didedikasikan buat angkatan REINKARNAX. Terutama, enam orang di antaranya yang udah nemenin gue selama tiga tahun. Sam-
Mint Chocolate Chips
315
pai selama-lamanya gue nggak akan ngelupain elo semua. Daina, Reva, Acya (dan Yoganya), Kiffi, dan Tama. Kenangan kita sama-sama gue abadiin di buku ini. You are the best I ever had! Kakak-kakak di PT. Pustaka Remaja, atas kesabaran dan kesempatan yang udah dikasih buat saya. Semua yang membeli buku ini.. Thanks! Rezzy Artya
Acya? Nama gue ada di situ?, batin Acya. Acya benar-benar tidak percaya. Eci masih ingat sama dia! Eci menuliskan namanya di bukunya! Acya meneguk frapucinno-chocolatenya. Tiba-tiba, ada seorang wa nita menghampirinya. Wanita itu memakai celana pa lazo marun dan kemeja putih. “Acya?” tanya wanita itu. Ini cewek siapa sih? Nyapa-nyapa orang sembarangan. Sok kenal. Sok deket! Tapi, kayaknya kok pernah ketemu ya? Siapa? “Elo… DAINA?” tanya Acya. “Iya, lo Daina kan?” “Iya. Masih inget lo sama gue?” tanya Daina. “Ya masih lah!” jawab Acya. “Duduk, Na,” ujar Acya. Daina duduk di depannya. “Apa kabar lo?” tanya Daina.
316
Mint Chocolate Chips
“Baik-baik aja… Lo?” Acya balas bertanya. “Baik-baik juga… Kalo Yoga-Lo?” Daina iseng nanya. “Hahaha. Dia juga baik-baik aja kok,” jawab Acya. Mukanya hampir bersemu merah. Masalahnya Daina berkata dengan kata “Yoga-lo”. Hhh… “Lo masih sama Yoga, Cya?” tanya Daina lagi. “Iya. Masih… Sebenernya udah putus dua kali… Tapi, ujung-ujungnya baikan lagi,” jawab Acya. “Awet amat sih!” komentar Daina. “Gue bingung, kenapa elo bisa terus-terusan ama dia. Dia kan pacar pertama lo! Nggak bosen, apa? Apalagi lo berdua kelakuannya udah kayak mau nikah besok. Nempel mulu, ke mana-mana berdua…” tambahnya. “Eh, Na, lo masih sama Kiffi?” tanya Acya. “Enggak lah. Nggak berapa lama abis lulus SMA, kita putus. Abisnya… dia masih suka belanja kanan kiri sih, matanya. Masih suka tepe gitu. Gue nggak tahan lama-lama. Dia hang-outnya sama cewek-cewek melulu,” jawab Daina. “Eh, tau nggak, Cya? Gue kan sering liat muke lo!” kata Daina serius. “Hah? Kapan? Kok gue nggak pernah liat elo? Kok lo nggak nyapa gue? Kok nggak nyamperin?” tanya Acya. “Gue sering liat elo di toko handphone!” canda Daina.
Mint Chocolate Chips
317
“Yaaah… Ngeledek nih?” Acya ngambek. “Gitu aja ngambek. Becanda kok. Gue juga tiap hari ngeliat elo di MTV,” ujar Daina. “Iiiiiih… Eh, lo sana balik gih sama si Kiffi. Lo tuh cocok lho, berdua. Liat aja, dulu kan si Kiffi sifat playboy-nya mantep banget! Semenjak jadian sama elo, dia nggak tepe-tepe amat kan? Emang dasarnya dia seneng ngeliat cewek cantik kali. Itu hobinya tuh. Jadinya, dia seneng terkagum-kagum liat cewek cantik. Tapi kan bukan berarti dia nggak sayang sama lo…” saran Acya. “Hmmm? Emmm… Iya juga sih. Gue sih sebe nernya masih sayang banget sama dia, sering nga ngenin dia, apalagi sekarang dia udah sukses kayak gitu. Udah jadi pembalap,” sesal Daina. “Kiffi tuh masih sayang sama elo, kali! Waktu pemotretan iklan kan gue ketemu dia, dia cerita-cerita gitu kalo dia tuh sayang banget sama lo. Tapi, dia nggak cerita lo berdua udah putus apa enggak. Dia juga bilang kalo hobinya dia tuh ngeliat cewek cantik, bukan berarti dia nggak cinta mati sama lo. O iya, sekarang lo udah jadi apaan?” tanya Acya. “Hah? Hmmm… gue masih jadi ko-as24 aja kok. Kadang-kadang. Kalo Sabtu Minggu gue suka disuruh bantuin dokter gitu. Tapi, karena sekarang lagi bebas lepas, gue ke sini aja. Gue pengen beli CD band-nya
318
Mint Chocolate Chips
Reva. Sama tadi gue beli bukunya Eci. Udah liat?” tanya Daina. “Cieeee… Calon dokter nih? Bukunya Eci gue udah beli. Nih,” Acya memperlihatkan buku yang tadi ia beli. “Eh, emangnya… Tito meninggal?” tanya Acya pelan. “Lho? Lo nggak tau?” tanya Daina. “Enggak,” jawab Acya. “Itu sempet kok jadi berita di TV. Tapi cuman bentar. Enggak booming. Bokapnya kan dulunya pejabat gitu! Makanya sampe sempet masuk berita segala! Dia sempet dirawat di rumah sakit tempat gue kadang-kadang bantu-bantu dokter,” ujar Daina. “Meninggal kenapa?” tanya Acya lagi. “OD25. Itu anak ternyata nggak berubah juga. Tetep aja ancur. Gue masih nggak abis pikir kenapa cewek kayak Eci yang sekarang udah sukses kayak gitu pernah mau-mau aja sama cowok modelan Tito begitu. Tito pernah bilang sama gue waktu gue ngejenguk dia bentar. Dia bilang, dia masih sayang sama Eci. Tapi, dia ngerasa bersalah banget sama Eci, dia takut nyakitin Eci lagi, dia yakin Eci bakalan sukses, dia nitip maaf karena udah gituin Eci. Dia selalu sinis karena dia nganggep hidupnya selalu ironis. Selalu tragis. Dan akan berakhir dengan menyedihkan juga. Sampe sekarang Eci nggak tau kalo Tito pernah ngo-
Mint Chocolate Chips
319
mong kayak gitu. Gue belom bilang,” kata Daina panjang lebar. “Ya bilang dong, Na. Kalo lo udah bilang, pasti Titonya juga bakalan tenang karena dia udah nge jelasin semuanya. Dia pasti pengen Eci tau itu,” saran Acya. “Iya. Nanti gue mau bilang sama dia. Eh, ada be rita tentang Tama nggak?” tanya Daina. “Hmmm… Gue denger dari Yoga sih si Tama mau ngambil S2 di luar negeri. Tapi gue lupa, di Aussie26 apa di mana. Kayaknya sih di Aussie,” jawab Acya. “Hah? Yang bener? Hebat bener itu anak! Padahal dulunya…” “Mungkin karena sekarang Tamiya udah nggak musim lagi jadi dia bisa belajar…” Daina dan Acya tertawa bersama di kedai tersebut sore itu. “Eh, iya!” ujar Acya tiba-tiba. “Apaan yang eh iya?” tanya Daina bingung. “Yoga juga bilang, hari Sabtu minggu depan, ada soft opening restorannya Tama!” jawab Acya. “Hah? Maksud lo?” “Iya. Yoga bilang si Tama buka restoran khusus makanan kecil sama snack-snack gitu. Macem kafe kecil gitu lah! Seru banget kan!? Pokoknya pas soft opening itu, kita berenam bebas makan di sana sepuasnya… GRATISSSS!!!”
320
Mint Chocolate Chips
Sebuah ide, dan ideologi Barusan, gue baca-baca lagi buku harian gue ini. Buku harian gue waktu SMA. Sekarang gue sibuk! Udah nggak pernah lagi nulis-nulis macem diary gini. Gue baru sadar, ternyata hidup kita itu pasti penuh warna. Hidup semua orang. Termasuk hidup gue. Kadang-kadang gue mikir, harusnya gue bersyukur Yoga mesti ke Inggris sebentar, kalo hidup seneng terus kan nggak asik juga. Nggak enak. Nggak ngepas. Kadang-kadang gue juga mikir, kalo sebenernya hidup ini itu kaya es krim Mint Chocolate Chip.Yeah, es krim favorit gue.Warnanya cerah, tapi sebenernya agak pedas. Tapi enak. Kalo nggak pedas, namanya bukan es krim mint. Mintnya itulah yang bikin enak. Dan di bagian yang pedas itu, dikasih pemanis kan? Dikasih chocolate chip, semoga pedasnya kurangan. Es krim itu jadi enak. Berarti, sama aja dengan prinsip hidup kita. Di dalam hidup, kalo nggak ada yang nggak enak, kalo enak melulu, itu nggak akan asik. Nggak akan ngepas deh pokoknya. Jadi, gue berpendapat, apapun yang terjadi, gue mesti terus jalanin hidup ini. Sama aja kayak es krim, mesti diabisin! Mubazir kan, kalo eng-
Mint Chocolate Chips
321
gak! Hidup juga gitu. Hidup cuman sekali, lagi! Mesti kita nikmatin dan gunakan sebaik yang kita bisa. Jadi inget kata Reva, “Kita emang nggak bisa ngerubah masa lalu, dan jangan menyesali apa yang udah terjadi. Yang bisa kita lakuin cuma, merubah sesuatu, sebelum hal itu terjadi dan kita sesali…” Iya nggak? Lima tahun emang bikin semuanya berubah. Bukan semuanya juga sih, cuma sebagian. Ada yang dateng, ada yang pergi. Ada yang berhasil, ada yang keberhasilannya masih tertunda. Ada yang bersama, ada yang berpisah. Begitulah hidup. Tapi, dibalik kesuksesan gue dan temen-temen gue, ternyata, masih ada karakter-karakter dan kebiasaan-kebiasaan kami yang sama kayak waktu masih SMA. Tapi, perjalanan kita masih panjang. Dan gue harap, kebersamaan ini nggak akan pernah hilang, selama-lamanya. Selain itu, masih ada hikmah lain yang bisa gue ambil dari masa SMA gue. Di SMA, gue nemuin temen-temen yang bener-bener “temen”. Nggak kayak waktu SMP. Kalo waktu SMP kan anak-anaknya se ngak-sengak, dan sok elit gitu lah. Gue nggak suka. Apalagi mereka suka nge-judge seseorang duluan sebelom ngenal bener-bener. Tapi, di SMA, gue belajar kalo kita temenan sama seseorang, nggak boleh pake syarat. Mesti tulus, setulus-tulusnya. Mesti
322
Mint Chocolate Chips
nerima segala kelebihan yang dia punya, dan menerima kekurangannya. Karena gue tau, nggak ada orang yang sempurna. Yah, betapa “wonderful”-nya temen-temen gue! Senarsis-narsisnya Yoga, sega lak-galaknya Reva, sengocol-ngocolnya Tama, seplayboy-playboy-nya Kiffi, secentil-centilnya Daina dan secerewet-secerewetnya Eci, nggak pernah ada yang mempermasalahkan hal itu. Nggak ada satupun yang masalahin kekurangan gue, walaupun gue senyebelin apapun, mereka nerima. Gue bener-bener butuh temen yang kayak gitu sejak dulu, dan gue nemuinnya waktu SMA! Telat mungkin, tapi paling nggak, gue tetep happy. Dan punya sahabat-sahabat yang baik. Yang ngertiin kekurangan dan kelebihan gue, temenan ama gue nggak pake syarat! Hari esok masih menanti kita. Masa depan udah nungguin gue. Udah banyak orang-orang yang datang dan pergi di hidup gue. Tapi, gue yakin, sahabat-sahabat guelah yang pernah dan akan selalu ada di hati gue. Buktinya, waktu juga kan yang mempertemukan kita?
Mint Chocolate Chips
323
ENDNOTES ! 1
Memuja dan mencintai diri sendiri
2
Masa Orientasi Siswa. Disingkat MOS.
3
“Mengganja”
4
Preman
5
Sedikit
6
“Thank You” by Simple Plan. Taken from “Still Not Getting Any…”
7
Kalo nggak tau isinya, ambil handphone dan ketik sendiri
8
Nemtek
9
Muka pengen = MUPENK
10
Hubungan Tanpa Status
11
“Me Against The World” by Simple Plan. Taken from “Still Not Getting Any…”
12
Join Bareng / Join Boy
13
“I’m Just A Kid” by Simple Plan. Taken from “No Pads, No Helmets, Just Balls.”
14
Mensponsori dengan cara memberikan produk (pakaian)
15
Diambil berdasarkan kisah nyata
16
[email protected]
324 17
Mint Chocolate Chips
“Everytime” by Simple Plan. Taken from “Still Not Getting Any…”.
18
Rp5.000,-
19
Pewe = PW = Posisi Wuenakkk!
20
Handcuff = Handband
21
Nama angkatannya Acya cs.
22
“I’d Do Anything” by Simple Plan. Taken from “No Pads, No Helmets, Just Balls”.
23
“Love Song” by 311. Taken From “OST 50 First Dates”.
24
Asisten Dokter
25
Over-dosis
26
Australia.
Mint Chocolate Chips
325
326
Mint Chocolate Chips
Mint Chocolate Chips
327
328
Mint Chocolate Chips
Dear Readers, Sebelum Kamu membeli buku ini, sebaiknya periksa dulu kelengkapan buku ini : * Jumlah Halaman * Apakah ada halaman terbalik? * Cetakan tidak terbaca * Halaman yang terlepas dari buku. Apabila Kamu menemukan kesalahan-kesalahan di atas, silahkan hubungi kami : Terrant Books Jln. Cimahi No. 628 Blok M Cinere Depok Telp : (021) 754-1329 Fax : (021) 754-5772 Dan Kamu dapat menukarkan buku Kamu dengan yang baru. Jadi telitilah sebelum membeli. Semoga Kamu dapat menikmati buku ini. Selain itu kami juga memberikan batasan usia pada setiap buku terbitan kami dengan slogan Lit Alert! dengan begitu Kamu bisa memilih buku apa yang cocok dengan usiamu.
Semua umur
Selamat Membaca, Terrant Books
Remaja
Dewasa