16
METODOLOGI PENELITIAN
Paradigma, Pendekatan, dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma kritis6. Penggunaan paradigma kritis, dimaksudkan agar dapat menelusuri lebih mendalam dimensi struktur pengetahuan, kepemimpinan, dan kekuasaan jawara yang meyebabkan ketimpangan implementasi politik pembangunan pada suatu komunitas di pedesaan pesisir Tangerang. Harapan yang disemaikan ialah mendorong munculnya kesadaran kolektif (collective conscious-ness) tineliti untuk melakukan perubahan dan perbaikan terhadap posisi sosial dan ekonominya yang termarginalkan. Dalam penelitian ini hubungan peneliti-tineliti bersifat transaksional dalam arti terjalin interaksi dan dialog, realitas dan temuan diletakkan dalam kerangka pemikiran dunia peneliti dan tineliti. Perspektif dan pendekatan emik (kualitatif) lebih menonjol daripada etik/kuantitatif (Kaplan dan Manners, 1999). Namun demikian, kekuatan data kuantitatif tetap dibutuhkan sebagai instrumentasi melengkapi keterwakilan cara pandang, sikap, dan respon tineliti. Dari segi pendekatan, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang ditopang oleh data kuantitatif. Sesuai dengan konsepsi paradigma kritis yang mengedepankan perspektif dan pendekatan emik (kualitatif) lebih menonjol daripada etik/kuantitatif, maka, botot kualiatif lebih besar dibanding kuantitatif. Pada penelitian ini pendekatan kuantitatif sederhana digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang kepemimpinan jawara. Sementara itu, untuk menggali faktor munculnya kelembagaan dan kepemimpinan elit lokal jawara di di pedesaan pesisir Tangerang; varian; kondisi sosial, jaringan politik jawara di pedesaan pesisir Tangerang; kebijakan kepemimpinan, keberpihakan, dan pengaruhnya terhadap komunitas masyarakat pesisir digunakan pendekatan kualitatif, yang memfokuskan pada perwujudan satuan-satuan gejala atau polapola yang ada dalam subyek yang diteliti, dan peneliti akan terlibat dalam melakukan investasi data serta mengembangkan penafsiran-penafsiran terhadap informasi atau data yang ditemukan (Newman, 2001: 9-10). Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kasus7. Metode studi kasus dipilih untuk mengungkap, mempelajari, menerangkan, 6
Secara ontologi, teori kritis memaknai realitas dibentuk oleh sejarah sosial, politik dan ekonomi. Epistimologi teori kritis memaknai hubungan peneliti-tineliti bersifat transaksional, termediasi nilai dan aksiologinya memandang ilmu tidak bebas nilai, etika dan pilihan moral menentukan pilihan penelitian. Dalam istilah Habermas, ilmu terkait dengan kepentingan, kepentingan berada dibalik dan memandu setiap sistem pengetahuan dan tugas ilmuan adalah mengungkapnya (Akhyar Lubis, 2004). 7 Yin (2002: 20) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan salah satu metode atau strategi penelitian kualitatif yang muncul pada masa keemasan penelitian kualitatif yang bersifat spesifik, khusus dan berskala lokal, sehingga sangat pas dengan momentum post-modernisme yang menjadi acuan paradigma baru dalam penelitian kualitatif masa kini. Denzin dan Lincoln (2000) mengungkapkan kelebihan dan kekurangan dari studi kasus. Kelebihan studi kasus antara lain bisa mengungkap banyak hal yang amat mendetail, melihat hal-hal yang tidak bisa diungkap oleh
17
bahkan menginterpretasikan implementasi otonomi daerah melalui munculnya kepemimpinan elit politik lokal di pedesaan. Penggunaan studi kasus berlaku untuk bisa menjawab “bagaimana (how)” dan “mengapa (why)” mengenai seperangkat peristiwa masa kini yang tidak dapat atau hampir tidak dapat dijangkau oleh pengendalian peneliti (Yin, 2002:20).
Lokasi, Waktu, dan Tahapan Periodeisasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa pesisir Teluknaga, tepatnya Desa Tanjung Burung, Desa Tanjung Pasir, dan Desa Muara, Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang. Ketiga desa ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa: 1. Desa Tanjung Burung, Muara, dan Tanjung Pasir merupakan desa yang kaya potensi SDA-nya dan kelembagaan lokal jawaranya cukup kuat. Di tiga desa ini para pemimpinannya merupakan keturunan Jawara. 2. Desa Tanjung Burung mengalami marginalisasi aksesibilitas fisik dan pendidikan. Desa ini merupakan kantong masyarakat asli Teluk naga (nelayan dan petambak), China Benteng, dan Nelayan Jawa. Secara geografis desa ini berada di Muara Daerah Aliran Sungai Cisadane. 3. Desa Tanjung pasir, khususnya wilayah garapan mengalami marginalisasi di bidang ekonomi. Di desa ini hampir sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh tambak. Desa ini merupakan kantong nelayan dan petambak yang masih menjaga kearifan lokalnya. 4. Desa Muara mengalami marginalisasi aksesibilitas fisik (baru masuk lampu akhir tahun 2009) dan politik. Partisipasi bidang politik dan pengikutsertaan masyarakat di desa ini sangat rendah. Desa ini merupakan basis nelayan dan petambak keturunan betawi yang mengalami marginalisasi. 5. Secara keseluruhan masyarakat pesisir Teluk Naga adalah orang Betawi Pesisir, yang posisinya terkontestasikan antara Jakarta dan Banten. Secara budaya berurat berakar betawi, tetapi secara kewilayahan berada di wilayah Banten paling Utara. Sementara itu, terkait dengan waktu penelitian, penelitian ini diawali pada bulan Oktober 2010 dan selesai pada Agustus 2012 melalui tiga tahap periodeisasi. Tahap pertama persiapan dan pemetaan sosial penelitian berlangsung pada bulan Oktober 2010 – Juni 2011. Tahap pemetaan sosial digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang kondisi sosial, politik, ekonomi, potensi sumberdaya yang dimiliki di tiga desa, kebudayaan masyarakat, dan peta permasalahan umum masyarakat. Tahap kedua dilakukan pada bulan September – Desember 2011, kegiatan penelitian difokuskan di tiga desa yakni Desa Tanjung Burung, Desa Tanjung Pasir, dan Desa Muara. Dalam rentang waktu September – Desember 2011 kegiatan penelitian tidak dilakukan secara kontimun di lokasi, tetapi secara berkala setiap sabtu – minggu. Tahap ketiga dilakukan pada bulan Januari – Agustus 2012. Tahap ini merupakan pendalaman, pemaknaan, dan kritisisme atas metode lain, dan dapat menangkap makna yang ada di belakang kasus dalam kondisi objek secara natural.
18
fakta dan data untuk memahami kedalaman dan ketajaman analisa. Pada tahap ini juga dilakukan penulisan laporan dan bimbingan diintensifkan. Tahap keempat September 2012 – Maret 2013 persiapan seminar dan Sidang Tesis.
Peran Peneliti
Pesisir Teluk Naga, Tangerang atau Banten secara umum, bukanlah wilayah yang asing bagi peneliti. Tempat tinggal peneliti masih dalam satu kecamatan dengan tiga desa yang diteliti. Kedekatan jarak dan sisi emosional tentunya menjadi faktor pendorong, sekaligus tantangan tersendiri dalam menghadirkan obyektivasi penelitian. Dari sisi studi, penulis pernah melakukan beberapa kali penelitian yang berkaitan dengan konteks masyarakat Tangerang dan Banten, seperti studi tentang upacara pesta laut antara tradisi dan komersialisasi budaya (studi kasus pada masyarakat Tanjung Pasir, Kec. Teluknaga) tahun 2005; sejarah kabupaten Tangerang (bersama Tim Peneliti Pasundan) tahun 2005; Tangerang dalam persimpangan: membaca arah transformasi pendidikan dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri; sejarah sosial masyarat pesisir Tangerang, tahun 2010-2011 bersama Persada Nusantara Institute; dan pembangunan pertanian di Banten era desentralisasi, tahun 2011 bersama Labsosio, FISIP UI. Dari beberapa penelitian tersebut, ada empat hal yang peneliti peroleh, yang memungkinkan penelitian ini menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Pertama adalah informasi tentang konteks sosial, budaya, dan kehidupan masyarakat pesisir Tangerang. Kedua, informasi tentang keberadaan entitas jawara dan jaringannya yang signifikan dalam ranah politik pedesaan pesisir Tangerang pasca Orde Baru. Ketiga, informasi tentang kuatnya tarik-menarik penetrasi Jakarta dan Banten dalam perebutan potensi SDA di pedesaan pesisir Tangerang. Keempat, kedekatan peneliti secara pribadi dengan akademisi (pakar jawara), organisasi mahasiswa, dan LSM yang aktif melakukan advokasi pendidikan. Beberapa dari aktifis mahasiswa tersebut membantu peneliti dalam mengumpulkan sharing informasi dan membangun relasi dengan informan. Sedangkan beberapa dari akademisi dan aktifis LSM menjadi informan dalam penelitian ini.
Informan Penelitian
Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive snowball sampling yang terdiri dari 27 orang. Kriteria dasar pemilihan informan adalah mereka yang menjadi bagian paling signifikan dan mengetahui masalah yang diteliti. Informan terpilih berasal dari latar belakang sosial yang beragam yaitu: (nelayan dan petambak, tokoh masyarakat kelompok nelayan dan petambak, LSM Pantura Tangerang dan Ormas Kaisar, pengamat jawara, jawara dan elit jawara, dan sejarawan. Banyaknya jumlah informan dapat dilihat pada tabel berikut:
19
Tabel 3.1 Informan Penelitian No.
Kategori
1.
Stakeholder masyarakat pesisir (Informan Kunci)
Jumlah
Keterangan
nelayan dan petambak Tokoh Masyarakat Kelompok Nelayan dan Petambak LSM Pantura Tangerang dan Ormas Kaisar
30 orang
Representasi tokoh masyarakat/ tokoh kunci di tiga desa Representasi 3 desa
2 orang
Representatif
5.
Pengamat Jawara
3 orang
6.
Jawara dan Elit Jawara
5 orang
9.
Sejarahwan Jumlah
1 orang 54 orang
2. 3. 4.
10 orang
3 orang
Keterwakilan pengurus LSM Pesisir M. Hudaeri, Suhaedi, dan Andi Rahman Pengurus organisasi kejawaraan dari tingkat daerah sampai desa; dan elit jawara desa M. El-Hatta Kurdi (alm)
Seperti disinggung di awal, bahwa penelitian ini ditopang oleh instrumentasi kuantitatif berupa survei persepsi masyarakat pesisir terhadap kepemimpinan jawara di pedesaan. Survei dilakukan untuk menunjang representasi persepsi masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu, sampling dalam penelitian ini adalah rumah tangga nelayan dan petambak, yang diambil di tiga desa setelah melalui tahapan prosedur penelitian dan ketentuan pengambilan sampel.
Fokus Penelitian dan Metode Pengumpulan Data Fokus penelitian ini mencakup konteks historis, sosial, dan jaringan jawara pedesaan pesisir, faktor dan mekanisme munculnya kepemimpinan jawara di pedesaan, pola kepemimpinan, relasi kekuasaan, dan kebijakannya. Selain itu, penelitian ini juga fokus untuk menganalisa dampak kebijakan dan persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan jawara, terakhir proyeksi kepemimpinan ideal. Masing-masing fokus dan cara pengumpulan datanya lihat tabel 3.2. Tabel 3.2 Kontekstualisasi Fokus Penelitian No. 1.
Fokus
Indikator
Sketsa Geografis Kewilayahan 1. Luas wilayah, letak geografis, dan Potensi Alam keadaan jalan raya dan letak strategis, topografi tanah, iklim, dan cuaca. 2. Potensi alam (Pesisir/fokus utama, potensi laut, tambak, hutan mangrove, dan pariwisata). 3. Geopolitik Pesisir Tangerang dalam Penetrasi Jakarta dan Banten
Sumber 1. Dokumen 2. Arsip 3. Monografi Desa 4. Pengamatan berperan serta 5. Wawancara mendalam
20
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Konteks sosial dan masyarakat pesisir
budaya 1. Jumlah Penduduk dan latar sosial masyarakat 2. Sarana Prasarana Umum (pendidikan, kesehatan, dll), tingkat Pendidikan, ragam mata pencaharian, kepemilikan lahan, dan SSE. 3. Ciri khas, ikatan sosial dan norma masyarakat, struktur masyarakat (perubahan fisik dan sosial/transformasi) 4. Kelembagaan adat (Kelompok adat/jawara, kiayi, santri, intelektual, dll) 5. Potensi kearifan lokal (local knowledge) Konteks historis, sosial, dan 1. Sejarah keberadaan jawara di jaringan jawara pedesaan pesisir pesisir Tangerang; mendalami cerita tokoh pendekar Cisadane Ayub dari Teluknaga 2. Geneologi, varian, dan daerah basis jawara pesisir Tangerang 3. Aliran silat yang berkembang 4. Posisi dan kondisi sosial jawara di pesisir Faktor dan mekanisme 1. Kondisi tiga desa sebelum munculnya kepemimpinan kepemimpinan jawara jawara di pedesaan 2. Faktor pendorong munculnya kepemimpinan jawara 3. Sumber kekuasaan jawara 4. Ikatan dan Jaringan sosial kejawaraan dalam masyarakat pesisir Gaya kepemimpinan, relasi 1. Pola kepemimpinan jawara di kekuasaan, dan kebijakannya pesisir 2. Politik keluarga (cara-cara dalam melanggengkan kekuasaan) 3. Afiliasi politik elit jawara 4. Program kerja dan kebijakan pembangunan pedesaan 5. Keberpihakan pembangunan Persepsi masyarakat terhadap 1. Persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan jawara kepemimpinan jawara di pedesaan 2. Dampak-dampak kepemimpinan jawara (bidang politik, ekonomi, dan pendidikan) Kepemimpinan Transformatif- 1. Menyegarkan dan mengkaji Kolektif: Proyeksi Politik ulang kepemimpinan jawara Pembangunan Tangerang 2. Elaborasi ruang emansipasi politik pesisir dari tiga entitas, akademisi, kiaya, dan jawara. 3. Refleksi teoretis dan implikasi kebijakan
1. Susenas & monografi Desa 2. Dokumen 3. Pengamatan berperan serta 4. Wawancara mendalam
1. life history 2. Wawancara mendalam 3. FGD
1. life history 2. Wawancara mendalam
1. Wawancara mendalam 2. Dokumen dan kearsipan
1. Penyebaran kuesioner 2. Wawancara mendalam 3. FGD
Teoretisasi dan Implikasi kajian: Catatan penutup
21
Prosedur Pengumpulan dan Analisa Data
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah studi pustaka, wawancara mendalam (indepth-interview), penyebaran kuesioner, wawancara kelompok (group- interview) berupa focus grup discussion (FGD), pengamatan berperan serta (participant observation), life history, studi arsip dan dokumen serta studi pustaka. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan/narasumber perorangan baik kepada elit jawara maupun informan/narasumber lainnya. Wawancara kelompok berupa FGD akan dilakukan dengan beberapa informan untuk memperoleh informasi yang lengkap, saling berbagi informasi, pengalaman antar sesama tokoh jawara dan elit lokal lainnya. Pengamatan berperan serta menunjuk kepada riset yang dicirikan adanya interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan masyarakat yang diteliti di dalam sebuah mileu masyarakat yang diteliti. Peneliti mencoba masuk dalam kehidupan masyarakat, bergaul dan menggunakan bahasa mereka, bergurau dengan mereka, menyatu dengan mereka, dan samasama terlibat dalam pengalaman yang sama. Penyebaran kuesioner dimaksudkan untuk mengetahui dan menjaring persepsi masyarakat nelayan dan petambak terhadap kepemimpinan jawara. Dari kuesioner tersebut akan diketahui persepsi masyarakat atas kepemimpinan jawara di pedesaan pesisir Tangerang, Banten. Sementara itu, studi dokumentasi dan studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai berbagai hal yang terkait kebijakan otonomi daerah, kelembagaan lokal dan kepemimpinan jawara dalam dinamika pembangunan pedesaan di pesisir Tangerang. Bahan dokumen dan pustaka diperoleh dari arsip, hasil penelitian, buku-buku, berbagai penerbitan, jurnal ilmiah yang terkait dengan objek penelitian. Peneliti melakukan studi dokumentasi dan studi pustaka di DOKIIS Departemen SKPM, Perpustakaan IPB, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perpustakaan Nasional, Perpustakaan FISIP UI, Labsosio UNJ, dan Perpustakaan Somantri Brodjonegoro.
Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisa kualitatif memahami makna, kedalaman, dan kritik terhadap gejala sosial yang ada. Pemaknaan, kedalaman, dan kritik yang dihadirkan dibantu oleh adanya data kuantitatif sederhana. Sementara itu, data kualitatif dihimpun melalui dept interview atau wawancara mendalam, FGD, dan life story terhadap beberapa informan kunci dan narasumber di sejumlah lokasi penelitian. Analisis data kualitatif lebih dikenal sebagai analisis data model interaktif. Dalam penelitian kualitatif, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasinya ke dalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar. Pengkategorian data disesuaikan dengan rumusan pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini dan dimaksudkan untuk
22
memberikan kemudahan interpretasi, seleksi, dan penjelasan dalam bentuk deskripsi analisis. Strategi Validasi Temuan Penelitian Strategi validasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi (Neuman, 2001: 137-138). Hal ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari sumber-sumber yang berbeda dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang juga berbeda, yaitu wawancara mendalam, pengamatan, penelusuran dokumen, dan studi pustaka. Dengan cara demikian, data yang diperoleh diharapkan valid dan saling berkaitan secara sinergis.