METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pikir Penelitian DAS merupakan wilayah yang dibatasi punggung bukit (pemisahan topografi) dimana menampung air hujan, sedimen dan unsur hara yang jatuh dan mengalirkan kelebihannya melalui sungai kecil ke sungai utama (singgle outlet). Berdasarkan pengertian tersebut, DAS memiliki fungsi dasar, yaitu : mengumpulkan curah hujan, menyimpan air hujan yang terkumpul dalam sistemsistem simpanan air DAS dan mengalirkan air sebagai limpasan. Fungsi-fungsi tersebut berinteraksi dalam suatu sistem DAS yang merupakan sistem simpanan massa air, serta hubungan masukan hujan dan keluaran limpasan DAS. Sistem DAS dicirikan oleh kondisi biofisik lahan yang mengandung variabilitas tinggi dalam menerima, menampung dan meluluskan air dan sebagai filter terhadap masukan curah hujan yang juga mengandung variabilitas ruang dan waktu yang sangat tinggi dan tidak dapat diperkirakan untuk beberapa waktu kedepan. Curah hujan menggambarkan kondisi lingkungan atmosfer saat hujan berlangsung, sedangkan limpasan sungai menggambarkan kondisi biofisik lingkungan DAS. Penggunaan analisis sistem hidrologi tidak mungkin dilakukan untuk melacak keberadaan setiap bagian curah hujan yang menjadi limpasan sungai dalam proses transformasi hidrologi dalam DAS. Analisis yang dapat dilakukan dengan mengandaikan proses transformasi yang terjadi mengikuti suatu aturan yang dapat menggambarkan kondisi biofisik DAS dalam proses transformasi tersebut dalam sebuah model. Model tersebut sering disebut sebagai model erosi dan hidrologi. Model merupakan integrasi dari semua proses hidrologi yang dapat mensimulasikan transformasi hujan sebagai masukan (input) menjadi limpasan (output) yang dapat digunakan untuk analisis, perencanaan, perancangan, perkiraan jangka panjang dan peramalan.
15 Pemilihan model yang akan digunakan dalam analisis hendaknya dilakukan dengan pemahaman mendalam tentang struktur model, kemampuan operasional, kekuatan dan kelemahannya, kepekaan dan keterbatasannya. Sehingga dapat diketahui tingkat akurasi dari model yang digunakan, untuk memilih model yang paling sesuai dengan keadaan DAS. Manfaat penggunaan model dalam perencanaan pengelolaan DAS dapat mengidentifikasi, menganalisa dan meramalkan tingkat permasalahan DAS. Selain itu penggunaan model dapat mengevaluasi hasil perancangan dalam waktu jangka panjang terhadap manipulasi kondisi lingkungan biofisik DAS, khususnya penggunaan lahan, terhadap output limpasan permukaan yang dihasilkan dari input curah hujan yang terjadi dengan mempertahankan kualitas ekosistem lingkungan DAS.
Sehingga diharapkan dengan penggunaan model hidrologi
dapat dikembangkan skenario tindakan pengelolaan secara sistematis untuk menentukan kondisi perencanaan pengelolaan DAS terbaik. Pada model SWAT, simulasi hidrologi suatu DAS dipisahkan ke dalam dua bagian utama, yaitu fase lahan dan fase air. Fase lahan dari pada siklus hidrologi yang mengendalikan jumlah air, sedimen, unsur hara dan pestisida yang masuk ke dalam saluran utama pada setiap sub-basin. Keluran yang dihasilkan model pada fase ini meliputi output pada sub-DAS (dinamakan sub-basin oleh model) dan satuan unit lahan (dinamakan HRUs (Hidrologic Response Units) yaitu luas subDAS, jumlah hujan yang jatuh, evapotranpirasi aktual-potensial, jumlah aliran permukaan, jumlah groundwater, hasil air, kandungan air tanah, jumlah air perkolasi, jumlah hara N- P yang hilang dan kandungan sedimen. Sedangkan fase air merupakan fase penelusuran siklus hidrologi yang dapat didefinisikan sebagai gerakan air, sedimen, unsur hara dan pestisida melalui jaringan saluran DAS ke tempat keluar (outlet). Keluran yang dihasilkan model pada fase ini meliputi luas area sub-DAS, jumlah debit yang masuk dan keluar, evapotranspirasi, sedimen yang masuk dan keluar dari sungai, konsentrasi sedimen dan jumlah hara N – P yang masuk saluran. Berdasarkan keluaran yang dihasilkan model, diharapkan penggunaan model SWAT dapat mengidentifikasi, menilai, mengevaluasi tingkat permasalahan suatu DAS dan sabagai alat untuk memilih tindakan pengelolaan dalam mengendalikan
16 permasalahan tersebut. Sehingga diharapkan dengan penggunaan model SWAT dapat menentukan perencanaan pengelolaan DAS terbaik. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di DAS Cisadane dari bulan Maret 2009 sampai Mei 2009. DAS Cisadane terletak di Propinsi Jawa Barat (Gambar 3.). Secara geografis DAS Cisadane terletak pada 106o20’50”-106o28’20” BT dan 6º0’59”6º47’02” LS. DAS Cisadane meliputi 202 Desa dalam 18 kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor, 33 kelurahan dalam 3 kecamatan di Kota Bogor, 80 desa dalam 9 kecamatan di wilayah Kabupaten Tangerang dan 43 kelurahan dalam 10 kecamatan di wilayah Kota Tangerang (BP DAS Citarum – Ciliwung, 2002).
107 -6
-6
TELUKNAGA # ·
BABELAN # ·
# ·
KETERANGAN :
JAKARTA
TANGERANG
# ·
# ·
BATAS DAS
BEKASI
CIKARANG
# ·
SUNGAI
# ·
LEGOK # ·
· #
CIBITUNG
KARAWANG # ·
PONDOKGEDE
SERPONG
RANGKASBITUNG # ·
# ·
# ·
KOTA KABUPATEN
# ·
# ·
CIPUTAT
SAWANGAN PARUNG # ·
# ·
CIMANGGIS
DEPOK
# ·
# ·
# ·
# ·
CILEUNGSI
CIBARUSAH # ·
# ·
RUMPIN
JONGGOL
# ·
# ·
U
CIBINONG
JAWA BARAT PURW LEUWILIANG # ·
BOGOR # ·
SKALA 1 : 500.000 CIAWI # ·
9000
0
9000 Meters
CISARUA # ·
CIGOMBONG # ·
107
Gambar 3. Lokasi penelitian
17
DATA IKLIM
PETA LAND USE
PETA DEM
DATA STRUKTUR MODEL
DATA PENGGUNAAN LAHAN
KELUARAN MODEL
MODEL SWAT
PETA TANAH
DATA TANAH
PENELUSURAN PERMASALAHAN DAS
Tidak Ya KALIBRASI (ENS , DVi dan R2)
SKENARIO PENGELOLAAN DAS
PENGELOLAAN DAS TERBAIK
Gambar 4. Bagan alir penelitian
18 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder (kondisi karakteristik lahan, penggunaan lahan, iklim dan hidrologi DAS), peta rupa bumi, peta DEM (Digital Elevasion Model), peta penggunaan lahan (land use) dan peta jenis tanah. Sedangkan alat yang digunakana adalah komputer dengan software Arcview 3.3, software MapWindow45RC2, software MWSWAT 1.4, software SWAT 2.1.5 editor, GPS dan alat tulis menulis.
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei dan perencanaan pengelolaan DAS dengan melakukan skenario pada model hidrologi SWAT. Tahapan kegiatan penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu tahapan kegiatan survei dan tahapan kegiatan penggunaan model hidrologi SWAT. Tahapan masing-masing kegitan dapat dibedakan sebagai berikut :
Tahapan Kegiatan Survei Pada tahapan kegiatan survei terdiri dari beberapa tahapan kegiatan, sebagai berikut : 1. Persiapan Persiapan merupakan rangkaian awal suatu kegiatan penelitian. Hal-hal yang perlu dipersiapkan : a. Peta-peta dasar Peta-peta dasar yang diperlukan adalah : 1) Peta rupa bumi Indonesia yang berasal dari Bakosurtanal skala 1 : 50.000. 2) Peta DEM yang berasal dari SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dari US Geoological Survey untuk SRTM Z_58_14.tiff dengan resolusi spasial 90 x 90 m. 3) Peta land use berdasarkan klasifikasi citra Landsat TM (Thematic Mapper) path 122 row 064 dan row 065 tahun 2005 skala 1 : 250.000 dari BP DAS Citarum – Ciliwung.
19 4) Peta
jenis tanah DAS Cisadane skala 1 : 250.000 dari BP DAS
Citarum – Ciliwung. b. Jenis data primer dan sekunder yang diperlukan Jenis data primer dan sekunder yang diperlukan merupakan data biofisik lahan yang disesuaikan dengan masukan data (input) yang diperlukan model SWAT. 2. Inventarisai Pada kegiatan ini dilakukan survei di lapangan untuk mengumpulkan data primer yang diperlukan dan sekaligus melakukan kegiatan ground check di lapangan. 3. Pengelompokan data hasil inventarisasi Data-data hasil inventarisasi disusun berdasarkan masukan model pada model SWAT. Data-data yang diperlukan sebagai input model SWAT berupa : 1. Data iklim Data iklim yang dibutuhkan berupa data harian yang berbentuk time series yang meliputi data curah hujan (mm), temperatur maksimum dan minimum (oC), radiasi matahari (MJ/m2/hari) serta kecepatan angin (m/dt). Stasiun lokasi pengumpulan data diketahui letak koordinat dan elevasinya. Penyiapan
data
iklim
harus
disesuikan
dengan
metode
prediksi
evapotransvirasi potensial yang digunakan pada model. Model SWAT sendiri menyediakan tiga model prediksi, yaitu metode Penman – Monteith, metode Priestley-Taylor dan Metode Hargreaves. Pada penelitian ini data curah hujan berasal dari 12 stasiun penakar curah hujan (tahun 2004 – 2006). Data penakar curah hujan diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumberdaya air Ciliwung-Cisadane, Balai besar CiliwungCisadane dan Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane. Data temperatur berasal dari 2 stasiun klimatologi (tahun 2004 – 2006). Sedangkan data iklim yang digunakan untuk membangun generator cuaca berasal 4 stasiun klimatologi yaitu 1 stasiun selama 5 tahun dari tahun 2003 – 2007 dan 3 stasiun selama 5 tahun dari tahun 1995 – 1999. Sebaran stasiun penakar curah
20 hujan dan stasiun klimatologi pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
2. Karakteristik tanah Karakteristik tanah yang diamati meliputi sifat fisika dan kimia tanah. Sifat fisika tanah yaitu kedalaman efektif (mm) dan infiltrasi tanah, sedangkan sifatsifat fisika dan kimia untuk masing-masing horizon meliputi ketebalan horizon (mm), tekstur tanah, bulk density (g/cm3), kapasitas menahan air (mm H2O/mm tanah), Saturated hydraulic conductivity (mm/jam), kandungan fraksi batuan (%), nilai erodibilitas tanah dan kandungan bahan organik tanah (%).
3. Penggunaan lahan Pada penggunaan lahan pengamatan yang dilakukan meliputi faktor pengelolaan tanaman dan pengelolaan tanah yang ada di wilayah penelitian.
4. Karakteristik sungai Karakteristik sungai yang diamati adalah karekteristik saluran sungai yang ada di wilayah penelitian. Pengamatan karakteristik ini untuk menentukan nilai kekasaran Manning untuk saluran (Tabel 1), konduktivitas hidrolik efektif tanah pada saluran (Tabel 2), faktor erodibilitas saluran dan faktor penutupan saluran.
21
107
-6
-6
Keterangan :
Z $
Pasir baru
# S
Stasiun Suhu
V &
Stasiun Iklim
Z $
Stasiun Hujan DAS Sungai
Sawangan
Sumber:
Z $
- DEM SRTM Z_58_14 - Ground check
Kuripan Z $
Ranca bangur
# Darmaga S
U
Z $
V # & S
Cihideung Z $
Z $
Barangsiang
Bogor Empang V &
Z $
PLTA Kracak Cimanggu
Skala 1 : 425.000
Gadog Z $
Pasir Muncang Pasirjaya
Z $
Z $
$ Panjang Z
Tangkil Z $
Pasir Muncang Pacet
Muara
V &
V &
20000
0
20000 Meters
107
Gambar 5. Sebaran stasiun iklim pada lokasi penelitian
22 Tabel 1. Karakteristik saluran terbuka untuk menentukan nilai kekasaran Manning berdasarkan Chow (1959) No 1
Karakteristik saluran Sudah dikeruk atau digali a. Terpelihara, lurus dan seragam b. Terpelihara, berkelok dan tidak seragam c. Tidak terpelihara dan banyak tanaman liar
Alami a. Sedikit tanaman dan berbatu b. Banyak pohon dan berbatu Sumber : Neitsch et al., 2005
Nilai kekasaran Manning Rata-rata Range 0,025
0,016 – 0,033
0,035
0,023 – 0,05
0,075
0,04 – 0,14
0,05 0,1
0,025 – 0,065 0,05 – 0,15
2
Lokasi pengamatan karakteristik sungai dapat dilihat pada Gambar 6. Terdapat 39 titik lokasi pengamatan karakteristik sungai yang tersebar pada lokasi penelitian.
Tahapan Kegiatan Penggunaan model SWAT Berikut akan diuraikan tahapan penggunaan model SWAT. 1. Penyiapan data Untuk menjalankan model diperlukan data berupa data spasial (peta-peta) dan data-data atribut. Peta-peta yang diperlukan oleh model berupa peta DEM, peta landuse dan peta jenis tanah. Peta-peta tersebut dalam bentuk data raster. Sedangkan data-data yang diperlukan berupa data hasil prediksi maupun data primer hasil survei di lapangan dan data sekunder hasil studi pustaka, terdiri dari data iklim, data penggunaan lahan, data karakteristik tanah dan data karakteristik sungai.
23
-6
-6
107
P36 # S S S# #
P35
P34 S P33 S# # P32
Keterangan :
P31
ane Cisad
## S S
P30 S #
P29
Batas DAS Sungai Titik pengamatan
# S S S# #
P27
P28
Sumber Peta : DEM SRTM Z_58_14
S ## S
P25 P26 # S S# # S
P24 P23 S ## S
P20
P22
P21
N
C ianten
P19
S # # S
P17 P18
S# # S
P6P5 S ## S
Cisadane hulu
P16
# S S #
ang bar ng nda cis i
n mpua Cite n#SP12 S # iante S C # S # S P7 # P15 #S#S P13 P10 S S# # P8 Ciak S # aniki P14 P9 P11
Skala : 1 : 475.000
S P4 P3 S# # S# # S P1 P2
10000
0
10000
Ci ke re t Cim ek un de
20000 Meters
107
Gambar 6. Titik lokasi pengamatan karakteristik sungai
24 Tabel 2. Konduktivitas hidrolik efektif tanah pada saluran terbuka berdasarkan Lane (1983) Konduktivitas Karakteristik Material Hidrolik No Group material dasar Dasar (mm/jam) 1 Kecepatan kehilangan Tidak ada kerikil dan pasir 127 sangat cepat dengan ukuran besar 2 Kecepatan kehilangan Sedikit mengandung krikil 51 - 127 cepat dan pasir 25 -76 3 Kecepatan kehilangan Campuran krikil dan pasir sedang dengan kandungan liatdebu rendah 6 -25 4 Kecepatan kehilangan Campuran krikil dan pasir rendah dengan kandungan liatdebu sedang 5 Kecepatan kehilangan Campuran krikil dan pasir 0,025 – 2,5 sangat rendah dengan kandungan liatdebu tinggi Sumber : Neitsch et al., 2005
1) Penyiapan peta input model Penyipan peta input model terdiri dari peta DEM, peta landuse dan peta tanah. Peta DEM diperoleh dari citra SRTM yang diolah menggunakan bantuan Map Window dan peta landuse diperoleh melalui interpretasi citra Landsat TM tahun 2005. Sedangkan peta tanah yang digunakan merupakan pata tanah skala tinjau. Penyiapan peta DEM meliputi kegiatan yang dapat digambarkan pada diagaram berikut :
25
Citra SRTM
Clip Grid (menentukan wilayah penelitian)
Ekspor ke ASCII grid (Nilai X dan Y = 90 meter)
Konversi proyeksi ke UTM (Datum WGS 84 zone 48 S)
Peta DEM wilayah penelitian
Gambar 7. Digram alir penyiapan peta DEM wilayah penelitian
2) Penyiapan data input model Data-data input model yang merupakan data atribut disiapkan dengan meng-entry data ke dalam file-file data input (SWAT input file) yang tersusun dalam format database SWAT yang sudah terintegrasi di dalam MapWindow. File-file data input beserta fungsi masing-masing dan level file dapat dilihat pada Tabel 3.
26 Tabel 3. file-file data input dan fungsinya dalam SWAT No Nama file Level Fungsi 1 FIG DAS Mendifinisikan DAS dan parameterparameternya Menggambarkan jaringan DAS dan 2 CIO DAS mengontrol file input waktu simulasi Mengontrol proses fisik pada model 3 BSN DAS Data curah hujan harian 4 PCP DAS Data temperatur maksimum dan 5 TMP DAS minimum Database penggunaan lahan dan 6 CROP DAS Pertumbuhan tanaman Database pengolahan tanah 7 TILL DAS Database pestisida 8 PEST DAS Database pupuk 9 FERT DAS Database daerah pemukiman 10 URBAN DAS Mengontrol file input sub DAS 11 SUB Sub DAS Statistik generator iklim 12 WGN Sub DAS Data input untuk danau 13 PND Sub DAS Data input penggunaan air 14 WUS Sub DAS Data input saluran utama 15 RTE Sub DAS Data input kualitas air 16 WWQ Sub DAS Data input kualitas air mengalir 17 SWQ Sub DAS Mengontrol file ditingkat HRU (unit 18 HRU Unit lahan lahan) Data input karakteristik tanah 19 SOL Unit lahan Data input karakteristik kimia 20 CHM Unit lahan Data input air bawah tanah 21 GW Unit lahan Data input pengelolaan lahan 22 MGT Unit lahan Data input reservoir 23 RES Reservoir Data kualitas air reservoir 24 LWQ Reservoir Sumber : dirangkum dari Neitsch et al., 2005 File-file data input pada level DAS harus dilengkapi sebelum menjalankan model, sedangkan file-file pada level sub DAS, unit lahan dan reservoir terbentuk setelah prosedur analisis SWAT dijalankan. Pada penelitian ini tidak semua file input digunakan, khususnya input data yang berhubungan dengan kualitas air. Sedangkan sub file dan jumlah input data untuk masing-masing file-file data input dapat dilihat pada Tabel 4.
27 Tabel 4. Jumlah input data pada masing-masing file data input dalam SWAT No 1
Nama file BSN
2 3 4 5
WWQ PCP TMP SOL
6
CROP
7 8 9 10
TILL PEST FERT URBAN
11
WGN
2
SUB
13
HRU
14 15 16 17
RTE GW WUS CHM
18
SWQ
19
MGT
20 21
PND RES
Sub file a. Water balance, surface runoff, reaches b. Nutriens and water quality c. Basin – wide management Water quality
a. b. a. b.
soil component soil layer crop type hydrological
a. b. a. b. a. b. c. a. b.
urban type hydrological weather monly parameter parameter elevation band weather adjustment parameter pothole parameter
a. b. a. b. a. b.
soil chemical soil pesticide Nutrien pesticide general operation
a. data b. water quality Sumber : dirangkum dari Neitsch et al., 2005
Jumlah input data 35 37 20 19 5 6 7 13 38 5 4 8 10 11 6 4 14 15 3 4 18 5 22 13 4 4 3 17 10 18 tabel 24 21 25
Prosedur input untuk file-file pada level DAS sebagai berikut : 1. File-file PCP dan TMT disusun dalam format microsoft Acces.. File-file ini disusun menggunakan format yang telah ditentukan oleh model SWAT di mana setiap file terdiri dari 2 bentuk yaitu :
28 a. File berisi lokasi stasiun Pada file ini terdiri dari judul, id, name, XPR (latitude), YPR (longitude), dan elevation b. File berisi besarnya data masing-masing stasiun Pada file ini terdiri dari judul, tanggal dan besarnya data (PCP dan TMT). Sedangkan data hujan, temperatur maksimum-minimum, radiasi matahari dan kecepatan angin untuk membangun file WGN (generator iklim), diatur dalam generator iklim yang diseting dalam input data SWAT (Gambar 8). Data yang diperlukan untuk generator iklim adalah : 1) Rata-Rata temperatur udara maksimum harian setiap bulan (oC) 2) Rata-Rata temperatur udara minimum harian setiap bulan (oC) 3) Standar deviasi temperatur udara maksimum harian setiap bulan (oC) 4) Standar deviasi temperatur udara maksimum harian setiap bulan (oC) 5) Rata-rata curah hujan bulanan (mm) 6) Standar deviasi curah hujan bulanan (mm) 7) Koefisien skewnes curah hujan bulanan 8) Probabilitas hari basah mengikuti hari kering tiap bulan 9) Probabilitas hari kering mengikuti hari basah tiap bulan 10) Rata-rata jumlah hari hujan tiap bulan 11) Rata-rata curah hujan yang jatuh lebih dari 30 menit tiap bulan 12) Rata-rata radiasi sinar matahari harian tiap bulan (MJ/m2/hari) 13) Rata-rata temperatur titik embun harian tiap bulan (oC) 14) Rata-rata kecepatan angin bulanan tiap bulan (m/dtk)
Gambar 8. Windows pada saat mengisi input generator iklim pada SWAT
29 2. File-file FIG dan CIO terbentuk pada saat membuat projek baru (new project). Gambar 9. menunjukkan windows yang terbuka pada saat menjalankan MWSWAT pada Map Window untuk membuat projek baru.
Gambar 9. Windows pada saat membuat projek baru pada SWAT
3. File BSN diatur pada saat akan menjalankan model. File ini merupakan struktur model dan memerlukan prediksi. Input file BSN terdapat beberapa masukan yaitu : water balance, surface runoff and reaches (Gambar 10).
Gambar 10. Masukan file BSN yang merupakan struktur model
30 a. Water balance, terdiri dari beberapa variabel yaitu : 1) Snofall temperature (SFTMP), rata-rata temperatur udara yang menyebabkan hujan menjadi salju. Nilai berkisar antara -5 – 5 oC. Nilai yang digunakan adalah 1. 2) Snow melt base temperature (SMTMP), nilai temperatur udara salju tidak meleleh, berkisar antara -5 – 5 oC. Nilai yang digunakan adalah 0,5 3) Melt factor for snow on Juni 21 (SMFMX), nilai salju meleleh pada tanggal 21 Juni berada pada nilai 1,7 – 6,5 mm H2O/day- oC. Nilai yang digunakan adalah 4,5. 4) Melt factor for snow on Desember 21 (SMFMX), nilai salju meleleh pada tanggal 21 Desember berada pada nilai 1,4 – 6,9 mm H2O/dayo
C. Nilai yang digunakan adalah 4,5.
5) Snow pack temperature lag factor (TIMP), faktor penentu nilai temperatur salju meleleh. Berkisar antara 0,01 – 1. Nilai yang digunakan adalah 1. 6) SNOCOVMX, minimum kandungan air yang bisa menjadi 100 % salju. Nilai berkisar antara 0,0 – 1. Nilai yang digunakan 1. 7) SNO50COV merupakan nilai prosentasi dari volume 50% salju yang terjadi. Nilai berkisar antara 0,01 – 0,99. Nilai yang digunakan 0,5. 8) Soil evaporation componsation factor (ESCO). Koofesien yang mempengaruhi evaporasi yang dipengaruhi oleh kapiler tanah, lapisan crusting dan kembang kerut tanah. Nilai berkisar antara 0,01 – 1. Nilai yang digunakan 0,95. 9) EVLAI, indeks area daun yang tidak mempengaruhi evaporasi. Nilai berkisar antara 0 – 10. Nilai yang digunakan 0,95. 10) EPCO, faktor kompensasi yang diambil tanaman untuk transpirasi. Nilai berkisar antara 0,01 – 1. Nilai yang digunakan 1. 11) FFCB, kandungan air tanah sebagai fraksi dari kandungan air kapasitas lapang. Nilai FFCB antara 0,0 – 1,0, nilai yang digunakan 0,0 12) DEPIMP_BSN, kedalaman lapisan kedap air pada masing-masing sub DAS dalam mm. Nilai yang digunakan adalah 0.
31 b. Surface runoff, terdiri beberapa variabel yang perlu diset sebagai berikut : 1) IEVENT, pilihan metode rainfall – runoff – routing. Terdiri dari pilihan daily rainfall/curve number runoff/daily routing,
daily
rainfall/green
&
Ampt
infiltration/daily
routing,
sub-hourly
rainfall/green
&
Ampt
infiltration/daily
routing,
sub-hourly
rainfall/green & Ampt infiltration/hourly routing. Metode yang digunakan adalah daily rainfall/curve number runoff/daily routing. 2)
ICRK, kode berlaku untuk tanah-tanah ordo vertisol. Terdiri dari pilihan not active dan active. Pilihan yang digunakan not active
3) Koefisien surface runoff lag (SURLAG), berlaku untuk DAS yang mempunyai time konsentrasi lebih dari satu hari. Nilai ini sebagai kontrol dari total air yang akan diharapkan masuk ke saluran. Nilai yang digunakan 12. 4) ADJ_PKR merupakan faktor penduga kecepatan untuk sedimen di sub DAS, nilai yang digunakan 1,0. 5) PRF (Peak rate adjustment factor), merupakan faktor penduga kecepatan. Nilai bervariasi antara 0.0 – 2.0, nilai yang digunakan 1,0 6) Koefisien transport sedimen (CSP), nilai bervariasi antara 0.001 – 0.010. Nilai yang digunakan 0.001. 7) Nilai eksponen transport sedimen (sp exp), pada kondisi normal bervariasi antara 1.0 – 2.0. Nilai yang digunakan 1.5. c. Reaches, variabel-variabel yang diseting adalah 1)
IRTE, metode routing channel yang digunakan terdapat dua pilihan yaitu metode variable storage dan metode muskingum. Untuk penelitian ini digunakan metode variable storage.
2) Transmission losses dari saluran utama yang masuk ke dalam aqifer (TRNSRCH). Nilai variabel ini berkisar antara 0 – 1. Nilai yang digunakan 0. 3) EVRCH, faktor penilaian evaporasi saluran. Nilai berkisar antara 0 – 1, nilai yang digunakan 1. 4. File SOL disiapkan pada database soil (Gambar 11). Pada database soil terdapat 7 masukan untuk jenis tanah dan 12 masukan untuk setiap horison
32 pada setiap jenis tanah. Pada penelitian ini hanya digunakan 5 masukan untuk jenis tanah dan 10 masukan untuk setiap horison.
Gambar 11. Input Database untuk tanah
Lima masukan untuk setiap jenis tanah meliputi : a. SNAM, nama tanah b. NLAYERS, jumlah horison c. HYDGRP, group hidrologi tanah (berdasarkan penamaan kriteria dari SCS (Soil Conservation Service)) d. SOL_ZMX, kedalaman maksimum perakaran tanaman pada profil tanah (mm). e. TEXTURE, tekstur tanah pada semua lapisan pada profil tanah. Data ini tidak diproses pada model. Sedangkan 10 masukan untuk masing-masing horison pada profil tanah adalah sebagai berikut : 1. SOL_Z,
ketebalan
setiap
horison
pada
profil
tanah
dari
permukaan tanah (mm). 2. SOL_BD, bulk density (Mg/m 3 atau g/cm 3 ). 3. SOL_AWC, kapasitas menahan air pada setiap lapisan (mm H2O/mm tanah). Pada penelitian ini menggunakan pendekatan tektur tanah (Tabel 5).
33 4. SOL_K, Saturated hydraulic conductivity (mm/jam).
Pada
penelitian ini menggunakan pendekatan tektur tanah (Tabel 6).
Tabel 5. Pendekatan nilai kapasitas menahan air (mm H2O/mm tanah) berdasarkan tektur tanah Nilai Tekstur Simbol Range Rata-rata Pasir
S
0.06-0.08
0.07
Pasir berlempung
LS
0.09-0.11
0.10
Lempung berpasir
SL
0.12-0.14
0.13
Lempung berdebu
SiL
0.20-0.22
0.21
Lempung liat berpasir
SCL
0.16-0.18
0.17
L
0.17-0.19
0.18
Lempung berliat
CL
0.15-0.19
0.17
Lempung liat berdebu
SiCL
0.18-0.20
0.19
Liat berpasir
SC
0.16-0.21
0.19
Liat berdebu
SiC
0.11-0. 13
0.12
Lempung
C 0.09-0.11 0.10 Liat Sumber : Guides For Editing Soil Properties, 2005.(Ley et al., 1994) dalam Bulut (2005)
5. SOL_CBN, kandungan bahan organik tanah (% berat tanah). 6. CLAY, kandungan liat tanah (% berat tanah). 7. SILT, kandungan debu tanah (% berat tanah). 8. SAND, kandungan pasir tanah (% berat tanah). 9. ROCK, kandungan fraksi batuan (% berat tanah). 10. K_USLE, nilai erodibilitas tanah menurut USLE (m3- ton cm)
Hasil survei lapangan dan analisis sifat fisika – kimia terhadap tanah-tanah yang terdapat pada DAS Cisadane dapat dilihat pada Lampiran 2.
34 Tabel 6. Pendekatan nilai satured hidrolic conductivity (mm/jam) berdasarkan tektur tanah Nilai Tekstur Simbol Range Rata-rata Pasir
S
152.40-508.10
330.25
Pasir berlempung
LS
152.40-508.10
330.25
Lempung berpasir
SL
50.80-152.40
101.60
Lempung berdebu
SiL
15.20-50.80
33.00
Lempung liat berpasir
SCL
5.10-15.20
10.15
L
15.20-50.80
33.00
Lempung berliat
CL
5.10-15.20
10.15
Lempung liat berdebu
SiCL
5.10-15.20
10.15
Liat berpasir
SC
1.50-5.10
3.3
Liat berdebu
SiC
1.50-5.10
3.3
Lempung
C 1.50-5.10 3.3 Liat Sumber : Guides For Editing Soil Properties, 2005.(Ley et al., 1994) dalam Bulut (2005) 5. Karakteristik penggunaan lahan yang ada di wilayah penelitian dilakukan pendekatan dengan input file yang diperlukan dalam model dengan menggunakan database yang telah disediakan SWAT yang terdapat dalam file CROP dan URBAN dengan melakukan koreksi terhadap nilai leaf areal index (LAI), kekasaran mannings (n), curva number menurut SCS (cn) dan nilai pengelolaan tanaman menurut USLE (C) disesuaikan dengan kondisi yang ada di wilayah penelitian. Pendekatan yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 3. dengan melakukan modifikasi terhadap beberapa parameter input yaitu leaf areal index (LAI), kekasaran mannings (n), curva number menurut SCS (cn) dan nilai pengelolaan tanaman menurut USLE (C). Perubahan beberapa paramater disesuikan dengan hasil survei lapangan.
Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap keberadaan danau dan reservoir berdasarkan skenario rencana pengelolaan DAS yang akan dilakukan, sehingga perlu memperhatikan file input pada PND dan RES.
35 1. Parameter yang diperlukan dalam input pada PND terdiri dari : a. PND_FR, bagian dari sub DAS yang mengalir ke danau. Nilai berkisar antara 0 – 1. b. PND_PSA, luas dari danau (ha). c. PND_PVAL, volume air dari danau ketika volume terendah (104 m3 H2O) d. PND_ESA, luas dari danau ketika jumlah air maksimum (ha) e. PND_EVAL, volume air dari danau ketika volume tertinggi (104 m3 H2O) f. PND_VOL, volume air semula dari danau (104 m3 H2O) g. PND_SED, konsentrasi sedimen semula dari danau (mg/l) h. PND_NSED, konsentrasi sedimen keseimbangan dari danau (mg/l) i. PND_K, konduktivitas hidrolik pada dasar danau (mm/jam). 2. Parameter yang diperlukan dalam input pada RES terdiri dari : a. MORES, bulan reservoir mulai beroperasi b. IYRES, tahun reservoir mulai beroperasi c. RES_ESA, luas area dari reservoir ketika volume air maksimum (ha) d. RES_EVAL, volume air dari reservoir ketika volume tertinggi (104 m3 H2O) e. RES_PSA, luas area dari reservoir katika volume air terendah (ha) f. RES_PVAL, volume air dari reservoir ketika volume terendah (104 m3 H2O). g. RES_SED, konsentrasi sedimen semula dari reservoir (mg/l) h. RES_NSED, konsentrasi sedimen keseimbangan dari reservoir (mg/l) i. RES_D50, rata-rata partikel sedimen di reservoir (μm). Jika tidak diisi model akan menyeteng nilai 10. j. PND_K, konduktivitas hidrolik pada dasar reservoir (mm/jam).
Peta sebaran situ pada DAS Cisadane dan lokasi resorvoir dapat dilihat pada Gambar 12.
36
-6
-6
107
Keterangan : dane Cisa
Batas DAS Sungai Bendung Empang
# ·
Situ Sumber Peta : - DEM SRTM Z_58_14 - SUMBERDAYA AIR CILIWUNG-CISADANE
N Cite m
ten Cia n ng ara gb an ind cis
ik i Cianten
Cia k an
p u an
Skala : 1 : 475.000
Bendung empang # ·
Cisadane hulu
10000
0
10000
Ci ke re te k Ci m un de
20000 Meters
107
Gambar 12. Peta lokasi situ dan reservoir pada DAS Cisadane
2. Skenario Perencanaan Pengelolaan DAS Pada penelitian akan dilakukan beberapa skenario perencanaan pengelolaan DAS yang akan disimulasikan pada model SWAT. Skenario yang dilakukan didasarkan pada perencanaan yang telah dilakukan oleh beberapa instansi yang terkait dengan pengelolaan DAS. Skenario yang akan dilakukan pada penelitian ini berupa :
37 1. Rencana RLKT DAS Cisadane yang disusun oleh Balai Pengelolaan DAS Citarum – ciliwung tahun 2002. 2. Rencana tata ruang DAS Cisadane oleh Bappeda Bogor dan Tangerang periode tahun 2005 - 2025. 3. Rencana DAS Cisadane dalam mengatasi banjir oleh Balai Besar CiliwungCisadane. 4. Gabungan rencana dari ke tiga instansi dengan melakukan evalusi berdasarkan analisis identifikasi dan evaluasi lokasi yang berpotensi menyebabkan permasalahan.
Metode pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam kegiatan ini meliputi data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Metode pengumpulan data disesuaikan dengan jenis data, yaitu :
1. Data primer Data primer metode pengumpulannya secara langsung di lapangan dari sumber data melalui teknik survei lapangan. Survei ini dilakukan dengan cara ground check langsung keadaan lapangan untuk melihat kondisi biofisik DAS. 2. Data sekunder Data sekunder metode pengumpulannya melalui studi pustaka berupa laporanlaporan yang berasal dari instansi-instansi (Balai Pengelolaan DAS CiliwungCisadane, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Ciliwung- Cisadane, Balai Besar Ciliwung-Cisadane dan Agroklimatologi).
Analisis Data Analisis data pada penelitian ini lebih ditujukan kepada penggunaan model SWAT yaitu pada file-file output (SWAT output file). Analisis yang dilakukan berupa :
38 1. Kalibrasi dan pengujian model SWAT. 2. Identifikasi dan evaluasi sub-DAS dan unit lahan yang berpotensi menyebabkan permasalahan 3. Evaluasi terhadap rencana pengelolaan DAS serta penentuan perencanaan pengelolaan DAS terbaik. Output SWAT terangkum dalam file-file yang terdiri dari file HRU, SUB dan RCH. Beberapa informasi output pada file HRU yang diperlukan dalam penelitian adalah luas area (AREA km2), jumlah curah hujan (PRECIP mm), aliran permukaan (SURQ mm) dan hasil sedimen (SYLD ton/ha). Sedangkan beberapa informasi output pada file SUB yang diperlukan dalam penelitian adalah luas area (AREA km2), jumlah curah hujan (PRECP mm), aliran permukaan (SURQ mm), dan hasil sedimen (SYLD ton/ha). Beberapa informasi pada output RCH yang diperlukan dalam penelitian yaitu jumlah debit yang keluar (FLOW_OUT m3/dt) dan konsentrasi sedimen (SEDCONC mg/l).
1. Kalibrasi dan pengujian model SWAT Kalibrasi dan pengujian model bertujuan agar output model yang digunakan hasilnya mendekati dengan output dari DAS prototip yang diuji. Luaran yang dikalibrasi adalah hasil debit, dengan cara membandingkan antara hasil prediksi (penggunaan model (FLOW_OUT)) dengan hasil observasi (pengukuran Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) di lapangan) dengan menggunakan kriteria statistik. Data hasil observasi berasal dari SPAS Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Ciliwung-Cisadane yaitu SPAS Legok Muncang dan SPAS Batu Baulah untuk pengamatan tahun 2005 (Gambar 13). Metode statistik yang digunakan adalah persentase perbedaan dari nilai observasi (DVi) dan koefisien Nash-Sutcliffe (ENS). Persamaan untuk DVi dan ENS sebagai berikut :
39 Di mana : DVi ENS
= persentase deviation dari nilai observasi = koefisien Nash-Sutcliffe = Nilai simulasi model = Nilai observasi = Rata-rata nilai observasi = Jumlah data
-6
-6
107
Keterangan : Cisad ane
Batas DAS Sungai Titik pengamatan
[ %
Sumber Peta : - DEM SRTM Z_58_14 - SUMBERDAYA AIR CILIWUNG-CISADANE
[ %
Batu Beulah
N
n mpua Cite ten Cian
n nda cis i
Ciak aniki
ng ara
Cianten
gb
Skala : 1 : 475.000 Legok Muncang [ %
Cisadane hulu
10000
0
10000
Ci ke re t Cim ek un de
20000 Meters
107
Gambar 13. Titik lokasi SPAS data observasi
40 Santi et al. (2001) menunjukkan hasil simulasi dikriteriakan baik jika rata-rata debit hasil simulasi berada pada kisaran -15 % sampai + 15 % dari rata-rata debit hasil observasi, nilai ENS ≥ 0,5 dan R2 ≥ 0,6. Van Liew and Garbrecht (2003) menunjukkan hasil simulasi dikriteriakan sebagai berikut : a. Baik jika nilai ENS ≥ 0,75 b. Memuaskan jika nilai 0.75>ENS>0.36 c. Kurang memuaskan jika nilai ENS < 0.36 Pada penelitian ini untuk melakukan kalibrasi dan pengujian model data curah hujan dan temperatur yang digunakan adalah data tahun 2005.
2. Identifikasi dan evaluasi sub-DAS dan unit lahan yang berpotensi menyebabkan permasalahan Identifikasi dan evaluasi sub-DAS dan unit lahan yang berpotensi menyebabkan permasalahan dengan membandingkan keluaran model SWAT di setiap outlet sub DAS baik pada fase lahan (HRU dan SUB) maupun fase air (RCH) dengan modifikasi kriteria dan indikator kinerja DAS berdasarkan SK Menhut nomer 52/Kpts-II/2001 pada kriteria penggunaan lahan dan tata air. Identifikasi dan
evaluasi lokasi
yang berpotensi menyebabkan
permasalahan DAS dilakukan pada sub DAS kemudian dilanjutkan pada unit lahan pada sub DAS tersebut. Identifikasi
dan
evaluasi
lokasi
yang berpotensi
menyebabkan
permasalahan DAS baik pada sub DAS maupun unit lahan ditentukan dari perbandingan keluaran model SWAT dan modifikasi kriteria dan indikator kinerja DAS dengan memberikan skor pada setiap indikator pada masingmasing-masing kriteria (Tabel 7). Semakin tinggi skor yang diperoleh pada setiap sub DAS dan unit lahan, dapat diidentifikasi bahwa sub DAS dan unit lahan berpotensi menyebabkan permasalahn pada DAS. Alur pikir identifikasi dan evaluasi sub DAS dan unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah pada DAS dapat dilihat pada Gambar 14.
41
Output Model SWAT Pada setia sub DAS
Kriteria kinerja DAS
-
Output File Sub : Luas area Jumlah curah hujan Aliran permukaan
Indikator Tata air : - KRS - Q jenis - Koefisien aliran - TDS
-
Output File RCH : Jumlah debit Konsentrasi sedimen
Hasil perhitungan : - KRS - Q jenis - Koefisien aliran - TDS
Identifikasi sub DAS Sub DAS kurang berpotensi penyebab masalah
rendah
skor SK Menhut
tinggi
Sub DAS berpotensi penyebab masalah
-
Indikator Penggunaan lahan dan Tata air : - Koefisien aliran - Indeks erosi
Output File HRU : Luas area Jumlah curah hujan Aliran permukaan Hasil sedimen
-
Hasil Perhitungan : Koefisien aliran Indeks erosi
Identifikasi Unit lahan Unit lahan kurang berpotensi penyebab masalah
rendah
skor SK Menhut
tinggi
Unit lahan berpotensi penyebab masalah
Gambar 14. Alur pikir identifikasi dan evaluasi sub-DAS dan unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah pada DAS
42 3. Evaluasi terhadap rencana pengelolaan perencanaan pengelolaan DAS terbaik
DAS
serta
menentukan
Pada model SWAT akan dilakukan beberapa skenario rencana pengelolaan DAS yang telah dilakukan oleh beberapa instansi yang berhubungan dengan pengelolaan DAS. Penilaian dan evaluasi beberapa rencana pengelolaan DAS berdasarkan hasil skoring perbandingan keluaran model SWAT pada outlet DAS pada fase lahan (SUB) dan fase air (RCH) dengan modifikasi SK Menhut nomer 52/Kpts-II/2001 tentang kriteria dan indikator kinerja DAS pada kriteria tata air (Tabel 7). Semakin tinggi hasil skor dari masing-masing rencana pengelolaan DAS dari intansi menunjukkan perencanaan kurang sempurna dan akan diadakan evaluasi perencanaan berdasarkan hasil kegiatan identifikasi dan evaluasi lokasi yang berpotensi menyebabkan permasalahan, kemudian melakukan perencanaan menurut instansi-instansi yang berhubungan dengan pengeloaan DAS sesuai dengan kondisi biofisik yang sama. Penentuan perencanaan pengelolaan DAS ditentukan dari hasil skoring terendah perbandingan keluaran model SWAT pada outlet DAS pada fase lahan (SUB) maupun fase air (RCH) dengan modifikasi SK Menhut nomer 52/Kpts-II/2001 tentang kriteria dan indikator kinerja DAS pada kriteria tata air (Tabel 7). Data curah hujan dan temperatur yang digunakan untuk melakukan identifikasi - evaluasi sub-DAS dan unit lahan serta evaluasi terhadap perencanaan pengelolaan DAS dan penentuan perencanaan pengelolaan DAS terbaik adalah data tahun 2006. Alur pikir kegiatan evaluasi perencanaan pengeloaan DAS, serta penentuan perencanaan pengelolaan pada DAS terbaik dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
43
Skenario model SWAT Kriteria kinerja DAS Output Model Pada outlet DAS
-
Output File Sub : Luas area Jumlah curah hujan Aliran permukaan
Indikator Tata air : - KRS - Q jenis - Koefisien aliran - TDS
Output File RCH : Jumlah debit Konsentrasi sedimen
Hasil perhitungan : - KRS - Q jenis - Koefisien aliran - TDS
tinggi Penilaian perencanaan
-
rendah skor SK Menhut
Evaluasi perencanaan Perencanaan Pengelolaan DAS terbaik Modifikasi perencanaan
Gambar 15. Alur pikir evaluasi perencanaan pengeloaan DAS, serta penentuan perencanaan pengelolaan pada DAS
44
Tabel 7. Kriteria dan indikator analisis Kriteria Tata air
Indikator Koefisien regim sungai (KRS)
Debit jenis
Koefisien aliran permukaan (c)
Total dissolve suspensi (TDS)
Penggunaan lahan
Indeks erosi (IE)
Deskripsi Perbandingan antara debit aliran sungai maksimum (Qmak) dan debil aliran sungai minimum (Qmak)
Verivikasi - Debit aliran sungai maksimum - Debit aliran sungai minimum
Metode Perhitungan Rasio perbandingan antara Qmak dan Qmin tahunan
Perbandingan antara debit aliran sungai maksimum (Qmak) dan luas sub-DAS. Untuk menunjukkan potensi banjir (m3/s/100 km2)
- Debit aliran sungai maksimum - Luas sub-DAS (100km2 )
Rasio perbandingan antara Qmak tahunan dan A
Perbandingan antara jumlah hujan yang menjadi aliran permukaan dan terhadap total hujan yang jatuh pada wilayah DAS. Untuk menunjukkan potensi banjir
- Jumlah CH persatuan wilayah DAS - Jumlah aliran permukaan persatuan wilayah
Rasio perbandingan antara jumlah aliran permukaan dan jumlah CH yang jatuh pada wialyah DAS
Konsentrasi sedimen yang terlarut (mg/l)
Perbandingan antara erosi aktual tahunan dengan erosi yang diperbolehkan (T)
- Jumlah erosi aktual persatuan wilayah tahunan (ton/ha/tahun) - Erosi yang diperbolehkan menurut metode
Rasio perbandingan antara erosi aktual tahunan dengan erosi yang diperolehkan
Keterangan
Skor
- Baik (KRS<50) - Sedang (50
120)
- 1 - 2
- Baik (Qmak/A<58) - Sedang (58< Qmak/A <150) - Buruk (Qmak/A >150)
- 1 - 2
- Baik (c<0,5) - Sedang (0,50,75)
- 1 - 2
- Baik (TDS<250) - Sedang (250400)
- 1 - 2
- Baik (IE ≤ 0,80) - Sedang (0,80 ≤ IE≤1) - Buruk (IE>1)
- 1 - 2
- 3
- 3
- 3
- 3
- 3
45
Kriteria
Indikator
Deskripsi
Verivikasi Hammer (ton/ha/tahun) (Lampiran 1)
Sumber : SK Menhut nomer 52/Kpts-II/2001dan BTPDAS Surakarta, 2002
Metode Perhitungan
Keterangan
Skor