III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka analisis penelitian ini diawali dengan pemikiran atas sedikitnya hasil invensi/inovasi teknologi unggulan Badan Litbangtan yang telah dikomersialkan. Permasalahan tersebut kemudian ditentukan sebagai topik penelitian dan kemudian dilakukan observasi dan studi kepustakaan awal sehingga dapat diperoleh perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian. Dari hasil studi pustaka terhadap hasil invensi Badan Litbangtan yang telah dipublikasikan melalui buku 50, 100 dan 200 Inovasi Teknologi Badan Litbang Pertanian yang telah didata sampai dengan tahun 2010, diketahui bahwa terdapat 13 (tiga belas) perusahaan lisensor, dan 5 (lima) diantaranya menjadi lisensor untuk varietas jagung hibrida (Tabel 7). Dalam prosesnya hingga saat ini hanya ada 3 (tiga) perusahaan lisensor yang masih melanjutkan kerjasama tersebut. Tabel 7. Daftar Nama Perjanjian Lisensi dan Nama Lisensor No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Perjanjian Lisensi
Nama Lisensor
Jagung Hibrida Varietas Bima 2 Bantimurung Jagung Hibrida Varietas Bima 3 Bantimurung Jagung Hibrida Varietas Bima 4 Jagung Hibrida Varietas Bima 5 Jagung Hibrida Varietas Bima 6
PT. Saprotan Nusantara Agro Utama PT. Redy Mulia Abadi* PT. Bintang Timur Pasifik PT. Sumber Alam Sutera PT. Makmur Sejahtera Utama*
Keterangan : *) Membatalkan kerjasama lisensinya.
Kerangka alur pemikiran penelitian (Gambar 12) meliputi: 1. Studi literatur: dilakukan untuk mencari bahan-bahan referensi berupa bukubuku, jurnal-jurnal, tesis dan disertasi. 2. Studi awal analisis masalah, analisis kebutuhan dan analisis keputusan mengenai strategi komersialisasi. 3. Wawancara dan diskusi serta pengisian kuesioner mengenai strategi komersialisasi
hasil
invensi
dengan
narasumber
yang
mengetahui
permasalahan dan pihak yang sudah berpengalaman dalam strategi komersialisasi hasil invensi. 4. Analisis dan pengolahan data termasuk penyusunan matriks.
37
TAHAPAN PENELITIAN
Penulusuran Jagung Hibrida Hasil Invensi
Jagung Hibrida hasil invensi yang telah komersial
Model Kerjasama Lisensi pada Jagung Hibrida Hasil Invensi Needs Assessment
Faktor Internal (IFE)
Faktor Eksternal (EFE) Data Primer/Sekunder
Matriks Analisis
INPUT
SWOT
EFE & IFE
PENCOCOKAN
QSPM AHP
KEPUTUSAN
Kebijakan Komersialisasi Pemberian Lisensi OUTPUT
Bakuan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi OUTCOME
Hasil Penelitian
Rancangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi
PENULISAN HASIL PENELITIAN
Gambar 12. Kerangka alur pemikiran penelitian1 Berdasarkan kerangka alur penelitian (Gambar 12) dengan mengumpulkan permasalahan yang ditemui dalam upaya komersialisasi produk hasil invensi, khususnya pada jagung hibrida diperoleh 3 (tiga) faktor utama strategi komersialisasi jagung hibrida (Gambar 13), yaitu : 1
Diadaptasi dari penelitian Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi Badan Litbang Pertanian melalui Optimalisasi Model Kerjasama yang dibiayai KKP3T TA. 2011.
38
1. Sumber daya manusia (SDM), dimana indikatornya yaitu kesiapan dalam menunjang proses alih teknologi baik pada pelaksana proses alih teknologi, pemanfaat
alih
teknologi
(manajer
investor
selaku
pelisensor),
inventor/peneliti dan pengguna alih teknologi (petani/masyarakat secara luas). 2. Sarana, dimana indikatornya yaitu sistem komersialisasi termasuk didalamnya kesiapan dana dan bahan komersialisasi, yaitu : kebijakan alih teknologi termasuk didalamnya kesiapan organisasi dan pedoman valuasi invensi atau pricing technology, tata cara royalti termasuk pemanfaatannya bagi lembaga pelaksana litbang maupun inventor. 3. Hasil invensi, dimana indikatornya kesiapan hasil invensi termasuk didalamnya adanya risiko kegagalan pada hasil invensi.
Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi
SDM
Peneliti/Inventor
Pelaksana Alih Teknologi
Pemanfaat Alih Teknologi
Sistem Komersialisasi
Organisasi
Gambar 13.
Hasil Invensi/Inovasi
Sarana
Kebijakan
Tata cara royalti
Panduan
Kesiapan Produk Invensi
Risiko Produk
Skema permasalahan dan strategi komersialisasi/pemasaran produk hasil invensi (Balai PATP, 2010)
Selain itu untuk mencapai fokus strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi yang berbasis kerjasama maka ketiga faktor yang perlu ditingkatkan, yaitu SDM, sarana komersialisasi dan ketersediaan hasil invensi/inovasi. Ketiga faktor tersebut sangat ditentukan oleh peran aktor pengambil kebijakan, pelaksana alih teknologi, manajer investor dan inventor. Melalui ketiga aktor tersebut tujuan dalam mengembangkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dapat dicapai
39
dengan meningkatnya jumlah jagung hibrida hasil invensi yang dilisensi dan meningkatnya kinerja inventor jagung hibrida.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lokasi mitra/investor selaku pelisensor dan inventor jagung hibrida berada. Inventor keseluruhannya berada di Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Makassar dan mitra/investor berada di Subang, Semarang dan Sidoarjo. Lokasi penelitian tersebut ditentukan secara purposive dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal dari mitra/investor yang telah menjadi pelisensor dalam upaya mengkomersialisasikan jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2011.
3.3. Narasumber Penelitian Oleh karena masih sedikitnya mitra/investor yang berperan sebagai pelisensor, maka keseluruhan mitra/investor selaku pelisensor jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan yang berjumlah 3 (tiga) perusahaan, keseluruhannya digunakan sebagai narasumber, termasuk 9 (sembilan) inventor jagung hibrida yang terlibat dalam proses melaksanakan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Selain narasumber investor dan inventor juga digunakan pendapat seorang pakar alih teknologi untuk mengkonfirmasi hasil yang diperoleh sekaligus yang menentukan bobot dan rating pada faktor-faktor yang diidentifikasi oleh narasumber. Keseluruhan narasumber dan pakar ditentukan tanpa pengacakan (purposive). Narasumber penelitian keseluruhannya diinterview dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 1). Ketiga narasumber dari pihak mitra/investor antara lain 1 (satu) orang adalah direktur utama, 1 (satu) orang adalah manajer riset dan 1 (satu) orang adalah manajer operasional. Sedangkan untuk konfirmasi bobot dan rating digunakan pendapat 1 (satu) orang pakar alih teknologi untuk menilai bobot dan rating (Lampiran 2) pada faktor-faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dari jawaban kuesioner inventor dan mitra/investor.
40
Mitra/investor jagung hibrida ini umumnya baru sekitar 3 (tiga) tahun melaksanakan kerjasama lisensi dan secara keseluruhan ketiga mitra/investor merupakan perusahaan perdagangan di bidang pertanian. Sedangkan narasumber inventor keseluruhannya adalah pemulia jagung yang bertugas di Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros, Makassar dengan latar belakang pendidikan S1, S2 dan S3.
3.4. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu : a. Data primer : diperoleh dari jawaban kuesioner (Lampiran 1 dan 2) atas permasalahan dan kebutuhan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dan hasil wawancara, serta diskusi kepada inventor dan pihak mitra/investor yang telah menjadi pelisensor jagung hibrida hasil invensi. Hasil interview fokus pada masalah, kebutuhan dan keputusan yang tepat terkait dengan pendapat narasumber, baik mitra/investor dan inventor serta pakar alih teknologi mengenai mekanisme kerjasama yang dibutuhkan. b. Data sekunder : diperoleh melalui studi kepustakaan pada disertasi, tesis dan jurnal ilmiah ataupun populer terkait upaya komersialisasi melalui kerjasama ataupun kemitraan iptek ataupun pemberian hak lisensi pada produk hasil invensi di bidang pertanian, khususnya pengembangan varietas. Data sekunder lainnya yaitu data-data penunjang yang diperoleh secara tidak langsung seperti riwayat kerjasama dan catatan proses partnership komersialisasi. Untuk mengetahui permasalahan, kebutuhan dan keputusan yang diperlukan baik bagi inventor/peneliti jagung hibrida maupun mitra/investor sebagai pelisensor dilakukan 3 (tiga) analisis pendahuluan, yaitu analisis masalah, analisis kebutuhan dan analisis keputusan.
3.4.1. Analisis Masalah Tahapan analisis
ini adalah analisis awal
yang dilakukan guna
mengidentifikasi masalah, termasuk kelemahan dan kekurangan sistem kerjasama yang telah terlaksana yaitu melalui pemberian hak lisensi terhadap mitra/investor selaku mitra kerjasama dan inventor selaku pemilik lisensi.
41
Hasil analisis masalah yang ada pada mitra/investor dan inventor, kemudian disusun menjadi suatu rumusan kebutuhan mekanisme kerjasama. Pernyataan kebutuhan yang diperlukan menjadi masukan bagi pengembangan strategi komersialisasi. Jumlah narasumber dari mitra/investor selaku pelisensor yang masih melanjutkan lisensi adalah 3 (tiga) perusahaan dan 9 (sembilan) peneliti/inventor jagung hibrida kemudian didata masalah sistem komersialisasinya. Dari kedua belah pihak mitra/investor dan inventor yang “Tidak Puas” dengan strategi yang ada saat ini, maka dapat disimpulkan dibutuhkan suatu pengembangan strategi komersialisasi yang dapat lebih meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi agar dapat lebih banyak lagi dilisensikan kepada mitra/investor. Penilaian atas identifikasi mekanisme kerjasama tersebut dibagi atas : (a) Sangat penting (very important) dengan skor 5; (b) Penting (important) dengan skor 4; (c) Ragu-ragu (average) dengan skor 3; (d) Kurang penting (not that important) dengan skor 2; (e) Tidak penting (not important) dengan nilai 1. Adapun faktor yang akan menjadi kriteria penentu dalam strategi komersialisasi akan menjadi pertanyaan dalam kuesioner (Tabel 8).
Tabel 8. Daftar faktor yang akan dinilai dalam kuesioner Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) Profil Investor Profil Inventor Profil Pelaksana Alih Teknologi Sarana/Prasarana Sistem Komersialisasi Kebijakan Alih Teknologi Valuasi Invensi (Pricing Technology) Tata cara Royalti Teknologi/Hasil Invensi Kedudukan/posisi invensi pada daur teknologi Kebaruan dan langkah inventif Tahap pengembangan teknologi Kemudahan pengembangan produksi Daya saing produk
42
3.4.2. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dalam kerjasama untuk upaya komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Pada analisis ini digunakan skala Likert (Tabel 9) untuk beberapa faktor yang menjadi indikator dalam kerjasama komersialisasi. Faktor-faktor tersebut yaitu (1) Penyediaan layanan kerjasama, termasuk fasilitasi lembaga berupa memorandum of understanding (MOU), informasi hasil invensi, fasilitisasi temu bisnis, termasuk analisis prospek bisnis hasil invensi; (2) Fasilitasi pendampingan, termasuk adanya layanan pendampingan (technical service) dari inventor, keterbukaan hasil invensi, serta layanan lainnya; dan (3) Jaminan aturan kerjasama, termasuk tata cara pembagian royalti, layanan perencanaan bisnis, rambu-rambu aturan kerjasama, dan adanya sanksi bila ada pelanggaran dari aturan kerjasama.
Tabel 9. Skor skala likert analisis kebutuhan Kriteria Tidak penting Kurang penting Penting Sangat Penting
Nilai 1 2 4 5
3.4.3. Analisis Keputusan Dari hasil analisis masalah dan analisis kebutuhan kemudian dilakukan analisis keputusan terhadap strategi komersialisasi yang menjadi usulan apakah tetap dilanjutkan atau tidak. Analisis keputusan tersebut dilakukan dengan menyusun matriks QSPM dan kemudian diuji dengan membandingkan nilai AS (Attractiveness Score) dan TAS (Total Attractiveness Score), nilai tertinggi menunjukkan peringkat pertama alternatif strategi yang terbaik. Nilai TAS merupakan hasil perkalian bobot dengan masing-masing dengan nilai AS.
3.5. Konsep Operasional Pemahaman mengenai obyek yang diteliti termasuk beberapa istilah perlu dijelaskan untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda terhadap masalah yang sama dan menghindari adanya duplikasi maupun pengabaian dalam
43
pengumpulan data. Dengan demikian diharapkan ada persamaan pemahaman atas obyek yang diteliti. Berapa konsep operasional pada penelitian ini adalah : 1. Produk hasil inovasi (PHI) adalah hasil kegiatan penelitian yang berupa produk invensi seperti varietas, formula, proses, model, prototipe atau jasa. 2. PHI yang dilisensi adalah hasil kegiatan penelitian yang sudah dilisensikan. 3. PHI yang diadopsi adalah hasil kegiatan penelitian yang sudah dimanfaatkan secara meluas di masyarakat (adopsi). 4. Perjanjian
lisensi
adalah
perjanjian
pengalihan
pengelolaan
dan
pendayagunaan invensi dari pemilik invensi kepada pengguna invensi melalui lisensi. 5. Lisensi adalah ijin penggunaan/pemanfaatan hasil invensi dalam jangka waktu dan syarat tertentu yang diberikan pemilik invensi kepada pengguna berdasarkan perjanjian antar kedua belah pihak. 6. Pelaksana Alih Teknologi adalah orang yang bekerja melaksanakan proses alih teknologi dari hasil teknologi yang telah teridentifikasi nilai komersialnya. 7. Pengambil Kebijakan Kerjasama adalah pihak manajerial dalam organisasi yang berhak memutuskan terjalinnya kerjasama dalam penelitian ataupun kerjasama dalam alih teknologi, yaitu direktur mitra/investor atau kepala unit kerja/kepala balai. 8. Peneliti/Inventor adalah orang yang bekerja sebagai peneliti dan menghasilkan invensi yang baru. 9. Mitra/Investor adalah organisasi/perusahaan yang bermitra bersama dengan inventor melalui unit kerjanya dalam melaksanakan alih teknologi secara komersial. 10. Manajer R&D Mitra/Investor adalah pihak manajerial perusahaan/investor yang terlibat langsung pada kelanjutan kerjasama lisensi. 11. Business Plan (Perencanaan Bisnis) adalah perencanaan sisi bisnis atas hasil invensi untuk pengembangan secara komersial demi mencapai keuntungan yang diharapkan. 12. Technical Service (Pendampingan Teknis) adalah layanan pendampingan/ asistensi bagi investor dari inventor sehingga invensi dapat optimal hasilnya.
44
13. Kurva daur hidup teknologi adalah skema penggambaran siklus hidup teknologi yang digambarkan sebagai kurva s. 14. Kebijakan alih teknologi adalah kebijakan alih teknologi dalam rangka pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya. 15. Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis dalam rangka alih teknologi yang diberikan oleh penerima alih teknologi kepada pemilik invensi. 16. Fleksibel adalah sifat mudah menyesuaikan dengan keadaan. 17. Kompatibel adalah sifat mudah dipakai sesuai dengan fungsinya. 18. Plagiasi adalah peniruan atas hasil invensi bisa yang sifatnya peniruan sebagian atau bahkan pada keseluruhan bagian invensi. 19. BUSS (Baru, Unik, Stabil dan Seragam) adalah 4 (empat) kontribusi sifat invensi yang harus ada sebelum sebuah invensi dikomersialisasikan dan layak dikatakan sebagai sebuah invensi. 20. Promosi adalah kegiatan pengenalan invensi baik itu hanya berupa seminar, ekspose, atau bahkan round table meeting dimana investor mencari teknologi/invensi yang terbaru yang sesuai dengan kebutuhannya. 21. Pra Lisensi adalah masa pada saat status HKI belum definitif dimana mitra melakukan kerjasama penelitian partisipatif sejak penelitian hulu (proses perakitan teknologi) atau pada penelitian hilir (uji multilokasi, uji efektifitas/efikasi, uji pasar, dll) dan kemudian berhak memperoleh prioritas sebagai pemegang pra lisensi atau lisensi. 22. Valuasi invensi adalah penetapan nilai/penentuan harga/penentuan nilai atas hasil invensi yang menunjukkan nilai atau harga suatu invensi/teknologi sebagai dasar untuk penetapan besarnya royalti baik yang dibayar di muka sekaligus atau secara regular perwaktu.
3.6. Pengolahan dan Analisis Data Dari interview dengan kedua pihak narasumber, mitra/investor dan inventor akan diperoleh faktor-faktor. Faktor-faktor yang terkumpul tersebut, kemudian
45
dikelompokkan sebagai faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Kemudian masing-masing faktor ditentukan bobot dan ratingnya oleh pakar yang mampu memberikan pendapatnya dalam memberikan bobot dan rating pada masing-masing faktor internal dan faktor eksternal. Keseluruhannya merupakan input dasar yang digunakan untuk menyusun beberapa matriks sebelum akhirnya sampai pada tahapan AHP.
3.6.1. Penyusunan Matriks Perumusan strategi yang digunakan dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu : 1. Tahap I (Tahap Input) dalam kerja perumusan strategis terdiri dari: a. Matriks IFE b. Matriks EFE Matriks IFE dan EFE adalah matriks faktor-faktor internal dan eksternal jagung hibrida hasil invensi yang disusun berdasarkan pada kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki dan dihadapi jagung hibrida hasil invensi yang berkaitan dengan kegiatan komersialisasi dalam rangka alih teknologi. Matriks
IFE
digunakan
untuk
menganalisa
faktor-faktor
internal,
mengklasifikasikannya pada kekuatan dan kelemahan bagi jagung hibrida hasil invensi, kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 9). Sedangkan Matriks EFE digunakan untuk menganalisa faktor-faktor eksternal, yaitu peluang dan ancaman. Tahap-tahap dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE (Umar, 2008), yaitu: a. Buat daftar critical success factor (CSF) (faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan) untuk aspek eksternal yang mencakup peluang dan ancaman bagi jagung hibrida hasil invensi. b. Tentukan bobot dari faktor-faktor utama tadi dengan skala yang lebih tinggi bagi yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung dari rata-rata produk invensi di bidang pertanian, khususnya varietas. c. Tentukan rating untuk setiap faktor-faktor penentu dengan nilai antara 1 sampai dengan 4, dimana :
46
1 = di bawah rataan; 2 = rataan; 3 = di atas rataan; dan 4 = sangat bagus
Tabel 10. Matriks IFE Bobot (a)
Faktor Strategis Internal
Rating (b)
Skor (c)
Kekuatan 1. 2. . . 10. Kelemahan 1. 2. . . 10. Total
Sumber : David, 2009.
Rating ditentukan berdasarkan efektifitas strategi komersialisasi. a. Kalikan nilai bobot (a) dengan nilai ratingnya (b) untuk mendapatkan skor (c) untuk semua faktor-faktor utama. b. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai total skor matriks EFE 4,0, mengindikasikan bahwa Badan Litbangtan merespon dengan cara yang
luar
biasa
terhadap
peluang-peluang
yang
ada
dan
mampu
mengantisipasi ancaman pesaingnya. Nilai rata-rata adalah total skor 2,5. Nilai total skor IFE di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat.
2. Tahap II (Tahap Pencocokan), berfokus pada penciptaan alternatif strategi yang layak dengan mencocokkan faktor eksternal dan faktor internal kunci, melalui Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT). a. Langkah pertama, buat daftar kekuatan kunci internal; b. Langkah kedua, buat daftar kelemahan kunci internal; c. Langkah ketiga, buat daftar peluang eksternal;
47
d. Langkah keempat, buat daftar ancaman eksternal; e. Langkah kelima, cocokkan kekuatan-kekuatan internal dan peluangpeluang eksternal, dan catat hasilnya dalam sel Strategi SO (Strengths dan Opportunities) atau strategi intensif; f. Langkah keenam, cocokkan kelemahan-kelemahan internal dengan peluang-peluang eksternal dan catat hasilnya dalam sel Strategi WO (Weaknesess dan Opportunities) atau strategi turn arround. g. Langkah ketujuh, cocokkan kekuatan-kekuatan internal dengan ancamanancaman eksternal, dan catat hasilnya dalam sel Strategi ST (Strengths dan Threaths) atau strategi diversifikasi. h. Langkah kedelapan, cocokkan kelemahan-kelemahan internal dengan ancaman-ancaman eksternal, dan catat hasilnya dalam sel Strategi WT (Weaknesess dan Threats) atau strategi defensif/konsolidasi. Perlu diketahui bahwa kegunaan dari setiap alat pada Matching Stage adalah untuk mengembangkan strategi alternatif yang fisibel untuk dilaksanakan, bukan untuk memilih atau menentukan strategi mana yang terbaik.
3. Tahap III (Tahap Keputusan), melibatkan strategi tunggal berupa Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM). Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif menggunakan input dari tahap satu untuk mengevaluasi secara objektif alternatif-alternatif strategi yang layak dan dengan demikian memberikan dasar tujuan untuk memilih strategi yang spesifik (David, 2009). Dalam perumusan strategi yang dipilih adalah Matriks IFE-EFE, Analisis SWOT dan Analisis QSPM. Tahap penyusunan matriks QSPM adalah : a. Membuat daftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan di kolom sebelah kiri QSPM. Informasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, ini diperoleh dari matriks IFE dan EFE. b. Beri bobot (a) pada masing-masing faktor kunci sukses eksternal dan faktor kunci sukses internal. Bobot ini juga sama dengan yang ada di matriks IFE dan matriks EFE.
48
c. Teliti matriks-matriks pada b) dan identifikasi strategi alternatif yang pelaksanaannya harus dipertimbangkan. Catat strategi-strategi ini di bagian atas baris QSPM. Kelompokkan strategi-strategi tersebut ke dalam kesatuan mutually exclusive, jika memungkinkan. d. Tentukan Attractiveness Score (AS), yaitu nilai yang menunjukkan kemenarikan relatif untuk masing-masing strategi yang terpilih. AS ditetapkan dengan cara meneliti masing-masing faktor kunci sukses internal dan faktor kunci sukses eksternal. Tentukan bagaimana peran dari tiap faktor dalam proses pemilihan strategi yang sedang dibuat. Jika, dari peran tersebut adalah besar, maka strategi-strateginya harus dibandingkan relatif pada faktor utama itu. Secara rinci, nilai AS harus ada pada masing-masing strategi untuk menunjukkan kemenarikan relatif dari satu strategi terhadap strategi lainnya. Batasan nilai Attractiveness Score adalah 4 = sangat menarik, 3 = secara logis menarik, 2 = agak menarik dan 1 = tidak menarik. e. Hitunglah Total Attractiveness Score (TAS). Total Attractiveness Score didapat dari perkalian bobot (b) dengan AS (d) pada masing-masing baris. TAS menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing alternatif strategi. f. Selanjutnya hitung Sum Total Attractiveness Score (STAS). Jumlahkan semua Total Attractiveness Scores pada masing-masing kolom QSPM dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS dari alternatif strategi yang tertinggi yang menunjukkan bahwa alternatif strategi tersebut yang menjadi pilihan utama. Nilai TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif strategi ini menjadi pilihan terakhir. Tabel 11. Contoh Matriks QSPM CSF
Bobot
a Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan Total Sumber : Umar, 2008.
Strategi Pertumbuhan Intensif (AS) b
(TAS) axb
Strategi Pertumbuhan Integratif (AS) (TAS) c axc
Strategi Diversifikasi (AS) d
(TAS) axd
49
3.6.2. Penyusunan Struktur Analytical Hierarchy Process (AHP) Penentuan strategi alternatif strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dilakukan dengan AHP dengan bantuan program Expert Choice 2000. AHP digunakan untuk menentukan peringkat beberapa alternatif strategi yang sudah diperoleh dari analisis SWOT dan QSPM. Langkah dalam menyusun struktur dilakukan dengan mendefinisikan fokus goal yang ingin dicapai melalui beberapa faktor yang paling berpengaruh sebagai unsur faktor pada tingkat 2 (dua), aktor yang berperan pada pencapaian fokus goal pada tingkat 3 (tiga), tujuan yang berperan pada pencapaian fokus goal pada tingkat 4 (empat), dan alternatif strategi yang dapat menjadi prioritas pada tingkat 5 (lima).
3.6.3. Kerangka Kerja AHP Kerangka kerja AHP terdiri dari 8 (delapan) langkah utama (Saaty, 1993) berikut : 1.
Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria, kreativitas dan elemen-elemen yang menyusun struktur hirarki. Komponen
sistem
dalam
hirarki
dapat
diidentifikasi
berdasarkan
kemampuan para analis untuk menemukan unsur-unsur yang dilibatkan dalam suatu sistem dan dapat dilakukan dengan memperoleh informasi yang relevan dengan masalah yang sedang dihadapi. 2.
Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Penyusunan hirarki berdasarkan pada jenis keputusan yang akan diambil. Setiap set unsur dalam hirarki menduduki satu tingkat hirarki. Pada tingkat puncak hirarki hanya terdiri dari satu unsur yang disebut fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat berikutnya dapat terdiri dari beberapa unsur yang dibagi dalam kelompok homogen, yang berjumlah antara 5 (lima) sampai 9 (sembilan) unsur, agar dapat dibandingkan dengan unsur-unsur yang berada di tingkat atasnya. Tahap ini tetap melibatkan
50
responden
dengan
tujuan
agar
responden
mulai
memahami
alur
pertimbangan yang akan dilakukan berdasarkan struktur hirarki yang dihasilkan. 3.
Menyusun matriks banding berpasangan. Dalam matriks ini (Tabel 12), pasangan-pasangan unsur dibandingkan berkenaan dengan kriteria di tingkat yang lebih tinggi, dimulai dari puncak hirarki untuk fokus goal yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar unsur yang terkait
dengan yang
dibawahnya. Menurut perjanjian suatu unsur yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kiri suatu elemen di puncak matriks (pembandingan pertama dilakukan pada level kedua terhadap fokus goal). Pada tahap ini responden tidak dilibatkan, karena matriks banding berpasangan hanya disusun berdasarkan hirarki yang telah dibuat sebelumnya. Tabel 12. Contoh matriks banding berpasangan F1 1 F1 1/3 F2 1/5 F3 1/7 F4 Sumber : Dermawan, 2005.
4.
F2 3 1
F3 5
F4 7
1 1
Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil matriks banding berpasangan antar unsur pada langkah 3. Setelah matriks banding berpasangan selesai dibuat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pembandingan berpasangan antara unsur pada kolom ke-i dengan setiap unsur pada baris ke-j yang berhubungan dengan fokus goal. Pembandingan berpasangan antar unsur dilakukan dengan pertanyaan. Seberapa kuat unsur baris ke-i didominasi atau dipengaruhi oleh fokus goal dibandingkan dengan kolom ke-j. Untuk mengisi matriks banding berpasangan digunakan skala banding yang dijelaskan pada Tabel 12.
51
5.
Memasukkan nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama dan di bawah diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Matriks di bawah diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Misalnya elemen F12 memiliki nilai 3, maka nilai unsur F21 adalah kebalikannya, yaitu 1/3. setelah itu prioritas dicari dan konsistensinya diuji. Contoh penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 12.
6.
Melaksanakan langkah 3, 4, dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen atau elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki, berkenaan dengan kriteria unsur di atas. Ada 2 (dua) macam matriks pembanding yang dipakai dalam AHP, yaitu: a. Matriks Pendapat Individu (MPI) MPI adalah matriks hasil pembandingan oleh individu. Unsurnya disimbolkan oleh aij, yaitu unsur matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Gambar matriks pendapat individu dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Skala utama model AHP Intensitas Definisi Kepentingan 1 Equal Importance 3
Moderate Importance
5
Strong Importance
7
Very Strong Importance
9
Extreme Importance
2,4,6,8
Nilai kompromi atas nilai-nilai di atas
Sumber: Dermawan, 2005.
Penjelasan Dua aktivitas memberikan kontribusi sama terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian memberikan nilai tidak jauh berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainnya Pengalaman dan penilaian memberikan nilai kuat berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainnya Satu aktivitas sangat lebih disukai dibandingkan aktivitas lain Satu aktivitas secara pasti menempati urutan tertinggi dalam tingkatan preferensi Penilaian kompromi secara numeris dibutuhkan semenjak tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan tingkat preferensi
52
Tabel 14. Matriks pendapat individu (Saaty, 1993) G
A1
A2
...
An
A1
a11
a12
...
a1n
A2
a21
a22
...
a2n
...
...
...
...
...
An
an1
an2
...
anm
b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) MPG merupakan matriks baru yang unsurnya berasal dari rataan geometrik pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 0.1 atau 10%. Unsurnya disimbolkan oleh gij yaitu elemen matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Untuk lebih jelas pada Tabel 15 dapat dilihat bentuk MPG.
Syarat-syarat MPG yang bebas dari konflik tersebut adalah: a.
Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara nilai dari pendapat individu yang tertinggi dengan yang terendah.
b.
Tidak terdapat angka kebalikan pada baris dan kolom yang sama. Rumus matematika untuk rata-rata geometrik adalah : m
g ij
gij (aij) k m
n
a ij k
................................................................. (1)
k 1
= = = =
elemen MPG baris ke-i kolom ke-j elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-j indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi syarat jumlah MPI yang memenuhi syarat
Tabel 15. Matriks pendapat gabungan (Saaty, 1993) G
G1
G2
....
Gn
G1
g11
g21
....
g1n
G2
g21
g22
....
g2n
...
g31
g23
....
Gn
gn1
gn2
....
gnn
53
7.
Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Pengolahan matriks terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu pengolahan horizontal
dan pengolahan vertikal. a.
Pengolahan horizontal, yaitu terdiri dari penentuan vektor prioritas, uji konsistensi dan revisi pendapat bila diperlukan. Tahapan perhitungan dalam pengolahan horizontal adalah :
1) Perkalian baris (Z) dengan rumus n
Zi =
n
a
ij
............................................................... (2)
k 1
(i,j = 1,2,3,...n)
2) Perhitungan Vektor Prioritas atau Eigen Vektor dengan rumus n n
a
ij
k 1
VPi =
n
a n
i 1
......................................................... (3)
n ij
k 1
VP = (VPi), untuk i = 1,2,3....,n 3) Perhitungan Eigen Maks dengan rumus VA = aij VP ........................................................... (4) dengan VA = (VAi) VB =
VA VP
........................................................... (5)
dengan VB = (Vbi)
maks
1 n vbi ............................................................ (6) n i 1
untuk i = 1,2,3,....,n 4) Perhitungan Consistency Index (CI) dengan rumus CI =
maks n n 1
........................................................... (7)
54
5) Perhitungan Ratio Consistency (CR) dengan rumus CR =
CI RI
............................................................. (8)
RI : Random Index yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory (Saaty, 1993) dari matriks berorde 1 s/d 15 yang menggunakan contoh berukuran 100 (Tabel 17). b. Pengolahan vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap unsur pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila CVij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka : CVij =
CH t, i 1 VW i 1 ij
Untuk
t
i = 1,2,3,...n j = 1,2,3,...n t = 1,2,3,...n Tabel 16. Nilai Random Index matrik berorde 1 s/d 15
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
RI
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
1,57
1,59
Sumber: Fewidarto, 1996
8.
Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlah hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak yang sesuai dengan dimensi dari masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi ini harus bernilai 10% atau kurang, jika tidak mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan pada saat pengisian ulang kuesioner dan dengan lebih mengarahkan responden membuat perbandingan berpasangan. Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan komputer dimana rasio konsistensi diperoleh secara otomatis setelah input setiap matriks dimasukkan seluruhnya pada software Expert Choice 2000.
55
Untuk langkah pertama sampai langkah ke enam, pengolahan dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excell 2007, sedangkan untuk langkah ke tujuh sampai langkah ke delapan, pengolahan data dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Metode AHP digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan strategi komersialisasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dimiliki oleh mitra investor, khususnya keputusan yang diambil guna meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi agar lebih banyak lagi dilisensikan kepada mitra/investor.