perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
III.
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di bagian timur Kabupaten Natuna, yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Tengah, Bunguran Selatan dan Bunguran Timur Laut Provinsi Kepulauan Riau. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Kimia dan Kesuburan Tanah dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian UNS. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Bahan a. Peta Tematik yang terdiri dari: - Peta Jenis Tanah Kabupaten Natuna - Peta Kontur Kabupaten Natuna - Peta Curah Hujan Kabupaten Natuna - Peta Penggunaan Lahan (land use) Kabupaten Natuna b. Sampel tanah : Sampel tanah untuk analisis laboratorium yaitu meliputi sampel tanah terusik dan sampel tanah tidak terusik. 2. Alat Alat yang akan digunakan dibagi menjadi dua yaitu untuk kegiatan survei dan untuk analisis laboratorium. Alat yang digunakan untuk survei antara lain : a. Global Positioning Sistem (GPS)
g. Tali/raffia
b. Kompas
h. Alat tulis
c. Klinometer
i. Boardlist/form isian data kondisi tanah
d. Meteran gulung
j. Kantong plastik
e. Cangkul
k. Ring sampel
f. Belati
l. Kertas label
Untuk analisis laboratorium alat yang digunakan yaitu: seperangkat alat analisis fisika, kimia, dan biologi tanah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan metode survei yaitu penelitian yang berusaha menyampaikan keadaan atau kondisi di lapang secara mendalam. Kondisi tersebut diperoleh berdasarkan pengamatan langsung di lapang dan didukung dengan hasil analisis laboratorium serta penyusunan peta kondisi tanah awal. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer (pengamatan langsung dan hasil analisis laboratorium) yang didukung dengan data sekunder. Variabel pengamatan meliputi: 1.
Data primer untuk lahan kering antara lain : Tabel 1. Parameter kerusakan tanah yang diamati No Parameter Metode 1 Ketebalan solum Pengukuran langsung di lapang (Balai Penelitian Tanah 2004) 2 Kebatuan permukaan Pengukuran langsung di lapang (Menteri Negara Lingkungan Hidup 2006) 3 Tekstur tanah Metode hydrometer (BBLSLP 2006). 4 Berat volume Metode bongkahan (clod method) (BBLSLP 2006). 5 Porositas total Perhitungan berat volume (BV dan berat jenis (BJ) tanah (BBLSLP 2006). 6 Permeabilitas Metode tinggi air konstan/constan head method (BBLSLP 2006). 7 pH tanah Metode elektrometrik (perbandingan 1:2,5) (Balittan 2005). 8 Daya hantar listrik Metode tahanan listrik (perbandingan 1:2,5) (Balittan 2005). 9 Nilai redoks tanah Metode tegangan listrik (Balittan 2005). 10 Jumlah mikrobia Metode Plate count (BBLSLP 2007). 11 Lapisan tanah tererosi Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) Wischmeier dan Smith, 1978 (Hardjowigeno dan Sukmana 1995). Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 (2006) 2. Data sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian in i meliputi: peta kontur, peta jenis tanah, peta penggunaan lahan (land use) dan peta curah hujan Kabupaten Natuna.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Tata Laksana Penentuan Sampel Tahapan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan yaitu: (1) persiapan dan penyusunan peta kondisi tanah awal (peta kerja) yang akan digunakan untuk menentuan lokasi sampling. (2) melakukan survei atau verifikasi lapangan, analisis laboratorium serta penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa. (Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia 2009). 1. Penyusunan peta kondisi awal (peta kerja) menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia 2009 untuk menentukan lokasi sampling terdiri dari beberapa tahapan, antara lain: a.
Penyaringan areal kerja efektif yaitu daerah yang dijadikan kawasan budidaya atau
produksi biomassa, antara lain
daerah pertanian,
perkebunan, dan hutan tanaman. b.
Skoring potensi kerusakan lahan pada peta-peta tematik dari beberapa peta yaitu antara lain peta tanah dengan skoring berdasarkan (lampiran 5); peta lereng skoring berdasarkan (lampiran 6); peta curah hujan skoring didasarkan pada (lampiran 7); dan peta penggunaan lahan (land use) dengan penentuan skor berdasarkan (lampiran 8).
c.
Menumpang susunkan (overlay) peta tematik yang telah dilakukan skoring, sehingga d ihasilkan poligon baru (SPL) dengan atribut kondisi lahan sesuai dengan peta-peta tematik penyusunnya.
d.
Menentukan potensi kerusakan tanah dengan cara skoring dari polygon (SPL) baru yang terbentuk, yang dalam pembagiannya dibedakan menjadi 5 kelas potensi kerusakan tanah, yaitu tanah yang berpotensi sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Penentuan kelas potensi kerusakan tanah disajikan pada (Lampiran 9).
e.
Penentuan lokasi sampling Dari peta kondisi awal (peta kerja) yang dihasilkan, selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan lokasi sampling. Penentuan lokasi sampling dilakukan untuk lebih mengefisiensikan tenaga dan waktu dalam kegiatan
survei,
namun
dalam
penentuannya
dilakukan
secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
representative, sehingga hasil yang diperoleh tetap mampu mewakili keadaan riil yang ada di lapang. Hal tersebut didasarkan oleh cara penentuan lokasi sampling yang berasal dari data sekunder, yang digunakan untuk menyusun peta kondisi tanah awal. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel pada penelitian ini yaitu metode bebas (random sampling). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2009), yaitu metode yang digunakan dalam penentuan daerah pengamatan dan pengambilan contoh tanah diawali dengan proses tumpang susun (overlay) dari
beberapa peta tematik disebut dengan metode bebas (random
sampling). 2. Penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa Dari hasil penentuan lokasi sampling pada peta kerja, selanjutnya digunakan untuk kegiatan verifikikasi lapang dan pengambilan sampel tanah untuk dilakukan analisis dilaboratorium. Hasil yang diperoleh dari kegiatan verifikasi lapang dan analisis laboratorium selanjutnya digunakan untuk menyusun peta kondisi dan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Tahapan dalam penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa meliputi: a. Metode matching Metode ini dilakukan dengan membandingkan antara data parameter kerusakan tanah yang diperoleh dengan kriteria baku kerusakan tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 150 (2000), yang dilakukan pada setiap lokasi pengambilan sampel. Hasil yang diperoleh yaitu setiap lokasi pengambilan sampel dapat dikelompokan atau dikategorikan ke dalam tanah yang tergolong rusak (R) atau tidak rusak (N). Dalam penentuan kategori tanah rusak (R) ataupun tidak rusak (N) didasarkan pada kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi yang disajikan pada tabel 2.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2. Kriteria baku kerusakan tanah untuk lahan kering NO. Parameter Ambang kritis 1 Ketebalam solum
< 20 cm
2 Kebatuan permukaan 3 Komposisi fraksi pasir
> 40% < 18% koloid; Lempung > 80% pasir kuarsatik Pasir Kasar > 1,4 g/cm 3
4 Berat Volume (BV) 5 Porositas total 6 Derajat pelu lusan air 7 pH (H2O) 1:2,5 8 Daya Hantar Listrik/DHL
< 30% ; > 70% <0,7 cm/jam > 8 cm/jam <4,5 ; >8,5 >4,0 mS/cm
9 Redoks
< 200 mV
10 Jumlah mikroba
< 102 cfu/g tanah
Sumber: PP No. 150 (2000) b. Metode skoring frekuensi relatif kerusakan tanah Metode skoring dalam hal ini yaitu menghitung frekuensi relatif kerusakan tanah yang tergolong rusak dari hasil metode matching dalam SPL atau pada suatu luasan tertentu. Tahapan yang dilakukan dalam menentukan status kerusakan tanah, yaitu: 1) Menghitung frekuensi relatif (%) dari setiap parameter kerusakan tanah. 2) Memberi nilai atau skor untuk masing-masing parameter berdasarkan nilai frekuensi relatifnya. Penentuan nilai atau skor pada perhitungan frekuensi relatif didasarkan pada tabel 3. Tabel 3. Skor kerusakan tanah berdasarkan frekuensi relatif dari berbagai parameter kerusakan tanah Frekuensi Relatif Tanah Rusak (%) Skor Status Kerusakan Tanah 0-10 0 Tidak rusak 11-25 1 Rusak ringan 26-50 2 Rusak sedang 51-75 3 Rusak berat 76-100 4 Rusak sangat berat Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Melakukan penjumlahan nilai skor masing-masing parameter kriteria baku kerusakan tanah, serta menentuan status kerusakan tanahnya. Penentuan status kerusakan tanah disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Status kerusakan tanah berdasarkan nilai akumulasi skor kerusakan tanah untuk lahan kering Simbol Status Kerusakan Tanah Akumulasi skor kerusakan tanah lahan kering N Tidak rusak 0 R.I Rusak ringan 1 – 14 R.II Rusak sedang 15 – 24 R.III Rusak berat 25 – 34 R.IV Rusak sangat berat 35 – 40 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 c. Penyusunan peta status kerusakan tanah Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi relatif dan penentuan status kerusakan tanah, hasil yang diperoleh selanjutnya digunakan dalam menyusun peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa di bagian timur Kabupaten Natuna.