33
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah petani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemilihan lokasi tersebut
didasarkan
pada
potensi
dan
merupakan
kawasan
sentra
pengembangan kedelai di Aceh. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 275 orang petani yang diambil dari delapan desa. Pengambilan sampel dilakukan secara acak proporsional (Proportional random sampling), sesuai dengan jumlah petani di setiap desa. Hasil pengambilan sampel diperoleh 70 petani yang menjadi responden dalam penelitian ini. Jumlah sampel yang diambil ditiap desa dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 1. Distribusi jumlah sampel di Masing-masing Desa Desa
Kelompok Tani
Jaba
Jaba Jaya
Blang Bati
Sampurna
Blang Beururu
Ingin Jaya
Jabet
Makmu Beurata
Garot
Bulukat Adang
Ara Bungong
Alue Umpung
Lawang
Tiong
Hagu
Keurawang Beude
Populasi
Sampel 10
35
10
35
8
32
12
48
7
30
9
34
7
31
7
30
Alue Dama Jumlah
275
70
Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian yang bersifat deskriptif-korelatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara beberapa
variabel
kompetensinya.
terpilih
dari
karakteristik
petani
terhadap
tingkat
34
Penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas yaitu faktor internal (X1) yang dan faktor eksternal (X2). Sedangkan variabel terikatnya (Y) adalah kompetensi petani. Data yang dikumpulkan berbentuk data ordinal, keterangan mengenai variabel, indikator, sub indikator dan cara pengukurannya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Variabel, Indikator, Sub Indikator dan Cara Pengukuran Variabel
Indikator
Sub Indikator
Pengukuran
1
2
3
4
Faktor Internal (X1) Umur
Usia petani dihitung dari
Usia petani dinyatakan dalam
Muda: <35
sejak lahir sampai
tahun.
Sedang: 35-43
penelitian ini dilakukan Pendidikan
tua: >56
Pendidikan formal yaitu
Lamanya petani duduk di bangku
Lama petani duduk di
sekolah dihitung dalam tahun.
bangku sekolah
Rendah: <6 Sedang : 6-9 Tinggi: >9
Pengalaman
Lamanya petani
Pengalaman petani dihitung
Kategori :
Berusahatani
berusahatani kedelai
dalam tahun.
Sedikit: <10,33 Sedang: 10,33-15,67 Banyak: >15.67
Pengalaman
Pengalaman yang
manajemen
dimiliki petani dalam
1.
Perencanaan
Sedikit: <6,67
usahatani
pengelolaan
2.
Pengorganisasian
Sedang: 6,67-9,33
usahataninya.
3.
Pengawasan
Banyak: >9,33
4.
Pengendalian
5.
Evaluasi
Motivasi
Pengalaman dalam:
Faktor yang mendorong
Dilihat dari tingkat keberhasilan
Rendah:<8,67,
petani untuk
dan keuntungan yang dirasakan
Sedang: 8,67-10,33
berusahatani
petani dalam berusahatani
Tinggi: >10,33.
kedelai Faktor Eksternal Luas lahan
Lahan yang
Luas lahan yang dimanfaatkan
Sempit: <0,63
usahatani
dimanfaatkan petani
untuk berusahatani kedelai,
Sedang: 0,63-0,87
dalam berusahatani
dihitung dalam hektar (Ha),
Luas: >0,87
kedelai
35
Pemanfaatan
Frekuensi petani
media
membaca media
•
Membaca koran
Rendah: <9,67
tertentu untuk
•
Mendengarkan radio
Sedang: 9,67-12,33
penambahan informasi
•
Menonton televisi
Tinggi: >12,33
1
Frekuensi petani dalam sebulan:
2
Kategorinya :
3
4
Intensitas
Frekuensi petani
Frekuensi petani dalam
hubungan
berhubungan dengan
berhubungan dengan:
interpersonal
orang lain untuk
1.
Penyuluh
Rendah: <5,67
menambah informasi
2.
Tokoh masyarakat
Sedang: 5,67-7,33
3.
Sesama petani
Tinggi: >7,33
Dukungan sarana
Tersedianya sarana
Dilihat dari tingkat kemudahan
dan prasarana
dan prasarana dalam
dan keterjangkauan petani dalam
Rendah: < 8,00,
produksi
mendukung kelancaran
memperoleh:
Sedang: 8,00-9,00
produksi kedelai
Kebijakan
Peraturan dan program
Pemerintah
dari pemerintah yang berhubungan dengan
1.
Benih bermutu
2.
Pupuk
3.
Obat-obatan, dan
4.
Alat dan mesin petanian
•
Ada tidaknya kebijakan
•
usahatani kedelai •
Tinggi: > 9,00.
pemerintah
Rendah: < 6,00
Frekuensi penyampaian
Sedang: 6,00-7,00
kebijakan kepada petani
Tinggi: >7,00
Manfaat kebijakan tersebut yang berkaitan dengan usahatani kedelai
Pengetahuan
Pengetahuan yang
Tingkat pengetahuan petani
dimiliki petani dalam
diukur berdasarkan jenjang
Rendah: < 24,33,
hal berusahatani
berusahatani kedelai yaitu:
Sedang: 24,33- 26,67
kedelai
1.
Pengetahuan tentang
Tinggi: >26,67
teknis budidaya kedelai 2.
Pengetahuan tentang teknis pemasaran
Sikap
Sikap petani dalam berusahatani kedelai
Sikap petani yang diukur adalah: 1. 2.
Sikap diukur dengan
Sikap petani tentang
menggunakan skala
teknis budidaya kedelai
Likert. Kategorinya :
Sikap petani tentang
Tidak setuju = 1
teknis pemasaran
Kurang setuju = 2 Setuju = 3
Keterampilan
Ketrampilan yang dimiliki petani dalam berusahatani kedelai
Ketrampilan petani yang diukur adalah: 1. Ketrampilan petani tentang teknis budidaya
Sangat setuju = 4 Ketrampilan diukur dengan menggunakan skala Likert. Kategorinya :
36
2.
kedelai Ketrampilan petani tentang teknis pemasaran
Tidak trampil = 1 Kurang trampil= 2 Trampil = 3 Sangat trampil = 4
Instrumentasi Validitas Instrumen Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat mengukur objek/hal ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1995). Oleh karena itu uji kesahihan alat ukur (validitas) perlu dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang dapat mengukur sesuatu yang seharusnya diukur secara tepat. Uji validitas instrumen meliputi : (1) validitas isi (content validity) merupakan alat pengukur yang dapat mewakili semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep, (2) Validitas kerangka (construck validity) yaitu dengan jalan menyusun tolak ukur operasional dari kerangka suatu konsep, dan (3) validitas eksternal, alat ukur baru yang digunakan di mana telah dihubungkan dengan alat lama yang valid. Teknik pengujian validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstrak, yaitu menyesuaikan pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner yang berkaitan dengan semua variable dalam penelitian dengan definisi-definisi konsep yang dikemukakan oleh para ahli yang tertulis dalam literatur.
Reliabilitas Instrumen Menurut Singarimbun dan Effendi (1989: 140) reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Alat ukur bila dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur tersebut dapat dikatakan reliabel. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur yang dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengujian reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan rumus koefisien alpha, yaitu :
α=
k ⎡ Vi ⎤ 1− k − 1 ⎢⎣ Vt ⎥⎦
Dimana :
37
α
: Reliabilitas alat ukur
k
: Banyaknya butir pertanyaan
Vi
: Jumlah varians butir pertanyaan
Vt
: Varians total Uji coba instrumen dilakukan di kecamatan peudada, tepatnya di desa
Alue Sijuk pada tanggal 23 Maret sampai dengan tanggal 7 April 2007. Petani yang dijadikan sampel sebanyak 30 0rang, selanjutnya petani tersebut tidak dimasukkan dalam responden penelitian. Hasil uji reliabilitas instrumen menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh untuk instrumen pengetahuan petani kedelai sebesar 0,84, sedangkan nilai untuk instrumen sikap dan keterampilan masing-masing sebesar 0,80 dan 0,74,. Dengan demikian instrumen ini reliabel digunakan dalam penelitian. Pengumpulan data
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dari petani kedelai yang dijadikan responden dengan menggunakan self adminsitered quesioner, yaitu kepada responden diberikan seperangkat pertanyaan yang kemudiaan diisi sendiri oleh responden. Instrumen daftar pertanyaan terdiri atas pertanyaan tertutup dan terbuka. Pertanyaan tertutup, responden memilih jawaban yang tepat dan benar dan pertanyaan terbuka responden mengisi dengan situasi yang sebenarnya pada tempat yang telah disediakan. Data sekunder dikumpulkan melalui pendekatan dari instansi terkait, pengambilan data difokuskan pada data-data yang berhubungan dengan usahatani kedelai. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret, dan dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh enumerator. Analisis data Data yang telah dikumpul, ditabulasi dan dianalisis kemudian dilakukan pengkatagorian sesuai dengan skor yang dihasilkan pada masing-masing hasil pengukurannya. Data dianalisis dengan mempergunakan koefisien korelasi spearman, pada taraf 0,01 dan 0,05 selain itu juga dilakukan analisa kualitatif deskriptif
38
terhadap beberapa pengamatan dan cacatan selama proses pengumpulan data serta laporan-laporan di daerah penelitian. Perhitungan uji statistik pada penelitian ini digunakan program SPSS versi 13.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Karakteristik Petani Kedelai Faktor Internal Faktor internal petani kedelai yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) Umur, (2) Pendidikan Formal, (3) Pengalaman berusahatani, (4) Pengalaman Manajemen, dan (5) Motivasi. Hasil selengkapnya seperti pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Distribusi petani kedelai berdasarkan faktor internal Faktor Internal (X1)
No 1
Umur (X1.1)
Pendidikan Formal (X1.2)
2
3 4 5
Pengalaman berusaha tani (X1.3) Pengalaman Manajemen (X1.4) Motivasi (X1.5)
Kategori
(%)
Muda (< 35) Sedang (35-43) Tua (> 43)
8,57 44,29 47,14
Rendah (< 6) Sedang (6-9) Tinggi (>9)
12,86 54,29 32,86
Sedikit (< 10,33) Cukup (10,33-15,67) Banyak ( > 15,67) Rendah ( < 6,67) Sedang ( 6,67-9,33) Tinggi ( > 9,33 ) Rendah ( < 8,67 ) Sedang (8,67-10,33) Tinggi ( > 10,33)
15,71 25,71 58,57 21,43 40,00 38,57 14,29 22,86 62,86
n = 70 Umur Tabel 3 menunjukkan bahwa umur merupakan aspek penting yang mempengaruhi seseorang dalam beraktifitas. Petani kedelai yang ada di wilayah Kecamatan Peudada dari segi usia tergolong sedang dan tua. Rata-rata umur petani adalah 42 tahun dengan kisaran umur antara 27-56 tahun. Usia petani kedelai yang dijadikan responden umumnya berumur sedang dan tua, dan relatif sedikit petani yang berusia muda. Petani yang masih muda atau berusia muda
39
akan mempunyai kemampuan bekerja atau beraktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang berumur lebih tua. Sektor pertanian dalam konteks beraktivitas idealnya ditekuni oleh usia yang lebih muda, hal ini dikarenakan beraktivitas dalam sektor pertanian harus didukung oleh kekuatan fisik. Kecendrungan lain bahwa dalam proses adopsi inovasi baru, petani yang berumur muda akan lebih tanggap bila dibandingkan dengan petani yang berumur lebih tua. Selanjutnya ada kelemahan dari petani yang berumur lebih tua, disatu sisi sudah berkurangnya kekuatan fisik, ada sisi lain lagi, dimana petani yang lebih tua mempunyai sifat kehati-hatian dan penuh pertimbangan sehingga dalam proses pengambilan keputusan terkesan lambat. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Wiriaatmadja (1986), bahwa umur petani akan mempengaruhi penerimaan petani terhadap hal-hal baru. Pendidikan Formal Tabel 3 menunjukkan rata-rata jumlah tahun pendidikan formal petani kedelai adalah 9 tahun, yang berarti bahwa rata-rata pendidikan formal petani kedelai yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen setara dengan siswa kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau lulus dari SLTP. Kisaran jumlah tahun pendidikan formal petani kedelai adalah 6-12 tahun. Pendidikan terendah petani kedelai di di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen adalah tamat SD sampai dengan pendidikan formal tertinggi yaitu pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Secara lebih detail, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan formal petani kedelai relatif rendah, hal ini karena
tingkat pendidikan sedang
berdasarkan kategori dari penelitian ini setara dengan kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dengan tingkat persentasenya mencapai 54,29 persen atau lebih dari setengah responden penelitian yaitu 38 orang dari 70 orang responden yang diteliti, namun demikian dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh responden telah menempuh pendidikan formal, sehingga diharapkan dengan semakin banyaknya petani yang berpendidikan akan memudahkan bagi dirinya dan kelompok masyarakat dalam menerima informasi atau pengetahuan yang berasal dari berbagai sumber informasi yang dapat memberikan nilai tambah (add value) dalam pengembangan usaha taninya serta dapat meningkatkan kesadaran dalam memperhatikan setiap anjuran di bidang pertanian.
40
Pengalaman Berusahatani kedelai. Rata-rata pengalaman petani dalam berusahatani kedelai mendekati 13 tahun dengan kisaran 5 – 20 tahun. Petani kedelai yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen Aceh telah memiliki bekal yang cukup baik untuk menekuni profesi sebagai petani kedelai. Pengalaman berusaha tani kedelai yang lama menggambarkan bahwa petani telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam berusahatani. Berdasarkan hal tersebut, dengan pengalaman berusahatani yang dimiliki responden akan erat kaitannya dengan cara menentukan langkah-langkah dalam melakukan tindakan pengelolaan usahatani dan juga akan efesien dalam mengerjakan sesuatu unit kerja tertentu dalam usahataninya. Menurut
Padmowihardjo
(1994:19-20)
pengalaman
adalah
suatu
kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Pengalaman seorang petani akan mempengaruhi petani dalam mengelola usahatani kedelai yang dilakukan. Pengalaman berusahatani memiliki peranan yang sangat penting bagi seseorang petani dalam mengembangkan usahataninya, dan menerima serta menerapkan teknologi baru. Pengalaman Manajemen Usaha Tani kedelai. Rata-rata pengalaman manajemen usahatani petani kedelai di Peudada Kabupaten Bireuen skornya adalah 8,76. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen usahataninya sudah baik. Namun bila ditinjau lebih rinci maka secara umum dapat dikatakan bahwa lebih sebagian dari jumlah petani yang dijadikan responden pengalaman manajemen usahatani kedelai dapat dikatakan masih relatif belum baik. Hal ini dilihat berdasarkan persentase petani yang pengalaman manajemen usahataninya baik, tidak mencapai 50 persen. Sebagian besar petani kedelai yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen masih belum memiliki sistem manajemen usahatani yang baik dalam usahataninya.
41
Motivasi Petani kedelai. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata motivasi petani dalam melakukan aktivitas dan proses usahatani kedelai adalah tinggi. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa petani kedelai yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen memiliki motivasi yang tinggi dalam beraktivitas disektor pertanian khususnya usahatani kedelai. Ini merupakan satu modal besar dari dalam diri petani sendiri untuk menunjang suksesnya berusahatani. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Suparno (2001:100) bahwa motivasi merupakan keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, keadaan sebagian besar petani kedelai yang memiliki motivasi yang tinggi akan sangat mendorong mereka dalam berusaha tani kedelai dan menerima atau mengadopsi informasi atau tehnologi yang baru guna meningkatkan hasil usahataninya. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi: luas lahan usahatani, pemanfaatan media, intensitas hubungan interpersonal, sarana dan prasarana produksi, dan kebijakan pemerintah. Data hasil penelitian secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Distribusi petani kedelai berdasarkan Faktor eksternal No
Faktor Eksternal (X2)
1
Luas Lahan Usahatani (X2.1)
2
Pemanfaatan Media (X2.2)
3
Intensitas Hubungan Interpersonal (X2.3)
4
Sarana dan Prasarana Produksi (X2.4)
5
Kebijakan Pemerintah (X2.5)
Kategori
(%)
Sempit (< 0,62) Sedang (0,63-0,86) Luas (> 0,87) Rendah (< 9,57) Sedang (9,58-12,32) Tinggi ( > 12,33) Rendah (< 5,66) Sedang (5,67-7,32) Tinggi (> 7,33) Rendah (< 8,00) Sedang (8,00-9,00) Tinggi (> 9,00) Rendah (< 13,32) Sedang (13,33-15,66) Tinggi (> 15,67)
25,71 32,86 41,43 27,14 57,14 15,71 40,00 38,57 21,43 24,29 27,14 48,57 31,43 38,57 30,00
42
n= 70 Luas Lahan Usahatani Luas lahan usahatani yang dimaksud dalam penelitian adalah luas lahan petani yang dimanfaatkan untuk berusahatani kedelai, yang dihitung dalam hektar (Ha). Pada Tabel 4 menunjukkan luas lahan usahatani petani kedelai dalam wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen adalah tergolong luas. Luas lahan rata-rata adalah 0,78 ha, dengan kisaran antara 0,40 -1,2 ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan usahatani petani kedelai yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen tergolong luas. Pemanfaatan Media massa Pemanfaatan media massa oleh petani yang dimaksud dalam penelitian adalah frekuensi petani mengkonsumsi media massa (koran, majalah, brosurbrosur, radio dan TV), yang dihitung berdasarkan jam/minggu. Berdasarkan penelitian, pemanfaatan media yang masuk dalam kategori rendah adalah skor < 9,57 jam/minggu, kategori sedang skor berkisar antara 9,58-12,32 jam, dan pemanfaatan media dalam kategori tinggi adalah > 12.33 jam. Pemanfaatan media massa oleh petani kedelai di Peudada masih sangat rendah. Hubungan Interpersonal Hubungan interpersonal yang dimaksud dalam penelitian adalah frekuensi petani berhubungan dengan orang lain ( petani, tokoh masyarakat dan penyuluh), yang berkaitan dengan usahatani kedelai, dan diukur berdasarkan hari/bulan. Berdasarkan penelitian, didapat hubungan interpersonal petani masih sangat rendah. adapun yang termasuk dalam kategori rendah skornya adalah < 5,67, kategori sedang skor berkisar antara 5,68-7,32, dan kategori tinggi dengan skor > 7,33. Sarana dan Prasarana Produksi Sarana dan prasarana produksi yang dimiliki oleh petani tergolong sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemilikan akan sarana dan prasarana produksi petani kedelai yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen tergolong sedang atau memadai. Kebijakan Pemerintah
43
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa petani menilai terhadap langkahlangkah keputusan yang telah diambil oleh pemerintah daerah (Pemda), terutama dalam pengembangan kedelai masih sangat rendah. dimana sebesar 31,43 persen petani menyatakan rendah terhadap langkah-langkah keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam mendukung usahatani kedelai, sebanyak 38,57 persen petani menyatakan sedang terhadap langkah-langkah keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah, dan sisanya sebanyak 30,00 persen petani menyatakan tinggi terhadap langkah-langkah keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam mendukung usaha tani kedelai. Hasil wawancara, ternyata para petani menyatakan bahwa kebijakan pemerintah hanya mendukung pada proses produksi dengan subsidi sarana dan prasarana produksi, akan tetapi pada saat pemasaran hasil pemerintah sama sekali tidak memberikan dukungan yang nyata, sehingga petani sangat lemah dalam menentukan harga produksi. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam mendukung usahatani kedelai di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen, para petani kebanyakan memberikan nilai sedang dan rendah. Kompetensi Petani Kedelai Kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (Lasmahadi, 2002:2). Kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan merupakan refleksi dari kinerja yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Secara sederhana kompetensi dapat didefinisisikan sebagai ciri-ciri khas atau kemampuan seseorang untuk menunjukkan kegiatan-kegiatan yang bersifat spesifik yang menghasilkan sesuatu yang spesifik dalam satu lingkungan kerja yang diusahakan dengan penuh tanggungjawab. Kompetensi menurut Mulyasa (2002:37), merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Syah (2002:229) menyatakan bahwa pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan dan kecakapan.
Kompetensi
44
petani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen, NAD, secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut.
Pengetahuan Pengetahuan petani dalam berusahatani kedelai adalah kemampuan kognitif petani dalam budidaya kedelai, dalam penelitian ini ada tujuh bidang utama yang harus diketahui petani dalam berusahatani, ketujuh bidang pengetahuan
tersebut adalah: Pemilihan varietas, penanaman, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengairan, panen dan pasca panen dan pemasaran hasil. Pengetahuan petani dalam berusahatani kedelai dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Pengetahuan Petani dalam Berusahatani Kedelai Pengetahuan Bidang Pengetahuan
R
S
T
(%)
(%)
(%)
Pemilihan Varitas
4,43
7,00
88,57
Penanaman
14,29
5,71
80,00
Pemupukan
7,14
9,00
83,86
Pengendalian Hama Penyakit
4,28
12,86
82,86
Pengairan
2,86
8,57
88,57
Panen dan Pascapanen
11,43
17,14
71,43
Pemasaran hasil
15,72
7,14
77,14
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan petani dalam berusahatani kedelai di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen tergolong tinggi. Bidang pengetahuan yang dikuasai petani berdasarkan persentase tertinggi berturut-turut adalah dalam pemilihan varitas dan pengairan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, penanaman, pemasaran hasil, dan panen dan pasca panen. Berdasarkan hasil penelitian, petani kedelai di Kecamatan Peudada umumnya sangat tinggi pengetahuan mereka dalam pemilihan varitas kedelai,
45
sangat mengetahui fungsi dan manfaat pengairan (drainase) untuk tanaman kedelai, mengetahui waktu tanam, jarak tanam dan cara tanam yang sesuai, mengetahui waktu, dosis/takaran dan cara pemupukan yang tepat, mengetahui cara pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) baik secara
biologis,
mekanis dan kimiawi, mengetahui waktu panen, cara panen dan penanganan pasca panen yang tepat untuk kedelai.
Sikap Sikap petani dalam berusahatani kedelai adalah reaksi petani dalam memilih berbagai alternatif mana yang diterima atau ditolak yang berhubungan dengan teknis budidaya, khususnya kedelai. Dalam penelitian ini ada tujuh bidang utama yang harus disikapi petani dalam berusahatani, ketujuh bidang tersebut adalah: Pemilihan varietas, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengairan, panen dan pasca panen dan pemasaran hasil. Sikap petani dalam berusahatani kedelai dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Tabel 6. Sikap Petani dalam Berusahatani Kedelai Sikap Bidang Sikap
R
S
T
(%)
(%)
(%)
Pemilihan Varitas
7,14
11,43
81,43
Penanaman
8,57
15,71
75,71
Pemupukan
8,57
8,57
82,86
Pengendalian Hama Penyakit
8,57
27,14
64,29
Pengairan
7,14
17,14
75,71
Panen dan Pascapanen
7,14
25,71
67,14
Pemasaran hasil
4,28
14,29
81,43
Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata sikap petani dalam berusahatani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen tergolong tinggi. Bidang sikap yang disepakati petani berdasarkan persentase tertinggi berturut-turut adalah dalam pemupukan, pemilihan varitas dan pemasaran hasil, penanaman dan pengairan, panen dan pasca panen, dan pengendalian hama penyakit tanaman. Berdasarkan hasil penelitian, petani kedelai di Kecamatan Peudada umumnya sangat tinggi sikap mereka dalam pemupukan yang tepat waktu, tepat
46
dosis dan tepat cara, pemilihan varitas kedelai, pemasaran hasil, penanaman yang sesuai ( waktu tanam, jarak tanam dan cara tanam), pengairan dengan sistem drainase, panen dan pasca panen yang baik untuk kedelai serta cara PHT yang sesuai.
Keterampilan Keterampilan petani adalah kemampuan psikomotorik petani dalam melakukan aktivitas berusahatani kedelai, dalam penelitian ini ada tujuh bidang utama yang dilihat dalam mengukur keterampilan petani, ketujuh bidang tersebut adalah: Pemilihan varietas, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengairan, panen dan pasca panen dan pemasaran hasil. Keterampilan petani dalam berusahatani kedelai dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Keterampilan Petani dalam Berusahatani Kedelai Keterampilan Bidang Keterampilan
R (%)
S
T
(%)
(%)
Pemilihan Varitas
2,86
38,57
58,57
Penanaman
7,14
32,86
60,00
Pemupukan
5,71
55,71
38,57
Pengendalian Hama Penyakit
1,43
30,00
68,57
Pengairan
21,43
21,43
57,14
Panen dan Pascapanen
7,14
22,86
70,00
Pemasaran hasil
20,00
47,14
32,86
Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata keterampilan petani dalam berusahatani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen tergolong sedang dibidang: panen dan pasca panen, pengendalian hama penyakit, penanaman, pemilihan varitas dan pengairan. Sedangkan rendah dibidang pemasaran hasil dan pemupukan tanaman. Berdasarkan hasil penelitian, petani di Kecamatan Peudada umumnya memiliki keterampilan sedang dalam berusahatani kedelai. Namun dalam bidang pemupukan dan pemasaran hasil mereka sangat tidak trampil, meskipun
47
pengetahuan dan sikap mereka tentang pemupukan dan pemasaran hasil tergolong tinggi. Umumnya mereka beranggapan bahwa daerah mereka sangat sesuai untuk berusahatani kedelai, terutama tingkat kesuburan tanah yang relatif baik untuk pertumbuhan kedelai, sehingga menurut mereka pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh yang berarti.
Hubungan Faktor Internal Dengan Kompetensi Petani Dalam penelitian ini, dari sisi internal ada 5 variabel yang digunakan untuk melihat hubungannya dengan kompetensi petani dalam berusahatani kedelai. Lima variabel dimaksud yaitu umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman, pengalaman manajemen dan motivasi.
Hubungan Faktor Internal dengan Pengetahuan Petani dalam Berusahatani Hubungan faktor internal dengan pengetahuan petani dalam berusahatani kedelai dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Hubungan Faktor Internal dengan Kompetensi Petani Karakte ristik Internal (X1) Umur (X1.1) Pendidikan formal (X1.2) Pengalaman (X1.3) Pengalaman Manajemen (X1.4) Motivasi (X1.5)
Kompetensi Petani Sikap Koefisien p korelasi 0,476** 0,000
Pengetahuan Koefisien p Korelasi 0,462** 0,000
Ketrampilan Koefisien P korelasi 0,566** 0,000
-0,268*
0,025
-0,301*
0,011
-0,353**
0,003
0,745**
0,000
0,706**
0,000
0,735**
0,000
0,334**
0,005
0,320**
0,007
0,336**
0,004
0,627**
0,000
0,633**
0,000
0,602**
0,000
Keterangan: n = 70 orang; p = peluang kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01 * Berhubungan nyata pada α = 0,05 Berdasarkan tabel di atas,
dapat diketahui bahwa umur, pengetahuan,
pengalaman, pengalaman manajemen usahatani, dan motivasi berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani, sedangkan pendidikan formal berhubungan (-) nyata ini berarti semakin bertambah usia seorang petani, maka pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusaha tani
48
kedelai juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan dengan bertambah usia maka petani
akan
semakin
dewasa
baik
secara
psikis,
psikologis
maupun matang secara sosiologis Dengan kedewasaan, seiring bertambah usia maka petani yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen akan semakin
berdaya
(kompetensinya
semakin
tinggi),
asalkan
dengan
bertambahnya usia diikuti dengan proses belajar (learning process) sehingga petani akan memiliki kompetensi yang lebih baik. Padmowihardjo (1994:36) mengatakan umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Selanjutnya Wiraatmadja (1986:13) mengemukakan bahwa umur petani akan mempengaruhi penerimaan petani terhadap hal-hal baru. Semakin dewasa umur seseorang maka semakin dewasa pula sikap mereka
dalam
menyikapi
sesuatu.
Soehardjo
dan
patong
(1984:45)
mengemukakan bahwa kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani itu sendiri, sehingga mengkategorikan umur berdasarkan kelompoknya, dimana kisaran umur 0-14 tahun adalah umur non produktif, 15-54 tahun adalah umur produktif dan kisaran 55 tahun ke atas adalah umur yang kurang produktif. Petani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen, umumnya masuk dalam kategori usia produktif yaitu umurnya berkisar antara 27-56 tahun. Kelompok usia produktif menurut Rochaety dkk. (2005:35) adalah mereka yang secara potensial memiliki kesiapan dan menghasilkan pendapatan untuk mendukung
kehidupan
dirinya,
keluarganya
dan
masyarakatnya.
Umur
berhubungan sangat nyata dengan keterampilan petani, dimana semakin dewasa umur petani, maka keterampilan mereka dalam berusahatani kedelai juga semakin tinggi. Pendidikan formal berkorelasi negatif secara nyata dengan pengetahuan dan sikap, serta berkorelasi negatif sangat nyata pada tingkat keterampilan petani. Hal ini mencerminkan bahwa semakin tinggi pendidikan formal petani tidak diikuti dengan tingginya pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam berusaha tani. Seharusnya seseorang yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang tinggi pula, artinya setiap peningkatan pengetahuan
49
seseorang pasti tidak terlepas dari andil pendidikan yang mereka telah tempuh. Sejalan dengan hal itu, Winkel (1986: 19-20) mengatakan bahwa pendidikan menunjukkan
tingkat
intelegensi
yang
berhubungan
dengan
daya
pikir
seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuannya. Pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku (Winkel,1986:19-20).
Pengetahuan
formal
mengindikasikan
kemampuan
intelektual petani kedelai masih tergolong rendah. Tingkat pendidikan petani kedelai yang tergolong rendah biasanya kurang berdaya. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan petani yang rendah akan berimplikasi pada kurang berani dalam menanggung risiko untuk mencoba hal-hal baru yang berhubungan dengan aktifitas berusaha tani kedelai.
Biasanya tingkat pendidikan petani
kedelai yang rendah lebih senang menerapkan teknik berusaha tani kedelai yang telah biasa mereka lakukan secara turun temurun. Pendidikan merupakan suatu proses yang dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan seorang petani serta akan mempengaruhi cara-cara berpikir seorang petani. Kemampuan petani dan keputusan yang diambil dalam mengelola usaha taninya sangat tergantung pada tingkat pendidikannya. Pada
umumnya
tingkat
pendidikan
yang
rendah
bukan
saja
menyebabkan petani kurang mengerti informasi yang menyangkut pembaharuan dalam usahataninya, tetapi lebih jauh daripada itu dapat menyebabkan petani sulit menerima apa yang dianjurkan. Sebaliknya, pada petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pengetahuan lebih banyak dan cakrawala berfikir yang lebih luas sehingga lebih cepat menerima tehnologi baru yang dianjurkan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin efesien dia bekerja. Hal ini sejalan dengan pendapat Syah (1995), bahwa pendidikan formal menunjukkan intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pemahaman petani kedelai mengenai segala sesuatu, baik peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap petani kedelai. Pendidikan merupakan proses belajar bagi
50
petani kedelai mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan upaya peningkatan taraf hidup petani kedelai. Hampir sejalan dengan umur, pengalaman berusahatani kedelai dan juga berhubungan secara sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani
dalam
berusahatani.
berpengalaman petani
Data
ini
menunjukkan
bahwa
semakin
yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten
Bireuen maka kompetensi petani dalam berusahatani kedelai semakin tinggi. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya pengalaman maka petani yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen, memiliki bekal yang cukup baik
untuk
berusahatani.
memecahkan Hermanto
masalah-masalah (1993-89)
yang
dihadapinya
mengemukakan
bahwa
dalam petani
mengembangkan kemampuan usahataninya dari pengalaman yang diperoleh secara turun temurun. Selanjutnya Kibler (1981: 51-52) mengatakan bahwa seseorang akan memperoleh keuntungan dari pengalamannya, karena dengan pengalaman itu ia akan mempunyai kesempatan melihat, membandingkan dan memilih sehingga mempermudah baginya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Gagne (1967: 32) mengatakan pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar yang dialami seseorang, kemudian menjadi pertimbanganpertimbangan baginya dalam menerima ide-ide baru. Selanjutnya Callahan (1966: 11) mengatakan bahwa pengalaman dapat mengarahkan perhatian seseorang pada minat, kebutuhan dan masalah–masalah yang dihadapinya. Pengalaman yang dilalui seseorang adakalanya dapat berfungsi membantunya dalam melakukan sesuatu, mendorongnya untuk memperhatikan sesuatu, mengarahkan seseorang agar berbuat secara hati-hati. Petani yang memiliki pengalaman berusahatani cukup lama, maka dalam melakukan aktivitas dalam berusahatani, mereka jauh lebih trampil daripada yang pengalamannya sedang dan sedikit. Middlebrook (1974) menambahkan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek secara psikologis cendrung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tertentu. Bagi orang yang telah lama menggeluti suatu pekerjaan akan lebih trampil dan cendrung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada orang yang baru. Pengalaman manajemen dalam berusahatani kedelai juga berhubungan secara sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam
51
berusahatani, ini menunjukkan bahwa semakin bagus pengalaman manejemen usahataninya maka semakin tinggi kompetensi petani dalam berusaha tani kedelai. Dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam berusaha tani, maka semakin baik pula manajemen usahataninya. Mosher (1977: 33-35) mengatakan peranan lain yang harus dimiliki petani dalam usahataninya adalah sebagai manajer atau pengelola. Sebagai seorang manajer usahatani, petani perlu memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang manajemen usahatani. Ketrampilan sebagai pengelola mencakup kegiatan berpikir yang didorong oleh kemauan, terutama dalam hal pengambilan keputusan atau penetapan pilihan dari alternatif-alternatif yang ada. Sangat penting bagi petani dalam meningkatkan kecakapannya sebagai pengelola, sehingga ia dapat mengambil manfaat dari setiap kesempatan baik, yang terbuka baginya, berusaha membuat usahataninya seproduktif mungkin dengan keuntungan yang terus bertambah. Petani yang memiliki manajemen berusahatani yang baik sangat berhubungan dengan pengambilan sikap mereka dalam melakukan usahatani. Petani merupakan manajer, yang harus bisa mengelola usahanya dengan baik, dimana dalam tahapan-tahapannya mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Umumnya petani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen, dalam berusahatani, mereka masih memiliki manejemen usahatani yang tergolong sedang dengan pola manajemen yang masih sederhana sekali. Petani
sebagai
seorang
manajer
haruslah
mampu
mengelola
usahataninya dengan menerapkan sistem manajemen usahatani yang baik. Manajemen usahatani yang harus diperhatikan petani yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Petani sebagai manajer diharapkan memiliki ketrampilan khusus dalam manajemen usahatani yang digelutinya. Manajemen merupakan rangkaian kegiatan tindakan/proses dalam mengelola suatu usaha agar dapat menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Asngari (2001: 19) mengatakan bahwa petani sebagai manajer diharuskan menguasai ketrampilan pengelolaan usahatani yang dilakukan. Ketrampilan merupakan inti dari kompetensi seseorang pada pekerjaannya. Derajat ketrampilan seseorang merupakan kombinasi komplek dari kognitif,
52
afektif dan psikomotorik, semakin lengkap maka semakin sempurna ketrampilan yang dikuasai. Petani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen umumnya memiliki motivasi tinggi dalam berusahatani. Motivasi mereka tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dorongan dan kebutuhan. Dorongan yang menjadi pemicu tingginya motivasi petani disebabkan berbagai faktor (multiple factor), dan salah satu faktor yang memegang peranan penting, yaitu tingginya permintaan kedelai oleh konsumen, dan akhirnya berdampak pada tingginya harga jual kedelai di pasaran. Morgan (1961) mengemukakan bahwa konsep motivasi tidak bisa dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (needs). Tindakan yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang didorong oleh kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan tersebut tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan (Thantowi, 1993). Selanjutnya Suparno (2000: 83-90) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu kalau mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan berhasil (the experience of success) akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari sesuatu. Selain itu seseorang akan termotivasi untuk belajar jika yang dipelajari mendatangkan keuntungan, baik keuntungan dalam nilai ekonomi atau sosial. Motivasi seseorang sangat besar kontribusinya dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam mengambil suatu keputusan, mempertimbangkan inovasi apa yang harus dia adopsi, dalam usaha pemgembangan usahataninya. Menurut Padmowihardjo (1994:135) motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Selanjutnya Sudjana (1991:162) mengatakan motivasi belajar adalah motivasi insentif. Motivasi tersebut menggambarkan kecendrungan asli manusia untuk menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan di sekelilingnya. Semakin tinggi motivasi petani untuk melakukan usahatani, baik dalam hal mencari pengetahuan, memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan khususnya
dalam
hal
adopsi
suatu
inovasi
yang
berkaitan
dengan
pengembangan usahataninya, serta motivasinya dalam merealisasikannya melalui tindakan, maka akan memperoleh keterampilan yang tinggi pula dalam berusahatani.
Motivasi
sangat
besar
kontribusinya
dalam
meningkatkan
kompetensi petani di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen dalam berusahatani.
53
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal dengan kompetensi petani dalam berusahatani kedelai, diterima. Berdasarkan jawaban hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor internal petani sangat berhubungan nyata dengan dengan kompetensi petani. Faktor internal yang dimaksud meliputi; umur petani, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, pengalaman manajemen dan motivasi. Umur benrhubungan sangat nyata dengan kompetensi petani. semakin bertambah usia seorang petani, maka pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusaha tani kedelai juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan dengan bertambah usia maka petani akan semakin dewasa baik secara psikis, psikologis maupun matang secara sosiologis Dengan kedewasaan, seiring bertambah usia maka petani yang ada di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen akan semakin
berdaya
(kompetensinya
semakin
tinggi),
asalkan
dengan
bertambahnya usia diikuti dengan proses belajar (learning process) sehingga petani akan memiliki kompetensi yang lebih baik. Semakin dewasa umur seseorang maka semakin dewasa pula sikap mereka
dalam
menyikapi
sesuatu.
Soehardjo
dan
patong
(1984:45)
mengemukakan bahwa kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani itu sendiri, sehingga mengkategorikan umur berdasarkan kelompoknya, dimana kisaran umur 0-14 tahun adalah umur non produktif, 15-54 tahun adalah umur produktif dan kisaran 55 tahun ke atas adalah umur yang kurang produktif. Pendidikan formal berkorelasi negatif secara nyata dengan pengetahuan dan sikap, serta berkorelasi negatif sangat nyata pada tingkat keterampilan petani. Sejalan dengan hal itu, Winkel (1986: 19-20) mengatakan bahwa pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuannya. Pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku (Winkel,1986:19-20).
Pendidikan
merupakan
suatu
proses
yang
dapat
menambah dan meningkatkan pengetahuan seorang petani serta akan mempengaruhi cara-cara berpikir seorang petani. Kemampuan petani dan keputusan yang diambil dalam mengelola usaha taninya sangat tergantung pada tingkat pendidikannya.
54
Tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pemahaman petani kedelai mengenai segala sesuatu, baik peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap petani kedelai. Pendidikan merupakan proses belajar bagi petani kedelai mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan upaya peningkatan taraf hidup petani kedelai. Hampir sejalan dengan umur, pengalaman berusahatani kedelai dan juga berhubungan secara sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam berusahatani. Hermanto (1993-89) mengemukakan bahwa petani mengembangkan kemampuan usahataninya dari pengalaman yang diperoleh secara turun temurun. Selanjutnya Kibler (1981: 51-52) mengatakan bahwa seseorang akan memperoleh keuntungan dari pengalamannya, karena dengan pengalaman itu ia akan mempunyai kesempatan melihat, membandingkan dan memilih sehingga mempermudah baginya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengalaman manajemen dalam berusahatani kedelai juga berhubungan secara sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam berusahatani, ini menunjukkan bahwa semakin bagus pengalaman manejemen usahataninya maka semakin tinggi kompetensi petani dalam berusaha tani kedelai. Dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam berusaha tani, maka semakin baik pula manajemen usahataninya. Mosher (1977: 33-35) mengatakan peranan lain yang harus dimiliki petani dalam usahataninya adalah sebagai manajer atau pengelola. Sebagai seorang manajer usahatani, petani perlu memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang manajemen usahatani. Ketrampilan sebagai pengelola mencakup kegiatan berpikir yang didorong oleh kemauan, terutama dalam hal pengambilan keputusan atau penetapan pilihan dari alternatif-alternatif yang ada. Sangat penting bagi petani dalam meningkatkan kecakapannya sebagai pengelola, sehingga ia dapat mengambil manfaat dari setiap kesempatan baik, yang terbuka baginya, berusaha membuat usahataninya seproduktif mungkin dengan keuntungan yang terus bertambah. Petani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen umumnya memiliki motivasi tinggi dalam berusahatani. Motivasi mereka tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dorongan dan kebutuhan. Selanjutnya Suparno (2000: 83-90) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan
55
sesuatu kalau mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan berhasil (the experience of success) akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari sesuatu. Selain itu seseorang akan termotivasi untuk belajar jika yang dipelajari mendatangkan keuntungan, baik keuntungan dalam nilai ekonomi atau sosial. Hubungan Faktor Eksternal Dengan Kompetensi Petani Kedelai Dalam penelitian ada lima variabel yang dilihat berdasarkan faktor eksternal yang berhubungan dengan kompetensi petani dalam berusahatani kedelai. Adapun lima variabel tersebut adalah yaitu luas lahan, pemanfaatan media massa, hubungan interpersonal, sarana dan prasarana pertanian, dan kebijakan pemerintah. Hubungan faktor eksternal dengan kompetensi petani dalam berusahatani kedelai dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini. Tabel 9 Hubungan Faktor Eksternal dengan Kompetensi Petani Karakteristik Eksternal (X2) Luas Lahan (X2.1 Pemanfaatan Media (X2.2) Hubungan Interpersonal (X2.3) Sarana dan Prasarana (X2.4) Kebijakan Pemerintah (X2.5)
Pengetahuan Koefisien P Korelasi
Kompetensi Petani Sikap Koefisien P korelasi
Ketrampilan Koefisien p korelasi
0,111
0,358
0,194
0,107
0,322**
0,007
0,028*
0,815
-0,028
0,819
-0,299*
0,012
-0,359**
0,002
-0,364**
0,000
-0,437**
0,000
0,542**
0,000
0,574**
0,000
0,493**
0,000
-0,455**
0,000
-0,490**
0,000
-0,350**
0,003
Keterangan: n = 70 orang; p = peluang kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01 * Berhubungan nyata pada α = 0,05 Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana pertanian sangat berhubungan nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani, selanjutnya pemanfaatan media massa berhubungan nyata dengan pengetahuan petani dan berkorelasi negatif nyata dengan keterampilan
56
petani, sedangkan hubungan interpersonal dan kebijakan pemerintah berkorelasi negatif sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani. Sarana dan prasarana produksi sangat dibutuhkan petani dalam melakukan aktivitas pertanian, agar menjadi pendukung dalam peningkatan produksi. Sarana produksi yang mendukung usahatani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen antara lain; tersedianya benih bermutu, pupuk, obat-obatan (pestisida, herbisida dan fungisida), dan peralatan pertanian lainnya, meskipun peralatan yang mereka gunakan umumnya masih sederhana. prasarana pertanian yang sangat memfasilitasi petani dalam berusahatani kedelai adalah adanya pedagang-pedagang saprodi di daerah mereka meski jumlahnya sangat terbatas, melalui pedagang tersebut para petani mendapatkan sarana produksi yang mereka butuhkan. Sedangkan prasarana lainnya, seperti; koperasi atau lembaga-lembaga perkreditan lainnya, sangat dibutuhkan petani, tidak tersedia lagi, transportasi/pengangkutan yang sangat terbatas, jalan-jalan yang belum memadai. semua itu dapat menghambat kreativitas petani dalam mengembangkan produksi. Luas lahan tidak berhubungan atau berkorelasi dengan pengetahuan dan sikap petani, akan tetapi luas lahan berhubungan secara sangat nyata terhadap aspek ketrampilan. Ini berarti semakin luas lahan usahatani kedelai maka semakin tinggi ketrampilan petani dalam mengelola usahataninya. Mardikanto (1993:217), menyatakan bahwa luas lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi total, dan sekaligus sumber pendapatan usahatani. Dengan demikian petani yang memiliki lahan yang lebih luas akan memberikan pengaruh terhadap usahatani yang dilakukan, sehingga cenderung meningkatkan ketrampilan dalam berusahatani untuk menghasilkan produksi total yang tinggi. Pemanfaatan media berhubungan nyata dengan pengetahuan dan berhubungan nyata dengan keterampilan petani. . Akan tetapi pemanfaatan media berkorelasi (-) secara nyata dengan tingkat ketrampilan petani. Berdasarkan penelitian, ditemukan fakta bahwa petani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen sangat rendah, bahkan hampir tidak pernah memanfaatkan media massa (baik berupa koran, majalah, brosur-brosur, radio dan tv) dalam hal penambahan informasi mengenai pengembangan usahatani kedelai. Hal ini dikarenakan beberapa faktor antara lain: daerah mereka jauh dari pusat kota, ditambah tidak ada fasilitas angkutan umum yang mudah mereka
57
dapatkan, jalan –jalan yang menghubungkan antar desa masih kurang memadai, minimnya ketersediaan media massa yang menginformasikan tentang pertanian, khususnya tentang kedelai. Media massa merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi peningkatan kompetensi petani. Melalui media tersebut petani akan mengetahui informasi terbaru, dalam hal ini, yang paling penting adalah teknologi pertanian yang setiap saat berkembang ke arah yang lebih baik, dimana dengan teknologi, petani akan lebih mudah dalam berusahatani. Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media massa dapat digunakan untuk mengubah prilaku, terutama yang kecil dan kurang penting, atau perubahan untuk memenuhi keinginan yang ada(Van den Ban dan Hawkins, 1999:150). Selanjutnya Suseno (2003:96-97) mengatakan bahwa beberapa media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi antara lain: surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, internet dan yang sejenisnya. Media tersebut selain untuk sumber informasi, juga untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan perasaan kepada orang lain. Hubungan interpersonal berkorelasi (-) sangat nyata dengan ketiga unsur kompetensi yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Dari hasil wawancara ternyata petani yang memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan usaha tani yang sudah mapan, relatif jarang menanyakan masalah usahatani kedelainya kepada petugas penyuluhan dan sesama petani, hal ini karena mereka menganggap bahwa dirinya relatif mampu dalam menjawab persoalan-persoalan yang timbul dalam proses usahatani kedelai. Petani yang maju tidak akan puas dengan
hasil
yang
didapatkan,
mereka
akan
selalu
berusaha
untuk
meningkatkan kompetensi mereka, dan salah satu cara yang paling murah dan mudah adalah dengan sering melakukan hubungan komunikasi yang efektif baik dengan sesama petani, tokoh masyarakat dan penyuluh yang ada di daerah mereka. Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu, karena pada dasarnya manusia memiliki naluriah untuk berkelompok dengan manusia lainnya (Padmowihardjo, 1994) dan melalui interaksi dengan individu lain seseorang akan dapat berkembang untuk dapat menunjukkan eksistensi dirinya.
Wiraatmadja
(1990:29-30)
mengatakan
bahwa
dalam
kegiatan
penyuluhan seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani,
58
yang dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan menimbulkan timbal balik (feedback). Hal ini penting bagi penyuluh, yaitu untuk dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi akan berjalan dengan baik. Selanjutnya variabel sarana dan prasarana berkorelasi positif dengan ketiga unsur dari kompetensi yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Korelasi positif secara sangat nyata terhadap pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh petani maka semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dimiliki oleh seorang petani kedelai di wilayah Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen. Menurut Sudjati (1981:83) sarana merupakan alatalat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mosher (1973:115-142) menyatakan bahwa tersedianya sarana merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian. Ketersediaan sarana produksi mutlak diperlukan agar dapat menjadi pendukung dalam peningkatan produksi. Kebijakan pemerintah merupakan variabel eksternal terakhir yang dikaji hubungannya terhadap kompetensi petani. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah berkorelasi negatif secara sangat signifikan dengan pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Petani kedelai di Kecamatan Peudada kabupaten Bireuen umumnya tidak puas dengan kebijakan pemerintah dalam mendukung kelancaran usahatani mereka. Peran pemerintah sangatlah sedikit dalam upaya peningkatan kompetensi mereka. Kebijakan yang ada hanya berupa program-program yang bersifat insidentil, dimana tujuan dari program tersebut bukan untuk pemberdayaan dan pembinaan petani, sehingga setelah program itu berakhir petani tidak mengalami peningkatan kompetensi yang nyata. Kebijakan yang sangat dibutuhkan petani dalam upaya pengembangan kedelai, meliputi pengadaan dan distribusi sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida, dan kredit usahatani), penyuluhan dan pemasaran hasil melalui sistem kelembagaandan pembinaan dari tingkat pusat dan tingkat desa (Anas, R. Dkk dalam Amang, B., 1996: 419). Penyuluh merupakan jembatan bagi petani untuk dapat menyampaikan aspirasi, atau sekedar mencari solusi dalam masalah yang mereka hadapi, dan juga
sebagai
sumber
informasi
terbaru
bagi
petani.
Mereka
sangat
mengharapkan adanya penyuluh yang profesional, penyuluh yang benar-benar
59
menguasai ruang lingkup kedelai, mulai dari teknik budidaya sampai pemasaran hasil. Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara faktor eksternal petani dengan kompetensi mereka dalam berusahatani kedelai diterima. Berdasarkan jawaban hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor/dukungan eksternal sangat berhubungan nyata dengan kompetensi petani dalam berusahatani kedelai. Faktor eksternal tersebut meliputi; luas lahan, pemanfaatan media, hubungan interpersonal, dukungan sarana dan prasarana produksi dan kebijakan pemerintah. Umumnya setiap faktor eksternal tersebut secara terpisah atau bersama-sama turut menentukan tingkat kompetensi petani dalam mengembangkan usahatani kedelai. Luas
lahan
tidak
berhubungan
atau
berkorelasi
dengan
pengetahuan dan sikap petani, akan tetapi luas lahan berhubungan secara sangat nyata terhadap aspek ketrampilan. Semakin luas lahan usahatani kedelai maka semakin tinggi ketrampilan petani dalam mengelola usahataninya. Mardikanto (1993:217), menyatakan bahwa luas lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi total, dan sekaligus sumber pendapatan usahatani. Dengan demikian petani yang memiliki lahan yang lebih luas akan memberikan pengaruh terhadap usahatani yang dilakukan, sehingga cenderung meningkatkan ketrampilan dalam berusahatani untuk menghasilkan produksi total yang tinggi. Media massa merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi peningkatan kompetensi petani. Melalui media tersebut petani akan mengetahui informasi terbaru, dalam hal ini, yang paling penting adalah teknologi pertanian yang setiap saat berkembang ke arah yang lebih baik, dimana dengan teknologi, petani akan lebih mudah dalam berusahatani. Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media massa dapat digunakan untuk mengubah prilaku, terutama yang kecil dan kurang penting, atau perubahan untuk memenuhi keinginan yang ada(Van den Ban dan Hawkins, 1999:150). Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu, karena pada dasarnya manusia memiliki naluriah untuk berkelompok dengan manusia lainnya (Padmowihardjo, 1994) dan melalui interaksi dengan individu
60
lain seseorang akan dapat berkembang untuk dapat menunjukkan eksistensi dirinya.
Wiraatmadja
(1990:29-30)
mengatakan
bahwa
dalam
kegiatan
penyuluhan seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani, yang dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan menimbulkan timbal balik (feedback). Hal ini penting bagi penyuluh, yaitu untuk dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi akan berjalan dengan baik. Sarana dan prasarana produksi sangat penting dalam usahatani kedelai. Menurut Sudjati (1981:83) sarana merupakan alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mosher (1973:115-142) menyatakan bahwa tersedianya sarana merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian. Ketersediaan sarana produksi mutlak diperlukan agar dapat menjadi pendukung dalam peningkatan produksi. Kebijakan pemerintah sangat berperan dalam upaya peningkatan kompetensi petani. Kebijakan yang sangat dibutuhkan petani dalam upaya pengembangan kedelai, meliputi pengadaan dan distribusi sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida, dan kredit usahatani), penyuluhan dan pemasaran hasil melalui sistem kelembagaandan pembinaan dari tingkat pusat dan tingkat desa (Anas, R. Dkk dalam Amang, B., 1996: 419).