BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Penelitian 1. Analisis Statistik Deskriptif Berdasarkan hasil analisis deskriptif statistik, maka berikut di dalam tabel 4.1 akan ditampilkan karakteristik sampel yang digunakan di dalam penelitian ini meliputi : jumlah sampel (N), rata- rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum serta standar deviasi bagi masing – masing variabel. Tabel 4.1 Deskriptif Variabel Penelitian Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
RETURN
65
-.90
1.81
.1083
.43487
EVA
65
3.E11
9.E14
2.44E13
1.129E14
EPS
65
1.25
1.81E5
6.9176E3
31442.25403
MVA
65
3.E12
3.E14
8.38E13
8.356E13
Valid N (listwise)
65
(Sumber: Output SPSS 16,(data diolah penulis)) Keterangan: EVA
= Economic Value Added
EPS
= Earning Per Share
MVA
= Market Value Added
Y
= Return Saham
56
57
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.1 tersebut, hasil interpretasi lebih lanjut atas statistik deskriptif masing-masing variabel adalah: a. Variabel EVA (X1) memiliki nilai terendah yaitu 3E11 yang diperoleh dari PTBA dan nilai tertinggi yaitu 9.E14 yang diperoleh dari ITMG Sedangkan rata-rata dari EVA yang masuk Jakarta Islamic Index tahun 2010-2014 adalah 2.44E13 dengan standar deviasi sebesar 1.129E14. b. Variabel EPS (X2) memiliki nilai terendah yaitu 1.25 yang diperoleh dari LSIP dan nilai tertinggi yaitu 1.81E5 yang diperoleh dari ITMG Sedangkan rata-rata dari EVA yang masuk Jakarta Islamic Index tahun 2010-2014
adalah 6.9176E3 dengan standar deviasi sebesar
31442.25403. c. Variabel MVA (X3) memiliki nilai terendah yaitu 3.E12 yang diperoleh dari LSIP dan nilai tertinggi yaitu 3.E14 yang diperoleh dari ASII Sedangkan rata-rata dari MVA yang masuk Jakarta Islamic Index tahun 2010-2014 adalah 8.38E13 dengan standar deviasi sebesar 8.356E13. d. Variabel RETURN (Y) memiliki nilai terendah yaitu -0.09 yang diperoleh dari UNTR dan nilai tertinggi yaitu 1.81 yang diperoleh dari ASRI Sedangkan rata-rata dari Return yang masuk Jakarta Islamic Index tahun 2010-2014 adalah 0.1083 dengan standar deviasi sebesar 0.43487.
58
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel independen dan dependen mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Model regresi yang baik memiliki model yang mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Uji normalitas dapat dilihat dengan analisis grafik dan analisis statistik. 1) Analisis Grafik Analisis grafik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Normal Probability Plot. Berikut hasil uji normalitas yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Gambar 4.1. Gambar Grafik Histogram
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Dengan melihat tampilan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang mendekati
59
normal, tidak menceng ke kiri maupun ke kanan. Namun demikian, dengan melihat histogram dinilai kurang memberikan hasil yang maksimal sehingga perlu melihat normal probability plot, dimana pada grafik normal pola
terlihat
titik-titik
menyebar
disekitar
garis
diagonal
serta
penyebarannya mengikuti arah diagonal, sebagaimana ditampilkan pada gambar 4.2. berikut: Gambar 4.2. Normal Probability Plot
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Normal Probability Plot untuk uji regresi variabel dependen return terlihat bahwa titik-titik menyebar berhimpit di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dari grafik tersebut maka dinyatakan bahwa model regresi pada penelitian ini memenuhi syarat.
60
2) Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S) Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik nonparametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika signifikasi hasil uji K-S nilainya lebih besar dari 0,05 berarti data terdistribusi normal. Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dapat dilihat dalam Tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Uji Normalitas (Uji Kolmogorov- Smirnov) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
65
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 .41831531
Absolute
.105
Positive
.105
Negative
-.090
Kolmogorov-Smirnov Z
.848
Asymp. Sig. (2-tailed)
.469
a. Test distribution is Normal.
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Berdasarkan hasil tabel 4.2 tersebut, nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,848 dengan nilai signifikansi 0,469. Data signifikansi tersebut menunjukkan lebih besar dari 0,05 yang menyatakan bahwa residual terdistribusi secara normal atau dengan kata lain telah memenuhi syarat uji normalitas.
61
b. Uji Multikolonieritas Uji Multikoloniaritas dilakukan sebagai syarat untuk analisis regresi berganda dan juga untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas itu sendiri. Pada model regresi yang baik, antar variabel independen seharusnya tidak terjadi korelasi. Untuk mengetahui uji multikolonieritas dapat dilihat dari nilai Variance Inflancion Factor (VIF) yang terdapat memiliki masing-masing variabel seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolonieritas Collinearity Statistics Model
Tolerance
VIF
1(Constant) EVA
.800
1.251
EPS
.794
1.260
MVA
.978
1.022
a. Dependent Variable: RETURN
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Suatu regresi dinyatakan bebas dari multikolinieritas mempunyai nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa variabel independen memiliki nilai tolerance > 0,1 yaitu 0,800; 0,794; 0,978 serta nilai VIF < 10 yaitu 1,251; 1,260; 1,022. Dengan demikian untuk uji multikolonieritas tidak terjadi masalah antar variabel independen dalam model regresi.
62
c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier memiliki korelasi antara kesalahan pengganggu memiliki periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t -1 (sebelumnya).1 Jika terjadi korelasi, maka dinamakan memiliki problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk itu mendeteksi gejala autokorelasi menggunakan Uji Durbin – Watson (DW), sebagai berikut: Tabel 4.4 Uji Durbin – Watson Hipotesis Nol
Keputusan
Jika
Memiliki autokorelasi positif
Tolak
0 < d
Tidak ada korelasi positif
No decision
dl d du
Tidak ada korelasi negative
Tolak
4 – dl < d < 4
Tidak ada korelasi negative
No decision
4 – du d 4 – d1
Tidak ada korelasi, positif atau negatif
Tidak ditolak
du < d < 4- du
Hasil regresi dengan nilai signifikansi 0,05 ( = 0,05) dengan jumlah variabel bebas (k =3) dan banyaknya data (n =65) deperoleh D –W dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut: 1
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19 (Semarang: Badan Penerbit Undip, 2011), hlm. 110.
63
Tabel 4.5 Hasil Uji Durbin – Watson b
Model Summary
Model
R
1
.273
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.075
.029
Durbin-Watson
.42848
1.535
a. Predictors: (Constant), MVA, EVA, EPS b. Dependent Variable: RETURN
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa hasil uji Durbin –Watson sebesar 1.535, sedangkan dalam tabel D-W dengan jumlah observasi (n) = 65 dan jumlah variabel independen (k) = 3 dengan tingkat signifikansi 0,05 didapat dL = 1.5035 dan dU = 1.6960. sehingga nilai 4 – dL = 4 – 1.5035 = 2.4965 dan 4 – dU = 4 - 1.6960 = 2,304 maka dapat disimpulkan bahwa tidak dapat diputuskan karena nilai DW sebesar 1.535 berada diantara 1,5035 dan 1.6960. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.3: Gambar 4.3 Hasil Uji Durbin Watson
Tidak Ada Autokorelasi
1.535 Ada Autokorelasi +
1,5035
Ada Autokorelasi -
1.6960 2.4965
4
2,304
2.4965 2.
64
Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa tidak dapat diputuskan karena nilai DW sebesar 1.535 berada diantara 1,5035 dan 1.6960. Maka dilakukan Run Test sebagai bagian dari statistik nonparametik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan antar korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Berikut adalah hasil dar uji Run Test: Tabel 4.6 Hasil Run Test Runs Test Unstandardized Residual a
Test Value
.01604
Cases < Test Value
32
Cases >= Test Value
33
Total Cases
65
Number of Runs
32
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-.373 .709
a. Median
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Hasil output SPSS menunjukkan bahwa Nilai test adalah 0.01604 dengan probabilitas 0.709 signifikansi pada 0.05 yang berarti hipotesis nol diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual random atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.
65
d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan terhadap salah satu asumsi klasik yang mensyaratkan homoskasdestisitas. Jika pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola yang teratur, maka mengidentifikasi telah terjadi heteroskedastisitas dan jika tidak membentuk pola yang jelas serta titik yang menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas itu dengan melihat gambar Scatterplots seperti pada gambar 4.4 di bawah ini Gambar 4.4 Gambar ScatterPlot
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Berdasarkan gambar 4.4 Scatterplot tersebut diketahui bahwa titiktitik menyebar di atas dan di bawah angka nol atau tidak membentuk pola
66
yang jelas. Oleh karena itu hasil ini menunjukkan bahwa data yang telah terjadi
homoskasdestisitas
atau
dengan
kata
lain
tidak
terjasi
heterokedastisitas. 1) Uji Glejser Jika variabel independen signifikan secara statistic mempengaruhi variabel indpenden, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Hasil tampilan output SPSS dengan jelas menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistic mempengaruhi variabel indpenden absolut Ut (AbsUt). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Hasil setelah di uji glejser pada tabel 4. 7 sebagai berikut: Tabel 4.7 Hasil Uji Glejser Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error .306
.056
EVA
-2.823E-16
.000
EPS
-9.011E-7
MVA
-4.607E-17
Coefficients Beta
t
Sig.
5.518
.000
-.106
-.753
.454
.000
-.095
-.667
.507
.000
-.013
-.101
.920
a. Dependent Variable: ABSUT
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis))
67
Setelah dilakukan uji glejser, maka diketahui bahwa dari 3 variabel independen signifikansi diatas 5%. Maka model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. 3. Uji Hipotesis a. Analisis Regresi berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui dan menganisis pengaruh variabel EVA, EPS dan MVA terhadap Return Saham. Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Regresi Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
1(Constant)
Coefficients
Std. Error .193
.079
EVA
-4.128E-16
.000
EPS
-2.694E-6
MVA
-6.690E-16
Beta
t
Sig.
2.456
.017
-.107
-.778
.440
.000
-.195
-1.409
.164
.000
-.129
-1.033
.306
a. Dependent Variable: RETURN
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : RETURN = 0,193 4,128E-16EVA – 2,694E-6EPS – 6,690E16MVA + e Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
68
1) Koefisien konstanta sebesar 0,193 dan bertanda positif hal ini berarti EVA, EPS dan MVA dalam kepemilikan tetap, maka return saham akan bernilai sebesar 0,193. 2) Koefisien regresi EVA sebesar 4,128E-16 dan bertanda negatif, hal ini berarti setiap kenaikan satu persen EVA dengan asumsi variabel independen
lainnya tetap, maka return saham akan mengalami
penurunan sebesar 4,128E-16. 3) Koefisien regresi EPS sebesar – 2,694E-6 dan bertanda negatif, hal ini berarti setiap kenaikkan satu persen EPS dengan asumsi variabel independen lainnya tetap, maka return saham akan mengalami peningkatan sebesar 2,694E-6. 4) Koefisien regresi MVA sebesar - 6,690E-16 dan bertanda negatif, hal ini berarti setiap kenaikkan satu persen MVA dengan asumsi variabel independen lainnya tetap, maka return saham akan mengalami peningkatan sebesar 6,690E-16. b. Uji Signifikansi 1) Uji Statistik t (parsial) Uji t yaitu pengujian yang digunakan untuk mengetahui apakah Economic Value Added (EVA) variabel earning per share (EPS) dan Market Value Added (MVA) mempunyai pengaruh terhadap Return saham. Hasil pengujian hipotesis secara parsial dapat dilihat pada Tabel 4.9 sebagai berikut:
69
Table 4.9 Hasil Uji Statistik t Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
1(Constant)
Coefficients
Std. Error .193
.079
EVA
-4.128E-16
.000
EPS
-2.694E-6
MVA
-6.690E-16
Beta
t
Sig.
2.456
.017
-.107
-.778
.440
.000
-.195
-1.409
.164
.000
-.129
-1.033
.306
a. Dependent Variable: RETURN
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Hasil analisis uji t yang didapat dari Tabel 4.9 tersebut adalah sebagai berikut: a) Pengaruh EVA (X1) Terhadap Return Saham (Y) Variabel independen EVA memiliki t
hitung
sebesar -0.778 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.440. karena t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu -0.778 < 1.99962 dan nilai signifikansinya 0.440 > 0.05 maka H01 diterima dan Ha1 ditolak. Dengan demikian, variabel independen EVA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. b) Pengaruh EPS (X2) Terhadap Return Saham (Y) Variabel independen EPS memiliki t
hitung
sebesar -1.409 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.164. karena t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu -1.409 < 1.99962 dan nilai signifikansinya 0.454 > 0.05 maka H02 diterima
70
dan Ha2 ditolak. Dengan demikian, variabel independen EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. c) Pengaruh MVA (X3) Terhadap Return Saham (Y) Variabel independen MVA memiliki t
hitung
sebesar -1.033 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.306. karena t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu -1.033 < 1.99962 dan nilai signifikansinya 0.306 > 0.05 maka H03 diterima dan Ha3 ditolak. Dengan demikian, variabel independen EVA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
2) Uji Statistik F (simultan) Uji statistik F bertujuan untuk mengetahui variabel independen terhadap variabel dependennya secara bersama-sama (simultan). Hasil uji statistik F akan ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 4.10 Hasil Regresi Uji F b
ANOVA Model
Sum of Squares
1 Regression
df
Mean Square
.904
3
.301
Residual
11.199
61
.184
Total
12.103
64
F 1.641
Sig. .189
a
a. Predictors: (Constant), MVA, EVA, EPS b. Dependent Variable: RETURN
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Dari hasil uji ANOVA atau F test pada tabel 4.10 tersebut, didapat nilai F
hitung
sebesar 1.641 dengan signifikansi 0.189 dimana signifikansi
71
tersebut lebih besar dari 0.05. Dengan menggunakan tabel F, didapat nilai F tabel
sebesar (2.76). Hal tersebut menunjukkan bahwa F hitung (1.641) < F tabel
(2.76) sehingga Ha4 ditolak dan H04 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa EVA, EPS dan MVA secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. 3) Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar presentase perubahan atau variasi dari variabel dependen bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi dari variabel independen.2 Semakin tinggi nilai koefisien determinasi akan semakin baik kemampuan variabel independen dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Hasil pengujian koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai adjusted R square pada analisis regresi berganda. Hasil pengujian koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 4.11 sebagai berikut: Tabel 4.11 Hasil Uji Koefisien Determinasi b
Model Summary
Model 1
R
R Square .273
a
Adjusted R Square
.075
.029
a. Predictors: (Constant), MVA, EVA, EPS b. Dependent Variable: RETURN
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis))
2
Imam Ghozali, Aplikasi analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19 (Semarang: Badan Penerbit Undip, 2011) hlm. 97.
72
Dilihat dari hasil pengujian tersebut dapat diketahui nilai Adjusted R Square sebesar 0.029 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 2.9%. Sedangkan sisanya sebesar 97.1% dapat dijelaskan oleh variable-variabel lain diluar penelitian ini. 4) Uji Linear Uji Linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan benar atau tidak. Disini uji yang digunakan adalah uji langrange multiple yang bertujuan untuk mendapatkan nilai C2 hitung (n × R2). Tabel 4.12
b
Model Summary
Model 1
R .205
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.042
-.042
.78249
a. Predictors: (Constant), MVA, EPS, EVA b. Dependent Variable: LnRETURN
(Sumber: Output SPSS 16, (data diolah penulis)) Dari tabel diatas didapat R2 = 0.042 dengan jumlah n observasi adalah 65, maka besarnya nilai C2 hitung = 65 × 0.042 × 100% = 273. Nilai C2 hitung dibandingkan C2 tabel dengan df= n – k = 65 – 4 = 61 dan tingkat signifikansi 0.05 didapat C2 tabel = 80.23. karena C2 hitung = 2.73 < C2 tabel
73
= 80.23 maka dapat disimpulkan bahwa model yang benar adalah model liniear.3 B. Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini peneliti akan memaparkan pembahasan mengenai hasil analisis yang telah dilakukan secara parsial. Secara umum dapat disimpulkan bahwa variabel independen Economic Value Added (EVA) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Sedangkan variabel independen Earning Per Share (EPS) dan Market Value Added (MVA) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini sebagaimana terlihat dalam analisis berikut ini: 1. Pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap return Saham Variabel independen EVA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham yang dibuktikan dengan nilai t
hitung
sebesar -0.778 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.440. Hasil penelitian mengenai EVA yang mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap return saham konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Marvina Rosa, Erly Mulyani dan Bambang Sudiyatno. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Malavia Mardani, Dian Agustia dan Lilis Puspitawati. Dalam jurnal S. Utama menyatakan bahwa Economic Value Added yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi 3
Mansur Chadi Mursid, Pratikum Komputer Keuangan (Model Persamaan Regresi dengan SPSS, Model Persamaan Struktural dengan Lisrel dan Pengantar Aplikasi Akuntansi). Hlm. 22.
74
pemilik modal karena perusahaan mampu
menghasilkan tingkat
pengembalian modalnya. Hal ini menandakan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal, oleh karena itu hal ini menarik minat investor dan atau calon investor untuk menanam kan dananya ke perusahaan tersebut dan hal ini mendorong terjadinya permintaan terhadap saham yang bersangkutan semakin banyak maka harga saham akan meningkat. Dengan meningkatnya harga saham maka return yang diterima investor pun akan meningkat. Sebaliknya EVA yang nagatif menunjukkan bahwa nilai perusahaan menurun karena tingkat pengembalian lebih rendah dari biaya modal.4 Dan diperkuat dengan teori yang menyatakan, jika EVA positif, maka perusahaan sedang menciptakan kekayaan. Jika EVA negatif, maka perusahaan sedang menyia-nyiakan modal5. Teori yang lain menyatakan jik EVA positif berarti ada nilai tambah bagi perusahaan. Hal ini biasanya akan direspon dengan meningkatnya harga saham. Demikian pula sebaliknya, apabila EVA negatif, berarti perusahaan mengalami penurunan kinerja yang biasanya akan direspon dengan penurunan harga saham.6 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa EVA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham hal ini menunjukkan bahwa nilai perusahaan menurun yang beimbas pada penurunan harga saham 4
S. Utama, “Economic Value Added: Pengukuran dan Penciptaan Nilai Perusahaan” (Jurnal, April 1997,No. 4 Th XXVI), hlm. 10-13. 5 Hansen Mowen, Akuntansi Manajerial Edisi 8 Buku 1 (Jakarta: Salemba Empat, 2015), hlm. 569. 6 Najmudin, Manajemen Keuangan dan Syar’iyah Modern, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2011) hlm. 94.
75
perusahaan. Dengan melihat data harga saham
masing-masing
perusahaan, beberapa perusahaan yang tidak konsisten dengan harga sahamnya dan cenderung menurun dari tahun 2010-2014 seperti AALI, ASII, ITMG, KLBF, PTBA, TLKM dan UNTR. Selain itu, ada beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan harga saham dari tahun 2010-2014 seperti UNVR, ASRI, INTP, LPKR, LSIP dan SMGR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan EVA yang terjadi pada tahun 2010-2014 cenderung mengalami penurunan. Sebab lain yang bisa dikaitkan dengan hasil di atas adalah kenyataan tentang kerumitan perhitungan EVA, angka EVA tidak langsung tersedia dalam laporan keuangan perusahaan, berbeda dengan arus kas operasi dan earning, yang bisa diperoleh dari laporan laba rugi dan laporan arus kas. Untuk menghitung EVA diperlukan banyak data, sebagai akibat dari kerumitan ini, para pelaku pasar modal menghadapi kendala waktu untuk mengambil keputusan investasi berdasarkan EVA.7 2. Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap return Saham Dari hasil analisis di atas, maka diperoleh kesimpulan bahwa EPS menghasilkan nilai t
hitung
sebesar -1.409 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0.164 yang mana signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05. Dari hasil uji t tersebut dapat disimpulkan bahwa EPS tidak ada pengaruh
7
Pradhono, Pengaruh Economic Value Added, Residual Income, Earning dan Arus Kas Operasi Terhadap Return yang diterima Oleh Pemegang Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia), (Jurnal Fakultas Ekonomi UKP, 2004 Vol. 6, No, 2). Hal. 160
76
signifikan terhadap return saham. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisa Ika Hanani, dimana EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Sedangkan penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulia Firdaus, Asril, Saniman Widodo dan Nicky Nathaniel yang menghasilkan bahwa EPS berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai EPS maka semakin tinggi juga laba yang akan diperoleh pemegang saham.8 Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang sahamnya., semakin besar keberhasilan usaha yang dilakukan dan semakin besar pula return sahamnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk memberikan imbalan pada setiap lembar saham belum maksimal. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat pertumbuhan EPS dari masing-masing perusahaan. Dengan melihat data EPS masing-masing perusahaan, terdapat beberapa perusahaan yang konsisten dengan pertumbuhan EPS yang semakin meningkat dari tahun 2010-2014 seperti INTP, LPKR, dan SMGR. Selain itu, ada beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan dan penurunan tingkat EPS dari tahun 2010-2014 8
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab, (Jakarta: Salemba Empat, 2012) hlm. 154.
77
seperti AALI, ASII, KLBF, LSIP, PTBA, TLKM dan UNTR.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan EPS yang terjadi pada tahun 2010-2014 cenderung mengalami penurunan. 3. Pengaruh Market Value Added (MVA) terhadap return Saham Dari hasil analisis di atas, maka diperoleh kesimpulan bahwa Variabel independen MVA memiliki t
hitung
sebesar -1.033 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0.306 yang mana signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05. Dari hasil uji t tersebut dapat disimpulkan bahwa MVA tidak ada pengaruh signifikan terhadap return saham. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ita Trisnawati dalam jurnalnya yang berjudul “pengaruh Economic Value Added, Arus Kas Operasi, dimana MVA tidak, Residual Income, Earning, Operating Laverage dan Market Value Added Terhadap Return Saham” menunjukkan hasil MVA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Sedangkan penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri Kurnia Widiati, yang menghasilkan bahwa MVA berpengaruh signifikan terhadap return saham. Dalam jurnal Herdiana Pipit menyatakan MVA merupakan alat ukur ekternal yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengalokasikan dana. MVA merupakan nilai kini EVA maka semakin tinggi nilai EVA nilai MVA akan semakin tinggi pula. Rendahnya nilai MVA merupakan penghancur bagi perusahaan, karena perusahaan
78
dikatakan mampu memberikan kemakmuran bagi investornya apabila nilai MVA positif9. Pada periode tertentu MVA menunjukkan terjadinya kombinasi antara penurunan harga saham seperti pada perusahaan AALI, ITMG, LPKR, LSIP, PTBA DAN TLKM. Misalnya pada perusahaan AALI pada tahun 2010 harga sahamnya 26200 dan 2011 menurun harga sahamnya menjadi 21700. Hal tersebut menyebabkan penurunan MVA. Hal ini senada dengan teori yang menyatakan Nilai Tambah Pasar (Market Value Added) yaitu kenaikan nilai saham perusahaan di atas nilai awalnya (setoran awal). Bila harga saham naik melebihi nilai saat pemegang saham menyetor maka berarti nilai perusahaan meningkat atau ada nilai tambah pasar (MVA). Demikian pula sebaliknya bila harga saham lebih kecil dari nilai awalnya maka berarti nilai tambah pasarnya negatif.10
9
Herdiana Pipit, “Pengaruh Economic Value Added, Operating Cash Flow, Residual Income, Earnings, Operating Leverage Dan Market Value Added Terhadap Return Saham (Studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Tahun 2008-2011)”, (Jurnal Universitas Dian Nuswantoro). 10
Drs. Akhmad Sakhowi, dan Mahirun, Manajemen Keuangan (Pekalongan : Fakultas Ekonomi Universitas Pekalongan, 2011) hlm. 72.