AKTIVITAS ENZIM DEHIDROGENASE PADA BEBERAPA SAMPEL TANAH DI BALAI PENELITIAN TANAH BOGOR Oleh : Katon Sasongko Damarmoyo* *Mahasiswa Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai kondisi fisik, kimia serta proses biologi yang secara nyata dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Rai et al., 2010). Tanah juga merupakan habitat, kompleks yang dinamis dan hidup untuk sejumlah besar organisme, termasuk wakil-wakil dari semua kelompok mikroorganisme, alga, dan hampir semua filum hewan. Seperti yang kita ketahui bahwa mikroorganisme dalam tanah memiliki peranan penting dalam mempertahankan kualitas tanah dan keseimbangan ekosistem, dan berpotensi sebagai indikator biologis yang sensitif dalam perubahan lingkungan (Zhang, 2006). Mikroorganisme tanah menyediakan keterkaitan biologi dengan lingkungan fisik dan kimia tanah, mempengaruhi lingkungan, dan pada gilirannya terpengaruhi oleh lingkungan itu sendiri (Rai et al., 2010). Kriteria kesuburan tanah ditentukan oleh kombinasi tiga faktor yang saling berinteraksi, yaitu faktor fisis, khemis dan biologis. Karakteristik fisis dan khemis tanah dapat dipahami lebih sempurna daripada karakteristik biologis-nya. Oleh karenanya lebih banyak diketahui status fisis dan khemis tanah, dan sedikit informasi tentang status biologis tanah. Memang ada sedikit kesulitan dalam menentukan status biologis tanah, karena substansinya bersifat hidup, dinamis dan dapat mengalami perubahan pada ruang dan waktu. Sifat dinamis pada status biologis tanah ini memberikan peluang besar dalam pengelolaannya. Status biologis tanah dapat memberikan peringatan dini adanya degradasi tanah, sehingga memungkinkan untuk menerapkan praktek-praktek pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan (Loreau et al, 2001). Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme, mikroorganisme tanah seperti bakteri dan jamur sangat mempengaruhi kesuburan tanah, oleh karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan dalam pembentukan suatu ekosistem. Mikroorganisme tanah juga bertanggung jawab atas pelapukan
bahan
organik
dan
pendauran
unsur
hara,
dengan
demikian 1
mikroorganisme mempunyai pengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah (Anas, 1989). Aktivitas dehidrogenase merupakan salah satu indikator metabolisme oksidatif mikroba yang berlangsung secara intraselular pada sel-sel hidup (viabel). Di dalam tanah, dehidrogenase menjadi bagian integral dari sel-sel utuh dan tidak berakumulasi secara ektraselular. Aktivitas dehidrogenase menunjukkan aktivitas rata-rata populasi mikroba aktif. Aktivitas dehidrogenase dalam tanah merupakan suatu indikator sistem redok biologis yang dapat digunakan sebagai ukuran intensitas metabolisme dalam tanah (Tabatabai, 1994). Enzim Tanah adalah sekelompok enzim yang biasa dalam tanah dan peran penting dalam mempertahankan ekologi tanah, sifat fisik dan kimia, kesuburan dan kesehatan tanah. Enzim-enzim ini berfungsi biokimia dalam keseluruhan proses dekomposisi bahan organik dalam sistem tanah (Das and Ajit, 2011). Aktivitas enzim dalam tanah adalah terutama dari mikroba, berasal dari intraseluler, sel yang terkait atau enzim bebas. Keseimbangan yang unik dari komponen kimia, fisika, dan biologi (termasuk mikroba terutama aktivitas enzim) berkontribusi untuk menjaga kesehatan tanah. Dengan demikian untuk melakukan evaluasi kesehatan tanah memerlukan indikator dari semua komponen tersebut (Das and Ajit, 2011). Metode TTC-DHA direkomedasikan sebagai metodologi yang sangat sensitif dan sederhana untuk penentuan aktivitas bakteri (Lazarova and Manem, 1995). TTC triphenyl tetrazolium chlorideis merupakan jenis pewarna larut yang tidak berwarna, yang berfungsi sebagai terminal penerima dalam reaksi biokimia. Triphenylformazan (TF) bentuk garam dalam sel mikroba ketika besi TTC bereaksi dengan atom H dan dapat diekstraksi dari sel-sel yang menggunakan pelarut organik (Qing Tian et al, 2006). Hasil Triphenyl formazan ( TF ) meningkat dengan meningkatnya konsentrasi TTC, pH, suhu dan waktu inkubasi dalam rentang tertentu. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa hasil TF lebih sensitif dalam merubah suhu, pH diikuti oleh konsentrasi TTC dan waktu inkubasi. Meskipun laju peningkatan aktivitas enzim tersebut menurun secara bertahap dengan peningkatan suhu, tidak ada enzim denaturation teramati di bawah 550 C (Ghaly and Mahmoud, 2006) Kadar C-organik berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim dehidrogenase, semakin tinggi kadar C-organik tanah semakin tinggi aktivitas enzim dehidrogenase. 2
Dari hasil pengamatan aktivitas aktivitas dehidrogenase serta produksi CO2-tanah terlihat ada sedikit perbedaan tingkat kadar C-organik terhadap aktivitas mikroba tanah. Pengukuran aktivitas mikroba tanah berdasarkan produksi CO2 memberikan hasil kadar C-organik yang lebih rendah dibanding dengan berdasarkan aktivitas dehidrogenase. Hal ini disebabkan CO2 merupakan produk akhir dari proses respirasi mikroba aerob (Nannipieri et al., 1990) sedangkan aktivitas dehidrogenase untuk pengukuran aktivitas mikroba tanah secara keseluruhan (Casida, 1977; Chendrayan et al., 1979).
B. TUJUAN DAN MANFAAT a. Mengetahui tugas dan fungsi serta kelembagaan Balai Penelitian Tanah. b. Mengetahui dan mempelajari aktivitas yang dilakukan dalam analisis biologi tanah di Balai Penelitian Tanah. c. Memahami dan melakukan analisis aktivitas enzim dehidrogenase tanah.
3
II. KEADAAN LEMBAGA KERJA LAPANGAN A.
SEJARAH SINGKAT Balai Penelitian Tanah merupakan lembaga penelitian yang awalnya didirikan oleh pemerintah Belanda, namun dalam perkembangannya sudah sering berganti nama dan berubah struktur organisasi. Sejarahnya dimulai pada tahun 1905 ketika Hindia Belanda mendirikan sebuah laboratorium yang bernama laboratorium voor Agrogeologie en Grond Onderzoek yang merupakan bagian dari Plantentuin (sekarang Kebun Raya Bogor). Pada tahun 1930 menjadi Bodemkundig Instituut. Tahun 1942, pada masa penjajahan Jepang, berubah nama menjadi Dozyoobu dan ketika Negara Republik Indonesia baru saja diproklamirkan, nama Bodemkundig Instituut kembali digunakan. Pada tahun 1950 bernama Balai Penyelidik Tanah, dan tahun 1961 menjadi Lembaga Penyelidikan Tanah. Setahun kemudian (1962) bernama Penyelidikan Tanah dan Pemupukan, selanjutnya menjadi Lembaga Penelitian Tanah pada tahun 1976, dan menjadi Pusat Penelitian Tanah pada tahun 1981. Pada tahun 1990 mandat penelitian meluas kebidang agroklimatologi dan namanya berubah menjadi Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak). Pada tahun 2001 mendapat mandat untuk pengembangan, sehingga menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak). Pada tahun 2006 mendapat mandat untuk meningkatkan kinerja sehingga menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Berdasarkan SK. Menteri Pertanian: 08/ pemerintahan/ OT.140/ 3/ 2006. Pada tanggal 1 maret 2006, dibentuk tiga balai dan satu lokasi penelitian, yang merupakan unit pelaksana teknis dari Balai Besar Litbang SDLP. Balai-balai tersebut adalah Balai Penelitian Tanah (Balittanah) di Bogor, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat) di Bogor, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balitra) di Banjarbaru, dan Lokasi Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian (Lolingtan) di Jakenan, Jawa Tengah.
B.
VISI DAN MISI Visi Menjadi lembaga penyedia teknologi pengelolaan sumberdaya tanah yang handal dan berkelas dunia untuk mendukung sistem pertanian industrial dan pembangunan pertanian berkelanjutan.
4
Misi 1. Berkontribusi nyata dalam peningkatan produktivitas pertanian melalui penciptaan inovasi baru; 2. Meningkatkan efisiensi dan percepatan diseminasi teknologi; 3. Mengembangkan jaringan kerjasama nasional dan internasional; dan 4. Mengembangkan kapasitas institusi dan SDM penelitian tanah yang profesional dan berintegritas.
C.
LOKASI BALAI Balai Penelitian Tanah berlokasi di area Kampus Penelitian dan Pengembangan Pertanian Cimanggu, Jalan Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor.
D.
STRUKTUR LEMBAGA
BBSDLP (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian ) Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, MSc.
Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Dr. Ir. Ali Jamil M.P.
Sub Bagian TU (Herry Sastramihardja, PM
E.
Seksi Jasa Penelitian
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat) Dr. Haris Syahbuddin, DEA
Seksi Pelayanan Teknik
Ir. Joko Purnomo, M.Si
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M. Agr
Balai Penelitian lingkungan Pertanian (Balingtan) Dr. Ir. Prihasto Setyanto, M.Sc
Kelompok Fungsional Peneliti
Kelti Kimia & Kesuburan Tanah
Kelti Fisika & Konservasi Tanah
Kelti Biologi & Kesehatan Tanah
Dr. Husnain
Dr. Irawan
Dr. Ir. Ratih Dewi Hastuti, M.Sc
KELOMPOK PENELITI BALITTANAH a. Kimia dan Kesuburan Tanah Kegiatan penelitian kesuburan tanah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanah melalui teknik pengelolaan hara dan pupuk serta perbaikan sifat kimia tanah. Penelitian ini meliputi uji tanah untuk rekomendasi pemupukan, pengelolaan hara terpadu dan sistem pertanian organik pada ekosistem lahan sawah dan lahan kering.
5
b. Fisika dan Konservasi Tanah Penelitian konservasi, rehabilitasi dan reklamasi tanah antara lain ditujukan untuk memperoleh alternatif teknologi konservasi, rehabilitasi dan reklamasi lahan, dan mengadaptasikan teknologi pengelolaan air atau irigasi suplemen melalui teknik konservasi secara vegetatif dan mekanik. Dari beberapa percobaan model prediksi erosi pada skala tampungan mikro (micro catchment) atau skala daerah aliran sungai (DAS), telah dihasilkan beberapa teknologi yang dapat direkomendasikan, antara lain: pembuatan terjunan, embung, penanaman tanaman keras, tanaman penutup tanah atau rumput pakan yang ditanam sebagai penutup lahan perkebunan yang dikombinasikan dengan ternak. Teknologi tersebut bertujuan untuk meningkatkan simpanan air, menyediakan pakan dan sumber bahan organik in situ, dan menurunkan laju erosi. c. Biologi dan Kesehatan Tanah Sasaran dan prioritas penelitian biologi tanah adalah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik dan pengomposan limbah pertanian serta bahan organik lainnya melalui pemanfaatan mikroba dan makrofauna tanah. Teknik generik yang diupayakan diperoleh melalui penelitian teknologi bioproses pupuk hayati, bioaktivator perombakan bahan organik, dan bioremediasi untuk pemulihan tanah-tanah bermasalah. Penelitian dan pengembangan produk dilakukan melalui penggalian potensi berbagai organisme tanah yang manfaatnya dapat meningkatkan fungsi sumberdaya hayati tanah secara optimum. Ini mencakup mikroba dan makrofauna tanah yang berperan da lam penyediaan atau fasilitasi penyerapan hara, pemacuan tumbuh tanaman, perombakan bahan organik, pembenah tanah, dan lain-lain. Kegiatan yang rutin dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah adalah enumerasi bakteri dan cendawan baik pada tanah maupun pupuk, analisis bakteri pelarut fosfat, dan aktivitas enzimatis di tanah antara lain aktivitas enzim dehidrogenase. Kelompok peneliti di Biologi dan Kesehatan Tanah memiliki anggota peneliti antara lain : Dr. Subowo, M.Si, Ir. Jati Purwani. M.S, Ir. R. Cinta Badia Br. Ginting, M.Si, Dr. Ir. Rasti Saraswati, M.S, Dra. Rosmimik, M.Si, Dr. Edi Husen, Surono,S.P, Drs. Ea Kosman, Dr. Erny Yuniarti, Dr. Ir. Ratih Dewi Hastuti, M.Sc, Selly Salma, M.Si, Khamdanah, S.Si, Sarmah, S.Si, Endang, S.Si. 6
F. FASILITAS Fasilitas penelitian mencakup laboratorium fisika dan biologi tanah, rumah kaca, kebun percobaan (di Taman Bogo, Lampung), basisdata tanah, dan museum tanah. Laboratorium kimia tanah terakreditasi sebagai Laboratorium Penguji oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standardisasi Nasional. a. Laboratorium
Laboratorium Kimia Tanah Laboratorium kimia tanah mampu menganalisis sebanyak 600-700 contoh tanah; 400-500 contoh tanaman; dan 80-120 contoh pupuk tiap bulan. Analisis meliputi unsur hara makro, mikro, dan kemasaman tanah. Laboratorium kimia ini telah terakreditasi sebagai Laboratorium Penguji berdasarkan SNI 19-17025-2000 yang dikeluarkan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standardisasi Nasional.
Laboratorium Fisika Tanah Laboratorium fisika tanah mampu menganalisis sebanyak 150-200 contoh tanah. Analisis meliputi berat jenis, ruang pori total, kadar air pada berbagai tegangan (pF), tekstur, permeabilitas, nilai Atterberg dan kandungan air optimum untuk pengolahan tanah, indeks stabilitas agregat, laju perkolasi, dan coefficient of linear extensibility (COLE).
Laboratorium Biologi Tanah Laboratorium biologi tanah dapat menganalisis contoh tanah dan pupuk
hayati
fungsional,
untuk
penetapan
populasi
mikroba,
karakter
aktivitas mikroba, dan enzim. Analisis mencakup total
populasi bakteri, Aktinomisetes, jamur (satuan koloni), Rhizobium (MPN), jamur mikoriza arbuskuler (jumlah propagul), bakteri penambat N hidup bebas (Azotobacter, Azospirillum), Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman (penghasil
AIA,
(Alcaligenes),
Siderophore),
mikroba
pelarut
bakteri fosfat,
penghasil jamur
anti
mikroba
lignoselulolitik
(Tricoderma, Aspergilus), respirasi tanah, dan aktivitas enzim (βglucosidase, dehidrogenase), dan lain-lain. b. Basis Data Unit basis data tanah mengelola data tanah secara komputerisasi untuk memudahkan penyimpanan dan pemanggilan data (storing dan retrieving
7
data). Data digital disimpan dalam bentuk spasial maupun tabular, sehingga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan analisis sesuai dengan kepentingan pengguna. c. Rumah Kaca Rumah kaca terletak di kompleks instalasi penelitian tanah di daerah Sindang Barang, Laladon, Bogor. Di kompleks ini juga terdapat laboratorium fisika dan laboratorium uji tanah. d. Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung Kebun percobaan (KP) Taman Bogo, Lampung seluas 20,14 ha terletak pada ketinggian 30 m dpl., pada 50o LS dan 105o BT, termasuk wilayah administrasi Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur. Tanahnya termasuk ordo Ultisol yang mewakili lahan kering masam terluas di Indonesia (sekitar 45,80 juta ha). Produktivitas tanah masam umumnya rendah, namun sangat potensial untuk pengembangan pertanian dengan penerapan inovasi teknologi pengelolaan lahan yang tepat. Tugas Kebun Percobaan Taman Bogo: i. Tempat penelitian dan pengkajian ii. Lokasi show window dan visitor plot iii. Kebun benih sumber iv. Kebun produksi v. Lokasi Agrowisata e. Museum Tanah Museum tanah menyajikan berbagai koleksi hasil penelitian tanah seperti makromonolit tanah-tanah di Indonesia. Makromonolit merupakan irisan tegak penampang tanah utuh yang diawetkan, berukuran panjang (tinggi), lebar, dan tebal, 150 x 25 x 2-4 cm. Koleksi lainnya adalah peralatan survei tanah, buku panduan pengamatan tanah di lapang, contoh batuan, maket konservasi tanah, contoh pupuk organik dan anorganik, perangkat uji tanah sawah, peta, dll. Museum tanah membantu para pelajar, peneliti, dan masyarakat umum mengenali jenis-jenis tanah dan praktek-praktek pengelolaannya di Indonesia.
8
III.
PELAKSANAAN
A. JADWAL KEGIATAN Kegiatan Kerja Lapangan
yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah
(BALITTANAH) Bogor dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2014 – 21 Februari 2014 (5 minggu). Jadwal kegiatan Kerja Lapangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : No
Minggu
Kegiatan Pada minggu pertama penulis melakukan observasi di Balai Penelitian Tanah mulai dari visi dan misi, fasilitas maupun kegiatan yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah dalam hal ini Kelti Biologi dan Kesehatan Tanah. Observasi dilakukan dengan
1
Minggu I (20-24 Jan‘14)
cara melakukan wawancara kepada Kepala Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah maupun peneliti yang ada disana. Penulis juga dijelaskan tentang proses sterilisasi bahan/ alat dan preparasi sampel/bahan sebagai awal analisis biologi tanah. Pada minggu ini pula penulis diberikan tema/ kegiatan yang akan dilakukan untuk Kerja Lapangan yakni Aktivitas Enzim Dehidrogenase. Penulis dibimbing oleh Ibu Khamdanah, S.Si. Pada minggu kedua penulis mulai melakukan analisis Aktivitas Enzim Dehidrogenase bersama pembimbing dan melakukan
2
Minggu II
diskusi dengan pembimbing tentang analisis aktivitas enzim
(27-31 Jan‘14)
dehidrogenase serta melakukan diskusi dengan peneliti lainnya diluar tema yang dikerjakan, antara lain diskusi tentang Fauna Tanah. Pada minggu ini penulis diajak melihat dan melakukan sebagian
3
Minggu III
proses enumerasi bakteri dan cendawan. Penulis juga diajak
(3-7 Feb‘14)
melihat dan melakukan analisis respirasi tanah yang dibimbing oleh Dr Edi Husen.
4
Minggu IV
Pada
minggu
ini
penulis
melakukan
analisis
(10-14 Feb‘14)
dehidrogenase dan membantu analisis respirasi tanah.
enzim
Pada minggu ini penulis mulai mencari pustaka dan menyusun 5
Minggu V
laporan pelaksanaan Kerja Lapangan. Pada tanggal 18 Februari
(17-21 Feb‘14)
2014 penulis melaksanakan seminar hasil Kerja Lapangan di Balai Penelitian Tanah.
9
B. METODOLOGI Tema yang diberikan dalam Kerja Lapangan ini adalah analisis aktivitas enzim dehidrogenase pada tanah. Aktivitas Enzim Dehidrogenase dilakukan dengan metode Substrat TTC (modifikasi metode Casida, 1964; Ohliger, 1995). Prinsip metode ini berdasarkan estimasi laju reduksi triphenyltetrazolium chloride (TTC) menjadi triphenylformazan (TPF) di dalam tanah setelah inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. TPF yang dihasilkan diekstrak dengan metanol, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 485 nm. Alat dan bahan yang diperlukan dalam melaksanakan analisis ini adalah : Alat -
Labu takar 100 ml dan 1.000 ml
-
Glass vial
-
Kertas saring
-
Vortex
-
Pipet mikro 1.000 µLdan pipet serologis 5 ml, 10 ml
-
Spektrofotometer dan kuvet
Bahan -
Bufer Tris-HCl (0,1 M) Larutkan 12,11 g tris-(hydroxymethyl)-aminomethane dengan 700 ml akuades dalam labu takar 1.000 ml dan sesuaikan pH larutan dengan HCl 25% menjadi: pH 7,8 untuk tanah asam (pH< 6) pH 7,6 untuk tanah netral (pH 6-7) pH 7,4 untuk tanah-tanah yang kayak akan karbonat (pH> 7) Lengkapi volume larutan menjadi 1.000 ml dengan akuades. Bungkus wadah dengan aluminium foil.
-
Larutan substrat TTC 3% Larutkan 3 g TTC dengan bufer Tris-HCl (pH bergantung pH contoh tanah) lalu lengkapi volumenya menjadi 100 ml. Bungkus wadah dengan aluminium foil, simpan dalam refrigerator (suhu 4oC).
-
Metanol
-
Larutan stok standar (500 µg TPF ml-1) Larutkan 50 mg TPF dengan metanol dalam labu takar 100 ml, lalu lengkapi volumenya menjadi 100 ml dengan metanol.
10
Prosedur Pengukuran harus dilakukan di ruangan dengan cahaya minimum (tanpa nyala lampu), karena TTC dan TPF sangat peka terhadap cahaya. Semua pengukuran dilakukan duplo dengan 1 blangko. -
Timbang 5 g tanah dalam glass vial. Koreksi kadar air terlebih dahulu (50% WHC)
-
Tambahkan 2 ml TTC dan 2 ml Buffer Tris-HCl (untuk blangko, tambahkan 4 ml Buffer tris-HCl tanpa TTC).
-
Tutup vial lalu divortek dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C dalam keadaan gelap.
-
Setelah inkubasi, tambahkan 20 ml metanol ke dalam masing-masing tabung dan dishaker selama 2 jam dalam keadaan gelap lalu semua tabung dikocok pada suhu ruang selama 2 jam dalam keadaan gelap dengan shaker linier 125 rpm.
-
Suspensi tanah di saring dengan kertas saring Whatman no.5 yang telah dibasahi dengan metanol. Filtrat ditampung dalam labu volumetrik 50 ml.
-
Untuk mengekstrak semua produk TPF, tanah dalam vial di bilas 2 kali (@ 10 ml) dengan metanol dan terakhir kertas saring juga dibilas dengan metanol (3 pipet).
-
Filtrat dalam labu volumetrik ditetapkan volumenya (V) dengan metanol.
-
Optical density (absorbansi) filtrat diukur pada λ = 385 nm
Kurva kalibrasi -
Pipet 0,125 ml; 0,25 ml; 0,375 ml; 0,5 ml; 0,75 ml; 1,0 ml; 1,25 ml dan 1,5 ml larutan standar TPF dalam labu takar (25 ml) dan tepatkan volumenya 25 ml dengan metanol untuk mendapatkan konsentrasi 2,5 ppm; 5 ppm; 7,5 ppm; 10 ppm; 15 ppm; 20 ppm; 25 ppm; dan 30 ppm. Ukur absorbansi semua larutan dengan spekrofotometer pada panjang gelombang 485 nm. Kurva standar adalah hubungan antara nilai absorbansi (Y) dengan konsentrasi TPF (X).
Perhitungan : -
Tentukan persamaan linier kurva standar Y = ax + b, r≥ 0,99 dimana y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi TPF
-
Tentukan konsentrasi TPF sampel (x) dengan persamaan tersebut
-
Hitung nilai aktivitas dehidrogenase (AD) sampel dengan persamaan berikut: AD (μg TPF/g sampel kering) =
(x 𝑥 𝑉) (𝐵𝐾 1 𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝐵𝑆)
AD sampel = AD perlakuan – AD blangko 11
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanah merupakan suatu sistem kehidupan yang kompleks yang mengandung berbagai jenis organisme dengan beragam fungsi untuk menjalankan berbagai proses vital bagi kehidupan terestrial. Mikroba bersama-sama fauna tanah melaksanakan berbagai metabolisme yang secara umum disebut aktivitas biologi tanah. Perannya yang penting dalam perombakan bahan organik dan siklus hara penempatkan organisme tanah sebagai faktor sentral dalam memelihara kesuburan dan produktivitas tanah. Kemampuan mengukur kapasitas metabolisme berbagai mikroba dan fauna tanah menjadi basis bagi konsep perlindungan dan penyehatan tanah, terutama pada masa kini dan mendatang dimana laju degradasi lahan terus mengancam sejalan dengan makin terbatasnya sumber daya lahan (Husen dkk., 2007). Hubungan yang erat antara populasi mikroorganisme dengan kesuburan tanah menjadi aspek yang penting untuk di pelajari. Banyak mekanisme/ aktivitas yang ada dalam kehidupan mikroorganisme tanah dalam mempertahankan kesuburan dan produktifitas tanah guna menopang tanaman yang hidup diatasnya. Untuk mengetahui kualitas kesehatan tanah dapat dilihat dari populasi mikroorganisme ataupun dengan melihat aktivitas yang dapat diukur dari mikroorganisme. Salah satu aktivitas yang dapat dijadikan parameter kesehatan tanah adalah aktivitas enzim dehidrogenase pada tanah. Aktivitas enzim dehidrogenase merupakan salah satu indikator metabolisme oksidatif mikroba yang berlangsung secara intraselular pada selsel hidup (viabel). Aktivitas dehidrogenase menunjukkan aktivitas rata-rata populasi mikroba aktif. Secara sederhana dapat dikatakan aktivitas enzim dehidrogenase merupakan indikator keberadaan mikroba. Metode yang digunakan untuk menghitung aktivitas enzim dehidrogenase merupakan modifikasi metode Casida (1964) dan Thalman (1968) yang telah dimodifikasi (Ohliger, 1995) yaitu menggunakan konsentrasi substrat TTC 3%, waktu inkubasi 37°C selama 24 jam, bufer tris-HCl dengan pH tergantung contoh tanah, dan larutan ekstraksi metanol. Garam tetrazolium klorida (TTC) berfungsi sebagai penerima elektron terakhir. Garam ini direduksi oleh elektron yang dihasilkan oleh aktivitas dehidrogenase di dalam sel mikroba menjadi triphenylformazan (TPF) yang berwarna merah. Penggunaan TTC 3% dan waktu inkubasi 37°C selama 24 jam dipilih karena yang umum dilakukan serta penggunaan bufer tris-HCl dipilih karena penggunaannya lebih luas untuk contoh tanah dengan berbagai nilai pH sedangkan CaCO3 hanya dikhususkan untuk tanah-tanah masam. Keuntungan menggunakan
12
larutan ekstraksi metanol karena tidak merusak bahan kuvet dan hasilnya sama baiknya dengan aseton. Dari hasil analisis spektofotometer dari larutan standar triphenylformazan (TPF) diperoleh grafik seperti dibawah ini dengan nilai R2 = 0,9997. Persamaan korelasi dari grafik kurva standar digunakan untuk menghitung nilai peubah bebas (x) yang kemudian digunakan untuk menghitung nilai aktivitas dehidrogenase.
Kurva Standar TPF Absorbansi
1 0.8 y = 0.0588x - 0.0087 R² = 0.9997
0.6 0.4
ABS
0.2
Linear (ABS)
0 0
5
10
15
20
konsentrasi TPF (ppm)
Tanah memiliki karakteristik baik sifat fisika dan kimia yang kemudian erat hubungannya dengan sifat biologinya. Sebagai contoh aktivitas mikroorganisme tanah dalam perombakan bahan organik berbeda menurut tekstur tanahnya. Pada tanah yang bertekstur halus, perombakan bahan organik akan mengalami kesulitan karena mempunyai kemampuan untuk menimbun bahan organik yang lebih tinggi yang kemudian terjerap pada kisi-kisi mineral, dan dalam keadaan terjerap tersebut pada kisi-kisi mineral tersebut akan sulit merombaknya (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005). Selain berdasarkan sifat fisika dan kimia tanah, aktivitas dan populasi mikroorganisme juga dipengaruhi oleh vegetasi. Aktivitas dan populasi mikroorganisme sekitar perakaran tanaman (rizosfer) biasanya lebih dinamis dari daerah non-rizosfer. Hal ini disebabkan oleh adanya molekul organik seperti gula dan asam organik yang dikeluarkan oleh akar atau produk regenerasi dari akar yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah. Tanpa adanya sekresi dari akar, mikroba di sekitar rizosfer akan sukar bertahan dalam ekosistem tanah (Munir, 2006). Vegetasi erat hubungannya dengan perlakuan manusia. Pertanian yang intensif dengan menggunakan bahan-bahan kimia akan menurunkan populasi maupun aktivitas mikroorganisme karena sifat bahan-bahan kimia pertanian cenderung bersifat masam padahal mikroorganisme memiliki kencenderungan pH netral. Selain terkait dengan pertumbuhan mikroorganisme, pH juga mempengaruhi aktivitas enzim didalamnya. Banyak enzim yang sensitif terhadap perubahan pH dan setiap enzim 13
memiliki pH optimum untuk aktivitasnya. Perubahan pH dapat menyebabkan berhentinya aktivitas enzim akibat proses denaturasi pada struktur tiga dimensi enzim (Stuart, 2005). Umumnya enzim bekerja optimum pada rentang pH 6-8, tetapi beberapa jenis organisme dapat hidup pada pH yang lebih rendah yang dikenal dengan istilah asidofil ataupun pada pH yang lebih tinggi yang dikenal dengan istilah alkalifil. Secara umum, kelompok mikroba yang berbeda memiliki pH karakteristik. Kebanyakan bakteri dan protista adalah neutrophil (Prescott et al., 2008). Hasil analisis aktivitas enzim dehidrogenase dan pengamatan secara kualitatif terhadap jenis tanah di sajikan pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Hasil analisis Aktivitas Enzim Dehidrogenase dan Jenis Tanah Sampel
Aktivitas Dehidrogenase (μg TPF/g)
Jenis Tanah
Soil-A
88,98
Mollisol
Soil-B Soil-C
3,28 44,19
Inceptisol Alfisol
Soil-D
5,66
Inceptisol
Soil-E Soil-F Soil-G Soil-H Soil-I Soil-J
173,81 1,41 4,24 19,94 10,90 31,33
Alfisol Vertisol Alfisol Inceptisol Inceptisol Inceptisol
Vegetasi Jagung (fase primordial), Kacang Merah, Ubi Jalar Rumput Tidak Terlalu Rapat Pinus, Semak-Semak Jagung (Utama) Tumpang Sari Singkong Rumput, Semak-Semak Rumput Rumput Rumput Rumput Lahan Kosong Bekas Tanaman Jagung
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa aktivitas enzim dehidrogenase pada sampel tanah hasilnya sangat bervariasi. Hasil terlihat sampel Soil-E dan Soil-A memiliki nilai aktivitas dehidrogenase yang tinggi yakni 173,81 μg TPF/g dan 88,98 μg TPF/g. Soil-E merupakan lahan dengan jenis tanah Alfisol dengan vegetasi rumput dan semak-semak. Menurut Hardjowigeno (1992) Alfisol memiliki karakteristik adanya horison argilik, memiliki kejenuhan basa > 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah, memiliki tingkat kesuburan sedang-tinggi . Sedangkan Soil-A merupakan lahan dengan jenis tanah Mollisol dengan vegetasi jagung, kacang merah dan ubi jalar. Menurut Hardjowigeno (1992) Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50% dan agregasi tanah yang baik sehingga tanah tidak keras bila kering. Soil-E dan Soil-A memiliki nilai yang tinggi karena kandungan bahan organik relatif tinggi. Kadar C-organik
14
berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim dehidrogenase, semakin tinggi kadar Corganik tanah semakin tinggi aktivitas enzim dehidrogenase (Nannipieri et al., 1990). Untuk Soil-F memiliki hasil aktivitas enzim dehidrogenase yang paling kecil yakni 1,41 μg TPF/g, diikuti dengan Soil-B dan Soil-D dengan nilai aktivitas enzim dehidrogenasenya 3,28 μg TPF/g dan 5,66 μg TPF/g. Soil-F merupakan lahan dengan jenis tanah Vertisol dan vegetasi rerumputan. Menurut
Hardjowigeno (1992) Vertisol
merupakan tanah dengan kandungan clay tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Sedangkan untuk Soil-B dan Soil-D merupakan lahan dengan jenis tanah Inceptisol yakni tanah muda yang masih sehingga tingkat tingkat kesuburannya sedang sesuai penggelolaannya. Rendahnya nilai aktivitas enzim dehidrogenase karena Vertisol dan Inceptisol merupakan tanah yang relatif strukturnya dominan baik clay untuk Vertisol dan pasiran untuk Inceptisol. Struktur tanah akan menentukan keberadaan oksigen dan lengas dalam tanah (Ghaly and Mahmoud, 2006). Sehingga Vertisol merupakan tanah yang aerasinya minim karena tingginya kerapatan tanah, sedangkan Inceptisol selain tanah muda, vegetasi yang ada kebanyakan merupakan rumput/ tanah kosong. Untuk Soil-D hasilnya rendah kemungkinan penggunaan bahan kimia (pupuk, insektisida) sebagai dampak proses pertanian disana sehingga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme maupun populasi mikroorganisme.
15
V. PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Balai Penelitian Tanah (Balittanah) merupakan lembaga penelitian dibidang sumberdaya tanah yang memiliki kelompok fungsional peneliti yakni kelompok peneliti (Kelti) Kimia dan Kesuburan Tanah, Kelti Fisika dan Konservasi Tanah dan Kelti Biologi dan Kesehatan Tanah. Balittanah merupakan unit pelaksanan teknis di bawah Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2. Kelti Biologi dan Kesehatan Tanah melakukan kegiatan analisis contoh tanah dan pupuk hayati untuk penetapan populasi mikroba, karakter fungsional, aktivitas mikroba, dan enzim. 3. Aktivitas enzim dehidrogenase merupakan salah satu aktivitas umum yang dilakukan mikroorganisme dan dapat dijadikan penduga populasi mikroorganisme. 4. Nilai aktivitas enzim dehidrogenase dari sampel yang diteliti saat Kerja Lapangan (KL) tertinggi pada lahan dengan jenis tanah Alfisol bervegetasi rumput dan semaksemak yakni 173,81 μg TPF/g diikuti lahan dengan jenis tanah Mollisol bervegetasi tanaman pertanian semusim yakni 88,98 μg TPF/g. 5. Aktivitas mikroorganisme di pengaruhi oleh sifat fisika tanah (tekstur, suhu dan aerasi/porositas), sifat kimia tanah (pH dan kandungan bahan organik) dan vegetasi serta aktivitas manusia (pemupukan).
B. SARAN Balai Penelitian Tanah (Balittanah) dapat meningkatkan penelitian dan publikasi penelitian yang mudah diakses mengingat lokasi Balittan yang sekarang berada di kompleks Kampus Penelitian Cimanggu dapat bersinergis dengan balai lainnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk hasil yang diperoleh dari Kerja Lapangan (KL) perlu adanya penelitian lebih mendalam tentang jenis tanah, vegetasi dan aktivitas enzim dehidrogenase dengan data pelengkap populasi mikroorganisme baik dalam kuantitas maupun jenis mikroorganisme/karakter spesifik mikroorganisme.
16
DAFTAR PUSTAKA A. E. Ghaly and N. S. Mahmoud. 2006. Optimum conditions for measuring dehydrogenase activity of aspergillus niger using TTC. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 2 (4): 186-194. Alef, K. 1995. Dehydrogenase Activity. In K. Alef & P. Nannipieri (Eds.) Methods in Applied Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press, London. Alexander,M. 1977. Introduction to Soil Microbiology.Academic Press, New York. Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Bogor. Camiña, F., C. Trasar-Cepeda, F. Gil-Sotres, & C. Leirós. 1998. Measurement of dehydrogenase activity in acid soils rich inorganic matter. Soil Biol Biochem 30:1005–1011. Casida, L.E. Jr., D.A. Klein, & T. Santoro.1964. Soil dehydrogenase activity. Soil Science 98:371-376. Casida, L.E.Jr. 1977. Microbial metabolic activity in soil as measured by dehidrogenase determination. Appl Environ Microbiol 34:630-636. Chendrayan, K., T.K. Adhya, and N. Sethunathan. 1979. Dehydrogenase and invertase activities of flooded soils. Soil Biol Biochem 12:217-273. Das, Shonkor Kumar and Ajit Varma. 2011. Soil Enzymology. Springer-Verlag, Berlin Friedel, J.K., K. Molter, & W.R. Fischer. 1994. Comparison and improvement of methods for determining soil dehydrogenase activity by using triphenyl tetrazolium chloride and iodonitrotetrazoilium chloride. Biol. Fertil. Soils 18:291-296. Ghaly, A.E., R. Kok, & J.M. Ingrahm. 1989. Growth rate determination of heterogeneous microbial population in swinemanure. Appl. Biochem. Biotechnol. 22: 59-78. Gottschalk, G. 1979. Bacterial Metabolism. Springer-Verlag, Berlin. Husen, E., Saraswati, R., dan R.D.M. Simanungkalit. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Kartasapoetra A,G dan Sutedjo M,M .2005. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta, Jakarta. Loreau, M., S. Naeem, P. Inchausti, J. Bengtsson, J. P. Grime, A. Hector, D. U. Hooper, M. A. Huston, D.Raffaelli, B. Schimid, D. Tilman and D. A. Wardle. 2001. Biodiversity and ecosystem funtioning: current knowledge andf challenges. Science (294): 804808 Munir, Erman. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. USU, Sumatra Utara.
17
Nannipieri, P., S. Grego, and B. Ceccanti. 1990. Ecological significance of the biological activity in soil. J.M. Bollag and G. Stotzky (Eds.) Soil biochemistry Vol 6:293-355. Ohlinger, R. 1995. Enzymes involved in intracellular metabolism. In Schinner F., R. Ohlinger, E. Kandeller, & R. Margesin (Eds.) Methods Soil Biology. Springer-Verlag Berlin, Heidelberg. Prescott, L. M, J. P. Harley, dan D. A. Klein. 2008. Microbiology. 7th Ed. McGraw-Hill Book Company Inc, USA. Qing Tian, Jihua Chen, Hua Zhang and Yunan Xiao. 2006. Study on the Modified triphenyl tetrazolium chloride – dehydrogenase activity (TTC-DHA) Method in Determination of bioactivity in the up-flow aerated bio-activated carbon filter. African Journal of Biotechnology 5 (2) : 181-188. Stuart, Hogg. 2005. Essential Microbiology. John Wiley & Sons Inc., England. Tabatabai, 1994. Soil Enzymes. In R.W. Weaver, S. Angle, P. Bottomley, D. Bezdicek, S. Smith, A. Tabatabai, & A. Wollum (Eds.) Methods of Soil Analysis (Microbiological and Biochemical Properties). SSSA. Wisconsin, USA. Von Mersi, W & F. Schinner. 1991. An improved and accurate method for determining the dehydrogenase activity of soils with iodonitro-tetrazolium chloride. Biol. Fertil. 11(3): 216-220.
18
LAMPIRAN
Refrigerator penyimpanan media dan sample
Penimbangan khemikalia untuk membuat larutan TTC
Pengukuran pH tanah dengan pH stick
Penimbangan sampel dalam botol vial
Penimbangan kadar air tanah
Pemberian TTC dan Buffer Tris-HCl
19
Ruang gelap untuk aktivitas analisis
Penyaringan setelah inkubasi dan proses shaker
Hasil filtrat dan kuvet berisi filtrat sampel dan standar
Pembacaan absorbansi dengan Spektrofotometer
Pendugaan jenis Tanah dengan penampakan fisik
Penyebaran/ Plating bakteri
Ruang inkubasi penumbuhan bakteri dan jamur
Penyiapan media plating (memasukan media dalam petrisdist
20
Pengarahan dari Dr Edi Husen dalam analisis respirasi tanah
Kenampakan cara analisis respirasi tanah
Bahan kimia dan media tumbuh
Titrasi untuk menghitung respirasi tanah
Diskusi dengan pembimbing, Khamdanah, S.Si
Seminar Hasil Kerja Lapangan di Balittanah
Mahasiswa Kerja Lapangan Balittanah
Lokasi Balai Penelitian Tanah
21