AKTIVITAS UREASE PADA BEBERAPA TANAH DI INDONESIA
Oleh NIKEN RANI WANDANSARI A24101059
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN Niken Rani Wandansari. Aktivitas Urease pada Beberapa Tanah di Indonesia. Di bawah bimbingan Prof. Dr Iswandi Anas dan Dr Gunawan Djajakirana. Efisiensi pemupukan N inorganik sangat rendah (sebesar 20-30 %). Hal ini berarti bahwa sekitar 70-80 % dari pupuk N yang diaplikasikan hilang. Tingginya kehilangan N dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, di antaranya kondisi tanah, iklim dan tingkat pengelolaan lahan. Volatilisasi ammoniak, pencucian dalam bentuk nitrat dan denitrifikasi merupakan proses utama kehilangan N inorganik dari lahan pertanian. Oleh karena itu, banyak peneliti memfokuskan penelitian mereka untuk menemukan metodologi yang tepat dalam menurunkan kehilangan N dari lahan pertanian. Laju hidrolisis urea menjadi ammonium karbonat dalam tanah ditetapkan dengan mengukur aktivitas urease tanah. Aktivitas urease pada tanah tertentu dapat berbeda, ada yang tinggi, sedang dan rendah, ditentukan oleh sifat tanahnya, salah satunya populasi mikroba. Enzim ini disintesis oleh beberapa mokroba tanah, di antaranya bakteri, fungi dan aktinomicetes. Beberapa tanaman tingkat tinggi juga memproduksi urease. Di daerah tropik seperti Indonesia, aktivitas ureasenya mungkin tergolong tinggi karena curah hujan dan temperatur yang relatif tinggi. Sayangnya, hanya sedikit diketahui mengenai aktivitas urease pada daerah tropik, terutama Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan aktivitas urease pada beberapa tanah di Indonesia, dan untuk mengetahui korelasi antara karakteristik tanah dengan aktivitas urease tanahnya. Sampel tanah yang digunakan meliputi tujuh jenis tanah pada enam lokasi di Indonesia. Pada tiap lokasi, diambil sampel tanah dengan penggunaan lahan berbeda (intensif dan kurang intensif atau alami). Sampel yang digunakan diambil secara komposit pada kedalaman 0-5 cm. Persiapan sampel tanah dilakukan berdasarkan prosedur standar penetapan mikrobiologi tanah. Beberapa tanah organik dan bahan kompos juga dianalisis aktivitas ureasenya. Parameter tanah yang dianalisis meliputi: kadar air kapasitas lapang (KAKL), bobot isi (BI), tekstur, N-total, C-organik, pH tanah (1:2.5), respirasi (metode Jar), total mikroba dan Cmic (metode sonifikasi). Penetapan aktivitas urease dilakukan dengan mengukur [NH4+] sebagai produk hidrolisis urea selama masa inkubasi. Penetapan ammonium menggunakan metode kolorimetrik dengan menggunakan FIAstar 5000. Rata-rata aktivitas urease pada tanah mineral sebesar 95.64 mg NH4+-N -1 kg .2jam-1. Aktivitas urease pada tanah Andosol (84.30-116.68 mg NH4+-N kg-1.2jam-1) lebih tinggi dibandingkan pada tanah Latosol ( 53.04-133.76 mg NH4+-N kg-1.2jam-1), Podsolik (122.34 mg NH4+-N kg-1.2jam-1), Regosol (66.4093.41 mg NH4+-N kg-1.2jam-1)dan Aluvial (33.74-88.65 mg NH4+-N kg-1. 2jam-1) pada penggunaan lahan yang sama. Rata-rata aktivitas urease pada tanah organik dan bahan kompos secara signifikan lebih tinggi (berturut-turut sebesar 213.25 dan 237.58 mg NH4+-N kg-1.2jam-1). Intensitas pengelolaan lahan dapat menurunkan aktivitas urease, seiring dengan penurunan aktivitas mikroba, Cmic, kandungan N-total, serta C-organik tanah. Pada tanah mineral, pH tanah nyata berkorelasi negatif (r =-0.86),
sedangkan N-total, C-organik dan total mikroba nyata berkorelasi positif terhadap aktivitas urease (berturut-turut, r =0.50, 0.48 dan 0.47). Pada tanah organik dan bahan kompos yang nyata berkorelasi positif terhadap aktivitas urease adalah kadar air (r =0.69), N-total (r =0.56), respirasi (r =0.64) dan total mikroba (r =0.66). Aktivitas urease menurun seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Fluktuasi dan kecepatan penurunan aktivitas urease dapat berbeda pada tiap jenis tanah dan penggunaan lahan. Sterilisasi tanah menurunkan aktivitas urease, baik pada tanah mineral, maupun tanah organik dan bahan kompos.
SUMMARY Niken Rani Wandansari. Urease Activity In Several Indonesian Soils. Under supervision of Prof. Dr Iswandi Anas and Dr Gunawan Djajakirana. Efficiency of inorganic nitrogen fertilizer is very low (20-30 %). This means that about 70-80 % of applied nitrogen fertilizer are loss. This high losses due to many factors such as properties of the soil, climate and soil management. Volatilization of ammonia, leaching of nitrate and denitrification are among of the most important losses of inorganic nitrogen from agricultural land. Therefore, many scientists focuss their study to find the methodology to reduce the nitrogen losses from agriculture land. Rate of hidrolysis of urea to ammonium carbonate in soil is determined by urease activity in that soil. Urease activity in a certain soil might be high, moderate or low depend on properties of soil including the microbial population. This particular enzyme is produced mainly by soil microbes such as bacteria, fungi, and actinomycetes. Plants are also produce urease. In tropical region such as in Indonesia, the urease activity might be high since the humidity and the temperature is relatively high. Unfortunately, very little known about the urease activity in the tropical region such as in Indonesia. The objective of this study was to determine the urease activity in some Indonesian soils and to find out the correlation between soil characteristics and urease activity in the soil. Soil samples were collected from seven locations. At each location, two different soil samples in pair were collected, one from intensive agriculture (using more fertilizers, pesticides) and other sample from the site which was non intensive agricultural or natural land). These fourteen composite soil samples were collected from the depth of 0-5 cm. Soil samples were prepared according to standart procedure for soil microbiological determination. Some peat soils and composts were also analysed for urease activity. The soil parameters which were determined: water content at field capacity, soil bulk density, soil texture, organic Carbon and total Nitrogen, soil pH (1:2.5), soil respiration (jar method), total number of propagules and microbial biomass (C-mic). Urease activity was determined by measuring the amount of ammonium formed after a certain period of incubation. Ammonium was determined by colorimetric method using FIAstar 5000. The average urease activity in mineral soils was 95.64 mg NH4+-N kg-1 2 hours-1. Urease activity in Andosol (84.30-116.68 mg NH4+-N kg-1 2 hour-1) was higher than urease activity other soils i. e. Latosol (53.04-133.76 mg NH4+N kg-1 2 hour-1), Podzolic (122.34 mg NH4+-N kg-1 2 hour-1), Regosol (66.4093.41 mg NH4+-N kg-1 2 hour-1) and Alluvial (33.74-88.65 mg NH4+-N kg-1 2 hour-1) at the same land use type. Urease activity was significantly higher in peat soil ( 213.25 mg NH4+-N kg-1 2 hour-1) as well as in compost (237.58 mg NH4+-N kg-1 2 hour-1). Intensive use of land reduced soil urease activity in line with the decrease in microbial activity, microbial biomass, total nitrogen and soil carbon. In mineral soil, urease activity has a negative correlation with soil pH (r = -0.86) while total
nitrogen, soil carbon and total number of propagules have a positive correlation with urease activity in soil with the r were 0.50, 0.48 and 0.47, respectively. Urease activity in peat soil and compost had a positive correlation with water content (r = 69), total nitrogen (r = 0.56), soil respiration (r = 0.64) and total number of propagules (r = 0.66). Urease activity in soil decrease with time of incubation. Rate of decreasing in urease activity depend on soil types and land use types. Soil sterilization by using microwave reduced urease activity either in mineral soil as well as in peat soil and compost.
AKTIVITAS UREASE PADA BEBERAPA TANAH DI INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Niken Rani Wandansari A24101059
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Penelitian
:
AKTIVITAS UREASE PADA BEBERAPA TANAH DI INDONESIA
Nama
: Niken Rani Wandansari
NRP
: A24101059
Menyetujui: Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc. NIP. 130 607 613
Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. NIP. 131 124 022
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 12 April 1983. Lahir sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Seno dan Ibu Suwarti Yani Fatimah. Penulis menempuh jenjang pendidikan di SD Negeri Citrodiwangsan 02 Lumajang pada tahun 1989 dan lulus pada tahun 1995. Setelah itu, melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Lumajang dan lulus tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 2 Lumajang dan lulus pada tahun 2001. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2001 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Tahun 2004 penulis mengikuti program Kuliah Kerja Profesi (KKP) dan ditempatkan di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Pada tingkat akhir penulis memilih Laboratorium Biologi Tanah, dan mengambil penelitian dengan judul ”Aktivitas Urease pada Beberapa Tanah di Indonesia”. Selama menyelesaikan kuliah di IPB penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Bioteknologi Tanah (tahun 2004/2005).
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Aktivitas Urease pada Beberapa Tanah di Indonesia” ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik moril maupun materiil selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc selaku pembimbing akademik dan skripsi yang telah membimbing dan membantu penulis baik dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi, maupun semasa perkuliahan, serta sebagai sumber dana penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. Tak lupa terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. sebagai dosen penguji tamu yang telah memberikan saran serta kritik dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. Penulis berterima kasih dan sangat terbantu atas kerja sama dari para laboran: Pak Jito, Bu Julaeha, Bu Asih, Mbak Ipat, serta laboran lainnya, rekanrekan penulis: Rini, Shinta dan Dewi, serta petugas perpustakaan. Selain itu juga kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak, ibu dan adik tercinta, bang Rico, serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karenanya karya kecil ini penulis persembahkan untuk kalian, dan semoga dapat bermanfaat tak hanya bagi penulis, namun juga bagi pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Januari 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
xi
I.
II.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.....................................................................................
1
1.2. Tujuan..................................................................................................
2
1.3. Hipotesis..............................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Enzim Tanah........................................................................................
3
2.1.1. Sifat dan peran enzim tanah....................................................
3
2.1.2. Enzim urease tanah.................................................................
4
2.1.3. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tanah.................
5
2.1.3.1. Faktor Alam..............................................................
5
2.1.3.2. Faktor Anthropogenik...............................................
8
2.2. Sterilisasi Tanah................................................................................... III.
10
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu...............................................................................
12
3.2. Bahan dan Alat.....................................................................................
12
3.2.1. Bahan......................................................................................
12
3.2.2. Alat..........................................................................................
12
3.3. Metode Analisis Data...........................................................................
12
3.4. Pelaksanaan Penelitian.........................................................................
12
3.4.1. Persiapan sampel tanah...........................................................
12
3.4.2. Penetapan aktivitas urease......................................................
13
3.4.3. Penetapan Cmic metode sonifikasi….......................................
13
3.4.4. Analisis parameter tanah………………….............................
14
3.4.5. Sterilisasi tanah.......................................................................
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah..................................................
15
V.
4.2. Hubungan antara Sifat Tanah dengan Aktivitas Urease......................
19
4.2.1. Korelasi sifat fisik tanah dengan aktivitas urease....................
19
4.2.2. Korelasi sifat kimia tanah dengan aktivitas urease..................
20
4.2.3. Korelasi sifat biologi tanah dengan aktivitas urease................
20
4.3. Aktivitas Urease pada Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan Berbeda.
23
4.4. Fluktuasi Aktivitas Urease pada Beberapa Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan..............................................................................
25
4.5. Pengaruh Sterilisasi Tanah terhadap Aktivitas Urease .......................
27
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan.........................................................................................
30
5.2. Saran...................................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
31
LAMPIRAN.........................................................................................................
34
VI.
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1. Analisis Parameter Tanah...............................................................................
14
2. Sifat Fisik Tanah (Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL), Bobot Isi (BI) dan Tekstur Tanah).........................................................................................
16
3. Sifat Kimia (pH Tanah, N-total dan C-organik) dan Biologi Tanah (Respirasi, Total Mikroba, Cmic dan Aktivitas Urease)..................................
17
4. Korelasi Antar Faktor Berdasarkan Jenis Tanah dan Pengelolaan Lahan.....
21
5. Pengaruh Sterilisasi Microwave terhadap Aktivitas Urease..........................
28
Lampiran 1. Pengambilan Sampel......................................................................................
35
2. Fluktuasi Aktivitas Urease pada 1, 2 dan 4 HSI (Hari Setelah Inkubasi)......
39
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Fluktuasi Aktivitas Urease pada 1, 2 dan 4 HSI (Hari Setelah Inkubasi)..
25
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrogen merupakan hara esensial yang paling banyak diteliti. Peneliti mempelajari siklus N dengan tujuan untuk: (i) meningkatkan produksi pertanian, (ii) mengendalikan atau mengontrol kehilangan N, dan (iii) memperluas pengertian dan pemahaman siklus N (Weaver, 1994). Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-), serta dibutuhkan dalam jumlah banyak (kisaran dalam tanaman sekitar 1-5 % bobot), namun ketersediaannya dalam tanah sangat terbatas. Sumber N antara lain dari bahan organik, penambahan pupuk N, air hujan dan fiksasi N2. Hara ini bersifat dinamis di dalam tanah. Transformasi N yang meliputi dua proses utama, yaitu amonifikasi (perubahan N-organik menjadi ammonium) dan nitrifikasi (oksidasi ammonium menjadi nitrit oleh Nitrosomonas kemudian menjadi nitrat oleh Nitrobacter) berjalan sangat cepat (di daerah sub tropik <5 hari). Sifat N inorganik yang mobil dan mudah larut dalam tanah menjadikan hara ini mudah hilang dari sistem pertanian. Kehilangan N tanah terutama melalui proses volatilisasi ammonia (NH3), denitrifikasi (reduksi nitrat menjadi gas N2 dan N2O), dan pencucian dalam bentuk nitrat (Strong, 1995; Sutanto, 1999). Mekanisme kehilangan N dipengaruhi oleh interaksi antara faktor tanah, iklim dan tingkat pengelolaannya (Haderlein et al., 2001; Ledgard, 2004). Di daerah tropik, curah hujan dan temperatur yang tinggi sepanjang tahun akan semakin mempercepat proses transformasi dan kehilangan N dari sistem pertanian. Kehilangan N dapat dikurangi apabila transformasi N dapat dikontrol atau diperlambat. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan pupuk yang kelarutannya rendah (slow release fertilizer) (Stelly, 1980; Haderlein et al., 2001). Efisiensi pemupukan nitrogen yang rendah (berkisar antara 20-30 %), dapat tercemarnya perairan (konsentrasi NO3- >45 mg.l-1), serta timbulnya emisi gas NO dan N2O (pemanasan global) merupakan permasalahan yang muncul akibat tingginya kehilangan N dari sistem ke lingkungan (Sutanto, 1999; Haderlein et al., 2001; Ledgard, 2004). Oleh karena itu diperlukan penelitian-
penelitian yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi N. Salah satunya analisis aktivitas enzim urease yang menghidrolisis urea menjadi ammonium, mengingat bahwa penelitian ini masih belum banyak dilakukan di daerah tropik (terutama aktivitas urease pada berbagai tanah di Indonesia). Selain itu, urea [CO(NH2)2] adalah salah satu sumber pupuk N yang digunakan secara intensif sejak dulu (Bremner dan Mulvaney, 1982). Di dalam tanah, pupuk urea yang ditambahkan akan mengalami perombakan melalui reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim spesifik seperti urease. Urease (urea amidohydrolase) merupakan satu-satunya enzim katalisator dalam hidrolisis urea menjadi ammonium karbonat [(NH4)2CO3]. Enzim ini dihasilkan oleh beberapa mikroba maupun sejumlah tanaman tingkat tinggi. Tanah yang memiliki populasi mikroba tinggi maka aktivitas ureasenya juga tinggi. Aktivitas enzim ini dan mikroba tanah juga dapat berperan sebagai indikator untuk memonitor beragam pengaruh yang diakibatkan oleh pengelolaan dan tekanan ekstrim pada lingkungan tanah (Dick, 1997 dalam Siallagan, 2004). 1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui aktivitas urease pada beberapa tanah di Indonesia, 2. Mengetahui aktivitas urease pada penggunaan lahan berbeda, dan 3. Mengetahui sifat tanah yang mempengaruhi aktivitas urease dalam tanah. 1.3. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Beberapa tanah di Indonesia mempunyai aktivitas urease yang berbeda, 2. Penggunaan lahan yang intensif akan menurunkan aktivitas urease. 3. Adanya korelasi positif atau negatif antara sifat tanah tertentu dengan aktivitas urease.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Enzim Tanah 2.1.1. Sifat dan peran enzim tanah Enzim merupakan protein yang berkombinasi dengan substratnya dalam sebuah bentuk khusus dan bekerja sebagai katalisator pada reaksi-reaksi biokimia (Tate III, 2000). Prinsip kerja enzim sebagai katalisator adalah bekerja secara spesifik (key-lock). Tiap jenis tanah memungkinkan untuk memiliki karakteristik tersendiri dari enzim spesifik dan tingkat aktivitas enzim tertentu yang dihasilkan oleh organisme tanah -berbagai enzim dapat berada dalam bentuk yang berbeda, memiliki karaktersistik yang tidak seragam- dan bekerja dalam selang kondisi lingkungan mikro yang mempengaruhi daya katalisnya (Gianfreda dan Bollag, 1996). Enzim tanah terbagi dalam empat kelompok besar berdasarkan aktivitasnya, yaitu: (1) oksidoreduktase, (2) transferase, (3) lyase dan (4) hidrolase. Sedangkan berdasarkan lokasinya, secara umum enzim dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu berasosiasi dalam sel hidup (enzim endo/intraselular) dan enzim ekso/ekstraselular yang berasal dari sel hidup dan sudah lepas ke dalam tanah (Gianfreda dan Bollag, 1996). Beberapa sifat enzim antara lain: enzim berupa protein murni atau gabungan antara protein dengan gugusan kimia lainnya, akan mengalami denaturasi oleh panas, terpresipitasi oleh etanol atau garam-garam inorganik berkonsentrasi tinggi, tidak dapat melewati membran semipermeabel, serta tidak bersifat stabil (Hadioetomo, 1982). Fungsi enzim intraselular adalah mensintesis bahan selular dan menguraikan sumber makanan untuk menyediakan energi yang dibutuhkan sel (Hadioetomo, 1982). Sedangkan enzim ekstraselular yang lebih stabil berfungsi melangsungkan perubahan-perubahan seperlunya pada unsur hara di sekitarnya sehingga memungkinkan unsur hara tersebut memasuki sel. Enzim yang kedua ini berada pada fase cair atau masih berasosiasi dengan permukaan eksternal dari epidermis akar atau dinding sel. Aktivitas enzim tanah berasal dari enzim bebas yaitu eksoenzim yang lepas dari sel hidup, endoenzim yang dibebaskan dari sel-
sel yang pecah dan enzim yang masih tertinggal dalam sel yang masih berkembang biak (Gianfreda dan Bollag, 1996). Sedangkan peranan enzim tanah sebagai mediator dan katalisator dari fungsi-fungsi tanah antara lain: dekomposisi dan transformasi bahan organik, pelepasan unsur hara inorganik, fiksasi N, detoksifikasi senyawa xenobiotics, nitrifikasi dan denitrifikasi (Dick, 1997 dalam Siallagan, 2004). Selain itu juga terlibat dalam transfer energi, menentukan kualitas lingkungan dan produktivitas pertanian (Ajwa, 1999). 2.1.2. Enzim urease tanah Urea yang diaplikasikan dalam tanah akan dihidrolisis oleh enzim urease (urea amidohydrolase) menjadi NH3 dan CO2 dengan ammonium karbamat sebagai intermediet seperti proses berikut: CO(NH2)2 + H2O
urease
H2NCOONH4
2NH3 + CO2
(Alexander, 1977; Gianfreda dan Bollag, 1996; Ryan deMares, 1997). Proses ini dapat menyebabkan peningkatan pH tanah dan mendorong kehilangan N dalam bentuk volatilisasi NH3. Hampir keseluruhan urea terhidrolisis sempurna dalam waktu kurang dari lima hari setelah pengaplikasian baik pada kondisi tanah yang kering maupun basah di daerah tropik basah, namun proses ini akan lebih cepat pada tanah lembab dan kondisi hangat karena aktivitas urease meningkat seiring dengan peningkatan temperatur dan optimum pada temperatur 37 oC (Jayasuriya dan Pearce, 1983; Engels dan Marschner, 1995). Engels dan Marschner (1995) menyatakan bahwa dalam kurun waktu tersebut di daerah Mediterania, 85 kg urea/ha dirombak secara sempurna oleh urease menjadi NH4+ dan H2O. Hal serupa juga dinyatakan oleh Clapp (2001) melalui percobaan laboratorium bahwa 84 % dari aplikasi pemberian larutan urea murni dikonversi menjadi ammonium setelah 2 hari. Aktivitas total urease pada beberapa tanah yang terukur dengan menggunakan metode THAM buffer rata-rata sebesar 64.3 mg NH4+-N kg-1.2jam-1 (Tabatabai dan Klose, 1999). Sedangkan Siallagan (2004) mendapatkan bahwa aktivitas urease pada Latosol Darmaga dengan penggunaan lahan rumput yang terukur dengan menggunakan metode Kolorimetrik, Kandeler sebesar 87.96 mg NH4+-N kg-1.2jam-1.
Adanya enzim urease mempercepat 1014 kali reaksi hidrolisis urea dibandingkan reaksi yang tidak dikatalis. Peran utama urease adalah menyediakan energi internal dan eksternal bagi organisme untuk menggunakan urea atau hidroksiurea sebagai sumber N (Ryan deMares, 1997). Urea (sebelum terhidrolisis) merupakan molekul non polar dan mudah dipengaruhi oleh pergerakan larutan tanah (Mikkelsen, et al., 1995). Urease tergolong dalam klas enzim tanah hidrolase yang mengkatalis reaksi-reaksi baik di dalam dan luar organisme yang mensintesisnya (Gianfreda dan Bollag, 1996). Enzim ini terdapat dalam jumlah yang banyak dalam tanah dan merupakan satu-satunya enzim katalisator dalam hidrolisis urea. Beberapa mikroba yang mensintesis urease antara lain: golongan bakteri di antaranya berasal dari genus Bacillus, Micrococcus,
Sarcina,
Pseudomonas,
Achromobacter,
Klebsiella,
Corinebacterium dan Clostridium, beberapa golongan fungi dan aktinomicetes, serta sejumlah tanaman tingkat tinggi antara lain: Jack beans (Canavalia ensiformis) dan kedelai (Alexander, 1977; Tisdale, et al., 1985). Secara spesifik Varner (1960) dalam Ryan deMares (1997) menyatakan bahwa Jack beans dan Bacillus pasteurii merupakan sumber terbaik penghasil urease. 2.1.3. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tanah Gianfreda dan Bollag (1996) secara garis besar mengelompokkan faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas enzim menjadi dua faktor, yaitu faktor alam (musim dan fisiokimia) dan faktor anthropogenik (polutan lingkungan dan pengaruh pertanian). 2.1.3.1. Faktor Alam 1. Faktor Musim Perubahan musim akan mempengaruhi aktivitas dan populasi mikroba tanah yang selanjutnya mempengaruhi reaksi enzimatik. Aktivitas enzim cenderung meningkat pada saat musim panas atau musim semi, dan terendah aktivitasnya pada musim dingin karena pada suhu yang lebih rendah dari 2 oC enzim menjadi tidak aktif. Iklim juga mempengaruhi pelepasan N tersedia dari bahan organik (Tisdale et al., 1985; Gianfreda dan Bollag, 1996; Sardans, 2005).
2. Faktor Fisiokimia a. C-organik dan N-total Aktivitas enzim tanah sering berkorelasi langsung dengan kandungan Corganik dan N-total yang mencerminkan kandungan bahan organik tanah. Beberapa enzim berasosiasi dengan bahan organik tanah. Aktivitas mikroba dan enzim dalam tanah dapat dirangsang, serta karakteristik fisik tanah dapat ditingkatkan akibat perombakan bahan organik. Seiring dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi kedalaman tanah maka aktivitas mikroba dan enzim makin rendah. Aktivitas urease berkorelasi positif dengan meningkatnya kandungan C-organik dan N-total. Aktivitas urease dapat meningkat dengan penambahan bahan organik maupun inorganik dalam tanah terutama disebabkan oleh enzim yang terdapat di luar sel dan meningkatnya luas permukaan partikel tanah (Anas, 1988; Gianfreda dan Bollag, 1996; Siallagan, 2004). b. pH Derajat kemasaman dan kebasaan tanah merupakan faktor penting terhadap pergerakan aktivitas enzim dalan tanah. Perubahan konsentrasi H+ mempengaruhi enzim, substrat dan kofaktor melalui derajat ionisasi dan larutan. Umumnya terdapat pH optimum agar suatu enzim dapat berfungsi maksimum, dan aktivitas enzim akan menurun pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah (Lakitan, 1993; Gianfreda dan Bollag, 1996). Varner (1960) dalam Ryan deMares (1997) menyebutkan bahwa urease bekerja optimum pada pH mendekati netral hingga pH 7.4. c. Temperatur Reaksi enzimatik sama halnya dengan reaksi kimia yang lain yaitu apabila temperatur meningkat maka kecepatan reaksi meningkat. Enzim merupakan protein yang pada temperatur tinggi akan mengalami denaturasi (alterasi struktur molekul enzim), maka enzim memiliki temperatur yang apabila melebihi temperatur tertentu akan rusak, pada umumnya >60 oC (Anas, 1988). Sedangkan pada suhu rendah (mendekati titik beku) biasanya enzim menjadi tidak aktif namun tidak rusak. Sama halnya dengan pH, enzim memiliki suhu optimum agar dapat berfungsi maksimum (Lakitan, 1993).
d. Kelembaban dan kadar garam Air tidak hanya merupakan komponen utama penyusun sel mikroba tanah tetapi juga sebagai medium berbagai proses katalitik, terutama yang berkaitan dengan reaksi hidrolitik yang penting bagi sintesis, produksi dan aktivitas enzim ekstra dan intraselular (Gianfreda dan Bollag, 1996). Siallagan (2004) dan Sardans (2005) mendapatkan bahwa kadar air berpengaruh positif terhadap aktivitas urease, serta penurunan kadar air hingga 10 % dapat menyebabkan penurunan aktivitas sebesar 10-67 %. Aktivitas urease tanah optimum pada kelembaban 60 % KAKL, serta biasanya biomassa dan respirasi tanah menurun pada kondisi kekeringan dalam waktu yang relatif lama. Kadar garam juga mempengaruhi aktivitas enzim dan kelarutan protein enzimatik, di mana keduanya berkaitan dengan potensial osmotik tanah. Aktivitas urease akan menurun dan terhambat apabila kandungan sodium dan K meningkat (Gianfreda dan Bollag, 1996; Ryan deMires, 1997; Schimel dan Gulledge, 1999). e. Mineral liat Mineral liat dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, gaya adhesi, proses metabolik serta ekologi mikroba dan virus. Enzim yang diadsorbsi oleh mineral liat akan mengalami perubahan seperti pH optimum, parameter kinetik, aktivitas dan stabilitasnya (Gianfreda dan Bollag, 1996). Tiap jenis mineral liat mempunyai kemampuan untuk mengadsorbsi enzim yang berbeda-beda. Dengan demikian tanah yang mengandung mineral liat yang kemampuan adsorbsinya tinggi akan mengurangi aktivitas enzim dalam tanah tersebut (Anas, 1988). Meskipun demikian, mineral liat juga dapat melindungi enzim dari kerusakan akibat tekanan ekstrim sehingga membuat enzim menjadi terimobilisasi sementara dan dapat bekerja lagi bila suatu saat dibutuhkan (Lakitan, 1993; Burn, 1986 dalam Siallagan, 2004). Siallagan (2004) mendapatkan bahwa kadar liat berpengaruh negatif terhadap aktivitas urease, karena enzim yang dibebaskan ke dalam tanah diadsorbsi dan diinaktifkan oleh mineral liat. f. Humus Koloid humik memiliki peran penting dalam imobilisasi, stabilisasi dan ekspresi aktivitas enzim tanah. Penghambatan aktivitas enzim dapat disebabkan oleh beberapa kandungan asam humik (gugus karboksil utama asam humik) dan
zat-zat lainnya. Kandungan bahan organik akan meningkatkan aktivitas enzim sebagai pengaruh langsung terhadap meningkatnya aktivitas mikroba. Sebagai akibat tingginya aktivitas enzim, memicu peningkatan transformasi kandungan senyawa organik menjadi bentuk senyawa inorganik yang nantinya dapat menghambat aktivitas enzim (Gianfreda dan Bollag, 1996). g. Populasi mikroba, respirasi dan kandungan C-biomassa tanah Aktivitas urease meningkat seiring dengan meningkatnya populasi mikroba dan respirasi tanah. Aktivitas enzim ini tertinggi berada dalam zona rhizosfer di mana aktivitas dan populasi mikrobanya tinggi, dan terakumulasi dari akar tanaman (Tisdale, et al., 1985). Berdasarkan penelitian Tabatabai dan Klose (1999), serta Siallagan (2004) kandungan Cmic memberikan pengaruh positif terhadap aktivitas urease karena komponen enzim itu sendiri terutama dihasilkan oleh mikroba. Biomassa mikroba tanah merupakan bagian hidup dari bahan organik tanah di luar akar-akar tanaman dan fauna tanah yang lebih besar dari amoeba terbesar yang bervolume kurang lebih 5.103 ì m3 (Jenkinson dan Ladd, 1981 dalam Djajakirana, 2003). Selain itu merupakan sumber utama enzim sekaligus indeks aktivitas mikroba terbaik sebagai cerminan tingkat kesuburan tanah. Pengkayaan tanah dengan beberapa sumber energi akan mempengaruhi mekanisme produksi dan aktivitas enzim katabolisme (Gianfreda dan Bollag, 1996). 2.1.3.2. Faktor Anthropogenik 1. Polutan Lingkungan Hujan asam dan logam berat merupakan contoh polutan lingkungan. Peningkatan hujan asam akibat peningkatan kadar CO2, sulfur, gas N2 dan N2O di atmosfer akan meningkatkan [H+] di atmosfer yang secara langsung melalui hujan asam juga meningkatkan deposit H+ dalam tanah yang dicerminkan dengan pH tanah. Reaksi katalis oleh enzim tanah secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh perubahan pH. Sedangkan logam berat dapat menghambat aktivitas enzim karena menyelimuti gugus aktif katalitik, menyebabkan denaturasi pada konformasi gugus protein, atau adanya kompetisi dengan terlibatnya ion-ion logam dalam formasi gugus kompleks enzim-substrat (Gianfreda dan Bollag,
1996). Urease merupakan enzim yang sangat sensitif terhadap logam berat sehingga sering digunakan dalam menentukan tingkat pencemaran logam barat (Ryan deMires, 1997). 2. Pengaruh Pertanian a. Substrat enzim Nilai reaksi-reaksi enzim dibatasi oleh banyak sedikitnya enzim dan substrat jika faktor lingkungan lainnya dianggap konstan. Perlu diketahui bahwa ketersediaan substrat dalam tanah mempengaruhi induksi enzim spesifik oleh organisme tertentu atau meningkatkan pertumbuhan mikroba, di mana kesemuanya mempengaruhi tingkat aktivitas enzim (Lakitan, 1993; Gianfreda dan Bollag, 1996). b. Pemupukan dan pestisida Pengaruh pupuk (organik maupun inorganik) pada aktivitas enzim tanah dipengaruhi oleh jenis tanah, jenis enzim dan waktu aplikasi pupuk. Dampak tersebut dapat disebabkan oleh perubahan karakteristik tanah seperti kelembaban tanah dan konsentrasi, serta ketersediaan nutrisi berupa bahan organik atau inorganik. Seperti halnya penambahan pupuk N yang mempengaruhi aktivitas beberapa enzim karena pengaruhnya terhadap kandungan C. Meskipun pestisida memiliki manfaat dalam memberantas hama dan penyakit tanaman, namun ada anggapan tentang dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Pemakaiannya dalam tanah dapat mempengaruhi proses biokimia maupun mikroba tanah. Secara umum dampak penggunaan pestisida terhadap aktivitas enzim tanah tergantung beberapa faktor seperti bahan kimia alami dan dosis pestisida, jenis enzim dan tanah, serta skala penggunaannya (Gianfreda dan Bollag, 1996). Siallagan (2004) mendapatkan bahwa tanah yang menerima pupuk dan pestisida secara intensif aktivitas ureasenya lebih rendah dibandingkan yang kurang intensif. c. Penutupan dan pengelolaan lahan Aktivitas enzim tanah ada kalanya dipengaruhi oleh jenis tanaman penutup lahan yang alami atau yang dibudidayakan, serta usaha pengelolaan lahannya. Hal ini erat hubungannya dengan biomassa, populasi mikroba, kandungan C-organik, N-total, serta kadar air tanah yang sangat sensitif terhadap tindakan pengolahan
tanah. Tanaman dapat bertindak sebagai sumber enzim atau menyediakan kondisi yang sesuai bagi sintesis enzim oleh mikroba. Oleh karena itu aktivitas mikroba dan enzim terbesar berada dalam zona rhizosfer (Tisdale et al., 1985; Gianfreda dan Bollag, 1996). Tanah-tanah yang menerima no- atau mininum tillage biasanya aktivitas enzimnya lebih tinggi (Gianfreda dan Bollag, 1996). Tanah-tanah tergenang sering mempengaruhi beberapa proses kimia dan mikrobiologi, serta siklus nutrisi dan akumulasi zat toksik. Pada tanah ini sering terjadi perubahan populasi mikroba, terutama dengan meningkatnya mikroba anaerob (Mikkelsen et al., 1995). Penutupan lahan alami (legum dan padang rumput) pada umumnya memiliki tingkat aktivitas urease lebih tinggi karena pada penggunaan lahan tersebut tingkat pengolahannya kurang intensif serta sedikit menerima pupuk inorganik dan pestisida, sehingga kondisi tanah pada daerah rhizosfer masih berstruktur baik dengan iklim mikro yang lebih stabil bagi mikroba penghasil enzim (Tisdale et al., 1985). Urease juga sangat sensitif terhadap berbagai tingkat pengolahan tanah, dan menunjukkan adanya kecenderungan penurunan aktivitas pada lapisan bawah dibandingkan pada lapisan atas (Siallagan, 2004). Total aktivitas urease (ekstra dan intraselular) dalam tanah secara signifikan juga dipengaruhi oleh rotasi tanaman. d. Inhibitor urease Efektivitas hidrolisis urea menjadi NH3 dan CO2 oleh urease tanah dapat dibatasi oleh adanya inhibitor urease. Bahan kimia yang digunakan sebagai inhibitor urease antara lain: Fenilfosfodiamidat (PPD), N-(n-butil) tiofosforik triamida (NBTPT), fosforik triamida (PT), hidroquinon (HQ) dan ammonium tiosufat (ATS). Sedangkan bahan biologi yang telah diteliti dan dapat dugunakan sebagai inhibitor adalah daun nimba, biji jarak dan bengkoang (Sutanto, 1999). Beberapa permasalahan yang timbul dalam menetapkan aktivitas enzim tanah (skala analisis) dipengaruhi oleh: (1) kondisi awal tanah yang meliputi penanganan awal dan penyimpanan sampel tanah, (2) perlakuan sterilisasi baik secara fisika maupun kimia, serta (3) faktor-faktor yang terlibat dalam analisis (substrat, buffer, pH, temperatur, pengocokan) (Gianfreda dan Bollag, 1996). Aktivitas urease dapat ditetapkan dengan menentukan jumlah urease yang
dihasilkan oleh organisme yang mensintesisnya atau produk yang dihasilkan dari hirdrolisis urea, dalam hal ini adalah konsentrasi ammonium. 2.2. Sterilisasi Tanah Ada kalanya dalam meneliti aspek biologi tanah, sterilisasi tanah dilakukan untuk mengetahui peranan suatu mikroba terhadap kesuburan tanahnya. Sterilisasi tanah diperlukan apabila hanya enzim ekstraselular yang akan diukur dan kontribusi mikroba terhadap aktivitas enzim tidak diperhitungkan. Sterilisasi tanah dapat dilakukan dengan perlakuan fisik (autoklaf, pemanasan kering, pemanasan uap dan iradiasi) dan kimia (bakteriostatik, antibiotik dan plasmolitik) (Gianfreda dan Bollag, 1996). Proses pengovenan atau pengeringan merupakan proses penurunan kadar air hingga tingkat tertentu hingga kadar air kesetimbangan dengan lingkungan atau kadar air di mana enzim maupun mikroba menjadi tidak aktif (Henderson dan Perry, 1976 dalam Yulianawati, 2003). Pengovenan menggunakan microwave merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan. Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi berkisar antara ~900 MHz dan 2450 MHz±50 MHz (Sudarmaji, 2003). Proses pengeringan menggunakan microwave dikontrol oleh beberapa faktor antara lain: (1) sumber radiasi (frekuensi dan keluaran energi, sifat dielektrik dan konduktivitas bahan, serta kapasitas dan konduktivitas panas yang dihubungkan dengan bahan), dan (2) faktor bahan (meliputi bentuk, ukuran, volume dan luas permukaan bahan, sifat termofisik bahan, komposisi kimia dan kadar air dalam bahan, serta keadaan luar bahan yakni temperatur, kelembaban dan laju aliran udara). Keuntungan pengeringan menggunakan microwave adalah: 1. konversi energi microwave ke energi panasnya lebih efisien dan penetrasi gelombang elektromagnetnya ke dalam bahan mudah (George, et al., 1993 dalam Yulianawati, 2003). 2. waktu proses yang pendek. 3. kemungkinan tumbuh mikroba kecil bahkan dapat tidak ada.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret - November 2005 di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. 3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan Bahan yang digunakan adalah beberapa jenis tanah (Andosol, Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik, tanah sulfat masam, Organosol dan bahan kompos) dengan penggunaan lahan berbeda pada beberapa lokasi di Indonesia (Lampiran 1). Bahan yang digunakan untuk analisis aktivitas urease adalah larutan susbtrat urea 79.9 mM, 2 M KCl, ammonium indikator FOSS 5000 0295, 0.5 M NaOH, HCl 0.1 N dan NH4Cl. Sedangkan untuk analisis Cmic antara lain: K2SO4 0.5 M, K2Cr2O7 0.1 N, H2SO4 pekat, FeSO4.7H2O 0.05 N, serta indikator ferroin. 3.2.2. Alat Alat yang digunakan untuk analisis aktivitas urease yaitu FIAstar 5000 FOSS Tecator Analyzer (kaset NH4+), sedangkan dalam penetapan kandungan Cmic yaitu Ultrasonic Processor model Gex 600 untuk memecah dinding sel mikroba yang akan diekstrak. 3.3. Metode Analisis Data Data sifat tanah yang diperoleh dianalisis menggunakan regresi linier untuk menentukan korelasi antara sifat tanah dengan aktivitas urease. 3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Persiapan sampel tanah Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit pada kedalaman 0-5 cm, karena pada kedalaman 0-5 cm populasi dan aktivitas mikroba tinggi, serta pengaruh penggunaan dan pengolahan lahannya lebih nyata. Tanah kemudian
diayak dengan ayakan 2 mm dan disimpan dalam polibag, serta diletakkan dalam ruang dingin (25 oC) sebelum dilakukan analisis agar sifat biologi tanahnya tidak berubah. 3.4.2. Penetapan aktivitas urease (FIAstar – NH4+) (Kandeler, 1995) Sebanyak 5 g tanah KAKL dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 ml (triplo). Lalu ditambahkan 2.5 ml larutan substrat urea (duplo) untuk sampel dan 2.5 ml air destilata steril untuk kontrol pada labu yang lain. Tabung ditutup rapat dan diinkubasi selama 2 jam pada 37 oC. Setelah diinkubasi, ditambahkan 2.5 ml larutan urea untuk kontrol dan 2.5 ml air steril untuk sampel. Larutan KCl 2 M sebanyak 50 ml ditambahkan pada keduanya, lalu dikocok selama 30 menit. Ekstrak yang diperoleh disaring dan disimpan dalam botol film (modifikasi metode Kolorimetrik, Kandeler). Ekstrak tanah dipipet dan dimasukkan dalam kuvet FIAstar untuk diukur kandungan ammoniumnya. Sebelumnya ditambahkan NaOH 0.01 M pada reagen ammonium indikator hingga berwarna merah pekat. Kurva standar diperoleh dari larutan standar yang terdiri dari 0, 0.1, 0.5, 1, 2 dan 5 µg NH4-N ml-1. NH4-N (mg.kg-1) =
(C x V) x fp BKM
C = konsentrasi NH4+ terukur FIASTAR (range 0-5 mg/l; ë 590-720 nm) V = volume pengekstrak (ml) 3.4.3. Penetapan Cmic metode sonifikasi (Djajakirana, 2004) Tanah setara 10 g BKM dimasukkan dalam gelas piala 100 ml, dan ditambahkan 30 ml K2SO4 0.5 M. Kemudian diekstrak dengan Ultrasonic Processor model Gex 600 dengan output 600 Watt selama 1 menit dengan amplitudo sebesar 50 % untuk setiap sampel tanah, sedangkan untuk kontrol dilakukan pengocokan selama 30 menit. Setelah diekstrak, disaring dengan kertas saring Whatman no.42 dan ditampung dalam botol film. Ekstrak yang diperoleh disimpan pada suhu -18 oC (freezer) sampai dilakukan analisis. Analisis ekstrak tanah dilakukan dengan menempatkan 10 ml ekstrak tanah dalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0.1 M dan H2SO4. Kemudian direflux selama 30 menit pada suhu 150
o
C dengan menyambungkan Erlenmeyer dengan
kondensor. Setelah didiamkan hingga dingin, ditambahkan air destilata 100 ml, 5 tetes indikator ferroin, dan dititrasi menggunakan 0.05 N FeSO4.7H2O (warna kuning berubah hingga berwarna merah bata). C terekstrak =
(me K 2 Cr2 O 7 - me FeSO 4 ) x 3 x V x 1000 A x BKM
Cmic
= (C terekstrak – C kontrol) x 2.45
V
= volume K2SO4 yang digunakan (ml)
A
= volume ekstrak tanah (ml)
Me
=VxN
2.45
= faktor konversi (diperoleh dengan mengekstrak 3 jenis bakteri dan 3 jenis fungi, serta kombinasinya).
3.4.4. Analisis parameter tanah Tabel 1. Analisis Parameter Tanah Jenis Analisis Tanah
Metode Analisis
Respirasi tanah
Penetapan CO2 tanah sederhana (Metode Jar)
Total mikroba
Cawan tuang, media Nutrient Agar
pH H2O tanah
pH meter (tanah:H2O = 1:2.5)
C-organik
Walkley & Black
N total
Kjeldahl (Kjeltech autoanalyzer)
Tekstur tanah
Pipet
KAKL
pF 2.54 (Pressure plate apparatus)
3.4.5. Sterilisasi tanah Sterilisasi tanah digunakan sebagai perlakuan pembanding aktivitas urease tanah alami yang diharapkan dengan disterilisasi maka mikrobanya mati. Perlakuan sterilisasi tanah menggunakan microwave merk CORTINA model EFG 2236 yaitu: sejumlah tanah KAKL setara 50 g BKM di oven dengan cooking power 100 % dan 330 Watt (Djajakirana, 1996) selama 6 menit.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Hasil pengukuran sifat fisik tanah yang diamati, meliputi Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL), Bobot Isi (BI) dan tekstur disajikan pada Tabel 2. Nilai KAKL dan BI pada tanah mineral berturut-turut berkisar antara 17.30-76.48 % dan 0.734-1.509. Andosol Pg. Dieng Barat dengan penggunaan lahan kebun bawang daun dan kubis memiliki KAKL tertinggi, sedangkan terendah pada Regosol Lumajang dengan penggunaan lahan tegalan (rerumputan, kc. tanah, kelapa dan sengon). Latosol Magelang dengan penggunaan lahan kebun singkong memiliki BI tertinggi, sedangkan Andosol Wonosobo dengan penggunaan lahan kebun teh memiliki nilai terendah, di mana pada tanah ini cukup porus ditandai dengan tingginya kandungan C-organik tanah. Pada tanah organik dan bahan kompos nilai KAKL berkisar antara 59.55-100.91 %, tertinggi dimiliki Organosol Pontianak dengan penggunaan lahan kebun sayuran dan terendah terdapat pada kompos mentah (RAW). Data menunjukkan bahwa klas tekstur yang diamati cukup bervariasi, antara lain: liat, lempung, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung berdebu dan lempung berpasir. Kandungan fraksi liat tertinggi terdapat pada Aluvial Brebes dengan penggunaan lahan kebun cabe yaitu 69.57 %, dan terendah pada Regosol Lumajang dengan penggunaan lahan tegalan yaitu 1.94 %. Pada Tabel 3 disajikan hasil pengukuran sifat kimia tanah yang diamati, antara lain pH tanah, kandungan C-organik dan N-total. Penetapan pH tanah diukur menggunakan pH meter dengan perbandingan tanah:H2O =1:2.5. Nilai pH tanah mineral bervariasi dengan kisaran pH 2.56-8.18, tertinggi dijumpai pada Aluvial Brebes yang ditanami kacang tanah (masih dipengaruhi laut) dan terendah pada tanah sulfat masam Jambi dengan penggunaan lahan semak belukar (karena kondisi tanah telah teroksidasi). Sedangkan pH tanah organik dan bahan kompos berturut-turut berkisar antara 3.95-8.99, tertinggi pada kompos matang dan terendah
pada
Organosol
Pontianak
yang
ditanami
lidah
buaya.
Tabel 2. Sifat Fisik Tanah (Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL), Bobot Isi (BI) dan Tekstur Tanah) Lokasi
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
Pemupukan
KAKL (%)
BI (g.cm-3) Pasir
Kreteg, Wonosobo
Andosol
Kb. Kubis
Dieng Timur, Wonosobo Dieng Barat, Wonosobo Magelang Selatan, Magelang Telaga Mulya, Temanggung Pringsurat, Temanggung Gucialit, Lumajang Yosowilangun, Lumajang
Andosol
Kb. Teh Kb. Kentang
Latosol
Kb. Bawang daun dan kubis Htn. Primer
Latosol
Kb. Singkong Kb. Tembakau
Cibeureum, Kuningan Salem, Brebes Banjarharjo, Brebes Pasirian, Lumajang Tanjung, Brebes Ketanggungan, Brebes
Latosol
Maron, Probolinggo
Aluvial
Pupuk kandang, Urea, TSP, KCl Pupuk kandang, Urea, TSP, KCl Urea, TSP, KCl Pupuk kandang, ZA, SP-36
Kb. Kakao Latosol
Latosol
Regosol Aluvial
Kb. Teh Htn. Penaung Kb. Tebu Sawah Kb. Cabe Htn. Jati Htn. Pinus Kb. Cabe, singkong dan pisang Htn. Jati Tegalan Kb. Cabe Kb. Kacang tanah Kb. Cabe Kb. Tebu Kb. Mentimun Pekarangan
ZA, SP-36, Blotong Urea ZA, NPK, Kamas -
Urea ZA, NPK, Kamas ZA, NPK, Kamas, DAP ZA, TSP, KCl Kompos
Tekstur (%) Debu
Klas Tekstur Liat
55.16
0.832
32.80
49.02
18.18
Lempung
47.98
0.734
29.75
31.53
38.72
Lempung liat
64.92
0.927
29.08
58.74
12.18
Lempung berdebu
76.48
0.797
41.58
33.14
25.78
Lempung liat
24.38
1.442
51.10
27.17
21.73
23.30
1.509
39.08
29.55
31.37
33.54
0.890
51.42
19.97
28.61
36.02
1.159
14.01
36.46
49.52
Liat
59.97 57.69
0.980 1.058
15.58 18.47
36.01 47.02
48.41 34.51
Liat Lempung liat
56.47
1.170
11.29
26.90
61.81
Liat
47.86 39.34 40.88
1.101 1.185 1.083
9.34 20.65 21.35
25.90 34.55 35.07
64.76 44.80 43.58
Liat Liat Liat
51.19
0.931
10.69
28.95
60.36
Liat
40.99
0.960
26.91
45.92
27.17
Lempung
17.88 17.30 47.56 41.51
1.407 1.474 1.168 1.326
75.17 48.25 3.89 22.84
14.52 49.81 26.54 29.35
10.31 1.94 69.57 47.81
Lempung berpasir Lempung berdebu Liat Liat
46.01
1.287
2.29
29.93
67.78
Liat
38.27 36.09 43.06
1.313 1.409 1.168
9.90 18.31 11.73
27.08 33.72 39.02
63.02 47.98 49.25
Liat Liat Liat
Lempung liat berpasir Lempung liat Lempung liat berpasir
...lanjutan Tabel 2. Jasinga, Bogor Jambi Sungai Selamat, Pontianak ASEAN GREEN
Podsolik MK
Alang-alang
-
Sulfat masam Organosol
Semak belukar Kb. Lidah buaya Kb. Sayuran RAW Kompos matang
-
42.75
0.994
32.34
22.04
45.62
Liat
46.98 72.29 100.91 59.55 75.09
-
23.47 -
27.50 -
49.03 -
Liat -
Tabel 3. Sifat Kimia (pH Tanah, N total dan C-organik) dan Biologi Tanah (Respirasi, Total Mikroba, Cmic dan Aktivitas Urease) Lokasi
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
Kreteg, Wonosobo
Andosol
Kb. Kubis
Dieng Timur, Wonosobo Dieng Barat, Wonosobo Magelang Selatan, Magelang Telaga Mulya, Temanggung Pringsurat, Temanggung Gucialit, Lumajang Yosowilangun, Lumajang
Andosol
Kb. Teh Kb. Kentang
Cibeureum, Kuningan
Latosol
Latosol Latosol
Kb. Bawang daun dan kubis Htn. Primer Kb. Singkong Kb. Tembakau
Pemupukan Pupuk kandang, Urea, TSP, KCl Pupuk kandang, Urea, TSP, KCl Urea, TSP, KCl Pupuk kandang, ZA, SP-36
Kb. Coklat Latosol
Kb. Teh Htn. Penaung Kb. Tebu Sawah Kb. Cabe Htn. Jati
ZA, SP-36, Blotong Urea ZA, NPK, Kamas -
pH H2O
N total (%)
C-organik (%)
Respirasi (mg CO2-C kg-1.hari-1)
Mikroba (105) (SPK.g-1)
Cmic (ì g. g-1)
Urease* (mg NH4+N.kg-1.2jam-1)
5.66
0.564
4.377
6.23
287
300.34
111.49
5.56
0.679
7.833
6.24
953
525.52
116.68
5.64
0.818
8.694
8.49
815
496.62
96.67
6.83
0.620
7.152
6.19
842
823.41
84.30
5.96
0.138
1.923
1.49
708
103.08
105.18
6.08
0.091
1.046
1.40
148
89.42
57.36
4.98
0.752
4.748
5.25
243
309.77
133.76
5.07
0.220
3.249
2.76
218
136.55
122.63
4.86 5.76
0.283 0.127
3.182 2.600
4.94 5.47
1029 341
119.47 328.54
109.90 96.74
7.21
0.163
2.156
4.54
212
252.83
54.90
7.10
0.176
2.380
3.16
335
176.98
53.04
5.83
0.202
3.396
4.97
144
222.24
84.84
5.64
0.127
2.535
4.96
865
215.97
103.62
…lanjutan Tabel 3. Salem, Brebes Banjarharjo, Brebes Pasirian, Lumajang Tanjung, Brebes
Latosol
Htn. Pinus
Regosol
Kb. Cabe, singkong dan pisang Htn. Jati Tegalan Kb. Cabe
Aluvial
Kb. Kacang tanah Kb. Cabe
Ketanggungan, Brebes Maron, Probolinggo Jasinga, Bogor Jambi Sungai Selamat, Pontianak ASEAN GREEN
Aluvial Podsolik MK Sulfat masam Organosol
Kb. Tebu Kb. Mentimun Pekarangan Alang-alang
Semak belukar Kb. Lidah buaya Kb. Sayuran RAW Kompos matang Kedalaman pengambilan sampel tanah: 0-5 cm * = aktivitas urease setelah 48 jam inkubasi
-
Urea ZA, NPK, Kamas ZA, NPK, Kamas, DAP ZA, TSP, KCl Kompos -
4.49
0.235
4.140
5.39
394
178.25
106.04
5.25
0.225
4.199
6.91
154
457.04
90.21
6.27 6.29
0.129 0.060
1.743 1.400
4.08 3.12
80 192
122.62 172.27
93.41 66.40
8.13
0.102
1.896
4.68
43
307.32
41.35
8.18
0.049
1.591
5.49
39
61.51
33.74
6.00
0.129
2.321
2.81
275
147.77
79.49
6.46 6.04 7.10
0.122 0.150 0.114
2.375 1.423 1.716
0.27 2.70 2.13
24 268 84
243.94 248.31 365.33
78.30 88.65 80.18
5.22
0.147
2.465
13.62
169
739.96
122.34
2.56 3.95 4.39 8.66 8.99
0.168 2.382 4.416 1.306 1.995
6.132 52.276 55.275 6.810 25.511
10.93 16.95 25.04 18.73 17.59
60 330 983 803 2881
129.64 37.99 191.74 1153.02 897.80
275.51 74.46 352.04 152.51 322.65
Kandungan N-total tertinggi pada tanah mineral dijumpai pada Andosol Pg. Dieng Timur (0.818 %) dan Organosol Pontianak yang ditanami sayuran (4.416 %) pada tanah organik dan bahan kompos, sedangkan kandungan N terendah (0.049 %) dijumpai pada Aluvial Brebes yang ditanami kacang tanah dan RAW (1.306 %). Nilai C-organik tertinggi pada tanah mineral (8.694 %) dijumpai pada Andosol Pg. Dieng Timur, dan terendah (1.046 %) pada Latosol Magelang yang ditanami singkong. Pada tanah organik dan bahan kompos, tertinggi (55.275 %) pada Organosol Pontianak yang ditanami lidah buaya dan terendah (6.810 %) pada RAW. Populasi mikroba total, respirasi tanah dan kandungan C biomassa (Cmic) merupakan sifat biologi tanah yang diamati selain aktivitas urease tanahnya (Tabel 3). Total mikroba tertinggi untuk tanah mineral dijumpai pada kebun teh Latosol Lumajang yaitu 10.29 x107 SPK.g-1 dan terendah pada kebun tebu Aluvial Brebes yaitu 24 x105 SPK.g-1. Tertinggi untuk tanah organik dan bahan kompos terdapat pada kompos matang yaitu 28.81 x107 SPK.g-1 dan terendah pada kebun lidah buaya Organosol Pontianak yaitu 33 x106 SPK.g-1. Nilai respirasi pada tanah mineral berkisar antara 0.27-8.49 mg CO2-C kg-1.hari-1, sedangkan pada tanah organik dan bahan kompos berkisar antara 16.95-25.04 mg CO2-C kg-1.hari-1. Biomassa mikroba tanah merupakan bagian kecil dari bahan organik (± 1-5 % total BO) yang memiliki sebaran luas pada berbagai ekosistem dan memiliki peranan besar dalam berbagai proses penting dalam tanah (Smith dan Paul, 1990 dalam Djajakirana, 2004). Diketahui dari Tabel 3 bahwa Cmic pada tanah mineral berkisar antara 61.51-823.41 ì g. g-1 (tertinggi pada Andosol Pg. Dieng Barat, terendah pada kebun kacang tanah Aluvial Brebes) dan 37.99-1153.02 ì g. g-1 pada tanah organik dan bahan kompos (tertinggi pada RAW, terendah pada kebun lidah buaya Organosol Pontianak). 4.2. Hubungan antara Sifat Tanah dengan Aktivitas Urease 4.2.1. Korelasi sifat fisik tanah dengan aktivitas urease Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa kadar air kapasitas lapang maupun persentase fraksi liat secara umum pada tanah mineral tidak nyata berkorelasi terhadap aktivitas urease, sedangkan pada tanah organik dan bahan kompos kadar
air berkorelasi positif (r =0.69). Hal ini mengingat bahwa urease merupakan enzim hidrolase yang memiliki peran utama sebagai katalisator dalam hidrolisis urea, di mana air sebagai medium dalam reaksi tersebut. Pada tanah mineral dengan tingkat pengelolaan lahan intensif, persentase liat berkorelasi negatif terhadap aktivitas enzim ini (r =-0.48) karena enzim yang dibebaskan ke dalam larutan tanah akan teradsorpsi pada permukaan liat dan menjadi inaktif (Anas, 1988; Gianfreda dan Bollag, 1996). Menurut Scuttter dan Dick (2002), perbandingan liat dan pasir juga mempengaruhi sebaran populasi dan fungsi mikroba sebagai penghasil utama enzim tanah. 4.2.2. Korelasi sifat kimia tanah dengan aktivitas urease Konsentrasi H+ dalam larutan tanah (pH) pada tanah mineral nyata berkorelasi negatif terhadap aktivitas urease (r =-0.86). Hal ini diduga dapat terjadi karena tanah yang ber-pH tinggi (Aluvial dan Regosol) umumnya masih ada pengaruh laut sehingga kandungan sodium (Na dan K) dalam tanah cukup tinggi yang dapat menghambat aktivitas urease, selain itu menurut Lakitan (1993) aktivitas enzim akan menurun seiring bertambahnya pH di luar pH optimum. Kandungan N-total baik pada tanah mineral maupun tanah organik dan bahan kompos berkorelasi positif terhadap aktivitas urease (berturut-turut r =0.55 dan r =0.56). Pada tanah mineral baik yang dikelola secara intensif maupun kurang atau tidak intensif, kandungan C-organik berkorelasi positif aktivitas urease (berturutturut r =0.59 dan r =0.55). Kandungan N-total dan C-organik tersebut mencerminkan kandungan bahan organik tanah yang menghasilkan energi melimpah bagi aktivitas urease. Sumbangan C dan N dalam bahan organik dapat berasal dari residu tanaman penutup lahan, oleh karena itu penggunaan lahan juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim tanah (Scuttter dan Dick, 2002). 4.2.3. Korelasi sifat biologi tanah dengan aktivitas urease Aktivitas urease berkorelasi positif dengan total mikroba baik pada tanah mineral maupun tanah organik dan bahan kompos (berturut-turut r =0.47 dan r =0.66), serta respirasi tanah (r =0.64) pada tanah organik dan bahan kompos
Tabel 4. Korelasi Antar Faktor Berdasarkan Jenis Tanah dan Pengelolaan Lahan Berdasarkan jenis tanah A. Tanah Mineral KAKL
Liat
pH H2O
N total
C organik
Respirasi
Ó Mikroba
Cmic
Liat
0.248
pH H2O
0.022
0.266
N total
0.481
-0.367
-0.367
C organik
0.599
-0.285
-0.361
0.909
Respirasi
0.589
-0.300
-0.195
0.632
0.717
Ó Mikroba
0.468
-0.197
-0.397
0.514
0.600
0.392
Cmic
0.620
-0.220
0.013
0.654
0.755
0.538
0.368
Urease-2
0.049
-0.324
-0.856*
0.550*
0.475*
0.224
0.473*
0.178
Ó Mikroba
Cmic
B. Tanah organik dan Bahan Kompos KAKL pH H2O
pH H2O
N total
C organik
Respirasi
-0.577
N total
0.980
-0.701
C organik
0.762
-0.919
0.814
Respirasi
0.836
-0.386
0.858
0.421
Ó Mikroba
0.045
0.661
-0.154
-0.312
-0.152
-0.618
0.969
-0.704
-0.976
-0.302
Cmic Urease-2
0.694*
0.187
0.557*
0.118
0.642*
0.476 0.658*
0.101
Berdasarkan pengelolaan lahan A. Pengelolaan Lahan Intensif KAKL
Liat
pH H2O
N total
C organik
Respirasi
Ó Mikroba
Cmic
Liat
0.047
pH H2O
0.114
0.517
N total
0.757
-0.518
-0.370
C organik
0.765
-0.471
-0.349
0.948
Respirasi
0.624
-0.453
-0.117
0.703
0.749
Ó Mikroba
0.715
-0.437
-0.250
0.861
0.853
0.535
Cmic
0.737
-0.348
-0.183
0.743
0.821
0.577
0.757
Urease-2
0.276
-0.483*
-0.853*
0.651*
0.588*
0.313
0.454
0.469*
C organik
Respirasi
Ó Mikroba
Cmic
B. Pengelolaan Lahan Intensif KAKL Liat pH H2O
Liat
pH H2O
N total
0.714 -0.326
-0.408
N total
0.048
-0.097
-0.129
C organik
0.325
0.247
-0.581
0.705
Respirasi
0.306
0.272
-0.578
0.013
0.344
Ó Mikroba
0.316
0.056
0.085
0.264
0.216
-0.226
Cmic
0.211
0.132
0.209
0.245
0.166
0.570
-0.077
Urease-2
0.120
0.216
-0.877*
0.059
0.553*
0.567*
-0.273
* = nyata berkorelasi
-0.152
(Tabel 4). Urease merupakan enzim yang sangat sensitif terhadap tingkat pengelolaan lahan, sehingga tanah-tanah yang menerima no- atau minimum tillage biasanya aktivitas enzimnya lebih tinggi. Penggunaan lahan yang intensif mempengaruhi kandungan C-biomassa mikroba tanah yang secara tidak langsung mempengaruhi juga aktivitas urease (r =0.47). Selain itu pengolahan tanah dan penutupan lahan juga mempengaruhi total mikroba dan respirasi tanah (Tisdale et al., 1985; Gianfreda dan Bollag, 1996). Oleh karena itu aktivitas mikroba dan enzim terbesar berada pada zona rhizosfer. Hal ini dikarenakan biomassa mikroba tanah merupakan penghasil utama enzim sekaligus sebagai indeks aktivitas enzim terbaik yang mempunyai kapasitas dan kecepatan metabolisme yang tinggi (Parkison, 1979 dalam Djajakirana, 2004). Komunitas suatu mikroba tanah tak lepas dipengaruhi juga oleh sifat fisik dan kimia tanah, di antaranya porositas, agregat tanah, kadar liat dan kandungan C-organik tanah (Scuttter dan Dick, 2002), sedangkan faktor luar yang juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim ini adalah tingkat pengelolaan lahan. 4.3. Aktivitas Urease pada Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan Berbeda Aktivitas urease pada jenis tanah dan penggunaan lahan berbeda disajikan pada Tabel 3. Aktivitas urease tanah ditetapkan dengan mengukur produk dari hidrolisis urea oleh urease yaitu [NH4+-N] yang terukur pada FIAstar dengan ë 590-720 nm. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pada Andosol dengan penggunaan lahan yang dapat dikategorikan menjadi dua yaitu tanaman hortikultur (kubis, kentang dan bawang daun) dan perkebunan (teh), urease tanah dengan penggunaan lahan perkebunan lebih tinggi dibandingkan penggunaan tanaman hortikultur. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pada penggunaan lahan kedua tingkat pengelolaan lahan, pemupukan pupuk inorganik dan pemberian pestisida lebih intensif sehingga menciptakan kondisi tanah (terutama daerah rhizosfer) memiliki struktur agregat tanah yang kurang baik, iklim mikro yang sesuai bagi mikroba penghasil enzim terganggu, serta lebih rendahnya kandungan N-total, C-organik, total mikroba, respirasi dan kandungan Cmic tanahnya (Tisdale et al., 1985; Gianfreda dan Bollag, 1996; Schutler dan Dick, 2002; Siallagan, 2004). Selain itu juga didapatkan bahwa
aktivitas urease Andosol lebih tinggi (kisaran 84.30-116.68 mg NH4+-N kg-1. 2jam-1) dibandingkan jenis tanah lainnya. Hal ini sejalan dengan cukup tingginya kadar air, N-total dan C-organik tanah, total mikroba, respirasi tanah, serta didukung oleh kandungan Cmic yang tinggi pada jenis tanah tersebut. Pada Latosol dengan penggunaan lahan tanaman hortikultur (cabe, singkong dan pisang), perkebunan (tembakau, coklat, teh dan tebu), dihutankan (hutan primer, hutan penaung, jati dan pinus), serta disawahkan, aktivitas ureasenya tinggi pada lahan yang digunakan sebagai hutan dan perkebunan. Hal ini terjadi karena pada lahan hutan dan perkebunan kadar airnya relatif lebih tinggi, kadar liat yang rendah sehingga daya adsorbsi terhadap enzim ini rendah, cukup tingginya N-total, C-organik dan total mikroba, serta pengelolahan lahan, pemupukan dan pemberian pestisida yang tidak atau relatif kurang intensif. Siallagan (2004) juga mendapatkan bahwa pada Latosol Darmaga, aktivitas urease terlihat lebih tinggi pada penggunaan lahan rumput, bambu dan kebun durian yang relatif tidak mengalami pengolahan tanah yang intensif. Peningkatan beberapa unsur logam berat di antaranya Cu (II), Zn (II), terutama Fe (II) dan Mn (II) seiring peningkatan Eh dan pH tanah mendekati netral pada lahan yang disawahkan
juga dapat menghambat aktivitas enzim urease (Gianfreda dan
Bollag, 1996; Ryan deMares, 1997). Aluvial dengan penggunaan lahan tanaman hortikultur (mentimun, cabe dan kacang tanah), perkebunan tebu dan pekarangan (mangga dan pisang), urease paling rendah dijumpai pada lahan yang ditanami cabe dan kacang tanah karena pengelolaan lahan yang lebih intensif, di mana urease merupakan enzim yang sangat sensitif terhadap pengolahan lahan. Pada jenis tanah ini aktivitas ureasenya tergolong rendah (33.74-88.65 mg NH4+-N kg-1.2jam-1) dibandingkan jenis tanah lain, dan tercermin dengan rendahnya N-total, C-organik, respirasi dan total mikroba, serta cukup tingginya kadar liat pada jenis tanah tersebut. Sedangkan Regosol dengan penggunaan lahan hutan jati memiliki aktivitas urease lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan tegalan, karena lebih tingginya kadar air, kandungan N-total dan C-organik, serta respirasi tanahnya. Rendahnya aktivitas urease diduga disebabkan oleh lebih tingginya kandungan sodium dalam tanah karena masih adanya pengaruh air laut pada kedua tanah ini.
Pada tanah organik dan bahan kompos aktivitas urease cenderung lebih tinggi dibandingkan tanah mineral (74.46-352.04 mg NH4+-N kg-1.2jam-1). Aktivitas urease Organosol yang digunakan sebagai kebun sayuran lebih tinggi dibandingkan kebun lidah buaya dan bahan kompos karena kadar air, N-total dan C-organik, respirasi, total mikroba, serta kandungan Cmicnya cukup tinggi. Tingginya suplai C-organik dalam bahan organik dapat merangsang aktivitas enzim terutama enzim ekstraselular yang di antaranya adalah urease (Cai, 2002). Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa rata-rata total aktivitas urease pada tanah mineral sebesar 95.64 mg NH4+-N kg-1.2jam-1, sedangkan pada tanah organik dan bahan kompos sebesar 225.42 mg NH4+-N kg-1.2jam-1. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan tanah mineral di daerah sub tropik yaitu 64 mg NH4+-N kg-1. 2jam-1 (Tabatabai dan Klose, 1999). 4.4. Fluktuasi Aktivitas Urease pada Beberapa Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan Urea terhidrolisis sangat cepat menjadi ammonium karbonat, terutama apabila faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas urease mendukung. Fluktuasi aktivitas enzim ini diamati pada hari ke-1, 2 dan 4 (24, 48 dan 72 jam) setelah inkubasi mengingat dalam kurun waktu tersebut urea terhidrolisis sempurna (Jayasuriya dan Pearce, 1983; Clapp, 2001; Prasertsak et al., 2001), dan disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan gambar di bawah dan tabel fluktuasi aktivitas urease pada Lampiran 2, dapat diketahui bahwa pada umumnya aktivitas urease tertinggi terjadi setelah diinkubasi selama 24 jam (1 HSI) dan makin menurun aktivitasnya seiring dengan bertambahnya masa inkubasi yang ditandai dengan makin kecilnya konsentrasi ammonium yang dihasilkan. Cepatnya reaksi enzimatik ini dapat dipengaruhi oleh kondisi Indonesia yang beriklim tropik (temperatur hangat dengan kelembaban tinggi) di mana hampir semua enzim memiliki aktivitas optimum termasuk urease, serta cukup tingginya populasi dan variasi mikroba. Fluktuasi aktivitas urease pada Andosol masih cukup tinggi hingga 48 jam masa inkubasi (2 HSI) kemudian menurun cukup tajam pada 4 HSI, dengan fluktuasi tertinggi dijumpai pada penggunaan lahan kebun teh. Hal ini dapat disebabkan oleh kesuburan tanah Andosol yang cukup tinggi.
Fluktuasi Aktivitas Urease pada Latosol 200 180 160 140 120 NH 4 + 100 (ppm) 80 60 40 20 0 24
48
72
96
JSI Htn. primer Kb. tembakau Kb. teh Kb. tebu Kb. cabe Htn. pinus
T egalan Kb coklat htn. penaung sawah htn jati Kb. Cabe,singkong&pisang
Fl u k tu asi Ak ti vi tas Ure a se pa da An do so l
Flu k tu as i Ak tivita s Ure ase pada Alu vial
140
120
120
100 80
100 NH 4+ (p pm )
40
N H 4+ 60 (ppm ) 40 20
20
0
80 60
24
0 24
48
72
48
72
96
JSI K b. K ubis
K b. t eh
K b. k en t an g
K b. B awan g da un & k ubis
96
JS I
Fl u k tu as i Ak ti vi tas Ure as e pa da O rg an os ol
K b. m en t im un
P ek aran gan
K b. cabe
K b. K c. t an ah
k b. cabe
K b. t ebu
Fl u k tu as i Ak ti vita s Ure as e pa da B ah a n K o m pos 500
400
400
300 N H 4+ 200 (pp m )
NH4 300 (ppm ) 2 0 0
100
100
+
0
0 24
48
72
96
24
48
JS I K b.L ida h bua y a
72 JS I
K b. sa y ur a n
RA W
K o m p o s m at an g
96
F l u k tu a s i A k ti vi ta s U re a s e pa da R e g o s o l 120 90 N H 4+ 60 (ppm ) 30 0 24
48
72
96
JS I H t n . jat i
Flu k tu as i Ak ti vi tas Ure ase pada Podsol i k
T egalan
Fl u k tu as i Ak ti vitas Ure a se pada T an ah S u l fat M asam
250 200 NH 4+ 150 (ppm ) 1 0 0 50 0 24
48
72 JS I
A la n g-ala n g
96
300 250 N H 4+ 2 0 0 150 (p pm ) 1 0 0 50 0 24
48
72
96
JS I se m ak beluk a r
Gambar 1. Fluktuasi Aktivitas Urease pada 1, 2 dan 4 HSI (Hari Setelah Inkubasi) Fluktuasi aktivitas urease pada Andosol masih cukup tinggi hingga 48 jam masa inkubasi (2 HSI) kemudian menurun cukup tajam pada 4 HSI, dengan fluktuasi tertinggi dijumpai pada penggunaan lahan kebun teh. Hal ini dapat disebabkan oleh kesuburan tanah Andosol yang cukup tinggi. Fluktuasi akivitas urease pada Latosol juga tergolong tinggi kecuali pada lahan yang disawahkan, namun penurunan aktivitasnya lebih lambat dibandingkan Andosol. Sedangkan pada tanah sulfat masam konsentrasi ammonium yang terukur cenderung konstan selama masa inkubasi. Hal ini dapat terjadi karena ammonium yang terbentuk tidak banyak dirombak oleh bakteri nitrifier menjadi nitrit dan nitrat. Tiap-tiap jenis tanah dapat memiliki tingkat fluktuasi dan kecepatan penurunan yang berbeda, di mana hal ini dapat dipengaruhi oleh karakteristik tanah dan tipe penggunaan lahannya. Namun pada kesemua jenis tanah, semakin lama waktu inkubasi aktivitas urease cenderung menurun dan fluktuasi enzim pada
penggunaan lahan kurang intensif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih intensif. 4.5. Pengaruh Sterilisasi Tanah terhadap Aktivitas Urease Sterilisasi tanah dilakukan untuk mengetahui peranan mikroba tanah terhadap kesuburan tanah, terutama proses biokimia dalam tanah. Perbandingan aktivitas urease pada tanah yang disterilisasi menggunakan microwave dengan tanah alami (kontrol) disajikan pada Tabel 5. Perlakuan sterilisasi tanah dengan pengovenan dapat menghambat aktivitas mikroba, bahkan membunuh mikroba tanah karena mikroba sangat sensitif terhadap pemanasan dan suhu tinggi, menurunkan Cmic, serta merusak enzim terutama enzim ekstraselular meskipun ada beberapa enzim yang relatif resisten terhadap suhu tinggi, di antaranya invertase pada pemanasan 100oC selama 3 jam (Gianfreda dan Bollag, 1996). Tingginya suhu dan lamanya waktu sterilisasi mempengaruhi penurunan mikroba, semakin tinggi suhu seiring dengan peningkatan waktu maka penurunannya makin tinggi. Iradiasi dari sterilan microwave memiliki efek lethal terhadap ergosterol dan mikroba. Selain mempengaruhi sifat biologi tanah, sterilisasi ini juga mempengaruhi sifat kimia tanahnya, antara lain peningkatan konsentrasi N mineral (NH4+, NO2- dan NO3-), kelarutan bahan organik dan beberapa logam berat (misal: Mn dan Fe), serta penurunan kadar air seiring peningkatan waktu radiasi gelombang mikro 10-90 detik (Djajakirana, 1996; Wang et al., 2001). Hal inilah yang dapat menyebabkan aktivitas urease tanah steril menurun drastis dibandingkan tanah pada kondisi alami. Penetapan aktivitas urease dengan mengukur konsentrasi NH4+-N pada tanah yang telah disterilisasi terkadang dapat menimbulkan kerancuan, karena ammonium yang terukur diduga dapat berasal akibat strerilisasi tanah, meskipun menurut Lakitan (1993) dan Burn, (1986) dalam Siallagan, (2004) mineral liat dapat melindungi enzim dari kerusakan akibat pemanasan atau tekanan ekstrim sehingga membuat enzim terimobilisasi sementara dan dapat bekerja lagi pada saat dibutuhkan.
Tabel 5. Pengaruh Sterilisasi Microwave terhadap Aktivitas Urease Lokasi
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
Kreteg, Wonosobo
Andosol
Kb. Kubis
Dieng Timur, Wonosobo Dieng Barat, Wonosobo Magelang Selatan, Magelang Telaga Mulya, Temanggung Pringsurat, Temanggung Gucialit, Lumajang Yosowilangun, Lumajang
Andosol
Kb. Teh Kb. Kentang
Cibeureum, Kuningan
Latosol
Sawah Kb. Cabe
Salem, Brebes Banjarharjo, Brebes Pasirian, Lumajang Tanjung, Brebes
Latosol
Htn. Jati Htn. Pinus
Latosol Latosol
S = tanah steril K = kontrol
Kb. Tembakau
Pupuk kandang, Urea, TSP, KCl Pupuk kandang, Urea, TSP, KCl Urea, TSP, KCl
Pupuk kandang, ZA, SP-36
Kb. Coklat Latosol
Regosol Aluvial
Kb. Teh Htn. Penaung Kb. Tebu
Kb. Cabe, singkong dan pisang Htn. Jati Tegalan Kb. Cabe Kb. Kacang tanah Kb. Cabe
Ketanggungan, Brebes Maron, Probolinggo Jasinga, Bogor Jambi Sungai Selamat, Pontianak ASEAN GREEN
Kb. Bawang daun dan kubis Htn. Primer Kb. Singkong
Pemupukan
Aluvial Podsolik MK Sulfat masam Organosol
Kb. Tebu Kb. Mentimun Pekarangan Alang-alang Semak belukar Kb. Lidah buaya Kb. Sayuran RAW Kompos matang
ZA, SP-36, Blotong Urea ZA, NPK, Kamas
Urea ZA, NPK, Kamas ZA, NPK, Kamas, DAP ZA, TSP, KCl Kompos
Aktivitas Urease (mg NH4+-N.kg-1 .2jam-1) S K 55.53
111.49
51.44
116.68
83.58
96.67
173.82
84.30
112.69
105.18
52.14
57.36
10.18
133.76
11.19
122.63
44.40 18.08
109.90 96.74
99.81
54.90
57.02
53.04
64.65
84.84
65.62
103.62
44.66
106.04
25.97
90.21
44.27 38.50
93.41 66.40
15.91
41.35
11.25
33.74
17.44
79.49
21.67 22.52 69.33
78.30 88.65 80.18
47.28
122.34
4.61 26.83 22.88 167.13 150.67
275.51 74.46 352.04 152.51 322.65
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan: 1.
Perbedaan karakteristik tanah Andosol, Latosol, Podsolik, Regosol, Aluvial, Organosol dan bahan kompos mempengaruhi aktivitas urease. Data menunjukkan bahwa aktivitas urease Andosol >Latosol >Podsolik >Regosol >Aluvial. Pada tanah organik dan bahan kompos aktivitas ureasenya >tanah mineral. Hal ini sejalan dengan cukup tingginya kadar air, kandungan N-total dan C-organik, populasi mikroba total dan respirasi tanah, serta didukung oleh kandungan Cmic yang tinggi.
2.
Intensitas penggunaan lahan mempengaruhi aktivitas urease, mengingat urease tergolong enzim yang sensitif terhadap berbagai tingkat pengelolaan lahan. Aktivitas urease lebih tinggi dengan penggunaan lahan hutan dan perkebunan, karena tingkat pengelolaan lahannya kurang intensif serta sedikit menerima pupuk inorganik dan pestisida.
3.
Terdapat korelasi antara sifat tanah dengan aktivitas urease. Pada tanah mineral, pH tanah nyata berkorelasi negatif, sedangkan N-total, C-organik dan total mikroba nyata berkorelasi positif dengan aktivitas urease. Pada tanah organik dan bahan kompos yang nyata berkorelasi positif adalah kadar air kapasitas lapang, N-total, respirasi dan total mikroba tanah. Penggunaan lahan mempengaruhi sifat tanah yang secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas urease.
4.
Aktivitas urease menurun seiring bertambahnya waktu inkubasi.
5.
Sterilisasi tanah dapat menurunkan aktivitas urease.
5.2. Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai fluktuasi aktivitas urease dengan selang waktu inkubasi yang lebih rapat, serta penelitian lanjutan dengan pemberian inhibitor urease untuk mengontrol atau memperlambat hidrolisis urea sehingga efisiensi pemupukan N dapat ditingkatkan, tanaman dapat menyerap hara N secara optimum, juga mengoptimalkan masa perkecambahan.
VI. DAFTAR PUSTAKA Ajwa, H. A. 1999. Changes in Enzyme Activities and Microbial Biomass of Tall Grass Praire Soil as Related to Burning and Nitrogen Fertilization. Soil Biol Biochem 31: 769-777. Alexander, M. 1977. Introduction of Soil Microbiology. John Wiley and Sons, Inc. New York and London. Anas, I. 1988. Biologi Tanah dalam Praktek. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Institut Pertanian Bogor. ASA. 1980. Nitrification Inhibitors-Potentials and Limitations. In M. Stelly, J. J. Meisinger, G. W. Randall and M. L. Vitosh. ASA Special Publication no. 38. American Society of Agronomy and Soil Science Society of America. Madison, Wiscosin, USA. Bremner, J. M and C. S. Mulvaney. 1982. Nitrogen-Total. In A. L. Page (ed). Methods of Soil Analisys Part 2. Chemical and Microbiological Properties Second Edition. Madison, Wiscosin, USA. p 595-624. Cai, Z. 2002. Ammonium Transformation in Paddy Soils Affected by the Presence of Nitrat. Nutr. Cyc Agroecosys. 63 (2-3): 251-282. Clapp, J. G. 2001. Urea-triazone N Characteristics and Uses. Proceedings of the 2nd International Nitrogen Conference on Science and Policy. p 103-107. Djajakirana, G. 2004. Pengembangan Metode Penetapan Cmic dengan Menggunakan Ultrasonic Processor. Laporan akhir Project Grant QUE Project. Program Studi Ilmu Tanah. Departemen Tanah Fakultas Pertanian. IPB. Djajakirana, G. 2003. Metode-metode Penetapan Biomassa Mikroorganisme Tanah secara Langsung dan Tidak Langsung: Kelemahan dan Keunggulan. J. Tanah Lingk. 5 (1): 28-39. Djajakirana, G. 1996. The Relationship between Ergosterol and Microbial Biomass in Soil and its Reaction on Chemical, Physical and Biological Treatment. Disertation. Institut of Soil Science. George-August University of Gottingen. Engels, C. and H. Marschner. 1995. Plant Uptake and Utilization of Nitrogen. In P. E. Bacon (ed). Nitrogen Fertilization in the Environment. Marcel Dekker, Inc. New York. p 41-82.
Gianfreda, L. and J. M. Bollag. 1996. Influence of Natural and Anthropogenic Factor on Enzyme Activity in Soil. In G. Stotzky and J. M. Bollag (eds). Soil Biochemistry Vol. 9. Marcel Dekker, Inc. New York. p 123-176. Haderlein, L., T. L. Jensen, R. E. Dowbenko and A. D. Blaylock. 2001. Controlled Release Urea as a Nitrogen Source for Spring Wheat in Western Canada: Yield, Grain N Content, and N Use Efficiency. Proceedings of the 2nd International Nitrogen Conference on Science and Policy. p 114-121. Hadioetomo, R. S. 1982. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Bagian Mikrobiologi. Departemen Botani. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Jayasuriya, M. C. N. and G. R. Pearce. 1983. The Effect of Urease Enzyme on Treatment Time and the Nutritive value of Staw Treated with Ammonia as Urea. In Animal Feed Science and Technology. p 271-281. Kandeler, E. 1995. Urease Activity by Colorimetric Technique. In R. Ohlinger, F. Schinner, E. Kandeler and R. Margesin (eds). Methods in Soil Biology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany. p 171-174. Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT RajaGrasindo Persada. Jakarta. Ledgard, S. 2004. Nitrification and Urease Inhibitors. Environment Waikato Technical Report 2004/22. p 1-27. Mikkelsen, D. S, G. R. Jayaweera and D. E. Rolston. 1995. Nitrogen Fertilization Practices of Lowland Rice Culture. In P. E. Bacon (ed). Nitrogen Fertilization in the Environment. Marcel Dekker, Inc. New York. p 171224. Prasertsak, P., J. R. Freney, P. G. Saffigna, O. T. Denmead and B. G. Prove. 2001. Fate of Urea-Nitrogen Applied to a Banana Crop in Wet Tropics of Queensland. Nutr. Cyc Agroecosys. 59 (1): 65-73. PPT. 1990. Peta Tanah Explorasi Djawa dan Madura (skala 1:1.000.000). Ryan deMares. 1997. Urease (kra 1) Introduction. Departement of Chemistry – UWEC (www.chem.uwec.edu/chem406/webpages97/ryandemares) diakses: 26 Oktober 2005. Sardans, J. 2005. Drought Decreases Soil Enzyme Activity in a Mediterranean Quercus ilex L. Forest. Soil Biol Biochem 37 (3): 455-461. Schimel, J. P. and J. M. Gulledge. 1999. Moisture Effect on Microbial Activity and Community Structure in Decomposing Birch Litter in the Alaskan Taiga. Soil Biol Biochem 31 (6): 931-838.
Schutter, M. E. and R. P. Dick. 2002. Microbial Community Profiles and Activities among Agregates of Winter Fallow and Cover-Cropped Soil. Soil Sci. Soc Amer. J. 66 (1): 142-153. Siallagan, D. 2004. Aktivitas Urease dan Fosfomonoesterase Tanah pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga Bogor. Skripsi. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Strong, W. M. 1995. Nitrogen Fertilization of Upland Crops. In P. E. Bacon (ed). Nitrogen Fertilization in the Environment. Marcel Dekker, Inc. New York. p 129-170. Sudarmaji, K. 2003. Pengeringan Lada Putih (Piper nigrum Linn.) Menggunakan Oven Gelombang Mikro (Microwave Oven). Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Sutanto, R. 1999. Telaah Masalah Pupuk Urea, Keamanan Pangan, Kesehatan dan Lingkungan. In Manusia dan Lingkungan (19) th. VII: 20-31. Tabatabai, M.A. and S. Klose. 1999. Urease Activity of Microbial Biomass in Soil. Soil Biol Biochem 31: 205-211. Tate III, R. L. 2000. Soil Microbiology. Second Edition. John Wiley and Sons, Inc. New York. Tisdale, S. L, W. R. Nelson and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. Fourth Edition. Macmillan, Inc. New York. 754 pp. Wang, W., R. C. Dalal and P. W. Moody. 2001. Evaluation of the Microwave Method for Measury Soil Microbial Biomass. Soil Sci. Soc Amer. J. 65 (5): 1696-1703. Weaver, R. W. 1994. Method of Soil Analysis Part 2 Microbiological and Biochemical Properties. Soil Science Society of America, Inc. USA. Yulianawati, I. K. 2003. Penanganan Benih Paprica (Capsicum annum var. capino) Menggunakan Oven Gelombang Mikro (Microwave Oven). Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Lampiran 1. Pengambilan Sampel No. Lapang
Lapisan
3.A.19-2
0-10 10-20
3.B.19-2
0-10 10-20
4.A.12-6
0-5 5-10 10-20
12.A.04
Lokasi Sungai Selamat,
Jenis & Umur Tanaman Lidah Buaya
Pemupukan
Pestisida
Jenis Tanah
Dpl (m)
Gambut (Organosol)
Pontianak Sayuran
Gambut (Organosol)
Sipak, Jasinga, Bogor
Alang-alang
Podsolik Merah Kuning
0-30
Jambi
Semak Belukar
Sulfat Masam
14.A.24-2
0-5 5-10 10-20
Cd. Yasan, Kreteg, Wonosobo
Kubis (1 bulan)
14.B.24-2
0-5 5-10 10-20
Jurang Jero, Kreteg, Wonosobo
Teh (2 tahun)
15.A.21-2
0-5 5-10 10-20
Rejosari, Magelang Selatan, Magelang
15.B.22-2
0-5 5-10 10-20
16.A.23-2
0-5 5-10 10-20
Pupuk kandang (10 ton/Ha) Urea (250 kg/Ha) TSP (200 kg/ha) KCl (50 kg/Ha)
Andosol
>1000
Andosol
600
Hutan Primer (Cemara, pinus, mahoni)
Latosol
580
Sidosari, Magelang Selatan, Magelang
Tegalan (Singkong) (1.5 bulan)
Latosol
360
Trilir, Telaga Mulya, Temanggung
Tembakau
Latosol
1350
Pupuk kandang (12.5 kg/Ha) ZA (250 kg/Ha) SP-36 (500 kg/Ha)
Furadan (60 kg/Ha) Basamid (10 kg/Ha)
Agrimek (2-3 kg/L)
Keterangan
...lanjutan Lampiran 1. 16.B.25-2
0-5 5-10 10-20
Pingit, Pringsurat, Temanggung
Coklat (1 tahun 3 bulan)
Latosol
380
17.A.26-2
0-5 5-10 10-20
Dieng Timur, Jajar, Wonosobo
Kentang (2 bulan)
Pupuk kandang (12.5 kg/Ha) Urea (300 kg/Ha) TSP (150 kg/Ha) KCl (500 kg/Ha)
Furadan (30-40 kg/Ha) Antracol atau Dithane (2-3 kg/Ha)
Andosol
700-1500
17.B.26-2
0-5 5-10 10-20
Dieng Barat, Pejawaran, Banjarnegara
Bawang dan kubis
Urea (225 kg/Ha) TSP (300 kg/Ha) KCl (100 kg/Ha)
Furadan (25 kg/Ha)
Andosol
700-1500
18.A.23-2
0-5 5-10 10-20
Pangaradan, Tanjung, Brebes
Cabe (1 bulan)
ZA (280 kg/Ha) NPK Mutiara (200 kg/ha) Kamas (200 kg/Ha)
Agrimek
Aluvial
5
18.B.23-2
0-5 5-10 10-20
Pangaradan, Tanjung, Brebes
Kacang tanah
Aluvial
5
19.A.22-2
0-5 5-10 10-20
Baros, Ketanggungan, Brebes
Cabe (3 bulan)
ZA (900 kg/Ha) Kamas (300 kg/Ha) NPK Mutiara (300 kg/Ha)
Agrimek
Aluvial
14.5
19.B.23-2
0-5 5-10 10-20
Baros, Ketanggungan, Brebes
Tebu (7 bulan)
DAP (300 kg/Ha) ZA (700 kg/Ha) TSP (150 kg/Ha) KCl (200 kg/Ha)
Aluvial
14.5
20.A.24-2
0-5 5-10 10-20
Cibeureum, Cibeureum, Kuningan
Cabe (1 minggu)
ZA (750 kg/Ha) NPK Mutiara (250 kg/Ha) Kamas (250 kg/Ha)
Latosol
350
Agrimek (2-3 kg/Ha)
Bekas budidaya bawang merah
Bekas panen tomat
...lanjutan Lampiran 1. 20.B.24-2
0-5 5-10 10-20
Cibeureum, Cibeureum, Kuningan
Jati
Latosol
350
21.A.22-2
0-5 5-10 10-20
Salem, Brebes
Pinus
Latosol
550
21.B.22-2
0-5 5-10 10-20
Banjarharjo, Brebes
Tumpangsari (Singkong, pisang, cabe)
Latosol
480
22.A.26-2
0-5 5-10 10-20
Gading, Wonorejo, Maron, Probolinggo
Timun kecil (1 minggu)
Aluvial
15
22.B.26-2
0-5 5-10 10-20
Gading, Wonorejo, Maron, Probolinggo
Mangga, pisang (7 tahun)
Aluvial
15
23.A.25-2
0-5 5-10 10-20
Gucialit, Lumajang (lereng Timur Pg. Bromo)
Teh (Camellia sinensis)
Latosol
600 -1250
23.B.25-2
0-5 5-10 10-20
Gucialit, Lumajang (lereng Timur Pg. Bromo)
Pepohonan penaung
Latosol
600 -1250
24.A.24-2
0-5 5-10 10-20
Pondokrejo, Kedungrejo, Yosowilangun, Lumajang
Tebu (TRB)
Latosol
20
Pupuk kandang, sisa-sisa dedaunan
ZA (8 kw/Ha) SP-36 (2 kw/Ha) Blotong
Bekas ditanami bawang merah
Dibudidayakan sejak 1910 Tipe iklim A/B Suhu 16/26oC
Tipe iklim C/D Suhu 25/27oC
...lanjutan Lampiran1. 24.B.24-2
0-5 5-10 10-20
Pondokrejo, Kedungrejo, Yosowilangun, Lumajang
Padi (3 bulan)
25.A.23-2
0-5 5-10 10-20
Rekesan, Bago, Pasirian, Lumajang
Jati (20 tahun)
25.B.23-2
0-5 5-10 10-20
Rekesan, Bago, Pasirian, Lumajang
Tanaman tegalan (Rerumputan, kc. tanah, kelapa dan sengon) (5 tahun)
26.A
ASEAN GREEN Malaysia
RAW material
26.B
ASEAN GREEN Malaysia
Kompos matang
Urea (565 kg/Ha)
NPK
Latosol
20
Dirotasikan dengan jagung
Regosol
6
0.5 km pantai
dari
1.5 km pantai
dari
7
Sumber penamaan jenis tanah: PPT (PUSLITBANGTANAK) (1960) (Peta Tanah Explorasi Djawa dan Madura; skala 1:1.000.000)
Lampiran 2. Fluktuasi Aktivitas Urease pada 1, 2 dan 4 HSI (Hari Setelah Inkubasi) Lokasi
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
Kreteg, Wonosobo
Andosol
Kb. Kubis
Dieng Timur, Wonosobo Dieng Barat, Wonosobo Magelang Selatan, Magelang Telaga Mulya, Temanggung Pringsurat, Temanggung Gucialit, Lumajang Yosowilangun, Lumajang
Andosol
Kb. Teh Kb. Kentang
Cibeureum, Kuningan
Latosol
Sawah Kb. Cabe
Salem, Brebes Banjarharjo, Brebes Pasirian, Lumajang Tanjung, Brebes
Latosol
Htn. Jati Htn. Pinus
Latosol Latosol
Kb. Tembakau
Pupuk kandang, Urea, TSP, KCl Pupuk kandang, Urea, TSP, KCl Urea, TSP, KCl
Pupuk kandang, ZA, SP-36
Kb. Coklat Latosol
Regosol Aluvial
Kb. Teh Htn. Penaung Kb. Tebu
Kb. Cabe, singkong dan pisang Htn. Jati Tegalan Kb. Cabe Kb. Kacang tanah Kb. Cabe
Ketanggungan, Brebes Maron, Probolinggo Jasinga, Bogor Jambi Sungai Selamat, Pontianak ASEAN GREEN
Kb. Bawang daun dan kubis Htn. Primer Kb. Singkong
Pemupukan
Aluvial Podsolik MK Sulfat masam Organosol
Kb. Tebu Kb. Mentimun Pekarangan Alang-alang Semak belukar Kb. Lidah buaya Kb. Sayuran RAW Kompos matang
ZA, SP-36, Blotong Urea ZA, NPK, Kamas
Urea ZA, NPK, Kamas ZA, NPK, Kamas, DAP ZA, TSP, KCl Kompos
Aktivitas Urease (mg NH4+-N.kg-1.2jam-1) 1 HSI 2 HSI 4 HSI 84.40
111.49
76.05
116.68
116.68
107.97
114.04
96.67
64.18
106.36
84.30
27.56
102.74
105.18
80.03
61.85
57.36
66.46
120.16
133.76
86.42
120.82
122.63
105.79
109.90 176.36
109.90 96.74
103.93 75.75
102.17
54.90
22.23
85.16
53.04
22.65
121.87
84.84
67.30
103.62
103.62
84.52
103.00
106.04
71.05
156.59
90.21
83.36
112.84 81.43
93.41 66.40
78.84 46.34
55.29
41.35
40.85
25.80
33.74
27.18
97.79
79.49
24.06
100.12 104.97 93.83
78.30 88.65 80.18
64.96 59.32 57.44
229.09
122.34
127.29
243.55 75.99 352.04 270.32 419.99
275.51 74.46 352.04 152.51 322.65
230.45 71.69 198.73 168.47 182.94