Menuju Perencanaan
NAKERTRANS yang Dinamis VOLUME V NO. 23 JANUARI - MARET 2011
Daftar Isi
WAWASAN
4 Penyusunan dan Pelaksanaan
Perencanaan Tenaga Kerja (PTK) Provinsi melalui Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK)
Pengukuran IPK tersebut untuk memperoleh peta pembangunan ketenagakerjaan setiap provinsi di Indonesia. IPK sangat bermanfaat dalam hal mereposisi keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan, maupun permasalahan ketenagakerjaan di setiap provinsi.
7 Paradigma Wasnaker Indonesia: Antara Harapan dan Tantangan
Dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja, dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja, dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Maka diperlukan pengawasan dalam pelaksanaan hubungan kerja di perusahaan atau tempat kerja.
ANALISA
17 Peranan PTK Mikro dalam
Pembangunan Ketenagakerjaan
18 Program Pembinaan Transmigrasi: Ada Berapa dan Satuannya Apa?
Setiap kali Keputusan Menteri mengenai Penetapan Program dan Anggaran Ketransmigrasian terbit, selalu saja ada yang menghubungi Pusdatintrans untuk konfirmasi mengenai jumlah permukiman transmigrasi bina (dahulu lebih dikenal dengan istilah UPT Bina). Seringkali jumlah permukiman transmigrasi berbeda dari kedua sumber tersebut.
REALITA
20 Program Diklat FPP Pamungkas 22 Otonomi Daerah Latar belakang dilaksanakannya Otonomi Daerah antara lain karena pengalaman pemerintahan pada masa lalu dimana sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut Otonomi Daerah.
11 Kebijakan Pelaksanaan Program PMKT 24 Budaya Pencari Kerja dan Harapan Tahun 2011 dan Perencanaan Tahun 2012 INFO 14 Pelepasan Kawasan Hutan Langkah Utama Pembangunan Transmigrasi 25 Virus Komputer dan Kriterianya 27 Merancang Keuangan Sejak Dini 28 LENSA Pembangunan tramsmigrasi membutuhkan alokasi ruang yang memanfaatkan kawasan hutan dengan memperhatikan peraturan perundangan undangan yang berlaku.
diterbitkan setiap triwulan oleh Biro Perencanaan Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi RI (SK Sekjen No. KEP 34/SJ/I/2011) ISSN: 1978-3299 Pengarah Sekretaris Jenderal Kemenakertrans RI Penanggung Jawab Kepala Biro Perencanaan Koordinator Conrad Hendrarto Pemimpin Redaksi Jadid Malawi Sekretariat Redaksi Yeti Yulas, Sabar D.A. Redaktur Tati Juliati, Widyantoro M., Mery Hartati, Diyah N., Henny Arsita Editor Helaria P. Candra, Tuty H. Kiman Pracetak Gatot Sutejo Pembantu Umum Sudarmanto, Asmari Alamat Redaksi: Biro Perencanaan Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi RI Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan Tel/fax: (021) 7973060, 7973082, 7992661 E-mail:
[email protected] Redaksi menerima kiriman karya tulis Anda. Materi seputar perencanaan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian baik di pusat maupun di daerah. Naskah yang dimuat akan diberi imbalan sepantasnya.
2
VOLUME V NO. 23
JANUARI JANUARI--MARET MARET2011 2011
Pengantar Redaksi
B
uletin Warta Perencana edisi 23 tahun 2011 memasuki usia ke lima, di masa balita ini kiranya masih banyak kekurangan di sana-sini, maklumlah. Namun secara bertahap Tim Redaksi berusaha menghadirkan penerbitannya yang terbaik. Topik edisi 23 ini yaitu Perencanaan Umum, menyajikan berbagai tulisan mengenai perencanaan, baik ketenagakerjaan maupun ketransmigrasian kepada pembaca yang setia. Diawali dengan rubrik wawasan mengetengahkan tentang Penyusunan dan Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja (PTK) Provinsi melalui Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK). Melalui pengukuran IPK tersebut diperoleh peta pembangunan ketenagakerjaan setiap provinsi di Indonesia, serta bisa mereposisi keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan, maupun permasalahan ketenagakerjaan di setiap provinsi; Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh Pengawas Ketenagakerjaan yang mempunyai keahlian khusus di bidang ketenagakerjaan, dan ditunjuk oleh menteri. Melalui naskah Paradigma WASNAKER Indonesia Antara Harapan dan Tantangan, bagaimana kondisi Pengawas Ketenagakerjaan di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota? Pada tulisan Kebijakan Pelaksanaan Program PMKT Tahun 2011 & Perencanaan Tahun 2012 Penekanan lebih jauh, agar setiap satker Provinsi,
Kabupaten/Kota harus sudah mengajukan usulan program yang dilengkapi dukungan kelayakan teknis tahun 2012 untuk dibahas di provinsi; Dalam sajian tulisan Langkah Utama Pembangunan Transmigrasi Pelepasan Kawasan Hutan, salah satu upaya pembangunan tramsmigrasi membutuhkan alokasi ruang yang memanfaatkan kawasan hutan dengan memperhatikan peraturan perundangan undangan yang berlaku. Rubrik Analisa, dalam rubrik ini disajikan naskah Peranan PTK Mikro dalam Pembangunan Ketenagakerjaan, menghimbau agar perusahaan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perusahaan Swasta, dan Lembaga Swasta lainnya agar melaksanakan perencana tenaga kerja sesuai aturan yang berlaku; Program Pembinaan Transmigran Ada Berapa & Satuannya Apa? Bagaimana jumlah permukiman transmigrasi (UPT Bina) itu berbeda simaklah tulisan ini. Rubrik Realita, pelaksanaan dikat jafung perencana tahun 2010 ini merupakan Program Diklat FPP Pamungkas; mengenai Otonomi Daerah bagaimana pelaksanaannya; Budaya Pencari Kerja dan Harapan digambarkan dalam naskah ini. Melengkapi edisi ini adalah Rubrik Info, kali ini menginfokan tentang Virus Komputer dan Kriterianya; dan bagaiamana Merancang Keuangan Sejak Dini. Selamat membaca!
Editorial *) Conrad Hendrarto
T
ahun 2011 mulai kita tapaki bersama. Tantangan pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2011 harus segera disiasati. DIPA dan POK tahun 2011 telah di tangan. Tiada lagi alasan menunda karya. Masyarakat pekerja dan transmigran telah menunggu bakti nyata para abdi bangsa. Langkah demi langkah untuk realisasi pelaksanaan rencana dan program tahun 2011 harus segera terlaksana. Penetapan Kinerja dan Rencana Kinerja Tahunan sebagai kontrak kinerja para pejabat dengan pejabat atasannya segera ditetapkan sebagai acuan komitmen pelaksanaan tugas yang akan dievaluasi waktu demi
waktu hingga akhir 2011. Para Perencana tak boleh terlena merasa tugas perencanaan tahun 2011 telah selesai dikerjakan di tahun 2010 yang lalu. Tugas baru telah menunggu, perencanaan program dan anggaran tahun 2012 harus segera tuntas disusun. Mengacu pada UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pada bulan Maret atau April 2011 akan dilaksanakan Musrenbangnas untuk penyusunan Rencana Kerja Permerintah (RKP) tahun 212. Para Perencana harus segera mengidentifikasikan permasalahan dan potensi untuk menyusun pagu indikatif dan pagu sementara guna menyiapkan Rancangan Rencana Kerja Tahun 2012. Perencana di lingkungan Kemenakertrans harus tetap mengacu pada RPJM 2010-2015 dan Renstra Kemenakertrans 2010-2015 dalam penyusunan Rencana dan Program tahun 2012. Penyusunan program dan anggaran dilaksanakan secara
terpadu dan terkoordinasi dengan baik dengan para pihak terkait. Usulan dari daerah akan diakomodir, namun tetap memperhatikan hasil evaluasi kinerja berdasarkan laporan tahun yang lalu dan tahun berjalan. Penyusunan rencana dan program membutuhkan data dan informasi yang tepat dan akurat. Data dan informasi ini seharusnya dapat diperoleh dari laporan yang telah disampaikan sebelumnya. Tanpa dukungan data dan informasi, maka kualitas perencanaan program dan anggaran masih diragukan.
Kualitas Perencanaan Program dan Anggaran sangat ditentukan oleh Kualitas Data dan Informasi serta SDM Perencana
Conrad Hendrarto Koordinator Penerbitan WARTA PERENCANA
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
3
WAWASAN
*) Ervin Jongguran M.
Penyusunan dan Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja (PTK) Provinsi melalui Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Pengukuran IPK tersebut untuk memperoleh peta pembangunan ketenagakerjaan setiap provinsi di Indonesia. IPK sangat bermanfaat dalam hal mereposisi keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan, maupun permasalahan ketenagakerjaan di setiap provinsi.
4
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
D
emi obsesi meraih penghargaan lingkungan Adipura beberapa waktu yang lalu, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok kemudian memberlakukan kebijakan tegas terkait masalah persampahan. Terhitung sejak 2007, Pemkot telah menggelontorkan Rp 100 miliar lebih. Dana digunakan untuk membuat sejumlah program seperti Unit Pengolahan Sampah (UPS) dengan anggaran Rp 10,8 miliar, Tempat Penampungan Akhir (TPA) senilai Rp 4 miliar. Bukan itu saja, ada pula Rp 8,8 miliar untuk layanan angkutan sampah dan Rp 5,3 miliar untuk anggaran pengelolaan sampah. Ada pula dana pemasangan berbagai spanduk dan baliho guna mendukung peraihan Adipura dimaksud, yang banyak dipasang di sudut-sudut Kota Depok. Alih-alih meraih adipura, Kota Depok justru tidak termasuk dalam 9 kota penerima anugerah untuk kategori Kota Metropolitan berdasarkan penilaian Kantor Kementerian Lingkungan Hidup. Menurut Walikota Depok saat itu, Nur Mahmudi Ismail, nilai yang diperoleh Depok 63, sedangkan, nilai di skala minimal untuk meraih predikat kota kategori baik yakni 73, sehingga masih sulit bagi Kota Depok untuk meraih Adipura. Alhasil kota Depok masih tetap termasuk kota terjorok di Indonesia. Namun demikian, Pemkot Depok tetap terus berbenah agar bisa meraih Adipura tersebut. Apa pentingnya hasil penilaian dan
WAWASAN penghargaan Adipura tersebut bagi suatu pemerintah daerah? Ternyata, Adipura yang merupakan salah satu program Kementerian Negara Lingkungan Hidup dapat mendorong pemerintah daerah dan masyarakat mewujudkan ‘kota bersih dan teduh’ (clean and green city). Dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance, sangat berpengaruh terhadap citra pemerintah daerah dan bahkan citra kepala daerah yang bersangkutan. Program Adipura ini telah terbukti mampu secara efektif mendorong banyak pemerintah daerah untuk berbenah dan bahkan merubah fokus pembangunannya.
Dorongan Penyusunan PTK Daerah Hal tersebut di atas telah menginspirasi Pusat Perencanaan Tenaga Kerja (Pusat PTK) untuk mengembangkan suatu program guna mendorong penyusunan Perencanaan Tenaga Kerja di Provinsi di seluruh wilayah Indonesia. Program dimaksud adalah Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (Manpower Development Index). Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) sendiri merupakan suatu alat ukur yang dianggap dapat merefleksikan status/ kondisi pembangunan ketenagakerjaan, dan dinyatakan dalam bentuk suatu indeks komposit, yang mencakup 9 (sembilan) bidang pembangunan ketenagakerjaan yang sangat mendasar yaitu: (1) Perencanaan Tenaga Kerja (PTK); (2) Penduduk dan Tenaga Kerja; (3) Penciptaan Kesempatan Kerja; (4) Pelatihan dan Kompetensi Kerja; (5) Produktivitas Kerja; (6) Hubungan Industrial; (7) Kondisi Lingkungan Kerja, (8) Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja; dan (9) Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Sedangkan, tujuan utama dari pengukuran IPK tersebut adalah guna memperoleh peta pembangunan ketenagakerjaan setiap provinsi di Indonesia. IPK sangat bermanfaat dalam hal mereposisi keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan, maupun permasalahan ketenagakerjaan di setiap provinsi. Atas dasar positioning tersebut, diharapkan dapat memformulasikan berbagai kebijakan program yang sesuai
dengan permasalahan yang ada di provinsi yang bersangkutan. Bukan hanya itu, Angka Indeks hasil pengukuran dimaksud kemudian diurutkan (di-ranking) dari yang terbesar hingga yang terkecil, sehingga diketahui Provinsi mana saja yang mencapai prestasi terbaik dalam pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia. Hal ini kemudian akan dijadikan dasar dalam pemberian penghargaan oleh Pemerintah Pusat. Bahkan, ada wacana kedepan hasil pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan ini akan dijadikan dasar penentuan dalam pemberian bantuan kepada Pemerintah Provinsi (Dana Dekonsentrasi). Dengan d e m i k i a n , Pe m e r i n t a h P r o v i n s i diharapkan akan terpacu untuk mendapatkan posisi terbaik dalam pembangunan ketenagakerjaan.
Dasar Penetapan Pengukuran IPK Dalam metoda Pengukuran IPK tersebut, PTK ditempatkan sebagai salah satu Indikator Utama dengan bobot terbesar. Dasar penetapan ini adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 7 ayat (3) yang menyebutkan bahwa dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang
berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja. Jadi, PTK merupakan Guidance pokok pemerintah pusat dan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam memecahkan berbagai permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi. Baik saat ini maupun di masa mendatang, seperti penganggur terbuka dan setengah penganggur, rendahnya kualitas angkatan kerja, rendahnya produktivitas kerja, tingginya tingkat pemogokan kerja, banyaknya kasus perselisihan kerja, serta rendahnya tingkat kesejahteraan pekerja. Posisi PTK dalam pembangunan ketenagakerjaan sangatlah sentral dan strategis. Khususnya, bagi Pemerintah Provinsi. PTK sangat diperlukan oleh Pemda Provinsi, dalam mengarahkan pembangunan ketenagakerjaan di daerahnya kedalam empat tujuan pembangunan ketenagakerjaan. Sebagaimana tertulis dalam Pasal 4, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu: a) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
5
WAWASAN pandang Bappeda. Bahwa PTK bukan merupakan bagian integral dari Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Instansi Ketenagakerjaan Provinsi mengalami kesulitan pengajuan anggaran penyusunan dan pelaksanaan perencanaan tenaga kerja di wilayahnya. Jadi, masalah utama penyusunan dan pelaksanaan PTK di provinsi adalah kurangnya dukungan anggaran dan politis.
Dorongan dan Harapan
dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu faktor determinan dalam keberhasilan pembangunan daerah. Keberadaan PTK Provinsi sebagai acuan, dan pedoman dalam pembangunan ketenagakerjaan di Provinsi yang sangat penting, dan substansial. Karena substansi Perencanaan dimaksud selain mencakup perencanaan dalam hal optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja, juga mencakup perencanaan bidang pendidikan dan pelatihan, bidang perluasan kesempatan kerja, bidang peningkatan produktivitas tenaga kerja, bidang hubungan industrial, bidang pengawasan tenaga kerja, serta perencanaan dibidang pengupahan dan jaminan sosial. Jadi melalui PTK, pembangunan dapat diorientasikan kepada penciptaan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya dengan kualitas yang memadai, guna memacu pertumbuhan ekonomi provinsi yang bersangkutan. Provinsi dinilai berpeluang besar mencapai keberhasilan dalam pembangunan ketenagakerjaan, jika pembangunan ketenagakerjaan tersebut dilaksanakan secara terkonsep, yakni dengan mengacu dan berpedoman kepada PTK provinsinya masing-masing.
6
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
Olehkarena itu, setiap Pemda Provinsi wajib untuk menyusun PTK di wilayahnya masing-masing.
Kondisi dan Dukungan Pemda Namun demikian, data terakhir menunjukan bahwa belum semua provinsi menyusun PTK, baru 48 persen yang telah menyusunnya. Jika ditelusuri tingkat kesinambungannya, maka jumlahnya justru menjadi lebih kecil lagi. Maksudnya, penyusunan PTK tersebut tidak dilakukan setiap tahun, bahkan tergantung oleh ketersediaan atau alokasi anggaran. Kurangnya d ukungan Kep ala Daerah, Bappeda dan Instansi yang membidangi sektor/lapangan usaha di provinsi yang bersangkutan, menyebabkan instansi ketenagakerjaan yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan provinsi mengalami kesulitan untuk melakukan koordinasi dalam rangka pembentukan Tim PTK Provinsi, maupun dalam merealisasikan penyusunan PTK. Anggaran APBD yang dialokasikan untuk menyusun PTK sangat minim, bahkan ada yang tidak mengalokasikannya. Semakin menciutnya fungsi PTK, hanya terdapat dalam Seksi Program (Eselon IV) di Sekretariat Dinas. Sehingga kurang berpengaruh terhadap sudut
Hasil Pengukuran Indeks Pe m b a n g u n a n Ke t e n a g a k e r j a a n diharapkan dapat mendorong, atau memotivasi Gubernur untuk meningkatkan alokasi anggaran APBD bagi penyusunan PTK. Sehingga diharapkan, setiap provinsi memiliki PTK, baik yang berdurasi jangkah menengah (lima tahunan) maupun tahunan. Dengan demikian, setiap provinsi memiliki acuan dalam pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan yang lebih terarah. M u n g k i n k a h h a l i n i ? Te n t u saja mungkin. Ketika semua jurus untuk mendorong penyusunan, dan pelaksanaan PTK Provinsi telah habis, program Pengukuran IPK hadir sebagai suatu soft-technology yang diharapkan efektif memotivasi, mendorong, dan memacu Kepala Daerah. untuk menyusun dan melaksanakan PTK. Bukan itu saja, bahkan diharapkan alokasi APBD diarahkan untuk membiayai dan memfasilitasi penyusunan PTK. Jika tidak, maka Indikator Utama ini di Provinsi yang bersangkutan tidak mendapatkan nilai terbaik, terlebih Indikator Utama PTK dalam Pengukuran IPK tersebut memiliki bobot terbesar. Semoga!
Ervin Jongguran M., SE,Ak.
Bidang Perencanaan Tenaga Kerja Makro Pusat PTK
WAWASAN
*) Hadhi Rahardja
Paradigma WASNAKER Indonesia
Antara Harapan dan Tantangan Penyediaan lapangan pekerjaan dan perlindungan terhadap masyarakat merupakan kewajiban pemerintah, sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2, yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak. Berdasarkan atas amanat tersebut, pemerintah sebagai pelaksana fungsi negara berkewajiban menyediakan kesempatan kerja dan perlindungan kepada rakyatnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja, dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja, dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Maka diperlukan pengawasan dalam pelaksanaan hubungan kerja di perusahaan atau tempat kerja.
P
engawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Guna terlaksananya perlindungan terhadap pemenuhan hakhak dasar pekerja/buruh, dan menjamin kesamaan kesempatan, serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun. Untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh, dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
7
WAWASAN Pelaksana & Fungsi Wasnaker Pengawasan ketenagakerjaan di laksanakan oleh Pengawas Ketenaga kerjaan (Wasnaker) yang mempunyai keahlian khusus di bidang ketenagakerjaan, dan ditunjuk oleh menteri. Wasnaker terhimpun dalam suatu unit kerja ter sendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Mengingat tugas, fungsi dan wewenangnya yang bersifat khusus, m a k a Wa s n a k e r s e s u a i d e n g a n amanat Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010, tentang Pengawasan Ketenagakerjaan. Dan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2010, tentang Jabatan Fungsional Pengawasan Ketenagakerjaan dan Angka Kreditnya adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat, dan ditugaskan dalam jabatan fungsional Wasnaker sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wasnaker melakukan pengawasan ketenagakerjaan mulai dari pembinaan, pemeriksaan dan pengujian terhadap obyek pengawasan sesuai Undangundang Nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan. Materi pengawasan meliputi jumlah tenaga kerja, peralatan yang dimiliki, jam kerja, pengupahan, keselamatan dan kesehatan kerja, kesejahteraan tenaga kerja, penggunaan pekerja/buruh anak dan orang muda, pelatihan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja, perlindungan penempatan tenaga kerja di dalam dan di luar negeri, penggunaan tenaga kerja asing, tenaga kerja cacat hendaya, perlindungan tenaga kerja dalam hubungan kerja serta jaminan sosial dan kesejahteraan bagi tenaga kerja. Berdasarkan kewenangan dan kompetensinya, Wasnaker terdiri dari Pengawas Ketenagakerjaan Umum, Pengawas Spesialis dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Pengawas Spesialis adalah Wasnaker yang berwenang untuk melaksanakan pengujian pada bidang
8
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
tertentu, antara lain Pesawat Uap dan Bejana Tekan, Pesawat Angkat dan Angkut, Pesawat Tenaga dan Produksi, Instalasi Listrik dan Lift, Penanggulangan Kebakaran, Konstruksi Bangunan, Kesehatan Kerja, Lingkungan Kerja, Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pengupahan dan Waktu Kerja, dan Keselamatan Kerja Kimia. Sedangkan PPNS adalah Wasnaker yang berwenang untuk melakukan penyidikan pelanggaran norma ketenagakerjaan.
Wasnaker & Otonomi Daerah Era Reformasi ditandai dengan perubahan sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan sentralistik ke sistem desentralisasi, dengan otorisasi pemerintah oleh Pemerintahan Daerah Otonom sesuai dengan amanat Undangundang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Urusan bidang ketenagakerjaan secara umum, dan pengawasan ketenagakerjaan telah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai urusan wajib. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Keuntungan dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan pada sistem pemerintahan desentralistik adalah semakin dekatnya antara dinas yang membidangi ketenagakerjaan dengan masyarakat. Namun beberapa hal yang menyebabkan kurang optimalnya pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan antara lain: pertama, Belum seluruh daerah menjadikan urusan pengawasan ketenagakerjaan sebagai urusan wajib prioritas, hal ini terlihat dari nomenklatur unit kerja pengawasan ketenagakerjaan, baik di provinsi maupun kabupaten/ kota. Nomenklatur unit pengawasan ketenagakerjaan di daerah sampai saat ini masih tidak seragam dan jenjang unitnya berbeda-beda, ada yang
berada pada tataran eselon III maupun yang hanya setingkat eselon IV. Kedua, Belum seluruh daerah mempunyai anggaran yang memadai untuk pembiayaan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan, sesuai dengan potensi obyek yang ada di wilayahnya. Padahal, mengingat pengawasan ketenagakerjaan adalah urusan wajib yang telah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, maka segala kebutuhan tersebut wajib dibiayai dengan anggaran daerah (APBD). Ketiga, Belum semua kabupaten/kota memiliki Wasnaker sebagai pelaksana tugas dan fungsi pengawasan ketenagakerjaan, didukung oleh Staf Teknis administrasi pengawasan ketenagakerjaan. Berdasarkan data laporan Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkan Permenakertrans Nomor 09/MEN/V/2005, yang menunjukkan bahwa dari 504 Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan di Kab/Kota, baru 303 dinas yang telah memiliki Wasnaker. Sisanya sebanyak 201 dinas masih belum memiliki Wasnaker. Jika kondisi tersebut terus berlanjut maka akan mengakibatkan fungsi perlindungan terhadap hak dan kewajiban pekerja, maupun pengusaha sulit untuk dipenuhi. Bila di suatu daerah belum atau tidak memiliki Pegawai Wasnaker, maka dikawatirkan fungsi negara dalam memberikan perlindungan hakhak pekerja tidak dapat dilaksanakan. Demikian juga informasi bahan dan masukan yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan juga tidak dapat dihimpun sebagai dasar pengambilan keputusan, dan kebijakan nasional bidang ketenagakerjaan. Jumlah Wasnaker sampai tahun 2010 tercatat sebanyak 2.384 orang yang tersebar di pusat dan 33 provinsi yang terdiri dari Wasnaker Umum sebanyak 1.460 orang, Pengawas Spesialis sebanyak 361 orang dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebanyak 563 orang.
WAWASAN Peta Perusahaan dan Wasnaker NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
PROVINSI
JENIS PENGAWAS JUMLAH JUMLAH PERUSAHAAN PENGAWAS Umum Spesialis PPNS
DKI Jakarta 29.195 Jawa Barat 27.636 Jawa Tengah 17.658 Yogyakarta 3.818 Jawa Timur 28.543 Bali 4.564 Banten 3.888 NTB 2.901 NTT 5.134 Aceh 5.280 Sumatera Barat 2.798 Sumatera Utara 10.468 Riau 3.051 Kepulauan Riau 4.403 Jambi 1.969 Bengkulu 1.724 Kepulauan Babel 922 Sumatera Selatan 5.644 Lampung 6.467 Kalimantan Timur 5.401 Kalimantan Selatan 2.918 Kalimantan Barat 3.296 Kalimantan Tengah 2.103 Sulawesi Utara 4.082 Gorontalo 1.100 Sulawesi Tengah 3.371 Sulawesi Tenggara 6.361 Sulawesi Barat 3.218 Sulawesi Selatan 9.268 Maluku 4.290 Maluku Utara 1.129 Papua Barat 2.796 Papua 1.151 Ditjen. Binwasnaker JUMLAH TOTAL 216.547
Ratio kebutuhan Wasnaker “1 orang Pengawas idealnya mengawasi 5 perusahaan dalam satu bulan atau 60 perusahaan dalam setahun”. Jumlah perusahaan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.09/MEN/V/2005, tentang Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan adalah sebanyak 216.547 perusahaan. Berdasarkan rasio ideal, jumlah perusahaan sebagai salah satu obyek pengawasan seharusnya ditangani oleh 3.609 pengawas. Dengan demikian, masih dibutuhkan 1.225 orang Wasnaker lagi, dengan asumsi jumlah perusahaan tetap.
119 231 258 33 280 33 43 15 32 28 48 147 62 34 32 24 18 68 55 172 50 32 35 38 15 30 48 11 157 32 9 11 19 165 2.384
69 166 152 16 148 18 25 10 17 23 30 106 40 23 19 16 9 41 41 55 17 20 27 19 8 23 34 9 96 20 5 7 14 137 1.460
10 25 33 7 61 10 11 - 1 - 7 11 6 3 6 5 5 9 3 58 25 2 2 6 4 2 2 1 29 5 - - 2 10 361
40 40 73 10 71 5 7 5 14 5 11 30 16 8 7 3 4 18 11 59 8 10 6 13 3 5 12 1 32 7 4 4 3 18 563
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota dilaksanakan secara terkoordinasi, melalui Koordinasi Tingkat Nasional dan Koordinasi Tingkat Provinsi. Ketiga, Kewajiban melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara berjenjang dari Bupati/Walikota kepada Gubernur. Gubernur melaporkan kepada Menteri dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. Menteri melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara nasional kepada Presiden. Keempat, Menteri menetapkan Rencana Kebutuhan Wasnaker. Kelima, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan fungsional Wasnaker kepada unit kerja pengawasan ketenagakerjaan Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Keenam, Pembentukan jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan sebagai satu kesatuan sistem informasi pengawasan ketenagakerjaan.
Reorientasi Fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan
Sebagai upaya untuk menciptakan manajemen dan administrasi pengawasan ketenagakerjaan yang ideal dalam kerangka Negara Kesatuan RI, maka Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan. Peraturan ini mengatur beberapa hal, antara lain: pertama, Penetapan Pegawai Wasnaker dalam jabatan fungsional Wasnaker. Kedua, Pengawasan ketenagakerjaan oleh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Pada awal berlakunya sistem pengawasan ketenagakerjaan, pelaksanaannya dititik beratkan pada ketaatan terhadap peraturan perundangan (policioning), sedangkan saat ini perlahan-lahan bergeser dengan mengutamakan asas advisory dibarengi prinsip represif non justitia, yang mengedepankan sistem persuasif – edukatif dengan titik berat pada penegakan hukum. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan haruslah memberikan dampak bagi terciptanya perlindungan tenaga kerja, dan kondisi hubungan kerja yang harmonis. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan fungsi negara untuk menjamin kelangsungan proses produksi, tanpa menginggalkan asas perlindungan terhadap hak-hak pekerja dan kewajiban pengusaha. Dengan mengedepankan sistem advisory, maka sesungguhnya unsur utama yang harus dilaksanakan oleh Wasnaker adalah melayani seluruh masyarakat industri, baik pekerja maupun pengusaha. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan Wasnaker yang memiliki karakter profesi kuat dan berdedikasi tinggi serta didukung
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
9
WAWASAN dengan pengetahuan yang cukup. Dengan kualitas yang demikian, maka diharapkan terbentuk Wasnaker yang memiliki integritas tinggi dan sensitif terhadap isu ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan haruslah berorientasi terhadap upaya pencegahan (preventif), dan dalam lingkup universal yang dibangun dalam suatu sistem dan fungsi dibawah pengawasan, dan kontrol satu pemerintah pusat. Sistem pengawasan ketenagakerjaan harus dilengkapi dengan Pegawai Wasnaker dalam jumlah yang cukup untuk menjamin pelaksanaan tugas yang efektif, dimulai sejak proses rekrutmen dan pengadaannya harus mempertimbangkan kualifikasi yang ketat, serta diberikan pendidikan dan pelatihan yang cukup atas tugastugasnya. Paradigma baru untuk pengawasan ketenagakerjaan tidak lagi terbatas pada mempromosikan kepatuhan pada undang-undang, melainkan mempromosikan hubungan sosial antara pekerja dan manajemen. Dalam melaksanakan pendekatan pencegahan, dibutuhkan Wasnaker yang berfungsi sebagai penasehat daripada sebagai penegak hukum. Dalam pendekatan pencegahan pada pengawasan ketenagakerjaan, layanan pengawasan bergantung pada kekuatan teknis dan sumber daya manusia daripada kekuatan posisi struktur organisasi pemerintah.
Peta Rencana Kebutuhan Wasnaker NO
PROVINSI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali Banten NTB NTT Aceh Sumatera Barat Sumatera Utara Riau Kepulauan Riau Jambi Bengkulu Kepulauan Babel Sumatera Selatan Lampung Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua JUMLAH TOTAL
JUMLAH WASNAKER JUMLAH PERUSAHAAN Kebutuhan Tersedia (-)/(+) 29.195 27.636 17.658 3.818 28.543 4.564 3.888 2.901 5.134 5.280 2.798 10.468 3.051 4.403 1.969 1.724 922 5.644 6.467 5.401 2.918 3.296 2.103 4.082 1.100 3.371 6.361 3.218 9.268 4.290 1.129 2.796 1.151 216.547
487 461 294 64 476 76 65 48 86 88 47 174 51 73 33 29 15 94 108 90 49 55 35 68 18 56 106 54 154 72 19 47 19 3.609
119 231 258 33 280 33 43 15 32 28 48 147 62 34 32 24 18 68 55 172 50 32 35 38 15 30 48 11 157 32 9 11 19 2.384
Hadhi Raharja, S.IP
368 230 36 31 196 43 22 33 54 60 (1) 27 (11) 39 1 5 (3) 26 53 (82) (1) 23 0 30 3 26 58 43 (3) 40 10 36 0 1.225
Kasubbag Kepegawaian dan Organisasi Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
10
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
WAWASAN
*) Yupiter Ersan
Kebijakan Pelaksanaan Program PMKT Tahun 2011 & Perencanaan Tahun 2012
M
encermati hasil rapat koordinasi dengan Wakil Menteri Keuangan tanggal 26 Januari 2011 sehubungan dengan Penghematan Kementerian/ Lembaga Negara Tahun Anggaran 2011, dikemukakan yang melandasi dasar hukumnya antara lain Pasal 23 UUD 1945 menyebutkan bahwa: pertama, APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; kedua, RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD; dan ketiga, Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu. Selanjutnya melalui Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa Keuangan Negara
dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan pasal 15 ayat (5) UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara dikatakan APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Berdasarkan ketentuan perundangundangan diatas, maka apabila Pemerintah akan melakukan penghematan anggaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: pertama, Pemotongan anggaran oleh Pemerintah setelah ditetapkannya APBN 2011 berakibat melanggar UU APBN; kedua, Penghematan anggaran oleh Pemerintah yang berakibat pada perubahan dan/atau pergeseran alokasi anggaran dapat dilakukan melalui proses revisi anggaran sesuai ketentuan yang berlaku dan/atau APBN-P TA 2011; ketiga, Penghematan anggaran oleh Pemerintah yang tidak berakibat pada perubahan dan/ atau pergeseran alokasi anggaran dapat dilakukan melalui penundaan pelaksanaan kegiatan-kegiatan non prioritas.
Pelaksanaan Tahun 2011 Adapun yang melatarbelakangi kebijakan penghematan anggaran yaitu: a) Arahan Presiden RI untuk melakukan VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
11
WAWASAN penghematan belanja K/L TA 2011 guna meningkatkan kualitas belanja dan penghematan APBN 2011; b) Hasil rapat koordinasi bidang perekonomian tanggal 3 Desember 2010; c) Arahan Wakil Presiden pada rapat tanggal 18 Januari 2011; dan d) Hasil Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian tanggal 25 Januari 2011. Point-point penting yang harus diperhatikan oleh Kementerian/ Lembaga menyangkut Exercise Penghematan, dijelaskan: 1) Kebijakan Penghematan akan ditetapkan dalam bentuk Instruksi Presiden, sehingga semua K/L wajib untuk melaksanakan: 2) Penghematan bukan pemotongan pagu atau pemblokiran anggaran: 3) Hasil penghematan diupayakan untuk direalokasi kepada kegiatan dalam program yang sama pada K/L yang bersangkutan yang tidak memerlukan persetujuan DPR. Pertama, Penghematan diupayakan minimal 10% setelah memperhitungkan: a) Pagu Belanja Pegawai dan Operasional Kantor; b) Pagu Kegiatan yang bersumber dari PNPB, PHLN, RMP dan PDN. Kedua,Langkah-langkah penghematan diantaranya: a) Membatasi perjalanan dinas, kecuali untuk perjalanan dinas yang benar-benar penting dan mendesak; b) Membatasi penyelenggaraan rapat, rapat kerja, seminar, workshop, konsinyering, dan agar dilaksanakan dikantor; c) Membatasi belanja operasional kecuali untuk operasional pertahanan dan ketertiban; d) Penghematan-penghematan lainnya yang terkait belanja non operasional. Ketiga, Dalam melaksanakan penghematan tetap memperhitungkan: a) Pemenuhan anggaran pendidikan 20% dari belanja negara 2011; b) Pencapaian prioritas pembangunan Nasional sebagaimana tercantum dalam RKP Tahun 2011; c) Pemenuhan pembayaran gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, honor tetap, lembur dan vakasi; d) Pemenuhan biaya operasional dan pemeliharaan perkantoran minimum;
e) Pemenuhan kegiatan yang pelaksanaannya lebih dari satu tahun anggaran (multiyears project), dan f) Pemenuhan dana pendamping untuk kegiatan yang bersumber dari PHLN dan PDN. Berkenaan dengan kebijakan Pemerintah Pusat tersebut, langkah yang telah diambil oleh Direktur Jenderal P2MKT (Drs. Djoko Sidik Pramono, MM) dalam rangka pencapaian sasaran kegiatan tahun 2011 dan persiapan penyusunan program bidang P2MKT tahun 2012 serta memperhatikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER.12/MEN/IV/2006 tentang Tata Cara Pengusulan Program Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian, khususnya Tahapan dan Waktu Penyusunan Program dan Anggaran dan PP No.21 Tahun 2004 sebagaimana dijabarkan dalam tabel berikut.
Tahapan dan Waktu Penyusunan Program dan Anggaran (Berdasarkan Per.12/MEN/IV/2006 dan PP No.21 Tahun 2004) NO
TAHAPAN KEGIATAN
1. Usulan Kab/ Kota Ke Provinsi 2. Rapat Penilaian Usulan Oleh Provinsi 3. Penetapan Pagu Indikatif 4. Penyampaian Usulan Oleh Provinsi Ke Pusat 5. Penyusunan Database Usulan Program Dan Anggaran 6. Forkasi Pemantapan Usulan Program Dan Anggaran 7. Penetapan Pagu Sementara 8. Penyusunan RKA-KL Pagu Sementara 9. Penelaahan RKA-KL Pagu Sementara 10. Penyerasian RKA-KL Dengan RKP/RENJA 11. Penelaahan Kelayakan Teknis RKA-KL Daerah dan Pusat 12. Rapat Kerja Teknis Pemantapan Program dan Anggaran 13. Penetapan Pagu Definitif 14. a. Penelaahan Pagu Definitif Dengan DJA b. Proses SAPSK 15. Pengesahan DIPA
12
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
BULAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
KETERANGAN Dari Bupati Atau Sekda Dinas Prov/ Ditjen P2MKT Sebagai Narasumber Kementerian Keuangan Dikoordinir Dinas Prov Sekretaris Ditjen Teknis Provinsi/ Setditjen Kementerian Keuangan Ditjen P2MKT/Rocan sebagai Koordinator Ditjen P2MKT, Rocan, Ditjen Anggaran Ditjen P2MKT, Rocan, Ditjen Keuangan Daerah, Dit. Teknis, Ditjen P2MKT Ditjen P2MKT dan Daerah Kementerian Keuangan Ditjen P2MKT, Rocan, dan DJA DJPBN/DEPKEU
WAWASAN Telah melayangkan surat kepada para Kepala Dinas yang membidangi Ketransmigrasian Propinsi Daerah Penempatan di Seluruh Indonesia Nomor: B.258/P2MKT-1/II/2011, tertanggal 14 Februari 2011, perihal Pengendalian Pelaksanaan Program Tahun 2011 dan Penyusunan Program dan Anggaran Tahun 2012 yang isinya menekankan bagi provinsi yang belum melaksanakan rapat Pengendalian Pelaksanaan Program P2MKT Tahun 2011 diharapkan agar segera melaksanakan kegiatan tersebut dan mengacu kepada Pencapaian Kinerja Anggaran sesuai dengan Kurva “S” sebagai berikut: Diinformasikan juga, pada saat rapat pengendalian disarankan setiap satker agar menyampaikan: a) Laporan progres fisik dan keuangan serta ADK laporan SAI posisi terakhir dan b) Surat keputusan pembentukan UAKPA dan UAKPB.
Persiapan Tahun 2012 Sementara untuk persiapan penyusunan program dan anggaran bidang P2MKT tahun 2012, kepada para Kepala Dinas agar segera mengkoordinasikan dengan Dinas Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah masingmasing dalam menyusun Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi tahun 2012,
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10
80
90
95
97
68 52 37 4
6,5
1
2
17
10 3
4
26
5
6
serta memperhatikan hal-hal seperti: a) Sesuai dengan skala prioritas kegiatan; b) Memiliki permukiman transmigrasi yang masih dibina; c) Pemenuhan kemandirian permukiman transmigrasi; dan d) Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Penekanan lebih jauh, agar setiap satker Provinsi, Kabupaten/ Kota harus sudah mengajukan usulan program yang dilengkapi dukungan kelayakan teknis tahun 2012 untuk dibahas di provinsi. Usulan program dan anggaran dimaksud akan dibahas lebih lanjut
7
8
9
10
11
12
dalam Forkasi Bidang P2MKT secara regional pada bulan Mei 2011 sampai dengan Juni 2011. Berkenaan dengan itu, usulan tersebut agar segera disampaikan ke Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi dengan tembusan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada minggu ke III bulan April 2011. Mudah-mudahan perbaikan-perbaikan kinerja dari Pemerintah akan berdampak pada hasil pembangunan yang lebih baik di seluruh Indonesia, khususnya di Permukiman Transmigrasi dan Kawasan Transmigrasi. Sumber berita: 1. Bahan hasil rapat koordinasi dengan Wakil Menteri Keuangan berkenaan Penghematan Kementerian/ Lembaga Negara Tahun Anggaran 2011, Jakarta 26 Januari 2011. 2. Surat Direktur Jenderal P2MKT kepada Para Kepala Dinas Yang Membidangi Ketransmigrasian Provinsi Daerah Penempatan Diseluruh Indonesia Nomor:B.258/P2MKT-1/II/2011, tertanggal 14 Februari 2011, perihal Pengendalian Pelaksanaan Program Tahun 2011 dan Penyusunan Program dan Anggaran Tahun 2012.
Ir. H. Yupiter Ersan, MM
Kasie Analisis dan Standardisasi Sarana Subdit ASSP Direktorat PSPK Ditjen P2MKT
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
13
WAWASAN
*) Watty Karyati Roekmana
Pelepasan Kawasan Hutan Langkah Utama Pembangunan Transmigrasi Kebijakan pemerintah dalam pembangunan Transmigrasi diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan kebutuhan papan, kebijakan energi alternatif dikawasan transmigrasi, ketahanan nasional , pemerataan pertumbuhan ekonomi dan invenstasi di daerah dan merupakan bagian dari program penanggulangan pengangguran dan kemiskinan secara berkesinambungan. Pembangunan tramsmigrasi membutuhkan alokasi ruang yang memanfaatkan kawasan hutan dengan memperhatikan peraturan perundangan undangan yang berlaku.
K
omitmen Kementerian Kehutanan dalam rangka menunjang pembangunan pemukiman
transmigrasi diwujudkan dengan pengalokasian Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK). Landasan
operasional dalam penyelenggaraan pembangunan pemukiman trasmigrasi yang memanfaatkan kawasan hutan ditempuh dengan cara pelepasan kawasan hutan melalui prosedur dan mekanisme yang telah disepakati dalam Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kehutanan Nomor PER.23/MEN/XI/2007 dan P.52/ MENHUT-II/2007 tanggal 27 Nopember 2007 tentang Pelepasan Kawasan Hutan Dalam Rangka Penyelenggaraan Transmigrasi. Sampai dengan tahun 2010, Kementerian Kehutanan telah menerbitkan S K Pe l e p a s a n K a w a s a n Hutan Untuk Permukiman Transmigrasi sejumlah 254 unit meliputi areal seluas 951.728,01 ha yang tersebar di 23 provinsi (Data dan Informasi Bidang Planologi Kehutanan tahun 2010).
Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Pelepasan kawasan hutan adalah mengubah peruntukan kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) menjadi bukan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi. Pada dasarnya
14
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
WAWASAN kawasan hutan yang dapat dilepaskan untuk penyelenggaraan transmigrasi adalah kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) dan tidak dibebani ijin penggunaan kawasan hutan dan atau ijin pemanfaatan hutan, diutamakan kawasan hutan yang berupa lahan kosong, padang alang-alang dan semak berlukar. Kawasan hutan mangrove dan kawasan hutan bergambut dengan kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter, tidak dapat dipergunakan untuk penyelenggaraan transmigrasi. Proses pelepasan kawasan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi diawali dengan pengajuan permohonan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada Menteri Kehutanan selambat-lambatnya satu tahun sebelum penetapan program permukiman transmigrasi baru. Permohonan pelepasan kawasan hutan yang diajukan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dilengkapi: pertama, Surat rekomendasi/penetapan lokasi dari Bupati/Walikota berdasarkan hasil pencermatan lapangan yang dilakukan oleh tim teknis. Kedua, Pertimbangann teknis Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan kepada Gubernur. Ketiga, Keputusan pencadangan tanah dari Gubernur berserta lampiran peta lokasi yang digambarkan pada peta dasar skala 1 : 50.000 dan apabila tidak tersedia dapat menggunakan peta dasar skala terbesar. Keempat, Peta areal yang dimohon berupa peta tata ruang hasil studi Rencana Kerangka Satuan Kawasan Pengembangan dan atau Rencana Teknik Satuan Pemukiman/Rencana Teknik Satuan Permukiman Transmigrasi Terintegrasi yang telah memperoleh klarifikasi status dan fungsi kawasan hutan dari UPT Kementerian Kehutanan sesuai dengan penetapan lokasi dari Bupati/Walikota dan pencadangan tanah dari Gubernur. Kelima, Hasil Studi Rencana Kerangka Satuan Kawasan Pengembangan dan atau Rencana Teknik Satuan Permukiman/Rencana Teknik Satuan Permukiman Transmigrasi Terintegrasi yang telah memperoleh persetujuan program dari unit teknis yang bertanggung jawab di bidang
PROSEDUR PELEPASAN KAWASAN HUTAN UNTUK PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PEMOHON (MENAKERTRANS) MENTERI KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI TIDAK ADA HAK
PENGECEKAN KELENGKAPAN BERKAS PENELAAHAN
ADA HAK
PERTIMBANGAN TEKNIS DISETUJUI
DITJEN BUK MENTERI KEHUTANAN
DITOLAK
SELESAI
PERSETUJUAN PRINSIP MENHUT
DITJEN PLANOLOGI
BATB
PEMBUATAN PETA RENCANA TATA BATAS
DISHUT PROVINSI
TATA BATAS
PENYIAPAN DRAFT SK SEKJEN MENTERI KEHUTANAN
penyiapan permukiman. Terhadap permohonan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan mencermati kelengkapan persyaratan administrasi dan melakukan telaahan teknis yang
SK PELEPASAN KAWASAN HUTAN UNTUK TRANSMIGRASI
selanjutnya dilaporkan kepada Menteri Kehutanan. Dalam hal permohonan ditolak, maka Menteri Kehutanan menerbitkan surat penolakan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sedangkan jika permohonan disetujui maka Menteri Kehutanan menerbitkan
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
15
WAWASAN persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi. Berdasarkan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan selanjutnya direktorat Jenderal Planologi Kehutanan menyiapkan peta rencana tata batas pelepasan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi dan menugaskan kepada Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yaitu Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tata batas. Hasil penataan batas dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas (BATB) Pelepasan Kawasan Hutan untuk Penyelenggaraan Transmigrasi dan peta hasil tata batas . Berita Acara Tata Batas dan peta hasil tata batas disampaikan oleh Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan kepada Menteri Kehutanan cq. Direktorat jenderal Planologi Kehutanan untuk disahkan. Berdasarkan Berita Acara Tata Batas dan peta hasil tata batas yang telah disahkan, Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan Pelepasan Kawasan Hutan untuk Permukiman Transmigrasi dan diberikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk diproses titel hak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembangunan permukiman transmigrasi dapat dilakukan setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pelepasan Kawasan Hutan. Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perubahan peruntukan kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) untuk permukiman transmigrasi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : (1) Penutupan lahannya tidak berhutan yang dibuktikan dengan hasil penafsiran citra satelit terbaru atas areal yang dimohon dan disahkan oleh instansi yang berwenang di Kementerian Kehutanan dan atau hasil survei lapangan; (2) Hasil skoring berdasarkan tiga atribut alam (kelerengan, jenis tanah dan intensitas hujan) mempunyai nilai kurang dari 125; (3) Tidak menimbulkan enclave atau tidak memotong kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang tidak layak untuk satu unit pengelolaan; (4) Tidak mengurangi kecukupan luas minimal kawasan hutan 30 % dari luas pulau
16
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
lebih dari 1.000 (seribu) hektar, wilayah Daerah aliran Sungai (DAS), kabupaten /kota atau provinsi; (5) Pada wilayah Kabupaten/Kota atau Provinsi yang mempunyai Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi harus didahului dengan relokasi fungsi kawasan Hutan Produksi Tetap dengan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi. (6) Pada wilayah Kabupaten/Kota atau Provinsi yang tidak mempunyai Hutan Produksi yang dapat Dikonversi dilakukan melalui proses tukar menukar kawasan hutan dengan menyediakan tanah pengganti berasal dari bukan kawasan hutan yang clear and clean dengan ratio 1 : 1; (7) Dilakukan pengkajian oleh tim Terpadu..
Permasalahan Pelepasan Kawasan Hutan Permasalahan yang sering ditemui pada proses pelepasan kawasan hutan dalam rangka penyelenggaraan transmigrasi yaitu terdapat tumpang tindih pembangunan lokasi permukiman transmigrasi dalam kawasan hutan tetap di beberapa provinsi yang disebabkan berbagai hal seperti : perencanaan yang tidak cermat dan tidak matang yang dilakukan sejak awal dari penunjukan lokasi dan hasil strudi teknis sebelumnya (Studi identifikasi calon areal/SICA, Rencana Teknis Unit Permukiman Transmigrasi/RTUPT), koordinasi antar sektor di daerah yang masih kurang dan pengawasan yang lemah di tingkat
pelaksana di lapangan. Pembangunan kehutanan dan permukiman transmigrasi merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dalam pelaksanaan operasionalnya memerlukan koordinasi yang baik dari sektor terkait sehingga tercipta sinergitas pembangunan sumberdaya hutan dan sumberdaya manusia guna mendapatkan manfaat ekonomi, sosial dan ekologi yang berkelanjutan. Skema pengembangan transmigrasi yang dimulai dari.perencanaan makro berupa Rencana Wilayah Pengembangan Trasmigrasi dan perencanaan mikro berupa Rencana Kerangka Satuan Permukiman sampai dengan Rencana Teknis Satuan Permukiman semestinya menerapkan prinsip-prinsip sebagai mana telah disepakati bersama o l e h Ke m e n t e r i a n Te n a g a Ke r j a dan Transmigrasi dan Kementerian Kehutanan melalui studi/kajian yang mendalam dan meyeluruh terlebih dahulu, sehingga sejak dini dapat dihindari tumpang tindih permukiman transmigrasi di kawasan hutan tetap. Semoga!
Watty Karyati Roekmana Perencana Madya Ditjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan RI
ANALISA
*) Widyantoro Mukti R.
S
Peranan PTK Mikro dalam Pembangunan Ketenagakerjaan
ebagaimana kita ketahui bersama bahwa salah satu permasalahan ketenagakerjaan yang paling disorot adalah persoalan pengangguran. Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) bulan Agustus 2010, bahwa pengangguran di Indonesia berjumlah 8,32 juta orang. Apabila kondisi ini dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun 2009 telah terjadi penurunan … juta orang, namun masalah pengangguran ini tidak pernah luput dari permukaan, dan bahkan dianggap sebagai masalah yang tidak pernah tuntas diselesaikan.
Masalah Ketenagakerjaan
Berbagai program dan kegiatan telah banyak dilaksanakan untuk memecahkan masalah pengangguran ini, akan tetapi masalah pengangguran ini masih tetap mewarnai masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Selain masalah tersebut, masalah lain yang menonjol pada bidang ketenagakerjaan menyangkut produktivitas tenaga kerja yang relatif masih rendah, tingkat upah yang belum mampu mengakomodir kebutuhan hidup
layak, perlindungan dan kenyamanan kerja, pengembangan karier pegawai/ karyawan, maupun kesejahteraan pegawai/ karyawan yang masih relatif rendah. Hal ini telah menimbulkan berbagai kasus ketenagakerjaan di perusahaan, seperti kasus pemogokan kerja, perselisihan kerja dan kecelakaan kerja. Seluruh masalah ketenagakerjaan tersebut yang pada akhirnya akan mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Konsep Perencanaan Tenaga Kerja Mikro
Untuk meminimalisir permasalahan tersebut, Kemenakertrans melalui Pusat Perencanaan Tenaga Kerja saat ini telah menerapkan konsep Perencanaan Tenaga Kerja (PTK) Mikro pada perusahaanperusahaan. Hal ini disebabkan karena PTK Mikro dapat menjamin kelangsungan hidup, dan pengembangan perusahaan melalui pelaksanaan program ke pegawaian. Konsep ini mungkin merupakan hal baru di perusahaan dan lebih nyata, bahwa PTK Mikro mempunyai tujuan untuk menjamin ke langsungan hidup, dan pengembangan perusahaan melalui pelaksanaan program kepegawaian yang terarah. Program kepegawaian tersebut memuat pola pembinaan karier, program perekrutan, seleksi, penempatan, serta pemensiunan pegawai, pelatihan dan pengembangan pegawai, perlindungan, pengupahan serta jaminan sosial, dan produktivitas kerja. Selain itu PTK Mikro di perusahaan mempersiapkan pegawai/karyawan/buruh yang handal dan kompeten untuk mengisi jabatan yang dibutuhkan.
Pendayagunaan Sumber Daya Manusia
Melalui Perencanaan Tenaga Kerja Mikro ini, bahwa Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI berperan aktif mendukung program pendayagunaan sumber daya manusia, sebagai poros pembangunan ketenagakerjaan. Sebagaimana yang telah dilakukan negaranegara maju di dunia, seperti negaranegara di benua Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. Senantiasa mengandalkan sumber daya manusianya untuk kemajuan, dan kesejahteraan bangsanya. Disamping itu, perusahaan diberbagai negara maju telah membuktikan dan menyatakan, bahwa PTK Mikro di perusahaan sangat bermanfaat dan penting. Bukan hanya bagi pengusaha tetapi juga bagi pekerja. Oleh karena itu, dihimbau agar perusahaan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perusahaan Swasta, dan Lembaga Swasta lainnya dapat melaksanakan Penyusunan dan Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja Mikro. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007, tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan, serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja pasal 20 ayat (2). Semoga! Referensi : - Metodologi Perencanaan Tenaga Kerja Mikro; - Renstra Perencanaan Tenaga Kerja Tahun 2009 -2014; - Bahan Arahan Menakertrans RI pada Rakernis PTK Mikro di Jakarta 9 s.d. 10 Februari 2011.
Widyantoro Mukti R.
Pusat Perencanaan Tenaga Kerja
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
17
ANALISA
*) Bachrudin Effendi
Program Pembinaan Transmigran Ada Berapa & Satuannya Apa?
Setiap kali Keputusan Menteri mengenai Penetapan Program dan Anggaran Ketransmigrasian terbit, selalu saja ada yang menghubungi Pusdatintrans untuk konfirmasi mengenai jumlah permukiman transmigrasi bina (dahulu lebih dikenal dengan istilah UPT Bina). Seringkali jumlah permukiman transmigrasi berbeda dari kedua sumber tersebut.
U
ntuk tahun 2011 ini, pada Kepmen No. 20/2011 tanggal 1 0 Fe b r u a r i 2 0 1 1 t e n t a n g Penetapan Target Program dan Anggaran Pembangunan Kawasan Transmigrasi serta Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi Tahun 2011, terdapat 77 lokasi permukiman transmigrasi baru yang akan dibangun dan 201 permukiman transmigrasi bina (UPT) yang mendapat dana pembinaan (pengembangan masyarakat). Sedangkan
18
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
pada Buku Data Permukiman Transmigrasi Bina Posisi 31 Desember 2010 (Edisi Februari 2011) permukiman transmigrasi bina ada 164 unit permukiman. Jadi ada selisih 37 unit/lokasi. Hal ini yang menyebabkan penulis untuk mencermati kedua sumber data tersebut.
Penyusunan Buku Data Penyusunan Buku Data Permukiman Transmigrasi Bina maupun Buku Data Permukiman Transmigrasi Serah dikoordinir
oleh Pusdatintrans. Dalam pembahasan draft buku data, pusdatintrans selalu mengundang unit kerja lain yang mengurusi data mengenai penempatan dan penyerahan permukiman yaitu Setditjen P2MKT, Dit. Penyerasian Lingkungan, Dit. Fasilitasi Perpindahan Transmigrasi (sekarang Dit. Fasilitasi Penempatan Transmigrasi) Ditjen P2KT serta Biro Perencanaan. Hasil dari pembahasan bersama ini kelak menjadi Buku Data.
Istilah UPT Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) merupakan istilah yang sangat populer di kantor yang mengurusi ketransmigrasian bai di pusat maupun di daerah, meski keberadaannya tidak pernah disebutsebut baik dalam UU No 3 Tahun 1972 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketransmigrasian, UU NO 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian maupun UU No 29 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. Bahkan dalam Kepmen 20/2011 inipun istilah UPT masih digunakan. Pusdatintrans dalam penerbitan bukubukunya telah mengganti istilah UPT ini dengan pengertian bahwa istilah “unit” merupakan besaran dari permukiman transmigrasi. Oleh karenanya istilah unit bisa diganti dengan lokasi untuk menunjukkan besaran atau satuan dari permukiman transmigrasi. Istilah UPT Bina maupun UPT serah diganti menjadi Permukiman Transmigrasi Bina dan Permukiman Transmigrasi Serah.
ANALISA Lokasi Versus UPT Di dalam Kepmen 20/2011, istilah Lokasi digunakan sebagai satuan ketika menunjukkan permukiman transmigrasi baru (PTB) sedangkan istilah UPT digunakan sebagai satuan untuk menunjukkan permukiman transmigrasi yang sudah ada (PTA). Namun ketika suatu lokasi yang sudah ada (PTA) masih ada kegiatan pembangunan dan penempatan lagi (murni), yang digunakan adalah istilah lokasi, bukan UPT, meskipun permukiman tersebut sudah ada sebelumnya. Sedangkan pada kegiatan pengembangan masyarakat, tetap menggunakan istilah UPT untuk lokasi yang sama. Sebagai contoh lokasi Sungai Bernas di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, pernah ditempatkan tahun 2009 (T+3) sebanyak 100 KK transmigran (UPT), akan ada penempatan lagi penempatan di tahun 2011 sebanyak 100 KK (Lokasi). Untuk besaran Kepala Keluarga, Kepmen ini menggunakan istilah Kel (Keluarga). Perlu diketahui, dalam istilah kependudukan untuk menyebutkan besaran keluarga digunakan istilah Kepala Keluarga (KK) bukan Keluarga (Kel).
Kenapa Berbeda? Dari pencermatan lokasi/UPT yang terdapat dalam Kepmen dan Buku Data Permukiman Transmigrasi Bina, ada perbedaan mengenai jumlah permukiman bina (201 vs 164 UPT). Ada beberapa hal sebagai penyebabnya. Sebagai contoh: pertama, Di Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Barito Selatan (Proyek PLG) ada 39 permukiman transmigrasi yang sudah diserahkan (2010) melalui Kepmen No 294/2010 tentang Pengembangan Permukiman Transmigrasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Tahun 2010. Namun ke 39 lokasi tersebut masih muncul (tersedia) anggaran untuk pengembangan masyarakat/pembinaan). Bahkan di salah satu lokasi (Dadahup C/3 masih ada pembangunan dan pengerahan untuk 210 KK. Begitu juga di Kabupaten Pulang Pisau, UPT Anjir Pulang Pisau yang juga diserahkan tahun 2010, masih ada kegiatan pembangunan dan pengerahan untuk 70 KK. Sedangkan di Kabupaten Seruyan UPT Tunggul Harapan, menurut Buku Data
Permukiman Transmigrasi Bina terdapat 75 KK (2010) tidak dianggarkan untuk kegiatan pengembangan masyarakat. Kedua, Di Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Kubu Raya, UPT Dabung SP 1 300 KK yang diserahkan tahun 2010 masih dianggarkan untuk kegiatan pengembangan masyarakat. Sedangkan di Kabupaten Bengkayang, UPT Sei Bulan di Buku Data ada penempatan 100 KK (2010), namun tidak dianggarkan untuk kegiatan pengembangan masyarakatnya di tahun 2011. Ketiga, Di Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Poso UPT Watuawu (KTM Tampolore) ada anggaran untuk kegiatan pengembangan masyarakat untuk 320 KK, namun UPT tersebut tidak tercatat dalam Buku Data Permukiman Transmigrasi Bina. Di Kabupaten Parigi Mountong yang tidak tercatat dalam Buku Data, namun dianggarkan untuk kegiatan pengembangan masyarakat untuk 100 KK. Keempat, Di Provinsi Maluku Utara Kabupaten Halmahera Tengah UPT Kobekulo SP 4 200 KK sudah diserahkan namun masih terdapat anggaran untuk pengembangan masyarakat 200 KK. Di kabupaten Pulau Morotai lokasi Daruba SP1 50 KK tidak tercata dalam Buku Data Permukiman Transmigarasi Bina namun tersedia anggaran untuk kegiatan pengembangan masyarakat. Kelima, di Provinsi Maluku Kabupaten Maluku Barat Daya UPT Wetar SP 1, 2 sudah diserahkan namun masih terdapat anggaran kegiatan pengembangan masyarakat untuk 75 KK. Keenam, Di Provinsi Gorontalo Kabupaten Boalemo UPT Pangea SP 2 (KTM) sudah diserahkan, ada anggaran untuk kegiatan
pengembangan masyarakat (TSM) 400 KK. Ketujuh, Di Provinsi Papua Kabupaten Merauke UPT Tanah Miring (KTM) sudah diserahkan namun tersedia anggaran untuk kegiatan pengembangan masyarakat sebanyak 50 KK.
Penutup Beberapa catatan di atas antara lain sebagai penyebab kenapa jumlah permukiman transmigrasi bina berbeda antara yang terdapat dalam Buku Data dan Kepmen No 20/2011 (201 vs 164 UPT). Catatan tersebut bukan untuk mencari-cari kesalahan ataupun sebagai pembenaran melainkan untuk diadakan pencermatan lebih lanjut. Kemungkinan lain, bisa jadi kekurang cermatan ada di Buku Data Permukiman Bina, karena ada data yang luput dicatat, karena saat penyusunan laporan dari daerah terlambat diterima, meskipun saat penyusunan juga dilakukan karifikasi dengan cara menelpon langsung ke dinas bilamana terdapat data yang meragukan. Bisa jadi adanya perbedaan ini bukan merupakan adanya kesalahan data, namun karena adanya kebijakan khusus dari unit teknis sehingga permukiman yang sudah diserahkanpun masih disediakan anggaran pengembangan masyarakatnya. Kalaupun memang ada ketidak akuratan data, masih ada waktu untuk merevisinya sehingga kita tidak disalahkan dikemudian hari.
Bachruddin Effendi Staf PUSDATINTRANS
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
19
REALITA
*) Tati Juliati
Program Diklat FPP Pamungkas Diklat Fungsional Penjenjangan Perencana (FPP) adalah pendidikan dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di unit perencanaan, yang akan dan telah menduduki Jabatan Fungsional Perencana (JFP) yang memenuhi persyaratan. Maksud diklat adalah untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi bidang perencanaan bagi PNS yang akan dan telah menduduki JFP.
U
ntuk menjamin pelaksanaan diklat FPP secara terbuka, partisipatif dan akuntabel, penyelenggaraan Diklat FPP diatur dengan Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Nomor KEP.013/M.PPN/02/2003. Jenis Diklat FPP dimulai dari Pertama, Muda, Madya dan Utama. Diklat FPP Madya wajib diikuti Perencana Muda yang telah memenuhi
20
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
syarat, sebagai persyaratan mutlak untuk naik ke jenjang Madya, atau calon perencana yang akan memasuki JFP jenjang Madya.
Tujuan dan Sasaran Sesuai dengan ketentuan dalam PP No. 101/2000, tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Diklat fungsional perencana tingkat Madya bertujuan untuk: 1) meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas JFP perencana madya secara profesional, dengan dilandasi kepribadian dan etika Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai dengan kebutuhan instansi; 2) menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembantu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; 3) memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat; 4) menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Tujuan penyelenggaraan diklat penjenjangan dikelompokkan ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penyelenggaraan diklat penjenjangan jabatan fungsional adalah pertama, meningkatkan wawasan dan pengetahuan perencana PNS di Pusat dan Daerah untuk mendukung tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas perencanaan pembangunan; kedua, meningkatkan kemampuan teknis perencana PNS di Pusat dan Daerah tentang perencanaan pembangunan, manajemen pembangunan serta kebijaksanaan publik; ketiga, meningkatkan kemampuan kompetensi perencana PNS di Pusat
REALITA dan Daerah dalam melakukan kegiatan perencanaan sesuai dengan tugas dan tingkat jabatannya; dan keempat, sebagai sarana untuk melaksanakan uji kompetensi bagi perencana PNS yang akan masuk ke dalam JFP atau meningkatkan jenjang jabatannya. Tujuan khusus penyelenggaraan Diklat penjenjangan JFP Madya adalah untuk meningkatkan kemampuan/ kompetensi dalam hal pengetahuan, keahlian dan sikap, dan dengan sasaran terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan JFP Madya.
Penyelenggaraan Diklat Angkatan Pamungkas Pelaksanaan diklat Penjenjangan Perencana Tingkat Madya di Kampus Fakultas Teknik Program Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) Universitas Gajah Mada di Yogyakarta merupakan angkatan terakhir tahun 2010, yang selenggarakan tanggal 18 Oktober sampai dengan 10 November 2010.
Peserta Peserta Diklat Penjenjangan Perencana Tingkat Madya Angkatan terakhir Tahun 2010 ini diikuti oleh 24 orang peserta dari berbagai instansi Pusat dan Daerah, yakni: i) tiga orang dari Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan; (ii) dua orang dari Bappeda Provinsi Jawa Timur; (iii) tiga orang dari BPPT Jakarta Pusat; (iv) dua orang dari Bappeda Kab. Kuningan-Jawa Barat; (v) tiga orang dari Kementrian Perhubungan Jakarta Pusat; (vi) dua orang dari Kementerian Sosial Jakarta; (vii) satu orang dari Bappeda Provinsi Kalimantan Barat; (viii) satu orang dari Bappeda Kab. Banyumas-Jawa Tengah; (ix) satu orang dari Bappeda Kab. Tabanan Provinsi Bali; (x) satu orang dari Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur; (xi) dua orang dari LIPI Jakarta; (xii) Dinas pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat, dan (xiii) dua orang
dari Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi Jakarta.
Materi Materi yang disampaikan pada Diklat Penjenjangan Perencana Tingkat Madya terdiri dari: (i) Analisis Wilayah dan Daerah/AWD (Analisa Nasional dan Daerah); (ii) Administrasi dan Manajemen Publik/ AMP (Manajemen Kebijakan Publik, Hukum dan Kebijakan, Manajemen Kebijakan Publik); (iii) Perencanaan Spasial/PS (Implementasi Tata Ruang Kota dan Wilayah, Kerangka Spasial program Investasi Kota dan Wilayah, Kebijakan Spasial Kota dan Wilayah). Studi Kasus Meningkatkan pemahaman berbagai teori, konsep, proses, metode dan teknik perencanaan melalui pemaparan kasus/peristiwa nyata (lokal, regional atau nasional). Topik Khusus Membahas berbagai permasalahan yang ada di daerah asal peserta/sekitar tempat penyelenggaraan diklat agar para peserta mampu memahami dan mengambil langkahlangkah penyelesaian melalui tahaptahap perencanaan. Penyusunan Perencanaan Para peserta diklat mendapat kesempatan untuk melihat langsung ke lokasi yang telah dipilih yaitu berkunjung ke Kota Jogja dan Kabupaten Sleman dan Bantul. Mencoba merumuskan
kebijakan pengembangan industri kreatif di Dagadu Jogja, Gerabah Kasongan, Batik Kreabet, dan Batik yang dikelola secara turun temurun. Di sini, para peserta diklat mencoba mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan yang ada, serta menilai sistem tata kerja pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut melalui kertas kerja dan diskusi kelompok. Uji Kompetensi Merupakan sarana evaluasi komprehensive mengenai tingkat pengetahuan dan keterampilan peserta untuk memenuhi standar kompetensi yang sekurang-kurangnya dipersyaratkan sebagai perencana pertama. Kompetensi jabatan PNS adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya. Demikianlah, sekelumit pengalaman yang kami dapat, semoga dapat dijadikan gambaran bagi peserta lainnya dalam menunjut ilmu di masa depan. Amin.
Tati Juliati
Perencana Muda Biro Perencanaan
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
21
REALITA
*) Hilaria P. Candra
Otonomi Daerah Latar belakang dilaksanakannya Otonomi Daerah antara lain karena pengalaman pemerintahan pada masa lalu dimana sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut Otonomi Daerah.
Pemerintah Daerah (Pemda) mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azaz ekonomi dan tugas pembantuan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistim Negara kesatuan republik Indonesia. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat maka partisipasi
22
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
masyarakat dalam perumusan kebijakan publik di daerah menjadi penting. Untuk mengatur pelaksanaannya maka diterbitkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Daerah diberi kewenangan yang seluas luasnya untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintah yang menjadi urusan Pemerintah. Dalam pelaksanaannya diharapkan Pe m d a l e b i h m e m p e r h a t i k a n
aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, peluang dan tantangan persaingan gobal yang disertai dengan pemberian hak dan kewajibannya. Dalam pelaksanaannya tentu ada dampak negative dan dampak positifnya. Dampak positifnya, Pemda dapat menyelenggarakan sendiri urusan Pemerintahannya. Namun dampak negatifnya cukup banyak, yang pada akhirnya berdampak kepada keberhasilan pembangunan Nasional. Perlu diingat bahwa Pemda dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya memiliki hubungan dengan Pemerintah Pusat dan dengan Pemerintah Daerah lainnya, pasal 2 ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004. Salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada alokasi pemanfaatan pendapatan daerah tersebut. Daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan. Daerah harus membayar seluruh gaji pegawai daerah, pegawai pusat yang statusnya dialihkan menjadi pegawai daerah, dan anggota legislatif daerah. Di samping itu daerah juga dituntut untuk tetap
REALITA
menyelenggarakan jasa-jasa publik dan kegiatan pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Penarikan berbagai pajak dilakukan karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengembangkan sifat wirausaha (enterpreneurship). Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah diperlukan pemahaman yang mendalam agar tidak terjadi ego sektoral. Otonomi daerah ada hubungan dengan pembagian urusan pemerintahan. Otonomi Daerah mempunyai pengertian Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintahan yang oleh UndangUndang ini ditentukan sebagai urusan pemerintah. Ada 6 bidang yang ditetapkan sebagai urusan pemerintahan pusat yaitu bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal Nasional, dan agama. Hanya enam bidang inilah Pemerintah Pusat dapat menyelenggarakan sendiri, melimpahkan atau menugaskan kepada Daerah. Pelimpahan secara penuh urusan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat inilah yang pembiayaannya dikenal dengan dana Dekonsentrasi dan bila ditugaskan
kepada Pemerintah Daerah maka pembiayaannya disebut dana Tugas Pembantuan. Selain enam bidang tersebut urusan lain yang dapat menjadi urusan Pemerintah Pusat adalah urusan yang bersifat khusus untuk kepentingan Nasional. Pemerintah dapat menerapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi, dan atau kabupaten/ kota, pasal 9 ayat (1), dengan menyertakan peran pemerintah daerah, misalnya dalam pengusulan penentuan kawasan khusus. Sebagai contoh, Pemerintah Daerah mengusulkan ke Pemerintah Pusat tentang Kawasan untuk Kota Terpadu Mandiri atau Pemerintah Pusat yang menentukan Kawasan Ekonomi Khusus. Urusan pemerintahan yang dibagi bersama adalah semua urusan Pemerintah termasuk bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian kecuali enam bidang tersebut. Urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan Pemda dikelompokkan menjadi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada
dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Sesuai pasal 7 ayat (2)I Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemeritah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota maka bidang Ketenagakerjaan adalah merupakan urusan wajib Pemda, sedangkan bidang Ketransmigrasian adalah urusan pilihan. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan penuh dalam membentuk kelembagaan/ organisasi untuk melaksanakan fungsinya termasuk pengaturan sumber daya manusianya (SDM). Hal ini bisa berdampak penempatan SDM yang tidak sesuai dengan kompetensinya termasuk kurang kompetennya SDM yang menangani bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Tidaklah mudah, mewujudkan apa yang dicita-citakan menjadi menjadi kenyataan melalui rencana program dan kegiatan. Rencana program dan kegiatan yang telah disusun dengan memperhatikan berbagai aspek, memperhatikan arah kebijakan RPJP, RPJM, RKP, Renstra K/L, Kebijakan Menteri dan peraturan perundangan yang berlaku, selain itu juga telah memperhatikan berbagai issue strategis namun dengan melihat indikator – indikator makro dan melihat jumlah rakyat yang miskin kita masih saja jauh tertinggal bahkan bila dibandingkan dengan Negara-Negara ASEAN.
Hilaria P. Candra Perencana Muda Biro Perencanaan
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
23
REALITA *) Edy Saputra Munthe
Budaya Pencari Kerja dan Harapan “Tiga dari sepuluh tukang ojek di Indonesia adalah sarjana” tukas Anthonius Tanan, pada diskusi panel Rakornas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
I
ndonesia merupakan negara dengan keragaman hayati kelautan terkaya di dunia. Tercatat 70 persen dari 6.000 sarjana perikanan dari 58 perguruan tinggi di Indonesia, setiap tahunnya tidak terserap ke dalam lapangan kerja sektor perikanan dan kelautan. Pernyataan yang diungkapkan oleh Direktur Ciputra Group dan Presiden UCEC ini, menggambarkan betapa angka pengangguran di Indonesia masih sangat tinggi. Banyak sarjana justru memilih alternatif pekerjaan seperti tukang ojek, ketika nasib menarik mereka ke dalam angka pengganguran. Anthonius Tanan juga menyoroti mayoritas tenaga kerja Indonersia yang lebih memilih ke luar negeri ketimbang berkarya di negeri sendiri. Beliau sangat menyayangkan meng apa Sumber Daya Manusia Indonesia, lebih memilih pekerjaan yang justru jauh ditinggalkan oleh masyarakat negara tujuan mereka bekerja. Beragam permasalahan muncul, mulai dari kekerasan yang dialami pada saat bekerja, hingga permasalahan “Mother Kick Generation” (generasi muda yang besar tanpa seorang ibu yang berprofesi sebagai TKI).
Budaya Pencari Kerja Mengapa permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan ini terus menggempur Indonesia dengan beragam dampak negatif yang mempengaruhi ketahanan Indonesia. Jawabannya ada pada mental generasi muda Indonesia. Budaya pencari kerja telah jauh tertanam di benak anak bangsa secara turun-temurun. Tidak jarang kita melihat bahwasanya mayoritas sarjana di Indonesia lebih memlih untuk mencari
24
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
pekerjaan, ketimbang mencoba menggali kreatifitasnya dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru yang menjanjikan. Anthonius menyimpulkan Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia yang terjun ke dunia entrepreneurship, padahal solusi utama untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran adalah menciptakan sebanyak mungkin manusia pencipta kerja. Kebutuhan untuk menciptakan manusia pencipta kerja di Indonesia tentunya memiliki korelasi yang erat
terhadap ketahanan ekonomi nasional. Staf Ahli Menteri Perekonomian Koordinator Bidang Ketenagakerjaan, Arifin Habibi, menyebutkan bahwasanya peranan para manusia pencipta kerja yang bertransformasi dalam pelaku ekonomi mikro sangatlah membantu Indonesia di masa krisis ekonomi. Seperti yang telah diulas oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saat pembukaan Rakornas, bahwa usaha mikro mempunyai kontribusi signifikan pada Produk Domestik Bruto. Ketika krisis moneter tahun 1997/1998, usaha mikro dan kecil telah menjadi katup penyelamat, sehingga perekonomian bangsa mempunyai tingkat resistensi
yang tinggi. Sementara di saat krisis financial global 2008/2009 yang dampaknya cukup terasa di Indonesia, lebih dari 50 juta unit usaha kecil yang berbentuk industri rumahan di seluruh pelosok tanah air, terbukti menjadi bantalan pengaman dalam penyediaan lapangan usaha.
Harapan Mengingat sektor ekonomi mikro yang menjadi penopang terbesar keberhasilan perekonomian Indonesia, maka masya rakat Indonesia perlu meningkatkan kreatifitas dalam menggerakkan generasi pencipta kerja. Anak bangsa tidak harus selalu dicekoki budaya mencari lapangan kerja yang semakin langka. Kreatifitas sarjana Indonesia harus terus diasah guna menciptakan sumberdaya manusia pencipta kerja yang turut mensukseskan ketahanan ekonomi melalui sektor ekonomi mikro. Penyelenggaraan pendidikan kreatifitas anak bangsa, juga tidak lepas dari hak pemenuhan pendidikan yang berbasis gender. Arifin Habibi mengungkapkan, “lakilaki dan perempuan harus mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, agar tercipta pengusaha-pengusaha muda yang berkualitas”. Menjadi kewajiban bagi bangsa Indonesia untuk menggiatkan pendidikan entrepreneurship yang layak bagi perempuan Indonesia, dimana sekitar 70 persen tenaga kerja yang terlibat dalam sektor ekonomi mikro adalah perempuan.
Ir. Edy Saputra Munthe, MM Kasubbag Evalap III Biro Perencanaan
INFO
*) Andi Arfianto
Virus Komputer dan Kriterianya Pastinya kita sebagai pengguna komputer dan internet sudah sangat sering mendengar istilah ‘virus’ yang terkadang meresahkan kita. Lalu apakah virus itu sebenarnya?
V
irus komputer bisa diartikan sebagai suatu program komputer biasa, tetapi memiliki perbedaan yang mendasar dengan program-program lainnya. Virus komputer ini dibuat untuk menulari program-program lainnya, mengubah, memanipulasinya bahkan sampai merusaknya.
Kriteria Virus Suatu program komputer baru dapat disebut virus apabila minimal
memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: pertama, Kemampuan untuk mendapatkan informasi. Pada umumnya suatu virus memerlukan daftar nama file yang ada dalam suatu directory, agar virus tersebut dapat mengenali program apa saja yang akan dia tulari, misalnya, virus makro yang akan menginfeksi semua file berekstensi *.doc. Setelah virus itu menemukannya,di sinilah kemampuan mengumpulkan informasi itu diperlukan agar virus
dapat membuat daftar/data semua file, lalu memilahnya dengan mencari file-file yang bisa ditulari. Biasanya data ini tercipta saat program yang tertular/terinfeksi atau bahkan program virus ini dieksekusi. Si virus tersebut akan segera melakukan pengumpulan data dan menaruhnya di RAM, sehingga apabila komputer dimatikan, semua data dan akan tercipta setiap program bervirus dijalankan dan biasanya dibuat sebagai hidden file oleh virus. Kedua, Kemampuan memeriksa suatu program. Suatu virus juga harus bisa memeriksa suatu program yang akan ditulari, misalnya ia bertugas menulari program berekstensi *.doc. Virus tersebut harus memeriksa apakah file dokumen ini telah terinfeksi ataupun belum, karena jika sudah maka dia akan percuma menularinya 2 kali. Ini sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan suatu virus dalam hal kecepatan menginfeksi suatu file/ program. Yang umum dilakukan oleh virus adalah memberi tanda pada file/program yang telah terinfeksi sehingga mudah untuk dikenali oleh virus tersebut. Contoh, penandaan adalah memberikan suatu byte yang unik disetiap file yang telah terinfeksi. Ketiga, Kemampuan untuk menggandakan diri. Suatu virus apabila telah menemukan calon
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
25
INFO di PC; (4) memanipulasi/merusak program/file yang ditulari; (5) mengacaukan kerja printer, dsb. b) kemampuan Menyembunyikan diri, kemampuan menyembunyikan diri ini harus dimiliki oleh suatu virus agar semua pekerjaan, dari awal sampai berhasilnya penularan, d a p a t terlaksana dengan baik.
Antisipasi Penularan Virus
korbannya (baik file atau program) maka ia akan mengenalinya dengan memeriksanya. Jika belum terinfeksi, sang virus akan memulai aksinya untuk menulari dengan cara menuliskan byte pengenal pada program/file tersebut,dan mengcopykan/menulis kode objek virus di atas file/program yang diinfeksi.
Penularan Virus Beberapa cara umum yang dilakukan oleh virus untuk menulari/ menggandakan dirinya adalah: pertama, File/Program yang akan ditulari dihapus atau diubah namanya, kemudian diciptakan suatu file baru dengan menggunakan
26
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011
nama itu namun menggunakan virus tersebut. Kedua, program virus yang sudah dieksekusi/load ke memori akan langsung menulari file-file lain dengan cara menumpangi seluruh file/program yang ada, karena memiliki sifat: a) kemampuan mengadakan manipulasi. Routine yang dimiliki suatu virus akan dijalankan setelah virus menulari suatu file/program. Isi dari suatu routine ini beragam, mulai dari yang teringan sampai pengrusakan. Routine umumnya digunakan untuk memanipulasi program ataupun mempopulerkan pembuatnya. Dengan kemampuan memanfaatkan kemampuan dari suatu operating system,suatu routine memiliki kemampuan yang sama dengan yang dimiliki sistem operasi, misalnya: (1) membuat gambar atau pesan pada monitor; (2) mengganti/ mengubah ubah label dari tiap file, direktori, atau label dari drive
L a n g k a h langkah yang biasa dilakukan, sebagai antisipasi penularan virus di komputer anda sebagai berikut: a) program asli disimpan dalam bentuk kode mesin dan digabung dengan program lain yang dianggap berguna oleh pemakai; b) program virus diletakkan pada Boot Record atau track yang jarang diperhatikan oleh komputer itu sendiri; c) program virus dibuat sependek mungkin, dan hasil file yang diinfeksi tidak berubah ukurannya; d) virus tidak mengubah keterangan waktu suatu file. Semoga langkah antisipasi ini dapat terhindar dari serangan virus.
Andi Arfianto, S.Kom Staf EVALAP Biro Perencanaan
INFO
*) Nela Rahmatutik
C
Merancang Keuangan Sejak Dini
ara mengelola keuangan ditentukan oleh kebiasaan kita sejak kecil. Dahulu, orang tua mengajarkan kita bagaimana cara menggunakan uang jajan. Bagaimana kita dapat menyisihkan uang untuk ditabung. Dengan perkembangan zaman yang serba dinamis di mana perubahan begitu cepat terjadi, cara konvensional tersebut sudah kurang tepat lagi diterapkan. Kita sebaiknya merubah pola pikir kita untuk jauh melihat ke masa depan. Sisa uang jajan tersebut, sebaiknya tidak hanya digunakan untuk ditabung, melainkan juga untuk diinvestasikan. Umumnya orang baru perduli terhadap keuangan saat mereka butuh uang, misalnya: terjepit hutang, punya anak yang mau masuk sekolah atau mau berutang untuk kredit rumah. Agar tidak menyesal di kemudian hari, maka kit a se b aikny a mengajarkan anak kita untuk menggunakan uang jajan mereka untuk berinvestasi dahulu, baru sisanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan mereka. Investasi ini penting karena hasilnya lebih tinggi dibanding produk konvensional perbankan. Deposito dengan nilai ratusan juta rupiah mungkin hanya berguna untuk lima sampai sepuluh tahun pertama setelah anak menjadi sarjana. Sedangkan tabungan merupakan tempat terbaik untuk menyimpan dana darurat. Menurut Diah Kurniati besar dana darurat minimal empat kali pengeluaran
bulanan Anda. Sehingga jika target ideal dana darurat sudah tercapai, anak Anda bisa melakukan investasi. Caranya yaitu dengan membeli emas (hard asset) atau dengan menyimpan kelebihan dana tabungan di reksadana pasar uang (paper asset).
Emas merupakan investasi yang paling aman. Emas sangat cocok untuk kebutuhan investasi dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Emas yang dibeli untuk investasi sebaiknya berbentuk koin emas atau batangan. Koin emas ini dijual dalam ukuran 1 gram sampai dengan 10 gram dan emas batangan tersedia dalam ukuran 25 gram sampai dengan 1 kg. Sedangkan investasi di reksadana dapat dijelaskan melalui ilustrasi klasik berikut ini sebagaimana yang
dikemukakan oleh Prita H. Ghozie tentang kisah dua orang pelajar sebagai berikut: Sam, 17 tahun, uang jajannya hanya Rp 500.000,- sebulan tetapi bisa berinvestasi Rp 200.000,- sebulan di reksadana saham yang menjanjikan return 20% per tahun. Sedangkan Dean, 17 tahun, uang jajannya mencapai Rp 1 .000.000,- sebulan tetapi tidak pernah bersisa. Untungnya, saat usia 22 tahun, Dean sadar keuangan. Dan, sejak bekerja, ia menginvestasikan Rp 500.000,- sebulan ke reksadana. Seperti yang sudah diduga, saat mereka berusia 30 tahun, saldo investasi Sam mencapai Rp 170 juta sedangkan Dean hanya Rp 150 juta. Padahal, Sam hanya menginvestasikan total Rp 30 juta dari uangnya sedangkan Dean mencapai Rp 50 juta. Berdasarkan ilustrasi di atas, merancang keuangan perlu dilakukan sejak dini yaitu membiasakan diri dengan menyisakan uang jajan untuk menabung dan berinvestasi. Sehingga akan banyak generasi muda yang menjadi jutawan. Kelak saat mereka memasuki dunia kerja, gaji sebulan mereka tidak hanya habis untuk pengeluaran bulanan tapi dapat dialokasikan untuk zakat, dana darurat, kebutuhan hidup saat ini dan investasi masa datang. Semoga!
Nela Rahmatutik Staf Bagian PPA II Biro Perencanaan
VOLUME V NO. 23
JANUARI JANUARI--MARET MARET2011 2011
27
LENSA
Kurusus singkat yang bertajuk DEVELOPMENT OF EMPLOYMENT POLICY FOR SUSTAINABLE ECONOMIC DEVELOPMENT AND IMPROVEMENT IN WORKER’S WELFARE berlangsung di Yokohama - Jepang tanggal 11-29 Januari 2011. Acara ini diselenggarakan oleh JICA Yokohama, Jepang. Acara ini bertujuan untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah pengelolaan tenaga kerja (terutama pada pembentukan jaringan keamanan pekerjaan, termasuk hubungan dengan pengembangan sumber daya manusia, dll. Peserta program dari Kemenakertrans RI adalah Siti Rahmawati Diyah Nuraini (Biro Perencanaan) dan Rustian Sirait SH (Ditjen PHI). Selain dari Indonesia program ini juga diikuti peserta dari Malaysia, Philipina, Kosovo dan Tajkistan.
(Foto atas) Dari kiri Plt. Kadisnakertrans Provinsi, Kepala Bappeda Provinsi sedang menyampaikan paparan, dan Moderator. (Foto bawah) Peserta Rapat Koordinasi Penyusunan Program Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian seluruh Provinsi Bangka Belitung yang diselenggarakan tanggal 3 Maret 2011 di Pangkalpinang.
(Foto atas) dari arah kiri Drs. Jadid Malawi sedang menyampaikan paparan, Kepala Seksi Program sebagai Moderator, dan Ir. Sugeng Kiswoyono, M.Si. (Foto bawah) Peserta Rapat Kerja Program Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian se Provinsi Kepulauan Riau, diselenggarakan pada tanggal 6 Februari 2010 di Tanjungpinang.
Rubrik LENSA berisi foto-foto aktifitas komunitas perencana. Redaksi menerima kiriman foto-foto dari seluruh komunitas perencana baik di pusat maupun di daerah untuk dimuat dalam rubrik ini.
28
VOLUME V NO. 23
JANUARI - MARET 2011