Menuju Kota Indonesia Inklusif, Aman, Tangguh dan Lestari The Economist memberi julukan Sustainable Development Goal (Tujuan Pembangunan Lestari 1) sebagai 169 Perintah (Commandements2). Ada banyak harapan yang digantungkan terhadap tiap butir, namun tidak sedikit pesimisme yang muncul. Tujuan Pembangunan Lestari (TPL) berupa memecahkan masalah kemiskinan yang berbuntut pada kesenjangan ekonomi, sosial hingga lingkungan. Kesenjangan pada kota besar di Indonesia, seperti Jakarta mengalami peningkatan bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di perkotaan Jakarta. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan peningkatan gini ratio dari 0.364 di tahun 2013 menjadi 0.436 di bulan sama pada tahun 2014 3. Target pengentasan kemiskinan yang digunakan saat penyusunan Tujuan Pembangunan Lestari ini adalah 1.2 milyar orang yang hidup dengan atau dibawah $1.25 per hari (Tujuan 1). Namun standar tersebut hanya mencakup pangan saja, tidak termasuk kebutuhan sandang dan papan, serta jaminan kesehatan. Sementara standar UN Conference of Trade and Development menyatakan target sesungguhnya ada $5 per hari. Jika demikian maka jumlah orang yang hidup dibawah standar tersebut adalah 4.3 milyar orang, atau 60% dari total proyeksi populasi di tahun 2030. Sementara di Indonesia memiliki proyeksi 63% penduduk Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan 4.
Lebih jauh tentang Tujuan Pembangunan Lestari 11 Menempatkan kota dalam salah satu dari 17 Tujuan Pembangunan Lestari adalah langkah strategis dalam upaya mencapai tujuan global secara bersama-sama di ranah lokal. Pentingnya kota sudah sejak lama dihembuskan sejak lama, terutama ketika para pengambil kebijakan menyadari bahwa ⅔ penduduk dunia di tahun 2050 akan tinggal di kota-kota. Ditambah lagi fakta bahwa adanya peningkatan kesenjangan di kota-kota besar, namun disaat bersamaan kelompok miskin kota adalah yang paling rentan dalam hal keamanan bermukim, bencana alam, lapangan pekerjaan hingga air bersih dan sanitasi. Namun demi mewujudkan tujuan 11, sesungguhnya tujuan 11 berkaitan erat dengan tujuan-tujuan lainnya, misalnya tujuan 1 (Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun), tujuan 12 (.Memastikan pola konsumsi dan Produksi yang berkelanjutan) dan tujuan 15 (Melindungi, memulihkan dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, mengelola hutan secara 1
Saya memilih menerjemahkan Sustainable Development Goals menjadi Tujuan Pembangunan Lestari, karena perwujudan kelestarian harus menjadi tujuan akhir dari pembangunan tersebut, sehingga kehidupan manusia dan planet dapat tetap berlanjut. 2 Tautan artikel The Economist http://www.economist.com/news/leaders/21647286-proposed-sustainabledevelopment-goals-would-be-worse-useless-169-commandments 3 Tautan artikel The Jakarta Post http://www.thejakartapost.com/news/2015/01/29/jakarta-sees-risingpoverty-widening-income-gap.html 4 Buku 1 RPJMN, halaman 37
1
berkelanjutan, memerangi desertifikasi (penggurunan), dan menghambat dan membalikkan degradasi tanah dan menghambat hilangnya keanekaragaman hayati). Keterkaitan tersebut terjadi karena kota tidak bisa dilepaskan dari struktur dan tata ruang, sementara ruang dalam kota secara tradisional bisa terwujud karena adanya tanah. Tujuan 11 akan sulit untuk diwujudkan pada kota-kota dan negara-negara yang mengalami ketimpangan dalam pengakuan atas tanah rakyat, terutama hak tanah orang miskin. Jika membaca lebih lanjut rincian Tujuan 11: Membangun Kota dan pemukiman inklusif, aman, tangguh dan lestari, terlihat jelas adanya pembobotan lebih pada pembangunan infrastruktur transportasi dan mobilitas, struktur ruang kotaserta akses terhadap permukiman. Adapun target-target tersebut meliputi: 1. Pada tahun 2030, memastikan akses terhadap perumahan dan pelayanan dasar yang layak, aman dan terjangkau bagi semua dan meningkatkan mutumemperbaiki kualitas pemukiman kumuh; 2. Padatahun 2030, menyediakan akses terhadap sistem transportasi yang aman, terjangkau, mudah diakses, dan berkelanjutan bagi semua, meningkatkan keamanan jalan, dengan memperbanyak transportasi publik, dengan perhatian khusus terhadap kebutuhan dari mereka yang berada di situasi rentan, perempuan, anak-anak, orang dengan disablitas dan manula; 3. Pada tahun 2030, meningkatkanmeningkatkan kualitas urbanisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan kapasitas untuk perencanaan dan pengelolaan pemukiman yang partisipatoris, terintegrasi dan berkelanjutan di setiap negara; 4. Menguatkan upaya untuk melindungi dan menjaga warisan budaya dan natural dunia; 5. Pada tahun 2030, secara signifikan mengurangi jumlah kematian dan jumlah orang yang terkena dampak dan secara substantif mengurangi kerugian ekonomi langsung yang berhubungan dengan produk domestik bruto global yang disebabkan oleh bencana, termasuk bencana terkait air, dengan fokus kepada melindungi yang miskin dan yang berada di situasi rentan; 6. Pada tahun 2030, mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan perkapita di perkotaan, termasuk dengan memberikan perhatian khusus kepada kualitas udara dan kotamadya dan manajemen limbah lainnya; 7. Pada tahun 2030, menyediakan akses universal terhadap ruang-ruang publik yang aman, inklusif dan mudah diakses, dan hijau, terutama bagi perempuan dan anak-anak, manula dan orang dengan disabilitas. Tujuan 11 juga memiliki komitmen yang terkait dengan perencanaan pembangunan nasional, menitikberatkan pada resiliensi dan bencana, serta mendukung adanya kerangka bantuan dari negara maju terhadap negara berkembang: Mendukung hubungan ekonomi, sosial dan lingkungan yang positif diantara area urban, peri-urban dan rural dengan menguatkan perencanaan pembangunan nasional dan regional b. Pada tahun 2020, secara substantif meningkatkan jumlah kota dan pemukiman yang mengadopsi dan mengimplementasikan kebijakan dan rencana yang terintegrasi menuju inklusif, efisiensi sumber daya, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, tahan terhadap bencana, dan mengembangkan dan mengimplementasikan, sejalan dengan Kerangka Kerja a.
2
Sendai untuk Resiko Pengurangan Bencana 2015-2030, dan manajemen resiko bencana yang holistic pada semua level c. Mendukung negara-negara kurang berkembang, termasuk melalui bantuan finansial dan teknis, dalam membangun bangunan yang berkelanjutan dan tahan lama dengan memanfaatkan bahan material lokal Yang menjadi tantangan dalam merumuskan TPL 11 adalah bagaimana caranya merumuskan indikator dan target agar relevan bagi kota-kota seluruh dunia yang pastinya memiliki keberagaman sejarah, konteks, kapasitas, posisi kota tersebut dalam skala nasional dan regional, serta kondisi geografis yang berbeda dan unik. Agar indikator tersebut dapat digunakan dalam tingkat lokal (kota), indikator tersebut tidak boleh terlalu umum, namun disaat bersamaan tidak boleh terlalu detil, yang menyebabkan sulitnya implementasi dan penerjemahan dalam kebijakan kota. Perlu ada kewaspadaan saat membaca target dan indikator diatas. Misalnya target 1 yang secara spesifik menggunakan kata ‘slums’ dengan target untuk memperbaiki mutu permukiman kumuh. Kategori kumuh yang berbeda-beda pada tiap negara, dan bahkan tiap kota dalam satu negara mungkin perlu diterjemahkan lebih lanjut ke ‘Inadequate Housing’, karena didalamnya ada konsep perlunya perbaikan pelayanan dasar (seperti instalasi air, sampah dan sanitasi) dan keamanan bermukim. Sementara target 2 yang berbicara soal transportasi akan berbenturan dengan penggunaan indikator yang tidak universal di segenap kota. Berbagai macam ketersediaan transportasi publik dalam satu kota tidak serta merta membawa perbaikan mobilitas dan penurunan waktu tempuh. Hal ini disebabkan karena perencanaan transportasi berkaitan erat dengan perencanaan ruang dan zonasi, sehingga memahami target ini tidak bisa terlepas dari target 3 yang berbicara pada tata guna lahan efisien dan adil. Target ini tidak bisa disikapi sebagai sesuatu yang rigid dan kaku, perlu ada ruang negosiasi dan partisipasi publik secara aktif. Target 4 berbicara soal warisan budaya, cagar budaya, dan cagar alam dalam kota, namun perlu disadari bahwa tidak setiap kota diberkahi oleh cagar budaya dan cagar alam yang memiliki nilai keagungan luhur, atau di tingkat dunia. Target 5 secara spesifik bicara soal ketahanan dan resiliensi terhadap bencana dan paska bencana, yang memiliki standar berbeda dan konteks berbeda di masingmasing kota. Taget 5 ini juga berkaitan dengan target 6 dan 7, rekomendasi tentang dampak terhadap lingkungan akibat kegiatan perkotaan serta akses universal terhadap ruang publik perkotaan. Keseluruhan target TPL 11 dimulai dari premis yang sederhana, jikalau kelompok (yang sebagian besar) paling rentan: kaum miskin, anak-anak, manula, perempuan, orang dengan disabilitas bisa hidup dengan nyaman dan aman di kota, secara serta merta pula kelompok diluar itu akan pasti hidup dengan nyaman dana man.
Memahami Kemiskinan di Perkotaan
3
Sebelum lebih lanjut membandingkan isi Tujuan Pembangunan Lestari dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, ada baiknya jika memahami bersama apa itu kemiskinan di perkotaan dan mengapa ada kemiskinan di kota. Kemiskinan di kota berbeda dengan desa. Selama ini kemiskinan sayangnya direduksi menjadi standar-standar angka tertentu, misalnya $1.25/hari.Disaat bersamaan, penting juga memahami bahwa hak warga atas permukiman dan penghidupan yang layak kerap direduksi menjadi bukti kepemilikan sertifikat tanah. Pemahaman dangkal atas kemiskinan, sayangnya sering terjadi pada para pengambil keputusan. Dalam konteks kota-kota besar di Indonesia, upaya reduksi tersebut dapat dilihat dari sikap kebanyakan pemerintah kota terhadap kampong-kampung kota. Ambillah contoh Jakarta, dalam sejarah panjang kampung kota, seperti Kampung Luar Batang, kampung Jawa, hingga Kampung Pulo telah mampu menunjukkan keberadaan dan eksistensinya sebelum Republik ini berdiri dan bahkan sebelum Undang Undang Agraria diberlakukan. Mereka tidak muncul dalam sehari semalam, namun ada sejarah panjang yang akhirnya mengakumulasi relasi social, ekonomi dan budaya didalamnya. Hunian dan permukiman tidak direduksi menjadi dimensi ruang dengan atap diatasnya, namun penuh kaya interaksi antar manusia. Ketercerabutan warga dari kampung akibat penggusuran dan harus pindah ke tempat yang lebih jauh dari tempat penghidupannya, membuat warga menjadi lebih miskin dari sebelumnya, bahkan harus memulai dari awal. Yang tak kalah penting adalah, pemindahan tersebut tak jarang menghilangkan resiliensi sosial yang telah terbentuk lama.
Tujuan Pembangunan Lestari 11 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 Dalam buku 1 Agenda Pembangunan Nasional memuat visi pembangunan nasional dalam RPJMN 2015-2019 adalah “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” 5. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan 6, dimana yang terkait dengan isu kemiskinan dan perkotaan adalah: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 5
Buku 1 RPJMN, halaman 67 Ibid.
6
4
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalamkebudayaan. Sementara ada 9 agenda prioritas pembangunan demi mewujudkan misi diatas, atau yang biasa disebut Nawacita 7. Adapun yang terkait dengan perkotaan adalah 1. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. 2. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 3. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. 4. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. 5. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkansektor-sektor strategis ekonomi domestik. Jika membaca misi pembangunan nasional dan nawacita, sesungguhnya agenda perkotaan dan lingkungan hidup (yang terkait dengan perkotaan) tidak terpampang secara gamblang pada keduanya. Agenda tersebut baru muncul saat membahas 7 kebijakan umum pembangunan nasional 8, yaitu: 1. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan. 2. Meningkatkan Pengelolaan dan Nilai Tambah Sumber Daya Alam (SDA) Yang Berkelanjutan. 3. Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan. 4. Peningkatan kualitas lingkungan hidup, Mitigasi bencana alam dan perubahan iklim. 5. Penyiapan Landasan Pembangunan yang Kokoh. 6. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan. 7. Mengembangkan dan Memeratakan Pembangunan Daerah. Tujuh kebijakan umum tersebut sarat dengan target dari bidang pemerintahan kota, ragam infrastruktur, mitigasi bencana alam hingga penataan ruang. Sementara Buku II Agenda Pembangunan Bidang RPJMN 2015-2019 memuat secara spesifik pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan 9 (Lestari), dimana sasarannya beririsan dengan TPL 11: 1. Mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif untuk mendukung kemandirian ekonomi, keberlanjutan kehidupan sosial dan kesejahteraan masyarakat, serta mengurangi kesenjangan antar wilayah.
7
Ibid, halaman 67-68 Buku 1 RPJMN, halaman 72-74 9 Buku 2 RPJMN 2015-2019, halaman 1 8
5
2. Meningkatnya penerapan peduli alam dan lingkungan dalam pembangunan, sehingga dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup, yang tercermin pada membaiknya indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH). 3. Membaiknya tata kelola pembangunan berkelanjutan, yang tercermin pada meningkatnya kualitas pelayanan dasar, pelayanan publik, serta menurunnya tingkat korupsi. Secara spesifik Warisan Budaya dan Alam Dunia, yang menjadi bagian dalam target 4 TPL 11 sebagai upaya Pembangunan Sosial Budaya, terutama dalam bidang Pelestarian Nilai-nilai Sejarah dan Warisan Budaya 10, yang mencakup pendaftaran Warisan Budaya Dunia hingga pelestarian dan pemanfaatannya. Demikian juga target 2 dan 3 yang dibahas secara sectoral dalam bab Bidang Penyediaan Sarana dan Prasarana 11 (Target 2) serta Pengarusutamaan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang (Target 3). Beberapa kali target 5 TPL juga disebutkan dalam pembahasan berbeda mulai dari pelembagaan, sarana dan prasarana, hingga pembangunan wilayah dan tata ruang. Sementara Target 7 yang begitu spesifik pada akses terhadap ruang publik yang inklusif dan mudah diakses tidaklah tersirat dalam RPJMN, dan malah melihat fungsi ruang publik sebagai sarana pendukung kreativitas 12 dan kebudayaan. Sesungguhnya buku ketiga Agenda Pembangunan Wilayah RPJMN 2015-2019 sangatlah kental dengan isu perkotaan, mengingat dalam agenda tersebut terdapat pembahasan terkait dengan wilayah dan ruang, yang telah dibagi kedalam 7 wilayah besar: Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua 13.Selain itu, dalam buku ketiga juga dimasukkan berbagai macam Pengembangan Kawasan Strategis. Sementara dalam upaya pengembangan Kawasan Strategi tersebut disebutkan begitu banyak keinginan untuk mewujudkan berbagai macam strategi pembangunan perkotaan 2015-2019: 1. 2. 3. 4.
Kota Layak Huni yang Aman dan Nyaman Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Bencana Kota Cerdas dan Daya Saing Kota Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Pembanguna Perkotaan
Ada sedikit kebingungan dalam penentuan strategi pembangunan perkotaan, karena seakan ini merupakan pilihan yang bisa diambil, bukannya terintegrasi satu sama lain.
10
Ibid., halaman 80 Ibid., halaman 145 12 Buku 1, RPJMN, halaman 13 Buku 3, RPJMN 2015-2019, halaman 9 11
6