KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :
KP 008 TAHUN 2017
TENTANG
TATANAN JARINGAN KOMUNIKASI PENERBANGAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,
Menimbang:
a.
bahwa
dalam rangka menunjang pelaksanaan tatanan
navigasi penerbangan nasional sesuai dengan konsep Aviation System Block Upgrades (ASBU) ICAO, dipandang perlu dibuat pedoman dalam pembangunan jaringan komunikasi penerbangan nasional yang efisien, terarah, dan terpadu;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a di atas, perlu
menetapkan
Perhubungan
Peraturan
Direktur
Jenderal
tentang
Tatanan
Jaringan
Udara
Komunikasi Penerbangan Nasional; Mengingat :
1.
Undang-undang
Nomor
1
Tahun
2009
tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang
Perusahaan
Umum
(Perum)
Lembaga
Penyelenggara
Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 176);
3.
Peraturan
Presiden
Nomor
7
Tahun
2015
tetang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 5); 4.
Peraturan
Presiden
Nomor
40
Tahun
2015
tentang
Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 75);
5.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun
2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil
Bagian 170 [Civil Aviation Safety Regulation Part 170) tentang Peraturan Lalu Lintas Udara [Air Traffic Rules); 6.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 8 Tahun
2010
tentang
Program
Keselamatan
Penerbangan
Nasional;
7.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun
2011 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 172 [Civil Aviation Safety Regulation Part 172)
tentang
Penyelenggara
Pelayanan
Lalu
Lintas
Penerbangan [Air Traffic Service Provider); 8.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun
2011 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 [Civil Aviation Safety Regulation Part 171) tentang
Penyelenggaraan
Penerbangan
Providers)
[Aeronautical
sebagaimana
Pelayanan
Telekomunikasi
Telecommunication
diubah
terakhir
Service
dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 38 Tahun 2014;
9.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 Tahun
2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil
Bagian 174 [Civil Aviation Safety Regulations Part 174) tentang Pelayanan Informasi Meterologi Penerbangan
[Aeronautical
Meteorological
Information
Services)
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 138 Tahun 2015;
10.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 60 Tahun
2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil
Bagian 175 [Civil Aviation Safety Regulations Part 175) tentang Pelayanan Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Services); 11.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan
sebagaimana
diubah
terakhir
dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 86 Tahun 2016;
12.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun 2016 tentang Tatanan Navigasi Penerbangan Nasional;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG
TATANAN JARINGAN KOMUNIKASI PENERBANGAN
NASIONAL.
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1.
Aeronautical
Fixed
Telecommunication
Network
(AFTN)
adalah suatu sistem jaringan "Aeronautical Fixed Service"
seluruh dunia, dibangun sebagai bagian dari pelayanan "AFS" untuk pertukaran pesan-pesan/berita atau data
digital antara stasiun-stasiun tetap didarat yang memiliki karateristik komunikasi sama atau berkesesuaian.
2.
Aeronautical
Fixed
Service
adalah
suatu
pelayanan
telekomunikasi antara titik-titik yang tetap (tak bergerak) tertentu
yang
diberikan
terutama
untuk
keselamatan
navigasi penerbangan dan untuk pelayanan operasi penerbanangan yang teratur, efisien dan ekonomis.
3.
Air Traffic Flow Management (ATFM)
pelayanan
yang
dibentuk
dengan
adalah
tujuan
suatu
untuk
mendukung suatu aliran lalu lintas penerbangan yang aman/selamat, tertib dan cepat dengan jaminan bahwa
kapasitas Pengendalian lalu Lintas Penerbangan Lalu
Lintas Penerbangan digunakan semaksimum mungkin serta bahwa volume lalu lintas penerbangan sesuai dengan kapasitas yang telah ditentukan oleh otoritas ATS yang berwenang.
4.
Aviation System Block Upgrades (ASBU) adalah dalam
GANP
kemampuan
ICAO
avionics
untuk
dan
Paduan
mengharmonisasikan
infrastuktur
Air
Traffic
Management.
5.
Direktur adalah Direktur Navigasi Penerbangan.
6.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
7.
Fasilitas telekomunikasi penerbangan adalah fasilitas yang digunakan untuk pelayanan komunikasi penerbangan dan pelayanan radio navigasi penerbangan.
8.
Global Air Navigation Plan (GANP) adalah sistem navigasi penerbangan secara global yang menggambarkan perencanaan
pelayanan
navigasi
penerbangan
secara
nasional.
9.
Jaringan komunikasi adalah kumpulan terminal, tautan, dan titik koneksi yang saling terhubung untuk memungkinkan telekomunikasi di antara pengguna. Jaringan komunikasi penerbangan merupakan jaringan komunikasi yang menunjang pelayanan telekomunikasi penerbangan.
10. Multi Protocol Label Switching (MPLS) adalah protokol jaringan untuk pengiriman data pada jaringan utama berkecepatan tinggi dengan menggunakan sistem label.
11. Navigasi Penerbangan adalah proses mengarahkan gerak pesawat udara dari satu titik ke titik yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya danlatau rintangan Penerbangan.
12. Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan yang selanjutnya disebut Penyelenggara Pelayanan adalah badan hukum yang diberi izin untuk mengoperasikan dan
memelihara pelayanan telekomunikasi penerbangan dan izin tersebut masih berlaku.
13. Sistem Penyebaran Data dan Informasi Penerbangan adalah kesatuan dari beberapa bagian peralatan yang berfungsi
untuk
penyebaran
data
dan
informasi
penerbangan.
14. Tatanan Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional adalah sistem komunikasi penerbangan secara nasional yang menggambarkan perencanaan dan pengembangan jaringan komunikasi penerbangan terintegrasi dan terpadu.
15. Virtual Private Network (VPN) adalah jaringan private yang ditumpangkan pada jaringan publik atau internet. Pasal 2
(1) Dalam rangka mendukung kelancaran sistem penyebaran data dan informasi penerbangan diperlukan adanya pembangunan jaringan komunikasi penerbangan nasional yang efisen, terarah dan terpadu.
(2) Data dan informasi penerbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan data dan informasi pelayanan navigasi penerbangan yang terdiri dari:
a. pelayanan telekomunikasi penerbangan; b. pelayanan informasi aeronautika;dan
c. pelayanan informasi meteorologi penerbangan.
Pasal 3
(1) Sistem
penyebaran
sebagaimana
dengan
data
dimaksud
tatanan
dan
dalam
jaringan
informasi Pasal
2
penerbangan harus
komunikasi
sesuai
penerbangan
nasional.
(2) Tatanan
jaringan
komunikasi
penerbangan
nasional
sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 4
Tatanan
jaringan
komunikasi
penerbangan
nasional
dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu:
a.
tahap 1 (satu) yaitu peningkatan infrastruktur jaringan komunikasi penerbangan;
b.
tahap 2 (dua) yaitu interkoneksi antar sub network
jaringan komunikasi penerbangan;
c.
tahap
3
(tiga) yaitu
integrasi jaringan
komunikasi
penerbangan nasional.
Pasal 5
Penyelenggara pelayanan harus menyediakan jaringan komunikasi penerbangan nasional dengan berpedoman pada Tatanan Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional dan melaporkan perkembangan setiap tahap pelaksanaan Tatanan Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 guna terwujudnya Tatanan Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional.
Pasal 6
Direktur melakukan pengawasan pelaksanaan peraturan ini.
Pasal 7
Peraturan ini berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal
18
Januari
2017
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd
SUPRASETYO
SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada: 1.
Menteri Perhubungan;
2.
Menteri Pertahanan;
3.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan;
4.
Kepala Badan Meceorologi, Klimatologi, dan Geofisika;
5.
Kepala Badan SA'\l Nasional;
6. 7.
Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah I s.d Wilayah X;
8. 9.
Para Kepala Bala^ di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;
10.
Direktur Utama Perum LPPNPI;
11. Direktur Utama IT. Angkasa Pura I;
12. Direktur Utama FT. Angkasa Pura II.
Salinan sesuai dengan aslinya XEPALA BAGIAN HUKUM
Perrjbim Tk I / (IV/b) 70118 199403 1 001
Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor
:
Tanggal :
KP 008 TAHUN
2017
18 JANUARI 2017
TATANAN JARINGAN KOMUNIKASI PENERBANGAN NASIONAL
Daftar Isi Daftarlsi
2
Daftar Tabel
4
Daftar Gambar
5
Daftar Singkatan
6
Bab I Pendahuluan
8
1.1
Latar Belakang
1.1.1 Tujuan 1.2
Dokumen-dokumen terkait
Bab II Tatanan Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional 2.1
Jaringan Komunikasi Penerbangan yang Belum Terintegrasi
8
8 9
11 11
2.1.1
Jaringan Komunikasi Antar Stasiun Penerbangan
11
2.1.1.1
AFTN
11
2.1.1.2
Direct Speech (DS)
12
2.1.1.3
Jaringan Data Pengamatan Penerbangan
13
2.1.2
Jaringan Komunikasi Lalu Lintas Penerbangan
14
2.2
Konsep Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional yang Terintegrasi
15
2.2.1
Bentuk Jaringan
16
2.2.2
Paramater Performansi
17
Bab III Konsep Operasional Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional
19
3.1
Tujuan
19
3.2
RuangLingkup
20
3.3
Persyaratan Manajemen Keselamatan Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional
20
3.4
Kapabilitas Jaringan Komunikasi Penerbangan
20
3.4.1
Aksesibilitas
20
3.4.2
Konektivitas Fisik
21
3.4.3
Akses Bandwidth dan Quality ofServices
21
3.4.4
Keamanan Jaringan
21
3.4.5
Service Level Agreement (SLA)
22
3.4.6
Pengembangan Jaringan Komunikasi Penerbangan
33
3.4.7
Monitoring Kinerja Jaringan Komunikasi Penerbangan
33
3.4.8
Pelaporan
33
3.4.9
Notifikasi Pelayanan
33
3.4.10
Rancangan Jaringan Komunikasi Penerbangan dan IP Address
33
Bab IV Strategi Tahapan Implementasi Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional
34
4.1
Inventarisasi Kebutuhan Bandwidth
34
4.2
Kesiapan Infrastruktur
34
4.3
Tahapan Konvergensi Jaringan Komunikasi PenerbanganNasional
35
Daftar Tabel
Tabell.
Standar Penentuan Prioritas
22
Tabel 2.
PersyaratanMinimal FasilitasNavigasi Penerbangan pada Jaringan
24
Komunikasi Penerbangan Nasional
Daftar Gambar
Gambar 1
Topologi Jaringan AFTN Existing
11
Gambar 2
Topologi Jaringan DS Existing
12
Gambar 3
Topologi Jaringan Radar Existing
13
Gambar 4
Topologi Jaringan ADS-B Existing
13
Gambar 5
Ilustrasi Cakupan VHF-ER di Indonesia
14
Gambar 6
Ilustrasi Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional
15
Gambar 7
Ilustrasi VPN lingkup Regional
17
Gambar 8
Konsep operasional jaringan komunikasi penerbangan nasional
19
Gambar 9
Prioritas Kebutuhan
21
Gambar 10
Contoh VPN terenkripsi
22
Gambar 11
Ilustrasi subnetwork jaringan komunikasi penerbangan yang diintegrasikan dengan VPN
34
Gambar 12
Ilustrasi konektivitas fasilitas navigasi penerbangan ke jaringan VPN
35
Gambar 13
Ilustrasi rancangan jaringan komunikasi penerbangan nasional
36
Gambar 14
Ilustrasi subnetwork lokasi Ambon
37
Gambar 15
Ilustrasi subnetwork lokasi Wamena
38
Gambar 16
Ilustrasi hubungan antara sub network ke MPLS berbasis VPN
38
Daftar Singkatan ADS-B
Automatic Dependent Surveillance - Broadcast
ADS-C
Automatic DependentSurveillance - Contract
AFS
Aeronautical Fixed Services
AFTN
Aeronautical Fixed Telecommunication Network
AIDC
ATS Interfacilites Data Communication
AIM
Aeronautical Informatin Management
AIXM
Aeronautical Information Exchange Model
AMHS
Aeronautical Message Handling System
AMS
Aeronautical Mobile Services
ASBU
Aviation System Block Upgrades
ATFM
Air Traffic Flow Management
ATM
Air Traffic Management
CPDLC
Controller Pilot Data Link Communication
DS
Direct Speech
FDPS
Flight Data Processing System
FIXM
Flight Information Exchange Model
GANP
Global Air Navigation Plan
HF
High Frequency
MPLS
Multi Protocol Label Switching
RCMS
Remote Control and Monitoring System
RDPS
Radar Data Processing System
SWIM
System Wide Information Management
VHF
Very High Frequency
VHF-ER
Very High Frequency - ExtendedRange
VPN
Virtual Private Network
WXXM
Weather Information Exchange Model
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pada Pasal 282 menyebutkan bahwa pelayanan telekomunikasi penerbangan terdiri dari: 1. Pelayanan aeronautika tetap (aeronauticalfixed services); 2. Pelayanan aeronautika bergerak (aeronautical mobile services); 3. Pelayanan radio navigasi aeronautika (aeronautical radio navigation services). Pelayanan aeronautika tetap (aeronautical fixed services) ditunjang oleh aeronautical fixed telecommunication network (AFTN) dan direct speech (DS), pelayanan aeronautika bergerak (aeronautical mobile services) ditunjang oleh komunikasi lalu lintas penerbangan yang menggunakan jalur (link) VHF dan HF, sedangkan pelayanan Radio Navigasi aeronautika (aeronautical radio navigation services) di tunjang oleh Pelayanan Rambu Udara (DVOR, NDB) dan Pelayanan Pengamatan Penerbangan (Radar, ADS - B). Jaringan komunikasi penerbangan saat ini masih berbasis pada system (system based), dimana terdapat sistem-sistem terpisah yang melayani aplikasi berbeda dengan tolak ukur kinerja jaringan komunikasi penerbangan berdasarkan kinerja teknis masing-masing sistem. Dalam rangka menunjang pelaksanaan tatanan navigasi penerbangan nasional sesuai dengan konsep Aviation System Block Upgrades (ASBU) ICAO, dipandang perlu dibuat pedoman dalam pembangunan jaringan komunikasi penerbangan nasional yang efisien, terarah, dan terpadu. Sesuai dengan Global Air Navigation Plan (GANP), jaringan komunikasi penerbangan kinerjanya berdasarkan performance based, dimana kinerjanya diukur dari kinerja/performansi pelayanan yang diberikan. Oleh sebab itu, sistem yang ada saat ini harus bertransisi dari yang sebelumnya jaringan yang bersifat system based menjadi jaringan yang bersifat performance based dengan integrasi sistem-sistem
yang ada saat ini dimana diharapkan dapat memberikan pelayanan yang seamless.
1.1.1
Tujuan
Tujuan dalam penyusunan tatanan jaringan komunikasi penerbangan nasional adalah untuk membuat suatu panduan jaringan komunikasi penerbangan yang selaras dan terintegrasi dari berbagai sistem-sistem jaringan yang terpisah. Dengan beberapa sistem-sistemjaringan yang saat ini digunakan terdiri dari: a. b. c. d. e. f.
Jaringan AFTN; Jaringan VHF - ER; Jaringan data RADAR; Jaringan Direct Speech; Jaringan ADS-B; Jaringan ATN untuk Aplikasi AMHS;
g. Jaringan komunikasi air-grounddatalink untuk Aplikasi ADS-C/CPDLC. Keberadaan beberapa jaringan komunikasi yang tidak terintegrasi saat ini, menyebabkan kesulitan dalam pengelolaan, pengawasan dan pemantauan jaringan komunikasi. Pengintegrasian berbagai jaringan tersebut diharapkan manajemen jaringan menjadi lebih mudah dan efisien, dimana hal tersebut dilakukan melalui: a. perluasan pelayanan-pelayanan yang dapat ditunjang oleh jaringan komunikasi penerbangan; b. integrasi sistem-sistem ke dalam satu jaringan komunikasi penerbangan. Pengintegrasian jaringan mengacu pada standar dan regulasi yang berlaku sesuai dengan konsep system wide information management (SWIM) dimana jaringan komunikasi penerbangan harus dapat menunjang pelayanan - pelayanan sebagai berikut:
a. Pelayanan telekomunikasi penerbangan; b. Pelayanan informasi aeronautika; c. Pelayanan informasi meteorologi penerbangan.
1.1.2
Dokumen-dokumen terkait
Adapun dokumen-dokumen terkait yang dijadikan standar dan pedoman dalam penyusunan tatanan jaringan komunikasi penerbangan nasional, sebagai berikut: 1. Peraturan Menteri No. 38 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perhubungan No. 57 Tahun 2011 Tentang Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (CASR Part 171) Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telekomunikasi Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service Providers);
Dokumen ini memberikan persyaratan untuk provider, operasi, dan perawatan
bagi ground-based aeronautical telecommunication or radionavigation service. 2. Keputusan Menteri 14 tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil 170 tentang Peraturan Lalu Lintas Udara; Dokumen ini memberikan pedoman kebutuhan operator Pelayanan Lalu Lintas Udara.
3.
Dokumen ICAO Annex 10 tentang Aeronautical Telecommunications;
Dokumen ini dapat dijadikan pedoman dalam perencanaan teknis dan operasional ATN.
4.
Dokumen ICAO 9750 tentang New Global Air Navigation Plan;
Dokumen ini dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan strategi tatanan 5.
jaringan komunikasi penerbangan nasional. Dokumen ICAO 9883 tentang Manual on Global Performance of the Air Navigation System;
Dokumen ini dapat dijadikan pedoman sehingga tatanan jaringan komunikasi penerbangan nasional sejalan dengan jaringan navigasi penerbangan global. 6.
Dokumen ICAO 9673 tentang RegionalAir Navigation Plan;
Dokumen ini dapat dijadikan pedoman sehingga tatanan jaringan komunikasi penerbangan nasional sejalan dengan jaringan navigasi penerbangan regional. 7.
Dokumen ICAO 9869 tentang Manual on the Required Communication Performance (RCP);
Dokumen ini dapat dijadikan pedoman dalam perencanaan teknis dan operasional jaringan komunikasi penerbangan nasional.
10
BAB II
Tatanan Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional
2.1
Jaringan Komunikasi Penerbangan yang Belum Terintegrasi. Saat inijaringan komunikasi penerbangan terdiri dari dua bagian yaitu: a. Jaringan komunikasi antar stasiun penerbangan (ground-ground); b. Jaringan komunikasi lalu lintas penerbangan (air-ground).
2.1.1
Jaringan Komunikasi Antar Stasiun Penerbangan (ground-ground)
2.1.1.1 Aeronautical Fixed Telecommunication Network (AFTN)
AFTN merupakan jaringan yang digunakan dalam pertukaran berita ATS antar stasiun penerbangan. Jaringan fisik AFTN terdiri dari kabel optik, VSAT, dan HF yang terhubung secara point to point, seperti yang ditunjukan pada Gambar 1. rNATUNA^ T. PINANGl
I WIDO | I WIDN
|
MUARINQ/0 6A1A DAwXl 'G.TALOl rLUWUK~, r BUA ,
WALS | [_WAUJ |WAMGj |_WAMWj | WAWDJ
l_WATOJ l_WADTj [WADWj |JVATEj [_WATCJ [_Wa™J ^WATS
Gambar 1. Topologi jaringan AFTN Existing
11
AFTN merupakan circuit switching network dimana setiap pertukaran data dilakukan dengan switch dari titik ke titik (tidak menggunakan routing). Circuit switching bersifat dedicated (tiap koneksi mempunyai channel sendiri). Hal ini memberikan tingkat availability yang tinggi.
Saat ini AFTN menggunakan star topology yang terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu Jakarta Comm Center merupakan pusat switching di bagian barat dan Ujung Pandang Comm Center merupakan pusat switching di bagiantimur. AFTN terhubung ke jaringan intemasional melalui koneksi Jakarta Comm Center ke Singapore Comm Center dan Brisbane Comm Center. 2.1.1.2 Direct Speech (DS)
DS berfungsi sebagai jaringan koordinasi berbasis suara antar stasiun penerbangan. Komponen utama DS terdiri dari DS user terminal dan DS switch. DS switch juga sering disebut dengan voice communication switch. Jaringan DS di Indonesia saat ini ditunjukan pada Gambar 2. OslBOLGAl 'A.GODANG i
I AFiS
| I
rjAUARIM»1 rOT.OAWaT.
r.DABO
I_TWR_| LAflJL
AFIS
'S'SITBD,
[_ AFIS J
rB.WANGGI I
rLOMBOK^. r BIMA i
_TVVR_J L_™CLJ L™HJ
Gambar 2. Topologi jaringan DS Existing
12
2.1.1.3 Jaringan Data Pengamatan Penerbangan
Jaringan data pengamatan penerbangan berfungsi sebagai jaringan pengiriman data pengamatan penerbangan dari ground station radar ke sistem automasi. Jaringan ini terdiri dari jaringan radar dan jaringan Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-B). Gambar 3 menunjukan jaringan Radar dan Gambar 4 menunjukan jaringan ADS-B. TaRAKaW"
TBRHST
6.1Kbps
64 Kbps
Gambar 3. Topologi jaringan radar existing
Gambar 4. Topologi jaringan ADS-B existing
13
2.1.2 Jaringan Komunikasi Lalu Lintas Penerbangan
Jaringan komunikasi lalu lintas penerbangan melayani pertukaran data antara stasiun penerbangan dan pesawat. Jaringan ini bersifat desentralisasi, dimana setiap stasiun penerbangan dapat berkomunikasi dengan pesawat komersial di dalam wilayah ruang udaranya masing-masing.
Komponen jaringan ini yang terdiri dari Tx dan Rx (transmitter dan receiver) yang tersebar di beberapalokasi yang berfungsi untuk memperluas cakupan komunikasi ground to air, umumnya disebut ER (Extended Range). Jaringan fisiknya terdiri dari VHF dan HF. Komunikasi VHF lebih reliable daripada HF. HF mencakup ruang udara yang tidak tercakup oleh komunikasi VHF.
Penggunaan jaringan komunikasi lalu lintas penerbangan secara umum digunakan untuk pemanduan lalu lintas penerbangan. Fasilitas komunikasi lalu lintas penerbangan sampai saat ini masih mengutamakan sistem konvensional berbasis suara.Integrasi dari jaringan komunikasi lalu lintas penerbangan dengan jaringan komunikasi penerbangan nasional mengarah ke sistem distribusi jaringan pemancar
jarak jauh (VHF-ER) ke unit ATS pemandu lalu lintas penerbangan. Gambar 5 menunjukan menunjukan Ilustrasi Cakupan VHF ER di Indonesia.
Gambar 5. Ilustrasi Cakupan VHF ER di Indonesia
14
2.2
Konsep Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional yang Terintegrasi.
Jaringan komunikasi penerbangan nasional yang akan datang mengintegrasikan jaringan komunikasi antar stasiun penerbangan (ground-ground) dengan jaringan lalu lintas penerbangan (air-ground) menjadi satu jaringan yang handal, efektif, dan efisien.
Konvergensi jaringan telekomunikasi mengarah menuju teknologi router, dengan menggunakan BACKBONE sebagai sistem media transmisi (Virtual Private Network). Dengan merubah paradigma jaringan telekomunikasi penerbangan maka jaringan yang harus dibangun mencakup jaringan yang sudah ada dan diintegrasikan dengan jaringan lain seperti: a. Jaringan untuk fasilitas komunikasi penerbangan; b. Jaringan untuk fasilitas pengamatan penerbangan;
c. Jaringan untuk SWIM (System Wide Information Management); d. Jaringan penunjang sistem otomasi (Flight Data Procccesing System (FD?S)/Radar Data Processing System (RDPS)/'Surveillance Data Processing System (SDPS));
Gambar 6. Ilustrasi jaringan komunikasi penerbangan nasional Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan langkah-langkah konvergensi jaringan telekomunikasi penerbangan. Jaringan konvergen memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan jaringan lain, yaitu : 1. Jaringan transport dan akses semua berbasis IP atau packet switching network; 2. Aplikasi/layanan terpisah dengan jaringan transport yaitu terletak di masingmasing device;
15
3. Jaringan terbuka sehingga memungkinkan setiap aplikasi/fasilitas untuk terhubung dengan jaringan secara cepat;
4. Jaringan broadband, yaitu penggunaan medium yang memiliki bandwidth saluran yang besar sehingga mempunyai kualitas yang tinggi; 5. Jaringan mudah diakses dan dimanage; 6. Memenuhi kaidah-kaidah keamanan jaringan sesuai standar intemasional yang berlaku.
2.2.1
Bentuk Jaringan
Topologi jaringan komunikasi penerbangan nasional secara umum akan berubah dari sistem jaringan point to point menjadi point to multipoint dengan mempertimbangkan kebutuhan kapasitas data. Perubahan sistem jaringan menjadi point to multipoint memungkinkan pilihan routing jaringan, sehingga meningkatkan redundansi.
Saat ini rekayasa jaringan dengan menggunakan cloud networking sangat mungkin digunakan dalam memenuhi kebutuhan jaringan komunikasi penerbangan nasional. Secara teknologi cloud networking cukup efisien secara topologi dimana alur berita penerbangan menganut system sentralisasi dimana subjaringan saling terhubung melalui cloud. Cloud networking dapat menggunakan VPN atau Virtual Private Network sebagai backbone-nya. VPN adalah suatu koneksi antara satu jaringan dengan jaringan lainnya secara private melalui jaringan publik. VPN disebut virtual network karena menggunakan jaringan publik sebagai media perantaranya. VPN menyalurkan data dengan membuat jaringan di dalam jaringan atau biasa disebut tunneling (membuat terowongan). Tunneling adalah suatu cara untuk membuat jalur koneksi secara privat dengan menggunakan infrastruktur jaringan lain. VPN bersifat private
dimana hanya orang tertentu saja yang bisa mengaksesnya. Data yang dikirimkan dalam VPN terenkripsi sehingga aman dan tetap rahasia meskipun dikirim melalui jaringan publik (penyelenggara jaringan /Network Provider). Pada VPN, jaringan terdiri dari bagian provider network dan customer network. Provider network merupakan jaringan backbonedalam bentuk clouddan dikelola oleh network
provider.Customer
network
merupakan
Penyelenggara Pelayanan.
16
jaringan
yang
digunakan
oleh
Pada end system, fasilitas telekomunikasi penerbangan memiliki protokol yang berbeda-beda sehingga memerlukan sebuah gateway dengan protokol yang sama untuk menghubungkannya. Gateway berbasis MPLS (Multi Protocol Label Switching) merupakan jenis protokol yang umum digunakan pada cloud networking dengan jenis fasilitas yang berbeda-beda.
Dengan topologi cloud networking menggunakan VPN, jaringan komunikasi penerbangan nasional dapat terhubung dengan jaringan VPN regional. Hal ini memudahkan interkoneksi antar negara, khususnya negara-negara anggota ICAO. Gambar 7 menunjukkan ilustrasi VPN lingkup regional.
Gambar 7. Ilustrasi VPN lingkup Regional
Jaringan komunikasi penerbangan nasional yang digunakan oleh Penyelenggara Pelayanan dapat terhubung dengan ATM (Air Traffic Management) dan AIM (Aeronautical Information Management) regional Asia Pasifik. 2.2.2
Paramater Performansi
Parameter performansi pada jaringan komunikasi penerbangan nasional mengacu pada peraturan perundangan dan dokumen ICAO 9869 tentang Manual on the Required Communication Performance (RCP) yang meliputi : a.
Transaction time;
b. Continuity;
17
c. d. e. f.
Availability; Reliability; Accuracy; Integrity.
Beberapa hal yang menjadi perhatian adalah performa dari kemampuan infrastmktur pendukung seperti utilitas dan sumberdaya manusia.
18
BAB III
Konsep Operasional Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional 3.1
Tujuan
Tujuan dari konsep operasional jaringan komunikasi penerbangan nasional adalah memberikan layanan telekomunikasi yang aman, terjamin, handal, efektif dan efisiensertadapat menghubungkan semua pihak terkait antara lain DJU, BMKG, BASARNAS, Airline dan Airport. Jaringan ini akan menunjang komunikasi data dan suara antara stasiun darat penerbangan dengan membentuk komunikasi antar pihak.
Weather info messages
ATS messages database
AIS
messages database
database
Ditjen Hubud
Basarnas-
Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional BMKG BMKG
Maskapai Penerbang
Jaringan Regional
Gambar 8. Konsep operasional jaringan komunikasi penerbangan nasional
19
3.2
Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional, meliputi: a. Pelayanan telekomunikasi penerbangan; b. Pelayanan informasi aeronautika; c. Pelayanan informasi meteorologi penerbangan.
3.3
Persyaratan Manajemen Keselamatan Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional Jaringan komunikasi penerbangan nasional mendistribusikan data telekomunikasi penerbangan, informasi aeronautika, informasi meteorologi penerbangan untuk menjamin keselamatan dan kelancaran pelayanan navigasi penerbangan. Dalam menjamin keselamatan dan kelancaran pelayanan navigasi penerbangan, jaringan komunikasi penerbangan yang digunakan hams memenuhi persyaratan
pengoperasian
sesuai dengan peraturan pemndangan tentang Standar Kinerja
Pelayanan dan telah melalui tahapan safety assessment. 3.4
Kapabilitas Jaringan Komunikasi Penerbangan
Jaringan Komunikasi Penerbangan memenuhi persyaratan kapabilitas sebagai berikut:
a.
Aksebilitaas;
b. Konektivitas Fisik;
c. d. e. f.
Akses Bandwidth dan Quality ofServices; Keamanan Jaringan; Service Level Agreement (SLA); Pengembangan Jaringan Komunikasi Penerbangan;
g. Monitoring Kinerja Jaringan Komunikasi Penerbangan; h. Pelaporan; i. Notifikasi Pelayanan;
j. 3.4.1
Rancangan Jaringan Komunikasi Penerbangan dan IP Address.
Aksesibilitas
Penyediaan aksesibilitas dan penggunaan data dapat diberikan kepada pihak berkepentingan sesuai tujuan jaringan komunikasi penerbangan.
20
3.4.2
Konektivitas Fisik
Konektivitas Fisik jaringan komunikasi penerbangan antar provider network dan Penyelenggara Pelayanan serta dengan stakeholder terkait yang menggunakan tipe connector yang umum seperti 100/1000 Base T Ethernet. Penyelenggara Pelayanan memiliki kewenangan menentukan jumlah dan lokasi koneksi jaringan komunikasi penerbangan. 3.4.3
Akses Bandwidth dan Quality ofServices Penyelenggara Pelayanan memiliki kewenangan untuk menentukan akses, bandwidthdan QoS (Quality of Service) sesuai jenis data komunikasi yang dibutuhkan.
Contohnya komunikasi data link yang merupakan komunikasi jenis suara mendapatkan akses ke high priority channel dan low priority channel seperti gambar 10. Ilustrasi prioritas kebutuhan. Preconfigured Bandwith
Gambar 9. Prioritas Kebutuhan
3.4.4
Keamanan Jaringan
Jaringan komunikasi penerbangan nasional mempakan jaringan khusus yang digunakan komunikasi penerbangan bagi pihak yang berkepentingan. Jaringan ini menggunakan jaringan publik yang terproteksi. Contoh : penggunaan firewall khusus dan VPN terenkripsi untuk menjaga keamanan jaringan komunikasi penerbangan
Contohfirewall khusus dan VPN terenkripsi ditunjukkan pada Gambar 10.
21
Oatuoaaat Eenerbanaan Nasional
Gambar 10. Contoh VPN terenkripsi 3.4.5
Service Level Agreement (SLA)
Penentuan SLA mencakup kebutuhan prioritas sebagai berikut: • Prioritas Primer dengan standard availability 99,999% • •
Prioritas Sekunder dengan standard availability 99% Prioritas Tersier dengan standard availability 95%
Penentuan Standar penentuan prioritas sebagaimana diatur dalam Tabel 1. Tabel 1. Standar Penentuan Prioritas
Penggunaan Data
Pelayanan Jaringan
Prioritas
Pengaplikasian
Komunikasi Penerbangan
Prioritas primer
AFTN
distribusi pesan AFTN
AMHS
Distribusi ATS Message 4444 Flight Plan)
Komunikasi suara groundground (Ground-Ground
Ground
Voice Comunication)
Station
A
(ICAO
Prioritas primer
melakukan
Prioritas primer
koordinasi dengan Ground Station B menggunakan VoIP dan DS mencakup fungsi koordinasi dan transfer of communications and control.
Komunikasi suara air - ground Ground Station A menggunakan (Voice Comunication) fasilitas komunikasi VHF-ER yang berada di lokasi yang remote.
Prioritas primer
Data pengamatan surveillance)
Prioritas primer
(data
Ground Station A meneruskan data
radar / ADS-B kepada Ground Station B
22
Data ATFM
Pertukaran
data
ATFM
antar
Prioritas primer
Ground Station yang mencakup: -ATFM Daily Plan
-Exchange ofTOBTand CTOT -Slot penerbangan -Koordinasi slot penerbangan -Declared airport capacity
-Aktivitas pada airspace Komunikasi data link (Data Link Communication)
Forwarding ground-ground data
Prioritas sekunder
ADS-C CPDLC, 4D-TRAD, ADSC
Data AIDC (ATS Interfacilities Komunikasi antar unit ATS yang mencakup fungsi notifikasi, Data Communication) koordinasi, dan transfer of
Prioritas sekunder
communications and control Data AIM
Pertukaran data AIM antar ground Prioritas sekunder station
Data AIXM
Pertukaran
data
AIXM
antar
Prioritas tersier
FIXM
antar
Prioritas tersier
ground station Data FIXM
Pertukaran
data
Ground Station yang mencakup: -flight planning -trajectory management
-pesan AIDC -ATFM
-A-CDM
-dangerous goods Data WXXM
Pertukaran
data
23
WXXM
Prioritas tersier
(meteorological information) antar ground station Pengetesan koneksi antar Ground
Data lainnya
Prioritas tersier
Station
Pemenuhan SLA sesuai prioritas kebutuhan oleh Network Provider diatur dalam perjanjian dengan Penyelenggara Pelayanan. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara Pelayanan atas pemenuhan SLA dimaksud.
Distribusi data pelayanan navigasi penerbangan harus memenuhi standar kinerja pelayanan mencakup waktu tanggap teknisi (Human Response Time) dan sistem performa teknis di luar lingkup penyedia jaringan komunikasi penerbangan nasional terdiri dari:
a.
skenario end-to-end;
b. keterbatasan kinerja end-to-end; Standard kinerja distribusi data pelayanan jaringan komunikasi penerbangan dengan Dokumen ICAO untuk pelayanan jaringan komunikasi penerbangan sesuai dengan fasilitas telekomunikasi penerbangan ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Standard kinerja distribusi data pelayanan jaringan komunikasi penerbangan Pelayanan Jaringan
Skenario end-to-end
Keterbatasan
Komunikasi
dengan Kebutuhan yang Paling Ketat
Performansi
Penerbangan AFTN/ message
Distress
Ground
mengirim message
Station
ke
A
distress Ground
Referensi
transmisi
Prioritas pesan AMHS pada dokumen ICAO
pesan:
Annex
Prioritas
Station B
SS
10
Vol.
2
bagian 4.4.1.2
DD/FF
Pesan berkategori SS GG/KK
AFTN/ message
Urgency Ground mengirim message
Station
ke
A
urgency Ground
24
Performansi
komunikasi ATN pada AsiaPac
Communication
Performance for ATN
Station B
Pesan berkategori DD AFTN/ Flight safety Ground message
Station
A
mengirim flight safety message ke Ground Station B
Pesan berkategori FF AFTN/
Ground
Meteorological
mengirim meteorological message ke Ground
message
Station
A
Station B
Pesan berkategori GG Station A AFTN/ Flight Ground mengirim flight regularity message regularity message ke Ground Station B
Pesan berkategori GG AFTN/ Aeronautical
Ground
Information Services
mengirim aeronautical information services message ke Ground
message
Station
A
Station B
Pesan berkategori GG AFTN/
Ground
Station
A
Administratice
mengirim administrative
25
message
message
ke
Ground
Station B
Pesan berkategori KK AFTN/
Service
message
Ground
Station
mengirim message
A
service
ke
Ground
Station B
Kategori
pesan
bergantung pada isi dari service message tersebut AMHS/FPL
Ground
Station
A
mengirim flight plan new format (ICAO Doc 4444 flight plan) ke Ground
Sama
dengan
Dokumen ICAO 4444
AFTN
Station B
AMHS/NOTAM
Ground
Station
mengirim NOTAM
A
ke
Dokumen
ICAO
Annex
15
Aeronautical
Ground Station B
Information Services, Fourteenth
Edition,
July 2013
AMHS/MET
Ground
mengirim
Station
A
MET
ke
Ground Station B
Dokumen Annex
ICAO 3
Meteorological Service
for
International
Air
Navigation, Sixteenth Edition, July 2007
26
VoIP
Komunikasi suara
ATM
System
Operational
and
Technical
Requirements, edition •
Komunikasi
data
link
February 2009
Skenario 1 (kategori S) Ground
Station
melakukan
pesawat
transfer
ke
Station
A
B.
Ground
RCP 240:
Dokumen ICAO 4444
Waktu
Dokumen
proses
komunikasi
Manual of Air Traffic
240 detik.
Services
Pesawat
menggunakan
CPDLC,
penerbangan
enroute
ICAO
Data
Link
Applications 95%
dari
(Doc
9694)
waktu transaksi
dengan standar separasi
adalah
10 NM.
detik.
180
Dokumen Manual
ICAO
on
Datalink
Communications
Dokumen ICAO 9925
Skenario 2 (kategori R) Ground
Station
melakukan
Manual
A
ke
Ground
Station
B.
Pesawat
Satellite
30
NM
Mobil
(Route)
Service Edition 1
Global
menggunakan CPDLC dan ADS-C pada daerah oseanik, dengan separation assurance (SA) lateral
the
Aeronautical
transfer
pesawat
on
Operational
Data Link Document
(GOLD) Edition 2
dan
longitudinal 30 NM Data pengamatan
RSP 180
Ground Station A
mengirim data ADS-B ke Ground Station B
Dokumen ICAO Annex 11
Network
latency: Jaringan ADSB harus
mempunyai
Dokumen ICAO Annex 10
Dokumen ICAO Annex 2
waktu
27
transmisi
Dokumen ICAO Cir
maksimal 2
326 Assessment of
detik sejak data
ADS-B andMLAT
ADS-B dibuat
services to support
pada ADS-B ground station
ATS
Dokumen ICAO 4444
selama 95% dari waktu
Dokumen ICAO
operasi (tier 1)
Aeronautical
Jaringan ADS-
Surveillance Manual
(Doc 9924)
B harus
mempunyai
Dokumen ICAO
waktu
Technical Provisions
for Mode S Services and Extended Squitter maksimal 15 detik sejak data (Doc 9871)
transmisi
ADS-B dibuat
pada ADS-B ground station selama 95%
dari waktu
operasi (tier 2)
Dokumen ICAO
Guidance Material on
Building Safety Case for ADS-B separation VI
Dokumen ICAO ADS-
B Implementation MTBF
Guidance Document
minimal 50000
(AIGD) Ed. 7
jam (tier 1) MTBF
minimal 400
jam (tier 2)
Availability minimal 99,9%
(tier 1) Availability minimal 95%
(tier 2)
28
Integrity: Probabilitas error sistem < 1 x 10E-6
Data AIDC
Koordinasi antar Ground
95% dari pesan
ICAO
Dokumen
Station (Notifikasi, yang dikirim Annex 10 koordinasi, dan transfer harus diterima Dokumen ICAO 4444 waktu komunikasi) untuk dalam keselamatan dan 12 detik sejak APAC AIDC ICD v3 waktu kelancaran penerbangan.
PAN AIDC ICD vl.O
transmisi
September 2014
Global 99,9%
dari
pesan
yang
dikirim
harus
diterima detik
Operational
Data Link Document
(GOLD) Edition 2
30
sejak
waktu
transmisi Data AIM
Pertukaran data AIS antar
Dokumen
Ground Station
Annex 15
ICAO
Dokumen ICAO 4444 Dokumen
ICAO
Global Air Navigation Plan (Doc 9750) Dokumen
ICAO
Global Air Traffic Management Operational Concept (Doc 9854)
29
Data ATFM
Pertukaran CTOT antar
95% dari pesan
Dokumen
Ground Station
yang
dikirim
Manual
hams
diterima
dalam
waktu
15 detik sejak waktu
on
(available
ATFM
in
draft
version) Dokumen APAC
transmisi
ICAO
ICAO
ATFM
SG
Work
Dokumen ICAO Doc
99,9%
dari
pesan
yang
dikirim
hams
4444
Dokumen ICAO Doc 4444
60
diterima
sejak
detik
Dokumen ICAO CDM Manual
waktu
transmisi
Dokumen ICAO Doc
9868 (PANS Training) Data AIXM
ICAO
dalam
Masih
pengembangan,
untuk
pengembangan,
Annex
sementara sama dengan
untuk
amandemen 76
AIM
sementara
sama AIM
dalam
Dokumen
Masih
dengan
3,
termasuk
ICAO
Dokumen
of
Manual
Aeronautical
Meteorological Practices (Doc 8896) Dokumen
ICAO
Manual
on
Coordination between
Air Traffic Services, Aeronautical
Information Services &
Aeronautical
Meteorological Services (Doc 9377) Handbook
30
on
the
International Airways Volcano
Watch
-
Operational Procedures
Contact
List
and
(Doc
9691) Data FIXM
Pertukaran data informasi
Dokumen
penerbangan
Manual on Flight and Flow - Information for a Collaborative
antar
Ground Station
Environment
ICAO
(Doc
9965) Dokumen
ICAO
System Wide Information Management (SWIM) Concept Pertukaran
Data IWXXM
Dokumen
data
ICAO
System Wide Information Management (SWIM) Concept
meteorologi penerbangan antar Ground Station
Dokumen
ICAO
10003 Manual on the
Digital Exchange of Aeronautical
Meteorological Information Komunikasi
ground
air-
Ground
Station
menggunakan komunikasi
A
fasilitas VHF-ER
yang berada di lokasi yang remote. Saat ini trafik
suara
Ground Station
antara
A
dan
31
Latensi end-to-
end 95%: <
1 detik dari
Provider Edge Router
ke
Provider Edge Router lainnya
lokasi VHF-ER ditransfer
menggunakan dan/atau
land
depannya, tersebut
(PE to PE).
VSAT line.
trafik
Ke
suara
ditransfer
Infrastmktur
komunikasi
melalui jaringan redundan (jalur komunikasi penerbangan. terduplikasi) Reliability: Total layanan MTBF > 50000
jam Availability: Total layanan > 99,99%
Integrity:
pengecekan berkala stasiun
darat dengan probabilitas error sistem < 1 x 10E-6
Data lainnya
Data lainnya terdiri dari: TEST data antar Ground Station
Data
simulasi
antar
platform Data protocol manajemen jaringan
Karena
bukan
data terlibat
langsung pada kegiatan operasional, maka tidak ada keterbatasan
performansi Best effort
32
yang
3.4.6 Pengembangan Jaringan Komunikasi Penerbangan
Jaringan Komunikasi Penerbangan dan kapasitas pelayanan jaringan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan komunikasi penerbangan dan mempertimbangkan perkembangan teknologi serta mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi. 3.4.7 Monitoring Kinerja Jaringan Komunikasi Penerbangan
Penyelenggara pelayanan
harus
memonitor
kinerja jaringan komunikasi
penerbangan secara bekala dan berkelanjutan. 3.4.8
Pelaporan
Penyelenggara Pelayanan hams melaporkan kinerja dan pengembangan jaringan komunikasi penerbangan nasional kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara 3.4.9
Notifikasi Pelayanan
Penyelenggara Pelayananhams menginformasikan setiap perubahan yang mempengaruhi kinerja jaringan komunikasi penerbangan ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
3.4.10 Rancangan Jaringan Komunikasi Penerbangan dan IP Address Penyelenggara Pelayanan memiliki kewenangan untuk membuat rancangan jaringan komunikasi penerbangan dan IP Address baik menggunakan VPN ataupun jaringan lainnya.
33
BAB IV
Strategi Tahapan Implementasi Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional
4.1
Inventarisasi Kebutuhan Bandwidth
Untuk menentukan kebutuhan bandwidth yang dibutuhkan untuk operasional jaringan komunikasi penerbangan nasional, penyelanggara pelayanan navigasi penerbangan perlu melakukan inventaris data kebutuhan bandwidth sebagai panduan dalam menentukan prioritas terkait data yang hams dikirim dan kebutuhan minimal bandwidth yang harus disiapkan oleh penyedia jaringan komunikasi penerbangan nasional.
4.2
Kesiapan Infrastmktur
Kesiapan infrastmktur merupakan bagian penting dalam tatanan jaringan komunikasi penerbangan nasional. Kondisi saat ini masih terdapat fasilitas telekomunikasi penerbangan yang belum memiliki kemampuan untuk menggunakan jaringan komunikasi dengan teknologi VPN. Penyelenggara Pelayanan hams menyiapkan interface bagi fasilitas yang belum memiliki kemampuan untuk menggunakan jaringan komunikasi dengan teknologi VPN. Sebagai contoh subnetwork pada jaringan komunikasi penerbangan untuk wilayah Medan dapat dihubungkan dengan VPN melalui router. Ilustrasi dapat dilihat pada gambar 11. Radar Database
Teleprinter Medan
FPL Database
«T» Central Automation
(FDPSdan RDPS)
CE Router Jakarta
Radar Monitor Medan
Gambar 11. Ilustrasi subnetwork jaringan komunikasi penerbangan yang diintegrasikan dengan VPN
34
Contoh pembangunan jaringan komunikasi penerbangan nasional yang saling terintegrasi seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
Sub
ACC
NETWORK
Automa
As Sub
Rada
VHF-ER
Gambar 12. Ilustrasi konektivitas fasilitas navigasi penerbangan ke jaringan VPN
4.3
Tahapan Konvergensi Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional
Tahapan konvergensi jaringan komunikasi penerbangan nasional bertujuan untuk menentukan tahapan transisi dari sistem konvensional (berdiri sendiri) mengarah ke sistem jaringan bam berbasis VPN (VirtualPrivate Network). Untuk menentukan tahapan konvergensi ini dibutuhkan data yang harus dipenuhi yaitu: Standar pelayanan jaringan komunikasi penerbangan; a. b.
Data infrastmktur saat ini;
c.
Inventarisasi infrastmktur yang perlu di upgrade ke jaringan komunikasi penerbangan berbasis VPN;
Jenis rancangan jaringan komunikasi penerbangan yang akan digunakan; Aplikasi yang akan terhubung ke jaringan komunikasi penerbangan nasional; Inventarisasi kebutuhan bandwidth dan aksesyang mencukupi untuk distribusi data pelayanan navigasi penerbangan (kapasitas link).
35
Ilustrasi rancangan jaringan komunikasi penerbangan nasional ditunjukkan pada Gambar 13.
Penyelenggara Pelayanan
JARINGAN KOMUNIKASI PENERBANGAN NASIONAL
Sub NETWORK 1
BMKG PAClflC OCfAN
Sub NETWORK n
REGIONAL
Gambar 13. Ilustrasi rancangan jaringan komunikasi penerbangan nasional Untuk membangun Jaringan Komunikasi Penerbangan Nasional diperlukan tahapan transisi implementasi, yaitu: a. Tahap 1, meningkatkan infrastmktur yang ada; b. Tahap 2, interkoneksi antar sub network jaringan; c. Tahap 3, integrasi jaringan komunikasi penerbangan nasional.
36
4.3.1
Tahap 1
Pada tahap ini penyelenggara pelayanan melakukan peningkatan infrastmktur yang ada. Peningkatan infrastmktur termasuk di antaranya: 1. Penyediaan database;
2. Penyediaan interface fasilitas telekomunikasi penerbangan ke VPN; 3. Penyesuaian bandwidth dengan kebutuhannya; 4. Penyiapan fasilitas pemantauan kinerja. Penyelenggara pelayanan perlu menyediakan data base untuk pelayanan telekomunikasi penerbangan, informasi aeronautika dan informasi meteorologi penerbangan. Interface dari fasilitas telekomunikasi penerbangan ke router jaringan harus disiapkan pada tahap ini. Sehingga permasalahan perbedaan protokol yang digunakan tidak menjadi hambatan dalam implementasi jaringan komunikasi penerbangan nasional. Kesiapan interface dilakukan pada sub network dan jaringan utama. Terkait kebutuhan bandwidth disesuaikan dengan hasil inventarisasi kebutuhan bandwidth, uji coba pada tahap ini memungkinkan dilakukan dengan menggunakan bandwidth minimum.
Penyedia jaringan komunikasi penerbangan nasional (network provider) juga hams menyiapkan fasilitas pemantauan kinerja jaringan. Setelah topologi jaringan ditetapkan sesuai dengan struktur subnetwork dengan jaringan utama, penyedia jaringan komunikasi penerbangan nasional (network provider) wajib melakukan uji coba dan membuat prosedur darurat (contingency plan). Simulasi konvergensi jaringan komunikasi penerbangan tahap 1 peningkatan infrastmktur dengan contoh lokasi di Ambon dan Wamena ditunjukkan pada Gambar 14 dan Gambar 15. Subnetwork Ambon dkk
Gambar 14. Ilustrasi subnetwork lokasi Ambon
37
(Rencana)Subnetwork Wamena dkk Mulia Bokondini
Tiom
Kelila
Karubaga Elelim
Gambar 15. Ilustrasi subnetwork lokasi Wamena
4.3.2
Tahap 2
Pada tahap ini dilakukan interkoneksi antar subnetwork jaringan. Penyedia jaringan (Network Provider) wajib menghubungkan antar sub-network dengan backbone jaringan (MPLS berbasis VPN). Implementasi interkoneksi seluruh fasilitas yang terhubung ke jaringan, tanpa memutus jaringan yang sudah ada. Uji coba dan prosedur damrat (contingency plan) wajib disiapkan oleh penyedia jaringan (Network Provider). Gambar 16 menunjukkan ilustrasi antara sub network ke MPLS berbasis VPN.
Gambar 16. Ilustrasi hubungan antara sub network ke MPLS berbasis VPN
38
4.3.3
Tahap 3 (tiga)
Pada tahap ini dilakukan integrasi jaringan komunikasi penerbangan nasional. Penyedia jaringan (Network Provider) harus memastikan selumh subnetwork dan jaringan utama terintregrasi dan memiliki sistem Redundancy untuk menjamin availability dan reability dari data yang diinterkoneksikan.
Pengembangan padc: tahap 3 jaringan komunikasi penerbangan nasional yang sudah berjalan dapat dilaivukan koneksi dengan jaringan lain diluar jaringan komunikasi penerbangan nasional terhubung ke jaringan milik Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, BMKG, BASARNAS dan jaringan regional.
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd
SUPRASETYO
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM
,SH, MH
Tkiy (IV/b) 118 199403 1 001
39