MENGUKUR DAYA BELI MASYARAKAT SEBAGAI INDIKATOR IPM MELALUI 9 SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN SUBANG
peningkatan pendapatan masyarakat di wilayah tersebut yaitu
Deden Abdul Wahab*)
Nilai tambah inilah yang mengukur tingkat kemakmuran setempat
pendapatan rata-rata (income per capita) masyarakat. Alat ukur yang tepat untuk melihat pendapatan masyarakat ini adalah nilai tambah dari kegiatan produksi bukan dari besarnya nilai produksi.
dengan
asumsi
seluruh
pendapatan
Nilai
tambah
juga
setempat.
Abstrak Visi Pemerintah Daerah 2003-2008 yaitu Akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat guna mendukung pencapaian visi Jawa Barat 2010, adalah arah kebijakan taktis dan strategis Pemerintahan Propinsi Jawa Barat, dalam rangka percepatan dan upaya-upaya strategis pencapaian visi Jawa Barat 2010, oleh karena itu seyogyanya hal tersebut harus menjadi suatu kewajiban semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)dan pihak-pihak terkait lainnya, untuk terus menerus melakukan sinergitas seluruh program, potensi/resources dan kegiatan lainnya. Parameter terpenting di dalam mengukur pembangunan daerah adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Pembangunan daerah/wilayah haruslah bersangkut paut dengan peningkatan pendapatan masyarakat di wilayah tersebut yaitu pendapatan rata-rata (income per capita) masyarakat. Alat ukur yang tepat untuk melihat pendapatan masyarakat ini adalah nilai tambah dari kegiatan produksi bukan dari besarnya nilai produksi.
dinikmati
merefleksikan
masyarakat produktivitas
perekonomian daerah yang terjadi, setidaknya dalam jangka pendek. Mengapa standar hidup disuatu wilayah/daerah lebih tinggi dari wilayah/daerah lain. Faktor utama paling penting untuk menentukan standar hidup suatu wilayah/daerah dalam jangka panjang adalah produktivitas sumber dayanya. Suatu wilayah makmur dengan memanfaatkan sumber dayanya secara lebih berdaya guna. Bahkan kenaikan yang relatif kecil dalam pertumbuhan produktivitas dapat berpengaruh cukup kuat dalam standar hidup. Jadi, pertumbuhan produktivitas adalah kunci kenaikan standar hidup. Bahwa
*) Dosen Tetap STIESA
Akselerasi
Visi
Pemerintah
peningkatan
Daerah
kesejahteraan
2003-2008
yaitu
masyarakat
guna
mendukung pencapaian visi Jawa Barat 2010, adalah arah
I. PENDAHULUAN
kebijakan taktis dan strategis Pemerintahan Propinsi Jawa Barat, Parameter terpenting di dalam mengukur pembangunan daerah
adalah
meningkatnya
pendapatan
masyarakat.
Pembangunan daerah/wilayah haruslah bersangkut paut dengan
Dimensia, Daya Volume Nomor 3 September Mengukur Beli2 Masyarakat (Deden) 2005
19
dalam rangka percepatan dan upaya-upaya strategis pencapaian visi Jawa Barat 2010, oleh karena itu seyogyanya hal tersebut harus menjadi suatu kewajiban semua Satuan Kerja Perangkat
20
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
Daerah (SKPD)dan pihak-pihak terkait lainnya, untuk terus
nai daya beli belum memadai. Data dan kajian tentang daya beli
menerus melakukan sinergitas seluruh program, potensi/resources
berguna untuk memperoleh gambaran antara lain sebagai berikut:
dan kegiatan lainnya.
1. Gambaran mengenai Kemampuan Ekonomi masyarakat
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dapat
(tingkat konsumsi rata-rata per kapita dan pendapatan rata-
dilihat dari pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dibentuk oleh indikator komposit Pendidikan, Kesehatan dan Daya Beli (Purchasing Power Parity).
rata per kapita); 2. Gambaran Pertumbuhan Ekonomi secara makro (Produk
IPM atau Human
Domestik Regional Bruto, Laju Pertumbuhan Ekonomi, dan
Development Index (HDI) bukan merupakan satu-satunya alat ukur yang bisa menggambarkan secara paripurna kualitas sumber
Perubahan Struktur Ekonomi); 3. Gambaran
pertumbuhan
Sektor-sektor
perekonomian
daya manusia. Namun, dengan tiga indikator yang dijadikan
masyarakat (kontribusi sektor perekonomian, kebijakan
parameternya melalui konsep IPM, diharapkan bisa dijadikan
sektoral, dan produktivitas sektoral);
salah satu instrumen untuk mengungkap bagaimana sebuah daerah
4. Salah satu data dasar untuk membuat arah dan kebijakan
dengan kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya mampu menjamin
Pemerintah Propinsi Jawa Barat melalui prioritas program dan
setidaknya tiga pilihan paling dasar bagi penduduknya. Yaitu,
kegiatan di setiap sektor untuk masing-masing SKPD
pilihan
untuk
berumur
panjang,
pilihan
untuk
memiliki
pengetahuan, dan pilihan untuk bisa hidup layak. Itu sebabnya, tuntutan untuk meningkatkan IPM tidak saja dimaksudkan dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA
rangka pemenuhan hak-hak dasar penduduk sebagai bagian dari hak asasi manusia, tetapi sekaligus juga dalam rangka membangun fondasi perekonomian yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kelangsungan hidup berdemokrasi.
Orientasi pembangunan secara umum menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan peningkaan sumber daya manusia. Strategi pembangunan ini menempatkan manusia tidak hanya sebagai modal dasar
Daya beli masyarakat adalah salah satu alat ukur yang dapat mengestimasi pendapatan masyarakat secara riil. Namun demikian hingga saat ini, analisa data maupun kajian-kajian menge-
kekuatan, tetapi sekaligus
menjadi faktor dominan dan sasaran utama pembangunan. Model pembangunan yang dilaksanakan merupakan model pembangunan tentang, untuk, dan oleh masyarakat. Model pembangunan ini mengaplikasikan aspek-aspek yang paling mendasar yang terkait
Dimensia, Daya Volume 2 Nomor 3 September Mengukur Beli Masyarakat (Deden) 2005
21
22
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
pada faktor manusia, yakni aspek kehidupan, kecerdasan dan
jasa juga kecil. Disamping itu PDRB juga merupakan cerminan
perekonomian. Secara lebih terperinci dapat diartikan bahwa
berbagai aktivitas sektoral kegiatan ekonomi masyarakat. Di
manusia Indonesia yang berkualitas adalah manusia dengan tiga
Indonesia dan seluruh wilayah di Indonesia, besarnya PDRB
ciri yaitu pertama sehat dan berumur panjang, kedua cerdas,
ditentukan oleh sumbangan 9 sektor ekonomi yang terdiri atas:
kreatif dan terampil dan bertaqwa pada Tuhan Yang Mahaesa dan
A. Sektor Primer, terdiri atas :
ketiga Mandiri dan memiliki akses untuk hidup yang layak
1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Satrategi pembangunan regional Makro Jawa Barat 2001 menentukan Vocal Concern yaitu kesejahteraan Masyarakat Jawa
B. Sektor Sekunder, terdiri atas : 1. Sektor Industri
Barat 2010. Hal tersebut akan dicapai melalui driving forces yang
2. Sektor Listrik, Gas dan Air.
terdiri atas : Core Bussiness (kegiatan utama) dan prasyarat pembangunan.
3. Sektor Bangunan
Core business terdiri atas pengembangan
agribisnis, bisnis kelautan, bisnis kepariwisataan, industri
C. Sektor Tersier, terdiri atas : 1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
manufaktur, industri jasa-jasa dan sumber daya manusia (SDM).
2. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Indikator PDRB menjadi salah kajian yang menjadi fokus
3. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
kebijakan pemerintah daerah. PDRB merupakan salah satu data
4. Sektor Jasa-jasa
statistik yang digunakan untuk sistem evaluasi dan perencanaan ekonomi
makro
suatu
wilayah,
menggambarkan
derajat Dalam analisis makroekonomi perkataan “pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat dan untuk memperlihatkan pergeseran aktivitas perekonomian masyarakat. PDRB juga mencerminkan kemampuan dan produktivitas SDM di daerah karena PDRB adalah kemampuan daerah untuk menghasilkan barang dan jasa bagi perekonomian daerah. Semakin besar PDRB berarti semakin banyak barang-barang dan jasa-jasa di produksi di daerah tersebut. Sebaliknya semakin kecil PDRB berarti produktivitas SDM di daerah rendah dan kemampuan memproduksi barang dan
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005 Mengukur Daya Beli Masyarakat (Deden)
23
ekonomi” mempunyai dua sisi pengertian yang berbeda. Di satu pihak
istilah
ini
untuk
menggambarkan
bahwa
suatu
perekonomian telah mengalami perkembangan ekonomi dan mencapai taraf kemakmuran yang lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan tentang masalah ekonomi yang dihadapi dalam jangka panjang (Sadono Sukirno, 2000). Aspek pertama dari masalah pertumbuhan bersumber dari
24
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
perbedaan di antara tingkat pertumbuhan potensia yang dapat
pertumbuhan ekonomi modern telah meningkatkan banyak
dicapai, dan tingkat pertumbuhan yang sebenarnya tercapai.
kehidupan manusia dengan indikator sebagai berikut :
Akibatnya
1. Tersedianya suplai makanan per capita
pertambahan
kemakmuran
adalah
lambat,
pengangguran semakin besar dan masalah politk dan sosial
2. Angka harapan hidup
semakin serius. Aspek kedua dari masalah pertumbuhan ekonomi
3. Angka kematian bayi
adalah meningkatkan potensi pertumbuhan itu sendiri. Misalnya
4. Pembangunan ekonomi
Jawa Barat membutuhkan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7%
5. Pendidikan
untuk meningkatkan daya beli masyarakatnya, tetapi berdasarkan
6. Hak politik dan kebebasan ekonomi
perkembangan sumber-sumber ekonomi, Jawa Barat hanya
7. Indeks pembangunan manusia
mampu tumbuh sebesar 4,6%, dalam keadaan ini Jawa Barat perlu
Dampak yang spesifik dari perluasan pertumbuhan
memikirkan cara-cara mempercepat pertumbuhan ekonominya.
ekonomi ini akan memberikan manfaat terhadap perubahan
Aspek ketiga dari masalah pertumbuhan adalah mengenai
teknologi dan perdagangan dunia dalam hal ini akan berkaitan
kestabilan pertumbuhan ekonomi yang berlaku dari satu tahun ke
dengan penguatan pertumbuhan ekonomi dunia dan memberikan
tahun lainnya. Pertumbuhan ekonomi tidaklah berkembang secara
banyak sumber daya kepada negara untuk melakukan penelitian
linier, adakalanya perekonomian berkembang dengan pesat,
dan peningkatan teknologi (Goklany, 2000)
adakalanya pergerakannya lambat dan kadang-kadang berlaku kemunduran. Dalam jangka panjang akan nyata gerakan naik-
2.1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
turun kegiatan ekonomi (konjungtur/business cyrcle).
Human Development Index atau Indeks Pembangunan
Menurut laporan dari UNDP (Dollar and Kraay ; 2000)
Manusia (IPM) telah diperkenalkan oleh United Nations
dijelaskan bahwa pendekatan populer yang digunakan untuk
Development Programe (UNDP) pada tahun 1990 sebagai bagian
pertumbuhan ekonomi adalah pendekatan Human Development
dari
Indeks, dimana indeks dari pendekatan ini didasarkan pada
Development Reports (UNDP, 1994, dalam Mazumdar p.3;
harapan hidup, pendidikan, dan GDP percapita.
2002).
rangkaian
tahunan
yang
berkenaan
dengan
Human
Indur M.G Oklany dalam Jurnal Economic Growth and
IPM menggunakan tiga indikator untik menilai kemajuaan
the State of Humanity (2:2000) menjelaskan bahwa perluasan dari
dalam pengembangan manusia, yaitu : umur yang panjang (diukur
Dimensia, 2 Nomor 3 September MengukurVolume Daya Beli Masyarakat (Deden)2005
25
26
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
melalui tingkat harapan hidup dari kelahiran), pencapaian bidang
Secara ekonomis, suatu wilayah dapat dikembangkan jika
pendidikan (diukur melalui tingkat melek huruf dari masyarakat
memiliki GDP perkapita yang tinggi dan distribusi pendapatan
dari tingkat pendidikan dasar, menengah, dan atas), dan standar
yang baik (Alfaro; p.8; 2002). Streeten P. et. Al (p.1; 2004)
hidup (yang diukur melalui GDP atau daya beli masyarakat).
dalam jurnalnya menjelaskan bahwa IPM adalah suatu index
Masing-masing dari indikator ini akan ditransformasikan ke
gabungan dari tiga indikator ekonomi yang spesifik yang
dalam suatu nilai standar dengan sistem yang sedikit lebih rumit
merefleksikan tiga dimensi utama dalam pengembangan manusia,
yang dikombinasikan dengan bobot statistik untuk menghasilkan
yaitu umur yang panjang, pengetahuan dan standar hidup.
satu nilai IPM gabungan (Richard; p.68 ; 2003)
Banyak penelitian telah dilakukan untuk membangun
Menurut UNDP, (UN; p. 10; 2001) penjelasan rinci
suatu indeks yang mencerminkan tingkat pengembangan manusia
mengenai indikator-indikator yang digunakan dalam IPM adalah
(Alfaro; p.4; 2002). Beberapa diantara penelitian tersebut tidak
sebagai berikut : Umur yang panjang diukur melalui angka
memasukan ukuran pendapatan perkapita. Sebagai contoh, yang
harapan hidup, pengetahuan diwakili oleh suatu pengukuran
berkaitan dengan Indeks dari Tingkat Hidup [Drewnowski and
pencapaian prestasi yang didasarkan pada tingkat melek huruf dan
Scott (1966) dalam Alfaro, 2002] memasukan dimensi nutrisi,
rata-rata usia sekolah. Sedangkan akses ke sumber daya diukur
perumahan, kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan lain-lain.
melalui kemampuan daya beli masyarakat yang disesuaikan
Atau berkaitan dengan Indeks Kualitas Hidup Fisik [Morris
dengan GDP percapita. Hingga saat ini, IPM telah mengalami
(1970) dalam Alfaro, 2002] yang mengkombinasikan tingkat
berbagai modifikasi dan perubahan metodologis (UN; p. 10;
kematian, tingkat melek huruf, dan umur yang panjang. Sedangkan indikator yang dikemukakan oleh The World
2001). Secara implisit, IPM menggambarkan pengembangan
Bank’s dikenal dengan Development Diamond [World Bank
dalam kaitannya dengan tiga komponen yaitu : GDP percapita,
(2000), ch. 15] yang mengkombinasikan empat faktor atau
tingkat harapan hidup, dan ukuran tingkat melek huruf (Ali R.;
dimensi yaitu dimensi harapan hidup, pendaftaran sekolah dasar,
p.46; 2000). GDP Riil dari setiap orang digunakan dalam IPM
akses kepada air yang aman, dan GDP perkapita. Setiap dimensi
yang disesuaikan dengan daya beli masyarakat dengan membuat
ini saling berhubungan satu sama lain, dan terkordinasi dengan
GDP perbandingan yang lebih akurat dengan daerah-daerah
baik.
lainnya.
Dimensia, 2 Nomor 3 September 2005 MengukurVolume Daya Beli Masyarakat (Deden)
27
28
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
Dijelaskan pula bahwa HDI merupakan suatu ukuran yang sangat bermanfaat untuk menilai posisi relatif dari suatu
1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita 2. Mendeflasikan nilai (1) dengan IHK ibukota propinsi yang
daerah dibandingkan dengan daerah lainnya (Shyam Thapa;
sesuai.
2000). Sejak konsep HDI ini diformulasikan, HDI telah banyak
3. Menghitung
daya
beli
sama
per
seperti
unit
(PPP/unit).
mendapat perhatian dari seluruh dunia dengan beberapa
penghitungan
peninjauan kembali yang lebih kritis. Hasil riset dari beberapa ahli
International
ekonomi telah memberikan banyak saran berkaitan dengan
menstandarkan nilai PDB suatu negara.
perkembangan HDI itu sendiri (Kelley ; 1991).
Data dasar yang digunakan adalah data harga dan jumlah dari
Comparison
metode
yang
Metode
Project
(ICP)
digunakan dengan
seluruh komoditi yang terdiri dari nilai 27 komoditi yang diperoleh dari susenas.
2.2 Penghitungan Indeks Daya Beli (PPP) IPM adalah adalah suatu alat yang dapat dipergunakan
4. Membagi nilai (2) dengan PPP/unit
untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan yang
5. Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai
menggunakan paradigma "Human Centered Development" (lihat
upaya untuk memperkirakan nilai marginal utility dari (4)
Human Centered Development). Ada tiga parameter/komponen
Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus:
yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan
∑E
manusia, antara lain adalah usia hidup (longevity), pengetahuan
PPP/unit=
(knowledge), dan standar hidup layak (decent living). Komponen
(i, j)
j
∑ (ρ(9, j).q(i, j) j
standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi
dimana:
riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan
E(i, j)
: pengeluaran untuk komoditi j di propinsi ke –i
indikator PDB per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real
P(9, j)
: harga komoditi j di DKI Jakarta
GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak
q(i,
: jumlah komoditi j (unit) yang di konsumsi di
tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan
propinsi ke-i
perbandingan antar negara.
Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-
Perhitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut:
Dimensia, 2 Nomor 3 September 2005 MengukurVolume Daya Beli Masyarakat (Deden)
29
j)
rata konsumsi riil secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
30
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
C(1)* = C(1)
Sedangkan nilai rata-rata untuk masing-masing indikator
Jika C(1) ≤ Z
= Z +2(C(1) – Z) (1/2)
Jika Z < C(1) ≤ 2Z
(Ij) untuk negara masing-masing negara j dapat diformulasikan
= Z +2(Z) (1/3) + 3(C(1) – 2Z) (1/3)
Jika 2Z < C(1) ≤ 3Z
sebagai berikut :
4Z
I j = (1 / 3)i∑=1 I ij
di mana:
Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk menilai IPM
3
= Z +2(Z) (1/2) + 3(Z) (1/3) + 4(C(1) – 3Z) (1/4) Jika 3Z< 3C(1) ≤
C(1) = Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan
adalah dengan menggunakan Data Envelopment Analysis
PPP/unit.
(Streeten P. et. Al
Z
(rangking) sederhana dari negara/wilayah berdasarkan hasil
= Threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan
sebagai batas
; 2 ; 2004), dengan membuat urutan
pengamatan empiris terhadap beberapa daerah terbaik yang telah
Metode yang digunakan oleh UNDP untuk estimasi IPM
melakukan benchmarked terhadap pemgembangan manusianya.
adalah dengan menentukan nilai maksimum dan minimum dari
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
tiga variabel yang menjadi dasar dari indeks pengembangan
1. Mengembangkan model DEA untuk menilai kinerja relatif
manusia yang diperoleh dari data aktual yang disusun setiap tahunnya, dengan model matematis sebagai berikut :
I ijj =
dari suatu daerah dalam hal pengembangan manusianya. 2. Kemudian kita perluas lagi dengan menghitung Model DEA
MaxX i − X ij
sebagai acuan untuk memperoleh perkiraan menyeluruh dari
MaxX i − MinX i
indeks pengembangan yang baru dengan menggunakan bobot
Dimana, Xij
umum dati indikator sosial ekonomi
adalah nilai yang dicapai oleh negara j pada
3. Akhirnya, kita akan memperkenalkan paradigma transformasi
variabel i
dalam penilaian pengembangan manusia. MaxXi
adalah nilai maksimum yang dicapai pada
rangkaian data ke-i Min Xi
Jadi, penilaian IPM dengan pendekatan model DEA digunakan untuk mengestimasi efisiensi relatif dari suatu relatif dengan
adalah nilai minimum yang dicapai pada
rangkaian data ke-i
Dimensia, 2 Nomor 3 September 2005 MengukurVolume Daya Beli Masyarakat (Deden)
mengkonversikan pendapatan bentuk pengetahuan dan peluang hidup.
31
32
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
Tabel 4: Jumlah Jam Kerja Angkatan Kerja
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN No
Jumlah Jam Kerja (Jam)
Kabupaten/ Kota
Jumlah
Tabel 1: Partisipasi Angkatan Kerja
Kabupaten/ Kota
No
6
Kab. Subang
6
Penduduk Usia 10 Tahun Keatas (Usia Kerja) Angkatan Kerja Jumlah Bukan Angkatan Angkatan Mencari Bekerja Kerja Kerja Kerja*) 607,774 32,146 508,349 639,920
Jumlah Kolom (5)+(6)
(1) 6
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) No
Kabupaten/ Kota
Laki-Laki
Perempuan
Laki-Laki+Perempuan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
76.27
35.33
55.73
Tabel 3: Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin No
6
Kabupaten/ Kota Kab. Subang
%
%
37.37
62.63
100.00
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
(3) 57.82
(4) 0.18
(5) 5.23
(6) 0.19
(7) 3.89
(8) 19.16
(9) 6.92
(10) 0.51
(11) 6.10
(12) 0.00
(13) 100.00
Keterangan : 1= sektor pertanian 2= sektor pertambangan dan penggalian 3= sektor industri 4= sektor listrik dan air minum 5= sektor bangunan dan konstruksi 6= sektor perdagangan 7= sektor transportasi dan komunikasi 8= sektor keuangan 9= sektor jasa-jasa 10= sektor lainnya
Tabel 6:
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)*) Laki-Laki
Perempuan
Laki-Laki+Perempuan
4.81
5.47
5.02
Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan Untuk Sub Golongan Makanan Dan Non Makanan No
Subang
13 Kabupaten Subang
Dimensia, 2 Nomor 3 September 2005 MengukurVolume Daya Beli Masyarakat (Deden)
%
Lapangan Usaha
1,148,269
Tabel 2: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Jenis Kelamin
Kab. Subang
35 Jam Keatas
Tabel 5: Persentase Angkatan Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kab. Subang No
6
Kab. Subang
< 35 Jam
33
34
2003 123,209
Jumlah 2004 158,584
2005 195,154
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
Tabel 7: PDRB Kabupaten Subang Atas Harga Berlaku Menurut 9 Sektor Perekonomian Periode 2000 – 2004
1. Pendapatan Rumah Tangga Tabel 9:
Lapangan Usaha
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian
1,603,693
2,074,833
2,391,202
2,648,644
2,942,113
83.46
Pertambangan
1,007,006
921,254
1,174,658
1,336,628
2,529,605
151.20
Industri Listrik gas dan Air
852,040
880,844
1,005,043
994,287
974,429
14.36
43,131
50,993
57,289
64,292
68,712
59.31
Bangunan
114,629
134,032
162,176
222,004
224,514
95.86
Perdagangan
905,605
1,089,776
1,226,184
1,329,688
1,423,530
57.19
Pengangkutan Lembaga Keuangan
181,635
215,508
230,601
275,332
330,981
82.22
1,262,723
148,721
167,219
206,055
233,134
-81.54
325,866
395,549
458,967
524,047
575,310
76.55
6,296,328
5,911,510
6,873,339
7,600,977
9,302,328
Jasa-Jasa PDRB
47.74
Tabel 8: PDRB Kabupaten Subang Atas Harga Konstan 2000 Menurut 9 Sektor Perekonomian Periode 2000 – 2004 Lapangan Usaha
2000
2001
2002
2003
2004
Pertumb.
Pertanian
1,603,693
1,667,879
1,760,257
1,849,701
1,973,092
23.03
Pertambangan
1,007,006
893,822
1,353,571
1,443,571
2,000,941
98.70
Industri Listrik gas dan Air
852,040
861,547
869,910
861,297
822,111
(3.51)
43,131
46,879
49,712
53,391
58,406
35.42
Bangunan
114,629
121,847
129,437
133,603
142,532
Perdagangan
905,605
957,745
1,008,489
1,066,246
1,138,752
25.74
Pengangkutan Lembaga Keuangan
181,635
197,176
215,031
237,986
262,490
44.52
1,262,723
136,676
142,343
161,552
179,990
(85.75)
325,866
362,357
388,012
422,961
458,591
40.73
6,296,328
5,245,928
5,916,762
6,230,308
7,036,905
Jasa-Jasa PDRB
Dimensia, 2 Nomor 3 September MengukurVolume Daya Beli Masyarakat (Deden)2005
Bandingan Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Subang bila melihat dari 3 sektor
Pertumb.
24.34
No
Pendapatan (Rp/bulan)
I
Sektor Primer 1 Pertanian II Sektor Skunder 3 Industri III Sektor Tersier 6 Perdagangan Jumlah Rata-rata Pendapatan
36,119,908.80 13,391,271.22 6,020,881.40 50.114.061.42 16.704.687.14
Hasil survey rumah tangga terhadap 162 responden yang ada di Kabupaten Subang diperoleh total keseluruhan pendapatan masyarakat mencapai Rp 50.114.061.42 sehingga secara rata-rata pendapatan per sektor sebesar Rp 16.704.687.14 Adapun kontribusi rata-rata pendapatan bulanan di Kabupaten Subang berdasarkan 3 sektor perekonomian adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan Sektor Pertanian rata-rata per bulan di Kabupaten Subang sebesar Rp 694,613.63,2. Pendapatan Sektor Industri Pengolahan rata-rata per bulan sebesar Rp704,803.75,3. Pendapatan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ratarata per bulan sebesar Rp 668,986.82,-
11.76
35
Responden
36
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
Gambar 4.16 2 Rata-rata Pengeluaran Per Orang di Kabupaten Subang
n
-a
na
sJ aas J
aa b
e
a
gK
e
ua g n
a
au
tna
a
g
n
k
g
tr
ga ng
/ uK
nd r
n
dr
L
B a
m e
P
A i tk
nu gn
G,
a
a
In L
i sr
P
a -aJ s
asa J
au Kae
9 Sektor Perekonomian
m
a
Pe
bg
ng
ag nk t
ua
na gn
n
n aa
an gg
rd Pe
/K
o
ns
nA gn una
sd a
G, a B
Le
na
si ti kr L
ti r
ir
tr s
ng n
In du
ab
Pe
rt a m
ret a
i na
n
a
i
u
k
620,000.00
as
ds
n
rut i
g
iaa nr t
e
P
640,000.00
m rt ab
660,000.00
P
a
n
680,000.00
i
n
700,000.00
e
Rupiah
720,000.00
kio sn
740,000.00
P e
Rupiah
Gambar 4.6 1 Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Subang
130,000.00 128,246 127,602 126,536 127,123 128,000.00 126,052 125,361 124,897 126,000.00 123,526 124,000.00 122,000.00 119,732 120,000.00 118,000.00 116,000.00 114,000.00
Total keseluruhan pengeluaran per orang perbulan dari
9 Sektor Perekonomian
masyarakat
Kabupaten
Subang
mencapai
Rp1.129.073,33-
sehingga secara rata-rata pengeluaran per orang di Kota subang
2. Rata-rata Pengeluaran
sebesar Rp125.452,59,-. Tabel 10:
Tabel 11:
Rata-rata Pengeluran Per Orang di Kabupaten Subang
Dayabeli Masyarakat di Kabupaten Subang
No
Responden
1 Pertanian 3 Industri 6 Perdagangan Jumlah Rata-rata
Pengeluaran (Rp/bulan)
No
119,731.50 123,525.67 127,123.17
1 2 3
Sektor
Daya Beli
Pertanian Industri Perdagangan Berdasarkan
426,051 505,461 580,755 tabel
4.48
sektor
pengangkutan
dan
komunikasi merupakan sektor dengan Dayabeli tertinggi di Kabupaten Subang sedangkan Dayabeli terendah ada pada sektor pertanian.
Dimensia, Daya Volume Nomor 3 September Mengukur Beli2 Masyarakat (Deden) 2005
37
38
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
543,866
505,461 534,169
604,248 590,771 568,457 580,755 558,336 545,790
426,051
P er t tra naa m i ab n gn Li na sr ti k I nd g sa sur d ti na irA B an P ugn re da a P n en agn gn ag a gn uk at K n e aun ag J a n s a R J aa tr s a a ta
700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 0
Tabel 13: Hubungan Produktivitas dan Daya Beli Masyarakat pada Sektor Industri Pengolahan. Korelasi No Kota/Kabupaten Model Regresi (%) 6. Kabupaten Subang DBM = -158.176,70+ 55,80 120,883P Kabupaten Subang nilai R2 sebesar 55,80 persen, artinya
P e
Rupiah
Gambar 4.26 Daya Beli Masyarakat di Kabupaten 3 Subang
bahwa variabel daya beli masyarakat pada sektor industri sebesar
9 Sektor Perekonomian
55,80 persen di Kabupaten Subang produktivitas
ditentukan oleh variabel
sektor industri, sisanya sebesar 24,20 persen
ditentukan oleh variabel lain. Tabel 12: Hubungan Produktivitas dan Daya Beli Masyarakat pada Sektor Pertanian di Wilayah Studi. No
Kota/ Kabupaten
Model Regresi
6.
Kab Subang
DBM = 92.314,80 + 87,586P
Koefisein Determinasi (%) 39,60
Keterangan : DBM = Daya Beli Masyarakat P = Produktivitas
Tabel 14: Hubungan Produktivitas dan Daya Beli Masyarakat pada Sektor Perdagangan No
Kota/ Kabupaten
Model Regresi
6.
Kab Subang
DBM = -88.281,30+106,961P
Koefisien Determinasi (%) 56,30
Kabupaten Subang nilai R2 sebesar 56,30 persen, artinya bahwa variabel daya beli masyarakat pada sektor Perdagangan 2
Kabupaten Subang nilai R sebesar 39,60 persen, artinya bahwa variabel
daya beli masyarakat pada sektor pertanian
sebesar 39,60 persen di Kabupaten Subang variabel produktivitas
ditentukan oleh
sebesar 56,30 persen di Kabupaten Subang
ditentukan oleh
variabel produktivitas sektor Perdagangan, sisanya sebesar 43,70 persen ditentukan oleh variabel lain.
sektor pertanian, sisanya sebesar 60,40
persen ditentukan oleh variabel lain.
Dimensia, 2 Nomor 3 September MengukurVolume Daya Beli Masyarakat (Deden)2005
39
40
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
DAFTAR PUSTAKA PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS). http://www.ristek.go.id/referensi/hukum/prop_lamp_b.htm Balitbangda, 2004. Kegiatan Analisis Indikator Makro Ekonomi Regional di Jawa Barat. Laporan Akhir Biro Perekonomian Pemda Jabar. 2003. Kebijakan Insentif dan Disinsentif Investasi di Jawa Barat. Pemda Jabar, Bandung.
Soediyono. 1985. Ekonomi makro Analisis IS-LM dan Permintaan-Penawaran Agregat. Liberty, Yogyakarta. Sumadi Suryabrata. 1983. Metodologi Penelitian. Rajawali, Jakarta.
BPS. 2003. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2002. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS dan BAPEDA Jawa Barat, 2003. Jawa Barat dalam Angka 2002. BPS dan BAPEDA Jawa Barat, Bandung.
Sutyastie Soemitro, dkk. 2003. Analisis Ekonomi Jawa Barat Unpad Press, Bandung. Toto Warsa dan Cucu SA. 1999. Metode dan Rancangan Penarikan Contoh. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
BPS Kabupaten Subang, 2001-2005. Kabupaten Subang dalam Angka 2000-2004. Kabupaten Subang.
Wahyunadi, Adithyia Wardana dan Agus Sunaryo. 2003. Kebijakan dan Arah Investasi di Jawa Barat. Dalam Analisis Ekonomi Jawa Barat. Unpad Press, Bandung
BPS Subang, 2005. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Subang tahun 2006. Pemerintah Kabupaten Subang.
Wibisono, Y. 2001. “Determinan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Empiris Antar Propinsi di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 1 No 2, 52-83.
Khudori. 2003. Kebutuhan Pokok dan SDM Berkualitas. Harian Umum Sore Sinar Harapan, Selasa 22 Juli. 2003. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0307/22/opi01.html
Lee, Jong-Wha dan R. J. Barro. 1998. “Schooling Quality in a Cross-Section of Countries”. HIID Development Discussion Paper No. 659. Nu'man Abdul Hakim. 2003. IPM Jabar Belum Sesuai Harapan. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0903/14/0708.htm.
Dimensia, 2 Nomor 3 September 2005 MengukurVolume Daya Beli Masyarakat (Deden)
41
42
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
Dimensia, Volume 2 Nomor 3 September 2005
43