I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasi pelaksanaan fungsi
administrasi pemerintahan dan perekonomian Republik Indonesia. Hal ini memicu pesatnya pembangunan dan pengembangan berbagai fasilitas dan sarana pendukung kegiatan tersebut. Penyediaan fasilitas dan pembangunan di berbagai sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai daerah untuk menetap dan memperoleh kesejahteraan di kota ini. Hal tersebut melatarbelakangi terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang signifikan di Jakarta. Menurut data BPS (2011), jumlah penduduk Jakarta mencapai 9 607 787 jiwa atau lebih dari 13 000 jiwa/km2 dengan proporsi masyarakat pada garis kemiskinkan sebanyak 331 169 jiwa. Jakarta memiliki 40 % daratan (24 000 ha) yang letaknya lebih rendah dibandingkan permukaan air laut (Firman et al. 2011). Kota ini dibangun oleh Jan Pieters Zoon Coen di awal abad ke-17 dengan konsep kota air (waterfront city). Konsep ini dipilih karena Jakarta telah diprediksi sebagai kota yang akrab dengan permasalahan banjir sehingga dibangun kanal-kanal yang pada awalnya direncanakan seperti yang telah dibangun di Kota Amsterdam. Namun, berselang beberapa waktu dari pembangunan hingga awal abad ke-20 genangan air yang lebih tinggi dari daratan Jakarta terus terjadi, dan banjir tidak dapat dihindari (Caljouw et al. 2004). Permasalahan banjir tersebut terus berlanjut hingga saat ini, bahkan berdasarkan data Bappenas (2007) dalam Steinberg (2007) 60 % daratan di wilayah ibu kota terendam air akibat banjir siklus lima tahunan pada tahun 2007.
Banjir ini merupakan banjir terparah di Jakarta yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 48 orang dan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai US$ 453 juta. Kerugian ekonomi tersebut mencakup kerugian dan kerusakan aset pemerintah, aset dunia usaha, dan aset masyarakat. Banjir dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab banjir adalah perubahan iklim. Perubahan iklim berpotensi menyebabkan banjir melalui peningkatan curah hujan, peningkatan aliran sungai gletser, dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub bumi atau dalam istilah Indonesia dikenal dengan rob (Satterthwaite 2008)1. Berdasarkan data kenaikan permukaan air laut hasil pengamatan Jaringan Stasiun Pasang Surut Nasional, variasi kenaikan permukaan laut di perairan Indonesia berkisar antara 3-8 mm per tahun. Bahkan, kondisi kenaikan permukaan air laut di pantai utara Jawa memiliki variasi yang lebih besar dan diperburuk dengan penurunan lahan di sejumlah kota besar, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya (Karsidi 2011)2. Berdasarkan dari potensi dampak peningkatan permukaan air laut tersebut, Jakarta merupakan kota yang paling berisiko mengalami banjir (Firman et al. 2011). Hal tersebut juga didukung oleh daratan yang terletak di bawah permukaan air laut dan penurunan permukaan tanah yang semakin massive. Penurunan lahan ini terjadi dengan tingkat yang variatif mulai 1-15 cm per tahun, hingga di wilayah tertentu mencapai 20-25 cm per tahun, sedangkan untuk wilayah pesisir Jakarta rata-rata tingkat penurunan lahan mencapai 12 cm per tahun (Abidin et al. 2009). 1
2
http://www.un.org/esa/population/meetings/EGM_PopDist/P16_Satterthwaite.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011 http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/workshop-dampak-kenaikan-permukaan-laut-padalingkungan-pantai-indonesia-2/ diakses 18 Mei 2011
Ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi, penduduk miskin merupakan suatu bagian dari lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim (Firman et al. 2011; Adger et al. 2003). Selain itu, lapisan masyarakat yang berada di atasnya, yaitu penduduk yang memiliki penghasilan rendah namun belum masuk ke dalam kriteria penduduk miskin berpotensi menjadi miskin akibat dampak lingkungan yang harus ditanggungnya karena perubahan iklim (Susandi 2009). Dampak lingkungan tersebut dapat berupa banjir, abrasi, kekeringan, dan intrusi air laut (Sales Jr. 2009). Adaptasi merupakan salah satu upaya masyarakat dalam merespon dampak lingkungan yang mereka terima akibat perubahan iklim. Adaptasi ini dapat bersifat swadaya seperti melindungi tempat tinggal mereka dari banjir dan berupa inisiatif pemerintah seperti penyediaan fasilitas pertahanan banjir lainnya. Upaya adaptasi ini juga menimbulkan biaya bagi pemerintah maupun masyarakat (Barker 2003). Namun, dalam hal ini masih terdapat kesenjangan terkait kemampuan beradaptasi antara masyarakat kaya dan miskin. Masyarakat lapisan menengah ke atas memiliki lebih banyak pilihan untuk beradaptasi, misalnya membangun tempat tinggal (menambah lantai) hingga pindah ke tempat lain. Berbeda dengan masyarakat miskin yang cenderung tidak memiliki banyak pilihan karena dampak lingkungan yang terjadi melebihi daya adaptasi. Hal tersebutlah yang menjadi potensi baru pemiskinan lebih lanjut (Caljouw et al. 2004). Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai adaptasi terhadap dampak lingkungan yang diterima masyarakat sebagai akibat perubahan iklim.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan kompleksitas yang dimilikinya perubahan iklim global
dianggap sebagai induk dari berbagai permasalahan pasar dan non-pasar (Griffin 2003). Hal ini melatarbelakangi diangkatnya perubahan iklim sebagai isu global. Beberapa pertemuan antar negara terkait perubahan iklim ini telah dilakukan dan semakin intensif dalam beberapa tahun terakhir, antara lain UNFCCC Kyoto3, UNFCCC Bali4, KTT Iklim Kopenhagen, dan KTT Iklim Cancun-Meksiko5. Perubahan iklim dapat ditunjukkan oleh kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi, peningkatan permukaan air laut, banjir, dan kekeringan. Peningkatan suhu bumi berpengaruh terhadap pencairan es di kutub sehingga volume air laut meningkat dan berpotensi menggenangi daratan dan pemukiman di wilayah pesisir (Paw dan Thia-Eng 1991). Hal tersebut menimbulkan dampak lingkungan yang berimbas pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat (Barker 2003). Parry et al. (1999) dalam Nicholls et al. (1999) meninjau dari berbagai studi, bahwa perubahan iklim secara regional maupun global berpotensi memberikan dampak terhadap ekosistem daratan, kesehatan manusia, sumber daya air, suplai pangan, dan wilayah pesisir. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu upaya adaptasi secara global maupun lokal. Berdasarkan UNFCCC (2004) dalam Van Aalst et al. (2008) adaptasi secara global dilakukan melalui pendekatan top-down perspective dimana
3
http://iklimkarbon.com/perubahan-iklim/protokol-kyoto/ diakses pada tanggal 11 Februari 2011 http://unfccc.int/meetings/cop_13/items/4049.php diakses pada tanggal 11 Februari 2011 5 http://www.voanews.com/indonesian/news/Agus-Purnomo-Indonesia-Berkomitmen-TurunkanEmisi-Gas-Rumah-Kaca-26-Persen-Tahun-2020-111707619.html diakses pada tanggal 2 Februari 2011 4
pemecahan masalah ditinjau dari upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim, yakni melalui penelitian dan pembentukan kebijakan. Sedangkan, adaptasi secara lokal dilakukan melalui pendekatan bottom-up perspective dimana prioritas utamanya adalah kebutuhan tingkat lokal untuk mengantisipasi maupun mengatasi risiko yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Kotamadya Jakarta Utara merupakan wilayah terendah di Jakarta yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Hasil studi yang dilakukan oleh Yusuf dan Fransisco (2009) dalam (Firman et al. 2011) menyatakan wilayah Jakarta Utara menempati posisi satu dalam urutan wilayah paling berisiko terkena banjir se-Asia Tenggara. Selain itu, Jakarta Utara merupakan kotamadya dengan jumlah populasi penduduk miskin tertinggi dibandingkan kotamadya lain yang terdapat di daratan Jakarta. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) dalam Firman et al. (2011)
Gambar 1. Data Sebaran Masyarakat Miskin di Jakarta Tahun 2008. Wilayah di Jakarta Utara yang memiliki populasi penduduk miskin terpadat adalah Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, dan Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan (Susandi 2009). Namun, di antara kedua lokasi tersebut, Kelurahan Penjaringan lebih rentan terhadap dampak banjir rob.
Ketinggian air di wilayah ini saat terjadi rob mencapai 50 cm (DPU 2008) dalam (Firman et al. 2011). Berdasarkan penjelasan di atas perumusan masalah dari penelitian ini antara lain: 1.
Bagaimana presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob?
2.
Apa
saja
strategi
adaptasi
yang
dilakukan
masyarakat
dalam
mengantisipasi dampak banjir rob? 3.
Berapa besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob?
4.
Apa saja faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob?
5.
Apa saja program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan bagaimana kesesuaiannya dengan harapan masyarakat?
1.3
Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji upaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, tersebut dikaitkan dengan: 1.
Menginterpretasikan presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob.
2.
Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob.
3.
Mengestimasi besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob.
4.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob.
5.
Mengkaji program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dam Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Bagi peneliti, sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
2.
Bagi akademisi, sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
3.
Bagi pemerintah, sebagai bahan acuan dalam melakukan estimasi biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob dan pertimbangan dalam menentukan program dan kebijakan.
4.
Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi mengenai strategi dan besarnya biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob.
5. 1.5
Sebagai referensi bagi penelitian terkait berikutnya Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
1.
Penelitian ini tidak mengestimasi nilai kerugian harta benda penduduk dan barang bergerak serta yang berdampak terlalu luas.
2.
Biaya adaptasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan aliranaliran yang dikeluarkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar akibat banjir rob meliputi biaya untuk penambahan kapasitas infrastruktur, yaitu rumah dan jalan.
3.
Penelitian
ini
dilakukan
di
Kelurahan
Penjaringan,
Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara dan hanya mengkaji upaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob melalui presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob, identifikasi strategi adaptasi masyarakat, estimasi besar biaya adaptasi akibat banjir rob, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi, dan kajian mengenai program dan rencana program pemerintah.