V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR
5.1 Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2005-2025 di bagi menjadi tiga wilayah: yaitu wilayah Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Timur. Pembagian perwilayahan seperti ini terlihat masih cukup luas cakupannya, sehingga perlu diubah kepada suatu sistem perwilayahan berdasarkan jumlah desa, luas area dan kondisi agroklimat wilayah Kabupaten Bogor, oleh karenanya Kabupaten Bogor di bagi menjadi 8 zona pengembangan wilayah. Seperti terlihat pada Tabel 22. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025
Kondisi Geografis
Bogor Barat
Bogor Tengah
Bogor Timur
Utara
Barat Utara
Tengah Utara
Timur Utara
Selatan
Barat Selatan
Tengah Selatan
Timur Selatan
Sumber : PSP3 IPB; Bappeda Kabupaten Bogor (2009)
Kedelapan zona pengembangan wilayah pertanian dan perdesaan ini terdiri dari kecamatan-kecamatan yang lokasinya saling berdekatan antara satu dengan yang lainnya, sehingga diharapkan dapat mencerminkan kondisi agroekosistem yang sama. Pengelompokkan berdasarkan agroekosistem tersebut penting, hal ini berkaitan dengan kecocokkan bagi pengembangan komoditas pertanian tertentu. Dengan demikian, pada zona tersebut dapat dikembangkan suatu kluster industri bagi komoditas yang ada pada zona tertentu pula. Zona pengembangan pertanian dan perdesaan yang terdiri dari enam kecamatan tersebut merupakan wilayah pengembangan Kabupaten Bogor yang bertujuan untuk meningkatkan masingmasing potensi yang terdapat di masing-masing zona. Kedelapan zona tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.
61
Tabel. 23 Delapan Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Zona
1
2
3
4
5
6
7
8
Kecamatan
Jumlah Desa
Pewilayahan RTRW
Rumpin
13
Barat
Cigudeg
15
Barat
Parung Panjang
11
Barat
Jasinga
16
Barat
Tenjo
9
Barat
Sukajaya
9
Barat
Nanggung
10
Barat
Leuwiliang
11
Barat
Leuwisadeng
8
Barat
Cibungbulang
15
Barat
Pamijahan
15
Barat
Ciampea
13
Barat
Tenjolaya
6
Barat
Dramaga
10
Barat
Ciomas
11
Barat
Tajurhalang
7
Tengah
Kemang
9
Tengah
Rancabungur
7
Tengah
Parung
9
Tengah
Ciseeng
10
Tengah
Gunung Sindur
10
Tengah
Tamansari
8
Tengah
Cijeruk
9
Tengah
Cigombong
9
Tengah
Caringin
12
Tengah
Ciawi
13
Tengah
Cisarua
10
Tengah
Megamendung
11
Tengah
Sukaraja
13
Tengah
Babakan Madang
9
Tengah
Cileungsi
12
Timur
Klapanunggal
9
Timur
Gunung Putri
10
Timur
Citeureup
14
Timur
Cibinong
12
Timur
Bojonggede
9
Timur
Sukamakmur
10
Timur
Cariu
10
Timur
Tanjungsari Jonggol Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor (2009)
10
Timur
14
Timur
62
5.2 Karakteristik Kemiskinan di Kabupaten Bogor Karakteristik kemiskinan di Kabupaten Bogor dapat dicirikan dengan masih banyaknya jumlah penduduk miskin dan beberapa karakteristik masyarakat miskin yang ada di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Bappeda Kabupaten Bogor, pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor mencapai 1.149.508 jiwa. Jumlah penduduk miskin ini mengalami kenaikan dari tahun 2006 yang hanya 1.026.789 jiwa dan tahun 2007 mencapai 1.017.879 jiwa. Sebesar 43,7% penduduk Kabupaten Bogor tinggal di perdesaan dan 56,3% tinggal di perkotaan. Desa-desa di Kabupaten Bogor yang berstatus perkotaan sebesar 46,7% dihuni oleh 524.561 K, sedangkan sisanya 378.190 KK tinggal di perkotaan. Tingkat kesejahteraan di Kabupaten Bogor masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah keluarga miskin yang ada di perdesaan maupun di perkotaan. Keluarga miskin yang ada di perdesaan sebesar 38,7%, sedangkan dikawasan perkotaan jumlah keluarga miskin mencapai 28,8%. Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Bogor lebih banyak tinggal di perdesaan yang erat kaitannya dengan sektor pertanian. Karakteristik rumah tangga miskin di Kabupaten Bogor, terutama di Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat dari jumlah penduduk miskin, kondisi dan keadaan tempat tinggal (perumahan), kepemilikan WC, kemampuan membeli pakaian dan banyaknya tamatan SD untuk kepala keluarga. Seperti terlihat pada Tabel 22-28. Tabel. 24 Karakteristik Kemiskinan berdasarkan Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk (Jiwa)
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
(%) Penduduk Miskin)
Pamijahan
134.865
64.651
47,94
Leuwiliang
111.705
54.719
48,99
Kecamatan
Dari Tabel 24 terlihat bahwa penduduk miskin di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang masih cukup besar dan secara persentase melebihi jumlah penduduk miskin yang terdapat di Kabupaten Bogor yang mencapai 24,15 %. Hal
63
ini terjadi karena jauhnya lokasi dua kecamatan tersebut terhadap pusat kota sehingga akses terhadap sarana dan prasarana masih terbatas. Tabel. 25 Karakteristik Kemiskinan berdasarkan Kondisi Tempat Tinggal Jenis Lantai (%) Luas lantai Kecamatan (m2)
Jenis dinding (%)
Tanah Bambu Kayu Semen Bambu Kayu
Tembo k
Pamijahan
25,18
34,30
9,32
7,70
48,79
60,92
8,54
30,54
Leuwiliang
22,53
29,89
11,96
7,07
51,09
60,33
13,59
26,09
Dari Tabel 25 terlihat bahwa kondisi tempat tingggal masyarakat di Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang tidak jauh berbeda dari segi luas lantai, jenis lantai dan jenis dinding. Walaupun jenis lantainya dominan terbuat dari semen, tetapi jenis dindingnya masih dominan terbuat dari bambu. Hal ini terjadi karena keterbatasan secara ekonomi dan wilayahnya berupa pegunungan, sehingga menyebabkan masyarakat membuat dinding rumahnya dari bambu karena selain harganya lebih murah juga mudah didapat. Tabel. 26 Karakteristik Kemiskinan berdasarkan Kepemilikan WC Kepemilikan WC (%) Kecamatan Sungai
WC Umum
WC sendiri
Pamijahan
57,56
41,66
0,78
Leuwiliang
57,81
41,85
0,54
Dari Tabel 26 terlihat bahwa di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang kepemilikan masyarakat terhadap WC pribadi masih rendah. sebagian besar masyarakat masih membuang kotorannya di sungai. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan masyarakat masih rendah sehingga kepedulian terhadap kebersihan masih terbatas, kondisi rumah masyarakat yang cukup dekat dengan sungai serta keterbatasan ekonomi yang membuat masyarakat tidak mampu membuat WC pribadi di rumahnya.
64
Tabel. 27 Karakteristik Kemiskinan berdasarkan Kepemilikan Pakaian Setahun Kecamatan
Kepemilikan Pakaian Setahun (%) Tidak mampu
Satu stel
Lebih satu stel
Pamijahan
50,27
46,12
3,60
Leuwiliang
71,20
26,63
2,17
Dari Tabel 27 terlihat bahwa sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang tidak mampu membeli pakaian dalam satu tahunnya, hal ini terjadi karena keterbatasan ekonomi dan akses terhadap pasar sulit dijangkau. Masyarakat lebih mengutamakan uang yang dimiliki untuk konsumsi sehari-hari. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mampu membeli pakaian lebih dari satu stel per tahun, ini terjadi pada masyarakat yang secara ekonomi lebih baik dan akses terhadap pasar cukup dekat. Tabel. 28 Karakteristik Kemiskinan berdasarkan pada Banyaknya Kepala Keluarga yang Tamat SD Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga (%) Kecamatan Tamat SD
Tidak Tamat SD
Pamijahan
39,94
60,06
Leuwiliang
49,46
50,54
Dari Tabel 28 terlihat bahwa di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD masih dominan dibandingkan dengan kepala keluarga yang tamat SD. Hal ini terjadi karena kepedulian masyarakat terhadap pendidikan masih kurang dan akses terhadap pendidikan masih terbatas. Selain dari karakteristik diatas yang menunjukkan kemiskinan di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang, terdapat juga satu karakteristik lain yang mencerminkan kegagalan program pemerintah yaitu masih banyaknya masyarakat di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang yang masih menerima Raskin. Pada tahun 2009 terdapat 10.399 KK miskin yang mendapat bantuan Raskin. Seperti terlihat pada Tabel 29.
65
Tabel. 29 Jumlah Penerima Raskin di Kecamatan Pamijahan. No
Desa
1
Cibunian
2
Purwabakti
3
Ciasmara
Jumlah KK Miskin 879
11.427
Alokasi 2009/ tahun (kg) 137.124
834
10.842
130.104
725
9.425
113.100
Alokasi /bln(Kg)
4
Ciasihan
749
9.737
116.844
5
Gunung Sari
936
12.168
146.016
6
Gunung Bunder I
552
7.176
86.112
7
Gunung Bunder II
680
8.840
106.080
8
Cibening
936
12.168
146.016
9
Gunung picung
752
9.776
117.312
10
Cibitung Kulon
439
5.707
68.484
11
Cibitung Wetan
510
6.630
79.560
12
Pamijahan
651
8.463
101.556
13
Pasarean
814
10.582
126.984
14
Gunung Menyan
446
5.798
69.576
15
Cimayang
496
6.448
77.376
10.399
135.187
1.622.244
Jumlah
Sumber : Kesra Kecamatan Pamijahan (2009)
Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa jumlah penerima raskin di Kecamatan Pamijahan berjumlah 10.399 KK dengan jumlah alokasi raskin sebanyak 1.622.244 kg/tahun. Desa yang banyak menerima raskin adalah desa Gunungsari, Cibening, Cibunian dan Purwabakti masing- masing sebanyak 146.016 kg, 146.016 kg, 137.124 kg dan 130.104 kg. Sementara desa yang sedikit menerima raskin yaitu desa Cibitung kulon, Gunung menyan, Cimayang dan Cibitung wetan yang masing-masing sebanyak 68.484 kg, 69.576 kg, 77.376 kg dan 79.560 kg. Jumlah penerimaan raskin ini berdasarkan jumlah keluarga miskin yang ada di desa tersebut. Semakin besar jumlah alokasi raskin yang diterima oleh masyarakat, maka semakin banyak jumlah keluarga miskin yang ada di desa tersebut. Karakteristik kemiskinan di Kecamatan Leuwiliang sama dengan karakteristik kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pamijahan. Kemiskinan dapat terlihat dari banyaknya jumlah KK yang menerima Raskin di Kecamatan Leuwiliang pada tahun 2009. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 30.
66
Tabel. 30 Jumlah Penerima Raskin di Kecamatan Leuwiliang
1
Purasari
1.339
Alokasi /bln (kg) 20.085
2
Puraseda
1.041
15.615
187.380
3
Karyasari
1.474
22.110
265.320
4
Karacak
1.143
17.145
205.740
5
Barengkok
918
13.770
165.240
6
Pabangbon
664
9.960
119.520
7
Leuwimekar
1.143
17.145
205.740
8
Leuwiliang
795
11.925
143.100
9
Karehkel
1.088
16.320
195.840
10
Cibeber I
897
13.455
161.460
11
Cibeber II
1.054
15.810
189.720
Jumlah
11.556
173.340
2.080.080
No
Desa
Jumlah KK
Alokasi 2009 (kg) 241.020
Sumber : Kesra Kecamatan Leuwiliang (2009)
Tabel 30 menunjukan bahwa jumlah keluarga miskin yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang yang menerima raskin sebanyak 11.556 KK lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah KK penerima raskin di Kecamatan Pamijahan. Desa yang jumlah keluarga miskinnya terbanyak adalah desa Karyasari, Purasari, Karacak dan Leuwimekar dengan jumlah alokasi raskin masing-masing sebanyak 265.320 kg, 241.020 kg,205.740 kg dan 205.740 kg. Sementara desa yang paling sedikit menerima raskin yaitu desa Pabangbon, Leuwiliang dan Cibeber I dengan masing-masing alokasi sebanyak 119.520 kg, 143.100 kg dan 161.460 kg. Selama tahun 2009, alokasi raskin untuk Masyarakat di Kecamatan Leuwiliang sebanyak 2. 080.080 kg. Program raskin Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan. Program raskin yang berjalan di Kecamatan pamijahan dan leuwiliang, ternyata menghadapi berbagai hambatan dalam mewujudkan tujuan dan sasarannya. Salah satu hambatan yang dihadapi adalah data jumlah keluarga miskin yang valid yang belum memadai. Program ini diperuntukan bagi masyarakat miskin dari berbagai profesi termasuk didalamnya para petani, buruh, peternak, dll. Namun pada pelaksanaannya program tidak mencapai tujuan dan sasarannya dengan tepat, hal ini terlihat dengan semakin
67
bertambahnya Rumah Tangga Miskin (RTM) jumlah penerima Raskin dari tahun ke tahun di Kabupaten Bogor. Seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar. 5 Jumlah RTM Penerima Raskin di Kabupaten Bogor. Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor (2009)
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah RTM penerima Raskin di Kabupaten Bogor cenderung meningkat. Pada tahun 2003 jumlah penerima Raskin di Kabupaten Bogor mencapai 92.965 RTM, pada tahun 2004 dan 2005 mengalami penurunan menjadi 90.302 RTM. Kemudian pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 136.459 RTM, tahun 2007 mencapai 151.113 RTM dan tahun 2008 meningkat menjadi 256.881 RTM. Peningkatan jumlah RTM ini diakibatkan karena program pemberian beras untuk warga miskin (Raskin) yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor tidak tepat sasaran.
5.3 Daya Beli Masyarakat di Kabupaten Bogor Kemiskinan di Kabupaten Bogor dapat dilihat dari seberapa besar kemampuan dari daya beli masyarakat. Semakin besar tingkat daya beli masyarakat, maka tingkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat daya beli, maka tingkat kesejahteraan masyarakat semakin rendah. Kemampuan daya beli seseorang di pengaruhi oleh seberapa besar pendapatannya yang mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari (tingkat pengeluaran). Menurut Badan Pusat Statistik (2004), dinyatakan bahwa jumlah
68
pendapatan seseorang yang berada di bawah Rp. 600.000 maka dinyatakan seseorang tersebut termasuk dalam katagori miskin. Masyarakat Kabupaten Bogor memiliki tingkat daya beli yang dari tahun ke tahun meningkat. Tetapi kemampuan daya beli masyarakatnya masih berada di bawah standar BPS. Seperti terlihat pada Gambar 6.
Gambar. 6 Kemampuan Daya Beli Masyarakat Kabupaten Bogor. Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor (2009)
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 kemampuan daya beli masyarakat Kabupaten Bogor sebesar Rp. 552.450, naik menjadi Rp.553.630 pada tahun 2005, kemudian pada tahun 2006 mengalami kenaikan menjadi Rp. 558.870 dan pada tahun 2007 naik menjadi Rp. 559.300 kemudian mengalami kenaikan kembali pada tahun 2008 menjadi 560.000. Kenaikan daya beli masyarakat Kabupaten Bogor ini disebabkan karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di Kabupaten Bogor. Namun demikian, tetap terjadi perbedaan antara daya beli masyarakat perdesaan dengan masyarakat perkotaan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang (Zona II Wilayah Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Kabupaten Bogor). Kemiskinan yang terjadi diperdesaan lebih terlihat jika dibandingkan dengan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat perkotaan. Hal ini tampak pada rata-rata daya beli masyarakat di masing-masing wilayah Kabupaten Bogor. Seperti terlihat pada Tabel 31.
69
Tabel. 31 Besarnya Rata-rata Daya Beli Masyarakat (dalam Rp). Zona 1 2 3 4 5 6 7 8 Kabupaten Bogor
Rata-rata daya beli masyarakat (Rp) Perdesaan Perkotaan 497.795 605.669 475.026 576.209 597.842 775.143 583.781 693.34 555.325 565.75 615.535 630.542 1.526.026 3.182.057 494.393 553.377 595.889 1.199.870
Sumber : SUSEDA,2008 (diolah)
Dari Tabel 31 dapat dilihat bahwa kemampuan daya beli masyarakat perdesaan di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang sebesar Rp. 475.026 (terendah dari seluruh zona) sementara di perkotaan sebesar Rp. 576.290, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di perdesaan yang terdapat di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan yang terjadi di perkotaan. Berdasarkan pada data diatas, secara umum disemua zona pengembangan pertanian dan perdesaan di Kabupaten Bogor terlihat bahwa daya beli masyarakat perdesaan lebih kecil jika dibandingkan dengan kemampuan daya beli masyarakat di perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang yang berada di perkotaan lebih sejahtera jika dibandingkan dengan masyarakat di perdesaan. 5.4 Ikhtisar Berdasarkan data dari Bappeda Kabupaten Bogor tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor mencapai 1.149.508 jiwa. Jumlah penduduk ini merupakan jumlah yang besar dan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Kemiskinan di Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang dapat dilihat dari beberapa karakteristik yaitu jumlah penduduk miskin, kondisi keadaan tempat tinggal, kemampuan memiliki pakaian pertahun, kepemilikan WC dan tingkat pendidikan kepala keluarga.
70
Berdasarkan jumlah penduduk, karakteristik kemiskinan di Kecamatan Pamijahan dan leuwiliang masih tergolong tinggi. Jumlah penduduk miskin di Kecamatan Pamijahan masih 47,94% dari 134.865 penduduk, dan di Kecamatan Leuwiliang sebesar 48,99% dari 111.705 penduduk. Berdasarkan kondisi tempat tinggal, karakteristik kemiskinan terlihat pada masih dominannya jenis dinding rumah yang berasal dari bambu. Di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang, lebih dari 60% dinding rumah penduduk masih terbuat dari bambu. Berdasarkan kepemilikan WC, terlihat karakteristik kemiskinan masyarakat di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang yaitu lebih dari 57% masyarakat masih membuang kotoran di sungai dan kurang dari 1% masyarakat yang memiliki WC sendiri. Berdasarkan kemampuan membeli pakaian per tahun, karakteristik kemiskinan di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang terlihat pada masih banyaknya masyarakat yang tidak mampu membeli pakaian per tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga, karakteristik kemiskinan terlihat pada masih banyaknya kepala keluarga yang tidak tamat SD mencapai 50% di Kecamatan Leuwiliang dan 60% di Kecamatan pamijahan. Sementara karakteristik kemiskinan lain dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah RTM penerima Raskin di Kabupaten Bogor. Kemampuan daya beli masyarakat di Kabupaten Bogor masih tergolong rendah. Kemampuan daya beli ini salah satunya diperngaruhi oleh rendahnya pendapatan masyarakat di Kabupaten Bogor.
Pendapatan masyarakat di
Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang masih berada pada kisaran Rp. 475.026 untuk di perdesaan dan Rp. 576.209 untuk di perkotaan. Besarnya pendapatan tersebut masih berada di bawah standar BPS yaitu Rp. 600.000 per bulan. Berdasarkan kemampuan daya beli antara masyarakat perdesaan dengan perkotaan di Kabupaten Bogor terlihat bahwa secara umum tingkat daya beli masyarakat perkotaan lebih tinggi dari tingkat daya beli masyarakat perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan banyak terjadi pada masyarakat perdesaan.