VI. HUBUNGAN TINGKAT KEMISKINAN DENGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN BOGOR
6.1 Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Bogor Kemiskinan di Kabupaten Bogor menjadi persoalan utama yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Pada tahun 2003 jumlah penduduk mikin di Kabupaten Bogor mencapai 453.400 jiwa, meningkat pada tahun 2004 menjadi 1.001.805 jiwa, meningkat kembali pada tahun 2005 menjadi 1.084.718 jiwa, terus meningkat pada tahun 2006 menjadi 1.157.791 jiwa kemudian pada tahun 2007 mengalami penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 1.017.879 jiwa dan naik kembali pada tahun 2008 menjadi 1.149.508 jiwa. Terjadinya peningkatan jumlah penduduk miskin pada tahun 2003 sampai tahun 2006 disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor. Terjadinya penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 karena adanya peningkatan daya beli masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar. 7 Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Bogor. Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor (2009) (data diolah)
Peningkatan jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor akan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin dikalangan masyarakat. Peningkatan jumlah pengangguran dapat dilihat pada Gambar 8.
72
Gambar. 8 Jumlah Pengangguran di Kabupaten Bogor (2004-2008). Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor (2009) (data diolah)
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa jumlah pengangguran masyarakat di Kabupaten Bogor meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 pengangguran di Kabupaten Bogor mencapai 194.902 jiwa, meningkat pada tahun 2005 menjadi 204.858 jiwa kemudian menurun pada tahun 2006 menjadi 193.244 jiwa. Pada tahun 2007 pengangguran meningkat kembali menjadi 459.167 jiwa dan pada tahun 2008 meningkat lagi menjadi 598.032 jiwa. Penurunan jumlah pengangguran pada tahun 2006 di Kabupaten Bogor terjadi karena peningkatan jumlah lapangan kerja yang menyerap tenaga penganggur dan meningkatnya daya beli masyarakat. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 terjadi peningkatan pengangguran, walaupun jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Bogor berkurang. Hal ini disebabkan terjadinya migrasi penduduk dari kota-kota besar seperti Depok, Jakarta dan Bekasi ke Kabupaten Bogor dan menjadi masyarakat Kabupaten Bogor, memiliki KTP Bogor karena menghuni perumahan baru yang terdapat di Bogor, selain itu juga setiap tahun Kabupaten Bogor kedatangan ribuan mahasiswa baru yang masuk IPB dari berbagai daerah, sehingga terlihat masyarakat miskin menurun dengan adanya migrasi penduduk, walaupun penurunan kemiskinan yang terjadi adalah semu. 6.2 Kemiskinan di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang Kemiskinan merupakan penyakit ekonomi masyarakat di Kabupaten Bogor juga terjadi di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang. Berdasarkan data
73
Susda (2006), Kecamatan Pamijahan memiliki jumlah penduduk 134.865 jiwa dengan jumlah penduduk miskin 64.651 jiwa atau sekitar 47,94 %. Jumlah KK miskin yang terdapat di Kecamatan Pamijahan adalah 10.399 KK dari 30.822 KK. Seperti terlihat pada Tabel 32. Tabel. 32 Jumlah KK Miskin di Kecamatan Pamijahan Desa Cibunian Purwabakti Ciasmara Ciasihan Gunung Sari Gunung Bunder I Gunung Bunder II Cibening Gunung picung Cibitung Kulon Cibitung Wetan Pamijahan Pasarean Gunung Menyan Cimayang Jumlah
Jumlah KK Miskin 879 834 725 749 936 552 680 936 752 439 510 651 814 446 496 10.399
Sumber : Kesra Kecamatan Pamijahan (2009)
Dari Tabel 32 dapat dilihat bahwa jumlah keluarga miskin di Kecamatan Pamijahan adalah 10.339 KK. Desa yang paling banyak KK miskinnya adalah Desa Gunung Sari dan Desa Cibening dengan jumlah KK miskin 936 KK, sementara Desa yang memiliki jumlah KK miskin terendah yaitu Desa Cibitung Kulon dengan jumlah KK miskin 439 KK. Kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pamijahan lebih disebabkan oleh jauhnya lokasi Kecamatan Pamijahan dari pusat kota dan pusat pemerintahan, sehingga menyebabkan sulitnya untuk mendapatkan akses ekonomi. Dari jumlah penduduk miskin dan jumlah rumah tangga miskin tersebut, berdasarkan hasil penelitian ini bahwa jumlah penduduk angkatan kerja yang bekerja di Kecamatan Pamijahan sebanyak 40.242 jiwa. Dari jumlah tersebut sebanyak 26.138 jiwa adalah petani, 1.798 karyawan, 293 PNS/Polri, 6.354
74
pedagang, 5.158 buruh, dan 501 jiwa bekerja dibidang lainnya (BP3K Wilayah Cibungbulang, 2009). Kecamatan Leuwiliang memiliki jumlah penduduk sebesar 111.705 jiwa dengan jumlah penduduk miskin sebesar 54.719 jiwa atau sekitar 48,99 % dari jumlah penduduk di Kabupaten Bogor. Jumlah keluarga miskin di Kecamatan Leuwiliang yaitu 11.566 KK dari 25.759 KK. Seperti terlihat pada Tabel 33. Tabel. 33 Jumlah KK Miskin di Kecamatan Leuwiliang Desa Purasari Puraseda Karyasari Pabangbon Karacak Barengkok Cibeber Ii Cibeber I Leuwimekar Leuwiliang Karehkel Jumlah
Jumlah KK Miskin 1.339 1.041 1.474 664 1.143 918 1.054 897 1.143 795 1.088 11.556
Sumber : Kesra Kecamatan Leuwiliang (2009)
Dari Tabel 33 dapat dilihat bahwa jumlah KK miskin yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang yaitu 11.556 KK. Desa yang memiliki jumlah KK miskin terbesar yaitu Desa Karyasari dengan jumlah KK miskin 1.474 KK, sementara Desa yang memiliki jumlah KK miskin terendah yaitu Desa Pabangbon dengan jumlah KK miskin sebesar 664 KK. Kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Leuwiliang disebabkan oleh terbatasnya modal untuk berusaha karena sulitnya mendapatkan akses modal dari pemerintah, kelembagaan keuangan yang sulit untuk meminjamkan modal. Secara umum hampir sama dengan kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pamijahan. Oleh karenanya, kemiskinan yang terjadi pada dua kecamatan ini merupakan kemiskinan secara struktural. Penduduk miskin di Kecamatan Leuwiliang terdiri dari berbagai jenis angkatan kerja yang berjumlah 25.265 jiwa. Sebanyak 2.889 jiwa adalah petani, 2.476 adalah pegawai, 477 PNS/Polri, 8.187 pedagang, 10.276 buruh, dan 960 jiwa bekerja dibidang lainnya (BP3K Wilayah Leuwiliang).
75
6.3 Hubungan Tingkat Kemiskinan dengan Karakteristik RTM di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Hubungan antara kemiskinan dengan karakteristik rumah tangga miskin di Kecamatan Pamijahan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi hasil analisis korelasi spearman. Seperti terlihat pada Tabel 34. Tabel. 34 Koefisien Korelasi hubungan antara Kemiskinan dengan Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Pamijahan Karakteristik RTM
Koefisien Korelasi (r)
Pendapatan
- 0,629*
Luas Lahan
- 0,612*
Jumlah Tanggungan
0,533*
Jumlah Tamat SD
0,663*
Usaha Sampingan
-0,278
r tabel (r*) pada α= 5%
0,441
Sumber : Data diolah Ket : * Signifikan kuat pada α = 5 %
Dari Tabel 34 dapat dilihat bahwa terdapat korelasi linier negatif antara tingkat kemiskinan dengan pendapatan masyarakat, luas lahan yang dimiliki petani dan usaha sampingan. Artinya, semakin besar tingkat kemiskinan yang terjadi pada masyarakat maka semakin kecil pendapatan, luas lahan dan usaha sampingan yang diperoleh masyarakat di Kecamatan Pamijahan. Sementara Korelasi antara tingkat kemiskinan dengan jumlah tanggungan kepala keluarga dan jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD di Kecamatan Pamijahan terjadi korelasi linier positif. Artinya, semakin besar tingkat kemiskinan di Kecamatan Pamijahan maka semakin besar pula jumlah tanggungan kepala keluarga dan semakin banyak jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD. Dari hasil analisis korelasi terdapat tingkat signifikansi yang kuat antara kemiskinan dengan pendapatan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD, namun terdapat tingkat signifikansi yang lemah antara kemiskinan dengan usaha sampingan di Kecamatan Pamijahan.
76
Hal ini terjadi karena masyarakat di Kecamatan Pamijahan sebagian besar tidak memiliki usaha sampingan lain selain bertani. Berdasarkan data dari BP3K Kecamatan Pamijahan, hanya 36,4% masyarakat petani yang memiliki usaha sampingan dan 59,6% masyarakat tidak memiliki usaha sampingan, sehingga usaha masyarakat terfokus pada usaha pertanian khususnya pada pengembangan tanaman padi sawah, ubi jalar dan jeruk siam. 6.4 Hubungan Kemiskinan dengan Karakteristik RTM di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Tingkat kemiskinan yang terjadi di masyarakat Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor berkaitan erat
dengan karakteristik RTM seperti Jumlah
pendapatan masyarakat, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD dan Usaha sampingan. Hubungan antara kemiskinan dengan karakteristik tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dari hasil analisis korelasi spearman seperti pada Tabel 35. Tabel. 35 Koefisien Korelasi hubungan antara Kemiskinan dengan Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Leuwiliang. Karakteristik RTM
Koefisien Korelasi (r)
Pendapatan
- 0,569*
Luas Lahan
-0,355
Jumlah Tanggungan
0,497
Jumlah Tamat SD
0,029
Usaha Sampingan
-0,579*
r tabel (r*) pada α =5%
0,523
Sumber : Data diolah Ket : Signifikan pada α = 5 %
Dari Tabel 35 terlihat bahwa di Kecamatan Leuwiliang terdapat korelasi linier negatif antara tingkat kemiskinan dengan pendapatan masyarakat, luas lahan dan usaha sampingan. Artinya, semakin besar tingkat kemiskinan yang terjadi pada masyarakat maka semakin kecil pendapatan, luas lahan dan usaha sampingan
77
yang diperoleh masyarakat tersebut. Sementara terjadi Korelasi positif antara tingkat kemiskinan dengan jumlah tanggungan kepala keluarga dan jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD. Artinya, semakin besar tingkat kemiskinan di Kecamatan Leuwiliang maka semakin besar pula jumlah tanggungan kepala keluarga dan jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD. Dari hasil analisis korelasi terdapat tingkat signifikansi yang kuat antara tingkat kemiskinan dengan pendapatan masyarakat dan usaha sampingan, hal ini disebabkan sumber pendapatan masyarakat di Kecamatan Leuwiliang tidak hanya bergantung pada sektor pertanian dan banyak masyarakat petani yang memiliki usaha sampingan. Berdasarkan data dari BP3K Kecamatan Leuwiliang, masyarakat petani yang memiliki usaha sampingan di Kecamatan Leuwiliang sebanyak 60,5 %, sementara yang tidak memiliki usaha sampingan sebanyak 35,5%, sehingga besarnya pendapatan petani di Kecamatan Leuwiliang disebabkan oleh banyaknya usaha sampingan masyarakat. Terdapat korelasi yang signifikan lemah antara kemiskinan dengan luas lahan, jumlah tanggungan dan jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD, hal ini karena tidak banyak luas lahan yang dimiliki oleh petani, jumlah tanggungan dikalangan masyarakat yang besarnya hampir merata dan tingkat pendidikan sangat rendah yang dimiliki oleh sebagian besar kepala keluarga di Kecamatan Leuwiliang. 6.5 Ikhtisar Tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2003 jumlah penduduk mikin di Kabupaten Bogor mencapai 453.400 jiwa, meningkat pada tahun 2004 menjadi 1.001.805 jiwa, meningkat kembali pada tahun 2005 menjadi 1.084.718 jiwa, meningkat kembali pada tahun 2006 menjadi 1.157.791 jiwa kemudian pada tahun 2007 mengalami penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 1.017.879 jiwa, kemudian mengalami peningkatan kembali pada tahun 2008 menjadi 1.149.508 jiwa. Terjadinya peningkatan jumlah penduduk miskin ini karena meningkatnya jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor dan terjadinya penurunan jumlah penduduk miskin karena adanya peningkatan daya beli masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
78
Jumlah pengangguran masyarakat di Kabupaten Bogor meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 pengangguran di Kabupaten Bogor mencapai 194.902 jiwa, meningkat pada tahun 2005 menjadi 204.858 jiwa kemudian menurun pada tahun 2006 menjadi 193.244 jiwa. Pada tahun 2007 pengangguran meningkat kembali menjadi 459.167 jiwa dan pada tahun 2008 meningkat lagi menjadi 598.032 jiwa. Peningkatan jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor ini terjadi karena kurangnya jumlah lapangan kerja dan meningkatnya jumlah angkatan kerja setiap tahun. Kecamatan Pamijahan memiliki jumlah penduduk sebesar 134.865 jiwa dengan jumlah penduduk miskin 64.651 jiwa atau sekitar 47,94 %. Jumlah KK miskin yang terdapat di Kecamatan Pamijahan adalah 10.399 KK dari 30.822 KK. Sementara jumlah penduduk di Kecamatan Leuwiliang sebesar 111.705 jiwa dengan jumlah penduduk miskin sebesar 54.719 jiwa atau sekitar 48,99 % dari jumlah penduduk. Jumlah keluarga miskin di Kecamatan Leuwiliang yaitu 11.566 KK dari 25.759 KK. Dilihat dari jumlah penduduk dan KK miskin, maka tingkat kemiskinan pada dua kecamatan tersebut masih tinggi. Dari hasil analisis korelasi di Kecamatan Pamijahan terdapat tingkat signifikansi yang kuat antara kemiskinan dengan pendapatan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD, namun terdapat tingkat signifikansi yang lemah antara kemiskinan dengan usaha sampingan yang dimiliki oleh masyarakat. Sementara hasil analisis korelasi di Kecamatan Leuwiliang terdapat tingkat signifikansi yang kuat antara tingkat kemiskinan dengan pendapatan masyarakat dan usaha sampingan, hal ini disebabkan sumber pendapatan masyarakat di Kecamatan Leuwiliang tidak hanya bergantung pada sektor pertanian dan banyak masyarakat petani yang memiliki usaha sampingan. Terdapat korelasi yang signifikan lemah antara kemiskinan dengan luas lahan, jumlah tanggungan dan jumlah kepala keluarga yang tidak tamat SD, hal ini terjadi karena tidak banyak luas lahan yang dimiliki oleh petani, jumlah tanggungan dikalangan masyarakat yang besarnya hampir merata dan tingkat pendidikan sangat rendah yang dimiliki oleh sebagian besar kepala keluarga di Kecamatan Leuwiliang.