396
Hukum dan Pembangunan
MENGGAGAS HUKUM ERA INDONESIA BARU (Menuju Terbentuknya Hukum Yang Emansipatit) Kartini Sekartadji
National legal system urgently needs IU he revitalized and even re-developed. This is inevitable due to the .fact that Indonesia is entering a exceptionally complicmed tramition era, from an aUloritarian cirCUIIISIaIlCe 10 democratismion thm is signified by compicllolls civil assertiveness. The new legal systelll should be ready to address the changes, initiated by' civil society and thus exercised to proteu thelll from abused state powers, (/ ccounlOble (/1/(1 rhus emanciparive.
Pengantar Hukum nasional mendesak untuk segera diperbaharui dan dibangun kembali. Hal ini tak terelakkan lagi mengingat Indonesia sedang memasuki era transisi yang sangat rumit, yaitu dari era otoriter sdama tiga dasa warsa lebih menuju era demokratisasi dengan isu pemberuayaan warga. Hukum Indonesia (8aru) nantinya adalah hukum yang emansipatif. hukum yang dibuat warga untuk melindungi warga dari kekuasaan negara yang berlebihan. dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat pula.
Hukum di Indonesia: Hukum yang Otoriter Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum Indonesia berada pad a titik nadir, kehilangan kepercayaan dari masyarakatnya sendiri. Titik ini bukan terjadi secara tiba-tiba melainkan hasil dari suatu proses yang sangat panjang, sistemik dan kronik. Pembangunan hukum selama ini cenderung berorientasi pada hukum yang otoriter, tidak memberi ruang
OklOber - Dese","er 2()()2
Mellgg£lgas Hukum Era Indonesia Baru
307
kepada Illasyarakat luas untuk berperan sena dalalll pelllbuatan dan penegakannya. Antara rezim pelllerintah yang berkuasa dengan hukum yang dihasilkan mempunyal kaitan erat, karena bagaimana cara pelllerimahan dijalankan akan tercermin pula dalam hukum yang dibuatnya. Kehidupan hukum era rezim otoriter sampai sekarang masih sangat kental Illewarnai kehidupan masyarakat pada saat ini. Rakyat dihadapkan pada sejullliah kenyataan sosial bahwa hukum sangat birokratis, belum sepenuhnya berpihak kepada warga, masih mengutamakan kepentingan penguasa. Kekecewaan rakyat hukan saja pad a lemahnya penegakan llUkulll, tetapi juga pada kinerja Jan lell1ahnya sensitifitas lelllbaga pelllbuat hukum maupun lembaga penegak hukum terhadap terpenuhinya rasa keadilan Illasyarakat. Supremasi llUkum ternyata hanya berhenti sebagai slogan , tidak terwujud ualam kchidupan sehari-hari. Hukulll dan aparat penegak hukulll tidak lagi herfungsi sebagai penjaga keadilan, keamanan dan ketertiban warga. Di mata rakyal, penegakan hukum dan aparat penegak hukum tidak herwibawa sama sekali, mereka bukan saja tidak berhasil Illenghadirkan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat tetapi justru sebaliknya menimbulkan rasa takUl dan pilih kasih dalalll Illelllberikan keadilan. Ketika rakyat ll1erasakan bahwa hukum ternyata sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan akan rasa keadilan, kedamaian , ketentraman dan keteniban, maka mereka abn mencari jalannya sendiri. Maka lahirlah hukum-hukum baru yang dirasakan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yang scring kali justru berkonotasi negarif yaitu main hakim sendiri atau tindak kekerasan kolektif. Kehidupan hukum selama ini tidak terlepas dari kekuasaan yang terlalu kuat , sehingga hukum cenderung berorienrasi pad a kepelllingan penguasa, tidak peka pad a kebutuhan keadilan bagi rakyar banyak. Hukulll yang demikian dapat dikatakan sebagai hukum yang otorirer. Secara teoritis hukum yang berkaitan dengan hubungan kekuasaan (geW/iI 'O!rholidillg) menu rut Mob, Mahfud MD, memilki karakter yang konservarif dengan un-cln penama, proses pembuatannya tidak panisipalif melalilkall sentralisrik, aninya sejak perencanaan sampai pada penetapan lehih ball)' ak ditentukan atau diuominasi oleh visi dan kehendak politik lcmbaga eksekutif. Kedua, fungsinya bersifat positivisr-insrrumentalisrik a[au I.e hih merupakan instrumen pemberi justifikasi atau pembenaran bagi prugralllprogram dan kehendak lembaga eksekutif sehingga tidak aspirarif. Keliga, muatan materinya bersifat interperatif at au hanya memuat Illasalah-Illasalah pokok yang kemudian memberi ruang yang luas pad a pemer;'lllah ulHuk
Nomar 4 Tahun XXXII
398
Hukum dan Pembangumm
membuat berbagai penafsiran dengan berbagai peraturan pelaksanaan yang lebih rendah, yang dalam praktiknya juga lebih mencerminkan kehendak sepihak pemerintah dan produk hukumnya yang asli '. Oalam pandangan Satjipto Rahardjo, kualitas hukum kita Illenjadi hukum otoriter atau otoritarian yang memperlihatkan eiri-ciri otoritaian sebagai berikut' : I.
Kaidah dasar total iter Kaidah dasar dari sistem hukum totalitarian adalah tidak lain berupa rumusan pikiran total iter yang diselundupkan ke dalam kaidah dasar tsb. Yang pada gilirannya akan menjadi landasan hagi kaidah/peraturan lain yang dikeluarkan. Untuk Illenciptakan keberhasilan dari kerja tatanan yang demikian diciptakan kelolllpok .. intelektual " yang ditugasi untuk mengerjakan sekalian Iransfonnasi . kepada orde totalitarian, apakah itu melalui pembuatan kaidah hukum baru ataukah penafsiran kembali dari yang lama;
2.
Kaidah dasar di alas konstitusi Supremasi dari kaidah dasar atas konstitusi. Oalalll orde totalitarian, konstitusi diberikan kepada rakyat sebagai suatu dokumen nasional penting, letapi sebenarnya sekedar sebagai " pemanis bibir" (facade document) belaka. Oi belakangnya tereatat kaidah dasar yang totalitarian. Eksistensi konstitusi hanya ingin membuktikan. bahwa warga negara sudah menikmati hak-hak dan perlindungan-perlidungan Ilukum, padahal sesungguhnya hanya bersifat kosmetis belaka ;
3. Hukum yang membudak Watak membudak dari hukum (sevi lity). Sistem sosial totalitarian tidak memberikan tempat mandiri kepada hukum. Oi situ hukum tergantung. Oalam sistem seperti itu hukum hanya sah apabila dianggap mendapat pengesahan dari kaidah yang lebih tinggi. yang tidak bersifat umum (legal) tetapi politik . Kaidah politik yang lebih tinggi itulah yang tidak bersifat umum (legal) tetapi politik. Kaidah I Moh . Mahfud MD. Dcmokrasi dalam Rangka Pembangunan Hukum )'an~ Rcspolisil'. IIl
Okrober - Desl!lIIiJer lO()2
Ml!llggagas Hukum Era Indonesia Baru politik yang lehih tinggi pengesahan kepada hukum; 4.
itulah yang
secanl
pasti
Illelllberikan
Birokrasi Totalitarian Dalam kultur hirokrasi yang demikian itu pembatasan-pelllbatasall yang sangat jauh, ll1eliputi semuanya. yang memberikan alasall rasional untuk penolakan terhadap pendekatan yang tiuaK Illeillihak (impersonal). Birokrasi dalam sistem hukum tOlalitarian melllhuuak kepada dan bekerja untuk elit yang berkuasa;
5. Trias Politica pro-forma Penekanan terhadap dan oleh sistem peradilan. Sistem totalitarian mengakui pembagian antara legislatif, eksekutif uan perauilan seeara pro-forma. Dalam keadaan demikian , maka perauilan Illerupakan pihak yang paling menjadi korban. Pengadilan tiuak Illeilliliki kekuasaan memeriksa dan ll1engadili secara benar, Illalinkan hallya Illenjadi sarana yang dipakai untuk menekan warga negara ; 6.
Kepatuhan terpaksa Sistem totalitarian didasarkan pada suatu legitimasi yang diberi nama dead-end legitimacy (Podgorecki). Di sini warga negara menerima hukum dan mentolelir tindakan pemerintah , oleh karena mereka tidak melihat pilihan lain. Mereke menerima hukum sekalipun opresif, oleh karena itu lebih baik daripada tidak ada hukum sailla sekali. Legitimasi tsb. di atas berbeda dari natural legitimacy. oleh karena di sini tidak diperlukan bantu an kekuatan untuk Illenekan rakyat. Hukum diterima ll1asyarakat pada hakikatnya bukan kareJla aua kekuatan di belakangnya .
7.
Tipe rekayasa merusak Rekayasa , seperri dipikirkan Roscoe Pound yang uikenal sebagai social engineering by law , adalah tindakan rasional biasa. berbeda dengan tipe tsb . . maka dark social engineering (Podgorecki) adalah penggunaan teknik-sosial untuk menimbulkan kerugian sosial (social harm) yang luas di masyarakat.
Gambaran suram kehidupan hukum ini juga tidak dapat dilepaskan dari pengell1bangan ilmu hukum itu sendiri. Dunia pendidikan tinggi hukum turut memberi kontribusi atas kondisi hukum Indonesia. Ilmu hukum yang dikembangkan lebih cenderung pad a hukum positiv dengan
Nomar 4 Tahun XXXll
400
Hukul1l dall PemblillgulUtII"
filsafal liberal di belakangnya yang berorientasi pad a peneapaian keadilan individu, kurang pada keadilan masyarakat. Teori-teori pisitivisme dengan metode analitisnya hanya memberi alasan atas terjadinya sualu perisliwa berdasar atas peraturan belaka, sehingga kurang bisa memberi penjeiasan teorilis yang lebih memuaskan. Teori-teori ini seakan sudah puas herhellli pada perundang-undangan . Padahal sebenarnya perundang-undangan ilU sendiri proses pembuamnnya sarat dengan kepentingan kelompok Jan penguasa, sehingga kurang menjamin keadilan masyarakat banyak. Maka tidak mengherankan apabila yang kemudian muneul aJalah kelidakpercayaan terhadap hukum oleh rakyat. Perubahan rezim di Indonesia tidaklah O[omalis meruball praklikpraktik sosial era lama. Pengambilan jarak terhadap praktik-praklik sosial lama sebagai kesadara n kolektif ternyata hanya lebih bersifat ins idemial , artinya hentakan tidak akan menjadi suatu tindakan yang berlangsung ' lama'. Pad aha I perubahan hanya bisa terwujud bila ada pad a perubahan unsur-unsur tindakan kolektif atas tujuan tindakan ; pola pikir baru: kemampuan baru para relaku sosial dalam berelasi. Tujuan dan pola pikir baru lerkait tujuan reformasi yaitu diterapkannya etika polilik. Kemampuan baru berelasi dari pelaku sosial ditentukan oleh prinsip subs idiaritas dan kesediaan untuk menerima yang berbeda (p lural ilaS). Inilah sebenarnya inti dari negara demokratis modern yang berei rikan keterbukaan. Dalam konsep negara demokratis modern ini penguasa letap di bawah kontrol warga serta harus mempertanggungjawabkannya kepada warga berdasar hukum yang berlaku. ltulah yang kemudian disebul Magnis Suseno' sebagai negara hukum demokratis . Negara Hukum ilU sendiri idealnya dibangun atas gagasan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adi!. Dari segi moral polilik ada empat alasan umuk menuntut agar negara diselenggaraka n Jan menjalankan tugasnya berdasar hukum, yaitu : (I) Kepastian hukum merupakan kebutuhan langsung masyarakal. Dalam hubungan dengan negara, kepast ian hukum berarti bahwa tindakan negara darat diperhitungkan karena diambil berdasarkan hukum yang berlaku umum;
1 l-laryaul1oko : .. Etika Pofilik dun "Civil Society", anikel dalalll Hari.1Il KOM PIIS . .sellin 5 JUlii 20UO. lIalal1l'lIl : 4.
Pt:njdasan nt:gara hukulll lklllokratis modt:rn ini didasarkan pada Frallz Magnis-SusclltJ : Pr;n.\'ip-prill.'iip Moral Da.mr Kenegaraa1l Modem . Cctakan kclimi\ 1''1' Gramt:dia Pustaka Umulll . Jakarta. 1999. halaman: 295 ~ 302.
J
Elika fJolitik,
Okwber - De.l·ember lO()2
Menggagas Hukum Era Intionesia Baru
~Ul
(2) Tumutan perlakuan sama berdasarkan kesamaan hakiki semua Illanusia sebagai manusia dan kesamaan semua warga sebagai warg;': (3) Legitim'''i demokralis atau tUlllutan agar penggunaan kekuasaan hanlS berdasarkan perselujuan dasar para warga dan senamiasa beraua Ji bawah kOlllrol mereka, langsung mengandung lUlllUlan agar kekuasaan negara dijalankan berdasarkan dan dalam batas-batas hukulll. Menurut IS Susanto', negara hukum mengandung lllakna bahwa bukan saja tindakan-lindakan pemegang kekuasaan (pemerimah) hams didasarkan pad a hukum, namun juga diwajibkan ullluk merealisasikan fungsi hukum di negara hukum. Dari apa yang tersural maupun yant! lersirat dalam Pelllbukaan UUD 1945, fungsi primer negara hukulll aualah : :;:
Perlindungan Hukum mempunyai fungsi ullluk melindungi lllasyarakal dari ancaman bahaya dan tindakan-tindakan yang merugikan. yang ualang dari sesamanya dan kelompok masyarakat, termasuk yang dilakukan oleh pemegang kekuasaall (pemerintah dan negara) dan yang dalang uari luar , yang dilUjukan terhadap fisik , jiwa, kesehalan, nilai-nilai dan hak asasinya:
"'
..
;; IS
Keadilan Fungsi lain dari hukum adalah menjaga, melindungi. uan lllemberikan keadilan bagi seluruh rakyat. Secara negali!' Japal dikatakan bahwa hukum yang tidak adil adalah apabila hukum yang bersangkUlan dipandang melanggar nilai-nilai dan hak-hak yang kila percayai harus dijaga dan dilindungi bagi semua orang: Pembangunan Fungsi hukum yang ketiga adalah pembangunan, ualalll rangka lllewujudkan kesejahteran bagi seluruh rakyal Indonesia. Ini lllengandung makna bahwa pembangunan di Indonesia sepenuhnya ullluk meningkatkan kesejahteraan rakyat di segala aspek kehidupan ekonomi, sosial, politik, kultur dan spiritual. Dengan demikian hukum dipakai sebagai "kendaraan" baik dalam menentukan arah. tujuan, dan pelaksanaan pembangunan secara adil. Artinya hukum sckaligus
SUS;:UlIO
Keju/Illtall Korporasi Di Indonesia Pmduk Kehijukull ReziJII Ordt' /J(/m.
Piuat!) Pcngukuhan sehagai guru Besar IImu Hukum pada Fakultils Hukum UNDIP. Semarang. 1999. halaman : 16- 17.
Nomor 4 Tahun XXXll
402
Hukulll dall PelJlb(JllgUJu"IIl
Jigunakan sebagai alat pembangunan namun juga sebagai alal komrol agar pembangunan dilaksanakan secara adil. Membangun hukum demokratis modern atau hukum yang bersifat emansipatif di Indonesia saat ini merupakan sualU kebulUhan lIleJll.lesak. apabila kita masih tetap konsisten dengan Negara Kesaluan Republik Indonesia yang sangat Illejemuk. Sekalipun itu bukanlah hal yang mullah. namun demikian usaha ke arah itu tentu saja tetap harus diusahakan Jemi kelangsungan masa depan bangsa Indonesia sendiri.
Indonesia Bam : Indonesia yang Demokratis Indonesia Saru atau Indonesia di masa mendatang adalah InJonesia ' yang berdasarkan pad a pemerintahan yang demokratis dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keterbukaan (transparansi) yang idealnya Illeillberi ruang lebih besar bagi kebebasan warga untuk bersama peillerintah Illenciptakan social order dengan Illeletakkan kembali kOlllitmen bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD IlJ45 sebagai cita hukulll di masa mendatang . Yaitu lIlell1bentuk sualu pell1erintah negara Indonesia dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan 8eradab. Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebij aksanaa n llalam Permusyawaratan/Perwakilan. serta mewujudkan suatu keadilan sosia l bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian hukum di era Indonesia 13aru nantinya adalah hukull1 yang memberikan ruang cukup luas bagi peran serta warga dalam ll1embangun, ll1elaksanakan. ll1engawaSi Jail ll1engevaluasinya. Untuk tegaknya dell1okrasi, suprelllasi hukUln Jcngan segal a persyaratannya Illenjadi titik tumpuan. Di sall1ping juga perlunya ll1emberikan keselllpalan kepada warga sipil (civil society) untuk Illenjalli bag ian utama dalam pelllerintahan dell1okratis . Civil Society adalah jaringan kelompok-kelompok Illasyarakat yang mandiri dan terbebas dari negara. tetapi mempunyai pengaruh paJa politik. Civil society hanya akan ada jika masyarakal Japal l11enstrukturisasikan Jiri lewat kelompok-kelompoknya Jan Japal menentukan sendiri tindakannya. terlepas dari negara . Lebih lanjlll. kelompok-kelompok ilU dapat ikut menentukan proses polilik negara. Kekuasaan negara harus terbuka untuk mende'n gar masyarakat. sementara l11asyarakat memang tiJ"k sendiri menentukan kekuasaannya. Civil socielY
OklOber - Deselll/!e/' 21X)2
MellggagUJ Hukum Era Indouesia BaTu
Illengandaikan adanya peluralisille. Negara adalah pelayan masyarabt warga. ia ikut dalalll pelaksanaan konkret kehidupan. mcnjadi ha~ian tetapi juga penopang dari seluruh jaringan keloillpok. Sebagai iltstitusi sosial ya ng tidak dibual dan juga tidak dikontral oleh negara. tugas utama civil society
can Ihe state/'. Pel11berdayaan masyarakat tnt penting art inya yallu ullluk mel11berikan kebebasan berpikir dan bertindak pad a warga dengan Illengak ui keberagaman (pluralitas) ke lampok dalam masya rakat. Dengan uemikian perlu aua redefinisi peran negara _sebagaimana uisarankan
Giddens 7 , dimana ncgara harus bennitra dengan civil society sa ling memberikan kel11udahan dan saling mengkantrol. Tidak ada batas-batas permanen amara pelllerintah dengan civil society , pelllerilllail bJangkadang dapat Illasuk sampai jauh ke dalal11 arena masya rakat . buallg. kadang mundur dari arena itu, tergantung komeksnya. Pada hakikatnya civil society dengan demokrasi berjalan seiring. keduanya berintikan pada government or rule by lhe people. Deillokrasi itu sendiri dalam pandangan Samuel P. Huntington bermaknakan Iibene. egalite. fraternite, kllntrol yang efektif oleh warga negara terhadap kebijakan pelllerintah yang bertanggungjawab , kejujuran dan keterbukaan /, Jean I3cthkc E ishtain : II
Call ro Civil SocielY. anikel tlalam Symposium: Civil Slll.:icL~'
and the: Allleri<':
Pcnjdasan lehih li.lnjuL lihat Anthony Gitldtns : the Third Way,
jaloll K~/iXll
Pem/Jaru(/// Dell/okrasi Sosia/. Diterjemahkan KelUt Arya Mahanlika, Pem:rhn PT Pusta"'a UWm
Nomor 4 Tahun XXXII
404
HukulJI dall PemballgllJl(l1l
dalam percaturan pOlitik. Juga musyawarah yang ras ional dan didukung dengan informasi yang cukup, partisipasi dan kekuasaan yang selara. dan berbagai kebijakan warga lainnya' Pendeknya peran negara/pe merimall direduksi sedemikian rupa , selanjutnya kepada civil soeielY c1iberikan peran dan porsi besar untuk mengatur kehidupan masya rakal seeara demokratis. Agar government or rule by the people ini bisa dilegakkan. maka ia memerlukan peletakan visi politik yang mendukung ke arall iIU ." Pertama secara prinsipiil konsep kekuasaan harus dipahami sebagai sarana penyelenggaraan kehidupan negara untuk mewujudkan kesejahleraan masyarakat. Dalam kaitan ini kekuasaan selain harus dibagi secara horisontal sehingga l1lenciptakan interaksi saling kontrol di antara lembaga-Iembaga politik, secara vertikal harus didistribusikan ke daerah sehingga tidak teljadi ketimpangan pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah. Kedua, posisi mil iter dalam slrukmr polilik yang demokratis mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kekualan-kekuatan sosial politik lainnya. Untuk itu l1lililer harus l1lempertanggungjawabkan peran-peran sosialnya dan dijauhkan seb isa mungkin dari godaan kekuasaan. Ketiga, birokrasi pemerintahan harus netral dari pengaruh politik. Prinsip netralitas birokrasi terhadap partai politik dimaksudkan agar birokrasi dapat menjadi pelayan masyarakal tanpa membedakan golongan mana yang harus dilayani. Keel1lpal. kont I'D I sosial terhadap kekuasaan perlu disertai eksistensi lel1lbaga oposisi yang dapal Illelakukan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan pub lik Jan penyalahgunaan kekuasaan. tanpa lakut balas dendalll. Perbedaan pcndapal dan kontlik adalah bag ian dari proses delllokratisasi yang lidak seha rusnya ditiadakan. Dalam bangunan civil society inilah aspek pemberdayaan warga memegang peran penting. bukan sekedar memenuhi hak asasi Illereka. Melainkan juga untuk menempatkan warga pad a porsinya sebagai bag ian integral dari masyarakat itu sendiri, bahkan wargalah yang sebenarnya menjadi bag ian sentral dari suatu masyarakat. Maka yang berkembang x Si.tlllud P. HUlllinglOll G('/rnnJwnK Demokrasi KetiXlf. C~lakall II. uiLl!ljelllahkan Asril M"lljoilan, Pem:rhit Grafiti. Jakarta 1997, halaman: 8. ~ Dalalll kOllll!ks ImJolll!sia Baru. J. Kristiadi Illt:ngt:lllukakan garis besar visi politik barll uliluk 1IIl:lIIhangull Indonesia Baru y
OkroiJer - Deselllher 2()02
MellggllgllS Hukum Era indonesia Bam
kemudian adalah pendekatan warga bukan lagi pendekatan penguasa. yang memegang kekuasaan adalah warga bukan lagi penguasa.
Hukum yang Emansipatif di Era Indonesia Barn Menghadapi kondisi Indonesia yang demikian kompleks ini temu tidak mudah menawarkan suatu alternatif penyelesaian. karena penyelesaiannya harus integratif dan sinergi dengan melibarkan ci vil society sebagai pemegang peran utama dalam masyarakar yang sangal plural ini. Salah saw alternatif pembenahan yang bisa diajukan adaJah pell1benahan di bidang hukull1, sekalipun disadari sepenuhnya bahwa bangunan hukum sangar dipengaruhi oleh bangunan-bangunan Jain di sekirarnya yairu sosiaL ekonoll1i, polirik dst. Yang saat ini komlisinya sangat mencemaskan. Antonie AG Peters menawarkan konsep hukum berperspekrif emansipasi masyarakat '" yang merujuk pada konsep Lawrence Rosen serra Nonet dan Selznick yang menggariskan bahwa yang penring uari hukum yang emansiparif ini adalah partisipasi akrif warga dalam hukulll yang merupakan uasar pokok dari keseluruhan hukulll dan arli pengembangan hukum. Digambarkan ada tiga aspek dalam penggunaan hukum terutama di ll1asyarakat yang sedang berkembang, yairu : (I ) hukum sebagai pencerminan dari konsepsi-konsepsi yang beroeda Illengenal ketertiban masyarakat dan kesejahteraan sus ial yang berhubungan dengan pemyataan dan perlindungan kepemingankepentingan masyarakat; (2) hukum dalam fungsinya sebaga i suatu sistem yang oronom uapar pula Illerupakan sarana untuk membatasi kekuasan yang sewenang-wenang meskipun penggunaan hukum tergantung uari kekuasaan-kekuasaan lain yang berada di luamya; (3) hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendorong perubahanperubahan sosial dan pembangunan.
J\) Ronny I-Ianilijo .soemirro Gamharan tentall~ FUllxsi:/iJII;:si HI/kwil tli JJIlItIllI Musyarak(J[ , Se/Jaxai Hasil Tinjauan Terhadap Hukul1I Da/am IJeberapa /Jel'.lpd\li/ . Majal;:lh Masalah-Masalah Ilukum Fak . Hukum UNDIP, No . 5 TallUll ](-)9 1. Iialalll
Namar 4 Tahun XXXlI
406
Hukul1l dall PC!III/J(lIlgWUlfl
Upaya membangun hukum yang emansipatif perlu uiuahului dengan demokratisasi dalam kehidupan politik , karena pada <.Iasarnya produk hukum itu senamiasa mempunyai sifat sesuai <.Iengan konstelasi politik yang membuatnya. Oengan demikian peran serta warga secant aktif dalam pembangunan hukum dalam model civil society ini sangat lah peming. Sekali lagi ditegaskan bahwa bangunan civil society tidak dapat dilepaskan dari pemikiran-pemikiran tentang demokratisasi yang berimikan persalnaan hak di antara sesama warga. Oalam konsep semacam inilah berkembang pemikiran Peter R. Baehr bahwa umuk <.Iapat dilaksanakannya hak kebebasan dasar bagi warga maka <.Iitekankan perlunya pemerintahan (baca: penguasa) yang tidak melakukan apapu n (abslemion) berkenaan dengan hak individu. Pemerilllah li<.lak diperkenankan menganiaya, bahkan juga tidak boleh mencampuri hak rakyat u!1luk berkumpul dan berserikat dengan bebas; li"ak bolel! ' mencampuri kebebasan pers dan kebebasan untuk mengungkapkan pendapat. " Selidaknya ada beberapa syarat untuk membangun hukum yang emansipatif, hukum yang melibatkan warga sebagai pelaku bukan sekedar obyek dari hukum. Pertama, mengembalikan kepercayaan warga lerhadap fungsi hukum dengan segala atributnya. Pemulihan kepercayaan ini penting, karena selama rakyat masih melihat dan mengalami kesulilan dalam mencari keadilan maka selama itu rakyal belum <.Iapal menaruil kepercayaan pada hukum. Langkah yang dapal ditempuh a<.lalah "engan menyelesaikan secara lumas kasus-kasus besar yang menyangkut ' mangorang "'besar" pula secara transparan, dengan segala resiko. lerUlama resiko politis. Bersamaan dengan itu mulai pula dikikis praklik-prakrik mafia peradilan. Ke"ua, ikut sertakan warga secara efekrif "alam pembangunan hukum yang emansipatif, sehingga ada rasa kelerwakilan dan rasa memiliki yang besar dalam tatanan hukum di masa men<.latang. Keikurserraan warga ini dapal dilakukan baik melalui lembaga perwaki lan secara formal (OPR) "an lerutama yang informal yaitu LSM. Imi hukum yang emansipatif yaitu di dalamnya terdapat unsur pelllberdayaan warga yang sangat plural. baik dalalll proses pemilihan Ulllum, penyusunan undang-undang maupun dalam Illelakukan komrol pada pemerimah "an aparat penegak hukum. Ketiga, pemilihan umum yang jujur "an a" il sangat diperlukan warga U!1luk memilih pemilllpinnya. Pemilihan umum It Pel!!r R. Baehr 1i1lk-lIl1k A.W1.'; Mal1llJili Do/am Polirik Latlr Ne)!,f!r;. lIih:rjL:lllahbu SomanJi. PCII4.!rhil Yayas<.In Ohm Indonesia. Jakarla 1998. halalllan : ~-L
Okwber - DeseJII/Jer 200l
Mt!llggagas HukuJJl Era Illt/onesia Bam
yang jujur dan adil ini sangat penting artinya umuk mcmban~ulI hukum ynag emansipatif. karena sebenarnya pembangunan hukulll itu diawali o!eh suatu proses pemil ihan wakil-wakil rakyat seeara transparan scbagai kmbaga kgislatif. Transparansi 1111 sendiri peming ualam rangka mewujudkan kepereayaan warga pad a pemilu ilU senuiri (Illulai proses penyusunan suara sampai pemilihan wakil rakyat). Ini juga sekaligus peming bagi warga umuk bisa percaya pada pelllerimah hasil pemill!. Dengan uell1ikian pemilu erat kaitannya uengan apa-apa yang ll1endahuluinya dan apa yang terjadi sesudahnya-" Keell1pat. pell1bagian kekuasaan pusat dan daerah. atau otonomi daerah. Hakikat olUnomi uaerah adalah pemberian kesempatan pad a daerah umuk Illeillbangun sesuai dengan pOlensi yang uill1ilikinya. Dalam pembangunan uaerah ini berani pula pembangunan hukum yang lebih pas bagi warga selempal letapi rerap ualam semangat negara kesatuan Republik Inuonesia. Inilah sebab nya mengapa hukum adal rerlu mendapal lempat umuk dikembangkan di ll1asing~ ma s ing komuniras untuk melayani ke-khas-an kOlllullitas lsh . Kelima. yang lerakhir adalah pembangunan sumber uaya ImnuSI''Perubahan yang dihadapi bangsa Indonesia aualah perubahan Illenuasar dari paradigma peng uasa bergeser ke paradigma warga. Perubahan ini dengan sendirinya menulllut kesiapan sumber daya manusia yan~ bergerak ui bidang pemerimahan. aparal penegak hukum, pendidikan linggi IlLIkulll maupun warga pad a umumnya. Pendekatan yang digullakall ulllllk membangun sumber daya manusia adalah dengan pCllllekatall IIIclayalii warga sebagai penggami dari sikap aparat yang uilayani ole ll wa rga . Pendidikan linggi hukum berperan besar, harus ada reoriel1lasi pemJiuibn . yang ll1engarah pada penghormatan hak asasi mallusia dan kcmajemuKan masyarakal ui Indonesia. Pendidikan tinggi hukum harus mcngajarkan Jan berpijak pad a kondisi nyala bangsa Indonesia sebagai bangsa mcrdeka. tidak lagi be rpijak pad a hukum kolonial. Oriemasi penuidikan linggi hukum lidak lagi berkisar pada pendekatan positivistis yang melahirkan ahli-ahli hukum yang bekerja seeara mekanistis , telapi juga uiimbangi dengan oriemasi pad a pendekalan yang bisa menjelaskan secara kriris berbagai peristiwa sosial dalam masyarakal. Barda Nawawi Ariel"
12
Periksa : P'llrick Mcrloc : (/llsur-unsur Pemiiihall Umlllll DeJllok/"(/ris, [Jell/ilil/wl lJlIIlIIlI
LJelllo1i.mris
J-1ak Asasi MlIIlUsia. KepercaY(f(lJl Mwyurak.lIl, dUll IJersaillgulI Y(llig Adi!.
makalah u.llall1 one Day COllrerena 011 Americall IJali/;m / ~:rsfellf (II/d Cull1l/"(' . P!;llyt!lengg.uit Fak ullas Sasl1'a UNDIP hckt:ljas
NOli/or 4 Tahun XXXII
408
HukulII dUll PellliJ{lIlguJlall
menyarankan seyogyanya agar hukum yang diajarkan tidak terlalu "statis" dan " rutin" (yaitu hanya hukum positi!). tetapi juga harus dikembangkan kajian kritis dan kajian alternatif. Oengan dmikian kajian kritis dan kajian pengembangan atau pembaharuan hukum harus juga sudah dimulai di tingkat S I , karena dari mereka yang langsung terjun ke masyarakat atau dalam praktik penegakan hukum itu diharapkan adanya pengembangan dan pembaruan hukum di Indonesia. 13 Oi samping syarat-syarat itu, perlu diikuti dengan nasionalisasi hukum-hukum Indonesia peninggalan Belanda yang selama ini masih dipergunakan . Sebagai negara merdeka , Indonesia mempunyai kedaulatan di bidang hukum untuk menentukan hukumnya sendiri. Hukum emansipalif hanya bisa terwujud manakala ada . kesetaraan antara warga dengan penguasa, sehingga warga be bas mengemukaka n apa . yang menjadi keinginannya untuk dijadikan sebagai hukum . Se memara itu pemerintah berfungsi sebagai pelaksana dari hukum-hukum yang tdah disepakati warga secant emansipatif. Sehubungan dengan pembangunan hukum yang emansipatif. baik diingat kembali ide Satjipto ltahardjo untuk membangun Indonesia dengan paradigma Moral Aka l-13udi yang diyakininya akan mampu mengantarkan bangsa ini memasuki gl obalisas i yang semakin meluas dan mendalam . Adapun j abaran dari ciri talanan kehidupan didasarkan Paradigma Akal-Budi antara lain deillokratisas i. pluralisme. keadilan . desentralisasi . masyarakat warga (ci vil socie ty) dan profesionalisme (otenriras fungsi tugas-tugas). Atau secara padal d isebutnya sebagai NEGARA YANG OlDASARKAN KEPAOA KERAKYATAN, dimana rakyatlah yang menjadi sumber oriemasi dalalll pengambilan putusan, baik politik, ekonomi, hukum dan lainnya . Dalalll struktur seperti itu aspek accountibilitas menjadi sendi kellidupan politik dan kenegaraan yang utama. Siapapun dan institus i apapun perrama-tama dan selalu bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan tindakannya kepada rakyat. 14 Pendekatan Moral Akal-Budi tersebul, dapat digunakan sebagai landasan bagi pembangunan hukum yang emansipatif, sehingga hukulll
IJ
Ban.la
Nawaw i Arid·
Piuato Pl:ngukull:tll Guru lk:-'
(Ml:'lIyol/g.WJ//g Gel/eras; 8am 1-II/J.:.ul11 Pidlllw Illdollesia).
OktaiJa - Vesell//Jer 20U]
Mell,~gagas HukWll
Era
IlIdo1lesia Bam.
yang dibuat dengan melibatkan sebesar mungkin reran serta lIlas),arakat. pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan kembali kepaua rakyat. yang dipertanggungjawabkan kepada penguasa. Bukan hukum Pembangunan hukum dengan demikian diletakkan pada posisinya yang henar, yaitu dilandaskan atas cita hukum hangsa Indonesia sehagaimana dikumandangkan pada waktu proklamasi 17 Agustus 1945.
Daftar Pustaka Baehr, Peter R. Hak-I-lak Asasi Manusia Dalam Politik Luar Negeri. diterjemahkan Somardi, Penerbit Yayasan Obar Indonesia. Jakarta 1.998. Giddens, Anthony The Third Way, Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial, diterjemahkan Ketut Arya Mahardika, Penerhil PT Gramellia Pustaka Utama, Jakarta 1999. Gelombang Demokrasi Ketiga, Cetakan II. Humingwn, Samuel P. diterjemahkan As ril Marjohan , Penerbit Grafiti, Jakarta 1997. Merloe, Patrick Unsur-unsur Pemilihan Umum Demokralis, Pelllilihan Umum Demokratis Hak Asasi Manusia, Kepercayaan IVLtsyarabl dan Persaingan yang Adil, makalah dalam One Day CDilference ,)n American Political System and Culture, Penyelenggara Fakullas Sastra UNDIP hekerjasama dengan USIS, Semarang 13 April 19\1lJ . Nonel, Philippe & Philip Selznick : Law and Society in Transition, Toward Responsive Law, Haper Colophon Books, 19n. Soemitro, Ronny H Gambaran tentang Fungsi-fungsi Hukum di Dalalll Masyarakat, Sehaga i Hasil Tinjauan Terhadap Hukum Dalam Beberapa Perspektif. Majalah Masalah Hukum, Fak . Hukum UNDIP, No. 5/1 9<)1. Suseno, Franz Magnis Etika Polit ik , Prinsip-prinsip Mor,,1 D",,, I' Kenegaraan Modern, Cetakan kelima, Penerbi l 1''1' Gr"llledw Pustaka Utama, Jakarta , 1999. Arief, Barda Nawawi Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Ilukum Pidana (Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesl'L
Namar 4 Tahun XXXII
410
NlI.kum dan PelllballglllU:lIi
PidalO Pengukuhan Guru Besar Hukum Pidana Fakullas HukUln UNDIP, Semarang 25 Juni 1994. Eishtain, Jean Bethke A Call to Civil Society, artikel dalam Symposium : Civil Society and the American Family, dimuat dalam Jurnal Society Juli-Agustus 1999. MO, Moll. Mahfud : Oemokratisasi Oalam Rangka Pembangunan Hukulll ,Yang Responsif. makalah Seminar dan Pembentukan Asosiasi Pengajar Sosiologi Hukum se Indonesia. Fak. Hukum UNOIP, Semarang 1996. Menuju Indonesia Baru : Manusia dan Sislelll. Rahardjo, Satjipto makalah dalam Seminar Wawasan Kebangsaan, uiselenggarakan Dewan Harian Daerah Angkatan 45, Propinsi Jawa Tengah. Semarang, 27 Agustus 1998. Sindhunala : Visi Baru untuk Indonesia, dalam Analisis CS IS Tahun XXVlll/ 1999, No.2, 1999. Susanto, IS : Kejahatan Korporasi di Indonesia Produk Kebijakan Rezilll Orde Baru, Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Ih nu Hukulll pad a Fakultas Hukum UNOIP, Semarang , 1999 . Wirassih Pudjirahayu, Esmi : Paradigma Kekuasaan dan Transfo rmasi Sosial, Oiskripsi Tentang Hukum Oi Indonesia Dalam Agenda Globalisasi Ekonomi, Orasi limiah pada Peringatan Dies Natalis Fakultas Hukum UNO IP ke-43, Semarang, 1999 .
Ok/Ober - Deselllher 2(X)2