Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
MENUJU CITA SUPREMASI HUKUM D. Khumarga
Abstract Supremacy of Law, which means that all persons (individuals and government) are subject to laws. Supremacy of the law requires the rule of law. Aristoteles said more than two thousand years ago: " The rule of law is better that of any individual". Lord Chief Justice Coke quoting Bracton said in the case of Proclamation (1610) 77 ER 1352: " The King himself ought not to be subject to man, but subject to God and the Law, because the law makes him King". fHTTP://www.ourcivilisation.com /cooray/btof/ chapl80.htm). The rule of law ensures that individuals have a secure area of autonomy and have settled expectations by having their rights and duties pre-establish ed and enforced law. The rules of proceduring, evidance and natural justice also protect individuals from arbitracy governmental action and illegal deprivation ofprivate rights. They are essential to the protection of individual right of personal freedom and private property. Key words: Supremacy of the law : The Rule of the Law; Subject to Law; Subject to God and the Law; Rights and Duties The Rule of procedures; Evidance Natural Justice.
Pendahuluan Akhir - akhir ini banyak dibicarakan tentang supremasi hukum, setelah gerakan reformasi ini berjalan kurang lebih setahun lamanya. Di dalam demo - demo atau di dalam surat kabar banyak dilontarkan tuntutan tentang tidak adanya penegakan hukum, bahwa hukum kita terpuruk, oleh karena itu hukum harus ditegakkan dan
supremasi hukum harus dijalankan. Makin merajelelanya korupsi, banyaknya pelanggarn pelanggaran hukum yang tidak ditindaklanjuti, makin banyaknya perkara yang tidak serius penanganannya atau tidak tuntas penyelesaiannya, banyaknya kerusuhan - kerusuhan yang menimbulkan keresahan menyebabkan orang mulai mempertanyakan tentang
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
1
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
penegakan hukum sebagai salah perwujudan supremasi hukum. Pada awalnya gerakan reformasi yang lebih diutamakan atau diperjuangkan adalah reformasi politik dan reformasi ekonomi. Reformasi politik dan ekonomi di negara kita memang sudah sangat memprihatinkan, sendangkan tentang reformasi hukum, kalaupun tidak dapat dikatakan "sama sekali" tidak tersentuh, namun nyaris tidak terdengar. Apalagi tentang supremasi hukum, walaupun pada waktu itu telah banyak terjadi pembunuhan, perkosaan, penculikan dan pelanggaran pelanggaran hukum lainnya. Tidak berarti bahwa reformasi politik dan ekonomi tidak penting, akan tetapi reformasi hukum tidak kurang pentingnya, sehingga seharusnya diperjuangkan bersama sejak awal gerakan reformasi Sungguh merupakan suatu ironi, diwaktu rakyat membutuhkan ketenangan, ketenteraman dan ketertiban di dalam masyarakat, penegakan hukum dan supremasi hukum tidak atau belum masuk dalam
2
program awal gerakan reformasi. Hukum dan ahli hukumnya pada umumnya dianaktirikan, karena hukum ketika itu hanyalah dikenal atau dianggap sebagai sarana belaka. Presiden Sukarno dengan ungkapannya yang terkenal bahwa met juristen kun geen revolutie maken, maka para ahli hukum dianggap tidak dapat diajak kerjasama. Sekalipun hukum itu hanya sebagai sarana, namun pada hakekatnya merupakan sarana untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Supremasi Hukum Secara harafiah supremasi hukum berarti kekuasaan tertinggi {oppergezag, supreme power) dari hukum. Namun sebagai doktrin pengertian supremasi hukum dikembangkan melebihi pengertian harafiah. Perkembangan itu setidak tidaknya berkait dengan penegasan tujuan supremasi hukum, penegasan pengertian hukum yang disupremasikan, dan perwujudan supremasi hukum. Penempatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam kehidupan masyarakat tidaklah
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
dilakukan hanya demi penempatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam kehidupan masyarakat. Penempatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam masyarakat ditetapkan dengan tujuan untuk melindungi hak - hak warganegara negara yang bersangkutan. Supremasi hukum ditetapkan untuk menanggulangi kekuasaan sewenang - wenang penguasa, misalnya kekuasaan raja (bandingkan Haines, 1959: 89). Bahwa supremasi hukum ditujukan untuk menentang kekuasaan sewenang - wenang. Dicey (dalam Haines, ibid.; 11) mengutarakan bahwa the Supremacy of predominance of regular law as opposed to the influence of arbitrary power
Dengan penegasan tujuan penetapan supremasi hukum itu tampak pula penegasan pengertian hukum dalam supremasi hukum tersebut. Hukum dalam supremasi hukum tidaklah hukum sembarang hukum. Hukum dalam supremasi hukum bukanlah hukum yang otoriter. Hukum dalam supremasi hukum adalah hukum yang demokratis, yakni hukum yang bertujuan untuk melindungi hak -
hak warganegara, katakanlah hak -hak rakyat. Hukum yang demikian adalah sesuai dengan perumusan hukum Oppenheim (1974:10) bahwa law is a body of rules for human conduct within a community which by common consent of this community which by commont consent of this community shall be enforced by external power. Common consent of this community dalam perumusan itu menunjukan sifat demokratisnya hukum karna pemberlakuan hukum oleh external power hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan masyarakat yang bersangkutan. Supremasi hukum sebagai suatu doktrin atau sebagai suatu prinsip memerlukan perwujudan/ realisasi. Perwujudan supremasi hukum dalam kehidupan negara yang satu berbeda dengan negara yang perwujudan supremasi hukum dalam kehidupan tata negara tampak dituangkan dalam penetapan pembagian wewenang hukum kepada alat perlengkapan negara dari negara yang bersangkutan, yakni alat perlengkapan negara yang diberi wewenang hukum tertinggi dalam SPN tersebut.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
3
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
Konsep Supremasi Hukum Negara Barat Di Inggris wewenang hukum yang tertinggi ada di tangan Parlemen. Kenyataan ini menyingkirkan pendapat sebelumnya yang menganggap bahwa akal (reason) dan hukum kebiasaan (common law) seperti yang ditafsirkan oleh hakim berkedudukan lebih tinggi dari pada Raja dalam Parlemen. Kenyataan ini menjadikan Parlemen mempunyai wewenang hukum yang tertinggi sedang pengadilan harus pada wewenang Parlemen. Dikatakan bahwa the power which formulates and enacts laws can choose its own road; the power which interprets and applies them follows the paths prescribed. The corrective of the action of Parliament.... Lies not with the judiary, but lies with Parliament itself.... Ketentuan itu tetap berlaku walaupun sebagian besar dari hukum Inggris ditetapkan oleh hakim dan bukan oleh Parlemen. Namun parlemen berwenang merubah ketentuan judge made law tersebut (Haines, ibid.:25). Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang 4
pengertian supremasi hukum, walau diutarakan hanya untuk satu aspek hukum, dapat diutarakan pendapat Dicey (dalam Haines, ibid. : 11) yang mengutarakan bahwa Englishmen are ruled by the law, and by the law alone; a man may be punishedfor a breach of law, but the can be punished for nothing else. Di Amerika Serikat wewenang hukum yang tertinggi ada di tangan badan pengadilan. Hal itu disebabkan karena dalam sistem pemerintahan negara Amerika Serikat pengadilan diberi wewenang khusus untuk melindungi undang - undang dasar negara. Dalam hal demikian pengadilan juga diberi wewenang untuk menyatakan bahwa undang - undang bertentangan denga undang - undang dasarnya. Dari wewenang itu tampak perbedaan antara supremasi hukum di Inggris dan supremasi hukum di Amerika Serikat. Supremasi hukum di Inggris tidak membuat supremasi pengadilan seperti halnya di Amerika Serikat. Keputusan pengadilan Inggris selalu tunduk pada keputusan Parlemen (lihat Haines, ibid. : 27). Supremasi hukum di Inggris diwujudkan dalam supremasi Parlemen.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
Di Perancis, walaupun deklarasi hak - hak yang ditetapkan pada tahun 1789 berisi sebagian besar hak - hak individu yang ditetapkan piagam - piagam Inggris, jaminan perlindungan individu diletakkan pada dasar yang berbeda dengan Inggris. Pemisahan kekuasaan, yang Amerika Serikat menimbulkan judicial review atas tindakan bahan legislatif untuk melestarikan undang - undang dasar dan melindungi hak individu, diinterprestasikan di Perancis sebagai larangan bagi hakim untuk mencapuri pelaksanaan tugas badan legislative dan larangan untuk mencegah hakim menunda pelaksanaan hukum. Hakim juga dilarang menolak menerapkan hukum. Perancis merupakan negara yang berundang - undang dasar dengan supremasi badan legislative (Haines, ibid.: 13).
Sistem Pemerintahan Negara Berdasarkan UUD 1945 Untuk menelusuri supremasi hukum dalam SPN berdasarkan UUD 1945 perlu ditelaah beberapa ketentuan yang mengarah pada pengertian
supremasi hukum dan SPN yang ditetapkan UUD 1945. Seperti telah diutarakan di muka ketentuan yang mengarah pada pengertian supremasi hukum terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan dalam Penjelasan UUD 1945 tersebut. Dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 itu ditetapkan bahwa (maka) disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat ...." Disamping itu Penjelasan UUD 1945 itu juga menyatakan bahwa Indonesia adalah negara berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan pemerintahan (negara Indonesia) berdasar atas sistem konstitusi. Ketentuan Pembukaan UUD 1945 itu tampak mengarah pada pengertian supremasi hukum karena "penyusunan kemerdekaan Indonesia dalam suatu UUD" itu berarti bahwa kehidupan kemedekaan bangsa Indonesia itu didasarkan pada UUD dan UUD itu adalah dasarnya hukum yang
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
5
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
akan berlaku dalam suatu negara. Dengan lain kata kehidupan bernegara bangsa Indonesia yang merdeka itu adalah kehidupan berdasarkan hukum. Hukum merupakan kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dengan demikian ketentuan itu memang menunjukkan dianutnya supremasi hukum dalam UUD 1945. Supremasi hukum yang diterapkan UUD 1945 itu adalah juga supremasi hukum yang modern. Hal itu tampak dari dua prinsip yang mengikuti ketentuan yang menunjukan supremasi hukum tersebut. Ditetapkan dalam Pembukaan itu adalah UUD negara Indonesia merdeka itu adalah UUD negara yang berbentuk negara Republik yang berkedaulatan rakyat. Seperti diketahui bentuk negara republik adalah suatu bentuk negara demokrasi sesuai dengan pengertian republik, res publica, milik umum. Republik adalah pemerintahan negara milik semua orang, milik rakyat. Republik adalah kebalikan dari monarki, yakni pemerintahan negara milik raja atau dinasti tertentu.
6
Dalam pembukaan UUD 1945 itu prinsip pemeritahan negara Republik yang demokratis itu lebih ditegaskan oleh prinsip kedaulatan rakyat yang dicantumkan mengikuti prinsip pemerintahan negara Republik. Dengan ditetapkannya ketentuan dalam Pembukaan itu tampak bahwa sebenarnya UUD 1945 juga menganut supremasi hukum yang modern, yakni supremasi hukum yang bertujuan melindungi hak - hak warganegaranya. Dalam pada itu Penjelasan UUD 1945 juga mengutarakan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan pemerintahannya berdasar atas sistem konstitusi. Pengertian negara hukum dan pemerintah berdasar atas sistem konstitusi itu pada hakikatnya adalah sama. Negara hukum adalah negara yang kehidupannya, termasuk pemerintahannya, didasarkan pada hukum. Adapun konstitusi itu adalah hukum juga. Konstitusi dalam arti luas adalah hukum tata negara, sedang dalam arti sempit konstitusi berarti UUD. Pengertian konstitusi demikian sejajar dengan pendapat Philips (1963:7-8) yang membedakan pengertian konstitusi dalam arti abstrak dan konstitusi dalam arti
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
kongkrit. Konstitusi dalam arti abstrak diartikan sebagai a system of laws, customs and conventions which define the composition and the powers of organs of the State and regulate the relations of the various State organs to one another and the private citizen. Adapun konstitusi dalam arti kongkrit diartikan sebagai the document in which the most important law of the constitution are authoritatively ordained. Penjelasan UUD 1945 itu mengutarakan tujuh butir SPN. Inti dari butir - butir itu adalah sebagai berikut: 1. Indonesia adalah negara hukum. 2. pemerintahan negara Indonesia berdasar atas konstitusi. 3. kekuasaan negara penyelenggara tertinggi ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 4. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah MPR. 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 6. Menteri Negara sebagai pembantu Presiden tidak
bertanggung jawab kepada DPR. 7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Kondisi Hukum Secara Garis Besar Dewasa Ini Sebagai akibat dari praktek penyelenggaraan bernegara masa lalu yang penuh dengan penyimpangan, penegakan supremasi hukum berdasarkan nilai - nilai kebenaran dan keadilan, serta penghormatan terhadap hak - hak azasi manusia secara universal mengalami degradasi. Bermula dari krisis ekonomi yang dialami oleh negara - negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia ternyataa mengalami krisis ekonomi yang diikuti dengan krisis kepercayaan kepada pemerintah. Krisis kepercayaan tersebut tercermin antara lain dalam bentuk kekerasan baik yang bersifat vertical yaitu perlawanan terhadap ketidakadilan structural yang telah memicu tindakan kekerasan dari pemerintah, maupun konflik horizontal yaitu perlawanan terhadap ketidak adilan sosial yang menimbulkan konflik
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 20037
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
kekerasan dari masing - masing kelompok suku bangsa. Hukum yang diharapkan berperan untuk menanggulangi permasalahan yang sifatnya vertical dan horizontal tersebut ternyata tidak dapat memberikan hasil yang optimal. Salah satu penyebab terjadinya hal ini dikarenakan hukum yang seharusnya berperan dalam interaksi sosial yang dapat memberikan pedoman kehidupan masyarakat ternyata dirasakan sebagai suatu yang tidak menjamin keadilan sosial, demokrasi, politik dan kebebasan budaya. Disamping itu, fungsi dan tugas penyelenggara negara belum sepenuhnya mengutamakan kepentingan rakyat. Kondisi ini dapat terlihat pada: 1. tindakan otoriterisme dalam penyelenggara pemerintahan; 2. kurang taatnya penyelenggara negara pada rambu - rambu hukum dan peraturan perundang - undangan; 3. Tidak adanya tranparansi dan akuntabilitas pemerintah kepada rakyat; 4. Tidak adanya perlindungan dan kepastian hukum serta rasa keadilan; 8
5.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat rendah; 6. Belum berfungsi peranan lembaga peradilan yang dapat mewujudkan peradilan yang mandiri, bersih dan professional. Ketidak percayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai benteng terakhir untuk mencari keadilan ditandai dengan banyaknya putusan peradilan yang tidak mencerminkan keadilan yang sebenarnya. Merosotnya citra lembaga ini menimbulkan terjadinya tindakan main hakim sendiri di dalam masyarakat. Sebenarnya berbagai bentuk pengawasan hukum, baik yang ditujukan kepada aparatur penyelenggara negara yang dilakukan oleh lembaga legislatif dalam masyarakat dalam bentuk pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat pada dasarnya sudah cukup memadai, apabila dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen dengan disertai tindakan administratif maupun tindakan hukum.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
Namun pada kenyataannya, pelaksanaan masing - masing pengawasan kurang berjalan dengan baik. Tidak efektifnya pengawasan melekat terjadinya karena pihak - pihak yang melakukan pengawasan juga terkait dalam tindakan penyelewengan, atau juga dikarenakan pihak yang terkait masih termasuk dalam kroninya. Sendangkan pengawasan fungsional kurang berjalan efektif dikarenakan masih terdapat oknum aparat pengawasan yang mempunyai perilaku dan mental kurang terpuji. Pengawasan legislatif juga sangat dipengaruhi oleh kualitas legislatif secara kelembagaan maupun individu anggota legislative dengan kenyataan yang dihadapi saat ini adalah ketidak mampuan legislatif mengawasi eksekutif, karena kehidupan partai politik belum sepenuhnya mendukung upaya - upaya pengawasan yang efektif. Demikian pula hanya dengan pengawasan masyarakat. Karena belum kondusifnya pelaksanaan demokrasi yang demokratis, masyarakat juga belum mampu untuk melakukan pengawasan secara efektif.
Mewujudkan Hukum
Supremasi
1. Garis Besar Permasalahan Supremasi hukum yang selama ini tidak berjalan dengan baik disebabkan antara lain tidak adanya kehendak hukum yang berkeadilan dalam posisi yang paling tinggi. Sehingga pada akhirnya hukum dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan memperjuangkan kepentingan elite politik, keluarga serta para kroni. Dampak negatif lainnya adalah peraturan perundang undangan yang dibuat pada pemerintahan masa lalu pada umumnya tidak mencerminkan aspirasi dan kebutuhan rakyat banyak. Peraturan perundang undangan yang tidak aspiratif ini disebabkan karena masyarakat tidak diberikan kesempatan untuk berperan serta secara aktif dalam proses pembentukannya. Kondisi melemahnya supremasi hukum juga disebabkan kinerja aparat penegak hukum lainnya seperti: kepolisian dan kejaksaan yang belum menunjukan sikap profesionalisme dan integritas yang tinggi.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 20039
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
Sebagai bagian dari supremasi hukum, secara kelembagaan posisi kepolisian dan kejaksaan yang belum mandiri, juga menjadi penyebab tidak berjalannya penegakan hukum. Masih terhambatnya upaya mewujudkan sistem hukum nasional yang mantap juga disebabkan oleh banyaknya peraturan perundang - undangan warisan kolonial yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat. Demikian juga kemampuan eksekutif dan legislatif yang sangat terbatas untuk menampung dinamika perubahan dalam masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan produk peraturan perundang undangan selalu tertinggal dengan dinamika yang terjadi. Pengadilan yang diharapkan mampu melahirkan putusan - putusan (yurisprudensi) yang inovatif dan menutupi kekosongan peraturan perundang - undangan ternyata belum dilakukan secara optimal, karena kurangnya kemampuan dan keberanian hakim menggunakan yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum. Dalam hubungannya dengan kegiatan bidang ekonomi, 10
lingkungan, pertahanan, kehutanan, perkebungan dan lain sebagainya, peraturan perundang - undangan yang ada juga dirasakan belum cukup responsive, sehingga sering menghambat kemajuan pembangunan. Tantangan yang dihadapi dalam hal ini diantaranya adalah: perubahan peraturan perundang - udangan yang masih sentralistik, menghilangkan intervensi dari pihak - pihak lain yang sebenarnya tidak berkepentingan dalam bidang kegiatan pembangunan, peninjuan dan pemantauan terhadap otonomi daerah penataan kelembagaan serta penegakan hukum secara konsisten terhadap berbagai pihak termasuk lembaga ekstra yudisial. Belum membudayanya nilai nilai budaya dan kepatuhan terhadap hukum juga merupakan salah satu sebab lemahnya kesadaran hukum di masyarakat dan timbulnya berbagai penyelewengan wewenang dan kekuasaan di lingkungan pemerintahan. Demikian juga karena kurangnya sosialisasi peraturan perundang - undangan baik sebelum maupun sesudah ditetapkan baik kepada masyarakat umum maupun
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga ; Menuju Cita Supremasi Hukum
penyelenggara negara untuk menciptakan persamaan persepsi, seringkali menimbulkan kesalahpahaman antara masyarakat dan pemerintah termasuk aparat penegak hukum. Tantangan yang dihadapi adalah upaya untuk meningkatkan pemahaman dan penyadaran baik kepada penyelenggara negara maupun masyarakat terhadap pentingnya menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masing - masing. 2. Strategi Kebijakan Untuk dapat mencapai supremasi hukum yang diinginkan, strategi kebijakan yang harus dilakukan adalah menempatkan hukum pada tingkat yang paling tinggi, sehingga tidak boleh lagi menjadi subordinasi dari bidang - bidan pembangunan khususnya ekonomi dan politik. Pembangunan hukum harus ditujukan untuk mencapai tegaknya supremasi hukum, sehingga kepentingan ekonomi dan politik tidak lagi memanipulasi hukum, seperti yang pernah terjadi dimasa lalu. Pembangunan hukum sebagai sarana mewujudkan supremasi hukum harus diartikan bahwa
hukum termasuk penegak hukum harus diberikan tempat yang strategis sebagai instrumen utama yang akan mengarahkan, menjaga dan mengawasi jalannya pemerintah. Hukum juga harus bersifat netral dalam menyelesaikan potensi konflik dalam masyarakat yang majemuk. Pembaharuan hukum yang terkotak - kotak (fragmentaris) dan tambal sulam diantara instansi/lembaga pemerintahan harus dihindari. Penegakan hukum harus dilakukan secara sistematis, terarah dan dilandasi oleh konsep yang jelas. Selain itu penegakan hukum harus benar - benar ditujukan untuk meningkatkan jaminan dan kepastian hukum dalam masyarakat baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga keadilan dan perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia benar - benar dapat dirasakan oleh masyarakat. Untuk menjamin adanya pemerintah yang bersih (Clean Govvernance) serta pemerintahan yang baik {Good Governance), maka pelaksanaan pembangunan hukum harus memenuhi asas asas kewajiban prosedural (fairness), keterbukaan sistem (tranparancy), penyingkapan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
11
Khumarga : Meiiuju Cita Supremasi Hukum
kinerja yang telah dicapai (disclosure), dipertanggung jawabkan publik (accountability), dan dapat peka terhadap aspirasi masyarakat (responsibility). Untuk itu perlu dukungan dari penyelenggara negara secara nyata (political will), merupakan faktor yang menentukan terlaksananya pembangunan hukum secara konsisten dan konsekuen. Disamping itu juga perlu adanya koordinasi yang baik antara institusi pemerintah dengan Komisi Hukum Nasional, Departemen Hukum dan Perundang - undangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perguruan Tinggi Hukum serta Lembaga Swadaya Masyarakat guna menyusun langkah - langkah pembenahan reformasi hukum. Penutup Penegakan supremasi hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Hukum harus dapat berperan sebagai panglima. Ini berarti dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat law enforcement harus dapat diwujudkan. Dalam kamus law enforcement ini tidak dikenal istilah kebal hukum. 12
2. Hukum harus dapat berfungsi sebagai center of action. Semua perbuatan hukum, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun individu harus dapat dikembalikan kepada hukum yang berlaku. Hukum harus mampu berperan sebagai sentral, bukan hanya sebagai instrumental, yang fungsinya melegitimasikan semua kebijakan pemerintah. 3. Berlakunya asas semua orang diberlakukan sama dimuka umum (equality before the law). Untuk menegakan supremasi hukum dengan ciri - ciri tersebut diperlukan pilar pilar penyangganya. Semakin kokoh pilar - pilar ini semakin tegak supremasi hukum, dan sebaliknya semakin lemah pilar - pilar tersebut. Semakin rapuh supremasi hukum. Pilar - pilar tersebut semakin rapuh supremasi hukum. Pilar - pilar tersebut meliputi: 1. si stem peraturan perundang undangan, 2. pelaksanaan hukumnya, 3. penegak hukumnya, dan 4. sistem peradilan.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelila Harapan, Vol. 11, No.3, Maret 2003
Khumarga : Menuju Cita Supremasi Hukum
Dalam rangka penegakan supremasi hukum aparat pemerintah harus dapat menciptakan civil society (masyarakat madani). Beberapa ciri masyarakat madani adalah: 1. Adanya pengakuan dan penghormatan terhadap HAM, baik yang bersifat klasik maupun yang bersifat sosial. Hak asasi klasik merupakan hak yang bersifat kodrat erat kaitannya dengan harkat dan martabat manusia. Hak asasi social merupakan hak yang berkaitan erat dengan penghidupan serta kehidupan manusia layak. 2. Terciptanya pengawasan social (social control) yang proporsional, baik yang dilakukan secara langsung (direct control) maupun yang dilakukan secara tidak langsung (indirect control). 3. Infra sturktur politik meningkat perananya. Di samping sebagai lembaga pengawas, infra struktur politik berperan juga sebagai pihak oposisi, yang diharapkan memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah. 4. Adanya kebebasan pers yang bertanggung jawab. Pers tidak
dikendalikan oleh pemerintah, akan tetapi pers juga harus mempertanggung jawabkan materi yang disiarkannya. 5. Berperan lembaga pengawas independen, seperti ICW, PARWI dan semacamnya. Daftar Pustaka Cruys, C , 1946, 1946, Drieerlei Wetsbegrip, de Vroede, Ultrecht. Haines, Charles Grove, 1959, The American Doctrine ofJudicial Supremacy, Russel & Russel Inc., New York. Oppenheim. L., 1974, International Law, a Treatise, Longman, London. Philips, O'Food: 1962, Constitutional and Administrative Law, Sweet E. Makweell, London. Sudikno Merlokutumo; 2000, Upaya Meningkatkan Supremasi Hukum, Justitia Et Pax, Yogyakarta. Sugeng Istanto, F., 2000, Supremasi Hukum dalam SPN UUD 1945, Justitia Et Pax, Yogyakarta. Sukowaluyo Mintohardjo; 2000, Peran Direktur Hukum Menteri Supremasi Hukum, Makalah Pada Seminar Dies Natalis XXXV Maju, Yogyakarta.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
13