BAB I.
ORANG BODOH?
Bodoh adalah tidak mengetahui. Ya, yang seharusnya mudah untuk diketahui namun justru tidak tahu. Pernahkan anda membayangkan apa jadinya bila di dunia ini tak ada bahasa? Mungkin ketika hingga kini belum tercipta bahasa, maka banyak pesan dari kita yang tak tersampaikan. Keinginan-keinginan besar kita, komunikasi sehari-hari kita, pergaulan sosial kita dan sebagainya akan terhambat karena tidak adanya sebuah penyambung. Pernahkah anda terpikir bagaimana saat anda ingin menyatakan perasaan, namun belum lahir sebuah bahasa. Tentu anda akan kebingungan setengah mati bukan. Ya, sulit sekali ketika komunikasi harus terjalin tanpa bahasa.
Sekarang coba anda bayangkan ketika kita belum mengenal berhitung hingga saat ini. Akankah satelit tercipta? Akankah pesawat telepon dapat tercipta? Akankah perbankan hadir di lingkungan masyarakat kita? Akankah ilmu arsitektur berkembang membantu masyarakat? Akankah ada jual beli? Ya, itu semua takkan terjadi ketika kita tidak mengenal berhitung. Anda yang seorang akuntan, anda yang seorang petinju, anda yang seorang pilot hingga kini pun menggunakan hitung-hitungan sebagai alat yang digunakan sehari-hari. Prediksi-prediksi yang lahir di dunia olahraga lahir dari hitung-hitungan, Bussines Plan menggunakan hitung-hitungan dan lain sebagainya membutuhkan hitung-hitungan. Ya, bayangkan saja ketika tidak ada itu hingga saat ini, tentunya tidak akan ada pembangunan, tidak ada perekonomian, tidak ada sebuah bangsa dan kehidupan berjalan tak teratur.
Ya, baik bahasa, berhitung dan lain sebagainya merupakan ilmu pengetahuan. Bayangkan saja bila kita dilahirkan dan dihadapkan pada lingkungan tanpa pengetahuan. Mungkinkah ada yang menyusui kita? Mungkinkah ada yang tahu cara merawat kita, membesarkan kita? Mungkinkah ada yang tahu bagaimana manusia tercipta? Tahukah tentang alam semesta? Semua itu tentu saja tak lepas dari peran serta pengetahuan. Pengetahuan penting bagi berkehidupan sebagai manusia, untuk berkoloni, berkomunikasi, berkembang biak dan sebagainya.
Tapi pernahkah anda menyadari, terkadang pengetahuan menghentikan atau membatasi ruang gerak kita? Pernahkah terlintas sedikit di pikiran anda membuat anda ragu untuk menjalankan sesuatu, karena anda mengetahui apa yang akan terjadi bila anda melakukan itu. Seperti anda tahu kalau anda menyampaikan rasa kurang suka anda terhadap sahabat anda dengan sikapnya, maka sahabat anda akan menjauh dari anda. Maka anda mengurungkan niat
anda untuk melakukannya, sehingga tidak terjadi perubahan yang lebih baik pada sahabat anda. Atau anda yang sangat berprestasi dalam kuliah anda, anda tahu kalau anda lebih cepat menyelesaikan kuliah anda daripada kakak anda maka ia akan kehilangan semangat belajarnya. Lalu anda mengurungkan niat anda untuk lulus di tahun ini. Anda yang tahu kalau anda mengatakan masakan istri anda kurang asin akan membuatnya kehilangan kepercayaan diri, lalu anda mengurungkan niat mengatakannya. Anda yang ingin merintis bisnis besar, tahu kalau kota anda bukan tempat yang tepat menjalankan bisnis tersebut, andapun mengurungkan niat anda.
Ya, begitulah pengetahuan. Ia amat berguna bagi manusia. Namun terkadang membuat manusia menjadi enggan bergerak karena tahu akan konsekuensi yang dihadapinya nanti. Coba saja ketika anda tidak mengetahui semua itu. anda tidak mengetahui resiko kebangkrutan. Anda tidak tahu konsekuensi kejujuran. Anda tidak tahu akan kemungkinan kekalahan. Jika semua itu anda tidak tahu mungkin saat ini anda akan banyak bergerak timbang berpikir. Itulah yang dilakukan orang bodoh. Mereka tak menghabiskan waktu untuk berpikir. Mereka tak pernah khawatir untuk mati konyol. Setidaknya itu lebih baik daripada hidup dalam diam.
Bayangkan ketika pikiran kita lepas tanpa beban. Apa yang kita pikirkan lalu kita jalani tanpa peduli rintangan di depan. Begitulah orang bodoh. Mereka menerjang semuanya tanpa pilih lawan. Kali ini dalam buku saya, saya mencoba mengajak anda mengenal bagaimana orang bodoh, cara berpikir dan bertindak orang bodoh. Dalam konsepsi saya, saya wakilkan dengan kata orang bodoh. Untuk lebih jelasnya akan saya jabarkan konsepsi saya secara sederhana.
BAB II.
CITA-CITA
“Cita-cita”, itu adalah kata-kata yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, terlebih saat kita kecil dahulu. Pernahkah anda teringat semasa anda di Taman Kanak-kanak dahulu, pertanyaan apakah yang acap kali dilemparkan pada anda? Atau ketika anda yang punya adik, saudara atau anak anda yang duduk di bangku TK, pertanyan apa yang sering ia dapatkan? Sang guru akan sesering mungkin menanyakan “Kamu kalo gede, mo jadi apa?”. Itulah yang sering ia tanyakan kepada anda dulu. Apakah anda mengingat jawaban apa yang anda berikan pada saat itu? Apakah anda ingin menjadi seorang pilot, astronot, tentara, atau presiden mungkin? Apapun itu, itulah cita-cita anda. Saya tidak mengatakan dulu, karena hakekatnya citacita adalah terwujud, maka tidak ada batasan umur untuk itu.
Ada banyak cita-cita yang manusia dambakan. Mungkin beberapa dari kita memiliki citacita lebih dari satu. Dulu waktu saya kecil, saya punya cita-cita yang mungkin tak masuk akal. Bagaimana tidak, ketika saya kecil dulu saat ditanya cita-cita, saya bilang saya ingin jadi seorang “Superman”. Ada sebuah kisah yang sampai dengan saat ini tak bisa saya lupakan semasa kecil saya dulu, sewaktu saya masih duduk di bangku TK. Setiap berangkat sekolah saya selalu berangkat bersama dengan teman saya semasa kecil dulu itu.
Dialah yang selalu menemani saya dulu, ketika pergi ataupun pulang dari sekolah. Dia adalah seorang wanita. Kami selalu bersama setiap hari. Sampai akhirnya, tiba pada suatu masa yang bisa dibilang lucu bagi saya. Waktu itu kami telah usai belajar, waktunya untuk pulang. Kamipun seperti biasa pulang bersama-sama. Kendaraan yang selalu kami pilih untuk mengantar kami pulang dulu adalah “Becak”. Kendaraan yang mungkin saat ini sudah cukup jarang untuk ditemui. Pada saat kami menaiki becak tersebut, pada saat itulah ceritapun dimulai. Ketika pada saat menaiki becak tersebut, saya yang menyukai tokoh Superman pun tiba-tiba saja terlintas sebuah ide brilliant di benak saya. Tiba-tiba cita-cita saya untuk menjadi seorang Superman pun ingin terwujudkan pada saat itu juga. Ya, karena pada saat itu saya sedang duduk dengan seorang wanita, tentu saja saya ingin terlihat kuat. Saya ingin terlihat hebat dengan bisa berubah menjadi seorang Superman. Lalu sayapun berusaha mewujudkannya. Bak lepas dari penjara tubuh Clark inipun, saya berubah menjadi seorang Superman. Saya terbang dari becak yang saya tunggangi, seperti saya terbang terbawa kencangnya angin yang berhembus. Dengan bangganya saya melakukan aksi tersebut tanpa tahu apa resiko yang akan menimpa saya nantinya.
Alhasil saya harus menuai buah perbuatan yang saya lakukan. Saya terjatuh dari becak tersebut dan saya harus menerima konsekuensi dari tindakan saya itu. Tubuh saya harus terinjak oleh ganasnya ban becak yang menindas tubuh saya. Teman saya lantas terkejut melihat kenekatan saya pada hari itu. Namun saya yang terjatuh inipun masih menyisakan kebanggaan di hati saya pada saat itu. Segera setelah peristiwa itu, saya dilarikan ke rumah saya sendiri untuk mendapatkan perawatan. Pada saat itu saya masih bertempat tinggal di sebuah desa di kota Cilacap. Orang tua saya yang mengetahui peristiwa tersebut dan menyaksikan saya pulang dengan kesakitanpun hanya bisa mengelus dada. Segera setelah itu kami mempercayai seorang tukang pijat untuk menyembuhkan pegal-pegal di tubuh saya ini.
Hari itupun berlalu, lalu kita melanjutkan cerita masing-masing di tempat berbeda. Saya dengan menikmati pegal-pegal saya ini, dan teman saya yang mungkin saat itu merasa saya aneh. Setelah peristiwa itu berakhir, lalu tibalah hari esok. Bisakah anda menebak apakah yang terjadi dengan saya besoknya? Ternyata saya pun mengulang kembali peristiwa yang sama dengan detail yang nyaris sama. Seolah terjadi dejafu pada hidup saya hari itu. Saya kembali melakukan hal yang sama, dengan lompatan brilliant saya. Peristiwa itupun harus saya ulang sampai tiga kali. Lagi-lagi saya harus bertemu kembali dengan tukang pijat itu.
Mungkin cerita ini sedikit aneh bagi anda atau tak cukup penting bagi anda untuk membaca cerita ini. Tapi cerita ini nyata terjadi pada saya. Jujur karena cerita kecil inilah yang hingga detik ini masih menginspirasi saya, bahwa ketika saya ingin mencapai sesuatu, saya harus tetap berusaha, walau harus terjatuh berulang kali. Karena itu saya masih bertahan dan melanjutkan hidup sampai dengan saat ini. Walau saya tak menjadi seorang superman, saya masih bisa jadi pahlawan bagi diri saya dan orang lain. Dan karena itu, saya terpikir untuk membagikan sebuah konsep pada anda para pembaca. Konsep apakah itu? Saya mempunyai konsep yang saya namai dengan sebutan “Jadilah Orang Bodoh”. Namun sebelum saya membahas tentang konsep itu, saya bertanya kepada anda kembali, apakah cita-cita anda? Masihkah anda mengejarnya? Kalau anda masih ragu, masih banyak kebimbangan dan tanda tanya pada diri anda sendiri, maka saya akan yakinkan kembali pada anda seberapa pentingnya arti sebuah cita-cita.
Saya membagi jenis cita-cita seseorang ke dalam 2 tipe. Saya membagi tipe cita-cita seseorang menjadi 2, yaitu: 1. Tipe Sederhana 2. Tipe Spesifik Tipe Sederhana adalah tipe cita-cita yang lebih umum atau tak membuat orang kesulitan untuk membuat cita-cita seperti ini.
Contoh untuk tipe ini adalah orang yang bercita-cita menjadi orang kaya, menjadi orang yang bahagia, ingin sukses, menjadi terkenal dsb. Tipe Spesifik adalah tipe dimana seseorang menspesifikan secara jelas cita-citanya. Contoh untuk tipe ini adalah menjadi Pelukis, Dokter, Presiden, Tentara, Penyanyi dsb. Apapun itu setiap manusia punya masing-masing cara untuk mentransformasikan dirinya kedepan. Namun ingatkah anda untuk mewujudkannya?
Anda yang saat ini adalah seorang karyawan, apakah anda pernah mencita-citakannya? Atau anda masih punya cita-cita yang belum terwujud. Anda yang sekarang pengusaha besar, apa yang anda cita-citakan dahulu? Anda yang saat ini punya cita-cita menjadi aktor besar, masih beranikah anda mencita-citakannya? Atau anda yang saat ini menjadi apapun, pernahkah anda memikirkannya? Apakah yang anda cita-citakan semasa anda duduk di bangku TK? Sampai pada titik mana anda berjuang saat itu? Masihkah ada nyali yang tersisa pada diri anda untuk mewujudkan cita-cita menjadi nyata.
Masih berbicara tentang cita-cita, tempo lalu saya menyaksikan sebuah program di salah satu stasiun televisi swasta di tanah air. Waktu itu saya menyaksikan program “Sarah Sechan” yang disuguhkan oleh NET TV. Pada waktu itu tim Sarah Sechan mendatangkan salah satu tamu istimewanya yang secara kebetulan dia adalah salah satu tokoh wanita yang menjadi idola saya diantara beberapa tokoh lainnya. Siapakah dia? Bagi anda yang pada tahun 2000an pernah atau bahkan menyukai salah satu film tanah air yang saat itu menjadi hits, tentunya anda tidak akan asing dengan wanita yang satu ini. Anda yang pernah menyaksikan sebuah film yang berjudul “Ada Apa Dengan Cinta” yang lebih familiar dengan sebutan “AADC”, mungkin anda tidak akan asing lagi dengan nama “Dian Sastro Wardoyo”. Ya, dia adalah seorang wanita yang memerankan “Cinta” lawan main dari “Rangga” yang diperankan oleh “Nicholas Saputra”.
Saya sangat kagum dengan Dian Sastro, meskipun saya tidak menyimpan banyak fotonya, seperti layaknya seorang fans di tanah air. Saya begitu menyaksikan dengan seksama baik percakapan, pertanyaan dan canda diantara Sarah dan juga Dian. Telinga saya semakin dekat ketika seorang Dian Sastro menceritakan biografi hidupnya lewat televisi masa kini tersebut. Dia bercerita tentang bagaimana dia meraih apa yang sekarang ia telah dapatkan melalui sebuah perjalanan. Sungguh luar biasanya dia, selain memiliki wajah hangat khas Indonesia, diapun memiliki inteligensi yang menurut saya diatas rata-rata. Bagaimana tidak, waktu itu dia bercerita tentang dia memulainya sejak 10 tahun.
Dian bercerita dia hanya berasal dari keluarga yang sederhana. Waktu itu dia berkeinginan menjadi orang besar, membantu keluarganya dan dapat bersekolah di luar negeri. Pada saat itu ibu dari dian sastro pernah berkata padanya, yang intisari dari perkataanya bahwa kalau dian ingin sukses, tidak cukup hanya pintar. Karena di suatu masa nantinya akan banyak orang pintar. Mereka akan saling berebut pekerjaan. Oleh karenanya harus jadi yang paling menonjol diantara semuanya. Begitu kurang lebih intisari dari apa yang disampaikan oleh ibu dari Dian Sastro pada waktu itu.
Ketertarikan saya untuk mengikuti acara ini hingga selesai, muncul di sini. Pada waktu itu seorang dian bercerita bahwa dulu dia membuat sebuah analisa. Analisa yang tentu saja sangat menarik bagi saya, apalagi diumurnya yang pada saat itu baru 10 tahun. Pada waktu itu berbekalkan cita-citanya yang ingin terwujudkan, dia melakukan sebuah analisa trend. Dia melakukan analisa, profesi apa yang membuat seseorang mempunyai banyak uang? Dia tiba pada sebuah kesimpulan, bahwa seorang yang ada di layar kaca merupakan bentuk profesi yang membuat seseorang bisa menghasilkan uang banyak dan cepat.
Setelah itu dia kembali meriset cara apa yang paling banyak berhasil untuk mencapai itu? Dari sekian banyak data yang ia kumpulkan, tibalah ia pada kesimpulan berikutnya bahwa untuk bertahan di layar kaca ia harus menjadi seorang model majalah. Tidak hanya sampai disitu, dia kembali melakukan sebuah kajian. Dari sekian banyaknya majalah, majalah mana yang pada akhirnya banyak mencetak model-model menjadi artis besar? Dari sekian banyak nama majalah, yang menjadi kesimpulan Dian waktu itu adalah majalah “Gadis”. Setelah sampai pada kesimpulan tersebut, dian masih mengkaji kembali, dari banyaknya gadis sampul di majalah Gadis. Berapakah usia mereka? Lalu tibalah dia pada sebuah kesimpulan, dia harus memulai karirnya lewat majalah Gadis pada usia 14 tahun.
Setelah itu ia pun mulai bergerak, ia belajar makin giat. Ada suatu pernyataan yang menarik dari Dian waktu itu. “Loe harus belajar lebih giat dari temen-temen loe, yang ga secantik loe”. Berpegang hal itu dian belajar lebih giat, ia tak mau kalau pada akhirnya ketika ia berada di posisi nyaman, itu semua hanya karena tampang saja. Jadi Dian ingin membuktikan, bahwa dia tidak hanya modal tampang saja. Ia ingin membuktikan ia tak kalah cerdas, bahkan lebih unggul dari teman-temannya yang tidak secantik dia. Mungkin dian ingin melawan anggapan tentang “Kecantikan berbanding terbalik dengan Kecerdasan”. Nyatanya itu semua benar adanya, pada saat usia Dian 14 tahun, diapun menjadi gadis sampul dari majalah Gadis. Setelah itu dia mendapat banyak tawaran, hingga puncaknya ia dianugerahi kesempatan menjadi pelakon di film AADC. Dari situlah namanya mencuat dan banyak penghargaan ia peroleh dari kiprahnya sebagai aktris.
Seorang Dian membuktikan kepada kita sekalian tentang Goal Setting yang dia buat. Dia merumuskannya per skala, ketika Seseorang 10 tahun mendatang ingin menjadi seperti apa, maka 5 tahun mendatang ia sudah harus pada titik apa. Ketika di 5 tahun itu dia sampai di titik itu, maka 1 tahun mendatang seharusnya dia telah tiba di titik mana. Dan ketika pada 1 tahun itu, ia telah mencapai titik itu, apa yang harus ia lakukan pada 1 bulan mendatang. Setelah kita tahu, 1 bulan kedepan kita harus sudah melakukan apa, maka kita akan tahu untuk besok, hal apakah yang akan kita lakukan untuk memulai mewujudkan mimpi. Maka ketika kita tentukan Goal Setting kita, bukankah lebih mudah untuk mengaturnya, agar bisa kita meraihnya. Jangan pernah anda takut terhadap cita-cita anda sendiri. Semuanya bermula dari pikiran kita, seperti yang dilakukan oleh Dian Sastro juga merupakan buah pikirannya. Untuk menggunakan pikiran kita, kita harus tahu terlebih dahulu apa dan bagaimana pikiran itu bekerja. Mari kita kaji bersama.