Mei 2014
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Mempercepat Pembangunan daerah melalui Peningkatan Kinerja Pendidikan dan Kesehatan
KANTOR BANK DUNIA JAKARTA Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II, Lt. 12-13 Jln. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta – 12190 Telp. (+6221) 5299 3000 Faks (+6221) 5299 3111 Dokumen ini diproduksi pada Bulan Mei 2014 Foto-foto pada halaman sampul depan foto atas, Ringkasan Eksekutif, Bab 1, dan halaman Lampiran merupakan Hak Cipta © Daan Pattinasarany. Sedangkan foto bawah pada halaman sampul depan, Bab 4 dan merupakan Koleksi Foto Bank Dunia dan dilindungi oleh Hak CIpta. Foto pada halaman Bab 2, Bab 3 dan sampul belakang merupakan Hak Cipta © Bastian Zaini.
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014: Mempercepat Pembangunan daerah melalui Peningkatan Kinerja Pendidikan dan Kesehatan merupakan hasil kerja staf dan mitra Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia, maupun pemerintah yang mereka wakili. Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada tiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silahkan hubungi Gregorius D.V Pattinasarany (
[email protected]) dan Bastian Zaini (
[email protected]).
Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Mempercepat Pembangunan daerah melalui Peningkatan Kinerja Pendidikan dan Kesehatan
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Ucapan Terima Kasih
Laporan ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Provinsi Gorontalo, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gorontalo (LP2M UG) dan Bank Dunia. Apresiasi yang tinggi disampaikan kepada tim Universitas Gorontalo yang dikoordinir oleh Sofyan Abdullah. Tim peneliti dipimpin oleh Roly Paramata dengan anggota yang terdiri dari Elvis Mus Abdul, Yakub, Bahtiar, Deby Karundeng, dan Roidah Gani. Tim data yang memberikan dukungan penuh dipimpin oleh Onong Yunus dengan anggota Yulie Abdullah, Ilyas Lamuda, Moh. Afan Suyanto, Moh. Arif Novriansyah, dan Saprudin. Tim Bank Dunia terdiri atas Bastian Zaini, Andhika Nurwin Maulana, dan Razak Umar. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Sudirman Habibie, Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo sebagai ketua Project Management Committee (PMC), Sofyan Ibrahim sebagai sekretaris PMC yang secara aktif dan responsif berkontribusi sejak proses penelitian sampai penulisan laporan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Agus Sumba, Diki Sidiki (Bappeda Provinsi Gorontalo) atas dukungan teknisnya. Tak lupa pula ucapan terimakasih untuk seluruh pimpinan dan jajaran SKPD Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota Gorontalo. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo Ibu Winarni Monoarfa selaku ketua Forum Kawasan Timur Indonesia yang senantiasa memberi arahan dan dukungan penuh terhadap program PEACH di Gorontalo dan Ibu Caroline Tupamahu dari Yayasan BaKTI yang telah memfasilitasi program PEACH di Gorontalo. Proses pembuatan laporan diarahkan oleh Gregorius D.V. Pattinasarany (Ekonom Senior Bank Dunia) dan James A. Brumby (Ekonom Utama dan Manajer Sektor Bank Dunia untuk Indonesia). Laporan ini mendapat masukan dari tim PEACH Bank Dunia, Ihsan Haerudin, Diding Sakri, Indira Maulani Hapsari, Husnul Rizal, Erryl Davy, Chandra Sugarda, Christy Desta Pratama, Guntur P. Sutiyono, Liana Hinch, Eko Pambudi. Terima kasih kami sampaikan kepada Erryl Davy atas koordinasi kegiatan di Gorontalo selama penelitian berlangsung; Maulina Cahyaningrum atas bantuan lay-out dan format laporan; serta Nola Safitri, Ariza Nurana, dan Sarah Sagitta Harmoun atas dukungan administrasi dan logistik.
ii
Kata Pengantar
Pembangunan di Provinsi Gorontalo telah memasuki dasawarsa kedua. Berbagai perbaikan telah terlihat, diantaranya pertumbuhan ekonomi cukup tinggi diikuti oleh penurunan angka kemiskinan dan pengangguran. Kesejahteraan masyarakat membaik dan serta kualitas sumber daya manusia meningkat. Dengan mempertahankan momentum pertumbuhan, Provinsi Gorontalo dapat menciptakan iklim investasi yang dapat mendorong perkembangan ekonomi daerah dan mengatasi berbagai tantangan pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Namun berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi membutuhkan penanganan yang baik. Tingkat kemiskinan masih tergolong tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Penyediaan pelayanan dasar, khususnya kesehatan, masih perlu ditingkatkan kualitasnya. Kinerja tata kelola pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah masih harus ditingkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, pembangunan Gorontalo sangat tergantung kepada komitmen pemerintah daerah, khususnya komitmen terhadap keberlanjutan program-program prioritas dan komitmen anggaran pemerintah daerah. Dibutuhkan suatu kerangka anggaran tahun jamak (Medium Term Expenditure Framework) yang dapat menjadi panduan perencanaan dan penganggaran dalam jangka waktu menengah. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kinerja keuangan daerah dan kebijakan anggaran yang dapat diandalkan dan berkesinambungan. Laporan ini merupakan update dari Laporan Analisis Keuangan Publik Gorontalo yang dibuat tahun 2008. Terwujudnya laporan ini merupakan hasil kerjasama yang erat antara Bank Dunia, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gorontalo (LP2M UG), Bappeda tingkat Provinsi dan SKPD terkait, serta pemerintah kabupaten di provinsi Gorontalo. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/ Kota di Gorontalo, serta dapat memberi sumbangan konkrit terhadap peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah dan tata kelola pemerintah daerah yang lebih baik.
Drs.H. D Dr s.H. Rusli Hab Habibie, abibie, M.Ap ab p
James A. Brumby
Gubernur Provinsi Gorontalo
Ekonom Utama/Manajer Sektor Bank Dunia untuk Indonesia
iii
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Istilah Ringkasan Eksekutif
iv
ii iii iv viii x
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia 1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah 1.2. Kemiskinan Dan Kualitas Sumber Daya Manusia 1.3. Kesimpulan 1.4. Rekomendasi
8 9 16 21 21
Bab 2 Perkembangan Anggaran Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo 2. 1. Kebijakan Anggaran dan Pengelolaan Keuangan Daerah 2.1.1. Kebijakan Anggaran 2.1.2. Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) 2.1.3. Kesimpulan 2.1.4. Rekomendasi 2.2. Pendapatan dan Pembiayaan Daerah 2.2.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.2.2. Dana Perimbangan 2.2.3. Perbandingan Kabupaten/Kota 2.2.4. Kesimpulan 2.2.5. Rekomendasi 2.3. Belanja Daerah 2.3.1. Belanja Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi dan Urusan 2.3.2. Belanja Kabupaten/Kota 2.3.3. Kesimpulan 2.3.4. Rekomendasi
22 23 23 25 27 27 28 29 31 32 35 35 36 37 42 43 44
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 3.1. Kebijakan Pendidikan 3.2. Belanja Pendidikan 3.3. Kinerja dan Output Pendidikan 3.4. Pendidikan Gratis Gorontalo: Program Pendidikan untuk Rakyat (Prodira) 3.5. Kesimpulan 3.6. Rekomendasi
46 47 48 53 58 60 60
Daftar Isi
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 4.1. Kebijakan Kesehatan 4.2. Belanja Kesehatan 4.3. Output dan Kinerja Sektor Kesehatan 4.4. Kesimpulan 4.5. Rekomendasi
62 63 64 69 76 77
Daftar Pustaka
78
Lampiran Lampiran 1. Matriks Rekomendasi Lampiran 2. Gorontalo PEA Update Budget Master Table
79 79 83
Daftar Gambar Provinsi Gorontalo mencatat pertumbuhan ekonomi tinggi dan serta penurunan kemiskinan yang signifikan Gambar 1.1. Peta wilayah Provinsi Gorontalo Gambar 1.2. Gorontalo memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata-rata nasional Gambar 1.3. Produktivitas tenaga kerja Gorontalo masih dibawah produktivitas nasional Gambar 1.4. Pertanian masih merupakan penyumbang terbesar PDRB Gambar 1.5. Menurut penggunaanya, porsi terbesar PDRB digunakan untuk konsumsi Gambar 1.6. Kredit Usaha Rakyat sebagian besar untuk Perdagangan, Restoran, dan Hotel sedangkan PMA meningkat karena investasi asing di Pertaniandan Manufaktur Gambar 1.7. Gorontalo masih merupakan salah satu provinsi yang berpendapatan terendah Gambar 1.8. Panjang jalan nasional dan provinsi tidak bertambah dalam 5 tahun terakhir namun kondisi jalan nasional memburuk Gambar 1.9. Tingkat pengangguran terbuka Gorontalo lebih rendah dari rata-rata nasional Gambar 1.10. Kemiskinan di Gorontalo masih tinggi dan terpusat di daerah pedesaan. Gambar 1.11. Kelompok miskin dan rentan kemiskinan di Gorontalo dan Gorontalo Utara tumbuh lebih cepat dibandingkan Kabupaten/Kota lain Gambar 1.12. Walaupun IPMnya meningkat, kesenjangan gender Gorontalo adalah salah satu yang terbesar di Indonesia Gambar 2.1. Peringkat kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo mengalami penurunan Gambar 2.2. Sumber daya fiskal Provinsi Gorontalo terus meningkat Gambar 2.3. PAD Gorontalo meningkat hampir tiga kali lipat Gambar 2.4. Kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah semakin besar Gambar 2.5. Rasio PAD terhadap PDRB Gorontalo salah satu yang tertinggi walaupun secara perkapita tergolong rendah Gambar 2.6. Pajak provinsi dan Lain-lain PAD yang Sah merupakan dua komponen PAD terbesar di Provinsi Gorontalo Gambar 2.7. Walaupun bervariasi, seluruh kabupaten/kota mengalami meningkat pendapatannya Gambar 2.8. Komposisi Dana Perimbangan
1 9 11 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 26 28 29 30 31 31 32 32 33
v
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 2.9. Kemandirian Keuangan Daerah meningkat, khususnya di tingkat provinsi dan Kota Gorontalo Gambar 2.10. Kapasitas fiskal Provinsi Gorontalo mengalami penurunan (2011=100) Gambar 2.11. Belanja pemerintah daerah Gorontalo lebih tinggi dari belanja rata-rata pemerintah daerah di Indonesia. Gambar 2.12. Walaupun belanja publik untuk Gorontalo terus meningkat, porsi belanja pemerintah daerah tetap stabil di sekitar 60 persen. Gambar 2.13. Rasio belanja tidak langsung terhadap belanja langsung dalam kerangka umum RPJMD 2007-2012 tidak tercapai Gambar 2.14. Belanja Pegawai merupakan komponen terbesar dalam belanja pemerintah daerah Gambar 2.15. Selama 2007-2012 Belanja Pegawai meningkat secara riil dan proporsi Gambar 2.16. Belanja Pegawai per kapita yang bervariasi dan komposisi gender pegawai Gambar 2.17. Pertumbuhan Belanja Pendidikan menekan Belanja Infrastruktur di tingkat Kabupaten/Kota Gambar 2.18. Belanja perkapita kabupaten/kota tidak merata walaupun perbedaansemakin kecil Gambar 3.1. Visi dan Misi Pembangunan Pendidikan Gorontalo 2007-2012 Gambar 3.2. Peningkatan belanja pendidikan disebabkan oleh meningkatnya belanja pada tingkat kabupaten/kota Gambar 3.3. Komponen belanja pegawai terus meningkat Gambar 3.4. Belanja pendidikan per kapita terus meningkat Gambar 3.5. Belanja program Pemerintah Provinsi Gambar 3.6. Belanja pendidikan pemerintah pusat di Gorontalo terus meningkat, dengan fokus di pendidikan tinggi dan pendidikan agama. Gambar 3.7. Gorontalo berhasil meningkatkan APM SD dan memperkecil kesenjangan antar kabupaten/kota Gambar 3.8. APM Sekolah menengah di Gorontalo masih tertinggal Gambar 3.9. Angka Rata-rata Lama Sekolah Gorontalo tergolong rendah, walaupun perempuan cenderung lebih lama bersekolah dari pada laki-laki Gambar 3.10. Desa di Gorontalo memiliki akses ke sarana pendidikan ya. memiliki infrastruktur dasar yang baik Gambar 3.11. Tingkat buta huruf di Gorontalo selalu lebih rendah dibandingkan kebanyakan provinsi-provinsi lain di Sulawesi Utara. Gambar 3.12. Angka Melek Huruf perempuan lebih tinggi di Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo Gambar 3.13. Input di sektor pendidikan Gorontalo belum bisa mencapai kualitas output yang optimal. Gambar 4.1. Visi dan Misi Pembangunan Kesehatan Gorontalo 2007-2012 Gambar 4.2. Peningkatan belanja kesehatan disebabkan oleh meningkatnya belanja pada tingkat kabupaten/kota Gambar 4.3. Belanja Kesehatan Kabupaten/Kota meningkat secara riil Gambar 4.4. Komposisi Belanja Kesehatan Pemerintah Provinsi tidak sekonsisten pemerintah kabupaten/kota Gambar 4.5. Bina Upaya Kesehatan adalah komponen belanja program kesehatan terbesar di tingkat provinsi.
vi
34 35 36 37 38 39 39 40 41 42 47 48 48 49 50 51 52 53 54 55 56 56 57 57 57 58 58 63 64 64 65 66 66
Daftar Isi
Gambar 4.6. Belanja kesehatan pemerintah pusat meningkat secara riil Gambar 4.7. Gorontalo memiliki akses pelayanan kesehatan dan sarana Puskesmas yang baik Gambar 4.8. Diare merupakan masalah kesehatan yang paling sering ditemukan di Provinsi Gorontalo Gambar 4.9. Angka morbiditas Gorontalo masih yang tertinggi di Sulawesi Gambar 4.10. Menurunnya angka morbiditas diiringi oleh meningkatnya akses terhadap pelayanan kesehatan gratis Gambar 4.11. Kekurangan gizi bagi balita merupakan permasalahan yang harus dipecahkan Gambar 4.12. Efisiensi teknis belanja kesehatan tingkat Kabupaten/Kota tergolong rendah dibandingkan Kabupaten/Kota lain di Indonesia.
69 70 72 72 73 74 75 76
Daftar Tabel Tabel 2.1. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7.
Opini BPK atas LHP LKPD Provinsi Gorontalo & Kabupaten/Kota 2007-2012 Belanja Program Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal tahun 2012 Jenis Pembiayaan Prodira : SBS Gorontalo Belanja Program Kesehatan Provinsi Gorontalo Rincian Belanja Program Kesehatan Kabupaten Gorontalo Perkembangan sarana dan tenaga kesehatan Perbandingan sarana dan prasarana kesehatan terhadap jumlah penduduk, 2011 Rasio layanan kesehatan 2011 Capaian pelayanan kesehatan dasar di kabupaten/kota Tantangan Gorontalo adalah kesehatan bayi dan anak
25 52 59 67 68 70 71 71 72 74
Daftar Kotak Kotak 1.1. Kotak 1.2. Kotak 1.3. Kotak 2.1. Kotak 2.2.
Sejarah Analisis Keuangan Publik di Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo memiliki ketergantungan yang besar terhadap Sektor Pertanian Pengangguran Gorontalo yang semakin kecil Kerangka Umum Anggaran RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012 Samsat delivery dan Samsat drive through:Mengutamakan Pelayanan untuk Pendapatan Kotak 2.3. Mewujudkan Perencanaan Responsif Gender bagi Gorontalo
10 11 17 23 24 24
vii
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Daftar Istilah
viii
AKABA
Angka Kematian Balita
AKB
Angka Kematian Bayi
AKI
Angka Kematian Ibu
AMH
Angka Melek Huruf
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APM
Angka Partisipasi Murni
Bappeda
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKD
Badan Keuangan Daerah
BLUD
Badan Layanan Umum Daerah
BPK
Badan Pemeriksa Keuangan
BPS
Badan Pusat Statistik
DAK
Dana Alokasi Khusus
DAU
Dana Alokasi Umum
DBH
Dana Bagi Hasil
Dekon/TP
Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan
DJPK
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan
DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Gudacil
Guru Daerah Terpencil
HDI
Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia)
HPS
Harga Perkiraan Sendiri
IGI
Indonesia Governance Index
IPG
Index Pembangunan Gender
IPM
Indeks Pembangunan Manusia atau HDI
Jamkesta
Jaminan kesehatan Semesta
KUA
Kebijakan Umum Anggaran
LHP
Laporan Hasil Pemeriksaan
LRA
Laporan Realisasi Anggaran
PAD
Pendapatan Asli Daerah
PAUD
Pendidikan Anak Usia Dini
PBK
Pendidikan Berbasis Kawasan
PDB
Produk Domestik Bruto
PDRB
Produk Domestik Regional Bruto
Pemda
Pemerintah Daerah
Perda
Peraturan Daerah
Perpu
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
PEA
Public Expenditure Analysis
PEACH
Public Expenditure and Capacity Harmonization
Pergub
Peraturan Gubernur
PKD
Pengelolaan Keuangan Daerah
PMTDB
Pembentukan Modal Domestik Bruto
PODES
(Survei) Potensi Desa
PONEK
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
Prodira
Program Pendidikan untuk Rakyat
PU
Pekerjaan Umum
RAD
Rencana Aksi Daerah
Renstra
Rencana Strategis
RKA
Rencana Kerja dan Anggaran
RLS
Rata-rata Lama Sekolah
Rp
Rupiah
RPJM
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJMD
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
SBS
Semua Bisa Sekolah (Program beasiswa bagi siswa miskin)
SD
Sekolah Dasar
SKPD
Satuan Kerja Perangkat Daerah
SMA
Sekolah Menengah Atas
SMK
Sekolah Menengah Kejuruan
SMP
Sekolah Menengah Pertama
STR
Student Teacher Ratio (Rasio Guru terhadap Murid)
Sultra
Sulawesi Tenggara
Susenas
Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh BPS
TMP
Tidak memberikan Pendapat
TPAK
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
TPT
Tingkat Pengangguran Terbuka
TW
Tidak Wajar
UMR
Upah Minimum Regional
WAJAR 9 Tahun
Wajib Belajar Sembilan Tahun
WB
World Bank (Bank Dunia)
WDP
Wajar Dengan Pengecualian
WTP
Wajar Tanpa Pengecualian
ix
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif
Gorontalo mencatat pertumbuhan yang tinggi, peningkatan sumber daya fiskal yang moderat, serta penurunan tingkat kemiskinan yang signifikan selama 5 tahun terakhir (2007-2012). Rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo Tahun 2007-2012 mencapai 7,78 persen, melampaui angka rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 6,0 persen. Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota meningkat dari Rp 1,7 juta menjadi Rp 3,5 juta per kapita. Tingkat kemiskinan turun secara signifikan dari 27,4 persen di tahun 2007 menjadi 17,2 persen di tahun 2012, jauh lebih rendah dari pada tingkat kemiskinan sebelum terbentuknya provinsi Gorontalo, yaitu 49,5 persen (1999). Provinsi Gorontalo mencatat pertumbuhan ekonomi tinggi dan serta penurunan kemiskinan yang signifikan 2007
2012 12
12
10
Nasional, 16.6 1 6
PDRB per kapita (Rp Juta)
PDRB per kapita (Rp Juta)
10 8 6 4 2 -
2
8 6 4 Gorontalo, alo 17.2
2
Gorontalo, Goro Gorontalo 27.4 -
Nasional, 11.7
4
APBD per kapita (Rp Juta)
6
-
2
4
6
APBD per kapita (Rp Juta)
Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan data BPS dan Kemenkeu (2012)
Pertumbuhan tinggi di Gorontalo secara agregat ditopang oleh kontribusi sektor pertanian dan perdagangan. Tingkat pertumbuhan Gorontalo yang konsisten dengan rata-rata 7,78 persen selama 2007-2012, disumbangkan oleh berbagai sektor. Dari sisi kontribusi terhadap pertumbuhan rata-rata 2007-2012, pertumbuhan sektor pertanian merupakan kontributor terbesar dengan menyumbang 1,77 persen dan diikuti oleh sektor perdagangan dengan kontribusi 1,72 persen. Berdasarkan proporsinya, sektor pertanian dan sektor perdagangan menyumbang 28 dan 15 persen terhadap PDRB provinsi Gorontalo di tahun 2012. Di sisi lain, mulai berkembangnya sektor-sektor jasa serta pengeluaran konsumsi masyarakat dan pemerintah juga mendorong pertumbuhan Gorontalo yang tinggi. Dilihat dari sisi produksi, jasa lainnya (yang mencakup jasa pemerintahan umum) dan jasa keuangan memiliki rata-rata pertumbuhan riil terbesar dibandingkan dengan sektor lain di periode 2007-2012. Sektor jasa lainnya tumbuh sebesar 16 persen, sedangkan jasa keuangan tumbuh sebesar 14 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan Gorontalo di topang
1
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
oleh pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah. Sebagai komponen terbesar, pengeluaran konsumsi berkontribusi terhadap 59 persen dan belanja pemerintah menyumbang 29 persen \ dari PDRB provinsi Gorontalo di tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka potensi Gorontalo untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan PDRB riil yang mencapai Rp 3,4 triliun di tahun 2012, pendapatan per kapita provinsi meningkat dari Rp 1,7 juta di tahun 2007 menjadi Rp 3,5 juta di tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong peningkatan sumber daya fiskal, yang juga berkontribusi pada peningkatan indikator pelayanan publik. Tersedianya sumber daya fiskal merupakan salah satu faktor utama dalam peningkatan pelayanan publik, baik dalam hal peningkatan sarana dan prasarana, akses, maupun kualitas pelayanan publik. Dibidang pendidikan Gorontalo menunjukkan kemajuan yang signifikan dibandingkan pada awal terbentuknya provinsi tersebut. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari peningkatan indikator kinerja seperti Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi Murni (APM). Capaian AMH Gorontalo lebih baik daripada mayoritas provinsi lain di Sulawesi. Dibidang kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir yang berdampak pada membaiknya kinerja kesehatan. Pertumbuhan ekonomi tinggi belum dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat meskipun telah terjadi penurunan tingkat kemiskinan yang signifikan. Dalam periode 2007-2010, rata-rata pengeluaran per kapita (per capita expenditure - PCE) di Gorontalo tumbuh sebesar 41 persen. Pengeluaran per kapita dihitung berdasarkan pengeluaran rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Untuk 40 persen penduduk termiskin, pertumbuhan pengeluaran per kapitanya hanya 31 persen. Namun ada 2 kabupaten dimana PCE masyarakat 40 persen termiskin mengalami peningkatan yang lebih tinggi relatif terhadap seluruh masyarakat, yaitu Gorontalo dan Gorontalo Utara. Tingginya tingkat Pertumbuhan 40 persen masyarakat termiskin merupakan potensi yang dapat memperkecil kesenjangan ekonomi di Gorontalo.
Kebijakan dan Prioritas Belanja Pemerintah di Gorontalo Sumber daya fiskal pemerintah daerah meningkat seiring dengan meningkatnya peran pemerintah pusat dalam pembangunan Gorontalo. Sumber daya fiskal yang dimiliki oleh pemerintah daerah sebagian besar merupakan dana perimbangan yang bersumber dari APBN. Dana perimbangan masih merupakan komponen terbesar baik ditingkat provinsi maupun Kabupaten/ Kota dimana DAU menyumbang dua pertiga dari seluruh total pendapatan daerah. Selain melalui dana perimbangan yang disalurkan ke anggaran pemerintah daerah (APBD), pemerintah pusat juga membelanjakan anggarannya secara langsung untuk provinsi Gorontalo. Dalam periode 2007-2012, secara rata-rata belanja pemerintah pusat menyumbang 40 persen dari seluruh belanja publik di Gorontalo. Sebagian besar belanja tersebut dibelanjakan melalui Kantor Daerah dan diikuti oleh Kantor Pusat, dimana hanya sekitar 20 persen dari total Belanja Pemerintah pusat untuk Provinsi Gorontalo disalurkan melalui belanja dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
2
Ringkasan Eksekutif
Keleluasaan pemerintah daerah dalam membelanjakan anggarannya mengalami penurunan. Peningkatan belanja pemerintah daerah tidak diikuti diskresi fiskal1 yang meningkat atau keleluasaan pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggarannya sesuai dengan kondisi atau kebutuhannya. Sebagian besar anggarannya telah ditentukan pengalokasiannya oleh peraturan perundangan yang berlaku. Di tingkat provinsi, diskresi fiskal turun dari 66 persen menjadi 49 persen sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota turun dari 47 persen menjadi 24 persen. Penurunan diskresi fiskal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemda dalam memastikan pencapaian target pembangunan yang telah dituangkan dalam RPJMD. Belanja tidak langsung, yang sebagian besar adalah belanja pegawai, tercatat meningkat. Peningkatan ini terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Gorontalo yang menyebabkan belanja tidak langsungnya menjadi lebih besar dari pada belanja langsung. Komponen terbesar belanja tidak langsung adalah belanja pegawai, yang terus meningkat selama periode 2007-2012 hingga mencapai 31 persen dari belanja Pemerintah Provinsi dan 55 persen dari seluruh belanja pemerintah kabupaten/kota. Ini berarti bahwa belanja yang digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah terus meningkat sehingga proporsi yang digunakan untuk penyediaan pelayanan publik berkurang. Belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terus meningkat sedangkan di tingkat kabupaten/kota mengalami penurunan. Di tingkat provinsi, belanja administrasi umum merupakan komponen belanja urusan terbesar. Dari periode 2007-2012, belanja pemerintahan umum meningkat dari 30 persen menjadi 40 persen. Di sisi pemerintah kabupaten/kota, proporsi belanja administrasi umum justru menurun dari 35 persen menjadi 26 persen. Secara umum, ini menunjukkan perbedaan fungsi yang dimiliki oleh provinsi dan kabupaten/kota. Fungsi utama Pemerintah Provinsi adalah koordinasi sedangkan kabupaten/kota adalah ujung tombak penyedia pelayanan dasar. Di tingkat kabupaten/kota, peningkatan belanja pendidikan dan kesehatan menekan proporsi pemerintahan umum dan infrastruktur. Belanja pendidikan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota meningkat dari 20 persen dari total belanja di tahun 2007 menjadi 30 persen di tahun 2012, sedangkan kesehatan meningkat dari 6 persen menjadi 9 persen. Masing masing urusan mengalami peningkatan belanja riil sebesar 50 persen dalam kurun waktu 5 tahun. Di sisi lain, peningkatan pendidikan dan kesehatan diiringi oleh turunnya proporsi belanja pemerintahan umum dari 35 persen menjadi 26 persen. Peningkatan proporsi belanja pendidikan dan kesehatan yang diiringi oleh turunnya proporsi belanja pemerintahan umum merupakan hal yang positif karena sumber daya fiskal untuk membiayai pelayanan dasar untuk pendidikan dan kesehatan menjadi meningkat. Namun di sisi lain, penurunan proporsi belanja infrastruktur dari 27 persen menjadi 10 persen harus diwaspadai karena dapat berdampak pada kualitas infrastruktur di Gorontalo.
1
ketersediaan ruang fiskal yang biasanya diukur dengan besarnya diskresi fiskal. Semakin besar diskresi fiskal yang tersedia maka semakin fleksibel kebijakan fiskal untuk disesuaikan dengan situasi yang dihadapi tanpa harus mempengaruhi kesinambungan fiskal dalam jangka panjang. Diskresi fiskal = (Total pendapatan – (Belanja Pegawai Tidak Langsung + DAK + Dana Penyesuaian + Belanja Bantuan Keuangan + Belanja Hibah))/Total Pendapatan
3
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) Gorontalo sejak tahun 2007 stagnan. Capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir hanya terjadi pada tahun 2005 dan 2007. Pada level pemerintahan kabupaten/kota kualitas PKD menunjukan perbaikan. Kabupaten Gorontalo secara berturut-turut memperoleh opini WTP tahun 2009 dan 2010. Indeks Tata Kelola Indonesia (Indonesia Governance Index - IGI2) yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2012 pada tingkat provinsi menunjukkan penurunan angka indeks. Selain itu, secara peringkat turun dari peringkat 8 menjadi peringkat 23.
Kinerja Pembangunan Sektor Pendidikan dan Kesehatan Walaupun mengalami kemajuan signifikan dalam capaian sektor pendidikan, tantangan pendidikan Gorontalo adalah memastikan keberlanjutan pendidikan menengah bagi seluruh anak usia sekolah dan ketimpangan antar kabupaten/kota. Salah satu target pendidikan di Gorontalo adalah menuntaskan program Wajib Belajar 9 tahun. Namun ada kesenjangan antara angka partisipasi SD dengan SMP/SMA yang menunjukkan bahwa sebagian siswa tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Walaupun APM SD Gorontalo telah menjadi salah satu yang tertinggi di Sulawesi di tahun 2012, APM SMP dan SMA masih tertinggal dibandingkan provinsi lain di Sulawesi. Selain itu, di saat daerah lain mengalami peningkatan AMH, Boalemo dan Pohuwato jutru mengalami penurunan AM. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir yang berdampak pada perbaikan capaian kesehatan. Secara umum jumlah sarana dan prasarana kesehatan Gorontalo meningkat dalam lima tahun terakhir (2007-2012). Salah satunya adalah perbaikan akses terhadap pelayanan kesehatan gratis yang sangat bermanfaat bagi kelompok masyarakat miskin. Dalam periode lima tahun, terlihat adanya perubahan pola kesehatan masyarakat miskin. Ada penurunan angka morbiditas masyarakat miskin yang menjadi lebih rendah di tahun 2012. Namun, masih ada ketimpangan wilayah dimana Kota Gorontalo mengalami peningkatan angka morbiditas dan penurunan cakupan imunisasi. Akses penduduk ke sarana sanitasi dan air bersih serta perilaku hidup bersih sehat (PHBS) yang masih rendah turut mempengaruhi angka morbiditas. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo mencatat bahwa pada tahun 2010, tingkat PHBS hanya mencapai 40 persen, dan justru menurun di tahun berikutnya. Ini berlawanan dengan fakta bahwa 490 dari 562 desa di Gorontalo adalah Desa Siaga. Sementara, untuk tahun 2011, akses terhadap air bersih di Gorontalo hanya sebesar 51 persen dan akses terhadap sanitasi yang layak hanya sebesar 33 persen. Kemudian, sekitar 41 persen rumah tangga di Gorontalo masih melakukan buang air besar sembarangan (BABS) di tempat terbuka. Akses terhadap sanitasi yang layak ini merupakan yang terendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Sulawesi.
2
4
Indeks Tata Kelola Pemerintahan Indonesia atau Indonesia Governance Indeks (IGI) adalah sebuah penilaian terhadap kinerja tata kelola pemerintahan pada tingkat provinsi. Penilaian ini meliputi aspek pemerintah daerah, birokrasi, kemasyarakatn, dan perekonomian daerah. Indeks yang dihasilkan menunjukkan kinerja secara keseluruhan dimana semakin tinggi indeksnya semakin baik kinerjanya. Penilaian ini lakukan oleh lembaga Kemitraan di tahun 2008 dan 2012.
Ringkasan Eksekutif
Pemerintah kabupaten/kota di Gorontalo membutuhkan input yang relatif lebih besar untuk menghasilkan output yang setara dengan kabupaten/kota di provins-provinsi lain. Rasio perbandingan faktor-faktor output terhadap faktor-faktor input pendidikan dan kesehatan atau efisiensi teknis untuk kabupaten/kota di Gorontalo tergolong rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Pada tingkat kabupaten/kota, berbagai faktor pendukung atau input yang ada belum dapat menghasilkan output yang sepadan ditingkat yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa input yang ada, baik dari sisi kapasitas sumber daya manusia, belanja sektoral, maupun ketersediaan sarana dan prasarana, belum dapat menghasilkan tingkat capaian yang optimal, bahkan tergolong memiliki tingkat efisiensi teknis yang rendah.
Agenda pembangunan/Rekomendasi Dengan mempertimbangkan perkembangan dan tantangan-tantangan yang ada, Pemerintah Daerah di Gorontalo harus mempersiapkan kebijakan pembangunan dengan memanfatkan potensi-potensinya. Tiga agenda utama pembangunan adalah: (i) meningkatkan kualitas pembangunan; (ii) meningkatkan kualitas komposisi anggaran; dan (iii) meningkatkan kinerja sektoral/urusan.
Meningkatkan kualitas pembangunan Memanfaatkan momentum pertumbuhan yang tinggi. Saat ini Gorontalo merupakan salah satu perekonomian terkecil di Indonesia walau PDRB per kapitanya meningkat secara riil sebesar 35 persen dalam 5 tahun terakhir. Momentum pertumbuhan yang tinggi dapat menjadi pendorong berkembangnya perekonomian yang melibatkan lebih jauh pelaku-pelaku ekonomi daerah. Pada akhirnya ini dapat mendorong penurunan angka kemiskinan lebih jauh. Peningkatan ekonomi lokal dapat dilakukan dengan perbaikan akses kepada para pelaku ekonomi lokal, baik yang berskala kecil maupun menengah. Memperkecil ketimpangan antar kabupaten/kota di Gorontalo. Ketimpangan yang terjadi, baik dari segi capaian maupun anggaran dapat diperkecil melalui koordinasi yang baik. Peran Pemerintah Provinsi harus diperkuat karena memiliki peran yang penting dalam memetakan ketimpangan-ketimpangan antar kabupaten/kota maupun antar kelompok masyarakat. Meningkatkan daya saing komoditas Gorontalo melalui perbaikan iklim investasi dan peningkatan kualitas SDM. Salah satu penyebab rendahnya daya saing komoditas Gorontalo adalah produktivitas tenaga kerja yang rendah serta tingkat harga yang relatif tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Pengawasan pergerakan harga komoditas-komoditas produksi Gorontalo dapat dilakukan dengan cara memperbaiki faktor-faktor pendukung menjadi lebih efisien. Selain itu, meningkatkan produktivitas tenaga kerja juga dapat berkontribusi dalam mendongkrak daya saing tersebut. Secara umum, hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik sektor pendidikan dan kesehatan.
5
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Meningkatkan kualitas anggaran dan tata kelola pemerintah Meningkatkan komitmen anggaran pemerintah daerah, khususnya dalam keberlanjutan program-program strategis. Dibutuhkan suatu kerangka anggaran tahun jamak (Medium Term Expenditure Framework - MTEF) yang dapat menjadi panduan penganggaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan adanya MTEF, sinkronisasi anggaran dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dapat terjaga. Mengetatkan koordinasi penganggaran. Mengingat kenyataan meningkatnya peranan pemerintah pusat serta mengecilnya diskresi fiskal, diperlukan koordinasi yang ketat dalam penganggaran sehingga dapat dihindari terjadinya overspending di satu sektor sementara di sektor lain di sektor lain terjadi underspending. Meningkatkan tingkat kemandirian fiskal Gorontalo melalui optimalisasi potensipotensi PAD. Saat ini, sebagian besar PAD Gorontalo berasal dari dua sumber, pajak provinsi kendaraan bermotor dan retribusi RSUD di Kota Gorontalo. Seiring dengan meningkatnya PDRB Gorontalo, potensi PAD juga meningkat. Dibutuhkan sebuah pusat data potensi daerah yang dapat memberikan pilihan-pilihan yang bisa dimanfaatkan. Memanfaatkan diskresi fiskal untuk mengalokasikan anggaran ke urusan/program yang menjadi prioritas daerah. Dukungan terhadap peningkatan ekonomi kerakyatan dan perluasan akses pelayanan dasar membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai, namun kenyataannya belanja infrastruktur pemerintah daerah mengalami penurunan yang signifikan. Dibutuhkan realokasi anggaran untuk meningkatkan belanja infrastruktur daerah. Pengalihan 1 persen anggaran pemerintahan umum bisa mendongkrak 2,5 persen anggaran infrastruktur, atau 6,5 persen anggaran pertanian. Perlu mempertahankan tata kelola yang baik, yang merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan Gorontalo. Pada awal terbentuknya provinsi, Gorontalo dikenal sebagai provinsi yang memiliki tata kelola yang baik serta inovatif. Kedua hal ini merupakan modal penting yang diperlukan untuk melanjutkan pembangunan Gorontalo. Kesinambungan dalam hal tata kelola dan inovasi dapat membantu Gorontalo dalam proses pembangunan daerahnya.
Meningkatkan kinerja urusan pendidikan dan kesehatan Meningkatkan perhatian terhadap kualitas pelayanan dasar. Selama periode 2007-2012, Provinsi Gorontalo telah berhasil meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan dalam rangka meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar publik. Namun dari sisi capaian, kinerja masih bervariasi antara kabupaten/kota maupun wilayah. Peningkatan kualitas dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja di sisi penyedia pelayanan publik tersebut maupun dengan cara meningkatkan kualitas sasaran (targeting) dari program-program tersebut.
6
Ringkasan Eksekutif
Memperbaiki efisiensi teknis pendidikan dan kesehatan. Data menunjukkan bahwa efisiensi teknis Gorontalo masih rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Pemerintah Daerah di Gorontalo dapat berupaya untuk meningkatkan efisiensi teknisnya dengan menentukan fokus sektoral/urusan pendidikan/kesehatan, antara: (i) meningkatkan kinerja dengan mengefektifkan pemanfaatan sumber daya pendidikan yang ada; atau (ii) mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya untuk mempertahankan tingkat output yang sudah dicapai sekarang. Mengurangi ketimpangan kinerja sektoral antar Kabupaten/Kota di Goroantalo. Ketimpangan kinerja disebabkan oleh perbedaan kapasitas dan akses antar Kabupaten/Kota. Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya untuk meningkatkan penyediaan pelayanan dasar yang sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan Gorontalo. Kapasitas dan kebutuhan ini sebaiknya mencakup sumber daya, fasilitas dan kelengkapannya, serta akses terhadap pelayanannya.
7
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Sekilas tentang Provinsi Gorontalo adalah bab pembuka laporan Update Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2013 yang merupakan update terhadap laporan Analisis Keuangan Publik Gorontalo: Penyediaan Layanan dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Sebuah Provinsi Baru (Bank Dunia, 2008). Bab ini memberikan latar belakang terhadapi kinerja pembangunan di Gorontalo. Bagian pertama menjelaskan tentang perekonomian wilayah Gorontalo yang menunjukkan berbagai potensi dan tantangan pembangunan ekonomi Gorontalo. Bagian kedua menjelaskan tantangan-tantangan social ekonomi yang dihadapi oleh Gorontalo, khususnya tentang kemiskinan dan pembangunan sumber daya manusia.
1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah Pembentukan provinsi Gorontalo merupakan bagian proses desentraliasi yang terjadi di awal tahun 2000. Proses desentralisasi tersebut disebut sebagai big-bang decentralization karena pada saat itu Indonesia mengalami proses desentralisasi yang sangat cepat dan radikal, yang merubah Indonesia dari sebuah negara yang sangat tersentralisasi menjadi salah satu negara yang paling terdesentralisasi (Bank Dunia, 2003). Sejak disahkan di tahun 2000 melalui UndangUndang 38/2000 tentang pembentukan Provinsi Gorontalo, Gorontalo mengalami pemekaran daerah di tingkat kabupaten/kota hingga kelurahan/desa. Ada tiga daerah otonom baru yang terbentuk, yaitu Kabupaten Bone Bolango dan Pohuwato di tahun 2003 dan Kabupaten Gorontalo Utara di tahun 2007. Saat ini Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota, dengan 70 kecamatan, dan 723 kelurahan/desa.3 Gambar 1.1.
Peta wilayah Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo
SULAWESI TENGAH Gorontalo Utara
SULAWESI UTARA Boslemo Pohuwanto
Kabupaten Gorontalo Bone Bolango
Kota Gorontalo
3
Gorontalo dalam Angka, 2011.
9
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Sejak terbentuk 13 tahun yang lalu, Provinsi Gorontalo adalah salah satu provinsi yang memiliki peluang untuk berkembang dengan cepat. Berbagai terobosan telah dilakukan provinsi Gorontalo seperti penerapan reformasi birokrasi dan upaya untuk menurunkan angka kemiskinan. Seiring dengan peningkatan sumber daya fiskal, pembangunan sektoral telah diarahkan kepada penyediaan infrastruktur dasar yang mendukung sektor-sektor strategis, seperti pendidikan, kesehatan, dan pertanian (Bank Dunia, 2008).
Kotak 1.1.
Sejarah Analisis Keuangan Publik di Provinsi Gorontalo
Evaluasi pembangunan dinilai perlu untuk melihat kinerja pembangunan, khususnya kinerja Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam mengelola sumber daya pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai salah satu sumber daya perlu di optimalkan pemanfaatannya bagi peningkatan penyediaan layanan publik. Pada tahun 2008 Universitas Gorontalo bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi dengan dukungan Bank Dunia menghasilkan laporan Analisis Keuangan Publik Provinsi Gorontalo. Laporan ini menyajikan analisis kinerja pengelolaan keuangan daerah pada periode 2000-2006, dengan fokus pada analisis pendapatan, belanja dan analisis sektor strategis yakni infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pertanian. Inovasi pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah juga menjadi bagian dari analisis ini. Memasuki dasawarsa kedua, Universitas Gorontalo kembali bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi dan Bank Dunia untuk melakukan update terhadap Analisis Keuangan Publik untuk Provinsi Gorontalo di tahun 2013. Analisis ini dilakukan dengan melihat perkembangan kinerja anggaran Provinsi dan Kabupaten/Kota pada periode 2007-2012 serta melakukan analisis sektoral dengan menitikberatkan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Secara makro, perkembangan ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi tinggi dan melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi nasional selama perioda 2007-2012. Tingkat pertumbuhan ekonomi Gorontalo secara konsisten selalu lebih tinggi dari pada tingkat pertumbuhan nasional. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo tahun 2007-2012 mencapai 7,8 persen, melampaui angka rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 6,0 persen. Di wilayah Sulawesi, Gorontalo memiliki rata-rata pertumbuhan ketiga tertinggi setelah Sulawesi Tengah dan Tenggara untuk periode yang sama. Pertanian dan perdagangan merupakan penyumbang pertumbuhan terbesar bagi Gorontalo. Pada tahun 2012, pertanian dan perdagangan merupakan penyumbang terbesar bagi pertumbuhan Gorontalo. PDRB menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa angka pertumbuhan Provinsi Gorontalo sebesar 7,8 persen, 1,77 persennya disumbangkan oleh pertanian dan 1,72 persen oleh perdagangan.
10
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Gambar 1.2.
Gorontalo memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata-rata nasional Pertumbuhan (%)
10 8
7.5
7.8
6.3
6.1
7.5
7.7
6.1
6.5
6.4
2010
2011
2012*
6 4
8.3
7.6
4.5
2 0 2007
2008
2009
Pertumbuhan Gorontalo Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS Provinsi Gorontalo, 2012 dan Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) Catatan: Angka 2012 adalah angka estimasi.
Kotak 1.2.
Provinsi Gorontalo memiliki ketergantungan yang besar terhadap Sektor Pertanian
Mata pencaharian utama penduduk Gorontalo adalah pertanian. Sektor Pertanian menyerap sebagian besar tenaga kerja di Gorontalo, meskipun proporsi penduduknya yang bekerja disektor pertanian mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Berbagai faktor mempengaruhi penurunan tersebut, salah satunya adalah perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman dan industri pengolahan. Pada tahun 2007, sektor pertanian menjadi sektor utama yang menarik tenaga kerja sebanyak 48 persen. Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian mengalami penurunan menjadi 36 persen ditahun 2012. Ditahun 2012 pula, sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan menyerap tenaga kerja sebesar 21 persen. Gambar 1.3.
Produktivitas tenaga kerja Gorontalo masih dibawah produktivitas nasional 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 2007
2008
2009
2010
2011
2012*
Prod. TK Gorontalo
Prod. TK Pertanian Gorontalo
Prod. TK Nasional
Prod. TK Pertanian Nasional
Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS.
11
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Pertanian di Gorontalo ditandai dengan menurunnya jumlah tenaga kerja pertanian walaupun produktivitasnya meningkat. Dalam periode 2007-2012, tenaga kerja pertanian turun dari 174 ribu jiwa menjadi 159 ribu jiwa. Ada sekitar 15 ribu atau 8,4 persen tenaga kerja pertanian yang pindah ke lapangan usaha lain. Hal ini merupakan hal yang umum ditemui di daerah yang mengalami transisi struktural dari perekonomian yang berbasis sumber daya alam ke perekonomian yang berbasis manufaktur atau jasa. Di lain pihak, ada peningkatan produktivitas tenaga kerja pertanian akibat perubahan tersebut. Peningkatan produksi pertanian yang diiringi oleh turunnya jumlah tenaga kerjanya membuat produktivitasnya meningkat sebesar 45 persen pertahun antara tahun 2007-2012. Peningkatan ini diatas peningkatan produktivitas tenaga kerja pertanian nasional dengan rata-rata 27 persen di periode yang sama. Namun, tingkat produktivitas tenaga kerja pertanian Gorontalo tetap lebih kecil, 72 persen dari tingkat produktivitas tenaga kerja pertanian nasional.
Pertumbuhan industri pengolahan cenderung stabil. Kontribusi sektor tersebut cenderung stabil dengan rata-rata 8 persen, walaupun secara proporsi sangat kecil dibandingkan dengan sektor-sektor jasa dan pertanian. Berbagai aspek mempengaruhi terbatasnya perkembangan industri manufaktur di Gorontalo, beberapa diantaranya adalah kurangnya akses masyarakat terhadap permodalan bagi kegiatan industri manufaktur. Selain itu keterbatasan bahan baku industri, rendahnya kualitas SDM industri kecil dan menengah, dan, serta pasar domestik yang masih terbatas. Gambar 1.4.
Pertanian masih merupakan penyumbang terbesar PDRB PDRB menurut lapangan usaha 70%
PDRB (dalam Rp miliar)
4,000 3,500
52%
52%
52%
53%
53%
57%
3,000
60% 50%
2,500
40%
2,000 1,500
30% 31% %
31%
30% %
29%
28% %
29% %
1,000
10%
500 -
20%
2007
transportasi
2008
2009
2010
2011
2012*
Jasa lainnya
jasa keuangan
perdagangan
Sektor lainnya
% Pertanian
% Jasa
Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS (2012).
Mulai berkembangnya sektor-sektor jasa memberi kontribusi terhadap pertumbuhan Gorontalo yang tinggi. Penyumbang angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah sektor jasa yang mulai berkembang. khususnya jasa lainnya yang mencakup subsektor pemerintahan umum, dan sektor jasa keuangan. Secara rata-rata sektor jasa lainnya tumbuh sebesar 16 persen,
12
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
sedangkan jasa keuangan tumbuh sebesar 14 persen. Sektor-sektor jasa tersebut menyumbang hampir dua pertiga dari perekonomian Gorontalo. Dari kategori tersebut, sektor jasa lainnya adalah penyumbang terbesar yang kontribusinya semakin tinggi, hampir mencapai Rp 880 miliar ditahun 2012 atau 26 persen dari PDRB provinsi. Didalamnya terdapat subsektor jasa pemerintahan umum yang secara rata-rata menyumbang 14 persen dari PDRB provinsi Gorontalo (2005-2010). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan Gorontalo di topang oleh pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah. Angka PDRB berdasarkan pengeluaran menunjukkan bahwa di periode 2007-2011, konsumsi dan pengeluaran pemerintah menunjukkan pertumbuhan yang besar. Sebagai komponen terbesar, pengeluaran konsumsi berkontribusi terhadap 59 persen dari PDRB provinsi Gorontalo dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,6 persen per tahun. Belanja pemerintah menyumbang 29 persen dengan pertumbuhan sebesar 11,3 persen. Investasi di Gorontalo juga mengalami pertumbuhan yang besar walaupun relatif kecil dibandingkan pengeluaran konsumsi dan belanja pemerintah. (Gambar 1.5). Gambar 1.5.
Menurut penggunaanya, porsi terbesar PDRB digunakan untuk konsumsi PDRB menurut penggunaan
2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 -500
2007
2008
2009
2010
2011
-1,000 -1,500 -2,000
Pengeluaran konsumsi Pengeluaran pemerintah
Investasi Ekspor
Impor
Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS (2012).
Investasi yang masuk ke Gorontalo terus meningkat. Investasi yang dihitung berdasarkan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) dan perubahan stok mengalami peningkatan hampir tiga kali lipat dengan rata rata pertumbuhan 46,2 persen pertahun selama 2007-2011 (Gambar 1.5). Dari jumlahnya, investasi yang masuk ke Provinsi Gorontalo terus meningkat sejak tahun 2010. Ini dirasakan oleh seluruh komponen investasi, baik PMA, PMDN, maupun investasi swasta murni. Lonjakan investasi terjadi di tahun 2011 yang menyebabkan realisasi investasinya meningkat tiga kali lipat, dari 7 persen terhadap PDRB provinsi menjadi 21 persen pada tahun 2011 dan 2012. Lonjakan ini disebabkan oleh PMA yang menyumbang sekitar Rp 1,2 triliun setiap tahunnya. PMA ini ditujukan untuk pembangunan PT. Pabrik Gula Gorontalo dan berbagai perkebunan kelapa sawit (Gambar 1.6).
13
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 1.6.
Kredit Usaha Rakyat sebagian besar untuk Perdagangan, Restoran, dan Hotel sedangkan PMA meningkat karena investasi asing di Pertanian dan Manufaktur Realisasi Investasi di Gorontalo PMA
Swasta murni
PMDN
% terhadap PDRB 21% 25%
Rp Miliar
2,500 21%
2,000
20% 15%
1,500
10%
1,000 7%
5%
500 -
2011
2010
2012
0%
Realisasi Kredit Usaha Rakyat Perdagangan, Restoran, dan Hotel Pertanian Lain-lain Jasa-jasa keuangan Industri pengolahan Tansportasi, Komunikasi, dan logistik Jasa-jasa sosial Konstruksi Pertambangan Listrik, gas, dan air
Realisasi Belum terealisasi
-
100
200
300
400
500
Rp Miliar Sumber: Bank Indonesia, Badan Investasi Daerah Provinsi Gorontalo (2013).
Meningkatnya investasi menyebabkan penyaluran kredit ke masyarakat meningkat. Seiring dengan upaya memperkuat ekonomi kerakyatan yang menjadi salah satu dari empat prioritas pembangunan daerah4, Pemerintah Provinsi berinisiatif untuk memprioritaskan penyaluran kredit usaha rakyat untuk UMKM. Besar penyaluran kredit tersebut ditahun 2012 adalah Rp 575 miliar dan 73 persen telah direalisasikan. Dari angka yang direalisasikan tersebut, sebagian besar ditujukan untuk Sektor Perdagangan, Restoran, dan Hotel (73 persen). Pertanian sebagai sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian Gorontalo mendapat 9 persen dari realisasi kredit usaha rakyat. Pertumbuhan yang tinggi memicu meningkatnya pengeluaran untuk impor barang dan jasa. Pertumbuhan yang dialami oleh konsumsi dan belanja pemerintah memicu permintaan akan impor meningkat. Impor tersebut dapat berupa komoditas untuk konsumsi, produksi, maupun modal, untuk menutupi permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh Gorontalo. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan komponen impor yang konsisten selama 2007-2011, yang besarnya mencapai 46 persen dari PDRB dengan pertumbuhan rata-rata 17,3 persen per tahun (Gambar 1.5). 4
14
Seperti yang tertera di dalam dokumen RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Namun, tertumbuhan yang tinggi masih belum dapat menyelesaikan tantangan ekonominya. Dengan PDRB riil yang mencapai Rp 3,4 triliun di tahun 2012, pendapatan per kapita provinsi meningkat dari Rp 2,5 juta di tahun 2007 menjadi Rp 3,1 juta di tahun 2012 (Gambar 1.7). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2012 membuat Gorontalo bukan lagi merupakan provinsi dengan PDRB per kapita terendah (2005), dengan berhasil melewati NTT dan Maluku. Walaupun demikian, Gorontalo tetap merupakan salah satu provinsi dengan pendapatan terendah, dimana PDRB per kapitanya sekitar Rp 3,1 juta dan kontribusinya hanya sebesar 0,15 persen terhadap PDB Indonesia di tahun 2012 (Gambar 1.7). Tantangan besar Gorontalo adalah bagaimana mengembangkan perekonomian daerahnya agar dapat mengejar ketertinggalannya dalam hal perekonomian wilayah. Gorontalo masih merupakan salah satu provinsi yang berpendapatan terendah
4,000,000
3,019,716
-
2,964,576
1,000,000
2,788,498
2,000,000
2,625,126
3,000,000
2007
2008
2009
2010
2011
3,115,202
PDRB riil per kapita
2,484,481
Pertumbuhan (%)
Gambar 1.7.
2012*
PPDRB per kapita 2012
PDRB riil per kapita 20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 -
10,590,578
3,115,202
Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS Provinsi Gorontalo, 2012 dan Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013). Catatan: Angka 2012 adalah angka estimasi.
Tantangan lain bagi pembangunan Gorontalo adalah tingkat harga yang tinggi. Tingkat harga di Gorontalo telah melampaui tingkat harga rata-rata nasional. Sejak pertengahan 2010, Indeks Harga Konsumen Kota Gorontalo melonjak melampaui angka nasional (IHK headline index), demikian juga dengan Kota Manado sebagai kota pembanding terdekat. Lonjakan ini disebabkan oleh kenaikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi yang sensitif terhadap perubahan harga. Dilihat dari sisi wilayah, inflasi Gorontalo terkonsentrasi di wilayah pedesaan. 5 Kurang kompetitifnya industri pengolahan dan jasa di Gorontalo dibandingkan provinsi lain disebabkan oleh berbagai faktor. Tingginya tingkat harga yang juga mempengaruhi harga bahan baku, khususnya yang di datangkan dari luar Gorontalo, serta biaya distribusinya membuat produk-produk dari Gorontalo kurang kompetitif. Selain itu, memburuknya kualitas jalan 5
Harian Gorontalo Post, 13 September 2013.
15
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
serta lambatnya perbaikan dan pembangunan infrastruktur perhubungan menyebabkan kurang lancarnya arus barang dan jasa. Walaupun sumber daya fiskal yang tersedia meningkat, sebagian besar belanja dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan, sedangkan alokasi untuk infrastruktur menurun porsinya. Pada akhirnya, menurunnya kualitas infrastuktur juga turut mendorong peningkatan biaya produksi maupun distribusi barang dan jasa. Gambar 1.8.
Panjang jalan nasional dan provinsi tidak bertambah dalam 5 tahun terakhir namun kondisi jalan nasional memburuk
700 600
80% 71% %
500 400 300 200 100 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jalan nasional (km) Baik
Sedang
100% 90% 80% 66% 70% 60% 52% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jalan Provinsi (km)
Rusak
Rusak Berat
% jalan tidak rusak vs rusak
Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data Dinas PU Provinsi Gorontalo 2012
1.2. Kemiskinan Dan Kualitas Sumber Daya Manusia Secara umum, pembangunan sumber daya manusia Gorontalo menunjukkan perbaikan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, khususnya untuk pendidikan dan kesehatan menunjukkan adanya perbaikan indikator capaian, khususnya untuk indikator-indikator output. Di pendidikan kemajuan tersebut dapat dilihat dari peningkatan indikator seperti Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi Murni (APM). Di kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir. Walaupun demikian, Gorontalo masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan. Walaupun terjadi perbaikan dari sektor tersebut dari tahun ke tahun, sehingga diperlukan langkah-langkah serius seperti yang telah ditetapkan oleh MDGs yaitu mendorong pertumbuhan yang berkualitas, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan dan gizi termasuk pelayanan keluarga berencana, serta infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi, program pemberdayaan masyarakat miskin, serta memperluas cakupan perlindungan sosial.
16
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Kotak 1.3.
Pengangguran Gorontalo yang semakin kecil
Dengan jumlah penduduk yang kecil, pertumbuhan penduduknya relatif tinggi dibandingkan dengan nasional. Dengan jumlah penduduk sekitar 1,08 juta jiwa ditahun 2012, Gorontalo merupakan provinsi dengan penduduk terendah di Sulawesi, dan terendah ketiga di Indonesia setelah Papua Barat dan Maluku Utara. Dari jumlah tersebut, 44 persen penduduknya dalam usia angkatan kerja. Di sisi lain, angka pertumbuhan penduduknya tergolong tinggi (2,26 persen), lebih dari 1,5 kali angka pertumbuhan nasional (1,49 persen) di periode 2000-2010.6 Gambar 1.9.
Tingkat pengangguran terbuka Gorontalo lebih rendah dari rata-rata nasional 16% 14%
13.17%
12% 10% 8%
9.06%
6.13%
6% 4%
4.36%
2%
0 20 3 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10 20 11 20 12
20
20
02
0%
Gorontalo
Nasional
Sumber: BPS, 2012.
Seiring dengan pertumbuhan populasinya, Gorontalo berhasil memotong hampir dua pertiga penganggurannya namun tantangannya adalah bagaimana meningkatkan peranan perempuan. Sebelum tahun 2005, Tingkat pengangguran di Gorontalo selalu lebih tinggi dari angka nasional dan memiliki volatilitas yang tinggi (Bank Dunia, 2008). Setelah tahun 2005, angka pengangguran di Gorontalo turun sehingga lebih rendah dari angka nasional. Dalam kurun waktu 2004-2011, tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Gorontalo turun dari 12,3 persen persen di tahun 2004 menjadi 4,36 persen di tahun 2012 dengan jumlah dibawah 20 ribu jiwa. Kelompok perempuan lebih tinggi angka pengangguran dibandingkan laki-laki, yaitu 9 persen dibandingkan dengan 3 persen. Hal serupa juga diperlihatkan oleh angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan 45 persen, lebih rendah dari TPAK laki-laki dengan 83 persen. Selain tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya TPAK perempuan, sumbangan pendapatan kerja perempuan juga jauh lebih rendah dari laki-laki, atau hanya 24 persen dari total pendapatan kerja provinsi pada tahun 2011. Angka ini hanya mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebesar 23 persen. (Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2012). 6
6
Tingginya angka pertumbuhan tersebut disebabkan oleh adanya lonjakan penduduk yang masuk (in-migration) ke Provinsi Gorontalo. Data jumlah penduduk 2010 menunjukkan bahwa hampir 25 ribu jiwa pindah ke Gorontalo. Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap perpindahan tersebut, salah satunya adalah perkembangan sektor pertambangan dan kelapa sawit.
17
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 1.10. Kemiskinan di Gorontalo masih tinggi dan terpusat di daerah pedesaan. 40 35 30 25
2 23.63
20
1 17.22
15 10
11.66 4.8
5 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2012 (mar)
(oct)
Indonesia
Gorontalo - kota
Gorontalo - desa
Gorontalo
Sumber : Estimasi tim PEA Update Universitas Gorotntalo berdasarkan data BPS Provinsi Gorontalo, 2012.
Tingkat kemiskinan telah turun dengan signifikan sejak provinsi Gorontalo terbentuk. Pada awal terbentuknya, Gorontalo termasuk salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Dalam 13 tahun, Gorontalo telah menurunkan angka kemiskinannya dari 49,5 persen di tahun 1999, ketika masih menjadi bagian provinsi Sulawesi Utara, menjadi 24,9 persen di tahun 2007, dan 17,2 persen di tahun 2012 (data bulan Oktober). Dengan penurunan yang cukup signifikan, target capaian RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012 masih belum tercapai. Sebagaimana yang dicantumkan dalam kerangka umum anggaran RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012, target pengentasan kemiskinan di akhir tahun 2012 adalahangka kemiskinan dalam kisaran antara 10-17 persen. Sasaran ini hampir tercapai di akhir tahun 2012. Selainn itu, angka Kemiskinan Gorotanlo berada pada peringkat tertinggi ke tujuh secara nasional, dan masih merupakan yang tertinggi di Pulau Sulawesi. Menurunnya angka kemiskinan juga diikuti oleh perbaikan tingkat kedalaman kemiskinan. Tingkat kedalaman kemiskinan (P1)7 di Gorontalo menunjukan perbaikan, turun dari 4,14 ditahun 2010 menjadi 3,72 ditahun 2011. Indeks Kedalaman kemiskinan ini menunjukkan bahwa rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin rendah nilai indeks, maka semakin dekat rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Sedangkan tingkat keparahan kemiskinan (P2) relatif tidak mengalami perubahan. Serupa dengan dengan Indeks Keparahan Kemiskinan, semakin rendah nilai indeks, semakin dekat rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
7
18
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Masalah kemiskinan yang masih dihadapi adalah kemiskinan di wilayah pedesaan. Secara proporsi, angka kemiskinan di wilayah pedesaan hampir lima kali lipat angka kemiskanan di wilayah kota. Data menunjukkan bahwa penduduk miskin terbesar terdapat di Kabupaten Gorontalo dengan jumlah hampir 67 ribu jiwa atau 19 persen dari penduduk kabupaten tersebut. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dasar yang membatasi akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar maupun kegiatan perekonomian. Ada sekitar 100 ribu rumah tangga miskin dan sebagian dikepalai oleh perempuan. Berdasarkan data TNP2K 2012, dari 99.785 rumah tangga yang tercatat di provinsi Gorontalo dengan kondisi kesejahteraan 30 persen terendah (rumah tangga miskin), 8.2 persen adalah rumah tangga yang dikepalai perempuan. Jumlah tertinggi ada di kabupaten Gorontalo dengan 3.743 rumah tangga, sementara yang terendah berada di kabupaten Boalemo sebesar 576 rumah tangga. (Sumber: TNP2K, 2012) Menurunnya angka kemiskinan yang juga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Gorontalo, menyebabkan peningkatan belanja rumah tangga di seluruh kelompok masyarakat. Dalam periode 2007-2010, rata-rata belanja rumah tangga per kapita di Gorontalo meningkat sebesar 41 persen. Untuk kelompok masyarakat dengan kelompok belanja rumah tangga 40 persen terendah, peningkatan belanja rumah tangganya adalah 31 persen. Walaupun secara rata-rata lebih rendah, namun ada dua kabupaten dimana kelompok 40 persen tersebut justru mengalami peningkatan belanja yang lebih tinggi dari pada secara keseluruhan. Kedua kabupaten tersebut dalah Gorontalo dan Gorontalo Utara (secara berurutan 3 dan 9 persen lebih tinggi). Kedua kabupaten ini sangat berpotensi dalam memperkecil kesenjangan ekonomi masyarakatnya. Gambar 1.11. Kelompok miskin dan rentan kemiskinan di Gorontalo dan Gorontalo Utara tumbuh lebih cepat dibandingkan Kabupaten/Kota lain Pemerataan Kemakmuran Kabupaten/Kota di Indonesia (2007 ke 2010)
Tingkat pertumbuhan konsumsi perkapita kelompok rumah tangga 40% terendah%)
120%
-20%
Tingkat konsumsi kelompok rumah tangga 40% terendah tumbuh positif dan lebih cepat daripada tingkat konsumsi seluruh masyarakat
100% 80% 60%
Bone Balango Bo a Boalemo B oa ale ale Tingkat Tin ka konsumsi kelompok m rumah tangga40% terendah d tumbuh ota ta aG Go Gorontalo nta o positif tetapi lebih lambat P Po Pohuwato daripada tingkat konsumsi seluruh masyarakat
40%
Gorontalo ro onta ont nta alo al a lo o
20% 0% - 20%
0 0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Tingkat pertumbuhan konsumsi perkapita suluruh masyarakat (%) Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS, 2013
19
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Gorontalo meningkat, namun masih rendah secara Nasional. IPM Gorontalo meningkat dari 64,1 ditahun 2002menjadi 71,31 ditahun 2012. Walaupun ada peningkatan, Gorontalo masih harus mengejar ketertinggalannya dengan IPM nasional (73,29) dan provinsi induknya, Sulawesi Utara (76,95). Pada tahun 2012, Gorontalo berada pada peringkat IPM ke-24 dari 33 provinsi. Kesenjangan gender Gorontalo tergolong besar dibandingkan provinsi lain. Kesenjangan gender adalah perbedaan pencapaian kapabilitas dasar antara laki-laki dan perempuan. Ini ditunjukkan oleh angka IPG (Indeks Pembangunan Gender) 8,yang lebih rendah dari angka IPM. Gorontalo merupakan provinsi dengan angka IPG terendah kedua ditahun 2010 dan 2011. Tahun 2010, IPM provinsi Gorontalo mencapai 70,28, sementara IPG hanya 56,98. Begitu pula di tahun 2011, IPM mencapai 70,82, sedangkan IPG hanya 57,67. Berdasarkan rasio IPG terhadap IPM, data menunjukkan bahwa Gorontalo memiliki kesenjangan terbesar kedua di Indonesia, setelah Kalimantan Timur (Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2012). Gambar 1.12. Walaupun IPMnya meningkat, kesenjangan gender Gorontalo adalah salah satu yang terbesar di Indonesia Perkembangan IPM
Ratio IPM dan IPG
80 78
80 75 70
IPM
65
0 20 9 10 20 11 20 12
08
20
07
20
06
20
05
20
04
20
20
20
02
60
DKI JAKARTA KAL. TIMUR RIAU SUL. UTARA DIY U 76 SUM. UTARA Kuadran I Kuadran II KEP.. RIAU KEP. BABEL JAMBI 74 72 72,77 GORONTALO BANTEN KAL. BARAT PAPUA BARAT AT 70 NTT 68 NTB PAPUA 66 64
Gorontalo Indonesia
Sulawesi Utara
62
Kuadran III
Kuadran IV 67,8
60 50 52 54 56 58 60 62 64 66 68 70 72 74 76 78 80 IPG
Sumber: BPS; Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2012
Rendahnya pembangunan gender di Gorontalo sebagian besar disebabkan oleh permasalahan ekonomi. Kesenjangan paling besar disebabkan oleh rendahnya angka IPG disebabkan oleh rendahnya sumbangan pendapatan kerja perempuan yang merupakan salah satu faktor utama perhitungan IPG. Jika dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 23,67 persen berbanding 76,13 persen. Sementara pada indikator lain, perbedaaan capaian terlihat bervariasi, namun dalam jumlah yang lebih kecil. Ditahun 2011 Angka Melek Huruf (AMH) laki-laki (96,46) lebih tinggi dari perempuan (95,61), walaupun angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) perempuan lebih tinggi dari laki-laki (7,68 berbanding 7,11). Pada indikator kesehatan, angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki, yaitu 68,82 perempuan dibandingkan laki-laki yang 64,90.
8
20
IPG merupakan indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan memperhatikan ketimpangan gender. IPG digunakan untuk mengukur pencapaian dalam dimensi yang sama dan menggunakan indikator yang sama dengan IPM, namun lebih diarahkan untuk mengungkapkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan (Sirusa - BPS).
Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
1.3. Kesimpulan Secara umum, provinsi Gorontalo terus berkembang sejak terbentuk di tahun 2000. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diikuti oleh penurunan angka kemiskinan dan angka pengangguran yang rendah. Pertumbuhan konsumsi masyarakat menunjukkan bahwa daya beli masyarakat yang semakin baik. Kualitas sumber daya manusia juga menunjukkan berbagai perbaikan. Namun tantangan yang dihadapi provinsi ini kedepan masih besar. Momentum pembangunan yang tercipta sejak terbentuknya provinsi ini harus dijaga agar dapat menghasilkan pembangunan daerah yang diharapkan. Skala perekonomian Gorontalo masih tergolong kecil dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditopang oleh pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah yang tinggi.
1.4. Rekomendasi Memanfaatkan momentum pertumbuhan yang tinggi. Momentum pertumbuhan yang tinggi dapat menjadi pendorong berkembangnya perekonomian lokal yang melibatkan lebih jauh pelaku-pelaku ekonomi daerah. Pada akhirnya ini dapat mendorong penurunan angka kemiskinan lebih jauh. Peningkatan ekonomi lokal dapat dilakukan dengan perbaikan akses kepada para pelaku ekonomi lokal, baik yang berskala kecil maupun menengah. Mempertahankan produktivitas pertanian yang merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar penduduk Gorontalo. Meningkatkan akses pembiayaan pertanian bagi usaha kecil dan menengah yang berkaitan dengan pertanian sehingga dapat menghasilkan multiplier effect yang lebih besar. Memperbaiki kualitas infrastruktur yang dapat mendukung perekonomian Gorontalo dan dapat meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar, khususnya untuk pendidikan dan kesehatan.
21
Bab 2 Perkembangan Anggaran Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Berbagai latar belakang potensi, tantangan, dan kondisi sosial ekonomi menjadi basis bagi pemerintah daerah dalam membuat perencanaan pembangunan daerahnya. Implementasi pembangunan tersebut dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai perangkat utama pembangunan daerah. Bab ini membahas seputar APBD, baik dari sisi kebijakan anggaran, pengelolaan keuangan daerah, dan dari sisi komponen-komponen anggaran tersebut, baik dari sisi pendapatan, pembiayaan, dan belanja.
2. 1. Kebijakan Anggaran dan Pengelolaan Keuangan Daerah 2.1.1. Kebijakan Anggaran Pemerintah Provinsi Gorontalo berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan dasar. Orientasi pembangunan Gorontalo 2012-2017 adalah peningkatan kesejahteraan rakyat dengan menitikberatkan pada penyediaan layanan dasar.9 Arah Kebijakan pembangunan Provinsi Gorontalo searah dengan misi ke-lima dari RMJMN 2010-14 yang bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.10
Kotak 2.1. Kerangka Umum Anggaran RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012 1. Ratio PAD terhadap PDRB mencapai 2 persen pada akhir tahun 2012. 2. Bersama pemerintah kabupaten/kota meningkatkan PAD dengan menurunkan tunggakan pajak hingga 10 persen dari total tagihan. 3. Menurunkan angka kemiskinan hingga mencapai 10 - 17 persen pada akhir 2012 melalui efisiensi dan efektivitas pemanfaatan belanja daerah. 4. Ratio Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung mencapai 30 : 70 pada akhir tahun 2012. 5. Ratio antara Belanja Wajib dan Belanja Pilihan adalah 75:25 pada akhir tahun 2012. 6. Proporsi untuk urusan pendidikan mencapai 20 persen pada akhir tahun 2012 7. Sinkronisasi prioritas anggaran sasaran dan indikator-indikator capaian di RPJMD 8. Investasi di bidang yang menunjang tiga program unggulan (Pendidikan, Kesehatan, Pertanian). 9. Alokasi anggaran yang mendukung daya saing Provinsi Gorontalo. 10. Memperkuat fondasi ekonomi rakyat 11. Mempertajam implementasi 7 prioritas program nasional. Sumber : RPJMD 2007-2012
Sebagai upaya mempertahankan kinerja keuangan daerahnya, langkah berikutnya adalah melanjutkan dan memperkuat langkah-langkah konsolidasi fiskal. Kebijakan Fiskal Provinsi Gorontalo diarahkan untuk melanjutkan dan memperkuat langkah-langkah konsolidasi 9
Program peningkatan layanan ini dilakukan diantaranya: (a) biaya kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin; (b) menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dengan mempertimbangkansumberdaya alam yang tersedia dan lingkungan; (c) reformasi birokrasi melalui good governance dan clean governance; (d) pengembangan sektor riil; (e) percepatan pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, listrik, irigasi (waduk), dan air bersih; (f) harmonisasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota; dan (g) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan dengan membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
10 Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender. 23
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
fiskal, terutama meningkatkan PAD dan penyehatan APBD dalam rangka menciptakan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (RPJMD 2007-2012). Langkah yang dilakukan adalah mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan PAD serta membenahi penatausahannya melalui penerapan teknologi informasi dalam pelayanan pemungutan perpajakan dan penerapan sistem pelayanan pajak (kotak 1.2) dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Dengan upaya tersebut, diperkirakan dapat menurunkan tunggakan pajak hingga 10 persen dari total tagihan pajak (PBB dan lainnya) sehingga target rasio PAD terhadap PDRB 2 persen pada akhir tahun 2012 dapat tercapai.
Kotak 2.2.
Samsat delivery dan Samsat drive through: Mengutamakan Pelayanan untuk Pendapatan
Untuk mengurangi ketergantungan Pemerintah Provinsi Gorontalo terhadap Dana Perimbangan, serta adanya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Pemerintah Provinsi melakukan upaya peningkatan PAD dengan: (i) memperluas objek, (ii) menambah jenis pajak, (iii) menaikkan tarif maksimum dan diskresi penetapan tarif, dan (iv) memberikan kemudahan masyarakat membayar pajak. Pemerintah Provinsi menciptakan program pembayaran Pajak Kenderaan bermotor (PKB) progresif melalui Sistem samsat delivery dan samsat drive through. Sistem pembayaran ini dapat di temui di kantor Samsat Kota Gorontalo dan Limboto dengan standar waktu pelayanan selama 5-10 menit. Skema bagi hasil pajak kendaraan bermotor perbandingnnya adalah 70 persen untuk provinsi dan 30 persen untuk kabupaten/kota secara proporsional. Untuk pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB), pemungutannya dilakukan oleh Pertamina dan langsung disalurkan ke pemerintah daerah dengan skema bagi hasil yang serupa.
Kotak 2.3.
Mewujudkan Perencanaan Responsif Gender bagi Gorontalo
Perencanaan Pembangunan Responsif Gender di Gorontalo Pembangunan yang pro-gender merupakan salah satu misi pemerintah provinsi Gorontalo yang tertuang dalam RPJMD 2012 -2017. serta penguatan peran pemberdayaan perempuan, perlindungan terhadap anak, termasuk isu kesetaraan gender dalam pembangunan. Didalamnya termasuk pengembangan nilai-nilai religi dalam kehidupan beragama yang rukun sekaligus memelihara keragaman budaya. Namun kebijakan untuk melaksanakan PUG (Pengarusutamaan Gender) di provinsi Gorontalo belum melembaga. Hal ini dapat dilihat dari belum terintegrasinya PUG sebagai strategi dan perspektif dalam semua kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Pemerintah provinsi perlu menuangkan hal ini dalam bentuk Peraturan Gubernur (PerGub) atau SK Gubernur sehingga para penyelenggara pemerintahan dapat memahami dan melaksanakan pengarusutamaan gender di lingkup pemerintahan provinsi. Selain kebijakan kelembagaan, yang juga dibutuhkan adalah penyelenggaraan pelatihan dan asistensi teknis mengenai anggaran responsif gender kepada para perencana di SKPD-SKPD, baik SKPD utama perencana (Bappeda, Badan keuangan Daerah, Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) maupun di SKPD teknis (Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian dan sebagainya). Pokja PUG (Pengarusutamaan Gender) yang sudah terbentuk pun masih memerlukan banyak dukungan, agar pengarusutamaan gender di lingkup pemerintahan bisa berjalan dengan efektif dan efisien
24
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Implementasi kebijakan anggaran terlihat dari tiga upaya: penyaluran peningkatan pendapatan daerah, alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen, dan efisiensi belanja daerah. Menurut dokumen RPJMD 2007-2012, upaya implementasi anggaran yang pertama dilakukan dengan peningkatan pendapatan daerah akan dibelanjakan untuk tiga komponen: belanja gaji pegawai dan guru, belanja bagi hasil Kabupaten/Kota, dan belanja bantuan keuangan Kabupaten/Kota. Yang kedua, pada sisi Belanja langsung periodik yang wajib dan mengikat serta prioritas utama dialokasikan pada sektor pendidikan sesuai dengan UU Pendidikan yang mewajibkan pemerintah mengalokasikan Anggarannya minimal sebesar 20 persen dari APBD, sehingga merupakan program prioritas dan utama yang akan dilaksanakan lima tahun kedepan. Dan yang ketiga, untuk meningkatkan efisiensi belanja daerah, fokus kebijakan anggaran diarahkan untuk berpijak pada 6 prinsip pengarusutamaan yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2012.11 Pemilihan program dan kegiatan oleh pemerintah provinsi Gorontalo harapkan mampu mendorong program prioritas dan program utama yang berorientasi pro-poor, pro-job dan pro-growth, serta pro-environment.
2. 1. 2. Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) Pada level pemerintahan kabupaten/kota kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) menunjukan perbaikan. Kabupaten Gorontalo secara berturut-turut tahun 20092010 memperoleh opini WTP. Prestasi WTP yang diraih kabupaten Gorontalo disebabkan oleh ketersediaan SDM yang memadai serta kinerja penataan aset. Bagi daerah-daerah pemekaran (Kab Boalemo, Pohuwato, Bone Bolango dan Gorontalo Utara), penataan aset justru menjadi kendala yang dihadapi setiap tahun. Di sisi lain, Kota Gorontalo pada tahun 2007-2008 memperoleh opini terendah yakni disclaimer (pernyataan menolak memberikan opini). Opini disclaimer tersebut disebabkan oleh rendahnya akuntabilitas APBD khususnya terkait bantuan sosial dan hibah. Tabel 2.1. Opini BPK atas LHP LKPD Provinsi Gorontalo & Kabupaten/Kota 2007-2012 Opini BPK atas LKPD
Provinsi, Kabupaten/Kota 2007
2008
2009
2010
2011
2012
Provinsi Gorontalo
WTP
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
Kab. Boalemo
TMP
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
Kab. Bone Bolango
WDP
TMP
WDP
WDP
WDP
WDP
Kab. Gorontalo
WDP
WDP
WTP
WTP
WDP
WTP
Kab. Gorontalo Utara
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
Kab. Pohuwato
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
Kota Gorontalo
TMP
TMP
WDP
WDP
WDP
WDP
Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan LKPD BPK-RI, Tahun 2012
WTP (opini Wajar Tanpa Pengecualian), WDP (opini Wajar Dengan Pengecualian), TW (opini Tidak Wajar), TMP (pernyataan menolak memberikan opini atau tidak memberikan pendapat-disclaimer of opinion ). 11 Pengarusutamaan dalam RKPD 2012 adalah (a) pengarusutamaan inovasi pembangunan, (b) pengarusutamaan partisipasi masyarakat, (c) pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan, (d) pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance), (e) pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antar wilayah dan (f) pengarusutamaan peningkatan kinerja.
25
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Kinerja PKD Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak tahun 2007 stagnan. Capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir hanya pada tahun 2005 dan 2007. Secara umum ini disebabkan oleh permasalahan pada pengelolaan asset, pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan masalah terkait administratif. Untuk membenahi masalah-masalah tersebut, Pemerintah Provinsi telah menyusun Standard Operasional Procedure (SOP) yang meliputi: SOP Aset, SOP Persediaan, SOP penyusunan laporan Keuangan SKPD, SOP Pengelolaan Retribusi SKPD, SOP Pendapatan Samsat termasuk petunjuk teknis pemberian Hibah dan bantuan sosial. Dari sisi tata kelola pemerintahan, kinerja Gorontalo cenderung stagnan dibandingkan provinsi lain. Indeks Tata Kelola Indonesia (Indonesia Governance Index - IGI12) yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2012 pada tingkat provinsi menunjukkan penurunan angka indeks. Pada tahun 2008, Gorontalo memiliki angka indeks 5,51 --diatas rata-rata nasional dengan 5,11-- dan merupakan provinsi baru dengan kinerja tata kelola pemerintahan tertinggi dan peringkat 8 secara nasional. Pada tahun 2012 Gorontalo mendapat indeks 5,64 dan mengalami penurunan ke peringkat 23 secara nasional. Walaupun ada peningkatan, peningkatan ini relatif kecil dibandingkan peningkatan kinerja yang dialami oleh provinsi-provinsi lain. Gambar 2.1.
Peringkat kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo mengalami penurunan
8 7 6 5 4 3 2 1 0
2012
DI Yogyakarta Jawa Timur DKI Jakarta Jambi Bali Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Riau Sulawesi Utara Lampung Bangka Belitung Kalimantan Tengah Sumatera Utara Sulawesi Barat Jawa Barat Jawa Tengah Banten Aceh Nusa Tenggara Barat Nasional Sumatera Barat Sumatera Barat Kalimantan Timur Gorontalo Kepulauan Riau Sulawesi Tengah Kalimantan Barat Sulawesi Utara Maluku Papua Nusa Tenggara Timur Bengkulu Papua Barat Maluku Utara
008
Sumber: Indeks Tata Kelola Kepemerintahan, Kemitraan (2012)
Penurunan kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo disebabkan oleh aspek birokrasi dan kepemerintahan. Hasil penilaian tahun 2008 menunjukkan bahwa aspek birokrasi dan kepemerintahan, khususnya faktor akuntabilitas birokrasi dan kepemerintahan, merupakan alasan mengapa Gorontalo menjadi provinsi baru dengan kinerja terbaik. Ditahun 2012, kinerja aspek birokrasi mengalami penurunan dari 7,00 menjadi 5,36 sedangkan aspek kepemerintahan turun dari 6,00 menjadi 5,28. Studi menunjukkan bahwa penurunan kinerja ini disebabkan oleh rendahnya komitmen anggaran untuk kesehatan serta minimnya transparansi yang diperlihatkan oleh minimnya fasilitas penanganan keluhan masyarakat dibidang pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan, serta transparansi pengelolaan pendapatan daerah (Kemitraan, 2012).
26
12 Indeks Tata Kelola Pemerintahan Indonesia atau Indonesia Governance Indeks (IGI) adalah sebuah penilaian terhadap kinerja tata kelola pemerintahan pada tingkat provinsi. Penilaian ini meliputi aspek pemerintah daerah, birokrasi, kemasyarakatn, dan perekonomian daerah. Indeks yang dihasilkan menunjukkan kinerja secara keseluruhan dimana semakin tinggi indeksnya semakin baik kinerjanya. Penilaian ini lakukan oleh lembaga Kemitraan di tahun 2008 dan 2012.
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
2. 1. 3. Kesimpulan • Strategi Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya adalah peningkatan pelayanan dasar. Untuk itu dibutuhkan kinerja keuangan daerah yang stabil dan konsisten. Untuk itu pemerintah provinsi Gorontalo mempertahankan kinerja keuangan daerahnya dengan melanjutkan dan memperkuat langkah-langkah konsolidasi fiskal. Implementasi kebijakan anggaran terlihat dari tiga upaya: penyaluran peningkatan pendapatan daerah, alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen, dan efisiensi belanja daerah.
• Kinerja pengelolaan keuangan daerah di Gorontalo menunjukkan adanya perbaikan secara keseluruhan. Pada level pemerintahan kabupaten/kota kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) menunjukan perbaikan dengan meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang mendapat opini WDP/WTP. Namun disisi lain, kinerja PKD Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak tahun 2007 stagnan. Capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir hanya pada tahun 2005 dan 2007.
• Selain itu kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo mengalami stagnasi yang diperlihatkan oleh menurunnya peringkat Indeks Tata Kelola Indonesia (Indonesia Governance Index – IGI). Penurunan kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo disebabkan oleh aspek birokrasi dan kepemerintahan yang disebakan oleh rendahnya komitmen anggaran dan transparansi.
2. 1. 4. Rekomendasi • Meningkatkan komitmen anggaran pemerintah daerah, khususnya dalam keberlanjutan program-program strategis. Dibutuhkan suatu kerangka anggaran tahun jamak (Medium Term Expenditure Framework) yang dapat menjadi panduan penganggaran dalam jangka waktu tertentu.
• Mempertahankan momentum perbaikan kinerja pengelolaan keuangan daerah dengan cara mengurangi kesenjangan kapasitas PKD antara SKPD dan antara pemerintah daerah di Gorontalo. Kesenjangan kapasitas ini bisa diperkecil dengan meningkatkan sumber daya manusia yang memiliki latar belakang yang relevan.
• Melakukan evaluasi kinerja tata kelola pemerintahan dan menindaklanjuti dengan temuantemuannya secara konkrit.
• Meningkatkan berbagai upaya yang mendukung transparansi dan partisipasi masyarakat, khususnya yang terkait masalah keuangan daerah. Diskusi informal dengan para pemangku kepentingan dan media secara berkala dapat mendorong adanya transparansi.
27
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
2.2. Pendapatan dan Pembiayaan Daerah Gambar 2.2.
Sumber daya fiskal Provinsi Gorontalo terus meningkat 4,000
50%
3,500
45% 40%
3,000
35%
2,500
30%
2,000
25%
1,500
20% 15%
1,000
10%
500
5%
0
0% 2007
2008
2009
2010
2011
2012*
PAD
Dana Perimbangan
Pendapatan Lainnya
Ratio APBD - PDRB
Sumber: Database Gorontalo PEA Update (2013) ; BPS (2013)
Setelah mengalami peningkatan sumber daya fiskal yang signifikan pada masa awal terbentuknya provinsi Gorontalo, pada periode 2007-2012 peningkatan sumber daya fiskal Provinsi Gorontalo relatif lebih stabil. Secara keseluruhan, Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota meningkat lebih dari 4 kali lipat pada masa 1998-2006 (Bank Dunia, 2008). Pada periode berikutnya (2007-20012) peningkatan pendapatan pemerintah daerah di Gorontalo relatif lebih rendah, yaitu secara riil hanya meningkat 39 persen dalam 5 tahun. Dalam jangka waktu yang sama bisa dilihat bahwa rasio pendapatan APBD terhadap total PDRB provinsi Gorontalo terus menurun, dari sekitar 45 persen di tahun 2007 menjadi 35 persen di tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa perekonomian Gorontalo tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan daerahnya.
28
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
2.2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gambar 2.3.
PAD Gorontalo meningkat hampir tiga kali lipat
Dalam Rp milyar
400
3%
300 2% 200 1% 100
-
0% 2007
2008
2009
2010
PAD Kabupaten/Kota Ratio PAD - PDRB (Provinsi) PAD provinsi Ratio PAD - PDRB (Kab/Kota)
2011 2012*
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gorontalo cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Dalam kurun waktu 2007-2012, PAD meningkat dari Rp 160 miliar menjadi Rp 326 miliar secara riil. Kontribusi PAD terhadap total pendapatan APBD juga meningkat dari 6 persen menjadi 9 persen. Pada tingkat provinsi, peningkatan PAD disumbangkan oleh peningkatan pajak daerah, dari 11 persen menjadi 20 persen dari pendapatan provinsi. Di tingkat Kabuapten/Kota, peningkatan ini disumbangkan oleh peningkatan komponen Lain-lain PAD yang13 Sah yang secara riil meningkat dari Rp 30 miliar di tahun 2007 menjadi Rp 101 miliar ditahun 2012. Sebagian peningkatan komponen ini adalah dari pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Walaupun meningkat, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di provinsi dan Kabupaten/ Kota Gorontalo lebih rendah dari komponen pendapatan lainnya. Walaupun meningkat, komponen PAD merupakan komponen terendah dibandingkan komponen dana perimbangan dan pendapatan lain-lain (Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah).14 Tahun 2007-2011 PAD hanya menyumbangkan 8 persen dari keseluruhan pendapatan daerah Gorontalo, lebih rendah dari lainlain pendapatan yang sah (13 persen) dan dana perimbangan (78 persen). Kontribusi PAD terbesar bersumber dari pajak daerah, khususnya dari pemerintah provinsi. Rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap PAD Gorontalo selama tahun 2007-2011 adalah sebesar 52 persen. Adapun komponen PAD paling rendah adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang kontribusinya hanya 3 persen dari total PAD Gorontalo. Penyumbang terbesar terhadap PAD Provinsi Gorontalo adalah pajak yang berkaitan kendaraan bermotor dan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Serupa dengan provinsi-provinsi lain, pajak yang berkaitan dengan kendaraan bermotor adalah penyumbang 13 Lain-lain PAD yang sah terdiri atas: pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD); hasil penjualan aset yang tidak dapat dipisahkan; pendapatan denda pajak, retribusi, dan tunggakan; dan tuntutan ganti rugi. 14 Pajak kendaraan pada tingkat provinsi meliputi pajak kendaraan bermotor/air, bea balik nama kendaraan bermotor/air, dan pajak bahan bakar.
29
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
PAD terbesar ditingkat provinsi. Ditahun 2011, dari Rp 330 miliar total PAD di Gorontalo, lebih dari setengahnya, 53 persen atau Rp 157 miliar, di sumbangkan oleh pajak daerah. Pajak daerah ini hampir seluruhnya (92 persen) disumbangkan oleh pajak provinsi yang berkaitan dengan kendaraan. Ditingkat Kabupaten/Kota, penyumbang PAD terbesar adalah komponen pendapatan BLUD di Kota Gorontalo. BLUD kota Gorontalo yang terdiri atas RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe menyumbang Rp 43 miliar atau 13 persen dari total PAD tahun 2011 di Gorontalo. Gambar 2.4.
Kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah semakin besar 22%
200 150
18%
23%
21%
25%
18%
20%
13%
15%
100 3% %
50 0
2007 2,008 2009
2010 2011 2012* * Provinsi
5% %
6%
5% %
6% %
7% %
2007 2,008 2009 2010 2011 2012* * Kab/Kota
10% 5% 0%
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pajak Daerah % PAD terhadap total pendapatan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Retribusi Daerah Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013).
Peningkatan PAD yang dicapai Gorontalo masih belum memenuhi target RPJMD. Di RPJMD 2007-2012, Pemerintah Provinsi menargetkan pencapaian rasio PAD Pemerintah Provinsi hingga 2 persen dari PDRB. Ditahun 2011, PAD provinsi mencapai 1,7 persen dan diperkirakan turun menjadi 1,4 persen di tahun 2012. Sebaliknya total PAD Kabupaten/Kota diperkirakan meningkat hingga mencapai 1,9 persen di tahun 2012. Secara konsolidasi, rasio PAD Provinsi Gorontalo hanya meningkat sedikit dari 3,2 persen di 2007 menjadi 3,3 persen di 2012. PAD Gorontalo merupakan salah satu yang terendah di Indonesia. Jumlah PAD konsolidasi Gorontalo merupakan nomor empat terendah di Indonesia untuk tahun 2012 dengan Rp 383 miliar. Besarnya PAD konsolidasi Gorontalo hanya 2 persen dari PAD Jakarta yang merupakan provinsi tertinggi di Indonesia, dan 11 persen dari PAD Sulawesi Selatan sebagai provinsi tertinggi di Sulawesi. Demikian juga secara per kapita dimana PAD konsolidasi per kapita Gorontalo sebesar Rp 353 ribu masih dibawah rata-rata PAD rata-rata nasional sebesar Rp 534 ribu.
30
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Gambar 2.5.
Rasio PAD terhadap PDRB Gorontalo salah satu yang tertinggi walaupun secara perkapita tergolong rendah
2,500,000
18.0% 16.0% 14.0% 12.0% 10.0% 8.0% 6.0% 4.0% 2.0% 0.0%
2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 Maluku Sulawesi Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tenggara Lampung Aceh Gorontalo Jawa Tengah Sulawesi Tengah Bengkulu Maluku Utara Jawa Barat Sumatera Barat Kalimantan Barat Sumatera Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Papua Jawa Timur Jambi Papua Barat Sumatera Utara Banten DI.Yogyakarta Kepulauan Bangka Belitung Kalimantan Tengah Riau Kalimantan Selatan Kepulauan Riau Bali Kalimantan Timur DKI Jakarta
-
PAD perkapita (sumbu kiri)
PAD perkapita nasional (sumbu kiri)
PAD/PDRB (sumbu kanan)
PAD/PDRB nasional (sumbu kanan)
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013)
2.2.2. Dana Perimbangan Selama periode 2007-2012, komponen terbesar pendapatan pemerintah daerah adalah dana perimbangan. Secara rata-rata, dana perimbangan mencapai 79 persen dari anggaran konsolidasi pemerintah daerah di Gorontalo dengan jumlah estimasi sebesar Rp 2,8 triliun. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap dana perimbangan dari pusat masih sangat besar. Komponen terbesar dari dana perimbangan adalah Dana Alokasi Umum (DAU). Di tingkat pemerintah provinsi, DAU menyumbang 68 persen dari total pendapatan provinsi, sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota sebesar 67 persen. Pendapatan yang berasal dari dana bagi hasil pajak mengalami peningkatan tahun 2007-2010 dan turun tahun 2011, dan secara keseluruhan masih rendah. Tahun 2007 dana bagi hasil pajak (provinsi dan kabupaten/kota) sebesar Rp 94,2 miliar kemudian meningkat hingga tahun 2010 sebesar Rp 171,7 miliar dan turun menjadi Rp. 163,8 miliar tahun 2011. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya pendapatan bagi hasil dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Secara keseluruhan hal ini menandakan masih belum efektifnya pengelolaan pajak di Gorontalo.
31
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 2.6.
Pajak provinsi dan Lain-lain PAD yang Sah merupakan dua komponen PAD terbesar di Provinsi Gorontalo
200
30% 22% % 18% %
100
23%
18% 1 8%
21%
20%
13% 1 3% 3%
0 2007 2,008 2009 2010 2011 2012*
5%
6%
5%
6%
7% %
10% 0%
2007 2,008 2009 2010 2011 2012*
Provinsi
Kab/Kota
Retribusi Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah % PAD terhadap total pendapatan Pajak Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Sumber: diolah berdasarkan PDKD Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013)
2.2.3. Perbandingan Kabupaten/Kota Secara umum, sumber daya fiskal Kabupaten/Kota di Gorontalo meningkat. Keenam kabupaten/kota mengalami trend total pendapatan yang meningkat. Secara jumlah, pendapatan daerah tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Gorontalo. Peningkatan yang paling signifikan dialami oleh Gorontalo Utara sebagai daerah yang baru terbentuk dan berkembang pesat. Apabila dilihat secara per kapita, pendapatan kabupaten/kota umumnya meningkat pada periode 2007-2012, kecuali untuk Kabupaten Pohuwato. Ditahun 2012, Kabupaten Gorontalo diperkirakan memiliki angka per kapita terendah karena memiliki penduduk terbanyak sedangkan Kota Gorontalo memiliki pendapatan per kapita terendah karena populasi yang tinggi dibandingkan kabupaten/kota lain.
700
500 400 300 200
Bone Bolano
Gorontalo Utara
Dana Perimbangan perkapita
LPDYS perkapita
PAD Perkapita
Total Pendapatan (Rp miliar)
Sumber: Database Gorontalo PEA, Universitas Gorontalo, 2013
32
Pohuwato
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Gorontalo
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Boalemo
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
100
Kota Gorontalo
-
Dalam Rp miiar
600
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
4,500,000 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 -
Walaupun bervariasi, seluruh kabupaten/kota mengalami meningkat pendapatannya
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Dalam Rupiah
Gambar 2.7.
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Pada tahun 2011 Kota Gorontalo merupakan daerah yang mempunyai PAD tertinggi dan terendah adalah Kabupaten Gorontalo Utara. PAD tertinggi di Kota Gorontalo lebih banyak kontribusinya berasal dari pendapatan BLUD (Rumah Sakit), Hasil Penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan dan penerimaan lain termasuk sumbangan pihak ketiga. Pendapatan per kapita PAD Kota Gorontalo adalah sebesar Rp. 406 ribu. Kabupaten Gorontalo Utara memiliki PAD per kapita paling rendah yaitu sebesar Rp 96 ribu dimana sebagai daerah yang baru dimekarkan belum mampu mengoptimalkan komponen – komponen PADnya. Pendapatan lain-lain adalah komponen pendapatan terbesar kedua setelah dana perimbangan. Secara rata-rata, komponen ini menyumbang 13 persen dari pendapatan Gorontalo pada periode 2007-2012 namun memiliki fluktuasi yang sangat besar. Sebagian besar dari pendapatan lain-lain adalah berasal dari dana penyesuaian, khususnya pada tingkat kabupaten/kota sehingga fluktuasinya sangat dipengaruhi oleh jumlah dana penyesuaian pada tingkat kabupaten/kota. Pendapatan yang berasal dari bagian Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPDYS) di Gorontalo cenderung berbanding terbalik untuk provinsi dengan kabupaten/kota. Untuk Pemerintah Provinsi, bagian lain-lain pendapatan yang sah cenderung menurun dari tahun 20072011, dimana tahun 2007 dimana tahun 2007 bagian lain-lain pendapatan yang sah Pemerintah Provinsi sebesar Rp 142,6 miliar kemudian menurun menjadi Rp 18,9 miliar di tahun. Untuk pemerintah kabupaten/kota terjadi kenaikan di tahun 2007-2011 dari Rp 32,6 miliar meningkat menjadi Rp 670,8 miliar di tahun 2011. Transfer DAU perkapita antar kabupaten/kota di Gorontalo cenderung tidak merata tahun 2011. Kabupaten Pohuwato merupakan daerah yang DAU perkapitanya paling tinggi diantara 6 daerah kabupaten/kota yang ada di Gorontalo yaitu sebesar Rp 1,9 juta dan terendah adalah Kabupaten Gorontalo yaitu sebesar Rp 1,05 juta. Kecilnya DAU perkapita di Kabupaten Gorontalo disebabkan oleh DAU yang diterima daerah ini adalah jumlah tertinggi ketiga sesudah Kabupaten dan Kota Gorontalo sementara jumlah penduduknya terkecil kedua setelah Kabupaten Gorontalo Utara.
Pohuwato
Bagi Hasil Bukan Pajak
Dana Alokasi Khusus
Dana Bagi Hasil Pajak
% Proporsi dana perimbangan
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Gorontalo Utara
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Gorontalo
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Bone Bolano
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Boalemo
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 -
Komposisi Dana Perimbangan
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Gambar 2.8.
Kota Gorontalo
Provinsi Gorontalo
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Dana Alokasi Umum
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013)
33
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Kemandirian keuangan daerah15 Gorontalo meningkat. Secara rata-rata, rasio kemandirian keuangan daerah provinsi Gorontalo meningkat dari 6 persen di tahun 2007 dan diperkirakan menjadi 10 persen di tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah daerah di Gorontalo dalam menghasilkan pendapatan daerah membaik dalam kurun waktu tersebut. Pemerintah Provinsi memiliki kemandirian yang lebih besar dibandingkan dengan kabupaten/kota. Ditahun 2012, rasio kemandirian keuangan daerah mencapai 27 persen yang artinya 27 persen dari pendapatan Pemerintah Provinsi yang berasal dari luar (pemerintah pusat) adalah pendapatan yang dihasilkan sendiri. Ditingkat kabupaten/kota rasio ini jauh lebih rendah. Untuk pemerintah kabupaten, rasionya dibawah 7 persen untuk 2012, sedangkan kota Gorontalo mencapain 18 persen. Gambar 2.9.
Kemandirian Keuangan Daerah meningkat, khususnya di tingkat provinsi dan Kota Gorontalo
35% 30% Provinsi 25%
Boalemo
20%
Bone Bolango
15%
Gorontalo Gorontalo Utara
10%
Pohuwato
5%
Kota Gorontalo
0% 2007
2008
2009
2010
2011
2012*
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013)
Kapasitas fiskal16 Provinsi Gorontalo mengalami penurunan. Kapasitas fiskal Provinsi Gorontalo diukur dengan mengurangkan Belanja Pegawai terhadap Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak), DAU (dana alokasi umum), PAD (pendapatan asli daerah) dan pendapatan lainnya, kemudian membaginya dengan jumlah penduduk. Secara konsolidasi kapasitas fiskal pemerintah daerah di Gorontalo mengalami penurunan secara riil. Kapasitas fiskal per kapita Provinsi Gorontalo turun dari Rp 1,6 juta di tahun 2007 menjadi Rp 1,3 juta di tahun 2012. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2012 dimana terjadi penurunan Rp 242 ribu, turun 16 persen dari tahun sebelumnya.
15 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain. 16 Pengukuran kapasitas fiskal lainnya adalah dengan menggunakan formula berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 226 tahun 2012. Didefinisikan bahwa kapasitas fiskal daerah adalah gambaran kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum APBD (tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, Dana Pinjaman Lama, dan Penerimaan Lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Dalam laporan ini, formula tersebut sedikit diadaptasi dengan mengganti variabel jumlah penduduk miskin oleh jumlah penduduk dan menggunakan nilai riil.
34
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Gambar 2.10. Kapasitas fiskal Provinsi Gorontalo mengalami penurunan (2011=100) 2,000,000
10% 1,603,535
1,528,904
1,515,583
1,500,000
1,571,663 3.7%
1,506,123 1,264,367
-0.9% 1,000,000
0%
-4.2%
-4.7%
-10%
500,000 2007
2008
2009
Kapasitas Fiskal (sumbu kiri)
2010
2011
-16.1% 1 -20% 2012*
% pertumbuhan KF (sumbu kanan)
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013)
2.2.4. Kesimpulan • Kapasitas fiskal pemerintah daerah di Gorontalo mengalami penurunan dan memiliki fluktuasi keuangan daerah yang cukup besar.
• Kemandirian keuangan daerah Gorontalo meningkat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gorontalo cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kontribusi PAD terbesar bersumber dari pajak daerah, khususnya dari pemerintah provinsi. Penyumbang terbesar terhadap PAD Gorontalo adalah pajak yang berkaitan kendaraan bermotor dan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
• Walaupun meningkat, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di level provinsi dan kabupaten/kota di Gorontalo lebih rendah dari komponen pendapatan lainnya. Peningkatan PAD yang dicapai Gorontalo masih belum memenuhi target RPJMD dan saat ini masih merupakan salah satu yang terendah di Indonesia.
2.2.5. Rekomendasi • Perencanaan keuangan yang lebih baik, khususnya dalam mengestimasi pendapatan daerah agar dapat mengurangi fluktuasi anggaran
• Pemerintah daerah harus mulai mempertimbangkan pilihan-pilihan PAD lain untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber-sumber utama. Rendahnya kapasitas fiskal dapat teratasi dengan mengefisienkan belanja pegawai dan mengurangi penyertaan modal (APBD) di bank pembangunan daerah untuk pembiayaan pembangunan yang produktif.
• Mengoptimalkan upaya peningkatan PAD dengan menganalisis potensi pendapatan daerah.
35
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
2.3. Belanja Daerah Memasuki dasawarsa kedua sejak terbentuk, belanja pemerintah untuk Gorontalo terus meningkat. Sama seperti sejak awal terbentuknya provinsi ini, belanja pemerintah terus meningkat. Belanja pemerintah daerah yang meliputi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, meningkat dari Rp 2,6 triliun menjadi Rp 3,7 triliun dengan rata-rata pertumbuhan 8 persen per tahun. Secara rata-rata, belanja pemerintah daerah menyumbang 60 persen dari seluruh belanja pemerintah untuk provinsi Gorontalo. Di tahun 2012, tingkat belanja pemerintah daerah per kapita Gorontalo lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Belanja daerah per kapita, yang meliputi belanja perkapita pemerintah provinsi dan kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh provinsi. Belanja per kapita Gorontalo mencapai Rp 2,6 juta perorang untuk anggaran 2012, sedangkan secara nasional belanja per kapita pemerintah daerah adalah Rp 1,7 juta perorang. Gambar 2.11. Belanja pemerintah daerah Gorontalo lebih tinggi dari belanja rata-rata pemerintah daerah di Indonesia. 12
Rp Juta
10 8 6 4 2
Ja
w
a Ba Ja Ba rat w nt Ja a T en w im a Nu DI L Ten ur sa .Y Y am ga Te og pu h ng ya ng ga ka ra rta Su B m Na ara Su at si t l e o S aw ra n Nu um es Ut al sa at i Se ara te era la t Ka ngg Se an lim ar lat a a Su ant Tim n m an u at B r er ar a at Ba ra t Su B la J ali w am es S Ka ula DK i Ba bi lim we I Ja ra an si ka t ta Ten rta n g se a Go latah ro n n Su Ben talo Ke la g pu S w ku ei lu la ula Ut ua w a n es Ba i T R ra ng en ia ka gg u Be ara li Ke pu M tun la al g Ka ua uk lim n u Ri an ta A au n Ka M T ce lim alu en h an ku gah at Ut an ar Ti a m Pa Pa ur pu pu a a Ba ra t
0
Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan data Kementerian Keuangan (2012)
Belanja pemerintah pusat memiliki peran yang penting bagi pembangunan Gorontalo. Dalam periode 2007-2012, pemerintah pusat menyumbang secara rata-rata 40 persen dari seluruh belanja publik di Gorontalo. Belanja pemerintah pusat di Gorontalo meningkat dari Rp 1,6 triliun ditahun 2007 menjadi Rp 2,5 triliun ditahun 2012. Sebagian besar belanja tersebut dibelanjakan melalui Kantor Daerah dan diikuti oleh Kantor Pusat. Sekitar 20 persen dari belanja permerintah pusat disalurkan melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
36
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Gambar 2.12. Walaupun belanja publik untuk Gorontalo terus meningkat, porsi belanja pemerintah daerah tetap stabil di sekitar 60 persen. 70%
3
6
60%
3
5
50%
2
4
40%
3
30%
2
20%
1
10%
-
0%
63%
59% 58% 60% 59% 60%
2007 2008 2009 2010 2011 2012* Belanja Pusat di Gorontalo Belanja Kab/Kota Belanja Provinsi % Belanja Pemda thd Keseluruhan
Trillions
Rp triliun
7
2 1 1 0 2007
2008
2009
Kantor Daerah Urusan Bersama Tugas Pembantuan
2010
2011
Kantor Pusat Dekonsentrasi
Sumber: diolah berdasarkan database Gorontalo PEA, Universitas Gorontalo (2013)
Sebagian besar belanja daerah di Gorontalo dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Seluruh pemerintah Kabupaten/Kota mengelola lebih dari 80 persen secara rata-rata. Secara jumlah, terjadi pertumbuhan 41 persen dalam kurun waktu 5 tahun, sehingga rata-rata belanja Kabupaten/ Kota meningkat 8 persen secara riil pertahun. Di lain pihak belanja pemerintah provisi mengalami penurunan secara riil sebesar 1 persen pertahun.
2.3. 1. Belanja Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi dan Urusan Target rasio belanja tidak langsung dan langsung Pemerintah Provinsi Gorontalo 20072012 tidak tercapai. Dalam kerangka umum anggaran RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012, Pemerintah Provinsi menetapkan bahwa pada akhir 2012, rasio belanja tidak langsung terhadap belanja langsung adalah 30:70. Artinya belanja tidak langsung hanya sebesar 30 persen dari total belanja pemerintah. Dengan belanja tidak langsung yang sebesar 30 persen, berarti ada 70 persen belanja yang bisa ditujukan pada penyediaan pelayanan secara langsung kepada masyarakat. Namun data menunjukkan bahwa justru proporsi belanja tidak langsung semakin membesar sejak tahun 2007. Hal yang sama juga ditemui di tingkap Pemerintah Provinsi dimana proporsi belanja tidak langsung semakin besar, bahkan lebih besar dari tingkat Pemerintah Provinsi.
37
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 2.13. Rasio belanja tidak langsung terhadap belanja langsung dalam kerangka umum RPJMD 2007-2012 tidak tercapai 3,500 Dalam Rp miliar
3,000 2,500 2,000 1,500 1,000
ProvinsiK
2012*
2011
2010
2009
2008
2007
2012*
2011
2010
2009
2008
-
2007
500
ab/Kota
Belanja tidak langsung
Rasio belanja tidak langsung : langsung
Belanja Langsung
Target rasio belanja tidak langsung:belanja langsung (30:70) RPJMD Provinsi 2007-2012
Kabupaten/Kota mengalami peningkatan belanja tidak langsung. Seluruh kabupaten/kota mengalami peningkatan proporsi belanja tidak langsung dalam periode 2007-2012. Peningkatan tersebut menyebabkan porsi belanja tidak langsung menjadi lebih besar daripada belanja langsung. Gorontalo Utara merupakan satu-satunya kabupaten/kota yang porsi belanja langsungnya lebih besar daripada belanja tidak langsung. Sebagai Kabupaten yang baru terbentuk , Gorontalo Utara memerlukan pembangunan inftrastruktur dasar yang terlihat dari besarnya belanja modal oleh dinas pekerjaan umum. Pada tahun 2011, belanja modal Pekerjaan Umum mencapai Rp 104 miliar, dan diperkirakan melebihi Rp 130 miliar secara riil ditahun berikutnya. Peningkatan belanja tidak langsung di sebabkan oleh peningkatan belanja pegawai. Seiring dengan peningkatan belanja, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, komposisi belanja juga mengalami perubahan. Ditingkat provinsi, belanja modal turun dari 35 persen di tahun 2007 menjadi 19 persen di tahun 2012. Belanja pegawai meningkat dari 24 persen menjadi 31 persen di tahun 2012. Belanja barang dan jasa menjadi komponen terbesar di tingkat provinsi, sedikit diatas belanja pegawai. Ditingkat kabupaten/kota, belanja modal terus menurun sedangkan belanja pegawai terus meningkat. Peningkatan ini didorong oleh belanja pegawai tidak langsung yang meningkat dari Rp 617 miliar dan diperkirakan menjadi sekitar Rp 1,5 triliun ditahun 2012.
38
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Gambar 2.14. Belanja Pegawai merupakan komponen terbesar dalam belanja pemerintah daerah 55% 54% 55% 60%
3,500 46% 46%
Rp miliar
3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500
50%
41% 33% 35% 35 5% 27% 26% 24% 4 4% 29% 9 29% 9%
40%
30% 31% 3 34%
30% 30% 32%
19% 20% 19%
25% 20% 23% 24% 10%
-
0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* * 2007 2008 2009 2010 2011 2012* * Provinsi
Kab/Kota
Belanja Pegawai Langsung Belanja Modal % Belanja Pegawai Belanja Pegawai Tidak langsung
Belanja Tidak Langsung lainnya Belanja Barang dan Jasa % Belanja Modal
Sumber: Diolah berdasarkan database Gorontalo PEA, Universitas Gorontalo (2013)
Billions
Gambar 2.15. Selama 2007-2012 Belanja Pegawai meningkat secara riil dan proporsi 400 350
60%
Pegawai (L) Rasio belanja pegawai
50%
300 40%
250 200
30%
150
20%
100 10%
50 0
0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Provinsi
Kabupaten/Kota
Sumber: Diolah berdasarkan database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013)
Tingginya belanja pegawai disebagian besar disebabkan oleh besarnya belanja gaji pegawai fungsional. Pegawai fungsional adalah pegawai yang melaksanakan fungsi pelayanan publik secara langsung, seperti guru, dokter, dan bidan. Secara Rata-rata belanja pegawai di kabupaten/kota selama tahun 2007-2012 adalah 49 persen dari total belanja. Tingginya belanja pegawai pada pemerintah kabupaten/kota tidak terlepas dari besarnya jumlah pegawai yang harus dibiayai, terutama belanja pegawai untuk tenaga kependidikan dan tenaga medis yang pada umumnya mendominasi jumlah pegawai di kabupaten/kota.
39
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 2.16. Belanja Pegawai per kapita yang bervariasi dan komposisi gender pegawai Belanja pegawai perkapita
90%
6000
80%
2000 20
40%
0
30%
ne Bo
Belanja Pegawai (TL) per kapita (kiri) Jumlah pegawai (kanan)
50%
1000
Bo Po lan g Ko huw o ta an Go t ro o nt Go Go alo ro ron nt al talo o Ut a Pr ra ov in Bo si al em o
-
60%
Pegawai gaw Laki-laki ki-
20% 10% 0%
Kota Gorontalo
3000
40
Gorontalo
4000
Pohuwato
60
Pegawai gaw Perempua empuan
70%
Gorontalo Utara
5000
Boalemo
80
100%
7000
Provinsi
Juta
100
8000
Bone Bolango
120
Komposisi pegawai
Sumber: diolah berdasarkan Database PEA Gorontalo Update, Universitas Gorontalo (2013)
Belanja menurut urusan masih di dominasi oleh belanja Pemerintahan Umum dan Pendidikan. Belanja Pendidikan yang merupakan prioritas pembangunan provinsi yang tercermin dalam RPJMD 2007-2012. Belanja sektor pendidikan cenderung meningkat dari tahun 2007-2011 dan merupakan sektor dengan alokasi belanja terbesar di tingkat Kabupaten/Kota. Alokasi belanja sektor pendidikan tahun 2007 sebesar Rp 324,6 miliar yang kemudian meningkat menjadi Rp 1,24 triliun di tahun 2011. Rata-rata belanja sektor pendidikan konsolidasi tahun 2007-2011 adalah sebesar 22,7 persen dari total belanja. Secara konsolidasi ini sudah mencapai target RPJMD 20072012, yang telah melampaui 20 persen sejak tahun 2008. Pada tingkat kabupaten/kota target ini telah terpenuhi, namun pada tingkat provinsi masih rendah. Belanja urusan pendidikan ratarata untuk periode 2007-2012 adalah 7,6 persen. Namun yang harus diperhatikan adalah belanja pendidikan yang disalurkan melalui belanja transfer Pemerintah Provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota yang tidak tercatat sebagai belanja urusan pendidikan.17
17 Hasil observasi memperlihatkan bahwa praktek belanja sektoral yang disalurkan melalui belanja transfer kepada Kabupaten/Kota banyak dilakukan. Hal ini juga ditunjukkan oleh laporan-laporan PEA lain di provinsi-provinsi program PEACH. Untuk Gorontalo, detil belanja transfer tersebut tidak tersedia sehingga analisis lebih lanjut tidak dapat dilakukan.
40
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Gambar 2.17. Pertumbuhan Belanja Pendidikan menekan Belanja Infrastruktur di tingkat Kabupaten/Kota 100%
6% 22%
24%
22%
80% 60% 40% 20% 0%
25%
24%
39% 30% 6% 31% 3% 8%
32%
7%
39%
4%
26%
26%
2% 8%
3% 7%
40%
39%
5% 27%
7%
7%
17%
16%
3% 8%
3% 9%
2007 2008 2009 2010 2011 2012* *
6% 20%
16%
28%
31%
32%
4%
3%
20%
18%
3% 12%
8%
9%
10%
24%
25%
27%
14%
21%
28% 26% 3% 13%
4% 10%
10%
9%
32%
30%
2007 2008 2009 2010 2011 2012* *
Provinsi Pendidikan Kesehatan Infrastruktur
14%
35%
40%
3% 11% 2% 5%
15%
Kab/Kota Pertanian Pemerintahan Umum Lain-lain
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo 2013
Belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terus meningkat sedangkan di tingkat kabupaten/kota mengalami penurunan. Ditingkat provinsi, belanja administrasi umum merupakan komponen belanja urusan terbesar. Dari periode 2007-2012, belanja pemerintahan umum meningkat dari 30 persen menjadi 40 persen. Disisi pemerintah kabupaten/kota, proporsi belanja administrasi umum justru menurun dari 35 persen menjadi 26 persen. Secara umum, ini menunjukkan perbedaan fungsi yang dimiliki oleh provinsi dan kabupaten/kota. Fungsi utama Pemerintah Provinsi adalah koordinasi sedangkan kabupaten/kota adalah ujung tombak penyedia pelayanan dasar. Di tingkat kabupaten/kota, peningkatan belanja pendidikan dan kesehatan menekan proporsi pemerintahan umum dan infrastruktur. Belanja pendidikan dan kesehatan meningkat dari 26 persen menjadi 39 persen di tahun 2012. Masing masing urusan mengalami peningkatan belanja riil sebesar 50 persen dalam kurun waktu 5 tahun. Peningkatan ini merupakan hal yang positif karena sumber daya fiskal untuk membiayai pelayanan dasar untuk pendidikan dan kesehatan menjadi meningkat. Belanja pemerintah daerah terhadap infrastruktur berkurang cukup drastis. Infrastruktur dasar yang dibelanjakan melalui dinas pekerjaan umum mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 2007-2012, proporsi belanja infrastruktur turun ditingkat Provinsi turun dari 31 persen menjadi 16 persen, sedangkan di tingkat kabupaten/kota turun dari 27 persen menjadi hanya 10 persen dari total belanja pemerintah kabupaten/kota. Nilai belanja infrastruktur secara riil berkurang drastis dari Rp 260 miliar menjadi Rp 110 miliar ditingkat provinsi dan Rp 659 miliar menjadi Rp 355 miliar ditingkat kabupaten/kota. Kecenderungan ini harus diperhatikan oleh para setiap pemerintah daerah karena dapat menghambat kebijakan pemerintah provinsi yang
41
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
bermaksud untuk mengembangkan perekonomian kerakyatan serta perluasan akses masyarakat terhadap pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut sangat diperlukan infrastruktur dasar yang memadai. Selain itu, porsi belanja pemerintahan umum juga berkurang dari 35 persen menjadi 26 persen.
2.3.2. Belanja Kabupaten/Kota Ketersediaan sumber daya fiskal di Gorontalo tidak merata. Ketidakmerataan ini menyebabkan belanja per kapita pemerintah kabupaten/kota di Gorontalo bervariasi walaupun perbedaan antar kabupaten/kota semakin kecil. Gorontalo sebagai kabupaten yang baru terbentuk ditahun 2007 memiliki belanja per kapita tertinggi di tahun 2012. Diperkirakan belanja per kapitanya mencapai Rp 4,58 juta dari Rp 1,7 juta ditahun 2008 ketika masih mendapat anggaran persiapan. Belanja per kapita terendah di alami oleh Kabupaten Gorontalo walaupun memiliki total belanja pemerintah daerah yang paling besar dibanding kabupaten/kota lainnya. yang memiliki jumlah penduduk terbesar dan populasi masyarakat miskin terbanyak.
Belanja Langsung
Pohuwato
Belanja Tidak Langsung
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Gorontalo Utara
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Bone Bolano Gorontalo
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Boalemo
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
900 800 700 600 500 400 300 200 100 -
2007 2008 2009 2010 2011 2012*
Gambar 2.18. Belanja perkapita kabupaten/kota tidak merata walaupun perbedaan semakin kecil
Kota Gorontalo
Provinsi Gorontalo
5,000,000 4,500,000 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 -
Belanja per kapita
Sumber :Badan Keuangan Provinsi Dan Kabupaten/Kota Gorontalo, 2012. Data Olahan Tim Update PEA Universitas Gorontalo
Meningkatnya anggaran pemerintah daerah di Gorontalo tidak diikuti oleh meningkatnya fleksibilitas anggaran. Fleksibilitas anggaran atau diskresi fiskal18 adalah ketersediaan ruang fiskal yang biasanya diukur dengan besarnya anggaran diskresi. Semakin besar anggaran diskresi yang tersedia maka semakin fleksibel kebijakan fiskal untuk disesuaikan dengan situasi yang dihadapi tanpa harus mempengaruhi kesinambungan fiskal dalam jangka panjang. Di Gorontalo diskresi fiskal pemerintah kabupaten/kota lebih rendah dari Pemerintah Provinsi dan terus menurun sejak 2007.
18 Diskresi fiskal = (Total pendapatan – (Belanja Pegawai Tidak Langsung + DAK + Dana Penyesuaian + Belanja Bantuan Keuangan + Belanja Hibah))/Total Pendapatan.
42
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
Gambar 2.19. Diskresi Fiskal Pemerintah Daerah semakin menurun 66%
70%
60%
60%
58%
54%
50%
49%
50% 40%
47% 36%
30%
35% 30%
20%
25%
24%
2011
2012*
10% 0% 2007
2,008
2009 Provinsi
2,010 Kabupaten/Kota
Sumber: PDKD Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013)
2.3.3. Kesimpulan • Memasuki dasawarsa kedua sejak terbentuk, belanja pemerintah untuk Gorontalo terus meningkat. Di tahun 2012, tingkat belanja pemerintah daerah Gorontalo lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Sebagian besar belanja daerah di Gorontalo dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Belanja pemerintah pusat di Gorontalo masih tergolong besar walaupun tidak sebesar belanja pemerintah kabupaten/kota.
• Kabupaten/Kota mengalami peningkatan belanja tidak langsung. Peningkatan belanja tidak langsung di sebabkan oleh peningkatan belanja pegawai. Tingginya belanja pegawai disebagian besar disebabkan oleh belanja gaji pegawai fungsional, khususnya dibidang pendidikan dan kesehatan.
• Belanja menurut urusan masih di dominasi oleh belanja Pemerintahan Umum dan Pendidikan. Belanja Pemerintahan Umum di tingkat provinsi terus meningkat sedangkan di tingkat kabupaten/kota mengalami penurunan. Ditingkat kabupaten/kota, peningkatan Belanja Pendidikan dan Belanja Kesehatan menekan proporsi Belanja Pemerintahan Umum dan Belanja Infrastruktur. Belanja pemerintah daerah terhadap infrastruktur berkurang cukup drastis.
• Meningkatnya anggaran pemerintah daerah di Gorontalo tidak diikuti oleh meningkatnya fleksibilitas anggaran
43
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
2.3.4. Rekomendasi • Pemerintah Provinsi harus menjalankan fungsi koordinasi untuk menghindari tumpang tindih belanja antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dan menghindari terjadinya kekurangan/kelebihan pendanaan.
• Peningkatan belanja tidak langsung yang disebabkan oleh peningkatan Belanja Pegawai perlu di evaluasi secara relatif dibandingkan provinsi-provinsi lain. Disisi lain, peningkatan belanja pegawai adalah untuk pegawai fungsional, atau yang menyediakan pelayanan public secara langsung harus dapat dijustifikasi.
• Pemerintah perlu meningkatkan efisiensi dalam pos belanja pegawai mengingat Gaji PNS akan mengalami kenaikan nominal 10 persen dan berkala 2,5 persen secara riil.
• Keterbatasan fleksibilitas anggaran berarti pemerintah daerah Gorontalo harus lebih efektif dan efisien dalam belanja daerahnya. Prioritasi yang jelas sangat diperlukan dalam perencanaan daerah.
44
Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo
45
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
Pendidikan adalah salah satu prioritas pembangunan provinsi Gorontalo. Dalam laporan ini, pendidikan merupakan satu dari dua urusan yang dibahas secara khusus dalam bagian Sector-Wide Expenditure Analysis (SWEA). Bab ini membahasa berbagai aspek dari pendidikan di Gorontalo, bagian pertama membahas kebijakan pendidikan pada tingkat provinsi, bagian kedua membahas sisi belanja, dan bagian ketiga membahas kinerja pencapaian sektoral. Dibagian akhir bab ini akan membahas tentang program pendidikan gratis di Gorontalo, dan ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi.
3.1. Kebijakan Pendidikan Inovasi pendidikan adalah kebijakan pendidikan di Gorontalo yang salah satu fokusnya adalah ketersediaan layanan pendidikan. Inovasi Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam Visi Provinsi Gorontalo sebagai Provinsi Inovasi yang tertuang dalam RPJMD 2007-2012. Inovasi Pendidikan ini diterjemahkan ke dalam sembilan program inovatif pendidikan Pemerintah Provinsi.19 Program-program tersebut bertujuan untuk memenuhi ketersediaan layanan pendidikan bagi masyarakat Gorontalo.20 Pada periode 2012-2017, visi pendidikan diarahkan pada peningkatan layanan pendidikan yang berkualitas. Visi pendidikan ini diterjemahkan ke dalam 4 misi yang mencakup aspek pemerataan pendidikan gratis, profesionalisme pelaku pendidikan, tata kelola yang transparan, partisipatif dan responsif gender, serta harmonisasi kebijakan dan pembiayaan pendidikan. Gambar 3.1.
Visi
Visi dan Misi Pembangunan Pendidikan Gorontalo 2007-2012
Gorontalo Cerdas 2019
MISI
Mewujudkan j masyarakat y terdidik,, tterampil, p, inovatif dan berdaya saing
Agenda
Inovasi SDM yang yg berorientasi wirausaha,, mandiri dan religius
Sasaran: (a) Meningkatnya kompetensi dan relevansi SDM untuk mendukung tujuan strategis (b) Meningkatnya taraf pendidikan masyarakat Provinsi Gorontalo Sumber : RPJMD 2007-2012, RPJMD 2012-2012 dan Renstra Dikpora 2006-2012
19 Program pendidikan ini selalu ada di setiap tahun RPJMD baik periode 2001-2006, RPJMD 2007-2012 maupun RPJMD 2012-2017. Kesembilan program inovatif ini adalah: (a) Pengembangan Pendidikan Berbasis Kawasan (PBK) secara terpadu; (b) pemberdayaan potensi pemuda gorontalo berbasis enterpreneur; (c) penerapan Teknologi Informasi Komunikasi (ICT); (d) pemberian beasiswa Gorontalo SIAP dan Gorontalo Unggul; (e) pemberian tunjangan kinerja bagi guru di daerah terpencil; (f) penuntasan WAJAR Pendidikan Dasar 9 tahun; (g) penuntasan buta aksara ; (h) Ujian Nasional; dan (i) pembangunan unit sekolah baru. 20 Ketersediaan layanan pendidikan yang dimaksud berupa : (a) fasilitas pendidikan dasar dan menengah di setiap kecamatan; (b) implementasi Pendidikan Berbasis Kawasan diseluruh jenjang pendidikan; (c) tersedianya pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualifikasi S1 serta memenuhi standar kompetensi; (d) tersedianya fasilitas pembinaan pemuda dan pengembangan olahraga di setiap kecamatan; serta (e) tersedianya dokumentasi produk budaya dan adat istiadat daerah yang menunjang pembangunan daerah.
47
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
3.2. Belanja Pendidikan Belanja Pendidikan di Gorontalo terus meningkat. Selama periode 2007-2012 Belanja Pendidikan konsolidasi di Provinsi Gorontalo tumbuh rata-rata 21 persen per tahun. Belanja ini meliputi belanja pemerintah daerah dan belanja pemerintah pusat melalui belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Belanja konsolidasi pendidikan meningkat dari Rp. 685 miliar (2007) menjadi Rp. 1,295 triliun (2012). Dari sisi belanja pemerintah daerah, belanja pendidikan meningkat dari Rp 554 miliar menjadi Rp 1,128 triliun dengan peningkatan rata-rata 21 persen pertahun. Secara proporsi, belanja pendidikan daerah terhadap total belanja daerah yang meningkat dari 17 persen menjadi 27 persen. Belanja Pendidikan Pemerintah Provinsi stabil dengan rata-rata 8 persen sedangkan di tingkat kabupaten/kota meningkat dari 20 persen menjadi 30 persen dengan ratarata sebesar 26 persen. Gambar 3.2.
Peningkatan belanja pendidikan disebabkan oleh meningkatnya belanja pada tingkat kabupaten/kota
Trend belanja pendidikan 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 -
87% 87% 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 81% 81%
75% 78%
Provinsi Pusat (Dekon/TP)
Proporsi belanja pendidikan 60% 50% 40% 30%
20%
24%
25%
27%
32%
30%
20% 10% 0%
Kab/Kota % Belanja Pemda
2007 2008 2009 2010 2011 2012* % Belanja Pendidikan Provinsi % Belanja Pendidikan Kabupaten % Belanja Pendidikan Pusat (Dekon/TP)
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013).
Kabupaten/Kota memiliki peranan yang besar dalam sektor pendidikan. Dari segi belanja pendidikan, pemerintahkabupaten/kota merupakan penyumbang terbesar Belanja Pendidikan di Provinsi Gorontalo. Proporsi belanja Kabupaten/Kota membesar dari 71 persen (2007) menjadi 84 persen (2012) dari total belanja pusat,21 provinsi, dan kabupaten/kota. Peran besar kabupaten/ kota adalah menyediakan pelayanan pendidikan dasar (SD and SMP). Disisi lain, belanja pemerintah pusat melalui Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mengalami penurunan proporsi dari 19 persen (2007) menjadi 10 persen (2012). Kewenangan pengelolaan pendidikan yang berbeda antar Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota memberi porsi yang berbeda dalam struktur belanja pendidikan. Belanja pendidikan Pemerintah Provinsi sebagaian besar dibelanjakan untuk barang dan jasa. 21 Belanja pemerintah pusat mencakup Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
48
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
Belanja barang dan jasa pendidikan dalam lima tahun terakhir (2007-2011) rata-rata berkisar diatas 50 persen, dan tertinggi terjadi ditahun 2010. Peningkatan belanja barang dan jasa diiringi oleh penurunan belanja modal yang cukup signifikan. Berbeda dengan Pemerintah Provinsi, belanja pendidikan di tingkat kabupaten/kota sebagian besar dibelanjakan untuk belanja pegawai. Dalam periode 2007-2012, belanja pegawai di tingkat kabupaten/kota konsisten di atas 75 persen dari total belanja pendidikan di tingkat pemerintah kabupaten/kota. Dalam lima tahun, belanja pendidikan kabupaten/kota meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan belanja pegawai langsung dan tidak langsung, serta belanja barang dan jasa yang meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil. Belanja modal juga mengalami pertumbuhan riil dari Rp 87 miliar (2007) menjadi 133 miliar (2011). Secara proporsi, lebih dari 75 persen dari total belanja pendidikan kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja gaji pegawai. Besarnya proporsi belanja gaji pegawai di kabupaten/kota karena adanya komponen gaji guru yang cukup besar. Realisasi belanja pegawai langsung di tingkat Kabupaten/ Kota mencapai 75,7 persen dari total belanja pendidikan, sedangkan belanja pegawai tidak langsung hanya sekitar 3,4 persen. Gambar 3.3.
Komponen belanja pegawai terus meningkat
100% 80% 60% 40% 20% 0% 2,007
2,008
2,009
2,010
2,011
2,007
Provinsi Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
2,008
2,009
2,010
2,011
Kabupaten/Kota Belanja Pegawai (L)
Belanja Pegawai (TL)
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013)
Peningkatan belanja pendidikan pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan kesenjangan sumber daya fiskal untuk pendidikan mengecil. Peningkatan belanja pendidikan -- khususnya di daerah-daerah yang memiliki Belanja Pendidikan per kapita rendah – menyebabkan kesenjangan belanja pendidikan antara kabupaten/kota menjadi lebih kecil. Daerahdaerah ini adalah Kabupaten Gorontalo dan Boalemo, serta Gorontalo Utara yang baru terbentuk.
49
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 3.4. 1,200,000
Belanja pendidikan per kapita terus meningkat 1,106,210 970,236
1,075,475
1,075,128
1,102,871
918,544
1,000,000 800,000 600,000 400,000 -
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
200,000
Kab. Boalemo
Kab. Bone Bolango
Belanja Barang dan Jasa
Kab. Gorontalo Kab. Gorontalo Kab. Utara Pohuwato
Belanja Modal
Belanja Pegawai (L)
Kota Gorontalo
Belanja Pegawai (TL)
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) Catatan: Data 2007 untuk Kab. Boalemo, Pohuwato, Kota Gorontalo, dan Gorontalo Utara tidak tersedia.
Alokasi belanja program pendidikan Gorontalo mengalami peningkatan rata-rata 9,5 persen per tahun. Peningkatan ini seiring dengan prioritas program unggulan Pemerintah Provinsi Gorontalo di sektor pendidikan sebagaimana tercantum dalam RPJMD 2007-2012. Alokasi belanja program pendidikan yang difokuskan pada pencapaian target ke-2 MDGs (Pendidikan Dasar untuk semua) sebesar 3, 8 persen.22 Belanja program pendidikan ditingkat provinsi sangat fluktuatif. Tidak terlihat adanya konsistensi belanja program dari tahun ke tahun. Sebagian besar belanja program pendidikan Gorontalo dialokasikan untuk dua program. Kedua program yaitu Program Pendidikan Menengah serta Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Progam lain yang mendapat alokasi cukup besar adalah Program Pendidikan Berbasis Kawasan (PBK). 23 yang muncul pada tahun 2010 dengan realisasi belanja Rp. 2,6 miliar dan Program Semua Bisa Sekolah (SBS) yang digagas pada tahun 2011 dengan anggaran Rp. 21 miliar. Program PBK adalah program yang bertujuan untuk mendukung sektor pertanian dan sektor perikanan dan kelautan. Pendidikan berbasis pertanian misalnya diperkenalkan melalui kurikulum sekolah pada daerah basis pertanian Gorontalo seperti Pohuwato, Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, dan Gorontalo Utara. Saat ini terdapat lima sekolah SMK Pertanian dan Perikanan yang telah dirintis oleh Provinsi Gorontalo.
22 Perhitungan ini berdasarkan data RKA SKPD di lingkungan pemerintah provinsi Gorontalo tahun 2012. Sekretariat Percepatan pencapaian MDGs Provinsi Gorontalo, 2013 23 Pendidikan Berbasis Kawasan (PBK) adalah untuk mendukung upaya pemerintah daerah meningkatkan sektor pertanian dan perikanan-kelautan. Pendidikan berbasis pertanian misalnya di perkenalkan melalui pendidikan jalur formal SDSMA pada wilayah-wilayah unggulan lahan pertanian (Pohuwato, Boalemo, Kanbupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Gorontalo Utara, demikian pula untuk wilayah pesisir. Terdapat 5 (lima) sekolah SMK pertanian dan perikanan yang telah dirintis yang tersebar di wilayah Propinsi Gorontalo. Sedangkan Program Semua Bisa Sekolah (SBS) adalah program pemberian bea siswa miskin untuk memastikan bahwa semua anak usia sekolah mengenyam pendidikan.
50
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
Belanja program Pemerintah Provinsi
Trend belanja program provinsi 100%
0%
0%
0%
0%
20% 10%
35% 19%
0% % 5% % 13%
36%
25
Program Semua Bisa Sekolah
19% 90% 15% 21% 25% 1% % 39% 80% 3% % 12% 70% 31% % 19% 6% 60% 10% 43% 7% % 17% 50% 0% % 10% 16% 10% 40% 9% % 2% % 31% 30% 7% % 8% % 7% %
Klasifikasi belanja program pendidikan provinsi (2011)
7% % 4% %
Program g Pendidikan Tinggi/ Politeknik Program g gg Peningkatan g Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program g Pengelolaan Keragaman Budaya
Dalam Rp milyar
Gambar 3.5.
20 15
Modal
10
Barangjasa Pegawai
5
Program Pendidikan Menengah 0 Program gg Peningkatan Pendidikan dan Pengembangan g Sumber Daya Masyarakat Program gj Wajib Belajar j Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
13% Program lainnya
0% 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: estimasi staff Bank Dunia berdasarkan database PEA Update Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013).
Belanja pendidikan pada tingkat kabupaten/kota dialokasikan untuk Program Penuntasan Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun. Sebagai contoh, alokasi belanja Program WAJAR 9 tahun di Kabupaten Gorontalo mencapai 93 persen (Rp 60,6 miliar) dari total belanja langsung pendidikan. Komposisi belanja program pendidikan pada tingkat kabupaten/kota lebih difokuskan pada urusan wajib dan kewenangan pemerintah daerah (kabupaten/kota). Beberapa program pendidikan di Gorontalo mengandalkan pembiayaan dari pusat. Program-program yang terkait dengan pendidikan usia dini dan pendidikan informal mengandalkan belanja pemerintah pusat. Program-program ini merupakan Porsi belanja pemerintah daerah untuk program-program tersebut berkisar antara 10-30 persen dari total Belanja Pendidikan Gorontalo. Alokasi APBD untuk belanja Program Pendidikan Anak Usia Dini dan Non-Formal pada tahun 2012 sebesar Rp. 2,3 miliar, sementara yang bersumber dari transfer pusat sebesar Rp. 30,9 miliar.
51
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 3.6.
Belanja pendidikan pemerintah pusat di Gorontalo terus meningkat, dengan fokus di pendidikan tinggi dan pendidikan agama.
Trend belanja pendidikan pemerintah pusat 700
Pemuda Pendidikan dan PAUD dan Olahraga a menengah Peningkatan Non-formal 1% 7% Mutu 3% % 6%
600 500 Billions
Program pendidikan pemerintah pusat.
400 300
Pendidikan Tinggi 37%
200
Pendidikan Dasar 14%
100
Pendidikan Agama 32%
0 2007
2008
Kantor Pusat Kantor Daerah
2009
2010
2011
Dekonsentrasi Tugas Pembantuan
Sumber: diolah berdasarkan data Kementerian Keuangan (2013)
Tabel 3.1. Belanja Program Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal tahun 2012 Jenis Kegiatan
APBD
APBN
Penyediaan Layanan Kursus dan Pelatihan
365,612,225
2,937,391,000
Penyediaan Layanan PAUD
708,290,500
16,151,220,000
Penyediaan dan Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non 479,281,850 Formal
6,823,825,000
Penyediaan Layanan Pendidikan Masyarakat
4,486,495,000
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya 776,973,000 Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal, dan Informal Jumlah
2,330,157,575
584,503,000 30,983,434,000
Sumber : Dikpora Provinsi Gorontalo, 2012
Pemerintah di Provinsi Gorontalo masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan kualitas perencanaan di sektor pendidikan. Kesadaran akan tanggungjawab urusan pendidikan di daerah dirasa membaik seiring dengan hadirnya berbagai regulasi. Namun hal itu belum diikuti oleh peningkatan kualitas perencanaan pendidikan baik dalam jangka pendek (RKA-SKPD), jangka menengah (Renstra SKPD) maupun jangka panjang (RPJP). Perencanaan dalam dokumen-dokumen tersebut belum terintegrasi dan berkesinambungan, dan terkadang belum berdasarkan atas kebutuhan atau permasalahan pendidikan. Hal ini menyebabkan belum maksimalnya kontribusi belanja pendidikan terhadap peningkatan kualitas capaian.
52
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
3.3. Kinerja dan Output Pendidikan Gorontalo mengalami kemajuan signifikan dalam capaian sektor pendidikan. Pada awal terbentuknya provinsi Gorontalo, hampir seluruh indikator pendidikannya lebih rendah daripada provinsi lain di Sulawesi. Setelah itu Provinsi Gorontalo memperlihatkan kemajuan yang baik di bidang pendidikan. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari peningkatan indikator seperti Angka Partisipasi Murni (APM), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Melek Huruf (AMH). Gorontalo telah berhasil meningkatkan akses terhadap pendidikan menengah, khususnya untuk kelompok miskin. Perluasan akses pendidikan yang menjadi salah satu fokus dalam RPJMD 2007-2012 terlihat memberikan hasil di Gorontalo. Secara umum, akses pelayanan pendidikan menengah bagi kelompok miskin meningkat. Untuk tingkat SMP, akses meningkat secara keseluruhan ditambah dengan peningkatan akses yang lebih besar untuk kelompok miskin. Untuk tingkat SMA, akses kelompok miskin meningkat namun akses bagi kelompok-kelompok diatasnya mengalami penurunan. Hal positif yang bisa diambil adalah kesenjangan akses justru mengalami penurunan. Gambar 3.7.
Gorontalo berhasil meningkatkan APM SD dan memperkecil kesenjangan antar kabupaten/kota
96
95 93
94 92.2 92
91 89 87
90
85 88 86
83 87.3
81 79
84
77 75
82 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Gorontalo Nasional
Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Boalemo Kota Gorontalo Pohuwato Prov. Gorontalo
Gorontalo Bone Bolango Gorontalo Utara
Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan data Susenas, BPS (berbagai tahun)
Gorontalo telah berhasil meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk pendidikan dasar. Angka Partisipasi Murni SD Gorontalo meningkat dari 87,3 persen pada tahun 2003 menjadi salah satu yang tertinggi di Sulawesi pada tahun 2012, sebesar 92,2 persen. Di tingkat kabupaten/ kota, Pohuwato dan Kota Gorontalo menjadi daerah yang selama beberapa tahun terakhir memiliki APM SD di bawah kabupaten lainnya. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah Kota Gorontalo sebab belanja pendidikan per kapita Kota Gorontalo hingga tahun 2010 masih menjadi yang tertinggi dibanding daerah lainnya di Provinsi Gorontalo.
53
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gorontalo masih harus mengejar capaian APM untuk tingkat pendidikan menengah. Angka Partisipasi Murni (APM) untuk pendidikan menengah Gorontalo masih tertinggal dari provinsi lain di Sulawesi. Baik untuk tingkat SMP maupun SMA, APM Gorontalo masih berata di urutan terbawah atau kedua terbawah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Meski demikian, APM SMP dan SMA Gorontalo memperlihatkan peningkatan yang impresif dalam kurun waktu 2003 hingga 2012. APM SMP Gorontalo meningkat dari 47,9 persen menjadi 59,8 persen, sementara APM SMA meningkat dari 24,6 persen menjadi 44,7 persen. Kemajuan yang dicapai Gorontalo menjadikan kesenjangan APM pendidikan menengah di Sulawesi semakin mengecil. Hal serupa juga terlihat pada APM di kabupaten/kota dimana kesenjangan APM, terutama APM SMA, berkurang. Secara umum, capaian kabupaten baru seperti Bone Bolango, Pohuwato, dan Gorontalo Utara dalam meningkatkan APM pendidikan menengahnya sangat baik. Misalnya Gorontalo Utara, yang pada awal berdirinya di tahun 2007 memiliki APM SMA terendah di Provinsi Gorontalo dengan 23 persen. Lima tahun kemudian APM SMA Gorontalo Utara telah mampu melewati kabupaten yang lebih lama berdiri seperti Boalemo, dan kabupaten induknya, Kabupaten Gorontalo. Gambar 3.8. 80
APM Sekolah menengah di Gorontalo masih tertinggal APM SMP
75 70 65 60 55
59.8
50 45
47.9
80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
40
Boalemo Gorontalo Pohuw ato Provinsi Gorontalo
2003 2004 2005 2006 200720082009 2010 20112012
Sulaw esi Utara Sulaw esi Selatan Gorontalo Nasional 60
Sulaw esi Tengah Sulaw esi Tenggara Sulaw esi Barat
70
APM SMA
55
60
50 44.7
45
50 40
40
30
35
20
30 25
10
24.6
0
20 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sulaw esi Utara Sulaw esi Selatan Gorontalo Nasional
Sulaw esi Tengah Sulaw esi Tenggara Sulaw esi Barat
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Boalemo Gorontalo Pohuw ato Provinsi Gorontalo
Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data Susenas, BPS (berbagai tahun).
54
Bone Bolango Gorontalo Utara K ota Gorontalo
Bone Bolango Gorontalo Utara K ota Gorontalo
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
Meskipun menunjukkan peningkatan, Rata-rata Lama Sekolah Gorontalo masih tertinggal dari provinsi lain di Sulawesi. Rata-rata Lama Sekolah Gorontalo meningkat dari 6,8 tahun pada tahun 2006 menjadi 7,3 tahun di tahun 2011, dan makin konvergen mendekati ratarata nasional. Data tahun 2011 menunjukkan RLS Gorontalo berada pada posisi 27 dari 33 provinsi di Indonesia. Rata-rata Lama Sekolah laki-laki Provinsi Gorontalo tahun 2011 adalah 7 tahun, dan justru lebih rendah daripada RLS perempuan, sebesar 7,6 tahun. Provinsi dengan kesenjangan RLS yang tinggi antara lain Papua dan Bali, di mana selisih RLS laki-laki dan perempuan mencapai 1,5 tahun. Sementara kesenjangan RLS antara laki-laki dan perempuan di Gorontalo sedikit di bawah kesenjangan pada provinsi lainnya, rata-rata kesenjangan RLS di Indonesia adalah 0,7 tahun. Gambar 3.9.
Angka Rata-rata Lama Sekolah Gorontalo tergolong rendah, walaupun perempuan cenderung lebih lama bersekolah dari pada laki-laki
Rata-rata lama sekolah (tahun)
9.0 8.5
8.9 8.7
8.0 7.5 7.0
7.7 7.6 7.5 7.2
Sulawesi Utara
8.2 8.0 7.9 7.7
Sulawesi Selatan
7.3
Sulawesi Tenggara
7.0
Gorontalo
Sulawesi Tengah
6.8
Sulawesi Barat
6.3
Indonesia
6.5 6.0
Rata-rata lama sekolah 2011 (tahun)
2006 11.0
2007
2008
2009 L
2010 P
2011
Total
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0
7.6 7 6 7 7.3 0
5.0 4.0
Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data Susenas, BPS (berbagai tahun)
Akses terhadap sekolah dan prasarana dasar pendidikan Gorontalo tergolong baik. Secara rata-rata, akses terhadap SMP di Gorontalo lebih baik dibandingkan rata-rata Sulawesi dan Nasional. Hampir seluruh desa di Gorontalo memiliki akses ke SMP dengan jarak paling jauh 6 km. Demikian juga dengan SMA, dimana 85 persen desa memiliki akses ke SMA dengan jarak paling jauh 10 km. Desa-desa di Gorontalo juga memiliki akses yang lebih baik dari nasional dan rata-rata Sulawesi ke
55
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
sekolah-sekolah yang memiliki infrastruktur dasar yang baik yaitu ketersediaan air di kamar kecil dan listrik. Namun disisi lain, sekolah-sekolah di Gorontalo, khususnya SMP, masih tertinggal dalam hal ada tidaknya laboratorium dan tenaga pengajar yang setidaknya lulus S1 (Bank Dunia, akan segera diterbitkan) Gambar 3.10. Desa di Gorontalo memiliki akses ke sarana pendidikan ya. memiliki infrastruktur dasar yang baik Gorontalo
Gorontalo
Nasional
Sulawesi SMA dengan jarak <10km
84. 0% 84.70% %
SMP dengan jarak 98.70 98.70% 98.7 70 <6km
Sekolah yang memiliki air di kamar mandinya
91.7 .7 77% 7 7 Guru SMA bergelar S1
89.13% 3% %
48 65% 48.65% 4 Sekolah tersambung dengan listrik
87.75%
6 30% 68.30 0% %
Guru SMP bergelar S1
SMP yang memiliki laboratorium Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (2012)
Capaian Angka Melek Huruf (AMH) Gorontalo lebih baik daripada mayoritas provinsi lain di Sulawesi. Angka Melek Huruf Gorontalo pada tahun 2012 adalah 94,8 persen, yang merupakan angka tertinggi kedua di Sulawesi. Jika dilihat dalam rentang 2003 sampai 2012, terlihat AMH Gorontalo tidak banyak berubah. Tetapi hal ini disebabkan penurunan secara nasional yang terjadi pada tahun 2011 karena perubahan metodologi penghitungan yang dilakukan BPS24, AMH Gorontalo pada 2010 sendiri mencapai 96 persen dan tahun 2012 menunjukkan tren meningkat dari tahun sebelumnya.
24 Mulai tahun 2011 Susenas Kor dilaksanakan secara triwulanan. Setiap tahun akan dilakukan pengumpulan data Susenas Kor pada bulan Maret, Juni, September dan Desember (http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=sd/detail&kd=2181&th=2011).
56
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
Gambar 3.11. Tingkat buta huruf di Gorontalo selalu lebih rendah dibandingkan kebanyakan provinsi-provinsi lain di Sulawesi Utara. % 100 98 96 94 92 90 88 86 84 82 80
96.0 94.7
94.8 93.0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 20092010 2011 2012
Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Gorontalo Nasional
100% 99% 98% 97% 96% 95% 94% 93% 92% 91% 90%
Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat
9 97.9% 96.8% 8% %
93.5% 9 90.3%
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Boalemo Pohuwato Gorontalo Utara Prov. Gorontalo
Gorontalo Bone Bolango Kota Gorontalo
Sumber: diolah berdasarkan data BPS (2013)
Meski demikian, dua kabupaten di Gorontalo tertinggal jauh dalam capaian AMH. Dua kabupaten tersebut adalah Boalemo dan Pohuwato. Angka Melek Huruf Pohuwato – yang merupakan kabupaten pemekaran sejak 2005 – bahkan terus turun sejak kabupaten tersebut berdiri, dari 96,8 persen pada tahun 2005 menjadi 90,3 persen pada tahun 2012. Kabupaten dengan peningkatan AMH tertinggi juga merupakan kabupaten pemekaran, yaitu Gorontalo Utara. Pada awal pemekarannya di tahun 2007, AMH Gorontalo Utara sebesar 93,5 persen yang merupakan AMH terendah di Gorontalo. Lima tahun kemudian AMH Gorontalo Utara meningkat menjadi 98 persen, dan merupakan AMH tertinggi kedua di Provinsi Gorontalo. Kesenjangan AMH antara lakilaki dan perempuan terlihat di beberapa kabupaten seperti Boalemo, Pohuwato, dan Gorontalo Utara. Berbeda dengan kesenjangan pada umumnya, di mana AMH perempuan jauh lebih rendah dari AMH laki-laki, kesenjangan AMH di Gorontalo Utara justru menunjukkan hal sebaliknya. Gambar 3.12. Angka Melek Huruf perempuan lebih tinggi di Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo Melek Huruf Lk
Melek Huruf Prp 99.34 99.74
96.46
95.61
Prov Gorontalo
96.63
97.79 95.42
Boalemo
97.85 97.31 96.60
94.56 95.05
Gorontalo
95.79 93.76
Pohuwato
Bone Bolango
Gorontalo Utara
Kota Gorontalo
Sumber: Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2012.Kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan BPS. Diolah Tim PEA UG
57
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Berbagai faktor pendukung belum dapat menghasilkan output pendidikan yang diharapkan. Efisiensi teknis sektor pendidikan di Provinsi Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Indonesia. Ciri-ciri kabupaten/ kota di Gorontalo adalah indeks output pendidikan tergolong rendah bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Untuk meningkatkan efisiensi teknis pendidikan, pemerintah daerah di Gorontalo memiliki alternatif, (i) meningkatkan indeks output dengan mengefektifkan pemanfaatan sumber daya pendidikan yang ada; atau (ii) mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya untuk mempertahankan tingkat output yang sudah dicapai sekarang. Gambar 3.13. Input di sektor pendidikan Gorontalo belum bisa mencapai kualitas output yang optimal. Kab/kota di Indonesia
Kab/kota di Sulawesi
Kab/kota di Gorontalo
1 0.9 0.8 0.7 0.6
Ko Gorontal Kota Kot o allo o
0.5
Pohuwat Po oh h wa hu ato at
0.4
Bo Boalem oal o
0.3
Gorontal on o
0.2 0.1 0
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Sumber: Estimasi staf Bank Dunia (2013) Catatan: Efisiensi teknis input terhadap output dihitung menggunakan metode DEA terhadap 365 sampel kabupaten/kota di Indonesia. Indeks input disusun dari indikator belanja rutin dan belanja modal sektor pendidikan (per kapita), rasio murid terhadap sekolah, dan rasio murid terhadap guru untuk setiap jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA). Indeks output disusun dari indikator APM untuk setiap jenjang pendidikan, Angka Melek Huruf, dan Rata-rata Lama Sekolah.
3.4. Pendidikan Gratis Gorontalo: Program Pendidikan untuk Rakyat (Prodira) Program Pendidikan Gratis adalah pemberian bantuan operasional untuk peningkatan pelayanan di bidang pendidikan. Dalam implementasinya program ini oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo dinamakan Program Pendidikan untuk Rakyat (PRODIRA). Program ini merupakan lanjutan dan mengganti Program Semua Bisa Sekolah (SBS) yang dilaksanakan sejak tahun 2009 dan memiliki kesamaan dengan program pemerintah sebelumnya tersebut. Perbedaan antara Prodira dan Program SBS terdapat pada prioritas komponen pembiayaannya (Tabel 5)
58
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
Tabel 3.2. Jenis Pembiayaan Prodira : SBS Gorontalo No Komponen Pembiayaan 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12
SBS 2009
Bantuan operasional sekolah pada jenjang SMA/MA 5,291,600,000 Bantuan operasional sekolah pada jenjang SMK Penyediaan sarana Ruang Kelas Baru (RKB) SMA/SMK Peningkatan kesejahteraan Guru Daerah Terpencil (GUDACIL) Insentif Guru Kontrak / daerah terpencil Insentif Pendidik PAUD / 1,572,000,000 kelembagaan Penyelenggaraan dan Bantuan 2,547,300,000 SD/MI terpenci; Penyelenggaraan dan Bantuan 1,840,200,000 SMP/MTs terpencil Pendidikan Berbasis Kawasan (PBK) Manajemen SBS Administrasi Kegiatan Jumlah 11,251,100,000
SBS 2010
SBS 2011
Prodira 2012
3,759,840,000
24,300,000,000
2,900,100,000
19,980,000,000
-
8,257,288,200
4,450,000,000
-
-
1,944,000,000
1,854,000,000
1,944,000,000
744,000,000
1,786,750,000
1,692,000,000
1,338,000,000
2,629,800,000
858,000,000
-
2,180,400,000
972,000,000
-
143,750,000
-
-
5,603,000,000
554,598,700 625,456,975 566,547,500 14,823,156,975 20,937,826,900 53,322,547,500
Sumber : LRA SKPD Dikpora, diolah
Pemerintah Gorontalo mengalokasikan belanja yang besar untuk Prodira. Alokasi untuk Prodira pada tahun 2012 adalah Rp. 53,3 miliar, jauh lebih besar jika dibandingkan alokasi Program SBS sebesar Rp. 20,9 miliar. Hampir separuh belanja Prodira (Rp. 24,3 miliar) dialokasikan untuk bantuan operasional pada tingkat SMA (Tabel 3.2). Jumlah siswa SMA dan yang sederajat yang menjadi target Prodira sebanyak 40 ribu siswa. Bantuan operasional bagi siswa SD dan SMP lebih banyak didanai oleh Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dananya bersumber dari pemerintah pusat, dan dialokasikan oleh Pemerintah Provinsi.25 Implementasi Prodira pada tahun 2012 adalah dengan dengan menggratiskan biaya operasional sekolah non-personalia bagi seluruh siswa SD hingga SMA dan yang sederajat. Penerapan Prodira di tingkat kabupaten/kota bervariasi. Prodira pada prinsipnya membantu kabupaten/kota dalam membiayai pendidikannya. Kabupaten Gorontalo telah memiliki Perda No. 10 tahun 2011 yang menyebutkan partisipasi orang tua dalam pembiayaan pendidikan (dalam bentuk iuran sekolah). Meski demikian, Kabupaten Gorontalo tetap melaksanakan Prodira dengan menyerahkan penyesuaian pembiayaan kepada satuan pendidikan (sekolah). Kota Gorontalo hanya mengaplikasikan Prodira untuk sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama.
25 Prodira berupa pemberian bantuan operasional non personalia setiap siswa SD Rp. 580 ribu, SMP Rp.710 ribu dan SMA/ MA 1 juta serta SMK 1,2 juta/siswa/bulan.
59
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
3.5. Kesimpulan • Kabupaten/Kota memiliki peranan yang besar dalam sektor pendidikan. Dalam 5 tahun, belanja pendidikan kabupaten/kota meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil. Peningkatan belanja pendidikan pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan kesenjangan sumber daya fiskal untuk pendidikan mengecil.
• Alokasi belanja program pendidikan Gorontalo mengalami peningkatan rata-rata 9,5 persen per tahun. Sebagian besar belanja program pendidikan Gorontalo dialokasikan untuk dua program. Kedua program yaitu Program Pendidikan Menengah dan Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Belanja pendidikan pada tingkat kabupaten/ kota dialokasikan untuk Program Penuntasan Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun. Beberapa program pendidikan di Gorontalo mengandalkan pembiayaan dari pusat, seperti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Nonformal.
• Gorontalo mengalami kemajuan signifikan dalam capaian sektor pendidikan. Gorontalo telah berhasil meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk pendidikan dasar. Disisi lain, Gorontalo masih harus mengejar capaian APM untuk tingkat pendidikan menengah.
• Gorontalo telah berhasil meningkatkan akses terhadap pendidikan menengah, khususnya untuk kelompok miskin. Rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan walaupun masih tertinggal dari provinsi lain di Sulawesi.
• Berbagai faktor pendukung pendidikan belum dapat menghasilkan output pendidikan yang diharapkan. Efisiensi teknis sektoral tingkat kabupaten/Kota di Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Indonesia.
• Program Pendidikan Gratis adalah pemberian bantuan operasional untuk peningkatan pelayanan di bidang pendidikan. Pemerintah Gorontalo mengalokasikan belanja yang besar untuk Prodira. Penerapan Prodira di tingkat kabupaten/kota bervariasi.
3.6. Rekomendasi • Peningkatan Alokasi belanja pendidikan di kabupaten/kota perlu diarahkan pada upaya peningkatan kualitas pendidikan dan tenaga kependidikan, terutama untuk pelayanan kelompok miskin, terpencil dan tertinggal. Alokasi belanja pendidikan yang tepat sasaran berdampak pada meningkatnya angka rata-rata lama sekolah di Gorontalo yang sekarang masih rendah.
• Membaiknya kondisi pendidikan di Gorontalo perlu diikuti oleh komitmen dan konsistensi kebijakan pemerintah daerah. Alokasi anggaran pendidikan yang memadai oleh pemerintah daerah untuk memastikan dan menjamin keberlanjutan kualitas dan masa depan pendidikan di Gorontalo
60
Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012
• Kebijakan Pemerintah daerah perlu fokus pada peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) dan kelulusan siswa Sekolah Menengah. Disparitas Kualitas layanan pendidikan menengah antar kabupaten-kota perlu diminimalisir melalui koordinasi dan sinergitas program pendidikan Provinsi dan kabupaten/kota.
• Perlu dipikirkan sebuah intervensi yang mengatasi langsung masalah disinsentif untuk bersekolah. Tertinggalnya angka rata-rata lama sekolah karena anak usia sekolah yang terjun langsung ke lapangan pekerjaan, dan biasanya di sektor informal. Sebagai pilihan, kegiatan PRODIRA dapat diarahkan untuk mengatasi masalah disinsentif ini.
• Perlu dievaluasi lebih jauh apakah rendahnya konversi faktor-faktor input pendidikan menjadi output-output pendidikan (efisiensi teknis) disebabkan oleh ketidakefisienan faktor-faktor input ataukah ketidakefektifan faktor-faktor output. Dari evaluasi ini dapat dibuat sebuah intervensi yang tepat untuk meningkatkan tingkat konversi faktor-faktor input menjadi output-output pendidikan.
• Pemerintah Provinsi Gorontalo perlu meningkatkan alokasi sharing komponen pembiayaan pendidikan personalia siswa yang ditanggung oleh orang tua siswa.
• Selain itu, pemerintah daerah di Gorontalo perlu mengurangi beban pendidikan orang tua melalui APBD. Kejelasan sharing pembiayaan pendidikan antara Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota di Gorontalo penting untuk memastikan keberlanjutan program Pendidikan Gatis (PRODIRA).
61
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
Bersama pendidikan, kesehatan adalah prioritas pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di provinsi Gorontalo.). Bab ini membahasa berbagai aspek dari pendidikan di Gorontalo, bagian pertama membahas kebijakan kesehatan pada tingkat provinsi, bagian kedua membahas sisi belanja, dan bagian ketiga membahas kinerja pencapaian sektoral. Bab ini ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi.
4.1. Kebijakan Kesehatan Pencapaian Gorontalo Sehat 2015 merupakan perhatian utama Pemerintah Provinsi Gorontalo. Upaya ini dilakukan melalui sejumlah kebijakan peningkatan layanan Kesehatan dan sumber daya manusia. Dalam dokumen RPJMD 2007-2012 disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan di Provinsi Gorontalo adalah : (a) meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia pelaksana pembangunan kesehatan, (b) terciptanya masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, (c) tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu merata dan terjangkau terutama pada masyarakat miskin serta (d) terciptanya kesehatan individu, keluarga, masyarakat serta lingkungan. Arah kebijakan kesehatan Pemerintah di fokuskan pada; (a) Identifikasi dan peningkatan kapasitas bidan desa terpencil, (b) Intensifikasi penyuluhan pola hidup sehat; (c) Eksplorasi model-model pelayanan yang efektif pada setiap pos pelayanan kesehatan ; serta (d) Evaluasi dan pengawasan sistem pelayanan kesehatan. Implementasi kebijakan ini dilakukan melalui sejumlah program lima tahunan. Gambar 4.1.
Visi dan Misi Pembangunan Kesehatan Gorontalo 2007-2012
•Masyarakat Gorontalo Mandiri untuk Hidup Sejahtera
Visi
MISI •Peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan kesehatan •Menggerakkan dan memberdayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat serta mewujudkan pelayanan kesehatan an yang bermutu, merattaa dan terjangkau rjan
•Rasio Dokter ter 40//100.000, •bidan100/100.000, 0 •Nutrisionis 35/100.000 Perawat 158/100.000, •SKM 35/100.000, • 80% Puskesmas memiliki dokter, • 1 orang bidan di setiap desa siaga Target
Pemerintah Provinsi Gorontalo memfokuskan pelayanan Kesehatan Gratis melalui jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dokumen RPJMD 2012-2017 mengarahkan kebijakan pembangunan kesehatan untuk: (a) mendorong peningkatan layanan kesehatan dengan jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin (Jaminan Kesehatan Semesta – Jamkesta) (b) menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan; (c) mengupayakan peningkatan kapasitas SDM kesehatan; (d) mengembangkan manajemen sistem layanan kesehatan; (e) mengembangkan pola hidup bersih dan sehat; dan (f) mengembangkan budaya daerah melalui makanan khas daerah Gorontalo.
63
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Program untuk menjaga kesehatan dilakukan dengan cara menekan angka morbiditas. Beberapa indikator morbiditas juga terkait dengan komitmen global dalam Millennium Development Goals (MDGs). Upaya menekan angka morbiditas dilakukan dengan focus pada peningkatan kualitas lingkungan dan sanitasi. Program utama untuk menekan angka kesakitan adalah dengan mengembangkan sistem surveilans epidemiologi berbasis masyarakat, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan vektor penyakit lainnya, pengawasan pemeriksaan kualitas air dan lingkungan, perbaikan sarana air bersih dan sanitasi dasar, pengembangan program desa sehat, sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat dan revitalisasi Posyandu.
4.2. Belanja Kesehatan Belanja kesehatan di Gorontalo terus meningkat. Selama periode 2007-2012 belanja kesehatan di Provinsi Gorontalo tumbuh rata-rata 20 persen per tahun. Secara konsolidasi (belanja provinsi, Kabupaten/Kota, dan pusat), belanja kesehatan meningkat dari Rp. 211 miliar (2007) menjadi Rp. 369 miliar (2012). Demikian juga dengan proporsi belanja kesehatan terhadap total belanja daerah yang meningkat dari 7 persen menjadi 9 persen. Di tingkat provinsi alokasinya stabil dengan rata-rata 3 persen dari total belanja provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten/kota meningkat dari 6 persen menjadi 9 persen. Gambar 4.2.
Peningkatan belanja kesehatan disebabkan oleh meningkatnya belanja pada tingkat kabupaten/kota
Dalam Rp miliar
Trend belanja kesehatan
400 350 300 250 200 150 100 50 -
92% 94% 93% 95% 94% 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 20072 008 2009 2010 2011 2012* 83%
Provinsi
Kab/Kota
Pusat (Dekon/TP)
% Belanja Pemda
Proporsi belanja kesehatan
12% 10% 8% 6% 4% 2% 0%
2007
2008
2009
2010
2011 2012*
% Belanja Kesehatan Provinsi % Belanja Kesehatan Kabupaten % Belanja Kesehatan Pusat (Dekon/TP)
Sumber: Database PEA Update Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013). Catatan: *Angka anggaran.
Peranan terbesar urusan kesehatan dipegang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pelayanan kesehatan, khususnya untuk penanggulangan gizi buruk serta pelayanan kesehatan yang ditargetkan untuk kelompok dan kawasan tertentu dilakukan pada tingkat kabupaten/ kota. Pemerintah Provinsi dan pusat berperan pada pemberian bimbingan serta pengelolaan penyelenggaraan pelayanan tersebut26 Hal ini tercermin dari belanja kesehatan di Provinsi
26 SK MENKES No. 922/MENKES/SK/X/2008 tentang Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
64
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
Gorontalo yang sebagian besar dibelanjakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Sejak tahun 2008, secara rata-rata 92 persen belanja kesehatan dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Porsi belanja pemerintahan provinsi stabil pada 3 persen sedangkan porsi belanja kesehatan pusat melalui belanja dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mengalalami penurunan dari 10 persen (2007) menjadi 4 persen (2012). Gambar 4.3.
Belanja Kesehatan Kabupaten/Kota meningkat secara riil
600,000
508,242
500,000 400,000
352,460
321,397
306,468 300,000
353,234
212,153
200,000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
100,000
Kab. Boalemo
Kab. Bone Bolango
Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
Kab. Gorontalo
Kab. Kab. Gorontalo Utara Pohuwato
Kota Gorontalo
Belanja Pegawai (L) Belanja Pegawai (TL)
Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013).
Belanja kesehatan Pemerintah Provinsi tidak sekonsisten belanja pada tingkat kabupaten/kota. Belanja kesehatan pada tingkat kabupaten/kota yang mengalami peningkatan secara riil sebesar 86 persen (2007-2011). Dilain sisi, belanja Pemerintah Provinsi mengalami penurunan dari Rp 26,9 miliar (2007) menjadi Rp 21,4 miliar (2011). Komposisi belanja Pemerintah Provinsi ditandai oleh meningkatnya proporsi belanja barang dan jasa dari 22 persen menjadi 41 persen. Belanja Pegawai (langsung dan tidak langsung) dan Belanja Modal pada tingkat provinsi cenderung tidak konsisten dari tahun ke tahun. Hal ini sangat berbeda dengan komposisi pada tingkat kabupaten/kota yang cenderung konsisten selama 2007-2011. Secara rata-rata, lebih dari setengah belanja kesehatan kabupaten/kota di belanjakan untuk Belanja Pegawai, 30 persen untuk Belanja Modal, dan 19 persen untuk Belanja Barang dan Jasa.
65
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 4.4.
Komposisi Belanja Kesehatan Pemerintah Provinsi tidak sekonsisten pemerintah kabupaten/kota
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2,007
2,008
2,009
2,010
2,011
2,007
Provinsi Belanja Barang dan Jasa
2,008
2,009
2,010
2,011
Kabupaten/Kota Belanja Modal
Belanja Pegawai (L)
Belanja Pegawai (TL)
Sumber: Database PEA Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013)
Kabupaten/kota merupakan pelaksana utama pelayanan kesehatan di Gorontalo, ditunjukkan oleh Belanja Kesehatan per kapita yang terus meningkat dalam periode 2007-2011. Belanja kesehatan per kapita kabupaten/kota meningkat dari Rp 186 ribu di tahun 2007 menjadi Rp 326 ribu di 2011. Pada saat yang sama, Belanja Kesehatan per kapita provinsi justru menurun menjadi Rp 20,6 ribu di 2011 dibanding Rp 28,5 ribu di 2007. Belum terlihat adanya konsistensi belanja program kesehatan di tingkat provinsi. Belanja program kesehatan dapat di kategorikan menjadi tiga bagian yaitu: (i) yang mendapat anggaran setiap tahun; (ii) yang tidak dibiayai pada tahun anggaran tertentu; dan (iii) program yang hanya terjadi pada satu tahun anggaran. Walaupun sebagian besar program memperolah anggaran setiap tahun, namun besarnya alokasi anggaran sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Dari belanja Pemerintah Provinsi terlihat bahwa fluktuasi belanja program kesehatan cukup tinggi. Program Peningkatan Pelayanan Anak Balita misalnya sepatutnya perlu didorong keberlanjutan dan konsistensi pembiayaaanya. Gambar 4.5.
Bina Upaya Kesehatan adalah komponen belanja program kesehatan terbesar di tingkat provinsi.
Trend belanja program Provinsi 20
Pengendalian penyakit dan penyehatan Pengendalian penyakit dan lingkungan penyehatan lingkungan
18 16
Pengembangan dan pemberdayaan SDM
Billions
14 12 10
Kefarmasian dan alat kesehatan
15 5
8 6 4 2
4
Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kefarmasian dan alat kesehatan Bina upaya kesehatan
8
Bina upaya kesehatan
7
3
Bina gizi dan KIA
0 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Database PEA Update Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013)
66
Komposisi belanja program kesehatan provinsi (2011)
Bina gizi dan KIA
0% 20% 40% 60% 80%100% pegawai
barangjasa
modal
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
Tabel 4.1. Belanja Program Kesehatan Provinsi Gorontalo JENIS PROGRAM Program Obat dan Perbekalan Kesehatan Program Upaya Kesehatan Masyarakat Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Program Perbaikan Gizi Masyarakat Program Pengembangan Lingkungan Sehat Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin Program Peningkatan Pelayanan Anak Balita Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak Upaya Kesehatan Perorangan Program Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Makanan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Perkantoran (Lanjutan) Jumlah
2007
2008
132.940.000
12.493.900
802.480.000
96.907.400
1.198.040.000
2011 32.998.800
337.073.785
259.423.200
459.001.640
336.765.882
75.618.500
938.893.304
83.226.792
864.919.000
395.342.900
893.898.000
147.573.750
151.290.000
298.263.000
147.358.550
318.199.000
596.877.298
606.662.325
704.163.000
1.043.280.400
554.349.150
790.340.650
3.805.402.730
1.633.112.786 1.014.502.460
2.140.412.000 516.000.000
2010 140.724.900
652.360.000
380.000.000
2009
381.390.000
51.400.000 4.408.300.000
393.174.000
91.200.000
706.128.000
896.490.900
54.030.000 403.826.000 2.883.013.187
66.290.000
58.460.000
6.958.241.057 10.388.022.000 2.239.790.842 15.244.552.152
4.918.447.661 8.322.025.591
Sumber : LRA Provinsi Gorontalo 2007-2012 (diolah).
Ditingkat kabupaten/kota belanja program kesehatan cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Belanja program kesehatan yang dialokasi setiap tahun adalah untuk sarana-prasarana, obat-obatan dan perlengkapan, dan kegiatan preventif, seperti yang diperlihatkan oleh belanja program kesehatan di Kabupaten Gorontalo untuk tahun 2007-2011. Ditahun 2011, fokus program kesehatan adalah untuk kesehatan ibu dan anak. Dari sisi belanja, sekitar 64 persen dari belanja program kesehatan adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita dan keselamatan ibu. Belanja program ini mencapai Rp 28 miliar di Kabupaten Gorontalo (2011).
67
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Tabel 4.2. Rincian Belanja Program Kesehatan Kabupaten Gorontalo Program Program Obat dan Perbekalan Kesehatan Program Upaya/ promosi Kesehatan & Perbaikan Gizi & Pemberdayaan Masyarakat Program Pengadaan. Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas Pustu dan Jaringannya Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita & Keselamatan Ibu Melahirkan Program Pengadaan. Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Program Pengadaan . Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan BLUD RSU Program Perbaikan Gizi Masyarakat Program Pengembangan Lingkungan Sehat Program Pengawasan Obat dan Makanan Program Pengembangan Lingkungan Sehat Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
2007
2008
2009
2010
2011
989.796.825
311.942.866
631.134.840
1.201.955.420
1.713.309.000
3.044.232.946
1.450.954.238
3.724.316.752
2.144.311.055
503.323.964
11.777.162.699 11.834.410.186 16.332.468.184 19.542.715.979 5.757.362.214
64.850.000
2.169.187.280
13.676.089.674
6.113.089.636
51.042.500
49.170.000
28.173.124.605
541.796.034
7.877.659.200
1.459.471.689
50.000.000
185.293.350 139.019.000
122.761.000
20.280.000
10.165.000 122.761.000
352.293.500
237.574.500
Program Standarisasi 10.120.000 Pelayanan Kesehatan Program Desa Sehat 6.207.470.026 Peningkatan Sumber 324.888.000 Daya Manusia Jumlah 24.612.950.276 14.173.749.790 40.980.480.586 25.075.543.527 44.074.778.983 Sumber : LRA Kab. Gorontalo 2007-2012 (diolah)
68
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
Belanja kesehatan pemerintah pusat semakin besar sejak 2008. Belanja pemerintah pusat yang disalurkan melalui belanja dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan Kantor Daerah (KD) terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini seiring dengan meningkatnya belanja kesehatan pusat yang di belanjakan melalui Kantor Daerah (KD). Ditahun 2011, belanja pusat terbesar adalah untuk program pengawasan makanan dan obat (40%) dan diikuti oleh belanja program kependudukan dan KB (27%). Gambar 4.6.
Belanja kesehatan pemerintah pusat meningkat secara riil
Trend belanja pemerintah pusat di Gorontalo
Program g Kefarmasian dan n Alat Kesehatan Program Kes m 1% Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan 15% Program g Program Pembinaan Pengawasan g Upaya py Obat dan Kesehatan Makanan 17% 40%
70 60 50 Billions
Belanja program kesehatan tahun 2011
40 30 20 10 0 2007
2008
2009
2010
2011
Kantor Pusat
Dekonsentrasi
Kantor Daerah
Tugas Pembantuan
Program g Kependud p d ukan dan nK KB 27 27%
Sumber: diolah berdasarkan data belanja pemerintah pusat, Kementerian Keuangan (2013)
4.3. Output dan Kinerja Sektor Kesehatan Pembangunan sektor kesehatan pada periode 2007-2012 difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Tersedianya tenaga kesehatan dan penyediaan obat menjadi perhatian pelayanan kesehatan di Gorontalo. Penyediaan dan pengembangan fasilitas dan sarana kesehatan dilakukan melalui pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana kesehatan berupa: rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas keliling dan klinik. Ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan di Gorontalo tergolong baik. Dari tujuh indicator ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan di Gorontalo, lima indikator Gorontalo lebih baik dibandingkan rata-rata Sulawesi dan nasional. Hampir seluruh desa (97 persen) memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan primer dan 75 persen desa memiliki akses terhadap pelayanan sekunder. 96 persen desa memiliki akses terhadap Puskesmas yang memiliki dokter dan 95 persen memiliki akses terhadap fasilitas persalinan. Namun disisi lain masih ada beberapa aspek pelayanan yang harus ditingkatkan. Saat ini hanya 79 persen desa yang memiliki ketersediaan bidan. Walaupun puskesmas memiliki dokter, namun prasarana airnya masih belum optimal, hanya 86 persen desa yang memiliki akses ke Puskesmas yang memiliki instalasi air (Bank Dunia, publikasi yang akan datang).
69
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 4.7.
Gorontalo memiliki akses pelayanan kesehatan dan sarana Puskesmas yang baik l Sul 97.49% 97 97.4 7
75.39% 9% 9 %
95 33% 95.33 3% %
8 81.74%
85 85.54%
96.39 96.3 6.39 6.39% 39% 9%
79.22% 2
Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (2012)
Jumlah sarana dan prasarana Gorontalo meningkat dalam lima tahun terakhir. Secara umum jumlah sarana dan prasarana kesehatan Gorontalo meningkat dalam lima tahun terakhir (2007-2012), kecuali Polindes dan Posyandu menurun tahun 2011. Berkurangnya jumlah Polindes dan Posyandu tersebut karena kurang memadainya standar pelayanan medik akibat minimnya pelayanan tenaga kesehatan serta pemeliharaan kondisi Polindes dan Posyandu. Pada umumnya, Rumah Sakit telah dapat melaksanakan pelayanan gawat darurat serta memberikan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin. Meskipun demikian penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam masih dibawah target yaitu sebesar 33 persen ditahun 2010, dimana targetnya adalah 70 persen. Tabel 4.3. Perkembangan sarana dan tenaga kesehatan Sarana dan tenaga kesehatan
2007
2008
2009
2010
2011
Rumah sakit
6
6
7
9
8
Puskesmas
57
73
74
84
85
Posyandu
1097
914
1236
1249
1230
Polindes
240
240
240
248
223
Dokter Ahli
20
30
38
38
56
Dokter Umum
158
134
204
190
217
Dokter Gigi
31
40
21
24
30
Paramedis
759
410
406
1733
1254
Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (berbagai tahun).
70
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
Tabel 4.4. Perbandingan sarana dan prasarana kesehatan terhadap jumlah penduduk, 2011 Rasio thd jumlah penduduk
rumah sakit
puskesmas
polindes
dokter
Gorontalo
133.301
12.546
4.782
3.519
Sulawesi Barat
149.245
720
25.956
8.408
Sulawesi Selatan
127.002
9.973
36.613
4.996
Sulawesi Tengah
117.012
4.225
10.637
6.662
Sulawesi Tenggara
91.357
3.788
9.678
5.995
Sulawesi Utara
67.652
7.959
23.002
1.719
Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (berbagai tahun).
Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Gorontalo terus meningkat dalam periode 20072012. Selama lima tahun tersebut, jumlah rumah sakit dan puskesmas terus meningkat, dengan pengecualian posyandu dan polindes yang menurun di tahun 2011. Pada saat yang sama, jumlah dokter ahli dan dokter umum juga meningkat. Sementara untuk tahun 2011, jumlah paramedis menurun dari tahun sebelumnya dan jumlah dokter gigi justru lebih rendah dibanding tahun 2007. Rasio pelayanan dokter dan polindes di Gorontalo termasuk baik dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi, sementara rasio pelayanan rumah sakit dan Puskesmas termasuk yang terendah. Satu dokter di Provinsi Gorontalo melayani sekitar 3.500 penduduk, yang kedua terbaik setelah Sulawesi Utara. Sementara rasio pelayanan polindes adalah yang terbaik di antara provinsi-provinsi lainnya di Sulawesi di mana satu Polindes melayani sekitar 4.800 penduduk. Namun demikian, rasio serupa untuk rumah sakit dan Puskesmas merupakan salah satu yang terbawah, di mana satu rumah sakit di Gorontalo melayani lebih dari 133 ribu penduduk dan satu Puskesmas melayani lebih dari 12 ribu penduduk. Selain itu, masih ada ketimpangan dalam rasio pelayanan kesehatan antar kabupaten/ kota. Kota Gorontalo adalah wilayah dengan rasio jumlah dokter dan pusat kesehatan masyarakat per penduduk dan per luas wilayah terbaik. Sementara rasio pelayanan dokter terendah adalah di Kabupaten Gorontalo Utara dan Pohuwato serta rasio Puskesmas terendah di Kabupaten Bone Bolango. Tabel 4.5. Rasio layanan kesehatan 2011 Rasio Layanan 2011 Kab/Kota/Provinsi
Jumlah Dokter
Jumlah Puskes, Pustu, Pusling, dll
Dokter (Umum, ahli & Gigi)
Puskes, Pustu, Pusling dll
(Km2)
(pddk)
(Km2)
(pddk)
Boalemo
34
67
51.08
3,885
26
1,971
Kab. Gorontalo
66
139
32.48
5,512
15
2,617
Pohuwato
22
55
202.53
5,980
81
2,392
Bone Bolango
30
59
63.05
4,834
34
2,458
Gorontalo Utara
11
53
194.71
9,673
40
2,008
Kota Gorontalo
140
48
0.47
1,315
1
3,835
Prov Gorontalo
303
421
41.04
3,508
30
2,525
Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (berbagai tahun).
71
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Capaian pelayanan kesehatan dasar di tingkat kabupaten/kota juga bervariasi. Untuk morbiditas, capaian Kota Gorontalo memburuk dari 26 persen di tahun 2007 menjadi 49 persen di 2012. Pada saat yang sama, hampir semua kabupaten lain menunjukkan perbaikan. Kota Gorontalo merupakan wilayah dengan tingkat kelahiran dibantu oleh tenaga kesehatan tertinggi di provinsi ini dengan 77 persen. Dari akses terhadap kesehatan gratis, Pohuwato merupakan yang terbawah dengan hanya 19 persen penduduk yang memperoleh akses tersebut di tahun 2012, menurun dari 29 persen di 2007. Dari sisi cakupan imunisasi campak bayi, hampir seluruh Kabupaten/Kota mengalami penurunan cakupan dengan penurunan terbesar di Gorontalo Utara dengan 7 persen. Hanya Bone Bolango dan Pohuwato yang mengalami peningkatan cakupan imunisasi campak bayi (17% dan 8%) Tabel 4.6. Capaian pelayanan kesehatan dasar di kabupaten/kota Morbiditas
akses terhadap pembiayaan/ asuransi kesehatan
kelahiran dibantu tenaga kesehatan
cakupan imunisasi
Kabupaten/kota
2007
2012
2007
2012
2007
2010*
2007
2012
Boalemo
57%
45%
28%
38%
16%
23%
70%
65%
Gorontalo
47%
36%
27%
25%
26%
27%
64%
60%
Pohuwato
55%
47%
29%
19%
18%
30%
48%
56%
Bone Bolango
41%
44%
21%
38%
31%
38%
55%
72%
Gorontalo Utara
40%
39%
32%
28%
18%
15%
68%
61%
Kota Gorontalo
26%
49%
14%
30%
68%
77%
67%
66%
Sumber: Diolah berdasarkan Susenas, BPS (berbagai tahun) Catatan: *data 2012 tidak tersedia
Terkait dengan pelayanan kesehatan dasar, penyakit yang paling umum diderita oleh penduduk adalah diare, malaria dan demam berdarah (DBD). Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo adalah wilayah dengan angka kejadian diare paling tinggi, yaitu berturut-turut 37, 36 dan 35 kejadian per 1000 penduduk. Sementara untuk DBD kota Gorontalo yang paling tinggi dengan 14 kasus per 1000 penduduk. Gambar 4.8.
Diare merupakan masalah kesehatan yang paling sering ditemukan di Provinsi Gorontalo
40 Jumlah kasus
35 30 25
Malaria
20
DBD
15
Diare
10 5 0 Boalemo
Bone Bolango
Pohuwato Kota Gorontalo Gorontalo Gorontalo Utara
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo (2011)
72
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
Akses penduduk ke sarana sanitasi dan air bersih serta perilaku hidup bersih sehat (PHBS) yang masih rendah turut mempengaruhi tingkat kejadian penyakit tersebut. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo mencatat bahwa pada tahun 2010, tingkat PHBS hanya mencapai 40 persen dan justru menurun di tahun berikutnya. Ini berlawanan dengan fakta bahwa 490 dari 562 desa di Gorontalo adalah Desa Siaga.27 Sementara, untuk tahun 2011, akses terhadap air bersih di Gorontalo hanya sebesar 51 persen dan akses terhadap sanitasi yang layak hanya sebesar 33 persen. Akses terhadap sanitasi yang layak ini merupakan yang terendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Sulawesi. Kemudian, sekitar 41 persen rumah tangga di Gorontalo masih melakukan buang air besar di tempat terbuka (BABS tanpa jamban). Rendahnya akses terhadap sanitasi menyebabkan Gorontalo memiliki angka morbiditas yang tinggi. Gorontalo memiliki angka morbiditas yang tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia, hampir 40 persen lebih tinggi dari rata-rata nasional (43 berbanding 31 persen ditahun 2012). Sebagian besar angka morbiditas disebabkan oleh meningkatnya angka morbiditas di Kota Gorontalo. Dari 2007 hingga 2012, angka morbiditas di Kota Gorontalo hampir meningkat menjadi dua kali lipat. Hal ini bertentangan dengan kabupaten lain yang justru mengalami kecenderungan menurun angka morbiditasnya. Gambar 4.9.
Angka morbiditas Gorontalo masih yang tertinggi di Sulawesi
50% 45%
65% 60% 44%
43%
40%
49%
50% 45%
35%
40%
30%
35% 30%
25% 20%
55%
25% 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Nasional
20%
26% 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Kab, Boalemo Kab. Gorontalo Kab. Pohuwato Prop. Gorontalo
Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara Kota Gorontalo
Sumber: diolah berdasarkan Susenas, BPS (berbagai tahun)
Meskipun angka morbiditas masih tinggi, namun sudah terlihat adanya perbaikan. Ada perubahan pola masyarakat Gorontalo yang memiliki keluhan masyarakat. Di tahun 2007, Masyarakat dengan kelompok pengeluaran terendah memiliki keluhan kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok pengeluaran diatasnya. Dalam lima tahun, pola tersebut mengalami perubahan. Di tahun 2012, masyarakat dari kelompok pengeluaran terendah, memiliki angka morbiditas yang lebih rendah dibandingkan tiga kelompok pengeluaran diatasnya. Bahkan angka morbiditasnya hampir menyamai kelompok masyarakat dari kelompok pengeluaran tertinggi. Hal ini disebabkan, salah satunya oleh, perbaikan akses terhadap pelayanan kesehatan
27 Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Salah satu kegiatan yang dilakukan Poskesdes adalah Promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penyehatan lingkungan dan lain-lain (Depkes, 2007).
73
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
gratis. Peningkatan tersebut dirasakan oleh kelompok masyarakat termiskin, dimana tahun 2007, 26 persen yang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan gratis. Di tahun 2012, angka tersebut meningkat menjadi 39 persen. Gambar 4.10. Menurunnya angka morbiditas diiringi oleh meningkatnya akses terhadap pelayanan kesehatan gratis Angka morbiditas
Akses pelayanan kesehatan gratis
60%
60%
50%
50%
40%
40%
30%
30%
20%
20%
10%
10%
0% Nasional Sulawesi Sulawesi Gorontalo Gorontalo Tengah Barat (2007) (2012)
kuin. 1 kuin. 2 kuin. 3 kuin. 4 kuin. 5
0% Sulawesi Nasional Gorontalo Gorontalo Sulawesi Tengah (2012) (2007) Barat
kuin. 1 kuin. 2
kuin. 3 kuin. 4 kuin. 5
Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data Susenas, BPS (berbagai tahun). Catatan: data provinsi selain Gorontalo adalah data tahun 2012.
Indikator-indikator kesehatan ibu dan anak terus meningkat namun beberapa belum mendekati target MDGs. Beberapa indikator seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan angka kematian balita menunjukkan peningkatan. Demikian pula halnya dengan pertolongan persalinan yang dibantu dengan tenaga kesehatan. Ini merupakan hasil positif dari pembangunan kesehatan di provinsi Gorontalo. Namun demikian, untuk angka kematian bayi dan angka kematian balita masih lebih buruk dibanding angka nasional dan masih jauh dari pemenuhan target MDGs. Tabel 4.7. Tantangan Gorontalo adalah kesehatan bayi dan anak Indikator MDGs Prevalensi malnutrisi anak Angka kematian balita (AKABA) per 1.000 Angka kematian bayi (AKB) per 1.000 Persentase imunisasi campak bayi Angka kematian ibu melahirkan (AKI) per 100.000 Cakupan kelahiran ditolong tenaga terlatih Prevalensi HIV/AIDs (per 100.000)
Gorontalo 2007
Gorontalo 2012
MDGs Target 2015
Nasional 2011
18,97*
26,5
15,5
17,9
29,8
18,7
32
44
22,2
16,2
23
34
79,61
98,8
100
87,3
290,3
244,4
102
228
59,37
90,5
90
81,25
3
3,06
0
8,92
Sumber: RPJMD Provinsi Gorontalo, 2013-2018; Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo (Kementrian Kesehatan 2012). Catatan: * data tahun 2009.
74
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
Kecukupan gizi bagi balita di Gorontalo masih menjadi permasalahan yang dihadapi Provinsi Gorontalo. Indikator-indikator status gizi balita28 belum mengalami perbaikan yang berarti. Persentase balita yang mengalami kekurangan gizi di Provinsi Gorontalo tahun 2007 cukup tinggi yaitu sekitar 25,4 persen (8,2 persen tergolong gizi buruk). Angka ini berada di atas ratarata nasional. Pada tahun 2010 prevalensi balita gizi buruk masih diatas rata-rata nasional dengan 11,2 persen, bahkan tertinggi di Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan indikator yang digunakan untuk mengukur status gizi balita namun semua Indikator yang digunakan menunjukan bahwa Status Gizi Balita di Provinsi Gorontalo cukup serius. Fakta bahwa masih tingginya angka kemiskinan di Gorontalo menjadi alasan bahwa kekurangan gizi sebagian besar disebabkan oleh faktor kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah terjadinya kekurangan gizi. Gambar 4.11. Kekurangan gizi bagi balita merupakan permasalahan yang harus dipecahkan Status Gizi berdasarkan Indikator Perkembangan Balita yang Mengalami Kekurangan Gizi (%) di provinsi Gorontalo
Gorontalo
31.5
National
25.3 Tahun 2007 2008 2009 2010
Jumlah 11,782 14,986 2,897 3,607
% 18,11% 17,48% 18,97% 17,05%
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo 2011
21.6 18.5 18.7 17.1
15.3 13
11.2 4.9
4.1
6
7.7
7.3 4.5
2.1
Sumber : Riskesdas 201, diolah Tim PEA Univ Gorontalo
Efisiensi teknis belanja kesehatan di Provinsi Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Indonesia. Kecuali Kota Gorontalo, tiga kabupaten lainnya, Kabupaten Gorontalo, Boalemo, dan Pohuwato, memiliki efisiensi teknis belanja kesehatan yang tergolong rendah. Walaupun indeks input kesehatan ketiga kabupaten/kota tersebut berbeda, namun indeks output kesehatan yang dihasilkan relative sama. Ini menunjukkan bahwa input kesehatan tidak menghasilkan dampak output yang serupa. Efisiensi teknis kesehatan harus ditingkatkan sehingga factor-faktor input bisa menghasilkan output yang sesuai.
28 Indikator Berat Badan per Umur (BB/U) memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena anaknya pendek (kronis) atau karena diare atau penyakit infeksi lain (akut). Indikator tinggi badan per umur (TB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Indikator berat badan per tinggi badan (BB/TB) dan indeks massa tubuh per umur (IMT/U) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yangtidak lama (singkat), misalnya: terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus. Disamping untuk identifikasi masalah kekurusan dan indikator BB/TB dan IMT/U dapat juga memberikan indikasi kegemukan. Masalah kekurusan dan kegemukan pada usia dini dapat berakibat pada rentannya terhadap berbagai penyakit degeneratif pada usia dewasa (Teori Barker, referensi). Masalah gizi akut-kronis adalah masalah gizi yang memiliki sifat masalah gizi akut dan kronis. Sebagai contoh adalah anak yang kurus dan pendek.
75
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Gambar 4.12. Efisiensi teknis belanja kesehatan tingkat Kabupaten/Kota tergolong rendah dibandingkan Kabupaten/Kota lain di Indonesia. 1.0000 0.9000 0.8000 0.7000
Kota ota Gorontalo Go alo lo
0.6000 0.5000 0.4000
Kab. Ka K b Go Gorontalo orron ntalo Kab. Ka b Po Pohuwato hu
0.3000
Kab. Boalemo
0.2000 0.1000 0.0000 0.0000
0.0500
0.1000
Kab/kota di Indonesia
0.1500
0.2000
Kab/kota di Gorontalo
0.2500
0.3000
frontier
0.3500
0.4000
Kab/kota di Sulawesi
Sumber: Estimasi staff Bank Dunia (2013) Catatan: Bone Bolango dan Gorontalo Utara tidak dapat diperlihatkan karena keterbatasan data. Indeks input kesehatan terdiri atas: belanja rutin dan modal, jumlah RS dan dokter per populasi. Indeks output kesehatan terdiri atas: cakupan imunisasi, angka morbiditas, dan angka harapan hidup.
4.4. Kesimpulan • Pemerintah Provinsi Gorontalo memfokuskan pelayanan Kesehatan Gratis melalui jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Program untuk menjaga stabilitas kesehatan dilakukan dengan upaya menekan angka morbiditas. Hal ini didukung oleh Belanja kesehatan di Gorontalo terus meningkat.
• Konsistensi belanja kesehatan Pemerintah Provinsi tidak seperti belanja pada tingkat kabupaten/kota. Belum terlihat adanya konsistensi belanja program kesehatan di tingkat provinsi. Belanja program kesehatan di tingkat provinsi difokuskan pada program bina usaha kesehatan.
• Pembangunan sektor kesehatan pada periode 2007-2012 difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir. Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Gorontalo terus meningkat dalam periode 2007-2012. Rasio pelayanan dokter dan polindes di Gorontalo termasuk baik dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi, sementara rasio pelayanan rumah sakit dan puskesmas termasuk yang terendah.
• Kecukupan gizi bagi balita di Gorontalo masih menjadi permasalahan yang dihadapi Provinsi Gorontalo
76
Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012
4.5. Rekomendasi • Percepatan pencapaian visi Gorontalo Sehat, Mandiri, dan Berkeadilan harus segera dilaksanakan, hal ini dapat dilakukan melalui: (a) penataan sistem dan peningkatan jangkauan pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan yang berkeadilan ; (b) Penataan ulang distribusi tenaga kesehatan antar kab-kota melalui kebijakan pemerintah daerah yang terkoordinasi dan akuntabel ; (c) Mendorong semua pihak untuk terlibat langung atau tidak langsung untuk bersama menanggulangi permasalahan kesehatan masyarakat, dari hulu (Bupati) hingga hilir (RT/RW) membenahi kebijakan kesehatan.
• Perlu meningkatkan efisiensi penggunan belanja kesehatan dengan mengurangi secara bertahap proporsi belanja pegawai. Saatnya memfokuskan belanja untuk kesehatan terutama untuk penanganan Balita Gizi Buruk, AKI, AKB, dan AKABA serta pada peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas kesehatan untuk daerah yang masih minim.
• Perlunya mengoptimalkan sistem perlindungan kesehatan ibu hamil dan anak. Permasalahan kesehatan ibu hamil dan Gizi buruk masih menjadi persolan serius yang dihadapi pemerintah daerah dalam pencapaian target MDGs dan pemenuhan targat Standar Pelayanan Minimal (SPM). Perhatian terhadap pembiayaan kesehatan diantaranya untuk (a) peningkatan jaminan kesehatan masyarakat, (b) biaya operasional pelayanan kesehatan dasar (BOK), dan (c) biaya kelengkapan dan ketersediaan fasilitas kesehatan dasar.
• Penanganan masalah Gizi buruk di Gorontalo perlu dimulai dari perbaikan taraf ekonomi keluarga miskin. Tanggung jawab perbaikan gizi buruk bukan hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan namun merupakan tanggung jawab bersama lintas sektor dan stakeholder. Perlunya penanganan secara khusus pada daerah daerah rawan gizi buruk serta sosialisasi untuk membangun swadaya/kesadaran kolektif masyarakat terhadap penanganan gizi buruk.
77
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) KOR (Triwulanan). http://sirusa. bps.go.id/index.php?r=sd/detail&kd=2181&th=2011 Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo (berbagai tahun). “Daerah Dalam Angka”. Gorontalo, Indonesia Bank Indonesia (berbagai tahun). “Kajian Ekonomi Regional Gorontalo”. Gorontalo, Indonesia Kementerian Negara Peranan Perempuan (2012). “Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2012”. Jakarta, Indonesia Kemitraan. Indonesia Governance Index. http://www.kemitraan.or.id/igi/ Pemerintah Provinsi Gorontalo (2007). “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 20072012”. Gorontalo, Indonesia. ----------. (2012). “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2012-2017”. Gorontalo, Indonesia The World Bank (2002). “Decentralizing Indonesia”. World Bank Regional Publik Expenditure Review Overview Report. World Bank East Asia and Pacific Region, Poverty Reduction and Economic Management Unit. Jakarta, Indonesia ----------. (2008). “Gorontalo Public Expenditure Analysis 2008: Service Delivery and Financial Management in a New Province”. Jakarta, Indonesia ----------. (2013). “Supply-Side Readiness for Universal Health Coverage: Assessing the Depth of Coverage for Non-Communicable Diseases in Indonesia”. Jakarta, Indonesia ----------. (2014). Gorontalo Public Financial Management Capacity Assessment. Jakarta, Indonesia (tidak dipublikasi) ----------. (2014b). Sulawesi Development Diagnostic. Policy Note 6: Improving Basic Services for the Vulnerable in Sulawesi. Jakarta, Indonesia (tidak dipublikasi) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan. http://www. tnp2k.go.id/index.php?controller=glosarium&action=index&id=22#ag22 Universitas Gorontalo. (2013). Master Table Anggaran Provinsi Gorontalo (tidak dipublikasi) ----------. (2013). Mengoptimalkan Pelayanan Publik Untuk Percepatan Pembangunan Gorontalo. Gorontalo, Indonesia (tidak dipublikasi)
78
79
Kebijakan Anggaran
Ekonomi
Bidang
Kinerja pengelolaan keuangan daerah di Gorontalo menunjukkan adanya perbaikan secara keseluruhan. Pada level pemerintahan Kabupaten/Kota kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) menunjukan perbaikan dengan meningkatnya jumlah Kabupaten/Kota yang mendapat opini WDP/WTP. Namun disisi lain. kinerja PKD Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak tahun 2007 stagnan. Capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir hanya pada tahun 2005 dan 2007.
Strategi Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya adalah peningkatan pelayanan dasar. Untuk itu dibutuhkan kinerja keuangan daerah yang stabil dan konsisten. Untuk itu Pemerintah Provinsi Gorontalo mempertahankan kinerja keuangan daerahnya dengan melanjutkan dan memperkuat langkah-langkah konsolidasi fiskal. Implementasi kebijakan anggaran terlihat dari tiga upaya: penyaluran peningkatan pendapatan daerah. alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen. dan efisiensi belanja daerah.
Mempertahankan momentum perbaikan kinerja pengelolaan keuangan daerah dengan cara mengurangi kesenjangan kapasitas PKD antara SKPD dan antara pemerintah daerah di Gorontalo. Kesenjangan kapasitas ini bisa diperkecil dengan meningkatkan sumber daya manusia yang memiliki latar belakang yang relevan.
Meningkatkan komitmen anggaran pemerintah daerah, khususnya dalam keberlanjutan program-program strategis. Dibutuhkan suatu kerangka anggaran tahun jamak (Medium Term Expenditure Framework) yang dapat menjadi panduan penganggaran dalam jangka waktu tertentu.
Mempertahankan produktivitas pertanian yang merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar penduduk Gorontalo. Meningkatkan akses pembiayaan pertanian bagi usaha kecil dan menengah yang berkaitan dengan pertanian sehingga dapat menghasilkan multiplier effect yang lebih besar. Memperbaiki kualitas infrastruktur yang dapat mendukung perekonomian Gorontalo dan dapat meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar. khususnya untuk pendidikan dan kesehatan.
Memanfaatkan momentum pertumbuhan yang tinggi. Momentum pertumbuhan yang tinggi dapat menjadi pendorong berkembangnya perekonomian local yang melibatkan lebih jauh pelaku-pelaku ekonomi daerah. Pada akhirnya ini dapat mendorong penurunan angka kemiskinan lebih jauh. Peningkatan ekonomi lokal dapat dilakukan dengan perbaikan akses kepada para pelaku ekonomi lokal. baik yang berskala kecil maupun menengah.
Secara umum. provinsi Gorontalo terus berkembang sejak terbentuk di tahun 2000. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diikuti oleh penurunan angka kemiskinan dan angka pengangguran yang rendah. Pertumbuhan konsumsi masyarakat menunjukkan bahwa daya beli masyarakat yang semakin baik. Kualitas sumber daya manusia juga menunjukkan berbagai perbaikan.
Namun tantangan yang dihadapi provinsi ini kedepan masih besar. Momentum pembangunan yang tercipta sejak terbentuknya provinsi ini harus dijaga agar dapat menghasilkan pembangunan daerah yang diharapkan. Skala perekonomian Gorontalo masih tergolong kecil dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditopang oleh pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah yang tinggi.
Rekomendasi
Matriks Rekomendasi
Temuan
Lampiran 1.
Lampiran
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi
Pelaku
80
Belanja
Pendapatan dan pembiayaan
Bidang
Mengoptimalkan upaya peningkatan menganalisis potensi pendapatan daerah.
Pemerintah Provinsi harus menjalankan fungsi koordinasi untuk menghindari tumpang tindih belanja antara pemerintah pusat, provinsi, dan Kabupaten/Kota, serta menghindari terjadinya kekurangan/kelebihan pendanaan.
Peningkatan belanja tidak langsung yang disebabkan oleh peningkatan belanja pegawai perlu di evaluasi secara relatif dibandingkan provinsi-provinsi lain. Disisi lain, peningkatan belanja pegawai adalah untuk pegawai fungsional. atau yang menyediakan pelayanan publik secara langsung. harus dapat dijustifikasi. Pemerintah perlu meningkatkan efisiensi dalam pos belanja pegawai mengingat Gaji PNS akan mengalami kenaikan nominal 10 persen dan berkala 2.5 persen secara riil.
Walaupun meningkat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) di provinsi dan Kabupaten/Kota Gorontalo lebih rendah dari komponen pendapatan lainnya. Peningkatan PAD yang dicapai Gorontalo masih belum memenuhi target RPJMD dan saat ini masih merupakan salah satu yang terendah di Indonesia.
Memasuki dasawarsa kedua sejak terbentuk. belanja pemerintah untuk Gorontalo terus meningkat. Di tahun 2012, tingkat belanja pemerintah daerah Gorontalo lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Sebagian besar belanja daerah di Gorontalo dikelola oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Belanja pemerintah pusat di Gorontalo masih tergolong besar walaupun tidak sebesar belanja pemerintah Kabupaten/Kota.
Kabupaten/Kota mengalami peningkatan belanja tidak langsung. Peningkatan belanja tidak langsung di sebabkan oleh peningkatan belanja pegawai. Tingginya belanja pegawai disebagian besar disebabkan oleh belanja gaji pegawai fungsional. khususnya dibidang pendidikan dan kesehatan.
Belanja menurut urusan masih di dominasi oleh belanja Pemerintahan Umum dan Pendidikan. Belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terus meningkat sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota mengalami penurunan. Ditingkat Kabupaten/Kota. peningkatan belanja pendidikan dan kesehatan menekan proporsi pemerintahan umum dan infrastruktur. Belanja pemerintah daerah terhadap infrastruktur berkurang cukup drastis.
dengan
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah daerah harus mulai mempertimbangkan pilihan-pilihan PAD lain untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber-sumber utama. Rendahnya kapasitas fiscal dapat teratasi dengan mengefisienkan belanja pegawai dan mengurangi penyertaan modal (APBD) di bank pembangunan daerah untuk pembiayaan pembangunan yang produktif.
Kemandirian keuangan daerah Gorontalo meningkat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gorontalo cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kontribusi PAD terbesar bersumber dari pajak daerah. khususnya dari Pemerintah Provinsi. Penyumbang terbesar terhadap PAD Gorontalo adalah pajak yang berkaitan kendaraan bermotor dan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
PAD
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Perencanaan keuangan yang lebih baik,. khususnya dalam mengestimasi pendapatan daerah agar dapat mengurangi fluktuasi anggaran
Kapasitas fiskal pemerintah daerah di Gorontalo mengalami penurunan dan memiliki fluktuasi keuangan daerah yang cukup besar.
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Melakukan evaluasi kinerja tata kelola pemerintahan dan menindaklanjuti dengan temuan-temuannya secara konkrit. Meningkatkan berbagai upaya yang mendukung transparansi dan partisipasi masyarakat, khususnya yang terkait masalah keuangan daerah. Diskusi informal dengan para pemangku kepentingan dan media secara berkala dapat mendorong adanya transparansi.
Kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo mengalami stagnasi yang diperlihatkan oleh menurunnya peringkat Indeks Tata Kelola Indonesia (Indonesia Governance Index – IGI). Penurunan kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo disebabkan oleh aspek birokrasi dan kepemerintahan yang disebakan oleh rendahnya komitmen anggaran dan transparansi.
Pelaku
Rekomendasi
Temuan
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
81
Pendidikan
Bidang
Pemerintah Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Peningkatan Alokasi belanja pendidikan di Kabupaten/ Kota perlu diarahkan pada upaya peningkatan kualitas pendidikan dan tenaga kependidikan, terutama untuk pelayanan kelompok miskin, terpencil, dan tertinggal. Alokasi belanja pendidikan yang tepat sasaran berdampak pada meningkatnya angka rata-rata lama sekolah di Gorontalo yang sekarang masih rendah. Membaiknya kondisi pendidikan di Gorontalo perlu diikuti oleh komitmen dan konsistensi kebijakan pemerintah daerah. Alokasi anggaran pendidikan yang memadai oleh pemerintah daerah untuk memastikan dan menjamin keberlanjutan kualitas dan masa depan pendidikan di Gorontalo.
Kebijakan Pemerintah daerah perlu fokus pada peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) dan kelulusan siswa Sekolah Menengah. Disparitas Kualitas layanan pendidikan menengah antar kabupaten-kota perlu diminimalisir melalui koordinasi dan sinergitas program pendidikan Provinsi dan kabupatenkota. Perlu dipikirkan sebuah intervensi yang mengatasi langsung masalah disinsentif untuk bersekolah. Tertinggalnya angka rata-rata lama sekolah karena anak usia sekolah yang terjun langsung ke lapangan pekerjaan. dan biasanya di sektor informal. Sebagai pilihan, kegiatan PRODIRA dapat diarahkan untuk mengatasi masalah disinsentif ini. Perlu dievaluasi lebih jauh apakah rendahnya konversi faktorfaktor input pendidikan menjadi output-output pendidikan (efisiensi teknis) disebabkan oleh ketidakefisienan faktorfaktor input ataukah ketidakefektifan faktor-faktor output. Dari evaluasi ini dapat dibuat sebuah intervensi yang tepat untuk meningkatkan tingkat konversi faktor-faktor input menjadi output-output pendidikan. Pemerintah Provinsi Gorontalo perlu meningkatkan alokasi sharing komponen pembiayaan pendidikan personalia siswa yang ditanggung oleh orang tua siswa. Selain itu, pemerintah daerah di Gorontalo perlu mengurangi beban pendidikan orang tua melalui APBD. Kejelasan sharing pembiayaan pendidikan antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Gorontalo penting untuk memastikan keberlanjutan program Pendidikan Gatis (PRODIRA).
Kabupaten/Kota memiliki peranan yang besar dalam sektor pendidikan. Dalam 5 tahun. belanja pendidikan Kabupaten/Kota meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil. Peningkatan belanja pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota menyebabkan kesenjangan sumber daya fiskal untuk pendidikan mengecil.
Alokasi belanja program pendidikan Gorontalo mengalami peningkatan rata-rata 9.5 persen per tahun. Sebagian besar belanja program pendidikan Gorontalo dialokasikan untuk dua program. Kedua program yaitu Program Pendidikan Menengah dan Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Belanja pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota dialokasikan untuk Program Penuntasan Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun. Beberapa program pendidikan di Gorontalo mengandalkan pembiayaan dari pusat, seperti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Nonformal.
Gorontalo mengalami kemajuan signifikan dalam capaian sektor pendidikan. Gorontalo telah berhasil meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk pendidikan dasar. Disisi lain, Gorontalo masih harus mengejar capaian APM untuk tingkat pendidikan menengah.
Gorontalo telah berhasil meningkatkan akses terhadap pendidikan menengah. khususnya untuk kelompok miskin. Rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan walaupun masih tertinggal dari provinsi lain di Sulawesi.
Berbagai faktor pendukung pendidikan belum dapat menghasilkan output pendidikan yang diharapkan. Efisiensi teknis sektoral tingkat Kabupaten/Kota di Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Indonesia.
Program Pendidikan Gratis adalah pemberian bantuan operasional untuk peningkatan pelayanan di bidang pendidikan. Pemerintah Gorontalo mengalokasikan belanja yang besar untuk Prodira. Penerapan Prodira di tingkat Kabupaten/Kota bervariasi.
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Keterbatasan fleksibilitas anggaran berarti pemerintah daerah Gorontalo harus lebih efektif dan efisien dalam belanja daerahnya. Prioritasi yang jelas sangat diperlukan dalam perencanaan daerah.
Meningkatnya anggaran pemerintah daerah di Gorontalo tidak diikuti oleh meningkatnya fleksibilitas anggaran.
Pelaku
Rekomendasi
Temuan
82
Kesehatan
Bidang
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Meningkatkan efesiensi penggunan belanja kesehatan dengan mengurangi secara bertahap proporsi belanja pegawai. Saatnya memfokuskan belanja untuk kesehatan terutama untuk penanganan Balita Gizi Buruk, AKI, AKB, dan AKABA serta pada peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas kesehatan untuk daerah yang masih minim. Perlunya mengoptimalkan sistem perlindungan kesehatan ibu hamil dan anak. Permasalahan kesehatan ibu hamil dan Gizi buruk masih menjadi persolan serius yang dihadapi pemerintah daerah dalam pencapaian target MDGs dan pemenuhan target Standar Pelayanan Minimal (SPM). Perhatian terhadap pembiayaan kesehatan diantaranya untuk (a) peningkatan jaminan kesehatan masyarakat, (b) biaya operasional pelayanan kesehatan dasar (BOK), dan (c) biaya kelengkapan dan ketersediaan fasilitas kesehatan dasar. Penanganan masalah Gizi buruk di Gorontalo perlu dimulai dari perbaikan taraf ekonomi keluarga miskin. Tanggung jawab perbaikan gizi buruk bukan hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan namun merupakan tanggung jawab bersama lintas sektor dan stakeholder. Perlunya penanganan secara khusus pada daerah daerah rawan gizi buruk serta sosialisasi untuk membangun swadaya/kesadaran kolektif masyarakat terhadap penanganan gizi buruk.
Konsistensi belanja kesehatan Pemerintah Provinsi tidak seperti belanja pada tingkat Kabupaten/Kota. Belum terlihat adanya konsistensi belanja program kesehatan di tingkat provinsi. Belanja program kesehatan di tingkat provinsi difokuskan pada program bina usaha kesehatan.
Pembangunan sektor kesehatan pada periode 2007-2012 difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir. Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Gorontalo terus meningkat dalam periode 2007-2012. Rasio pelayanan dokter dan polindes di Gorontalo termasuk baik dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi, sementara rasio pelayanan rumah sakit dan puskesmas termasuk yang terendah.
Kecukupan gizi bagi balita di Gorontalo masih menjadi permasalahan yang dihadapi Provinsi Gorontalo.
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
Pemerintah Provinsi
Percepatan pencapaian visi Gorontalo Sehat. Mandiri dan Berkeadilan dapat dilakukan melalui ; (a) penataan sistem dan peningkatan jangkauan pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan yang berkeadilan ; (b) Penataan ulang distribusi tenaga kesehatan antar kab-kota melalui kebijakan pemerintah daerah yang terkoordinasi dan akuntabel ; (c) Mendorong semua pihak untuk terlibat langung atau tidak langsung untuk bersama menanggulangi permasalahan kesehatan masyarakat. dari hulu (Bupati) hingga hilir (RT/ RW) membenahi kebijakan kesehatan.
Pemerintah Provinsi Gorontalo memfokuskan pelayanan Kesehatan Gratis melalui jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Program untuk menjaga stabilitas kesehatan dilakukan dengan upaya menekan angka morbiditas. Hal ini didukung oleh Belanja kesehatan di Gorontalo terus meningkat.
Pelaku
Rekomendasi
Temuan
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
83
84.485 2.391
32.000 10.557 23.872
431 Pendapatan Hibah
432 Dana Darurat
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan 433 Pemerintah Daerah Lainnya
Bantuan Keuangan dari 435 Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 0
109.996
176.425
BAGIAN LAIN-LAIN 105 PENERIMAAN YANG SAH
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
176.086
423 Dana Alokasi Khusus
434
1.227.958
422 Dana Alokasi Umum
Bagi Hasil Bukan Pajak
34.782
4.679
55.278
86.952
181.691
84.796
7.181
69.272
105.689
266.938
2009
109.607
8.155
34.288
125.009
277.059
2010
151.792
12.489
30.872
166.309
361.462
2011
110.915
10.733
34.264
176.586
332.497
2012
25.736
2.792
10.487
68.032
107.046
2007
44.013
2.512
49.031
96.862
192.419
2008
63.838
7.769
47.982
105.456
225.045
2009
88.568
5.171
23.538
141.754
259.030
2010
8.000
82.220
71.486
48.749
66.293
276.748
288.104
1.678.311
20.532
107.140
15.500
119.613
72.240
7.274
15.000
234.315
354.489
1.844.415
4.419
140.767
12.167
178.711
124.499
46.075
34.518
489.395
238.457
1.922.336
3.409
154.468
21.962
517.238
52.922
0
81
697.582
278.169
2.156.208
1.197
163.807
0
241.628
51.352
0
0
295.533
190.647
1.948.949
353.382
112.032
12
100.918
28.960
8.927
47.500
186.317
132.766
1.053.345
5.344
73.921
5.000
133.732
33.368
74.000
40.742
289.081
283.410
1.678.311
15.503
122.335
1.500
109.961
68.850
10.069
6.493
215.529
354.484
1.844.394
2.839
134.005
11.616
176.114
116.469
9.866
38.813
444.174
238.457
1.919.964
1.672
164.976
21.962
412.644
50.884
104.849
81
0
278.146
2.153.940
1.382
149.546
0
109.803
10.484
35.429
174.477
0
2011
Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)
1.490.920 2.094.088 2.344.089 2.318.671 2.599.381 2.605.010 1.265.376 2.099.559 2.335.722 2.325.069
421 Dana Bagi Hasil Pajak
103 Dana Perimbangan
24.885
4.163
Hasil Pengelolaan 413 Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
34.712
412 Retribusi Daerah
414
52.779
411 Pajak Daerah
116.539
PENERIMAAN
102 PAD
2008
Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta) 2007
Lampiran 2. Gorontalo PEA Update Budget Master Table
0
241.628
51.352
0
0
295.533
190.647
1.948.949
353.382
112.032
2.605.010
110.915
10.733
34.264
176.586
332.497
2012
84
Pendapatan lainnya
Total penerimaan
0
0
2008
4.687
0
2009
9.799
83.625
2010
105.380
0
2011
2.552
0
2012
0
0
2007
2.239
0
2008
9.478
9.179
2009
89.798
1.497
2010
3.233.040
2.552
0
2012
6.445 28.299
1.169 7.660 15.105 1.537
15.959 10.843
Pendidikan
Kesehatan
Pekerjaan Umum
Perumahan
Penataan Ruang
Perencanaan Pembangunan
Perhubungan
Lingkungan Hidup
Pertanahan
Kependudukan dan Catatan Sipil
Pemberdayaan Perempuan
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Sosial
Tenaga Kerja
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Penanaman Modal
Kebudayaan
Pemuda dan Olah Raga
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
21.553
2.684
4.033
20.917
20.822
22.087
37.136
568.839
140.838
440.358
URUSAN WAJIB
1
14.544
4.143
7.088
16.698
22.223
16.559
5.454
8.085
6.651
23.632
24.011
29.220
32.632
8.933
9.272
675.917
223.866
633.444
9.728
3.045
6.837
14.453
18.519
19.003
7.364
7.632
9.222
7.772
26.474
40.011
38.936
9.273
10.359
655.669
289.516
739.487
8.201
4.555
3.403
8.861
16.644
18.697
9.603
6.856
7.683
26.461
24.137
39.944
37.140
5.107
10.224
465.676
300.348
887.409
12.461
4.645
6.709
22.974
25.093
38.122
16.530
5.999
14.303
20.727
32.703
44.151
40.936
7.621
8.416
598.322
352.144
1.238.998
16.961
2.752
6.785
22.965
26.160
34.914
15.408
4.891
15.561
26.024
31.714
40.679
40.192
9.836
6.605
375.805
344.750
1.125.649
7.668
2.015
8.062
9.093
11.839
17.797
296
2.930
4.535
19.350
7.896
12.840
17.159
1.632
9.856
325.038
83.309
254.802
13.391
3.909
6.781
15.794
19.774
15.446
5.198
7.878
6.403
22.117
22.468
25.682
27.692
7.525
8.499
510.141
205.499
611.732
8.886
2.908
3.812
9.928
14.452
13.818
7.128
7.492
8.544
5.863
22.072
31.047
32.923
7.799
9.865
570.474
265.278
704.103
9.305
4.457
3.364
10.054
17.282
19.818
9.168
6.741
7.279
23.098
23.085
35.734
34.955
4.702
8.009
372.313
281.060
752.936
12.038
4.336
6.452
22.420
24.297
36.379
12.577
9.340
13.620
19.873
31.012
41.861
38.656
6.157
7.834
513.464
356.466
1.118.820
16.961
2.752
6.785
22.965
26.160
34.914
15.408
4.891
15.561
26.024
31.714
40.679
40.192
9.836
6.605
375.805
344.750
1.125.649
2.131.476 2.641.830 2.840.491 2.794.702 3.643.794 3.201.833 1.343.920 2.349.993 2.527.450 2.593.139 3.351.682 3.201.833
0
99.324
0
2011
Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)
1.783.884 2.552.527 2.845.342 3.085.124 3.658.425 3.233.040 1.558.739 2.581.059 2.776.296 3.028.273
0
0
2007
Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)
BELANJA MENURUT URUSAN
BELANJA
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
436
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
85
8.123
Perpustakaan
Ketahanan Pangan
URUSAN PILIHAN
Pertanian
Kehutanan
Energi dan Sumberdaya Mineral
Pariwisata
Kelautan dan Perikanan
Perdagangan
Industri
Ketransmigrasian
TOTAL
25
26
27
1
2
3
4
5
6
7
8
1.638
4.249
6.772
42.647
11.927
4.474
18.613
114.204
204.524
10.849
0
8.960
1.398
33
23.582
801.088
33.548
2008
3.706
3.841
8.269
40.442
7.918
4.499
20.476
101.418
190.569
4.531
3.650
9.715
287
347
24.182
843.404
41.074
2009
2.348
3.863
8.529
29.454
7.069
3.880
16.355
75.645
147.142
11.329
3.329
9.354
580
396
11.380
846.977
30.408
2010
4.180
4.316
12.251
56.725
11.090
2.736
30.633
131.580
253.510
9.279
7.048
10.643
196
422
25.738
1.047.540
52.074
2011
4.222
4.484
9.373
52.553
11.224
8.390
30.855
140.765
261.864
6.774
6.598
10.736
301
405
26.249
952.204
50.918
2012
1.021
4.685
3.641
27.105
7.934
4.044
11.985
69.785
130.200
10.849
0
8.476
557
2.417
10.548
497.648
17.308
2007
1.461
4.153
6.603
38.436
11.342
4.302
17.029
108.549
191.875
10.557
0
8.741
1.233
26
20.274
741.932
31.298
2008
8.386
3.935
8.481
39.185
8.194
4.680
17.659
92.517
183.038
4.667
4.367
10.573
265
334
18.678
728.423
33.751
2009
2.346
3.784
8.384
33.297
8.153
4.294
19.558
87.116
166.932
10.634
4.020
9.495
538
377
13.242
896.132
35.340
2010
4.126
4.188
11.115
52.258
10.727
2.534
29.011
127.168
241.126
9.178
6.530
11.805
145
421
25.110
973.813
49.075
2011
Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)
4.222
4.484
9.373
52.553
11.224
8.390
30.855
140.765
261.864
6.774
6.598
10.736
301
405
26.249
952.204
50.918
2012
36.134 25.053
Bunga
Hibah/subsidi
Bantuan Sosial
Bagi Hasil ke Daerah Bawahan
17.629
0
612.605
Pegawai
#VALUE!
Belanja tidak langsung
38.907
33.994
88.344
0
929.019
48.237
62.111
57.679
188
1.047.419
40.126
59.042
85.287
633
1.113.427
51.723
54.012
132.519
1.000
1.615.639
68.693
39.854
98.711
750
1.657.337
1.155.092 1.284.468 1.401.076 1.940.242 1.946.272
38.855
34.941
30.299
0
425.440
591.993
33.588
32.396
84.652
0
890.357
24.509
52.999
26.777
0
926.819
39.861
54.262
83.233
594
1.149.555
51.613
49.942
124.513
580
1.552.300
68.693
39.854
98.711
750
1.657.337
1.103.131 1.073.290 1.424.305 1.859.932 1.946.272
2.301.825 2.846.354 3.031.059 2.941.845 3.897.304 3.463.697 1.474.120 2.541.867 2.710.489 2.760.071 3.592.807 3.463.697
1.001
10.559
5.221
33.654
10.840
87.663
170.349
0
0
7.541
BELANJA MENURUT KLASIFIKASI EKONOMI
13.288
Komunikasi dan Informatika
69
463
Statistik
Arsip
22
24
12.467
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
23
723.754
Pemerintahan Umum
20
20.897
2007
Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)
Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
19
86
Tidak Terduga
Bantuan kepada Lembaga Vertikal
Belanja langsung
Pegawai
Barang dan Jasa
Modal
Total
0
4.221
60.607
2008
PENDIDIKAN
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
KESEHATAN
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
PEKERJAAN UMUM
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
0
2.718
66.117
2009
0
8.976
93.584
2010
0
8.574
76.775
2011
0
11.104
69.823
2012
960.170
548.931
182.160 996.117
583.561
166.912 837.732
523.963
179.073 1.025.412
720.305
211.346 712.057
625.289
180.079 465.601
332.753
83.772
882.127
0
3.107
59.351
2007
0
832
41.354
2009
0
4.888
91.912
2010
0
4.956
76.027
2011
0
11.104
69.823
2012
767.065
503.192
168.478 910.578
563.735
162.885
644.316
517.916
173.534
839.979
686.756
206.141
712.057
625.289
180.079
1.438.736 1.637.198 1.335.766 1.732.875 1.517.425
0
2.076
60.063
2008
Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)
0
12.945
0
568.839
35.456
37.448
20.769
0
47.164
0
140.838
78.293
41.847
49.208
0
271.010
0
440.358
0
24.058
0
675.917
69.138
46.342
27.579
0
80.807
0
223.866
121.682
50.234
35.756
0
425.772
0
633.444
0
25.826
0
655.669
100.307
58.863
32.587
0
97.759
0
289.516
152.403
60.970
29.071
0
497.042
0
739.487
0
14.376
0
465.676
86.389
58.273
46.131
0
109.555
0
300.348
130.675
50.980
33.597
0
672.157
0
887.409
0
35.372
0
598.322
82.017
71.755
44.213
0
154.159
0
352.144
219.356
135.557
44.436
0
839.650
0
1.238.998
0
34.841
0
375.805
52.566
86.438
44.678
0
161.068
0
344.750
158.882
67.254
29.431
0
870.082
0
1.125.649
0
15.199
0
325.038
32.716
16.928
6.181
0
27.484
0
83.309
46.668
29.556
12.950
0
165.627
0
254.802
0
23.331
0
510.141
59.908
42.361
25.720
0
77.511
0
205.499
117.209
45.621
32.658
0
416.244
0
611.732
0
12.769
0
570.474
96.276
50.527
30.283
0
88.192
0
265.278
146.565
54.513
26.907
0
476.119
0
704.103
0
14.167
0
372.313
82.681
51.948
39.074
0
107.357
0
281.060
43.851
45.663
31.830
0
631.593
0
752.936
0
34.019
0
513.464
76.019
82.589
48.929
0
148.930
0
356.466
134.980
127.329
42.031
0
814.479
0
1.118.820
0
34.841
0
375.805
52.566
86.438
44.678
0
161.068
0
344.750
158.882
67.254
29.431
0
870.082
0
1.125.649
2.301.825 2.846.354 3.031.059 2.941.845 3.897.304 3.463.697 1.474.120 2.541.867 2.710.489 2.760.071 3.592.807 3.463.697
797.622
509.399
225.435
1.532.457 1.691.262 1.746.591 1.540.768 1.957.063 1.517.425
#VALUE!
9.943
68.004
2007
Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)
BELANJA SEKTOR STRATEGIS (berdasarkan Urusan)
CHECK
Bantuan ke Daerah Bawahan
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
87
KEHUTANAN
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
PERHUBUNGAN
Belanja langsung
Belanja modal
Belanja barang dan Jasa
Belanja pegawai
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
PERTANIAN
Belanja tidak langsung
Belanja tidak langsung
PERUMAHAN
Belanja modal
Belanja barang dan Jasa
4.719
1.125
0
6.832
0
13.288
22.654
38.469
10.157
0
16.383
0
87.663
6.713
5.673
2.389
0
7.312
0
22.087
27.123
9.570
443
0
0
0
37.136
514.044
22.718
19.132
Belanja pegawai
5.516
1.391
0
9.514
0
18.613
27.130
40.602
7.784
0
38.689
0
114.204
8.084
5.757
2.347
0
13.032
0
29.220
6.280
2.844
148
0
0
0
9.272
588.063
55.853
7.942
2008
5.903
1.123
0
11.064
0
20.476
25.306
35.235
5.961
0
34.915
0
101.418
15.631
7.144
2.698
0
14.537
0
40.011
3.715
6.105
539
0
0
0
10.359
561.437
59.130
9.277
2009
6.493
920
0
5.972
0
16.355
19.770
30.614
5.106
0
20.154
0
75.645
17.911
8.068
3.040
0
10.925
0
39.944
7.147
2.484
594
0
0
0
10.224
417.086
25.741
8.473
2010
Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta) 2007
8.011
1.613
0
16.336
0
30.633
23.167
42.597
6.223
0
59.593
0
131.580
12.271
9.193
3.207
0
19.480
0
44.151
5.428
2.301
686
0
0
0
8.416
530.312
25.469
7.169
2011
7.559
2.587
0
19.677
0
40.679
5.046
17.379
3.612
0
14.155
0
40.192
5.376
2.477
297
0
1.687
0
9.836
4.108
2.299
198
0
0
0
6.605
314.257
21.713
4.993
2012
2.830
400
0
7.809
0
11.985
16.204
26.127
5.877
0
21.576
0
69.785
3.588
2.960
925
0
5.367
0
12.840
7.007
2.776
72
0
0
0
9.856
270.600
33.936
5.303
2007
5.274
1.248
0
9.213
0
17.029
25.997
38.390
7.193
0
36.969
0
108.549
6.105
5.108
2.079
0
12.390
0
25.682
5.784
2.572
143
0
0
0
8.499
429.085
50.996
6.730
2008
6.334
1.172
0
7.567
0
17.659
25.872
36.349
5.863
0
24.433
0
92.517
11.896
6.642
2.584
0
9.924
0
31.047
3.539
5.819
507
0
0
0
9.865
494.309
55.822
7.574
2009
6.696
1.066
0
7.681
0
19.558
23.908
30.514
5.438
0
27.255
0
87.116
15.220
7.206
2.684
0
10.623
0
35.734
5.435
2.004
570
0
0
0
8.009
330.151
20.316
7.680
2010
7.379
1.575
0
15.619
0
29.011
21.611
41.405
5.986
0
58.166
0
127.168
11.564
8.610
2.833
0
18.854
0
41.861
4.928
2.234
673
0
0
0
7.834
447.744
24.520
7.182
2011
Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)
7.559
2.587
0
19.677
0
40.679
5.046
17.379
3.612
0
14.155
0
40.192
5.376
2.477
297
0
1.687
0
9.836
4.108
2.299
198
0
0
0
6.605
314.257
21.713
4.993
2012
88 33.654
13.283 21.553
KELAUTAN dan PERIKANAN
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
PEMUDA dan OLAH RAGA
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
PERPUSTAKAAN
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
KETAHANAN PANGAN
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4.204
8.390
8.309
0
650
0
10.895
4.392
0
5.085
0
611
Belanja modal
416
4.862
1.287
0
4.285
0
10.849
0
0
0
0
0
0
0
3.977
5.851
2.052
0
2.664
0
14.544
21.975
7.908
2.451
0
10.312
0
42.647
2.193
2008
743
418
56
0
3.314
0
4.531
645
1.057
770
0
1.179
0
3.650
1.136
4.494
1.274
0
2.823
0
9.728
17.471
10.832
2.088
0
10.051
0
40.442
2.385
2009
1.108
3.956
376
0
5.889
0
11.329
218
1.474
495
0
1.142
0
3.329
863
4.336
1.304
0
1.698
0
8.201
13.843
8.939
1.469
0
5.203
0
29.454
2.969
2010
Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta) 2007
80
1.806
311
0
7.082
0
9.279
241
1.702
833
0
4.273
0
7.048
1.534
5.904
1.841
0
3.182
0
12.461
19.583
19.251
1.955
0
15.935
0
56.725
4.673
2011
45
1.666
359
0
2.821
0
4.891
847
4.898
2.225
0
7.591
0
15.561
24.490
1.276
258
0
0
0
26.024
9.002
6.880
4.592
0
11.239
0
31.714
10.855
2012
416
4.862
1.287
0
4.285
0
10.849
0
0
0
0
0
0
0
352
5.194
1.500
0
622
0
7.668
13.077
6.331
1.618
0
6.079
0
27.105
947
2007
409
4.689
1.268
0
4.191
0
10.557
0
0
0
0
0
0
0
3.568
5.359
2.650
0
1.814
0
13.391
19.642
6.494
2.307
0
9.993
0
38.436
1.294
2008
785
764
62
0
3.055
0
4.667
809
1.485
654
0
1.420
0
4.367
936
3.937
1.210
0
2.802
0
8.886
20.438
10.573
2.128
0
6.047
0
39.185
2.586
2009
957
3.615
375
0
5.687
0
10.634
216
1.525
519
0
1.761
0
4.020
712
4.443
1.427
0
2.723
0
9.305
14.344
10.498
1.654
0
6.802
0
33.297
4.116
2010
76
1.725
309
0
7.069
0
9.178
234
1.607
794
0
3.895
0
6.530
1.422
5.725
1.803
0
3.088
0
12.038
18.696
16.312
1.692
0
15.558
0
52.258
4.438
2011
Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)
45
1.666
359
0
2.821
0
4.891
847
4.898
2.225
0
7.591
0
15.561
24.490
1.276
258
0
0
0
26.024
9.002
6.880
4.592
0
11.239
0
31.714
10.855
2012
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
89
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan Jasa
Belanja modal
KB DAN KELUARGA SEJAHTERA
98
469
261
0
708
0
1.537
2007
2.534
1.027
975
0
919
0
5.454
2008
4.172
1.033
966
0
1.194
0
7.364
2009
3.981
2.539
947
0
2.137
0
9.603
2010
Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)
4.067
3.947
1.642
0
6.874
0
16.530
2011
4.054
3.610
1.097
0
6.647
0
15.408
2012
98
4
194
0
0
0
296
2007
2.362
971
967
0
897
0
5.198
2008
4.139
910
899
0
1.179
0
7.128
2009
3.827
2.400
919
0
2.022
0
9.168
2010
3.636
3.230
510
0
5.201
0
12.577
2011
Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)
4.054
3.610
1.097
0
6.647
0
15.408
2012
Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014
90