~erfia
• •
1--rr£--::a~nB.~BLa_[_~:.....J{a[aman
•
d n lJ c?Jri·r:;;o;,'2
•
•
•
Melalui komunitas ini, para anggota berbagi dan menghidupkan komik dalam negeri lewat nilainilai lokal. CHRISTINE FRANCISKA
ATRI mernbaca sebuah mamra. Seketika itu, ia menemus ruang waktu dan bertemu penari topeng misterius. Pelan-pelan, pertanyaan yang ia cari dalam hidup akhirnya terjawab. Ketenangan bisa hadir di mana saja, bahkan dalam gemuruh sekaJipun. Cerita ten tang tokoh Ratri itu tertuang pacta sehu, h bul
tra karya Azisa Noor dan R Amctani. Dengan sapllan teknik It'll' rerco!o/' yang lwlus clan pem·
•
•
9vtecfia 7'angga[ J{aCaman
•
•
•
•
OOK KOMIKARA
BERBAGI
: Dalam komunitas, para komikus bisa berbagi pengetahuan dan teknik serta menerima
masukan sekaligus belajar bekerJa sama. •
berian warna gelap, Azisa berhasil membuat komik bemuansa lokal dengan gaya yangkhas. ~embaca komik itu tentu meninggalkan kesan yang jauh berbeda dari manga-komik ala Jepang--atau komik Amerika. Memang tak mudah membuat komik yang ken tal de-
ngan nuansa lokal Nusantara. Mantra yang memiliki latar budaya topeng Cirebon, misalnya, dibuat dengan riset mendalam selama tiga bulan. "Saya mendalami kehidupan mereka, juga gerakan dan filosofi tari Cirebon," kata Azisa. Komik Mantra, lanjut Azi-
sa, paling tidak menunjukkan pembuatan komik juga memerlukan riset yang serius. "Tidak sekadar bikin," kata dia.
Tingkatkan kualitas Jika dibandingkan dengan komik luar negeri, komik Indonesia memang masih kalah saing.
Di toko buku saja, manga masih mendominasi. Produksi komik lokal pun tak secepat produksi komikluar. Perbandingannya bisa satu banding 100. Tak menghe r ankan jika komik lokal cepat ditarik dari ra k pajangan toko buku ke gudang penyimpanan . Na mun, kom iku s m uda asal Bandung t a k p a t ah arang. Lewat sebuah komunitas bernama Komikara, Azisa dan kawan-kawa n rajin berbagi dan mengembangkan kemampuan agar kualitas komik lokal bisa kian meningkat. Rama Indra, ilustrator komik, mengaku belajar banyak hal dari kumpul-kllInpul komunitas itu . "Bukan hanya soal teknik. Kita juga belajar untuk menerima masukan dan bekerja sam a dengan orang lain. Kadang, kita suka menganggap konsep dan cerita kita sudah bagus, padahal menurut orang lain belum tentu," ucap Rama. Menurut dia, dunia komik memang punya daya tarik
• • •
•
•
•
•
•
tersendiri. "Komik itu kayak bikin film saja. Namun, bedanya kita tak perlu bergantung pada orang lain. Semua hal, dari cerita hingga karakter, kita yang tentukan. Sebuah kebebasan yang enggak bisa kita dapat dari medium lain," • katanya.
Sambil ngopi •
Awalnya, Komikara bernarna Komunitas Cergam Bandung (KCB) Manyala. Karena anggotanya terus berganti, KCB Manyala banyak diisi komikus-komikus muda. Perlahan, pada 2010, namanya pun berganti menjadi Komikara. '''Kara ' dalam bahasa Sunda berarti tempat untuk latihan seni atau serna cam workshop seni," kata Azisa. Tiap Jumat, di Cafe Doh, Jalan Embun, Bandung, Komikara menggelar Ngopimik, singkatan dari 'ngopi sambil ngomik'. Di sana, komikus senior dan junior berkumpul untuk berbagi ten tang teknik menggambar, membuat plot, hingga prose penerbitan. Tak hanya itu, editor dari penerbit juga kerap datang, memberikan saran-saran membangun agar karya komik bisa diterbitkan. "Kadang komlkus merasa editor itu jauh sekali. Susah sekali rasanya ngobrol dengan mereka. Di sini, tiap komikus bisa punya kesem patan untuk melihnl a i tensi yang dilakukan dilor itu seperti apa," jelas p r m puan yang t lah m nerbitknn tujuh buku komik ini.
ia :1r21. Tangga[ J{afaman ~e
•
•
Nilai lokal Selain pertemuan rutin, anggota Komikara juga eksis di dunia maya. Lewat laman Facebook, mereka aktif mengunggah karya dan memberi masukan untuk satu sama lain. "Kalau lagi launching komik, kita juga ngumpul ramerame," siimbung Azisa. Saat ditanya ten tang gaya komik Indonesia yang dinilai terlalu menjiplak manga dan . komik Amerika, Rama dan Azisa senyum-senyum saja. Tampaknya pertanyaan itu memang jadi pertanyaan yang paling sering ditanya kepada komikus. Menurut mereka , gaya gambar harusnya bukan jadi hal yang harus diperdebatkan karena komik-komik zaman dulu pun punya ciri yang mirip dengan komik Amerika. Justru, yang harus diperdebatkan ialah nilai-nilai lokal yang ada dalam komik tersebut. Apakah komikus mampu memperlihatkan budaya dan gaya hidup masyarakat lokal atau tidak? "Komikus yang enggak pernah pergi ke Jepang enggak mungkin bisa bikin latar suasana seperti di Jepang. Nilai-nilai keindonesiaan eperti lambang Garuda atau tipikal rumah di perdesaan pasti ada dalam karya loka!," kata mereka. (M-3) christine @mediaindonesia.com
•
Mecfia '[anggar •• J{aCaman :
•
I
MIIRI ILLY flPrJAUS
LOW. v.omlY:us Azisa Noor dan Rama Indra dengan buku komlk karya sendiri. Lewat komunitas Komikara, mereka dan rekan-rekan komikus dapat bersama-sama merlgembangvan kernampuan untuk menlngkatkan kualltas komik loka!.
~edia
• •
•
Tangga[ J{afaman •. •
•
•
•
• I
,
KOMlKUS bukanlah profesi yang mudah dijalani. Azisa dan Rama, ~u~ komikus sekaligus pegiat Komikara, berba~ kiat :ermat untuk menjalani karier sebagal komlkus muda. •
Pelajari teknik menggambar dari mana saja, termasuk karya manga Jepang, komik Amerika, hingga Eropa. Di internet pun, tutorial membuat komik berjibun jumlahnya. Kata Rama, komikus tidak perlu terlalu memikirkan gambar yang bagus. Paling penting, justru membangun cerita yang dapat membius pembaca.
Tun jukkan hasil karya kepada siapa saja. . Terima kritik yang membangun dan jangan patah semangat kalau selalu ditolak penerbit. Tiap komikus besar pasti punya pengal aman ditolak berkalikali. Intinya, kita harus mau belajar. Perlu diingat, untuk menghasilkan karya yang bagus, seorang komikus tak bisa bekerja sendiri. Komikus membutuhkan banyak masukan dari editor dan pemb aca .
Bergabung ke komunitas komik juga sangat membantu untuk belajar teknik baru. Paling mudah, masuklah ke forum dan laman daring. Situs seperti Ngomik.com atau Komikoo.com bahkan menyediakan wadah kusus bagi teman-teman untuk mengunggah karya sehingga bisa mendapatkan banyak masukan .
Jangan ragu untuk mencetak karya sendiri secara independen alias self-publishing. Jika belu m punya dana untuk im, coba cari-cari sponsor untuk membantu ongkos cetak. Selain bisa eksis, komikus bisa belajar hal penting mengenai produksi buku dan proses distribusinya. (Cef/M-3)
•