Para Tokoh Berbagi Strategi Menghadapi MEA UNAIR NEWS – Sebagai provinsi yang unggul, Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melakukan pembenahan berbagai sektor. Hal tersebut yang diungkapkan oleh Gubernur Jatim Soekarwo dalam acara seminar nasional “Merekonstruksi Arah Pembangunan Nasional Menuju Daya Saing Bangsa di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”. Seminar diselenggarakan oleh sivitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Rabu (14/12), di Aula Garuda Mukti Kantor Manajemen UNAIR. “Untuk menghindari terjadinya middle income trap, ada beberapa hal yang perlu dibenahi yakni memperkuat basis produksi dari segala sektor,” ujarnya. Soekarwo juga menjabarkan upaya pengembangan pasar di Jatim guna meningkatkan surplus perdagangan. Ia memperkirakan, pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Jatim sebesar 5,8 persen. Ia juga sedang gencar dalam memberdayakan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) yang ada di Jatim agar provinsi ini bisa bersaing dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Selain Soekarwo, seminar itu dihadiri Bupati Lamongan H. Fadeli, Bupati Gresik Dr. H Sambari Halim Radianto, (Plt.) Gubernur Gorontalo Zudan Arif Fakrullah, Direktur Sekolah Pascasarjana UNAIR Prof. Dr. Hj. Sri Iswati, S.E., M.Si., Ak, dan dimoderatori oleh akademisi Fakultas Hukum UNAIR Suparto Wijoyo. Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, dalam sambutannya mengatakan, ada banyak hal yang harus ditelaah dan direkonstruksi dalam mewujudkan kesejahteraan dan kesiapan bangsa ini untuk menghadapi MEA. “Ideologi bangsa kita harus dijadikan dasar dan pengarah proses pembangunan nasional.
Pancasila harus menjadi acuan proses pembangunan,” tandas Prof. Nasih. “Saya berharap melalui seminar ini, kita bisa menyumbang pikiran untuk negara paling tidak untuk Provinsi Jawa Timur dan kita bersama membangun konsep ideal dalam pembangunan,” ujar Rektor UNAIR. Bupati Lamongan memaparkan tentang kesiapan masyarakat Lamongan dalam menghadapi MEA. Ia membangun Balai Latihan kerja (BLK) sebagai strategi peningkatan kemampuan calon tenaga kerja agar terampil dan mampu bersaing. Masih seputar strategi MEA, Prof. Dr Sri Iswati mengajak semua masyarakat untuk mengenal konsep MEA dan membangun beragam pemikiran agar masyarakat lebih unggul dalam era MEA. Dalam seminar tersebut juga di launching Airlangga Development Journal volume pertama yang diterbitkan oleh Sekolah Pascasarjana UNAIR. Jurnal ini berisi artikel dari berbagai disiplin ilmu. Selain itu, dalam acara tersebut juga ada pemberian 600 bibit sawo kecik dari Perum Perhutani untuk seluruh peserta seminar. Pemberian bibit sawo kecik itu bertujuan mendukung langkah pemerintah untuk menggalakkan penghijauan di seluruh penjuru daerah. Penulis: Faridah Hari Editor: Defrina Sukma S
Pameran Kearsipan, Mahasiswa
D3 PSTP Tampilkan Festival Budaya dan Kuliner UNAIR NEWS – Ujian akhir semester memang tak selalu diisi dengan mengerjakan soal-soal ujian di kelas atau sekadar membuat esai. Mahasiswa kadang kala juga diajak untuk mengadakan pameran yang sesuai dengan mata kuliah yang sedang mereka tempuh. Salah satunya adalah mahasiswa program studi D-3 Teknik Perpustakaan (PSTP), Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga yang akan menyelenggarakan pameran sebagai syarat lulus mata kuliah Jasa Layanan Kearsipan. Senada dengan judul mata kuliah, mahasiswa PSTP akan menyelenggarakan acara “Pameran Jasa Layanan Arsip” pada Senin sampai Rabu tanggal 19-21 Desember di Aula Vokasi, Fakultas Vokasi. Dalam acara pameran arsip, sebanyak 43 mahasiswa tahun angkatan 2015 itu dibagi dalam 7 kelompok tema. Setiap kelompok menampilkan pameran arsip berupa foto, miniatur, dan naskah berdasarkan kebudayaan. Kebudayaan yang akan mereka tampilkan di antaranya berasal dari Blitar, Yogyakarta, Surabaya, Lamongan, Kediri, Tuban, dan Gresik. Roza Nimas Aprilia Harmanto selaku seksi humas acara pameran kearsipan mengatakan, peserta pameran akan menampilkan arsip budaya secara bergiliran selama tiga hari. Pameran yang ditampilkan berciri khas budaya masing-masing, seperti jaranan asli Kediri, dan tadarusan dari Tuban. Untuk memeriahkan acara, pameran akan dibuka dengan tari kolosal maupun tari tradisional. Selain tari kolosal, ada pula musik akustik, barongan, fashion show, dan mendongeng. “Pada hari pertama, pameran akan dilaksanakan dari jam delapan sampai satu siang. Hari kedua, pameran akan dilaksanakan jam sembilan sampai jam setengah satu. Sedangkan, hari ketiga,
akan dilaksanakan dari jam delapan sampai sebelas,” tutur Nimas, sapaan akrabnya. Pameran layanan kearsipan ini dibuka untuk umum. Pastikan Anda datang dan menikmati sajian arsip dari berbagai budaya! Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan
Dosen UNLAM Djoni Sumardi Gozali, Wisudawan Terbaik S-3 FH UNAIR UNAIR NEWS – Perjuangan Dr. Djoni Sumardi Gozali, SH., M.Hum “bolak-balik” antara Banjarmasin-Surabaya membuahkan hasil manis. Ia meraih predikat sebagai wisudawan terbaik jenjang S-3 Fakultas Hukum UNAIR, dengan raihan IPK 3,86. Padahal selain “wira-wiri” itu, ia juga harus membagi waktu antara mengajar dan berkuliah. “Selama mengikuti kuliah S3 saya sering berada di Surabaya, tapi pada saat menyusun disertasi saya bolak-balik Banjarmasin-Surabaya, mengerjakan lebih banyak di Banjarmasin dan konsul di Surabaya. Disela waktu itu saya dapat mengajar di Banjarmasin,” ujarnya. Djoni memulai sebagai tenaga pendidik sejak tahun 1986. Hingga saat ini ia tercacat sebagai dosen tetap di Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin. Kemudian tahun 1988 hingga sekarang Djoni juga tercacat sebagai dosen tidak tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam, Banjarmasin. Tahun 2000 hingga 2006 pernah diamanahi sebagai
Kepala Bidang Pendidikan Program Magister Ilmu Hukum UNLAM, dan dilanjutkan tahun 2006-2010 menjadi Kepala Bidang Pendidikan Program Reguler B Fakultas Hukum UNLAM Banjarmasin. Djoni mengangkat topik disertasi mengenai asas kesepakatan dalam pengadaan tanah yang berjudul “Asas Kesepakatan dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum”. Menurutnya, pemilihan topik itu karena melihat fenomena di masyarakat mengenai persoalan pengadaan tanah yang selalu menarik dan selalu menimbulkan persoalan hukum dan juga keadilan. Atas bentuk pengabdiannya di dunia pendidikan, tahun 2010 Djoni pernah mendapat Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden RI. Di tahun 1996 Djoni juga pernah mendapat Penghargaan sebagai Kordinator Pelaksana Studi Lapangan (empirik) di Barjarmasin “Studi Diagnostik Perkembangan Hukum Indonesia” dari Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan kantor Konsultan Hukum Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro dan Mochtar, Karuwin & Komar. Saat ini kesibukan Djoni masih mengajar mahasiswa jenjang S-1 dan S-2 di Fakultas Hukum UNLAM di Banjarmasin. Setelah menyelesaikan program Doktoralnya ini, ia akan menyiapkan dirinya untuk jenjang jabatan fungsional, yaitu Guru Besar. “Tips untuk mahasiswa S-3 adalah sabar, karena semua ada waktunya, tidak bisa diperoleh secara instan,” pesanya. (*) Penulis: Pradita Desianti Editor: Faridah Hariani.
Teliti ’Sambung Nyawa’, Ayu Dewi Lulus Terbaik S-2 FST UNAIR UNAIR NEWS – Keanekaragaman hayati yang luar biasa dimiliki Indonesia, memiliki potensi besar sebagai tanaman obat. Keunggulan ini yang akhirnya menarik perhatian Ayu Dewi Pramita, M.Si, mahasiswi S-2 Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga. Ayu melakukan penelitian untuk bahan tesis dengan objek tanaman Sambung Nyawa. Melalui tesis yang ia angkat dengan judul “Pertumbuhan dan Kadar Flavonoid pada Kultur Tunas Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr) dalam Media Padat dan Bioreaktor Perendaman Sementara”, Dewi memperoleh predikat sebagai wisudawan terbaik S-2 FST dengan IPK 3.79. Dewi melihat adanya kandungan flavonoid yang terdapat dalam tanaman Sambung Nyawa, yang berkhasiat untuk dijadikan obat demam dan hipertensi. Karena khasiatnya yang begitu besar, maka perlu adanya pelestarian dengan ilmu rekayasa genetika berupa kultur jaringan. Melalui usaha keras dalam menyelesaikan studinya, mahasiswa asal Situbondo ini akhirnya dapat menyelesaikan studi S-2-nya dalam tiga tahun. Tak terbesit sekalipun di benak Dewi untuk menjadi wisudawan terbaik dalam wisuda Desember ini, hanya saja ia selalu optimis dalam melakukan yang terbaik dari yang ia kerjakan setiap hari. “Sebenarnya tidak ada motivasi sama sekali untuk menjadi wisudawan terbaik. Saya hanya melakukan yang harus saya lakukan dan sebisanya tetap melakukan yang terbaik,” tuturnya. Diakui sempat gagal berulang-kali dalam penelitian. Dewi pun
nyaris patah arang dalam penelitian itu. Tetapi berkat dukungan orang-orang terdekatnya, seperti orang tua, dosen pembimbing, dan teman yang selalu memotivasi, akhirnya Dewi dapat menyelesaikan tesisnya secara memuaskan. Sebagai agen perubahan, ia berharap supaya masyarakat mulai sadar bahwa banyak sekali tanaman obat di lingkungan rumah, dan tentunya mudah ditanam dan dapat dijadikan sebagai tanaman obat keluarga. “Hasil penelitian ini nanti akan saya informasikan kepada masyarakat, terutama pada penggunaan Sambung Nyawa sebagai obat tradisional. Sambung Nyawa ini mudah sekali tumbuh dan berkembang biak, jadi dapat dijadikan toga (tanaman obat keluarga),” kata Dewi. (*) Penulis: Disih Sugianti Editor : Binti Quryatul Masruroh
Menanamkan Rasa Sebagai Mahasiswa Almamater
Bangga Terhadap
SEBELUM akhirnya menapakkan jejak-jejak perjuangan sebagai mahasiswa berjaket biru dongker berlambang Garuda Wisnu Kencana di bagian dada sebelah kiri, almamater berwarna apa yang engkau impikan, kawan? Apakah warna kuning yang begitu gagah dengan lambang makara? Atau mungkin warna hijau berlambangkan ganesha? Dengan fakta bahwa hampir semua program studi di Universitas Airlangga (UNAIR) telah terakreditasi A, tidak heran jika banyak yang
menjawab bahwa UNAIR merupakan pilihan pertamanya. Jadi, menjadi bagian dari UNAIR adalah suatu kebanggaan. Namun ada juga yang sebenarnya memimpikan universitas yang peringkat nasionalnya di atas UNAIR. Artinya UNAIR dijadikan opsi kedua, bahkan ketiga. Angan-angan indah untuk bisa menjadi mahasiswa di ibu kota negara, di “kota hujan” Bogor, di kota “gudeg” Jogyakarta, atau di “kota kembang” Bandung; sekedar ingin tahu bagaimana rasanya menjadi mahasiswa di universitas nomor satu di Indonesia? Tentu ada yang tertanam sampai ke hati. Sebagian dari kita merasa bahwa melupakan mimpi indah itu bukanlah hal mudah. Padatnya kegiatan sebagai mahasiswa, diakui atau tidak, dapat mengalihkan perhatian tersebut, dengan seolah-olah telah dapat menikmati kehidupan di kampus pilihan kita. Tetapi sebenarnya, “dendam” itu masih ada dan termanifestasikan dalam bentuk rendahnya perasaan bangga dan kesadaran bahwa kita merupakan bagian dari UNAIR. Bangga dalam konteks ini bukanlah kesombongan, tetapi bangga yang mengarah pada perasaan ikut memiliki dan merasa bagian dari kelompok, atau yang oleh McMillan dalam teori Sense of Community-nya disebut sebagai spirit atau membership. Kebanggaan itu dapat mengantarkan kita menjadi mahasiswa yang bersemangat untuk bergiat diri guna mengangkat nama baik universitas di kancah regional hingga internasional. Meskipun ada universitas yang pada aspek-aspek tertentu lebih baik dari UNAIR, tetapi kita harus menerima kekurangan dan kelebihan yang ada sebagai hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan bersama. Berikut ini beberapa cara dan alasan mengapa kita harus bangga menjadi mahasiswa UNAIR? Pertama: Mari membuka mata dan bersyukur! Harus diakui UNAIR belum menjadi yang pertama di Indonesia, namun kita sudah bertekad bulat untuk menuju kesana. Selain itu, kita sadar
bahwa sebenarnya banyak universitas lain yang masih berjuang untuk setidaknya sejajar dengan UNAIR. Ketika fasilitas fisik seperti ruangan kelas yang nyaman, perpustakaan dengan koleksi buku dan jurnal yang lengkap, bahkan bus kampus sudah kita miliki, di tempat lain tak sedikit mahasiswanya harus bersabar atas proses belajarmengajarnya yang tak senyaman disini akibat ruangan kelas dan tenaga pengajarnya yang kurang memadai. Lalu bagaimana mungkin kita yang telah diberi kekuatan untuk menembus persaingan yang sangat ketat, kemudian memiliki banyak fasilitas ini tidak bersyukur dan terus merasa kurang? Kedua, menjadi perwakilan UNAIR dalam berbagai acara (sesuai passion masing-masing). Lyntar Ghendis, mahasiswi Fakultas Keperawatan mengaku bahwa terhadap almamater sebelumnya biasabiasa saja. Namun begitu ia menjadi salah satu wakil UNAIR di arena bergengsi PIMNAS, tiba-tiba tumbuh rasa cintanya yang sangat terhadap UNAIR. Dengan menjadi perwakilan, maka akan muncul keinginan kuat dalam diri kita untuk membela dan memberikan yang terbaik kepada almamater. Bukankah ini motivasi sangat baik untuk kita menjadi mahasiswa yang berprestasi? Ketiga, menyadari bahwa mengeluh justru akan merugikan diri sendiri. Alkisah sekitar 27 tahun silam, ada seorang mahasiswa yang kuliah di sebuah universitas di kota kecil. Banyak yang tak tahu bahwa ada universitas itu. Kalau pun tahu, banyak yang memandang dengan sebelah mata. Namun mahasiswa ini tak menganggap hal tersebut sebagai persoalan. Ia memilih menjadi mahasiswa yang bersyukur dengan cara menikmati setiap tugas kuliah, bahkan ia dipercaya menjadi ketua dari beberapa organisasi mahasiswa. Akhirnya, ia pun memetik hasil dari usahanya. Ketika lulus kuliah kini ia sukses bekerja di salah satu BUMN. Lalu akankah sama dengan seseorang yang terus mengeluh sehingga lupa bahwa selalu ada hal baik dalam setiap keterbatasan? Terkadang ini yang banyak
dilupakan. Akhirnya, di atas langit itu masih ada langit. Sekalipun jika kita menjadi mahasiswa universitas nomor satu, pasti akan ada satu-dua aspek dimana universitas lain lebih unggul. Maka banggalah dan bersyukurlah pada pilihan. Lantas mengapa kita tidak memilih untuk menjadi mahasiswa yang bahagia dengan mensyukuri dan mencintai apa yang telah Tuhan berikan kepada kita, untuk kemudian mengisi dan melengkapi kekurangannya? Nah, mari kawanku. (*) Editor: Bambang Bes
Fakultas Vokasi Siap Eksis di Level Internasional UNAIR NEWS – Meski tergolong masih seumur jagung, Fakultas Vokasi Universitas Airlangga sudah siap eksis di level internasional. Sudah banyak kunjungan dari luar negeri yang datang ke beberapa program studi di Vokasi dengan tujuan studi banding. Sebaliknya, pihak fakultas yang berkantor di kampus B ini juga kerap terbang ke negara lain. “Ada rencana menguliahkan trainer atau dosen fisioterapi ke Belanda,” kata Dr. Imam Susilo, dr., Sp.PA (K), Wakil Dekan III Vokasi, yang ditemui di ruang kerjanya Selasa (13/12). Sementara itu, bila berjalan sesuai rencana, mahasiswa program studi (prodi) D-3 Teknik Kesehatan Gigi, akan menjalankan praktik kerja lapangan di Shinjuku, Jepang, tahun depan, pada sebuah laboratorium kesehatan gigi di sana. Sedangkan, prodi D-3 Pariwisata sudah menjalankan kerja sama dengan institusi di Thailand.
Dia menyatakan, kiprah para mahasiswa juga tak dapat dianggap remeh. Baru-baru ini, dalam sebuah olimpiade pendidikan tinggi tingkat nasional, tim dari fakultasnya berhasil meraih predikat juara umum. Yang jelas, mereka yang melaksanakan studi di Vokasi, bakal tidak kesulitan untuk mendapat pekerjaan. Terlebih, kampus membuka jaringan kemitraan dengan banyak perusahaan. Artinya, sebagian besar mahasiswa sudah “dipesan” dunia kerja sejak sebelum mereka lulus. Hingga saat ini, dari 21 Program Studi yang ada di Vokasi, baru tiga yang berada di jenjang D-4. Ke depan, secara bergiliran, akselerasi peningkatan jenjang dari D-3 ke D-4 akan terus dilakukan. Sebab, kebutuhan akan wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam, membutuhkan tambahan waktu. “Pemerintah pusat memberi atensi khusus pada ranah vokasional. Tak heran, soalnya di luar negeri, baik Eropa maupun Australia, bidang terapan sangat berperan sentral dalam pembangunan bangsa,” papar Imam. Sebelum Vokasi berdiri pada tahun 2014, beragam program studi diploma terapan dilaksanakan di bawah koordinasi fakultas lain. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi program diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu. Sejauh ini, lulusan vokasi di UNAIR sudah sukses melakukan pengabdian pada masyarakat. Termasuk, di bidang yang mengangkat kearifan lokal. Misalnya, pengobat tradisional. Terdapat tiga departemen di sini yakni, Kesehatan, Teknik, dan Bisnis. Di Departemen Kesehatan, ada sepuluh progran studi. Antara lain, D-3 Analis Medis, Fisioterapi, Radiologi, Teknik Kesehatan Gigi, Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Kesehatan Ternak, Pengobatan Tradisional, serta D-4 Fisioterapi, Radiologi, dan Pengobat Tradisional. Sementara di Departemen Teknik terdapat program studi D-3 Sistem Informasi, Otomasi Sistem Instrumentasi,dan Teknisi
Perpustakaan. Ada pun di Departemen Bisnis, terdapat program studi D-3 Perpajakan, Akuntansi, Kepariwisataan/Bina Wisata, Bahasa Inggris, Manajemen Pemasaran, Manajemen Kesekretariatan dan Perkantoran, Manajemen Perhotelan, serta Manajemen Perbankan. (*)
Penulis: Rio F. Rachman Editor: Defrina Sukma S.