MEKANISME KERJA PROGRAM DOKUMENTER MAESTRO PADA PRODUCTION HOUSE INDRA TV NEWS AGENCY (Studi Kasus Episode Raden Saleh dan Episode Sang Ayu Ketut Mukelen)
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi
Disusun oleh : Yunialarasati Perdana 0410311-041 Broadcasting
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta 2007
Fakultas Ilmu Komunikasi Bidang Studi Broadcasting Yunialarasati Perdana 0410311-41 Mekanisme Kerja Program Dokumenter Maestro Pada Production House INDRA TV News Agency (Dengan Studi Kasus Episode Raden Saleh dan Episode Sang Ayu Ketut Mukelen) (67 Halaman + V Bab + 2 Gambar + 14 Buku + 2 Situs Website + 1 Company Profile + Lampiran)
ABSTRAK Perumusan masalah pada penulisan ilmiah ini dibatasi pada bagaimana mekanisme kerja program dokumenter Maestro pada production house INDRA TV News Agency. Peneliti menjadikan episode Raden Saleh dan episode Sang Ayu Ketut Mukelen sebagai studi kasus guna melihat penerapan tahapan produksi serta kendala yang ditemui. Kerangka pemikiran pada skripsi ini adalah sebuah standar produksi yang berlaku dalam dunia pertelevisian sesuai penjelasan JB. Wahyudi dalam buku “Dasar-Dasar Manajemen Penyiaran”, bahwa sebuah produksi televisi selalu melewati tahapan pra produksi, produksi dan pasca produksi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Manusia sebagai pelaku menjadi instrumen utama dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan seluruh tim produksi yang terlibat dalam pembuatan program dokumenter Maestro. Dilengkapi lagi dengan observasi serta studi kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dari kedua kasus yang menjadi objek penelitian terdapat perbedaan cara pendekatan kepada narasumber, tekhnis produksi hingga output tayangan. Disarankan agar program edukatif seperti ini terus diproduksi selain menjadi program alternative, program seperti ini turut mencerdaskan pemirsa.
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah aspek yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan
manusia. Komunikasi digunakan setiap kali seorang individu ingin berinteraksi dengan individu lain untuk bertukar pikiran atau sebagai sarana mengekspresikan diri melalui proses pengiriman dan penerimaan pesan yang diwakili oleh komunikator dan komunikan. Pertukaran informasi, ide, emosi, keterampilan dan sebagainya ini bisa menggunakan kata-kata, gambar, bentuk dan grafik.1 Komunikasi massa adalah bentuk paling umum dari komunikasi yang menggunakan media. Komunikasi massa adalah proses dimana informasi diciptakan dan didistribusikan oleh organisasi massa untuk dikonsumsi oleh masyarakat.2 Isi pesan harus bisa disampaikan kepada khalayak luas dalam waktu relatif cepat dan bisa dimengerti saat itu juga. Karakteristik masyarakat dengan latar belakang pendidikan serta status ekonomi yang bervariasi membuat cara penyampaian pesan berpengaruh kepada sampai atau tidaknya suatu informasi. Sifat komunikasi massa yang serba cepat dan umum berkaitan erat dengan penggunaan media massa sebagai sarana penyampai informasi, baik berupa media cetak atau elektronik. Tujuannya adalah agar informasi bisa diterima secara serentak dalam waktu bersamaan.
1 2
Brent D. Ruben, Rutgers University, Communication and Human Behavior, 3rd ed, 1992, p. 11 Ibid, p. 267
1
2 Salah satu media yang bersifat massa adalah televisi, yang sangat digemari dan dicari orang. Saat ini hampir di seluruh pelosok dunia, televisi sudah menjadi kebutuhan pokok disamping kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pada dasarnya fungsi televisi adalah untuk memberikan hiburan serta pengetahuan kepada pemirsanya. Lewat televisi pemirsa bisa mengetahui apa yang sedang terjadi di belahan bumi lain dan mempelajari budaya berbagai bangsa.
Namun dampak
negatifnya juga tidak dapat dipungkiri, akibat banyaknya frekuensi menonton televisi, etos kerja dan produktivitas seseorang bisa menurun. Pada masa awal masuknya tekhnologi pertelevisian di Indonesia sekitar tahun 1962, pesawat televisi hitam putih termasuk salah satu barang mewah yang rata-rata baru dimiliki masyarakat kota besar pada masa itu. Dengan jangkauan siaran yang masih terbatas, masyarakat disuguhkan acara seputar peliputan Asian Games yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta. Seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 1970an, teknologi pertelevisian Indonesia berkembang dari hitam putih menjadi televisi berwarna, dibarengi juga dengan bertambahnya jangkauan siaran serta program acara yang makin bervariasi. Saat itu stasiun televisi milik pemerintah ini berhasil menjadi pusat perhatian dengan penayangan acara-acara bersifat mendidik dan informatif seperti Dunia Dalam Berita dan Flora dan Fauna. Pesatnya perkembangan pertelevisian Indonesia makin disemarakkan dengan lahirnya stasiun-stasiun televisi baru yang menjadi alternatif tontonan bagi masyarakat. Dioawali dengan berdirinya RCTI pada tahun 90-an yang menggunakan decoder untuk memancarkan Siaran Saluran Terbatas (SST). Kemudian diikuti oleh SCTV, TPI, ANTV, INDOSIAR dan seterusnya. Kemunculan televisi swasta menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang sekian lama hanya disuguhi tayangan dari
3 TVRI. Variasi program, kemasan yang menarik serta ide-ide segar membuat pemirsa beralih kepada stasiun-stasiun televisi baru. Kebutuhan akan ide segar dalam membuat program yang dapat menarik minat pemirsa, membuat permintaan akan SDM dibidang penyiaran pun turut meningkat. Maka lapangan pekerjaan di jalur yang satu ini terbuka bagi orang-orang yang menyukai bidang kreatif. Seiring dengan kebituhan tersebut, maka tumbuhlah pelatihan atau kursus bahkan institusi akademik yang menawarkan ilmu tentang pertelevisian dan penyiaran. Begitu juga dengan industri-industri yang bergerak di bidang pertelevisian dan penyiaran di luar stasiun televisi, seperti rumah produksi (production house) dan agen periklanan. Televisi dan production house (rumah produksi) pada dasarnya adalah komponen-komponen media massa yang saling menunjang. Televisi sebagai sarana penyiaran memiliki hak serta jam tayang sendiri, juga dapat memproduksi sendiri program-program acara yang ditayangkan. Namun begitu, ada kalanya jika sebuah stasiun televisi ingin menayangkan program dengan format baru sedangkan SDM tidak mencukupi, maka disinilah production house berfungsi, yakni menawarkan alternatif program acara. Dengan begitu stasiun televisi juga dimudahkan, karena dengan membeli program, berarti tidak perlu lagi mengeluarkan ongkos produksi. Dapat dikatakan juga bahwa rumah produksi adalah penyangga materi siaran media penyiaran/ broadcasting houses.3 Layaknya setiap produk yang memiliki standar pembuatan, begitu pula yang terjadi dalam dunia penyiaran. Sebuah program yang diproduksi baik oleh televisi maupun production house selalu melewati proses yang sama, yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. Untuk itu tentunya diperlukan mekanisme kerja yang sistematis dan tentunya tim yang solid yang tahu akan tugas masing-masing bagian. 3
J.B. Wahyudi, Dasar-Dasar Manajemen Penyiaran. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakrta 1994. hal 27
4 Mencermati hal ini, peneliti menjadikan proses produksi program dokumenter Maestro pada rumah produksi INDRA TV News Agency sebagai obyek penelitian. INDRA TV News Agency adalah rumah produksi yang pada pelaksanaannya menitikberatkan pada pembuatan dokumenter, khususnya profil. Diantara banyak program yang sudah dihasilkan, bisa dikatakan Maestro merupakan masterpiece. Karenanya menarik untuk mengetahui seperti apa proses produksi yang diterapkan dan dilaksanakan dalam pembuatan program tersebut. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa setiap produksi program televisi selalu melewati tahapan pra, prpduksi serta pasca, begitu pula halnya pada produksi program Maestro. Pada kenyataannya, porsi masing-masing tahap dapat berbeda-beda. Hal ini dimungkinkan karena banyak faktor seperti sulitnya menembus narasumber atau jika tokoh yang akan diliput sudah meninggal, maka pasti ada perlakuan yang sedikit berbeda pada proses pembuatannya. Ruang penelitian dipersempit menjadi tiga episode Maestro yang dipilih berdasarkan tingkat kesulitan yang dialami pada saat produksi. Fakta ini diperoleh dari hasil wawancara dengan tim produksi dari INDRA TV News Agency yang langsung menangani program tersebut sejak awal penayangan hingga selesai. Ketiga episode yang terpilih antara lain episode Raden Saleh, episode Cornel Simanjuntak dan episode Slamet Rahardjo. Selengkapnya mengenai pembahasan proses produksi ketiga episode Maestro tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya. Maestro adalah sebuah program dokumenter berdurasi 24 menit yang mengangkat tema cerita perjalanan hidup, karir serta keseharian seorang tokoh budayawan, sastrawan maupun seniman Indonesia. Ditayangkan di Metro TV sebanyak sekitar 170 episode, setiap sabtu jam 21.05-21.30 WIB (tahun 2002 – 2005). Kemudian pada tahun 2006 hingga saat ini Maestro kembali ditayangkan dalam
5 bentuk filler berdurasi 2 menit setiap Kamis, Jumat dan Sabtu masing- masing dua kali penayangan. Seluruh proses produksi dilaksanakan oleh PT. Indonesia Raya Audivisi (INDRA TV News Agency). INDRA TV News Agency yang berdiri pada tahun 2000 adalah sebuah kantor berita televisi dalam arti yang seluas-luasnya yang diantaranya memproduksi program dokumenter, news feature dan talk show.4 Sebagai bentuk rasa tanggung jawab kepada masyarakat, hingga tahun ke-7 berdirinya, INDRA TV News Agency terus aktif berproduksi antara lain program Inspiring Woman, Top Legend, Makin Akrab, Healthy and Fresh, Foody With Rudy, Healthy Moment serta Renungan Ramadhan. Sangat disayangkan bahwa program sarat unsur pendidikan seperti Maestro kurang mendapat apresiasi publik. Paling tidak itu yang tercermin dari hasil survey Departemen Marketing and Research Metro TV dan AC Nielsen. Pada masa awal penayangannya di tahun 2002, Maestro mendapat respon yang cukup baik, namun menginjak tahun 2003 dan 2004 respon pemirsa terlihat cenderung menurun. Walau begitu, produsen Maestro yakin bahwa program ini tidak sekedar mengejar rating tapi semata-mata ingin menberi edukasi pada para pemirsanya. Ada satu penyataan mengenai perolehan rating televisi, yaitu bahwa dinamika kepemirsaan menunjukkan sebuah data yang statis. Angka rating pada suatu program acara terkadang (selalu) terlalu besar, sedangkan pada program acara lain angkanya (selalu) begitu kecil.5 Lepas dari tinggi atau rendahnya perolehan rating program Maestro, apresiasi yang diterima terhadap program ini cukup memuaskan, terutama dari kalangan budayawan dan seniman itu sendiri. Bagi mereka program seperti ini adalah juga bentuk pengakuan serta penghargaan atas perjalanan berkarya. 4
company profile INDRA Tv News Agency Erica L. Panjaitan & TM Dhani Iqbal. Matinya Rating Televisi Ilusi Sebuah Netralitas.Yayasan Obor Indonesia Jkt 2006, hal. 21 5
6 Untuk membuat tayangan televisi yang berbobot, tidak bisa lepas dari bagaimana cara atau proses pengumpulan materi tayangan itu sendiri. Fakta-fakta dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan sang tokoh dan beberapa narasumber baik kolega maupun keluarga. Gambar yang menunjang cerita bisa jadi adalah bentuk karya itu sendiri, misalnya buku atau lukisan. Memproduksi dokumenter seperti ini diperlukan ketelitian karena menyangkut sejarah, karena itu keterangan yang didapat selain hasil wawancara juga diperlukan riset kepustakaan. Tim kreatif INDRA TV News Agency yang terlibat dalam produksi program Maestro ini antara lain producer, yang memiliki ide awal dan mentransfer gagasan tersebut ke seluruh tim produksi, dibantu oleh asisten produser sekaligus penulis naskah. Didukung oleh divisi riset dan kepustakaan yang berperan penting dalam kelancaran produksi serta reporter dan cameraman yang menjadi ujung tombak pada saat terjun langsung ke lapangan untuk meliput. Hingga ketika seluruh bahan yang terkumpul siap untuk diolah, disinilah editor berperan sebagai peramu acara, dengan memadupadankan hasil wawancara dan stock shots dengan narasi serta musik.6
1.2.
Perumusan Masalah Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, perumusan masalah dibatasi sebatas
Bagaimana Mekanisme Kerja Program Dokumenter Maestro pada production house INDRA TV News Agency? dengan studi kasus episode Raden Saleh dan episode Sang Ayu Ketut Mukelen.
6
Tommy Suprapto, Media Pressindo 2006, Berkarier di bidang Broadcasting, hal 83-95
7
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai mekanisme kerja
pada production house INDRA TV News Agency dengan membandingkan proses produksi dua episode program dokumenter Maestro berdasarkan tingkat kesulitan dan keunikan masing-masing.
1.4.
Signifikansi Penelitian 1.4.1.Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi Ilmu Komunikasi
khususnya bidang studi Broadcasting/Penyiaran mengenai proses pembuatan program dokumenter televisi pada sebuah production house.
1.5.1.Signifikansi Praktis Penelitian mengenai proses produksi yang diberlakukan pada program dokumenter Maestro ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi semua kalangan yang tertarik memproduksi sebuah program dokumenter, khususnya profil.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Komunikasi Massa Menurut Liliweri, secara umum komunikasi massa sebenarnya merupakan
suatu proses yang melukiskan bagaimana komunikator secara profesional menggunakan teknologi pembagi dalam menyebarluaskan pengalamannya yang melampaui jarak untuk mempengaruhi khalayak. Dan yang disebut saluran itu bisa berupa buku, surat kabar, televisi dan komputer serta aplikasinya dengan jaringan telepon serta satelit.1 Senada dengan Liliweri, Onong Uchjana Effendy dalam bukunya “Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktik” menjelaskan, para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa.2 Dalam Teori Penggolongan Sosial yang merupakan bagian dari Teori Komunikasi Massa Kontemporer terdapat variabel-variabel seperti seks, umur pendidikan sepertinya menjadi pertimbangan seseorang dalam memilih jenis media yang dikonsumsi. Contohnya sinetron umumnya sangat digemari kaum ibu sedangkan acara musik menjadi pilihan anak muda. Harold Lasswell menggambarkan kegiatan komunikasi sebagai who says what, in what channel, to whom, with what effect. 3 Selain unsur media yang berperan besar dalam komunikasi massa, sudut pandang sosiologi cenderung mengutamakan unsur manusia yang terlibat dalam komunikasi, seperti dikatakan Charles R. Wright : 1
Sutaryo, Sosiologi Komunikasi, Ari Bumi Intaran, 2005, hal. 77-78 Ibid, hal. 80 3 Ibid, hal. 104-105 2
8
9 “komunikasi sebagai sesuatu yang melibatkan lebih dari sekedar transmisi informasi mekanik antara komunikator dengan komunikan. Sudut tinjauan kita dari segi sosiologis, bukan dari segi teknik”. 4 2.1.1. Karakteristik Komunikasi Massa Berkomunikasi dengan orang dalam jumlah banyak dan lokasi yang saling berjauhan, berbeda cara dan perlakuan dengan bila kita bertukar informasi dengan orang yang ada dihadapan kita. Dengan jarak yang terbentang, sudah pasti kita memerlukan sarana atau media sebagai penyampai sebuah berita ataupun informasi. Sehingga tidak jarang terjadi perbedaan persepsi terhadap informasi yang disampaikan. Namun begitu, penggunaan media adalah cara yang paling tepat untuk melakukan proses komunikasi massa yang memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Komunikasi melalui media massa pada dasarnya ditujukan ke khalayak luas yang heterogen, anonim, tersebar serta tidak mengenal batas geografis kultural. b. Kegiatan komunikasi melalui media bersifat umum dan isi pesan menyangkut kepentingan orang banyak. Dan semua kegiatan yang berkaitan dengan operasi suatu media massa akan mencakup banyak orang yang terorganisasi di dalam organisasi media. c. Penyampaian pesan berjalan cepat dan tak terbatasi geografis ataupun kultural. Kareana sifatnya yang demikian, media massa disebut sebagai message multiplier (menduplikasi dan menyebarkan pesan dengan serentak) d. Penyampaian pesan cenderung satu arah, karena tanggapan dari khalayak akan tertunda. Umpan balik bisa diberikan pada isi pesan, kepada sumber pesan atau media massa tersebut. e. Kegiatan komunikasi melalui media dilakukan secara terencana, terjadwal dan terorganisir. Komunikator bekerja melalui aturan organisasi dan pembagian kerja yang jelas karena identitas yang dibawa adalah identitas organisasi. f. Penyampaian pesan dilakukan secara berkala, tidak bersifat temporer g. Isi pesan yang disampaikan mencakup berbagai aspek seperti politik, sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. 5
2.1.2. Fungsi Komunikasi Massa Charles W. Wright mendeskripsikan empat fungsi komunikasi massa antara lain: 4 5
Ibid, hal. 85 Wiryanto.Teori Komunikasi Massa. Grasindo.2000
10 a. Surveillance. Fungsi ini berarti bahwa pesan- pesan yang disampaikan melalui media
massa membuat masyarakat tahu apa yang sedang
terjadi di sekitarnya. Sehingga masyarakat bisa mengambil tindakan berdasarkan apa yang dilihat atau didengarnya dari media. Misalnya sebuah radio memberitakan tentang kemacetan yang terjadi di sepanjang Mampang hingga Ragunan, maka pengendara mobil dapat menghindari jalan tersebut dan memilih rute lain untuk sampai ke tempat tujuan. b. Correlation. Media massa menghubungkan dan menginterpretasikan peristiwa- peristiwa yang terjadi. Sehingga pemirsa mengetahui suatu peristiwa berdasarkan interpretasi media. Seperti kemacetan yang terjadi sepanjang mampang hingga ragunan, bisa diinterpretasikan karena pembangunan busway atau volume kendaraan yang bertambah. c. Socialization. Di sini media massa mengajak masyarakat untuk ikut partisipasi dalam lingkungannya dan berperan penting dalam mewariskan budaya atau nilai- nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Misalnya dalam sebuah cerita dikisahkan para anggota keluarga yang saling menghormati satu dengan lainnya. d. Entertainment. Selain sebagai sumber informasi, media juga berperan sebagai penyedia hiburan bagi khalayak, dapat dilihat dengan programprogram seperti Extravaganza, konser musik dan lainnya.6
6
Disarikan dari buku Brent D. Ruben,.Rutgers University. Communication and Human Behavior, 3rd ed. 1992, p. 270-271
11 2.2.
Penyiaran Jika awalnya media massa yang dikenal berupa media cetak, maka dalam
perkembangannya ditemukan radio dan televisi sebagai media penyiaran/elektronik. Penyiaran sendiri merupakan suatu kegiatan penyelenggaraan siaran radio dan televisi dengan output berupa siaran radio atau siaran televisi. Terselenggaranya penyiaran ditentukan oleh unsur-unsur seperti studio, transmitter dan receiver. Paduan ketiganya yang kemudian akan menghasilkan siaran yang dapat diterima oleh receiver radio maupun televisi.7 Isi pesan yang disampaikan dalam siaran radio hanya berupa audio, sedangkan televisi jauh lebih rumit karena isi pesan berupa audiovisual. Berbagai macam program sudah terjadual untuk kurun waktu kurang lebih 3 bulan dan siap diudarakan. Dalam kurun waktu tersebut akan terpeta jika terdapat program yang akan melalui produksi atau membeli dari pihak lain. Siaran merupakan hasil kerja kolektif dimana terlibat banyak tenaga kraetif serta peralatan canggih yang cukup mahal, dengan kata lain perpaduan antara peragkat lunak dan peragkat keras. Perpaduan ini bertujuan adar dapat menghasilkan siaran yang : a) Siaran yang berkualitas adalah siaran yang kualitas suara dan atau gambar/visualnya prima b) Siaran yang baik adalah siaran yang isi pesannya, baik audio dan atau visualnya bersifat informatif, edukatif, persuasif, akumulatif, komunikatif dan stimulatif, serta sejalan dengan ideologi, norma, etika, estetika dan nila-nilai yang berlaku. c) Siaran yang benar adalah siaran yang isi pesannya, baik audio dan atau visualnya dproduksi sesuai dengan sifat fisik medium radio atau televisi.8 Setiap organisasi penyiaran baik radio maupun televisi setiap bulannya memiliki jadual tetap mata acara yang akan disuguhkan kepada masyarakat. Umumnya program reguler yang megudara setiap hari pada jam yang sama dan dibawakan oleh orang yang sama, perbedaannya hanya pada topik yang dibahas. 7 8
Tommy Suprapto. Berkarier di Bidang Broadcasting, Media Pressindo. Yogyakarta 2006, hal. 5-6 J.B.Wahyudi. Dasar-dasar Manajemen Penyiaran. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 1994, hal. 5
12 Misalnya, acara Good Morning Hard Rocker Show (87,6 Hard Rock FM) yang mengudara dari Senin-Jumat jam 06.00-10.00 WIB bersama Panji dan Steny. Pada radio lebih sederhana karena hanya mengandalkan audio, maka tidak ada persiapan khusus seperti setting studio. Yang dibutuhkan hanya ruang siaran kedap suara dengan microphone, head set, computer, mixer serta perlengkapan siaran lain yang diperlukan. Sementara pada televisi atau media audiovisual, keindahan serta kelayakan gambar menjadi pertimbangaan penayangan sebuah acara. Perangkat keras yang dibutuhkan juga lebih beragam seperti studio, kamera, sistem lampu dan suara, hingga alat editing dan manipulating.9 Mengingat sifatnya yang sekilas dan dibatasi waktu, maka media radio dan televisi mengemas paket acaranya dengan bahasa tutur yang mudah dicerna hingga informasi yang disampaikan bisa langsung diterima oleh pendengar/pemirsanya. Meski begitu, dari segi kecepatan informasi radio bisa jadi lebih unggul, karena pada televisi info yang disampaikan perlu ditunjang dengan gambar. Bayangkan jika terjadi gempa di daerah terpencil, kru televisi akan kesulitan dalam menampilkan gambar, sedangkan radio dapat memberitakan saat itu juga tanpa perlu memikirkan faktor gambar/visual. Sebagai upaya mengembangkan diri, selayaknya jika para pelaku penyiaran baik radio maupun televisi melakukan penelitian dan pelatihan. Sebuah stasiun televisi yang sudah mapan misalnya, mungkin saja terjebak dalam rutinitas program yang sama selama bertahun-tahun. Hal tersebut sebaiknya dihindari untuk menjaga agar tidak menimbulkan kebosanan. Perlu diadakan evaluasi serta masukkan ide-ide baru dalam pembuatan program, bahkan jika perlu dilakukan pergantian presenter agar ketika membawakan acara terkesan lebih fresh. Selain pembaruan dari segi
9
Ibid, hal. 8
13 program acara, pelatihan juga dapat diberikan kepada penyiar untuk lebih mengasah keterampilan dalam bicara baik ketika bertugas seorang diri ataupun berpasangan. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyiaran meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Merencanakan dan memproduksi program (mata acara) Mengadakan/ menyiapkan program Menyiapkan pola acara, baik harian, mingguan, bulanan dst Menyelenggarakan siaran, baik artistik maupun jurnalistik Mengadakan kerja sama dengan lembaga penyiaran lain Mengadakan kerja sama dengan production houses Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan Mengadakan pendidikan dan pelatihan SDM Menyelenggarakan pertukaran berita dan program dengan lembaga penyiaran baik dari dalam maupun luar negeri j. Mengadakan promosi dan menjual program (bagi televisi swasta)10
2.3.
Televisi Television is many things, begitu diungkapkan Raymond dalam buku yang
ditulisnya tahun 1990.11 Pada awal kemunculannya, televisi tidaklah seperti yang kita kenal sekarang. Karena perubahan teknologi yang bertahap, pada generasi pertama menampilkan media televisi hitam putih. Kemudian berkembang lagi menjadi televisi berwarna yang terbagi atas PAL, NTSC dan SECAM. Tekhnologi televisi yang saat ini kita kenal adalah generasi ketiga, yaitu HDTV (High Definition Television), dimana kualitas gambar dan suara sangat prima. Sejak awal lahirnya stasiun televisi pertama di Indonesia (TVRI), hingga sekarang banyak bermunculan stasiun-stasiun televisi nasional maupun lokal, menggambarkan betapa industri televisi memang menjanjikan. Hal ini karena pihak penyelenggara siaran mendapat keuntungan dengan menjangkau pemirsa dari seluruh penjuru negeri. Di lain pihak, masyarakat juga merasa diuntungkan karena dapat menikmati informasi dan hiburan murah tanpa harus keluar rumah. Sangat 10 11
Ibid, hal .7 Horea Salajan. ABC Paket Berita TV. PJTV. TV Universitas Indonesia. 2001
14 mengagumkan bagaimana kotak ajaib ini dapat menyentuh hidup banyak orang. Sepatutnya kita mengenang Joseph Henry dan Michael Faraday (1831)12, yang menemukan dasar-dasar hukum gelombang elektromagnetik hingga memulai era komunikasi elektronik. Hermin Indah Wahyuni dalam kajiannya ‘Televisi dan Intervensi Negara’ menyebutkan, seperti halnya media massa lainnya, televisi terlahir sebagai entitas yang mengakar pada lingkungan sosialnya. Media massa sendiri merupakan sebuah entitas bisnis, sosial, bisnis sekaligus politik. Sebagai sebuah entitas bisnis penyelenggaraan operasional televisi terbilang besar. Untuk satu jam penyiaran dibutuhkan dana kurang lebih 17 hingga 20 juta rupiah sehari, sehingga untuk setiap bulan pembiayaannya membutuhkan sekitar 400 juta rupiah. Terdapat beberapa karakteristik industri televisi : 1. 2. 3. 4.
Industri padat modal. Untuk mendirikan dan menghidupi industri ini dibutuhkan ratusan miliar rupiah. Biaya operasional televisi pertahun mampu mencapai sedikitnya 150 miliar miliar. Bukan bisnis yang cepat menghasilkan. Industri penyiaran membutuhkan waktu bertahun- tahun untuk membuat dirinya mandiri secara finansial. Industri dengan entry barriers yang tinggi. Bisa dilihat dari regulasi perijinan yang ketat dan birokratis. Industri yang pasarnya cepat berkembang. Dibandingkan dengan media cetak yang pasarnya relatif lambat berkembang. Bisa dilihat dari besarnya minat pengiklan yang memakai televisi sebagai media utama promosinya.13
Sebagai media informasi, televisi memiliki kekuatan sangat besar untuk menyampaikan pesan, baik positif maupun negatif. Karenanya, sebelum menikmati acara televisi, sepatutnya masyarakat dapat memagari diri dari nilai-nilai yang sekiranya kurang baik. Dengan sifat televisi yang sanggup menjangkau seluruh
12
www.wikipedia.com
13
Askurifai Baksin. Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik. Simbiosa Rekatama Media,.2006, hal. 38-40
15 kalangan dalam waktu singkat, hal ini juga dimanfaatkan oleh industri iklan untuk memasarkan produk-produknya. Televisi selain sebagai sebuah tekhnologi informasi, sebenarnya mampu mengubah kebiasaan, tingkah laku bahkan budaya pemirsanya. Dahulu sebelum televisi masuk ke dalam kehidupan masyarakat, menjelang malam anak-anak terbiasa belajar, mengaji atau bermain dengan kawan sebaya. Namun setelah televisi menjadi sesuatu yang umum dimiliki tiap keluarga, kebiasaan itu berubah. Anak-anak cenderung individualistis, tidak lagi bermain bersama karena lebih memilih menonton televisi. Sementara kegiatan belajar malam hari digantikan dengan menonton sinetron. Hal ini bukan berarti selalu pengaruh buruk yang ada pada televisi, namun lebih kepada bagaimana seseorang memanfaatkan televisi sebagai pelengkap kebutuhan dan bukan sebagai kebutuhan utama.
2.3.1. Program Televisi Semua informasi yang kita terima pada dasarnya bersumber dari manusia, peristiwa dan realita. Informasi yang bersumber dari ide manusia bila diolah melalui pendekatan artistik, akan menjadi karya seni yang baik. Yang dimaksud dengan pendekatan artistik adalah sebuah program televisi yang ditangani dengan memberi unsur keindahan atau seni didalamnya, baik pada sisi konten/isi acara, kemasan acara hingga segi tekhnis seperti setting studio, permainan cahaya dan semacamnya. a. b. c. d. e.
14
Pendidikan/ agama Seni dan budaya Hiburan (musik, lawak, akrobat, sinetron dan lain-lain) Iklan/ Public Service Ilmu Pengetahuan, tekhnologi dan lain-lain14
J.B. Wahyudi. Dasar-dasar Manajemen Penyiaran. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. 1995, hal.18
16 Acara hiburan seperti konser musik, lawak atau pembuatan iklan biasanya menggunakan studio sebagai tempat untuk pelaksanaan produksi. Proses produksi sendiri dapat bersifat rekaman atau live. Pada program televisi yang sifatnya langsung/live, dilaksanakan bersamaan dengan jadwal tayangnya. Misal, acara musik spesial setiap Senin jam 19.00 di RCTI, maka umumnya persiapan sudah dilakukan beberapa jam sebelumnya untuk menghindari hambatan atau masalah teknis yang mungkin terjadi sebelum kamera siap beraksi. Beberapa jam sebelum dimulai, panggung atau studio harus sudah siap ditata, lengkap dengan peralatan musik serta tata cahaya yang mendukung. Begitu pula dengan para pengisi acara dan MC (master of ceremony) yang sudah siap dengan kostum, dandanan serta skenario acara. Sedangkan pada acara rekaman atau dikenal dengan taping, ketentuan yang sama tetap diberlakukan, seperti persiapan produksi beberapa jam lebih awal dan tetap mengikuti jadwal yang sudah ditentukan. Karena biasanya, jika taping menggunakan/ menyewa studio maka dengan pertimbangan ongkos produksi, dalam satu hari diharapkan dapat menyelesaikan beberapa episode sekaligus. Jadi jika acara musik tayang setiap Senin jam 19.00-20.00 WIB, mungkin saja taping dilakukan setiap hari Rabu dari jam 08.00-20.00 (untuk menyelesaikan target tiga episode). Kelebihannya adalah mudah meminimalisir kesalahan pada saat rekaman berlangsung, namun di sisi lain tim produksi harus megatur segala sesuatu lebih terperinci mengingat dengan target tiga episode yang akan dikerjakan, itu berarti jika dalam satu jam penayangan ada lima grup musik, berarti untuk tiga episode, tim produksi sudah harus siap dengan limabelas grup musik, lengkap dengan kostum serta perlengkapan masing-masing. Tentu sebelumnya sudah ada pembicaraan tentang honor, jadwal tampil dan sebagainya.
17 Karya jurnalistik adalah informasi yang bersumber dari peristiwa dan realita yang mengandung nilai berita, dan kemudian diolah melalui pendekatan jurnalistik. Beberapa karya jurnalistik yang umum dikenal antara lain : a. Berita actual (news bulletin) yang bersifat time concern b. Berita non-actual (news magazine) yang bersifat timeless c. Penjelasan masalah hangat (current affairs) seperti : • Dialog (wawancara, diskusi panel) • Monolog (pidato, pengumuman, khotbah) • Siaran langsung (reportase, komentar dan lain-lain) • Laporan15 Pendekatan jurnalistik pada acara berita aktual antara lain tim liputan turun ke lapangan untuk mendapat gambar serta wawancara narasumber yang berkaitan. Pada acara dialog atau talk show, pendekatannya berupa bagaimana presenter membawakan acara dialog dengan baik sehingga semua pihak dapat mengutarakan pendapatnya dan membuat dialog jadi menarik. Sama halnya dengan karya artistik, dunia jurnalistik tidak hanya berupa laporan berita langsung. Laporan berita seperti Liputan 6 atau Headline News memang ditayangkan langsung pada saat itu juga karena pada dasarnya berita mengutamakan kesegeraan dan aktualitas. Tapi ada juga bentuk berita lain yang dibuat melalui proses rekaman seperti news magazine/berita berkala yang nilai beritanya kurang kuat, khususnya nilai aktualitasnya. Berita semacam ini diolah dan disajikan dalam bentuk laporan eksploratif atau laporan human interest.16 Topik seputar lingkungan seperti penghijauan atau penumpukan sampah bisa dimasukkan dalam golongan ini, yang berarti bahwa informasi yang ditayangkan tetap relevan kapanpun penayangannya. Penggolongan jenis-jenis program ini juga mempengaruhi tata cara seorang presenter membawakan acaranya. Presenter pada program hiburan tentunya akan membawakan diri lebih luwes dan akrab. Penampilan disini sangat penting, karena itu 15 16
Ibid, hal. 7 J.B.Wahyudi. Dasar-Dasar Jurnalistik Radio Dan Televisi. PT. Pustaka Utama Grafiti. hal. 6
18 harus diperhatikan secara detil mengenai bahasa tubuh, busana, tata rias wajah dan juga rambut. Pembawa acara pada program berita biasanya menampilkan image profesional dan kredibel dengan cara membacakan berita dengan tepat dan meyakinkan. Hal ini sangat penting karena image penyelenggara siaran bergantung kepada presenter. Jadi walaupun berita yang diinformasikan adalah fakta, tetapi jika cara penyampaiannya meragukan, dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap media tersebut. James Reston pernah menulis, apabila abad ke-19 adalah abad novel, maka abad ke-20 adalah abad jurnalistik. Apabila Jurnalistik Baru berkembang, kita dapat menambahkannya pada akhir abad ke-20 telah terjadi proses sintesis antara jurnalistik dan novel. Munculnya aliran “Jurnalistik Baru” juga merambah dunia penyiaran. Banyak acara yang disajikan melalui pendekatan artistik jurnalistik ataupun sebaliknya.17
• •
• • • • • • • • •
Gambar. 1 Perbedaan Antara Karya Artistik dan Jurnalistik KARYA ARTISTIK KARYA JURNALISTIK Sumber: Ide/ gagasan • Sumber: Permasalahan hangat Mengutamakan keindahan • Mengutamakan kecepatan/aktualitas • Isi pesan harus factual • Penyajian terikat waktu Isi pesan bisa fiksi/nonfiksi • Sasaran kepercayaan & kepuasan Penyajian tidak terikat waktu pemirsa Sasaran kepuasan pemirsa/pendengar • Memenuhi rasa ingin tahu pemirsa Memenuhi rasa kagum/menghargai • Improvisasi terbatas seseorang • Isi pesan terikat pada kode etik Improvisasi tidak terbatas Isi pesan terikat pada kode moral • Menggunakan bahasa jurnalistik Penggunaan bahasa bebas (dramatis) (ekonomi kata & bahasa) Refleksi daya khayal kuat • Refleksi penyajian kuat Isi pesan tentang realitas sosial • Isi pesan menyerap realitas/faktual
Sumber : JB. Wahyudi. Dasar–Dasar Manajemen Penyiaran. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1994
17
J.B.Wahyudi. Dasar-dasar Manajemen Penyiaran. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. 1995, hal. 17-21
19 2.3.2. Pola Acara Sebuah organisasi penyiaran baik itu radio maupun televisi, memiliki tugas utama menyelenggarakan penyiaran. Pada organisasi profesional, pola acara atau susunan mata acara minimal untuk jangka waktu tiga bulan kedepan harus sudah terjadwal. Pada tahap ini sudah ditentukan program mana saja yang akan tayang di prime time dan regular time. Dalam dunia penyiaran prime time berarti waktu-waktu dimana diperkirakan banyak orang yang menonton suatu acara tertentu, yakni pagi hari sekitar jam 06.00-10.00 dan sore hari dari jam 19.00-10.00 WIB. Sementara regular time adalah waktu-waktu di luar jam tersebut. Banyak hal yang berhubungan dalam penyusunan sebuah program acara, umumnya sebelum memulai produksi terlebih dulu ditentukan : a) b) c) d)
Judul mata acara Kriteria/ batasan mata acara Format/ bentuk penyajian Durasi/ lama waktu siaran18 Mengenai proses pembuatan sebuah program televisi, J.B Wahyudi
menjabarkan dalam bukunya ‘Dasar-Dasar Manajemen Penyiaran,’ bahwa proses produksi baik radio maupun dan televisi dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Pra produksi (perencanaan) 2. Produksi (liputan) 3. Pasca produksi (editing & manipulating) Tahapan ini tentunya berlaku baik pada pembuatan karya artistik maupun jurnalistik. Pada program yang bersifat artistik seperti live musik, pra produksinya dimulai ketika tim produksi menghubungi bintang tamu, membuat jadual urutan tampil, berapa lagu serta judul lagu yang akan ditampilkan, kostum yang akan
18
Ibid, hal 22
20 digunakan hingga alat-alat musik apa saja yang akan digunakan hingga pengaturan letak dekorasi. Penggunaan studio ataupanggung dirancang sedemikian rupa mengikuti kebutuhan acara hingga menunjang apa yang akan ditayangkan. Misalnya jika akan mengadakan pertunjukkan musik rock, dapat menggunakan permainan cahaya yang cepat dan tajam. Berbeda dengan setting musik klasik yang menggunakan cahaya lampu lebih lembut dan halus, menyesuaikan dengan alunan musik yang dimainkan. Penentuan MC (master of ceremony) yang akan membawakan acara juga penting pada acara seperti ini, MC yang tepat dapat menghidupkan suasana hingga acara mejadi semarak. Sebelum sebuah produksi acara dilaksanakan, hal-hal tersebut sudah terlebih dahulu dibicarakan dalam rapat produksi. Pada dasarnya, jika tahap pra produksi sudah terencana dengan matang, maka proses selanjutnya akan lancar. Apalagi jika acara tersebut live event/langsung, maka resiko kesalahan harus bisa ditekan seminimal mungkin Setelah itu barulah masuk pada tahapan produksi, dimana syuting dilaksanakan.. Berbeda dengan program rekaman/siaran tunda yang jika terdapat kesalahan masih bisa diulang atau di edit.
Serupa dengan produksi acara musik, pra produksi pada pembuatan sebuah paket berita antara lain menyiapkan serta melakukan riset tetang apa saja topik yang akan dibahas, siapa saja narasumber yang perlu diwawancarai beserta latar belakangnya, gambar apa saja yang perlu direkam dengan mempertimbangkan durasi yang akan ditampilkan. Produksi pada program jurnalistik adalah ketika tim liputan turun ke lapangan dan melaksanakan peliputan ditambah dengan pembuatan naskah hingga kesemuanya dirangkum dalam meja editing. Tim produksi yang terlibat sangat tergantung pada masing-masing program. Dibutuhkan tim kreatif yang solid agar
21 acara musik dapat sukses, orang-orang yang terlibat antara lain executive producer, art director, audio/video engineer, floor director, make up artist, wardrobe, lighting, decor set dan sebagainya. Sedangkan pada peliputan berita yang terlibat sudah pasti produser,
reporter,
cameraman,
ditambah
operator
tekhnis
yang
bertugas
mengoperasikan OB Van (Outdoor Broadcasting Van) untuk memancarkan gambar dan suara.
Terlepas dari seluruh tahapan produksi yang dilakukan para praktisi televisi, selayaknya seluruh acara yang akan disuguhkan kepada masyarakat dilandasi oleh : a) b) c) d) e) 2.4.
Misi, fungsi dan tugas stasiun penyiaran Landasan filosofi, konstitusional dan operasional Hasil riset khalayak sebagai konsumen Norma, etika, dan estetika yang berlaku Kebijaksanaan intern dan ekstern19 Production House Banyaknya slot acara yang harus diisi, membuat tersedianya materi acara
siaran menjadi sangat mutlak. Idealnya sebuah organisasi penyiaran memproduksi sendiri acaranya, tetapi mempertimbangkan SDM serta perangkat yang dimiliki, maka terdapat beberapa alternatif untuk memenuhi jam tayang tersebut, antara lain : a) Hasil pertukaran program dengan stasiun lain b) Membeli dari production houses c) Merelai dari stasiun penyiaran lain Di Amerika sebuah organisasi penyiaran tidak memproduksi sendiri semua program siarannya melainkan hanya membeli dari production house. Cara ini dapat menguntungkan kedua belah pihak karena tiap-tiap organisasi penyiaran dapat memilih program yang menarik dan memilki nilai jual kepada pemasang iklan, 19
Ibid, hal 22
22 sementara production house dapat meraup keuntungan dari hasil produksinya. Sistem yang sama juga diterapkan di Indonesia, dimana kecenderungan televisi swasta mengarah kepada sistem di Amerika.20 Media penyiaran atau broadcasting house yang terlalu banyak memproduksi materi siarannya seperti sinetron berseri, biasanya akan sulit mempertahankan mutu siaran. Sebuah program acara apapun bentuknya seperti sinetron, variety show maupun feature membutuhkan dana yang besar untuk biaya produksi. Kenyataan ini pada akhirnya juga ikut mempengaruhi pihak penyelenggara siaran untuk membeli program dari rumah-rumah produksi. Terdapat beberapa sistem kerjasama antara industri televisi dan production house, yaitu : a. Sistem jual lepas. Setelah sample program diterima dan disetujui oleh bagian aquitition department, pihak stasiun televisi mempunyai wewenang penuh terhadap acara tersebut. Dan untuk menutup biaya pembelian, maka pihaknya mencari iklan. b. Blocking Time. Artinya adalah PH (production house) yang menawarkan paket aqcara harus membeli jam tayang (air time) di stasiun televisi bersangkutan. Harganya disesuaikan dengan jam tayang prime time atau non prime time. Banyak PH yang mengincar system ini karena mereka diberi kewenangan untuk mencari iklan. Namun dalam hunting iklan, mereka tetap dibantu pihak stasiun televisi. c. Profit Sharing.
Dalam system ini PH dan stasiun televisi sama- sama
menanggung untung dan resiko. Jika acara yang ditayangkan memperoleh pemasukan iklan, maka hasil yang didapat dibagi dua. Sistem ini bisa juga disebut sharing in time.21
20
Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2003hal. 7-8 21 Disarikan dari buku Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media, 2006, hal. 80-81
23 Sebagai penyedia program acara, production house bekerjasama dengan stasiun televisi sebagai penyelenggara siaran dan pihak pengiklan sebagai sponsor. Sedapat mungkin suatu production house dapat mengakomodir keinginan pihak televisi akan program yang diproduksi. Artinya, walaupun sebuah production house dapat mandiri menentukan sendiri ‘gaya’ produksinya tapi tidak menutup kemungkinan untuk menerima masukkan dari dua pihak lainnya.
2.5.
Dokumenter Televisi Dokumenter adalah materi siaran yang mengandung nilai dan fakta sejarah.
Tujuan penyajian materi dokumenter adalah untuk mengingatkan kembali kepada khalayak dan generasi muda tentang peristiwa, pendapat dan suatu hal di masa lampau yang sarat nilai sejarah. Dokumenter dapat dikatakan termasuk dalam jajaran berita, karena isinya berupa pengungkapan kembali fakta sejarah masa lampau. Awalnya dokumenter film lebih dikenal ketika tokoh sineas dokumenter Inggris, John Grierson mengatakan bahwa “suatu karya film dokumenter merupakan sebuah laporan aktual yang kreatif”.22 Program dokumenter film maupun televisi dibuat berdasarkan realita serta fakta peristiwa. Ide untuk membuat program dokumenter diperoleh dari apa yang kita dengar dan lihat, bukan berdasarkan khayalan atau ide imajinatif. Maka untuk mendapatkan ide, seseorang sepatutnya memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosial dan alam, banyak membaca serta komunikasi dalam pergaulan antar manusia. Dalam sejarah pertelevisian Indonesia, pengenalan jenis film dokumenter telah dilakukan sejak TVRI melakukan siaran seperti Flora dan Fauna. Discovery dan National Geographic juga dapat disaksikan peminatnya melaui televisi berlangganan.
22
Subagyo Budisantoso, Ringkasan Modul Feature and Dokumenter, FISIP UI, 1997-2000
24 Seperti dungkapkan sebelumnya bahwa dokumenetr adalah pengungkapan kembali fakta sejarah, maka riset menjadi factor penting disini baik dalam bentuk wawancara atau bukti sejarah seperti foto, rekaman suara dan gambar serta artikel. Dalam produksi dokumenter terdapat dua unsur pokok yang dipadukan, yaitu unsur gambar/visual dan suara/audio. Unsur gambar terdiri dari : 1. rangkaian kejadian lembaga 2. kepustakaan 3. pernyataan 4. wawancara 5. photo still 6. dokumen 7. pembicaraan orang 8. layar kosong/ silhouette
:
suatu peristiwa/ kegiatan dari suatu
: : : : : :
potongan arsip, majalah atau microfilm individu yang bicara di depan kamera pewawancara boleh keliatan, boleh tidak foto- foto bersejarah gambar, grafik, kartun diskusi atau pembicaraan sekelompok
:
untuk melindungi identitas narasumber
: : :
suara narrator/ reporter/ voice over suara asli digabung dengan gambar bunyi- bunyian dari special effect
Sementara unsur suara antara lain : 1. 2. 3. 4. 5.
narasi synchronous sound sound effect musik/ lagu kosong/ sepi23
2.5.1. Gaya Bertutur Dokumenter Format dokumenter memiliki gaya bertutur yang bervariasi. Tiap bentuk gaya atau cara bertutur memiliki kriteria dan metodenya sendiri. a) Nostalgia. Disebut gaya bertutur nostalgia karena menceritakan pengalaman hidup seseorang yang berkesan. Seperti Anthony Grey dengan filmnya berjudul “Back to Saigon” menceritakan tentang wartawan perang yang pernah bertugas meliput perang di Saigon dan kembali lagi setelah 15 tahun. Selain menuturkan pengalaman hidupnya, dokumenternya juga mengetengahkan perkembangan 23
Ibid
25 situasi dan kondisi usai perang. Umumnya dokumenter nostalgia mengawali judulnya dengan “Back to…” b) Diary (buku harian) Gaya ini bercerita dengan lebih detil dan rinci seperti pencatatan buku harian. Dokumenter “Child in Afghanistan” karya seorang wartawan foto Inggris Nick Danziger menjadi dokumenter terbaik dalam festival film Italia tahun 1993. Isinya bercerita tentang kesengsaraan sejumlah besar anak- anak korban perang serta usaha Danziger mengumpulkan dana bagi renovasi rumah penampungan anak yatim piatu. c) Potret dan Sejarah Gaya bertutur potret dan sejarah sering diproduksi untuk konsumsi televisi. Kisahnya berkisar tentang riwayat hidup seorang tokoh terkenal atau figur masyarakat yang dianggap hebat, menarik, unik, atau tragis. Bentuk potret dokumenter berkaitan dengan human interest. Dokumenter sejarah biasanya berdurasi panjang, maka seringkali dibuat berseri untuk format televisi. Tiga hal yang menjadi tuntutan informasi dalam dokumenter sejarah ialah periode, tempat dan sosok pelaku sejarah. Apabila tidak teliti dalam menyusun kronologis dan alur cerita dengan tepat dan benar, dapat terjadi kerancuan dengan dokumenter potret. d) Perbandingan dan Kontradiksi Perbedaannya adalah tipe perbandingan hanya memberi kemungkinan alternatif bagi sebuah masalah, sedangkan kontradiksi lebih menekankan pada informasi mengenai proses perkembangan, juga memfokuskan pada sikap kritis dan radikal dalam memberi informasi. Karena itu gaya kontradiksi lebih banyak melakukan wawancara untuk mendapatkan opini yang lengkap.
26 e) Laporan Perjalanan Gaya ini umumnya menuturkan tentang petualangan dan memiliki daya tarik yang kuat karena dipenuhi adegan-adegan yang tak terduga dari sebuah petualangan. Di Amerika sekitar tahun 50-60an, dokumenter ini sangat digemari dan dikenal dengan nama Road Movie. f) Rekonstruksi Pada dasarnya rekonstruksi adalah tujuan utama mengapa orang membuat film dokumenter. Karena film tersebut merekonstruksi bagian- bagian dari sebuah peristiwa sejarah, berdasarkan realita serta data yang dikumpulkan. Pada saat merekonstruksi latar belakang sejarah, lingkungan alam serta masyarakatnya merupakan bagian dari peristiwa sejarah tersebut. g) Investigasi Peristiwa yang penuh sensasi merupakan tujuan investigasi. Dalam usahanya mengungkapkan sebuah misteri dari peristiwa yang tidak pernah diungkap secara jelas di media massa. Disebut Jurnalisme Investigasi karena sistem kerjanya berkaitan erat dengan disiplin kerja serta kode etik jurnalistik. h) Film eksperimen atau film seni Disebut demikian karena dokumenter ini hanya menghadirkan gabungan gambar-gambar, musik dan noise sebagai unsur utama artistik tanpa menggunakan narasi, komentar atau wawancara. i) Company Profile Gaya bertutur ini berkembang pesat dalam dunia pariwara karena mengutamakan penampilan profil dari suatu produk atau profil suatu perusahaan, untuk kepentingan promosi.24 24
Ibid
27
2.6.
Proses Produksi Dokumenter Seperti pada umumnya proses produksi program acara televisi, program
dokumenter Maestro pada INDRA TV News Agency juga melalui tahapan pra produksi, produksi dan pasca produksi. 2.6.1. Tahap Pra Produksi Tata laksana produksi dokumenter biasanya mengikuti prosedur dari suatu pusat produksi. Ada tiga istilah teknis yang sering disebut sinopsis-treatmentskenario. Sinopsis adalah cerita ringkas. Namun dalam dokumenter istilah sinopsis dikenal sebagai kerangka gagasan atau pemikiran. Karena dokumenter bukan suatu cerita melainkan susunan kejadian-kejadian, maka hal ini yang pertama-tama harus dibuat oleh produser. Treatment mengandung pengertian implementasi dari kerangka pemikiran atau uraian tentang bagaimana kerangka pemikiran dijalankan. Di dalam treatment, urutan adegan (sequence) disusun rinci meskipun dialog atau rincian gambar belum tercantum. Skenario adalah naskah lengkap dan rinci dari sebuah produksi cerita. Berbeda dengan program cerita yang mutlak memerlukan skenario, program dokumenter cukup menggunakan treatment untuk shooting di lapangan. Dalam skenario, selain pengadeganan lengkap, seluruh dialog dan petunjuk pengambilan gambar tercantum didalamya.25
25
Fred Wibowo. Dasar- Dasar Produksi Program Televisi. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta,1997, hal. 97-99
28 2.6.1.1.
Ide Seperti sudah dinyatakan bahwa karya dokumenter merupakan karya
audiovisual berdasarkan realita serta fakta peristiwa. Maka untuk mendapatkan ide, diperlukan kepekaan terhadap lingkungan sosial dan alam, banyak membaca serta komunikasi dalam pergaulan antar manusia. Ide membuat dokumenter diperoleh dari apa yang kita dengar dan lihat, bukan berdasarkan khayalan atau ide imajinatif. Namun tidak cukup hanya itu, karena tidak semua peristiwa penting dapat diangkat menjadi topik atau tema bagi sebuah produksi dokumenter. Dari informasi kita mendapat ide dasar, lalu dengan pendekatan analisa visual serta orientasi kritis, baru kemungkinan dapt mengangkatnya sebagai tema dokumenter yang menarik. Daya kreatifitas yang tinggi diimbangi kepekaan merupakan titik tolak membuat dokumenter yang menarik.
2.6.1.2.
Kerangka Kerja Sebagai tahapan pra produksi, penulisan dokumenter kadang memerlukan
suatu proses panjang. Skenario berfungsi sebagai panutan, penentu, pembatas serta gambaran pra visual. Jika pada film fiksi penggunaan skenario mutlak diperlukan, maka dalam dokumenter fungsi treatment menjadi lebih penting dan praktis. Biasanya skenario atau naskah baru ditulis ketika pengumpulan materi sudah lengkap. Naskah dibuat berdasarkan perolehan fakta berupa gambar serta hasil wawancara.
2.6.1.3.
Riset Pengertian riset ialah pengumpulan informasi sebagai bahan penulisan dan
kadang diperlukan metode kerja jurnalistik. Dalam beberapa bentuk dokumenter
29 seperti dokumenter sejarah atau ilmu pengetahuan, sebaiknya bekerjasama dengan pakar sejarah dan ilmu pengetahuan. Dari hasil riset bisa didapat kerangka umum mengenai tujuan penuturan serta subjek yang akan dipakai. Penulis dan sutradara perlu terjun langsung dalam riset pengumpulan data dan informasi. Dengan demikian dapat mengetahui : 1. 2. 3. 4.
Mana informasi yang penting dan kurang penting Bagian informasi mana yang perlu diperdalam Siapa saja tokoh yang dipilih sebagai narasumber Pada bagian mana, sebab dan akibat dari peristiwa yang dapat dipakai sebagai penunjang unsur dramatik dan ketegangan. 5. Mana bagian utama dan mana pelengkap, untuk memberikan unsur penting saat produksi 6. Sutradara dapat mengetahui materi apa saja yang diperlukan untuk melengkapi visual, yang tak ditemui di lokasi peristiwa. Misalnya bahan- bahan dari museum, arsip foto dan sebagainya.26 2.6.1.4.
Perijinan dan Jadual Hal ini penting karena menyangkut kelancaran peliputan. Terutama jika lokasi
syuting adalah tempat umum maka sebelum memulai produksi pastikan bahwa segalanya sudah siap. Jika lokasi liputan masih berada dalam komunitas sang tokoh, maka biasanya proses perijinan akan menjadi lebih mudah. Sedangkan mengenai jadual liputan, memang menyesuaikan dengan aktivitas sang tokoh itu sendiri, namun biasanya ketika tokoh setuju untuk diliput maka reporter langsung menyusun jadual kapan akan melakukan wawancara serta kapan waktu untuk pengambilan gambar kegiatan/stock shots. Hal ini tentunya didiskusikan dengan tokoh. Sebisa mungkin reporter menyusun jadual disesuaikan dengan tenggat waktu tayang yang sudah disusun per episodenya, karena jika melebihi batas deadline akan berpengaruh kepada proses pasca produksi hingga terlambatnya pengiriman materi ke stasiun televisi.
26
Bagyo, Op.cit
30 2.6.2. Tahap Produksi Tahap ini adalah pelaksanaan dari semua yang sudah direncanakan sebelumnya dan tiap orang menjalani tugasnya masing-masing. Seluruh tim bekerjasama mengumpulkan materi tayangan. Sebagian besar yang bekerja pada tahap produksi ini adalah reporter dan cameraman. Jadi ketika calon-calon tokoh Maestro ditentukan dan pembagian tugas peliputan dilakukan, saat itulah kendali diambil alih oleh reporter dan cameraman yang berhubungan langsung dengan tokoh serta mengumpulkan materi di lapangan. Namun begitu jika diperlukan, masih ada bantuan dari bagian riset dan kepustakaan yang mencari dokumentasi berupa video, foto atau kliping. Liputan dilaksanakan pada jadwal yang sudah ditentukan, mengadakan wawancara dengan narasumber yang kompeten serta mencari data tambahan dari berbagai sumber. Sementara itu pengambilan gambar juga sesuai dengan format yang sudah ditentukan, angle seperti apa yang akan dipakai serta tata cahaya yang diinginkan.
2.6.2.1 Tim Produksi Biasanya dalam pembuatan suatu produksi siaran, stasiun televisi memiliki tim produksi yang cukup besar. Namun dalam lingkup production house, bisa jadi tim produksi yang dibentuk relatif lebih simpel dengan fungsi dan tugas yang sama. Berikut adalah gambaran mengenai tim produksi di stasiun televisi : 1. Executive Producer adalah seseorang yang memprakarsai atau memiliki modal produksi paket acara. 2. Producer adalah seseorang yang dipercaya oleh executive produser untuk melaksanakan ide/ gagasannya. 3. Director adalah juga sutradara yang bertanggung jawab penuh teknis produksi 4. Writer adalah penulis naskah 5. Audio Director adalah penanggung jawab audio 6. Lighting Director adalah penanggung jawab tata cahaya
31 7. Set designer bertaanggung jawab untuk dekorasi 8. Set Construction bertanggung jawab untuk konstruksi 9. Graphic Coordinator adalah koordinator penyusun grafik 10. Technical director penanggung jawab teknik 11. Talent bertanggung jawab untuk tat arias wajah dan rambut 12. Camera operator adalah juru kamera/ cameraman 13. Video operator adalah juru kamera gambar 14. Go-fer adalah pembantu umum27 2.6.2.2. Peralatan Produksi 2.6.2.2.1. Kamera Terdapat beberapa jenis kamera yang biasa digunakan untuk proses syuting, dilihat dari penggunaannya kamera video dibagi menjadi tiga : 1. Kamera studio. Jenis ini digunakan hanya dalam studio utnuk memproduksi acara televisi. 2. Kamera ENG (Electronik News Gathering). Awalnya kamera jenis ini hanya digunakan untuk hunting berita. Namun sekarang juga digunakan untuk membuat film. 3. Kamera EFP (Electroniks Field Production). Hampir sama dengan jenis pertama, kamera jenis EFP juga digunakan untuk in door.28
2.6.2.2.2. Lampu Seperti halnya kamera, lampu yang bisa digunakan untuk keperluan broadcasting terdapat berbagai jenis, antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 27
Red Head (800 watt) Blonde (2 kw) Dedolight HMI ARRI Accu Light29
J.B. Wahyudi. Dasar- Dasar Manajemen Penyiaran. PT. Gramedia Pustaka, 1994, hal. 29 Disarikan dari buku Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktek, Simbiosa Rekatama Media, 2006, hal. 107-110 29 Wawancara dengan Cameraman Maestro, Heri Murdoko, 27 Februari 2007 28
32 2.6.2.2.3. Microphone Selain kamera dan lampu, microphone adalah unsur penting dalam peralatan produksi audiovisual. Tanpa adanya benda ini dapat berakibat fatal. Ada kemungkinan batalnya liputan sehingga harus membuat janji ulang dengan narasumber. Hal ini dapat mengesankan bahwa tim produksi kurang profesional. Tipe-tipe microphone antara lain : 1. Clip on (biasa) 2. Clip on (wireless) 3. Boom mic30 Tiga macam microphone di atas dapat digunakan sesuai keperluan seperti wawancara, namun perlu diperhatikan format acara yang diproduksi. Untuk acara berita atau infotainment dapat menggunakan Boom mic, namun untuk wawancara eksklusif lebih baik menggunakan wireless.
2.6.2.3. Teknik Pengambilan Gambar Disini cameraman yang akan banyak berperan memutuskan gambar-gambar seperti apa yang perlu diambil. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar ; 1.
Camera angle (sudut pengambilan gambar), yakni posisi kamera pada saat pengambilan gambar. Masing- masing angle punya makna tertentu.
2.
Frame size, yakni ukuran shot untuk memperlihatkan situasi objek bersangkutan.
3.
Camera movement, yakni posisi kamera bergerak sementara objek bidikan diam.
30
Ibid
33 4.
Object movement, yakni posisi kamera diam sementara objek bidikkan bergerak.
5.
Composition yakni seni menempatkan gambar pada posisi yang baik dan enak dilihat.31
2.6.2.4. Teknik Wawancara Metode wawancara dokumenter mencoba mereka ulang masa lalu dan membuat orang yang diwawancara kembali kepada situasi tersebut, sehingga diharapkan pemirsa juga ikut terbawa. Karena model wawancara seperti ini memerlukan proses mengingat kembali masa lalu maka sangat penting bagi pewawancara untuk memperhatikan keseluruhan cerita. Reporter harus sangat menguasai materi atau fakta-fakta yang ingin ditanyakan kepada narasumber, karenanya sebelum terjun ke lapangan terlebih dahulu harus membekali diri dengan informasi sebanyak- banyaknya. Perlu diperhatikan juga mengenai durasi, jadi reporter harus bisa menakar kira-kira berapa banyak informasi yang akan digali dari tokoh.
2.6.3
Tahap Pasca Produksi Sebelum sebuah program televisi siap untuk tayang, maka harus melalui
proses editing terleih dahalu. Pada tahap ini seluruh hasil gambar dan wawancara akan diolah menjadi satu rangkaian cerita yang utuh. Tentunya setelah diramu dengan musik, sound effect serta narasi. Naskah dapat disusun oleh assisten produser atau reporter. Peralatan editing sendiri terbagi menjadi dua, yaitu :
31
Editing Linier (analog) a. Video tape recorder (VTR/ VCR) b. Video Mixer c. Audio Mixer d. Monitor (audio & video)
Disarikan dari buku Askurifai Baksin, Op.cit hal.120
34 e. Microphone, CCT, CD, Tape Rheel, DAT f. Character generator (untuk membuat judul) g. Edit controller
32
Editing Nonlinier (digital) a. Computer editing : hard disk dengan kapasitas minimal 80 GB b. DD RAM (kecepatan membaca) minimal 1 GB c. Video Card (berbagai macam merk dan kualitas) d. Editing Software (standar Adobe Premiere, Final Cut Pro atau Avid Express) e. Monitor display f. Microphone & loudspeaker (untuk voice over) g. VTR recorder (untuk merekam hasil edit) h. Monitor audio & video (untuk cek hasil akhir)32
Ibid. hal 143-144
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Ciri-ciri
penelitian deskriptif : 1. berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu 2. menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel, nemun diuraikan satu persatu 3. variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment)1
Penelitian kualitatif memiliki ciri yang membedakan dengan penelitian jenis lain. Bogdan dan Biklen mengajukan lima buah ciri, sedangkan Lincoln dan Guba mengulas sepuluh buah ciri penelitian kualitatif. 1.
Latar alamiah. Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan.
2.
Manusia sebagai alat (instrument). Hal ini karena jika menggunakan alat yang bukan manusia, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan- kenyataa yang ada di lapangan.
1
3.
Metode kualitatif
4.
Analisis data secara induktif
5.
…2
Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Penerbit PPM, hal 105 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. remaja Rosdakarya Bandung, 2004, hal. 4-8
2
36
37
3.2. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi kasus, yaitu uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, organisasi (komunitas), program atau situasi sosial. Lincoln dan Guba mengemukakan keistimewaan studi kasus, yaitu : 1) Merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti. 2) Menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari- hari. 3) Merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden. 4) Memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupan konsistensi gaya dan faktual, tetapi juga kepercayaan (trustworthiness). 5) Memberikan ‘uraian tebal’ yang diperlukan bagi penilaian atas transferabilitas. 6) Terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.3
3.3.
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah: 1. Wawancara mendalam, yaitu suatu bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan 3
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2003, hal. 201-202
38 tertentu. Secara garis besar, wawancara dibagi menjadi dua, yakni: wawancara terstruktur dan tak terstruktur.4 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, sering disebut wawancara mendalam (indepth interview) dengan tim produksi yang terlibat pada pembuatan program Maestro. Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan kata- kata dapat berubah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi.
2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, disertai pencatatan mengenai keadaan atau perilaku objek sasaran.5 Pada kasus ini, peneliti mengamati langsung seluruh tahap produksi program Maestro.
3. Studi Pustaka/Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data-data yang relevan dengan masalah yang dibahas, bisa berupa artikel koran, internet, dan dokumentasi tayangan Maestro.
3.3.1. Narasumber Narasumber yang kredibel untuk untuk dimintai informasi dan data-data mengenai program Maestro tentunya adalah tim produksi Maestro, antara lain : a. Imam Wahyu (Producer) – produser adalah orang yang memiliki ide awal pembuatan Maestro. Karenanya cukup kompeten untuk dimintai keterangan seputar proses produksi Maestro. 4
Ibid. hal. 180 H. Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi, Penerbit Rineka Cipta, 2006, hal. 104. 5
39 b. Dissi Kusuma Dewi (Assistant Producer) – Asisten produser yang membantu produser dalam pelaksanaan tugas sehari- hari dari awal liputan hingga masuk ke meja editing. c. Evi Lisdianti (Riset & Kepustakaan) – Divisi ini banyak membantu dalam hal perolehan dokumen berupa video, foto, buku maupun artikel d. Wuri Nugraeni (Reporter) – Reporter sebagai pelaksana lapangan seluruh proses pengumpulan data dari wawancara, gambar, foto dan data tertulis. e. Heri Moerdoko (Cameraman) – Partner reporter di lapangan, dengan konsentrasi utama mendapat visual/ gambar yang bagus. f. Istiyono (Editor) – Orang terakhir dalam rangkaian proses produksi, berfungsi ‘memasak’ semua meteri liputan menjadi tayangan yang menarik.
3.4.
Definisi Konsep Definisi konsep dari mekanisme kerja adalah penggambaran tentang
bagaimana berlakunya sebuah sistem kerja, khususnya sistem kerja dalam produksi program televisi. Program dokumenter Maestro sendiri adalah tayangan audiovisual yang mengupas tentang seorang tokoh budayawan atau kesenian secara mendalam, mengenai profil, aktifitas keseharian, proses kreatif berkarya, karya-karyanya serta komentar berbagai kalangan berkaitan dengan kiprah tokoh tersebut.
3.5.
Fokus Penelitian Untuk memandu penelitian menjadi lebih sistematis, dilakukan pengamatan
bagaimana penerapan seluruh tahapan proses produksi pada ketiga episode program Maestro yang sudah ditentukan.
40 Garis besar tahapan produksi pada INDRA TV News Agency, meliputi :
1. Perencanaan (Pra Produksi), antara lain: -
Penemuan ide/gagasan
-
Menentukan kerangka kerja
-
Melakukan riset
-
Mengurus ijin liputan serta jadual liputan
2. Pelaksanaan (Produksi), merupakan pelaksanaan dari perencanaan : -
Melaksanakan peliputan dan wawancara
-
Mengumpulkan data-data penunjang
3. Proses hasil akhir (Pasca Produksi), meliputi: -
Capture seluruh materi liputan
-
Trimming yaitu proses pemotongan gambar yang terlalu panjang
-
Rough Cut yaitu proses menempel dan menyambung hasil trimming gambar dan hasil wawancara
-
Scan dan Render foto (jika ada)
-
Voice Over yaitu editor merekam pembacaan narasi
-
Mixing yaitu proses penyelarasan audio hasil wawancara, narasi serta musik.
3.6.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan pada penelitian ilmiah ini adalah
Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
41 yang lain diluar data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi teori menurut Lincoln dan Guba, berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Sementara Patton berpendapat bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakan penjelasan banding (rival explanation).6
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 178-179
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Sekilas tentang production house INDRA TV News Agency Indonesia Raya Audivisi atau INDRA TV News Agency adalah sebuah kantor berita televisi dalam arti seluas-luasnya. INDRA TV News Agency berdiri tanggal 5 April 2000 di Jakarta, dipelopori oleh sejumlah jurnalis senior, profesional di bidang pers dan eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat. Di tengah semaraknya kehidupan pers, INDRA TV News Agency diharapkan dapat memberikan makna bagi perjalanan menuju Indonesia baru. Setidaknya, INDRA TV News Agency dengan kemampuan sumber daya yang dimilikinya menjadi alternatif baru penyedia jasa informasi yang dikemas khas dalam format audiovisual Sejak awal berdiri hingga hari ini, INDRA TV News Agency sudah banyak menghasilkan program bermutu di antaranya Maestro, Inspiring Woman, Permata Bangsaku, Top 1 Legend dan Healthy and Fresh.1 Sebagai bentuk rasa tanggung jawab kepada masyarakat, hingga tahun ke-7 berdirinya, rumah produksi ini terus berusaha menyajikan program-program acara yang tidak hanya menghibur tapi juga mendidik. Saat penulis menyusun penulisan ilmiah ini, INDRA TV News Agency terus aktif berproduksi dengan program Foody With Rudy, Healthy Moment Primaraga serta Renungan Ramadhan.
42 1
Company profile INDRA TV News Agency
43
Gambar. 2
STRUKTUR ORGANISASI PT. INDONESIA RAYA AUDIVISI (INDRA TV NEWS AGENCY)
DEWAN KOMISARIS
DIREKTUR UTAMA
DIREKTUR UMUM
PRODUSER
MANAGER MARKETING
MANAGER KEUANGAN
ASS. PRODUSER
STAFF. MARKETING
STAFF. KEUANGAN
REPORTER
RISET /
STAFF. SEKETARIAT /
KAMERAMAN
DOKUMENTASI
UMUM
Sumber : dokumen divisi produksi, INDRA TV NEWS AGENCY, 2007
44 4.1.2. Program Dokumenter Maestro Mengutip dari proposal program Maestro yang menyebutkan bahwa Indonesia sebenarnya kaya akan tokoh budaya dan kesenian, yang karya serta gagasannya telah memberi kontribusi bagi Indonesia masa depan. Namun karena kurangnya ekspos, maka popularitas mereka kalah dibandingkan para tokoh politik atau entertainer misalnya. Langkanya ekspos media dikhawatirkan membuat generasi muda tidak mengenal sosok dan kiprah mereka di masyarakat. Maka itu upaya menampilkan tokoh-tokoh budaya dan kesenian Indonesia, perlu dilakukan.2 Konsep program Maestro sendiri adalah sebuah tayangan audiovisual untuk konsumsi televisi, yang mengupas tentang seorang tokoh budayawan atau kesenian secara mendalam, mengenai profil, aktifitas keseharian, proses kreatif berkarya, karya-karyanya serta komentar berbagai kalangan berkaitan dengan kiprah tokoh tersebut. Pemilihan nama program Maestro didasari pertimbangan antara lain karena : 1. Pendek (satu kata) 2. Memorable/ mudah diingat 3. Konotatif dengan ketokohan dan kepiawaian seseorang dalam suatu bidang tertentu 4. Populer3
Maestro sudah ditayangkan di Metro TV sebanyak sekitar 170 episode, setiap sabtu jam 21.05-21.30 WIB (tahun 2002 – 2005) dengan durasi 24 menit. Kemudian pada tahun 2006 hingga saat ini Maestro kembali ditayangkan dalam bentuk filler berdurasi 2 menit setiap Kamis, Jumat dan Sabtu masing-masing dua kali penayangan. 2 3
Proposal program Maestro Ibid
45 4.1.3. Tahapan Pra Produksi Sebagai sebuah rumah produksi, INDRA TV News Agency memiliki standar operational prosedure (SOP) yang diberlakukan setiap kali melakukan produksi, baik yang bersifat liputan profil seperti Maestro maupun taping siaran tunda seperti acara kesehatan Healthy Moment dan Foody With Rudy. Dalam proses produksi program acara dokumenter Maestro oleh INDRA TV News Agency, orang yang paling bertanggung jawab atas keseluruhan program adalah Imam Wahjoe L selaku producer program Maestro. Berdasarkan hasil wawancara dengan producer Maestro diketahui bahwa ide pembuatan program Maestro berawal dari ketertarikan producer dengan program sejenis, yang mengangkat tentang profil budayawan di Yogyakarta dan ditayangkan di TVRI stasiun Yogyakarta.4 Sampai akhirnya ketika INDRA TV News Agency berdiri, cita-cita untuk membuat program serupa dengan kemasan berbeda dapat tersalurkan. “Visi dan misi dibuatnya program Maestro tidak lain karena ingin membuat program dokumenter dengan menggunakan pendekatan jurnalistik dengan harapan menarik pemirsa, ditambah dengan nilai informatif dan edukatif.”5 Imam Wahjoe L menambahkan bahwa sebagai demo tape, pada tahun 2001 dibuatlah episode pertama Maestro yakni Bagong Koesoediardjo, sang maestro di bidang tari. Namun karena tidak ada respon positif dari stasiun-stasiun televisi swasta pada saat itu, maka baru pada bulan Maret 2002, program Maestro resmi mengudara di Metro TV dengan dukungan penuh Sampoerna sebagai sponsor utama.6 Tahap pra produksi atau tahap perencanaan merupakan proses awal dari seluruh kegiatan produksi yang akan dilaksanakan. Penentuan siapa-siapa saja figur yang akan diangkat menjadi tokoh Maestro sepenuhnya adalah hak prerogatif 4
Wawancara dengan Producer Maestro, Imam Wahjoe L, 15 Ferbruari 2007 Ibid 6 Ibid 5
46 producer dengan tetap membuka kemungkinan pada teman-teman dalam lingkup produksi untuk memberi masukkan. “Menentukan tokoh didasari dari riset. Kita bisa mengidentifikasi orangorang yang besar dibidangnya. Baru ada proses seleksi, dilihat dari pencapaian, prestasi, pengakuan orag atas karya-karyanya, komitmen serta integritas. Itu ukuran yang bisa ditentukan sendiri.”7 Seperti umumnya peraturan yang berlaku dikalangan pertelevisian, produsen Maestro selalu mempersiapkan 13 nama calon figur yang akan diagkat menjadi tokoh Maestro. Sekali lagi, sekalipun ini adalah hak prerogatif producer, ada kalanya dalam waktu-waktu tertentu tokoh yang diliput disesuaikan dengan peristiwa bersejarah yang berkaitan, misalnya khusus bulan Agustus ditampilkan tokoh-tokoh seperti Soekarno dan Hatta. Setelah ketigabelas nama figur ditentukan, kemudian diserahkan kepada divisi riset dan kepustakaan untuk ditindaklanjuti. Seperti halnya tim produksi yang mengerjakan seluruh program yang dihasilkan oleh INDRA TV News Agency, begitu pula halnya dengan divisi riset. Evi Lisdianti mewakili divisi riset dan kepustakaan menjelaskan bahwa daftar tersebut kemudian dilengkapi dengan resume uraian fakta tentang perjalanan berkarya serta sepak terjang sang calon tokoh. Hal ini dilakukan karena data ini akan dikirim kepada pihak sponsor untuk meminta persetujuan bahwa orang-orang inilah yang akan dipublikasikan menjadi tokoh Maestro.8 Jika data tersebut disetujui maka penugasan langsung diberikan kepada empat orang reporter dan enam orang cameraman. Proses riset sendiri tidak berhenti hingga mengajukan resume saja. Setelah terjadi pendelegasian tugas, tugas melakukan riset berpindah kepada reporter yang bertugas. Reporter melengkapi data sementara yang diberikan oleh divisi riset dengan mencari melalui internet. 7 8
Ibid Wawancara dengan Divisi Riset & Kepustakaan INDRA TV News Agency, Evi Lisdianti, 18 Februari 2007
47 Pada awal-awal penayangannya, producer Maestro memberi penugasan secara detil berupa outline mencakup gambaran profil, narasumber, pertanyaan, komentator serta rincian gambar.9 Jika ada nama yang tidak disetujui, sudah disiapkan nama alternatif sehingga proses pemilihan tokoh ini tidak terlalu lama, mengingat jadual produksi yang berkejaran dengan jadual tayang. Sangat mungkin terjadi penugasan ganda pada seorang reporter, maksudnya adalah satu orang reporter mendapat tugas untuk meliput dua orang tokoh Maestro untuk dua episode berbeda. Bagiamana teknis pengaturannya, masing-masing memiliki cara sendiri. Ada yang menyelesaikan satu episode secara utuh lebih dulu, ada pula yang mengerjakan keduanya secara bersamaan. Hal ini dimungkinkan karena dalam lingkungan INDRA TV News Agency, reporter memiliki hak untuk mengatur jadual liputannya masing-masing, selama tidak melewati batas waktu, seperti dijelaskan oleh Wuri Nugraeni reporter Maestro : “Biasanya tim produksi mendapat daftar nama-nama calon tokoh yang akan diliput, sekaligus pembagian tugas kepada reporter. Tiap reporter biasanya dapat 2 calon tokoh. Setelah itu masing-masing melakukan tugasnya.”10 Ketika penugasan sudah didelegasikan, langkah awal yang dilakukan seorang reporter adalah mengadakan kontak via telepon dengan tokoh atau sering disebut juga narasumber. Proses pendekatan ini masih termasuk dalam tahapan pra produksi, karena ketika pertama kali menghubungi narasumber, selain membuat janji untuk mengadakan peliputan, reporter juga tetap mencari tambahan data serta fakta yang dapat menunjang cerita yang akan dibangun. Perlu diingat bahwa reporter adalah director on field, artinya bahwa apapun yang terjadi sebelum, pada saat liputan dan sesudahnya, semua tergantung pada reporter. Maka dari itu diperlukan keahlian
9
Wawancara dengan Producer Maestro, Op.cit Wawancara dengan Reporter Maestro, Wuri Nugraeni, 10 Maret 2007
10
48 tersendiri agar dapat menembus narasumber yang notabene merupakan orang-orang besar dibidangnya dengan keunikannya masing-masing. Seorang reporter yang sudah berhasil menembus narasumber dan mendapat jadual liputan dapat memilih cameraman yang akan bertugas dengannya dan menulis jadual tersebut pada papan liputan yang sudah disediakan. Hal ini dimaksudkan agar liputan terdata dan tidak terjadi tumpang tindih antara jadual reporter satu dengan yang lain. Cameraman sendiri sebenarnya tidak terlalu dipusingkan dengan menghubungi narasumber, membuat janji dan sebagainya. Mereka hanya perlu mengikuti jadual liputan yang ditentukan reporter. Meski begitu wawasan seorang cameraman juga harus luas. Sebelum melaksanakan tugasnya mereka harus mengetahui latar belakang setiap tokoh. Hal tersebut diperlukan untuk menyesuaikan gaya pengambilan gambar yang berbeda pada beberapa program yang dikerjakan. Untuk menyiasati hal tersebut, biasanya setiap kali hendak bertugas, cameraman akan mengkonfirmasi pada reporter tentang siapa tokoh yang akan diliput, latar belakang serta untuk apa kepentingannya. Seorang assistant producer berfungsi sebagai tangan kanan producer yang membantu kelancaran produksi. Sebagai pedoman awal, assistant producer Desi Kusuma Dewi menggambarkan gambar aktivitas yang dibutuhkan untuk 24 menit. “Gambar yang diperlukan untuk memenuhi kuota 24 cukup banyak dan harus bervariasi. Jika tokoh adalah seorang dalang, maka gambar yang dibutuhkan berkisar kegiatan pedalangan seperti persiapan pentas, melatih murid mendalang dan bermain gamelan.”11 Sementara jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada tokoh Maestro tetap mengandung unsur 5 W + 1 H, seperti : a) Mengapa menjadikan dalang sebagai profesi? b) Bagaimana proses pembelajaran Anda menjadi pedalang? c) Kapan pertama kali pentas dan pada acara apa? 11
Wawancara dengan Assistant Producer Maestro. Desi Kusuma Dewi. 26 Februari 2007
49 d) Apa saja trik yang dipelajari dalam seni pedalangan? e) Kisah apa saja yang bisa diangkat ketika mendalang? Pemahaman tentang latar belakang tokoh, perjalanan berkarya bahkan peristiwa-peristiwa yang mengiringi perjalannya adalah mutlak diketahui oleh tim produksi di lapangan yaitu reporter dan cameraman. Ini akan memudahkan pada saat melakukan wawancara, sehingga pertanyaan yang diajukan akan lebih terarah. Mengingat singkatnya durasi tayang, tidak mungkin seluruh cerita seputar kehidupan sang tokoh akan diekspos.
4.1.4. Tahapan Produksi Pada tahap ini reporter dan cameraman berperan besar. Saat narasumber sudah berhasil dihubungi dan jadual sudah tersusun maka tahap produksi siap dimulai. Reporter sebagai sutradara di lapangan membantu mengarahkan cameraman seperti apa gambar yang diinginkan, meski tentunya cameraman lebih mengerti soal tekhnis pengambilan gambar. Ketika masuk kedalam tahap produksi, upaya riset serta penambahan data tetap dilakukan. Jadi keduanya berjalan bersamaan, baik mencari data langsung dari narasumbernya maupun mencari kelengkapan data dari sejumlah lembaga yang menyimpan data sejarah. Hal tersebut dilakukan mengingat tokoh yang diliput sudah berumur dan terkadang karya-karya semasa produktif dulu sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Jadi, sementara proses liputan sedang berlangsung divisi riset juga bekerja dengan mendatangi Arsip Nasional atau Perpustakaan Nasional untuk mencari dokumentasi video, foto bahkan buku. Ada kalanya divisi riset dibekali dengan kaset Betacam untuk menggandakan dokumentasi video, karena biasanya materi asli tidak dibenarkan keluar dari gedung arsip demi menjaga agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
50 Evi Lisdianti dari divisi riset dan kepustakaan INDRA TV News Agency menjelaskan bahwa dokumentasi tersebut bisa didapatkan dari Arsip Nasional atau Perpustakaan Nasional dengan membayar copyright serta banyaknya dokumentasi yang diperlukan.12 Sarupa dengan tim peliputan berita, tim liputan Maestro ketika turun ke lapangan hanya terdiri dari satu orang reporter, satu orang cameraman dan satu orang driver yang merangkap lighting. Peralatan yang digunakan pun tidak terlalu banyak, cukup satu kamera tipe DSR-250, sebuah microphone wireless dan satu buah lampu red head beserta filter dan tripodnya. Pertemuan pertama dengan narasumber biasanya tidak langsung mengadakan wawancara, karena disini kesempatan bagi tim produksi untuk mengadakan pendekatan dengan narasumber. Ketika narasumber sudah terbiasa dengan kehadiran tim produksi dan merasa nyaman, baru inilah saat yang tepat untuk melakukan wawancara. Terdapat dua jenis aktivitas yang diperoleh selama proses liputan, yaitu pengambilan gambar kegiatan atau aktivitas yang dilakukan narasumber disebut dengan stock shot dan hasil wawancara yang disebut sound up. Keduanya disusun setelah proses liputan lengkap dan selesai. Yang dimaksud dengan penyusunan stock shot dan sound up adalah perincian gambar apa saja yang didapat dalam satu episode. Begitu juga dengan wawancara, penyusunan sound up akan merinci inti dari pernyataan narasumber. Rutinitas ini dilakukan untuk mempermudah editor di meja editing. Selain itu, setiap kali setelah melakukan liputan, cameraman harus mentransfer serta mencatat nomor kaset, kegiatan yang diliput serta nama narasumber dalam log book Maestro. Ini dimaksudkan untuk memudahkan pencarian kaset di kemudian hari jika dibutuhkan. 12
Wawancara dengan Divisi Riset & Kepustakaan INDRA TV News Agency, Evi Lisdianti, 18 Februari 2007
51 4.1.5. Tahapan Pasca Produksi Kurang lebih empat hari atau maksimal satu minggu proses produksi satu episode dikerjakan dan semua hasilnya sudah tersusun rapi dalam bentuk stock shot dan sound up maka saatnya untuk masuk ke ruang editing. Desi Kusuma Dewi, assistant producer Maestro menjelaskan bahwa seorang assisten producer bahkan semua tim produksi berkepentingan untuk mengawasi/mensupervisi jalannya proses editing/pasca produksi. ”Pada pasca produksi, asisten produser bertugas mensupervisi editor sampai Final Cut hingga delivery materi. Memilih Sound Up serta gambar yang akan digunakan.”13 Hal ini dikarenakan tim produksi yang mengalami langsung apa yang terjadi di lapangan dan lebih mengerti jalan cerita sebuah peristiwa yang terjadi pada seorang tokoh Maestro. Sedangkan editor hanya berfungsi menyambung serta mengolah seluruh materi liputan yang diperoleh tim produksi. Khususnya untuk assistant produser, ia bertugas mendampingi editor karena ia akan menentukan alur cerita yang akan dibangun dengan pilihan gambar dipadukan dengan hasil wawancara, biasa disebut rough cut. Proses pasca produksi atau disebut juga editing adalah sebuah proses dalam mata rantai sebuah produksi karya audiovisual, setelah tahap pra produksi dan produksi. Proses editing sangat menentukan sekali dalam tahapan sebuah produksi karya audiovisual. Karena dalam tahapan ini, eksekusi sebuah karya ada disini, dengan proses editing ini maka jalan cerita akan terstruktur sesuai dengan naskah. Pada tahap ini selain mempersiapkan seluruh materi yang akan di edit, assistant producer atau reporter mulai menyusun naskah atau script untuk nanti dibacakan oleh narator. Pada dasarnya naskah yang dibuat adalah untuk 13
Wawancara dengan Assistant Producer Maestro. Desi Kusuma Dewi. 26 Februari 2007
52 menyampaikan hal-hal yang tidak tersampaikan melalui wawancara dengan tokoh Maestro. Sebagian data serta fakta yang didapat dari wawancara akan muncul dalam bentuk narasi, karena mungkin terlalu panjang dan mendetil. Seperti misalnya latar belakang pendidikan atau judul buku yang telah ditulis Pramoedya Ananta Toer. Sementara hasil wawancara atau sound up yang ditampilkan biasanya mengandung moment penting, misalnya bagaimana Soekarno memproklamasikan kemerdekakan Indonesia atau kehebatan seorang Sutan Syahrir dalam berdiplomasi hingga Indonesia diakui keberadaannya dalam kancah dunia. Sebelum dikirim, materi yang sudah siap tayang/master dipindahkan ke dalam kaset Betacam, sesuai dangan standar yang digunakan oleh televisi, dalam hal ini Metro TV. Sebelum seluruh proses usai, ada baiknya reporter sebagai orang yang paling dekat dengan narasumber melakukan pemeriksaan dari mulai penulisan nama, gelar, profesi hingga ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama peliputan. Satu hal yang tidak boleh dilewatkan adalah, pencantuman copyright/hak cipta jika pada penayangan menggunakan dokumentasi dari sumber lain.
4.1.6. Episode Raden Saleh Seperti sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa untuk melihat dari dekat seperti apa perlakuan yang diterapkan pada proses produksi program Maestro, dipilih tiga episode yang berdasarkan wawancara dengan para pelaku, memiliki tingkat kesulitan atau keunikan masing-masing. Raden Saleh, seorang pelukis periode tahun 1800-an terpilih menjadi salah satu tokoh Maestro episode ke-5. Terdapat banyak kendala sepanjang keseluruhan proses produksi. Pertama adalah pengumpulan materi tentang beliau, mengingat
53 kurun waktu yang sudah cukup lama, juga karena sulitnya melacak keberadaan keturunan atau keluarga Raden Saleh. Sekalipun ada, hanyalah terdapat lima atau tujuh buah lukisan asli karya beliau yang hingga saat ini masih tersimpan rapi di Galeri Nasional. Namun informasi seputar perjalanan berkarya ataupun keseharian beliau tidak satupun yang mengetahui. Kendala lainnya adalah karena saat itu masih masa awal terbentuknya program Maestro, maka tim yang bekerja pun masih merabaraba dan belum menemukan formula yang baku bagaimana cara melakukan riset, pemilihan narasumber yang belum tajam atau kurangnya kemampuan menembus narasumber untuk melacak kemungkinan keberadaan keturunan atau keluarga Raden Saleh atau pun cara mencari komentator yang kompeten untuk diwawancarai. Minimnya informasi serta fakta yang didapat di lapangan ini berdampak pada minimnya pula perolehan informasi yang didapat seputar kehidupan atau pun perjalanan berkarya beliau. Tidak hanya tim produksi yang mengalami kesulitan, divisi riset pun mengalami hal yang sama, karena sulitnya mencari dokumentasi seperti foto. Jika diperhatikan,dalam buku-buku pelajaran sejarah sekolah dasar, terdapat sebuah sebuah foto atau tepatnya lukisan foto Raden Saleh. Foto itu jugalah yang digunakan dalam tayangan Maestro, satu-satunya dokumentasi foto yang tersisa dari beliau. Dengan pengalaman yang sangat kurang pada masa itu, tim produksi memutuskan untuk mewawancarai pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Galeri Nasional, yang setelah ditelaah ternyata tidak terlalu kompoten menjadi narasumber untuk Raden Saleh. Sepatutnya jika kala itu tim produksi dapat meminta rekomendasi pada sejarahwan atau kritikus lukisan seperti Agus Darmawan misalnya. Proses pengumpulan seluruh materi pada episode Raden Saleh dilakukan di Jakarta dan Bogor dan membutuhkan waktu kurang lebih tujuh hingga sepuluh hari.
54 Dari upaya maksimal yang sudah dilakukan tim produksi pada saat itu diperoleh beberapa informasi mengenai sosok pelukis Raden Saleh, antara lain : a) Fakta bahwa Raden Saleh adalah pelukis yang melukis objek/profil manusia pada periode sekitar tahun 1800-an b) Fakta bahwa Raden Saleh diyakini pernah menikah dua kali (pertama dengan wanita Belanda, kedua dengan wanita asal Bogor) c) Fakta bahwa terdapat kontroversi apakah beliau seorang nasionalis atau bukan karena rupanya beliau condong kepada Belanda Perolehan gambar pada episode Raden Saleh antara lain : a) Stock shot satu buah foto lukisan Raden Saleh (diperkirakan dari jaman Belanda) b) Stock shot makam Raden Saleh di Bogor c) Stock shot Taman Ismail Marzuki dan Rumah Sakit PGI Cikini (dahulu adalah rumah Raden Saleh) d) Stock shot lukisan-lukisan asli Raden Saleh yang disimpan di Galeri Nasional Perolehan wawancara pada episode Raden Saleh antara lain : a) b) c) d)
Wawancara Agus Darmawan (kritikus lukisan) Wawancara pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wawancara pihak Galeri Nasional Wawancara colector lukisan Raden Saleh (belakangan diketahui bahwa koleksi ini palsu, karena yang asli tersimpan di Galeri Nasional) Berdasarkan perolehan gambar yang jauh dari cukup, maka editor mengalami
kesulitan pada saat mengolah materi yang akan diedit. Tidak mengherankan jika dalam 24 menit durasi penayangannya terjadi pengulangan gambar beberapa kali. Pada keadaan normal, pengulangan gambar sangat dihindari karena dapat menimbulkan kesan monoton dan tidak bervariasi. Namun begitu pada kasus-kasus tertentu seperti pada episode Raden Saleh, hal tersebut dapat dimaklumi.
4.1.7. Episode Sang Ayu Ketut Mukelen Tokoh Maestro asal Bali, Sang Ayu Ketut Mukelen, seorang penari legong klasik yang sangat dikenal dikalangan seniman tari khususnya, tayang pada periode tahun 2004. Karena lokasi yang dituju di luar kota, tim produksi hanya diberi waktu
55 selama tiga hari untuk mengumpulkan materi liputan, termasuk wawancara tujuh orang komentator. Karena terbatasnya waktu, maka beberapa hari sebelum tim berangkat ke lokasi yang dituju, sudah dilakukan pembicaraan dengan narasumber untuk merencanakan aktifitas liputan yang akan dilakukan. Alamat lengkap serta nomor kontak narasumber adalah dua hal penting yang harus disimpan dengan baik, khususnya bila lokasi liputan sama sekali baru. Dapat dikatakan bahwa proses produksi program Maestro episode ini tidak menemui kendala berarti. Pra produksi dilakukan ketika tim produksi masih berada di Jakarta, termasuk mengirim surat ijin liputan yang dikirim kepada sanggar tempat Sang Ayu melatih tari. Ketika ijin sudah dikantongi dan jadual liputan sudah disepakati barulah tim produksi berangkat ke Bali. Selanjutnya, liputan berjalan dengan lancar, aktivitas yang direkam cukup bervariasi dan wawancara juga cukup lengkap meski untuk menemukan komentator yang credible perlu sedikit gerilya. Dokumentasi yang diperoleh juga cukup banyak dari foto-foto hingga rekaman pada saat Sang Ayu pentas dan ketika sedang melatih warga negara asing. Penari yang masih lincah di usia lanjut ini adalah sosok perempuan yang mudah diajak bekerjasama, terutama jika bicara mengenai seni tari yang sangat dicintainya. Bedanya dengan liputan yang dilakukan di dalam kota adalah dengan waktu tiga hari, tim produksi harus berkejaran dengan waktu untuk mengumpulkan semua materi. Ditambah lagi dengan lokasi yang berbeda-beda dan pengetahuan tentang daerah setempat yang sangat kurang. Jika sudah seperti ini yang bisa dilakukan adalah rajin bertanya untuk sampai ke lokasi yang dituju atau bisa diakali dengan mengumpulkan saemua komentator dalam satu lokasi. Selain menyingkat waktu hal tersebut juga memudahkan tim produksi.
56 Pengalaman seringnya melakukan liputan semacam ini, khususnya liputan luar kota membuat tim produksi sudah terbiasa mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi di luar perencanaan. Ini terjadi juga pada saat peliputan episode Sang Ayu Ketut Mukelen, terjadi salah paham antara tim produksi dengan pihak keluarga Sang Ayu Ketut Mukelen ketika akan melakukan wawancara di sanggar tempatnya melatih tari. Ketika tim produksi sudah sampai di lokasi ternyata Sang Ayu masih menunggu di
rumahnya
dengan
pikiran
bahwa
tim
produksi
akan
menjemput.
Mempertimbangkan jarak tempuh yang cukup jauh dari sanggar ke kediaman Sang Ayu, maka penyewaan motor menjadi sangat berharga di saat-saat seperti ini. Sambil menunggu kedatangan sang tokoh, tim produksi mengatur setting wawancara ingá pada saat narasumber datang semua sudah siap. Ketika tenggat waktu selama tiga hari sudah habis, maka tim produksi pulang dengan berbekal kaset hasil liputan serta footage dan dokumentasi dari narasumber. Dengan banyaknya pilihan gambar, assistant producer dan tentunya editor dimudahkan dalam menyusun alur cerita yang ingin dibangun. Perolehan gambar pada episode Sang Ayu Ketut Mukelen : a) b) c) d) e) f) g) h)
Stock shot Sang Ayu sedan melatih murid menari di sanggar Stock shot Sang Ayu sedang bercengkrama dengan murid dan teman-teman Stock shot Sang Ayu sedang bersama keluarga Stock shot Sang Ayu sedang membuat sesajen Stock Shot Sang Ayu sedang sembahyang di Pura Stock shot foto-foto masa muda, ketika pentas, ketika melatih orang asing Stock shot piagam serta medali penghargaan Stock shot artikel serta kliping yang mengulas tentang sepak terjan Sang Ayu
Perolehan wawancara pada episode Sang Ayu Ketut Mukelen : a) Wawancara Sang Ayu Ketut Mukelen ( sebagai penari penari legong klasik Bali) b) Wawancara Ngakan (sebagai anak Sang Ayu Ketut Mukelen) c) Wawancara dosen Sekolah Tinggi Seni Tari Indonesia d) Wawancara pengamat seni tari Bali
57 e) Wawancara murid senior Sang Ayu Ketut Mukelen (kini menjadi guru tari juga) f) Wawancara murid junior Sang Ayu Ketut Mukelen g) Wawancara Rucina Balingger (murid Sang Ayu Ketut Mukelen) Ada kalanya jika sudah mendekati deadline, materi/kaset hasil liputan yang ada di luar kota dikirim secepatnya ke Jakarta dan proses transfer, pencatatan di log book serta perincian daftar sound up serta stock shot akan dibantu dikerjakan oleh tim produksi lain yang ada di Jakarta. Seperti halnya peralatan yang digunakan pada saat proses produksi biasanya, pada peliputan di luar kota juga tidak berbeda, hanya ditambah dengan peralatan cadangan jikalau terjadi sesuatu. Peralatan yang dibawa untuk liputan luar kota adalah satu buah kamera deserta tripod, dua buah lampu red head atau ARRI beserta filter dan tripod, microphone wireless dan kira-kita sepuluh buah kaset mini DV (untuk kamera PDP) atau 3 buah kaset DV (untuk kamera jenis DSR).
4.2. Pembahasan Dari penjabaran mengenai dua episode Maestro yang dijadikan obyek penelitian, dapat terdapat perbedaan yang mencolok, terutama karena salah seorang dari dua tokoh utamanya sudah tiada. Selain karena alasan tersebut, berbagai sebab lain juga turut berpengaruh pada pencapaian produksi episode Raden Saleh. Sebabnya bermacam-macam, dari awamnya tim produksi yang berakibat pada kesalahan pemilihan komentator atau sedikitnya perolehan gambar yang pada akhirnya mengakibatkan materi tayangan tidak mencapai target. Perlu diketahui bahwa yang target disini adalah banyaknya jumlah adegan/scene yang harus dicapai oleh tim produksi untuk memenuhi kuota durasi 24 menit penayangan program Maestro. Target tersebut antara lain sepuluh hingga dua
58 belas scene yang berbeda dan tujuh orang komentator termasuk tokoh utama. Scene yang perla direkam oleh tim produksi/cameraman adalah yang berkaitan dengan profesi sang tokoh dan kesehariannya. Misalnya jika sang tokoh adalah seorang pedalang wayang kulit seperti Ki Manteb Sudarsono, maka scene yang diambil adalah ketika dalang tersebut sedang pentas atau sedang berlatih. Sedangkan diantara ketujuh komentator yang diwawancarai harus ada yang mewakili pihak keluarga, pengamat atau kritikus, murid dan rekan sesama seniman. Ini dimaksudkan agar fakta yang didapat datang dari banyak pihak yang mengerti akan perjalanan sang tokoh, juga untuk menjaga obyektifitas. Proses produksi episode Sang Ayu Ketut Mukelen terlihat persiapan dari tim produksi cukup baik, jadi meskipun lokasi liputan berada di luar Jakarta, tidak ditemui kendala yang berarti. Perolehan materi bisa dikatakan memenuhi target dan membuat tayangan jadi lebih berwarna dengan bervariasinya gambar. Kecuali sedikit masalah dalam mencari komentator pendukung, karena nama-namanya baru didapat setelah tim produksi berada di Bali. Cara seperti ini beresiko tinggi, pertama karena mendadak maka ada kemungkinan orang yang dituju tidak siap untuk diwawancara atau mungkin saja orang yang dimaksud sedang tidak ada di tempat. Namun rupanya hal inilah yang membedakan antara kota metropolitan seperti Jakarta dan daerah di Bali. Disini segala sesuatu harus dipersiapkan jauh-jauh hari termasuk membuat janji wawancara, tapi di Bali bahkan untuk membuat janji wawancara dengan pemberitahuan yang sangat mendadak pun tidak menjadi masalah. Belum lagi jika bicara mengenai penduduk Bali yang amat ramah dan saat kooperatif dalam membantu tim produksi mencari alamat/lokasi liputan. Dalam lingkup INDRA TV News Agency, menempuh perjalanan luar kota berarti ongkos produksi yang juga membengkak, dari biaya hidup dan menginap tim
59 produksi selama di luar kota sampai biaya tak terduga seperti pengiriman kaset ke Jakarta. Ini alasannya sebisa mungkin tim liputan yang dikirim ke luar kota agar tidak melampai batas waktu yang sudah diberikan. Ada kalanya dalam sekali perjalanan bisa dua hingga tiga kota yang disinggahi untuk meliput empat sampai lime episode dari program acara berbeda. Jadi tidak jarang jika satu tim produksi berada di luar kota mencapai satu bulan lamanya, mengingat banyaknya kota yang dikunjungi dan jarak tempuh yang dilalui. Ada dua skenario yang diterapkan di INDRA TV News Agency dalam pengiriman tim produksi ke luar kota. Pertama adalah memberangkatkan full team yaitu reporter, cameraman dan driver, melewati jalan darat. Pilihan ini diambil ketika banyak program yang harus dikerjakan dalam waktu berdekatan dan banyaknya kota yang akan disinggahi. Skenario kedua adalah mengirim hanya reporter dan cameraman lewat jalan udara. Pilihan ini diambil misalnya jika hanya meliput untuk satu episode dan hanya di satu kota saja. Tetap ada resiko yang harus ditanggung, karena tim produksi harus memikirkan transportasi selama di tempat tujuan dan pasti akan sedikit kerepotan dengan peralatan yang dibawa. Membahas mengenai proses produksi program dokumenter Maestro berarti kembali bicara mengenai pra poduksi, produksi dan pasca produksi. Sudah disebutkan sebelumnya bahwa pada proses pra produksi dan produksi bisa berjalan bersamaan sesuai kebutuhan. Pada awal dimulainya proses produksi, reporter mendapat pegangan atau semacam rangkuman data mengenai sosok tokoh yang akan dihadapi berupa kliping artikel. Data ini bisa berkembang dari hasil browsing intenet misalnya, untuk mencari tahu kabar terbaru tentang tokoh yang dimaksud. Dengan membaca bahan ini akan membantu reporter dalam membayangkan atau mencari topik pembicaraan yang mengena di hati narasumber. Hal seperti ini penting dilakukan
60 karena selain kemampuan mengumpulkan materi atau data, seorang reporter juga dituntut untuk dapat membaca karakter orang yang dihadapinya hingga ia bisa merasa nyaman dan dihargai. Dari segi tekhnis yang perlu diperhatikan adalah penggunaan kaset yang cukup mahal harganya. Disinilah perlunya pencatatan time code, dari sini dapat dilihat kaset mana saja yang masih bisa digunakan dan yang sudah penuh. Kaset sendiri terdiri dari dua macam, mini DV berdurasi kurang lebih satu jam dan kaset DV dapat mencapai durasi tiga jam. Jika diantara kaset-kaset tersebut masih digunakan, maka biasanya reporter yang akan menyimpannya. Tapi ketika sudah selesai digunakan, semua kaset akan masuk ke ruang riset dan kepustakaan guna didata dan disimpan dalam ruangan dengan suhu sejuk. Ini untuk menjaga agar pita kaset tidak rusak, sama halnya dengan ruang editing yang selalu dalam keadaan suhu terterntu, mengingat banyaknya peralatan elektronik didalamnya. Sesuai dengan konsep awal, produksi program Maestro memiliki gayanya sendiri. Program Maestro tidak menggunakan presenter sebagai pembawa acara. Program memberi kesempatan pada tokoh-tokohnya untuk bicara mewakili diri sendiri, didukung dengan narasi serta wawancara. Tata pencahayaan pada saat wawancara dibuat seperti nuansa gelap terang, disesuaikan dengan sifat program Maetsro sendiri yang cenderung kontemplatif dan mengajak orang merenung dan berpikir. Pasca produksi pada program Maestro juga memiliki kekhasan dengan gaya editing cut to cut yang dinamis. Begitu juga dengan jingle pembuka acara serta cara membawakan narasi yang mengesankan kemapanan dan kewibawaan. Durasi tayangan selama 24 menit dibagi menjadi tiga segmen yaitu segmen pertama yang bercerita mengenai siapa sang tokoh, posisinya dalam berkarya, kekhasan karya serta
61 penghargaan yang pernah di raih. Segmen dua bercerita tentang masa kecil, riwayat hidup, awal berkarya serta masa jaya. Terakhir bercerita tentang kehidupan sekarang, keluarga, aktivitas, diakhiri dengan kesimpulan sang tokoh sebagai Maestro. Proses editing Maestro versi 24 menit tanpa iklan menit biasanya memerlukan waktu 3 x 8 jam atau 3 shift. Sementara untuk versi filler 2 menit hanya dibutuhkan 1 x 8 jam atau 1 shift. Tugas reporter pada tahap pasca produksi selain ikut mengawasi editor, adalah menghubungi semua narasumber yang terlibat dalam tiap-tiap episode Maestro. Memberi tahu atau pun mengingatkan jadwal penayangan pada semua pihak adalah bentuk tanggung jawab moral, penghormatan sekaligus menjadi cara menjaga hubungan baik dengan narasumber. Pada akhir acara/credit tittle dicantumkan ucapan terima kasih untuk sang tokoh dan keluarga besarnya, pihak-pihak yang telah membantu, sanggar, institusi atau lokasi lain yang juga digunakan selama proses peliputan. Reporter berhak untuk ikut memeriksa pada tahap akhir ini, guna memastikan tidak ada kesalahan penulisan nama atau profesi narasumber. Setelah dipastikan tidak ada kesalahan, materi tayangan direkam dalam kaset Betacam kemudian diantar langsung ke Metro TV satu hari sebelum hari penayangan. Di Metro TV, kaset akan masuk ke bagian quality control guna memastikan bahwa materi Maestro yang dikirim memang layak tayang, tidak ada scratch gambar atau audio yang hilang dan sebagainya. Jika lolos uji kelayakan, maka materi Maestro tersebut dapat ditayangkan keesokannya. Namun bila ternyata ditemukan kesalahan, kaset bisa dikembalikan kepada INDRA TV untuk diperbaiki. Sesuai yang dijanjikan pada awal liputan, semua tokoh Maestro dan pihak keluarga berhak mendapat satu buah copy tayang dalam bentuk VCD.
62 Pada prinsipnya INDRA TV News Agency tidak memberikan kompensasi berupa uang kepada setiap tokoh Maestro yang diliput. Tapi tidak menutup kemungkinan jika ada tokoh yang meminta kompensasi, maka INDRA TV News Agency akan memberikan dengan pertimbangan bahwa tokoh tersebut memang layak untuk diangkat menjadi Maestro melihat dari perjalanan berkarya dan pengakuan masyarakat akan ketokohannya. Sebagai sebuah karya audiovisual, Maestro sudah memiliki paten dan dalam hal ini INDRA TV News Agency sebagai pemegang hak cipta. Sebagai sebuah produk televisi, ongkos produksi Maestro berkisar antara 20 hingga 30 juta rupiah dan menerapkan sistem profit sharing antara INDRA TV News Agency dengan Metro TV. Walaupun banyak program lain yang sejenis, tidak menjadi masalah karena Maestro sendiri juga terinspirasi dari program lain. Setelah semua tahapan–tahapan ini selesai dilalui, maka program dokumenter Maestro siap untuk dinikmati para pecintanya di Metro TV setiap hari Sabtu pada pukul 21.05 – 21.30 WIB. Berdasarkan hasil penelitian serta wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa narasumber, antara lain Imam Wahjoe L selaku producer, Dissi Kusuma Dewi selaku assistant producer, Wuri Nugraeni sebagai reporter, Heri Moerdoko sebagai Cameraman, Istiyono selaku Editor dan Evi Lisdianti dari divisi riset dan kiepustakaan, ditambah pengumpulan dokumen perusahaan, cukup menjelaskan secara terperinci permasalahan yang menjadi objek penelitian dan menerangkan secara keseluruhan mengenai pelaksanaan proses produksi program dokumenter televisi Maestro pada INDRA TV News Agency. Layaknya sebuah produksi pada televisi seperti dikemukakan oleh JB. Wahyudi dalam bukunya “Dasar–Dasar Manajemen Penyiaran” yang melalui proses pra, produksi dan pasca produksi, hal yang sama juga diterapkan pada produksi
63 dokumenter Maestro oleh production house INDRA TV News Agency. Perbedaannya hanya terletak penerapan proses itu sendiri. Ada yang mengalami kesulitan pada tahap pra produksi, atau ada yang benar-benar lencar dalam semua tahapannya. Proses produksi yang diterapkan oleh production house INDRA TV News Agency yaitu : 1. Pra Produksi, tahap ini merupakan awal dari suatu proses produksi, yang termasuk di dalamnya pencarian ide, penentuan kerangka kerja, melakukan riset serta pengurusan ijin liputan serta penentuan jadual liputan. 2. Produksi, tahap ini merupakan pelaksanaan dari apa yang dihasilkan dari proses pra produksi. Reporter dan Cameraman paling berperan dalam tahap ini 3. Pasca Produksi, tahap ini merupakan proses akhir yang mengolah hasil liputan berupa gambar dan wawancara, memasukkan special effect, ilustrasi musik dan narasi hingga siap untuk ditayangkan.
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Program dokumenter Maestro yang diproduksi oleh production house INDRA TV News Agency melewati tahapan standar produksi program televisi dengan penerapan yang berbeda pada setiap episodenya yaitu pra produksi, produksi serta pasca produksi,. Dan bahwa program dokumenter itu sendiri termasuk salah satu karya jurnalistik yang bersifat timeless mengingat profil serta topik yang diangkat adalah bagian dari sejarah Indonesia dibidang seni dan budaya. Proses pengerjaannya tidak dipungkiri, sedikit banyak tetap mengandung unsur artistik seperti ketika melakukan setting untuk wawancara dan menciptakan gambar yang variatif. Meski program Maestro tidak mencapai hasil rating yang menjadi patokan sukses atau tidaknya suatu program televisi, pada kenyataannya Maestro sudah mencapai masa penayangan tiga tahun, waktu yang cukup lama menurut ukuran televisi. Berbeda dengan proses pembuatan kuis atau sinetron yang memerlukan banyak perlengkapan dari kamera hingga lampu. Untuk produksi dokumenter Maestro oleh tim INDRA TV News Agency cukup menggunakan satu buah kamera PDP atau kamera DSR (termasuk dalam jenis kamera ENG), satu atau dua buah lampu standar Red Head lengkap dengan filter CTB dan CTY serta satu microphone wireless. Proses pra produksi pada Maestro meliputi ide awal kemudian dilakukan riset atas ide tersebut. Dari hasil riset baru dipilih atau ditentukan tokoh-tokoh yang layak masuk dalam kategori Maestro. Setelah itu barulah penugasan diberikan kepada reporter dan masuk ke tahap produksi.
64
65 Di tahap produksi reporter mulai bekerja melakukan kontak dengan tokoh dan menyusun jadwal liputan hingga seluruh materi terkumpul dan siap untuk diolah. Reporter bekerjasama dengan cameraman agar mendapatkan hasil liputan yang maksimal. Ada kalanya pada minggu yang sama, seorang reporter bertanggung jawab untuk meliput dua atau tiga orang tokoh sekaligus. Jika ini terjadi, diperlukan kemampuan membagi waktu serta koordinasi dengan tim lain sehingga bila diharuskan, mereka dapat berbagi tugas. Cameraman pada dasarnya tidak terlalu dipusingkan dengan jadwal liputan dan sebagainya, karena ia bekerja sesuai permintaan reporter dan berfungsi hanya pada saat melakukan pengambilan gambar. Lain halnya dengan reporter yang harus memperhitungkan waktu liputan, jarak tempuh hingga memastikan jadual dengan narasumber tidak meleset dan lain sebagainya. Pasca produksi yang biasa diterapkan di INDRA TV adalah 3 x 8 jam (3 shift) untuk meng-edit satu episode berdurasi 24 menit. Proses ini mencakup capture seluruh materi hingga mixing yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Jika ada hasil wawancara yang terlampau panjang, editor berhak untuk memotong asalkan tidak melenceng dari topik yang sedang dibicarakan. Sementara untuk filler Maestro durasi 2 menit, dibutuhkan waktu 1 x 8 jam (1 shift) untuk editing dari hasil master.
5.2. Saran 5.2.1. Saran Akademis Program-program televise yang mengupas tentang perjalanan hidup tokoh atau pelaku sejarah Indonesia dapat menjadi sarana pembelajaranyang baik bagi para kalangan akademisi dan pelajar. Dengan begitu kita akan lebih mengenal sosok-sosok
66 yang berperan dalam perjalan bangsa ini dan diharapkan dapat mengambil hikmah bahkan menjadi panutan untuk melestarikan serta mengembangkan budaya bangsa.
5.2.2. Saran praktis Alangkah baiknya jika program edukatif seperti ini terus diproduksi, bisa dalam mungkin dalam bentuk berbeda. Hal ini untuk memberi alternatif tontonan kepada pemirsa yang belakangan disuguhkan acara yang kurang bermakna. Jika memungkinkan, selain dibuat dalam bentuk tayangan televisi, ada baiknya jika ditindak lanjuti dengan program off air yang dapat membawa pemirsa lebih dekat dengan tokoh-tokoh tersebut. Misalnya diselenggarakan diskusi dengan mengundang beberapa tokoh Maestro, atau diadakan program khusus seperti ‘Sehari bersama keluarga Affandi’, pemirsa yang tadinya hanya melihat sosok Affandi melalui layar kaca akan sedikit merasakan bagaimana sesungguhnya kehidupan pelukis besar Indonesia itu melalui interaksi langsung dengan keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA Baksin, Askurifai. Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik. Simbiosa Rekatama Media, 2006 Budisantoso, Subagyo. Ringkasan Modul Feature and Dokumenter. FISIP UI, 1997-2000 Fathoni, Abdurrahmat. Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi, Penerbit Rineka Cipta, 2006 Horea Salajan. ABC Paket Berita TV. PJTV. TV Universitas Indonesia. 2001 Kountur, Ronny. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Penerbit PPM Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2004 Muda, Deddy Iskandar. Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2003 Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2003 Panjaitan, Erica L. & Dhani Iqbal, TM. Matinya Rating Televisi Ilusi Sebuah Netralitas. Yayasan Obor Indonesia Jkt 2006 Ruben, Brent D, Rutgers University. Communication and Human Behavior. 3rd ed, 1992 Suprapto, Tommy. Berkarier di bidang Broadcasting. Media Pressindo 2006 Sutaryo. Sosiologi Komunikasi. Ari Bumi Intaran, 2005 Wahyudi, J.B.. Dasar-dasar Manajemen Penyiaran. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1995 Wibowo, Fred. Dasar-Dasar Produksi Program Televisi. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta, 1997 Wiryanto. Teori Komunikasi Massa. Grasindo.2000 company profile INDRA Tv News Agency Internet
:
www.metrotvnews.com www.wikipedia.com
67
Biodata Nama Lengkap Tempat & Tanggal Lahir Alamat
: : :
Agama Alamat e-mail
: :
Yunialarasati Perdana Jakarta, 1 Juni 1979 Komp. Bintara III Blok B/46 Cibening – Bekasi Barat 17136 Islam
[email protected]
Latar Belakang Pendidikan Tahun 2003 – 2007
Universitas Mercu Broadcasting
Buana
–
FIKOM
jurusan
Tahun 1997 – 2000
Universitas Indonesia – FISIP jurusan Broadcasting
Pengalaman Kerja Tahun 2004 – saat ini
Reporter pada Production House INDRA TV News Agency
Tahun 2002 – 2003
Freelancer pada Production House Fremantlemedia