MANAJEMEN TERAPI OKSIGEN OLEH PERAWAT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh : PERMADI NUR PAMUNGKAS NIM. S11029
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: MANAJEMEN TERAPI OKSIGEN OLEH PERAWAT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR Oleh : Permadi Nur Pamungkas NIM. S11029
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 22 Agustus 2015 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan.
Pembimbing Utama,
Pembimbing Pendamping,
Anita Istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Ika Subekti Wulandari, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 201087055
NIK. 201189097 Penguji,
Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK. 200981037
Surakarta, 22 Agustus 2015 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK. 201279102 ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Permadi Nur Pamungkas NIM
: S11029
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2. Skripsi adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau di plubikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,
Permadi Nur Pamungkas NIM. S11029
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb. Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah Nya. Penulis mampu menyelesakan skripsi dengan judul ‘’Manajemen Terapi Oksigen Oleh Perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Progam Studi Ilmu Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, dukungan, arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyadari tanpa adanya bimbingan, dukungan dan arahan maka tidaklah sempurna skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada 1.
Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Anita Istiningtyas, S.Kep,. Ns, M.Kep, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses pembuatan skripsi.
4.
Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns, M.Kep, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses pembuatan skripsi.
5.
Kepada direktur RSUD Karanganyar yang telah bersedia memberikan izin sebagai tempat penelitian.
iv
6.
Semua partisipan yang telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.
7.
Orang tuaku tercinta dan tersayang Bapak Suparno dan Ibu Sriyatun, yang selalu memberikan dukungan, doa, materi dan kasih sayangnya sepanjang waktu.
8.
Kakak tercinta Denny Ariyanto dan Septriana Pratiwi yang selalu memberikan doa dan semangat sepanjang waktu.
9.
Sahabatku Siswo Nurhasim, Roni Rohmat Wijaya, Indra Suliswanto, Eko Isdiyanto dan Pamungkas Laraswati yang mendukung dan memberikan semangat dalam membuat skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan S-1 Keperawatan angkatan 2011 yang selalu mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini. 11. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis bersyukur pada Allah SWT semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Surakarta,
Agustus 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xi
ABSTRAK .......................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
7
2.1 Tinjauan Teori .................................................................................
7
2.2 Kerangka Teori ................................................................................
30
2.3 Fokus Penelitian ..............................................................................
31
2.4 Keaslian Penelitian ..........................................................................
31
BAB III METODELOGI PENELITIAN .........................................................
33
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian.......................................................
33
vi
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
33
3.3 Populasi dan Sampel........................................................................
34
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data ...................................
35
3.5 Analisa Data ....................................................................................
38
3.6 Keabsahan Data ...............................................................................
40
3.7 Etika Penelitian ................................................................................
41
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................
42
4.1 Tempat Penelitian ............................................................................
42
4.2 Karakteristik Informan ....................................................................
44
4.3 Hasil Penelitian ................................................................................
44
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................
51
5.1 Mengidentifikasi Perancanaan dalam Pemberian Terapi Oksigen Oleh Perawat ....................................................................................
51
5.2 Mengidentifikasi Pengorganisasian dalam Pemberian Terapi Oksigen Oleh Perawat ....................................................................................
52
5.3 Mengidentifikasi Pengarahan dalam Pemberian Terapi Oksigen Oleh Perawat ....................................................................................
55
5.4 Mengidentifikasi Pengawasan dalam Pemberian Terapi Oksigen Oleh Perawat ....................................................................................
vii
56
BAB VI PENUTUP .........................................................................................
58
6.1 Kesimpulan....................................................................................
58
6.2 Saran ..............................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel 2.1
Judul Tabel
Halaman
Keaslian Penelitian…………………………..31
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Kanul Nasal …………………………………………...... 13
2.2
Kateter Nasal …………………………………………… 14
2.3
Sungkup Muka Sederhana ……………………………… 16
2.4
Rebreathing Mask …………………………………………….. 17
2.5
Non Rebreathing Mask ........................................................ 18
2.6
Sungkup Muka dengan Ventury........................................... 19
2.7
Integrasi Proses Keperawatan dengan Proses Manajemen ……………………………………… 28
2.8
Kerangka Teori ………………………………………... 30
2.9
Fokus penelitian ………………………………………… 31
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran 1
Keterangan Surat
Permohonan
Studi
Pendahuluan
Penelitian 2
Surat Ijin Studi Pendahuluan KesbangPol
3
Surat Ijin Studi Pendahuluan BAPPEDA
4
Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan RS
5
Surat Permohonan Ijin Penelitian
6
Surat Balasan Ijin Penelitian RS
7
Surat Ijin Penelitian KesbangPol
8
Surat Ijin Penelitian BAPPEDA
9
Surat Bukti Penelitian RS
10
Surat Permohonan Menjadi Informan
11
Surat Persetujuan Menjadi Informan
12
Pedoman Wawancara
13
Transkrip Wawancara
14
Analisa Tematik
15
Data Demografi
16
Foto Wawancara
17
Lembar Konsultasi
18
Jadwal Penelitian
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Permadi Nur Pamungkas MANAJEMEN TERAPI OKSIGEN PERAWAT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR Abstrak Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Manajemen keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan pelayanan keperawatan yang menerapkan fungsifungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian efektif dan efisien. Penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen pemberian terapi oksigen oleh perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan deskriptif fenomenology, teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode Collaizi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria informan perawat dengan kriteria bekerja di IGD minimal selama 3 tahun, Perawat dalam kondisi fisik dan psikologis yang baik, bersedia menjadi partisipan. Sampel dihentikan setelah data tersaturasi denganjumlah Informan sebanyak 3 Informan. Simpulan berdasarkan analisis tematik dihasilkan tema berdasarkan tujuan khusus manajemen terapi oksigen adalah: 1) Fungsi perencanaan berkaitan dengan pengkajian oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen, meliputi: Penilaian Kondisi Fisik Pasien. 2) Fungsi pengorganisasian berkaitan dengan tujuan, indikasi dan intervensi oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen, meliputi: Tujuan Pemberian Oksigen, Indikasi Pemberian Oksigen, Kontra Indikasi Pemberian Oksigen. 3) Fungsi pengarahan berkaitan dengan pelaksanaan/implementasi dalam pemberian terapi oksigen, yaitu: Implementasi Pemberian Oksigen. 4) Fungsi pengawasan berkaitan dengan evaluasi meliputi: Observasi Keadaan Pasien, Bahaya Pemberian Oksigen. Kata kunci Literatur
: Manajemen Keperawatan, Terapi Oksigen. : 20 (2000-2014).
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Permadi Nur Pamungkas MANAGEMENT OF NURSES’ OXYGEN THERAPY AT THE EMERGENCY INSTALLATION UNIT OF LOCAL GENERAL HOSPITAL OF KARANGANYAR ABSTRACT O2 therapy is one of the respiratory therapies that maintain adequate tissue oxygenations. Nursing management is a series of nursing service activities that apply the functions of planning, organizing, directing, and efficient and effective control. The objective of this research is to investigate the management of nurses’ oxygen therapy at the Emergency Installation Unit of Local General hospital of Karanganyar. This research used the qualitative method with descriptive phenomenological approach. The data were analyzed by using the Collaizi’s analysis. The samples of research were 3 respondents and were taken by using the purposive sampling technique with the following criteria: nurses who had worked at the Emergency Installation Unit for at least 3 years; nurses who had good physical and psychological conditions; and nurses who were willing to be the participants of this research. The result of this research shows that there were 4 themes, namely: (1) planning functions related to the nurses’ assessment in the provision of oxygen therapy, namely: assessment of patients’ physical condition; (2) organizing functions related to the nurses’ objective, indication, and intervention in the provision of oxygen therapy, namely: Objective of Oxygen Provision, Indication of Oxygen Provision, Contraindication of Oxygen Provision; (3) directing planning related to the implementation of oxygen therapy, namely: Implementation of Oxygen Provision; and . 4) supervisory function related to evaluation, namely: Observation of Patients’ Condition, Danger of Oxygen Provision. Keywords Reference
: Nursing Management, Oxygen Therapy. : 20 (2000-2014).
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali bernafas, dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya (Suciati, 2010). Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologi menurut hierarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigen adalah sistem pernafasan, persarafan, dan kardiovaskuler (Alimul & Uliyah, 2005). Pemenuhan kebutuhan oksigen salah satunya dapat diberikan melalui terapi oksigen. Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes.
1
2
RI, 2005). Terapi oksigen dalam kegawatdaruratan sangat berperan untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang adekuat dalam jaringan tubuh. Seseorang yang lebih dari empat menit tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan pasien akan
meninggal
(Asmadi,
2009).
Peranan
penting
oksigen
pada
kegawatdaruratan dapat dilihat dalam kasus Infark Miokard Akut, salah satu tindakan untuk mencegah perluasan infark miokard adalah terapi oksigen. Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan tetap adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat kekurangan suplai oksigen (Harahap, 2004). Terapi oksigen selain dapat memenuhi kebutuhan oksigen kepada klien, juga dapat menimbulkan bahaya. Keracunan oksigen terjadi apabila terapi oksigen diberikan dengan konsentrasi yang tinggi dalam jangka waktu yang lama. Hal tersebut kemudian dapat menyebabkan kerusakan struktur jaringan paru seperti: atelektasis dan kerusakan surfaktans. Infeksi paru, terjadi akibat alat-alat yang digunakan telah terkontaminasi. Pengeringan mukosa saluran napas, terjadi bila O2 yang diberikan tidak dihumidifikasi. Oksigen yang diperoleh dari sumber O2 merupakan udara kering yang belum mengalami humidifikasi (Asmadi, 2009). Pemberian terapi oksigen dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Perawat harus memahami indikasi pemberian
3
oksigen, metode pemberian oksigen dan bahaya-bahaya pemberian oksigen (Harahap, 2004). Seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan harus melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi, hal tersebut terintegrasi dalam sebuah proses manajemen keperawatan dimana pengkajian, masih terintegrasi dalam fungsi manajemen perencanaan. Intervensi, indikasi, dan tujuan
terintegrasi
dalam
fungsi
pengorganisasian.
Implementasi
keperawatan terintegrasi dalam fungsi manajemen pengarahan, dan evaluasi terintegrasi dalam fungsi manajemen pengawasan. Integrasi tersebut menyimpulkan bahwa manajemen terapi oksigen yang diberikan oleh perawat dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dalam pemberian oksigen pada pasien (Harahap, 2004; Marques & Huston, 2010). Perawat melakukan pengamatan dan penilaian yang tepat selama terapi oksigen agar cedera pada pasien dapat dicegah. Perawat harus terus memantau kebutuhan oksigen dan menilai berapa persen oksigen harus diberikan. Targetnya adalah untuk menghindari hyperoxia atau hipoksia, dan fluktuasi diantaranya (Solberg, 2010). Dini, Agustina, Dewi, (2007) menyatakan bahwa tingkat kepatuhan perawat dalam pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) oksigenasi di ruang rawat inap RSUD Dr. Ramelan Surabaya sebagian besar tidak mematuhi protap sesuai SOP oksigenasi, dari 35 responden (100%)
4
didapatkan semua responden dinyatakan tidak patuh dalam pemberian oksigen melalui nasal kanul. Hasil penelitian lain menyebutkan rata–rata tindakan keperawatan memberikan terapi oksigen di ruang ICU RSUD Tabanan Bali adalah 86%, sedangkan sesuai dengan standart perawatan ruang ICU yang ditetapkan oleh kemenkes seluruh perawat ICU harus mampu mengerjakan 100% tindakan (Ni Nyoman & Puput 2014). Hasil studi pendahuluan pada tanggal 5 Desember 2014 di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar, didapatkan satu dari tiga pasien yang menggunakan terapi oksigen, pemberian air steril dalam humidifier masih kurang dari batas yang ditentukan, hal tersebut tentu tidak sesuai dengan SOP pemberian oksigen. Oksigen yang digunakan masih dalam tabung belum menggunakan oksigen sentral, penataan oksigen tidak tertata rapi sehingga akan sangat membahayakan pasien jika tabung oksigen sampai terjatuh, masih dijumpai satu humidifier dipakai untuk beberapa pasien. Belum adanya SOP terapi oksigen di ruang IGD menyebabkan tidak adanya standar pelayanan yang sama antara perawat satu dengan yang lain. Pengkajian yang dilakukan sebelum pemberian terapi oksigen tidak dilakukan secara lengkap, setelah melakukan tindakan tidak melakukan evaluasi kembali. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang manajemen perawat dalam pemberian terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat.
5
1.2. Rumusan Masalah Manajemen terapi oksigen yang diberikan oleh perawat dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Pemberian oksigen apabila tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak buruk pada proses penyembuhan pasien. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penatalaksanaan/pengelolaan perawat dalam pemberian terapi oksigen di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar ?”.
1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen pemberian terapi oksigen oleh perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengidentifikasi perencanaan dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat. b. Untuk mengidentifikasi pengorganisasian dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat. c. Untuk mengidentifikasi pengarahan dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat. d. Untuk mengidentifikasi pengawasan dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat.
6
1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi RSUD Karanganyar Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai SOP bagi Rumah Sakit terhadap manajemen perawat dalam pemberian terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat. 2. Manfaat Bagi Perawat IGD RSUD Karanganyar Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan perawat mengenai manajemen perawat dalam pemberian terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat. 3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pustaka bagi institusi pendidikan tentang manajemen perawat dalam pemberian terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat. 4. Manfaat Bagi Peneliti Lain Perlu penelitian lebih lanjut dengan variabel–variabel lain yang belum diteliti, dan metode yang berbeda untuk memperoleh hasil yang akurat. 5. Manfaat Bagi Peneliti Menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian dan menambah pengetahuan tentang manajemen perawat dalam pemberian terapi oksigen di ruang IGD.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Terapi Oksigen 1. Definisi Oksigen atau zat asam adalah salah satu bahan farmakologi, merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau digunakan untuk proses pembakaran dan oksidasi. Oksigen merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir
semua
unsur
lainnya
(utamanya
menjadi
oksida).
Temperatur dan tekanan standar, ialah dua atom unsur yang berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomik (Sudarmoko dan Susanto, 2010). Oksigen banyak dipakai untuk pasien dengan kelainan kardiopulmoner. Kebutuhan Oksigen orang dewasa sehat pada kondisi istirahat rata-rata 53 liter oksigen per jam, kalau sedang bernapas rata-rata sekitar 500 ml udara per napas. Hal ini disebut volume tidal normal. yaitu terdiri dari 150 mL udara akan pergi ke daerah yang tidak berfungsi di paru-paru, hal ini yang disebut "ruangmati." Tingkat napas rata-rata adalah 12 napas per menit. Jadi, jumlah udara yang menghirup oleh orang yang tersedia untuk digunakan
7
8
adalah 12 x(500 ml-150 ml) = 4.200 mL/menit. Kalikan dengan 60 untuk mendapatkan 252.000 mL / jam. Artinya, setiap jam, orang akan bernapas dalam 252 liter udara (Sudarmoko dan Susanto, 2010). Menurut Francis (2011) terapi oksigen adalah pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen mempunyai arti yang sangat terbatas pada hipoksia stagnan, anemik dan histologik, karena yang dapat dicapai melalui cara ini hanyalah peningkatan dalam jumlah O2 yang larut didalam darah arteri. Hal ini berlaku juga bagi hipoksia hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah vena yang tidak teroksigenasi melewati paru-paru. Yudha & Muhammad (2012) menjelaskan pemberian oksigen pada konsentrasi yang lebih tinggi dari udara bebas untuk mencegah terjadinya hipoksemia dan hipoksia yang akan mengakibatkan terjadinya kematiaan sel. Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Terapi Oksigen
merupakan
tindakan
keperawatan
dengan
cara
memberikan oksigen kedalam paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat diberikan melalui tiga cara yaitu: melalui kanula nasal, kateter nasal, masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia (Andarmoyo, 2012).
9
2. Tujuan Terapi Oksigen Tujuan dari terapi oksigen adalah: ( Alimul & Uliyah, 2005). a. Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh b. Mencegah terjadinya hipoksia c. Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard d. untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah. 3. Indikasi Terapi Oksigen Menurut Tarwoto & Wartonah (2010) terapi oksigen efektif diberikan pada klien yang mengalami: a. Gagal nafas b. Gangguan jantung (gagal jantung) c. Kelumpuhan alat pernafasan d. Perubahan pola napas e. Keadaan gawat (misalnya: koma) f. Trauma paru g. Metabolisme yang meningkat h. Post operasi i. Keracunan karbon monoksida. Berdasarkan tujuan terapi oksigen yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian oksigen ini adalah sebagai berikut:
10
a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah. b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan. c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi oksigen di indikasikan kepada klien dengan gejala: sianosis, hipovolemi, perdarahan, anemia berat, keracunan CO, asidosis, selama dan sesudah pembedahan, klien dengan keadaan tidak sadar (Harahap, 2004). 4. Kontra Indikasi Pemberian Terapi Oksigen Aryani (2009) menjelaskan Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada khusus berikut ini : a. Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker
11
rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%. b. Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah. c. Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul. Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa terapi oksigen pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan mampu memperbaiki aliran oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport mukosilier dan pembersihan. Pemberiaan terapi oksigen diberikan dengan hati-hati karna masing-masing metode terapi oksigen mempunyai cara yang berbeda dan ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi yang tepat pada pemberian terapi oksigen itu sendiri. 5. Metode Terapi Oksigen Metode pemberian oksigen dapat dibagi menjadi dua teknik yaitu: Sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi (Andarmoyo, 2012). a. Sistem Aliran Rendah Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung
12
pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Ditujukan untuk klien yang memerlukan oksigen, namun masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan volume tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16-20 kali permenit. Contoh sistem aliran rendah adalah: 1) Kanul Nasal a) Definisi Merupakan
suatu
alat
sederhana
yang
dapat
memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1-6 liter permenit dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal 22-44%. b) Indikasi (Potter & Perry, 2010 ) Diberikan pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka pendek dengan konsentrasi rendah sampai sedang. c) Kontra Indikasi (Potter & Perry, 2010 ) Fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal. d) Keuntungan Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur,
pemasangannya
dibandingkan kateter nasal, klien bebas
mudah makan,
13
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolelir klien dan lebih nyaman dibandingkan kateter nasal. e) Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas dengan mulut, mudah lepas karena kedalamannya hanya 1 cm, dan dapat mengiritasi selaput lendir.
Gambar 2.1. Kanul nasal 2) Kateter Nasal a) Definisi Merupakan
suatu
alat
sederhana
yang
dapat
memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter permenit dengan konsentrasi 24-44%. b) Indikasi (Potter & Perry, 2010 ) (1) Pasien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak). (2) Pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien dengan asthma, PPOK, atau penyakit paru yang lain.
14
(3) Pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang. c) Kontra Indikasi (Potter & Perry, 2010 ) (1) Pada pasien dengan obstruksi nasal (2) Pasien yang apneu d) Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. e) Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 45%, teknik memasukkan kateter nasal lebih sulit daripada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter permenit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat.
Gambar 2.2. Kateter Nasal
15
3) Sungkup Muka Sederhana / Simple Face Mask a) Definisi Merupakan alat pemberian oksigen kontinyu 5-8 liter permenit dengan konsentrasi oksigen 40-60%. b) Indikasi (Ni Luh Suciati, 2010) Pasien dengan kondisi seperti nyeri dada (baik karena serangan jantung atau penyebab lain) dan pasien dengan sakit kepala. c) Kontra Indikasi (Ni Luh Suciati, 2010) Pada
pasien
dengan
retensi
CO2
karena
akan
memperburuk retensi. d) Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter nasal atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat
ditingkatkan
melalui
pemilihan
sungkup
berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. e) Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
16
Gambar 2.3. Sungkup Muka Sederhana 4) Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing a) Definisi Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 liter permenit. Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana. b) Indikasi (Ni Luh Suciati, 2010) Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. c) Kontra Indikasi (Ni Luh Suciati, 2010) Pada
pasien
dengan
retensi
CO2
karena
akan
memperburuk retensi. d) Keuntungan Tidak mengeringkan selaput lendir. e) Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi rendah, jika aliran rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2 dan kantong oksigen bisa terlipat.
17
Gambar 2.4. Rebreathing Mask
5) Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing a) Definisi Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan aliran 8-12 permenit dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi. b) Indikasi (Ni Luh Suciati, 2010) Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi, pasien COPD, pasien dengan status pernapasan yang tidak stabil dan pasien yang memerlukan intubasi. c) Kontra Indikasi (Ni Luh Suciati, 2010) Pada
pasien
dengan
retensi
CO2
karena
akan
memperburuk retensi. d) Keuntungan Konsentrasi oksigen dapat mencapai 100%, tidak mengeringkan selaput lendir. e) Kerugian Kantong oksigen bisa terlipat.
18
Gambar 2.5 Non Rebreathing Mask b. Sistem Aliran Tinggi Teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen lebih tinggi, tepat dan teratur. Contoh teknik aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian oksigen dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai oksigen sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar dapat dihisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitar 4-14 liter permenit dengan konsentrasi 30-55%. 1) Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrolserta tidak terjadi penumpukan CO2.
19
2) Kerugian Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran rendah dapat mengakibatkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.
Gambar 2.6. Sungkup Muka dengan Ventury 6. Bahaya Terapi Oksigen Pemberian terapi oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi lebih dari itu, pemberian oksigen juga dapat menimbulkan efek yang merugikan antara lain: (Andarmoyo, 2012). a. Kebakaran Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klien dengan terapi oksigen harus menghindari: merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa “ground”. b. Depresi Ventilasi Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi.
20
c. Keracunan oksigen Dapat terjadi bila terapi oksigen dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti terjadinya atelektasis dan kerusakan surfaktan, akibatnya proses difusi di paru akan terganggu. d. Pengeringan mukosa saluran napas Terjadi bila oksigen yang diberikan tidak dihumidifikasi. Oksigen yang diperoleh dari sumber oksigen merupakan udara kering yang belum mengalami humidifikasi. 7. Standar Operasional Prosedur Terapi Oksigen a. Persiapan Alat 1) Tabung Oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier 2) Kateter nasal, kanul nasal, atau masker 3) Tanda “dilarang merokok” 4) Vaselin/jeli 5) Spatel lidah b. Tahap Preinteraksi 1) Lakukan verifikasi order yang ada untuk pemeriksaan 2) Mencuci Tangan 3) Siapkan alat 4) Memasang sampiran c. Tahap Orientasi 1) Memberikan salam
21
2) Memperkenalkan diri 3) Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien 4) Menjelaskan tentang kerahasiaan d. Tahap Kerja 1) Kateter Nasal a) Atur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, biasanya 1-6 liter/menit. Kemudian observasi humidifier dengan melihat air bergelembung b) Atur posisi klien semi-fowler c) Ukur kateter nasal dari lubang telinga sampai ke hidung d) Buka saluran udara dari tabung oksigen e) Berikan minyak pelumas/jeli f) Masukan kedalam hidung sampai batas yang ditentukan g) Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah pasien menggunakan spatel h) Fiksasi pada daerah hidung i) Periksa kateter nasal setiap 6-8 jam j) Kaji cuping, sputum dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam.
22
2) Kanula Nasal a. Atur aliran sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit. Kemudian observasi humidifier dengan melihat air bergelembung. b. Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai ketentuan. c. Menghubungkan selang dari kanul nasal ke tabung pelembab. d. Memeriksa apakah oksigen keluar dari kanul e. Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan klien. f. Periksa kanula tiap 6-8 jam g. Kaji cuping, sputum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen tiap 6-8 jam. 3) Masker Oksigen a. Atur posisi dengan semi-fowler b. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan biasanya 1-6 liter/menit. Kemudian observasi humidifier dengan melihat air bergelembung. c. Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai ketentuan. d. Menghubungkan selang dari masker oksigen ke tabung pelembab sesuai ketentuan.
23
e. Memeriksa apakah oksigen keluar dari masker f. Tempatkan masker diatas mulut dan hidung klien, atur pengikat untuk kenyamanan. g. Periksa kecepatan aliran tiap 6-8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan respon klien. e. Tahap Terminasi 1) Menanyakan perasaan klien setelah dilakukan tindakan 2) Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan 3) Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya 4) Beri
reinforcement
sesuai
dengan kemampuan klien
mengakhiri kegiatan dengan salam. 5) Mencuci tangan f. Dokumentasi Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon klien (Murwani, 2008). 8. Terapi Oksigen Dalam Kegawatdaruratan Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Seseorang yang lebih dari empat menit tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan pasien akan meninggal (Asmadi, 2009).
24
Terapi oksigen diberikan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh, dalam kegawatan IMA (Infark Miokard Akut) adanya kematian sel-sel miokard akibat kurangnya suplai oksigen ke miokard, maka kompensasi dari miokard adalah dengan melakukan metabolisme anaerob agar jantung tetap dapat memberikan suplai oksigen ke seluruh tubuh. Hasil dari metabolisme anaerob inilah yang menyebabkan nyeri dada. Salah satu tindakan untuk mencegah perluasan infark miokard adalah terapi oksigen. Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan tetap adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat kekurangan suplai oksigen (Harahap, 2004). Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang gawat darurat yang berkaitan dengan terapi oksigen yang masuk dalam pengkajian primer yaitu: Pengkajian Breathing (Pernafasan) Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
25
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien meliputi: 1) Inspeksi Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : sianosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan. 2) Palpasi Palpasi untuk adanya: pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema. 3) Perkusi Perkusi
berguna
untuk
diagnosis
haemothorax
dan
pneumotoraks. 4) Auskultasi Auskultasi untuk adanya: suara abnormal pada dada.
2.1.2 Manajemen Keperawatan 1. Definisi Manajemen keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan pelayanan
keperawatan
yang
menerapkan
fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian efektif dan efisien. Manajemen keperawatan adalah pola kerja yang menerapkan tahapan pendekatan yang sistematik dimana pekerjaan
26
itu
dimulai
dengan
membuat
perencanaan,
melakukan
pengorganisasian dan pengarahan diikuti pengendalian serta diakhiri evaluasi termasuk tahapan umpan balik (Kurniadi, 2013). Sedangkan memperkenalkan
manajemen dan
menurut
merencanakan,
Fayol
adalah
mengorganisasikan,
memimpin, mengkoordinasi, dan mengendalikan. Memperkirakan dan merencanakan berarti mempertimbangkan masa depan dan menyusun rencana aktifitas (Fayol dalam bukunya Russel, 2009). 2. Fungsi proses manajemen Fungsi proses manajemen adalah sebagai berikut a. Perencanaan Meliputi penentuan filosofi, tujuan umum, tujuan khusus, kebijakan, prosedur, dan peraturan; termasuk proyeksi jangka panjang dan jangka pendek; menentukan tindakan fiskal dan mengelola perubahan terencana. b. Pengorganisasian Meliputi
membentuk
struktur
melaksanakan
rencana,
menentukan jenis pemberian asuhan pasien yang paling tepat, dan mengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan unit. Fungsi lain meliputi bekerja dalam struktur organisasi dan memahami serta menggunakan kekuatan dan otoritas secara tepat.
27
c. Pengarahan Meliputi beberapa fungsi kepersonaliaan, namun fungsi fase ini biasanya termasuk dalam tanggung jawab manajemen sumber daya
manusia,
mendelegasikan,
seperti
memotivasi,
mengatasi
mengkomunikasikan,
dan
konflik,
memfasilitasi
kolaborasi. d. Fungsi Pengendalian Meliputi penilaian kinerja, tanggung gugat fiskal, pengawasan mutu, pengawasan hubungan professional dan kolegial (Marquis & Huston, 2010).
2.1.3 Integrasi Proses Keperawatan dengan Proses Manajemen Proses manajemen memiliki kesamaan dalam beberapa cara dengan
proses
keperawatan,
hal
ini
dapat
dilihat
dalam
pengintegrasian proses keperawatan dan manajemen berikut ini : pengkajian terintegrasi dalam fungsi manajemen perencanaan. Diagnosa, intervensi, indikasi dan tujuan teritegrasi dalam fungsi manajemen pengorganisasian. Implementasi terintegrasi dalam fungsi manajemen pengarahan, dan evaluasi terintegrasi dalam fungsi manajemen pengawasan (Marquis & Huston, 2010).
28
Proses keperawatan yang
Fungsi proses manajemen
disederhanakan
Pengkajian
Perencanaan
Perencanaan
Perencanaan Kepersonaliaan Pengorganisasian
Pelaksanaan Pengorganisasian Pengarahan Pengevaluasian Pengawasan Gambar 2.7 Integrasi Proses Keperawatan dengan Proses Manajemen
2.1.4 Manajemen Terapi Oksigen Manajemen terapi oksigen dimulai dari perencanaan yang dilakukan perawat yaitu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan
oksigen
dan
menentukan
diagnosa
keperawatan.
Pengorganisasian meliputi intervensi perawat dalam memberikan terapi oksigen pada klien, indikasi pemberian terapi oksigen, dan tujuan pemberian terapi oksigen pada klien. Pengarahan oleh perawat yaitu implementasi keperawatan yang ditujukan pada klien, dalam hal ini metode terapi oksigen berkaitan dengan SOP seperti apa yang akan diberikan, kemudian pengawasan oleh perawat yaitu evaluasi setelah
29
dilakukannya tindakan pemberian terapi oksigen. Integrasi tersebut menyimpulkan bahwa manajemen terapi oksigen yang diberikan oleh perawat dimulai dari pengkajian yang berhubungan dengan terapi oksigen/breathing, menegakkan diagnosa, intervensi, indikasi, tujuan, pelaksanaan SOP terapi oksigen, evaluasi pemberian oksigen (Marquis & Huston, 2010). .
30
2.2. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan teori yang ada dapat dilihat kerangka teori manajemem terapi oksigen oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Karnganyar sebagai berikut: Manajemen Terapi O2
Perencanaan
1. Pengkajian
Pengorganisasian
1. Intervensi
2. Diagnosa Keperawatan
Pengarahan
Implementasi
Pengawasan
Evaluasi
2. Indikasi 3. Tujuan
Terapi Oksigen:
Airway
1. Kanul Nasal 2. Simple face Mask 3. Kateter kanul
Primary Survay
Breathing
Circulation
4. Rebreathing Mask 5. Non Rebreathing Mask 6. Masker dengan ventury
Disability
Gambar 2.8. Kerangka Teori Sumber: (Kurniadi, 2013; Marques & Huston, 2010; Andarmoyo, 2012) Keterangan:
= Diteliti = Tidak Diteliti
31
2.3. Fokus Penelitian Berdasarkan studi pendahuluan di IGD RSUD Karangaanyar maka peneliti memfokuskan : Perencanaan Terapi Oksigen dengan nasal kanul dan simple face mask
Pengawasan
Pengorganisasian
Pengarahan Gambar 2.9 Fokus Penelitian 2.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang manajemen terapi oksigen oleh perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat belum pernah dilakukan, penelitian serupa yang ada sebagai berikut: Tabel 2.1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti (tahun)
Judul
1
Dini, M.W., Agustina, S.P., Dewi, S (2009)
Studi tingkat kepatuhan perawat dalam pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) oksigenasi di ruang rawat inap rumkital Dr.Ramelan Surabaya
Diskriptif dengan pendekatan cross sectional
Tingkat kepatuhan perawat dalam pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) Oksigenasi tergolong tidak patuh. Dimana dari 35 responden tersebut didapatkan semua responden dinyatakan tidak patuh sebanyak 35 responden (100%).
2
Hendrizal (2012)
Pengaruh Terapi oksigen Menggunakan Non-Rebreathing Mask Terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah
Clinical trial dengan one shoot pre test and postest
Analisa statistic dengan Paired t test didapatkan hubungan bermakna pCO2 darah sebelum dan sesudah terapi oksigen menggunakan NRM dengan nilai
No
Metode
Hasil
32
signifikan (p < 0,05 )
pada Pasien CKS 3.
Widiyanto , B&Yamin ,LS (2014)
Terapi oksigen terhadap perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan oksimetri pada pasien Infark Miokard Akut (IMA)
Preeksperimen dengan one group pra test-post tes design
Berdasarkan uji statistik dengan uji menggunakan Wilcoxon di peroleh nilai p-value 0,000 (p<0,05) yang berarti ada pengaruh perubahan saturasi oksigen yang sangat signifikan sebelum pemberian terapi oksigen dengan setelah pemberian terapi oksigen pada pasien infark miokard akut RSUD Dr. Muwardi Surakarta
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan study fenomenology. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang pada umumnya menjelaskan dan memberi pemahaman dan interpretasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman manusia (individu) dalam berbagai bentuk (Poerwandari, 2009). Peneliti mengambil metode kualitatif karena penelitian ini dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting), dimana peneliti sebagai instrumen kunci, menggunakan data yang pasti dan untuk mendapatkan data yang mendalam karena setiap keluarga atau orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda. Fenomenologi adalah memberikan deskripsi, refleksi, interprestasi, dan modus riset yang menyampaikan intisari dari pengalaman kehidupan individu yang diteliti (Van manen, 2007). Pendekatan deskriptif fenomenologi dinilai dapat menjelaskan fokus permasalahan (Poerwadi, 2009).
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar.
33
34
2.
Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan bulan Juli 2015.
3.3. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar sebanyak 18 perawat.
2.
Sampel Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2012). Sampel dari penelitian ini disebut dengan nama informan. Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat digunakan sebagai objek penelitian sebagai sampling. Sampel sebanyak 1-10 orang hingga tercapai saturasi (Alfianty, 2014). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 informan dikarenakan sudah tercapai saturasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu sampel yang dipilih berorientasi pada tujuan penelitian individu diseleksi atau dipilih secara sengaja karena memiliki pengalaman yang sesuai dengan fenomena yang diteliti sampel ini terlebih dahulu menetapkan terlebih dahulu kriteria-kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Sedangkan sampling adalah proses dari populasi yang dapatmewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Sampel pada
35
penelitian ini adalah perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar dengan kriteria inklusi sebagai berikut : a.
Perawat yang telah bekerja di Instalasi Gawat Darurat minimal 3 tahun.
b.
Perawat dalam kondisi fisik dan psikologis yang baik.
c.
Perawat yang bersedia menjadi partisipan.
Berdasarkan kriteria inklusi dan tercapainya saturasi data jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 3 partisipan. 3.4. Instrumen dan Prosedur Penelitian 1.
Instrumen Pada penelitian digunakan dua macam instrumen yaitu instrumen inti dan penunjang sebagai berikut a.
Instrumen inti Peneliti dalam penelitian ini merupakan instrumen/alat dalam penelitian, karena peneliti sebagai perencana, penafsir data pengevaluasi hasil penelitian. Peneliti harus paham metode penelitian, penguasaan teori wawancara terhadap bidang yang akan diteliti, dan peneliti siap untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
b.
Instrumen penunjang Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu : a.
Pedoman wawancara sebagai pedoman dalam mengajukan pertanyaan kepada informan, pertanyaan yang diajukan pada
36
informan diantaranya tentang pemahaman tentang manajemen terapi oksigen.pertanyaan yang telah diuji coba sebelumnya kepada perawat lain lalu akan ditanyakan kepada partisipan yang memenuhi kriteria inklusi yang sesuai. b.
Lembar
demografi
partisipan
yang berisi
nama
inisial
responden, umur, pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti. c.
Alat tulis yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku catatan dan bolpoin untuk mencatat hal-hal penting pada penelitian.
d.
Alat perekam dalam penelitian ini peneliti menggunakan smartphone yang dilengkapi program voice recorder, dengan memory card berkapasitas 4 GB yang mampu merekam kurang lebih 2 jam yang bertujuan untuk mempermudah peneliti membuat transkip wawancara.
2.
Prosedur Pengambilan Data Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain (Creswell, 2013): a.
Tahap Persiapan Setelah peneliti mendapat surat ijin penelitian dari STIKes Kusuma Husada Surakarta, peneliti meminta ijin kepada RSUD Karanganyar untuk meneliti di tempat tersebut, setelah mendapat ijin peneliti meminta ijin kepada calon partisipan sesuai kriteria inklusi yang ada pada rencana penelitian. Sebelum peneliti melakukan wawancara,
37
peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada partisipan, menjelaskan tujuan yang akan dilakukannya, mengecek instrumen penunjang seperti alat perekam, peneliti harus menguasai konsep, latihan wawancara terlebih dahulu dan menguji coba wawancara terlebih dahulu kepada perawat. b.
Tahap Pelaksanaan Setelah itu wawancara secara mendalam dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dan untuk memperkuat penelitiannya. Wawancara akan dilakukan ± 30 menit semiterstruktur, wawancara ini termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Tujuan dari wawancara ini untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Urutan pertanyaan tergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu, wawancara ini menggunakan pertanyaan terbuka (Open-ended questions) dan menggunakan bantuan pertanyaan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya (Stars H, 2007). Peneliti
menggunakan
sampel
sebanyak
3
informan,
informan pertama dilakukan wawancara pada hari rabu tanggal 28 April 2015 pukul 15.00-15.15 WIB, dengan durasi 15 menit di ruang perawat IGD. Informan kedua dilakukan wawancara pada hari kamis
38
tanggal 28 Mei 2015 pukul 14.15-14.25 WIB, dengan durasi 10 menit di ruang perawat IGD. Informan ketiga dilakukan wawancara pada hari kamis tanggal 28 Mei 2015 pukul 15.00-15.10 WIB dengan durasi 10 menit. c.
Tahap Terminasi Penulis menulis laporan, mendokumentasikan hasilnya. Dalam penulisan laporan, peneliti menuliskan setiap frasa, kata dan kalimat serta pengertian secara tepat sehingga dapat mendeskripsikan data dan hasil analisa yang telah diambil. Penulis mencatat kembali jika ada data tambahan, peneliti memberikan reward kepada partisipan, peneliti menyatakan bahwa penelitiannya sudah selesai kepada partisipan.
3.5. Analisa Data Analisa data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian (Creswell, 2013). Teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Collaizi (Creswell, 2013). Alasan metode ini didasarkan dengan filosofi Husserl, yaitu suatu penampakan fenomena informan, sehingga sangat cocok untuk memahami arti dari suatu makna fenomena manajemen terapi oksigen oleh perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar. Adapun langkah-langkah analisa sebagai berikut :
39
1.
Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam bentuk narasi yang bersumber dari wawancara.
2.
Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari informan untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan. Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkrip untuk merasa hal yang sama seperti informan.
3.
Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan yang signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan-pernyataan yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang sama atau mirip maka pernyataan ini diabaikan.
4.
Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan kata
kunci
yang
sesuai
pernyataan
penelitian,
selanjutnya
mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhatihati agar tidak membuat penyimpangan arti dari pernyataan informan dengan merujuk kembali pada pernyataan informan yang signifikan. Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah kalimat satu dengan yang lain. 5.
Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti memvalidasi kembali kelompok tema tersebut.
6.
Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian.
7.
Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir penelitian.
40
3.6. Keabsahan Data Dalam pengujian keabsahan data, metode yang digunakan pada penelitiam ini meliputi : 1.
Pengujian Transferability Merupakan validitas eksternal, menunjukkan derajad ketepatan atau dapat diterapkan hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Peneliti dalam membuat laporan harus memberikan uraian yang rinci, jelas sistematis dan dapat dipercaya (Rosbon, 2011).
2.
Pengujian Dependebility Peneliti melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Dimana pembimbing memantau aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti
mulai
menentukan
masalah/fokus,
memasuki
lapangan,
menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus dapat ditunjukkan (Creswell, 2013). 3.
Pengujian Konfirmability Penelitian ini telah disepakati oleh orang banyak. Dimana hasil penelitiannya di uji dan dikaitkan dengan proses yang dilakukan peneliti. Dalam penelitian jangan sampai prosesnya tidak ada,tetapi hasilnya ada. Peneliti harus mendapatkan persetujuan dari informan dan menyertakan surat-surat yang sudah diperolehnya, (Creswell, 2013).
41
3.7. Etika Penelitian 1.
Informed consent (lembar persetujuan) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan dengan memberikan lembar perertujuan menjadi partisipan. Tujuannya agar informan mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Apabila informan setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Namun peneliti harus tetap menghormati hak informan bila tidak bersedia.
2.
Anonimity (tanpa nama) Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama informan pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang hanya dimengerti oleh peneliti.
3.
Confidentially (kerahasiaan) Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh informan. Peneliti hanya melaporkan kelompok data tertentu saja.
42
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian yang didapatkan terkait “Manajemen Terapi Oksigen Oleh Perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar”. Hasil penelitian diuraikan menjadi 3 bagian. Pertama menjelaskan tentang gambaran lokasi penelitian. Kedua menjelaskan tentang karakteristik informan yang terlibat secara langsung dalam penelitian dengan singkat dan ketiga menguraikan hasil tematik tentang pengalaman informan. Didapatkan 7 tema yang diperoleh berdasarkan dari hasil wawancara pada 3 informan. Tema yang pertama yaitu penilaian kondisi fisik pasien, kemudian tujuan pemberian oksigen, indikasi pemberian oksigen, kontra indikasi pemberian oksigen, implementasi pemberian oksigen, observasi keadaan pasien, dan bahaya pemberian oksigen. Berikut uraian dari deskripsi tempat penelitian dan hasil analisa tema yang muncul.
4.1.
Tempat Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Karanganyar
merupakan rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Rumah Sakit Ini pada hakekatnya berawal dari sebuah Rumah Bersalin (RB) bernama RB “Kartini” yang didirikan pada tanggal 21 April 1960. RSUD
43
Kabupaten Karanganyar memenuhi syarat menjadi RSU kelas C berdasarkan analisis organisasi, fasilitas dan kemampuan, dan dikukuhkan dengan Keputusan Menkes Republik Indonesia Nomor 009-1/MENKES/1/1993, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Karanganyar dalam rangka meningkatkan pelayanan dibidang kesehatan secara lebih akuntabel, transparan, efektif dan efisien. Sejak tanggal 2 Maret 2009 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan status BLUD penuh.
RSUD Kabupaten
Karanganyar memiliki berbagai macam ruangan mulai dari Instalasi Gawat Darurat sampai ruang ICU. Ruangan yang digunakan oleh peneliti adalah ruang IGD, terdapat 8 ruangan, 4 ruangan tindakan triage, 1 ruang bedah minor, 1 ruangan administrasi, 1 ruangan perawat dan 1 kamar mandi pasien. IGD tersebut memiliki prasarana yang memadai seperti bed pasien disetiap ruangan, kursi roda, tabung oksigen dan prasarana penunjang lainya. Suasana di ruang IGD terkadang bisa sangat sibuk dan terkadang bisa sangat sepi, dikarenakan pasien yang datang tidak terbatas waktu dan pelayanan yang diberikan bersifat 24 jam. Pasien di ruang IGD sering kali mengalami penumpukan dikarenakan ruang rawat inap yang penuh, tak jarang pasien terpaksa dirawat diluar IGD dikarenakan penumpukan jumlah pasien tersbut.
44
4.2.
Karakteristik Informan Karakterstik ketiga informan yang bersedia dilakukan wawancara
antara lain adalah sebagai berikut: 1. Informan 1 Tn. K berjenis kelamin laki-laki, berusia 53 tahun, Tn. K adalah perawat di ruang IGD. Tn. K mempunyai pengalaman kerja selama 31 tahun di IGD, sudah menjadi perawat tetap di ruang IGD RSUD Karanganyar. 2. Informan 2 Tn. Y berjenis kelamin laki-laki, berusia 33 tahun, Tn. Y adalah perawat di ruang IGD. Tn. Y mempunyai pengalaman kerja 12 tahun di IGD, sudah menjadi perawat tetap di ruang IGD RSUD Karanganyar. 3. Informan 3 Ny. T berjenis kelamin perempuan, berusia 38 tahun, Ny. T adalah perawat di ruang IGD. Ny. T mempunyai pengalaman kerja 3 tahun di IGD, sudah menjadi perawat tetap di ruang IGD RSUD Karanganyar.
4.3.
Hasil Penelitian Penelitian ini menghasilkan 7 tema dari hasil analisis tematik yang
dilakukan. Analisis tema berdasarkan transkrip wawancara yang dimulai dari pencarian kata kunci, pengelompokan kategori, yang kemudian menjadi tema
45
yang sudah dihasilkan dari hasil penelitian. Penelitian ini menemukan komponen awal penilaian kondisi fisik pasien, tujuan pemberian oksigen, indikasi pemberian oksigen, kontra indikasi pemberian oksigen, implementasi pemberian oksigen, observasi keadaan pasien, dan bahaya pemberian oksigen. Berikut akan dijelaskan tema-tema yang ditemukan: 1. Tujuan khusus 1: mengidentifikasi perencanaan dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat, didapatkan tema Penilaian Kondisi Fisik Pasien. Informan menyatakan penilaian kondisi pasien terdiri dari pengkajian pola pernafasan, warna kulit, kesadaran pasien dan kondisi pasien. Dari tema ini didapatkan beberapa kategori sebagai berikut: a. Kategori 1: Status pernafasan Dua dari tiga informan menyatakan bahwa penilaian kondisi fisik pasien meliputi pengkajian pola nafas pasien, seperti pernyataan berikut: “… nafasnya itu tidak teratur normalnyakan 20X per menit, tapi dia pola nafasnya lebih cepat sehingga suplai oksigen berkurang pada pasien tersebut” (I2). Ya nafasnya cepet, tersengal-sengal… terus RR nya itu bisa lebih dari 20X per menit normalnya kan 16-20 an kan (I3). b. Kategori 2: Warna Kulit Satu dari tiga informan menyatakan bahwa penilaian kondisi fisik pasien meliputi pengkajian warna kulit pada pasien, seperti pernyataan berikut:
46
“… pasien itu sendiri dilihat seperti tanda-tanda kulit kebiruan ya to…” (I1).
“… ya itu kita bisa melihat dari segi satu pernafasan, kedua tanda kulit eee… kebiruan terus pada ujung…” (I1).
c. Kategori 3: Kesadaran Dua dari tiga informan menyatakan bahwa penilaian kondisi fisik pasien
meliputi
pengkajian
tingkat
kesadaran
pasien,
seperti
pernyataan berikut: “…pasien tidak begitu sadar otomatis kita menafsirkan kebutuhan oksigen kurang…” (I1).
”…kita observasi keadaan pasiennya… misalnya ya sadar apa nggak gitu…”(I3).
d. Kategori 4: Kondisi Pasien Satu dari tiga informan menyatakan bahwa penilaian kondisi fisik pasien meliputi pengkajian kondisi pasien, seperti pernyataan berikut: “…pertama kita lihat pasiennya kayak gimana kondisinya…”(I2).
2. Tujuan khusus 2: mengidentifikasi pengorganisasian dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat. a. Tema 1: Tujuan Pemberian Oksigen
47
Informan menyatakan tujuan pemberian oksigen meliputi pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien. Dari tema ini didapatkan kategori Pemenuhan Keebutuhan Oksigen. Ketiga informan menyatakan pengorganisasian dalam pemberian terapi oksigen terdiri dari pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien, seperti pernyataan berikut: “…untuk memenuhi manusia…”(I1).
kebutuhan
oksigen
didalam
tubuh
“…untuk memenuhi kebutuhan oksigen, karena orang dengan keadaan sesek itu kan kebutuhan oksigennya meningkat…”(I2). “…agar sirkulasi oksigen pada pasien terpenuhi…”(I3).
b. Tema 2: Indikasi Pemberian Oksigen Dari tema ini didapatkan kategori Kebutuhan Oksigen Kurang Ketiga informan menyatakan indikasi pemberian oksigen meliputi kebutuhan oksigen yang kurang pada pasien, seperti pernyataan berikut: “…pasien itu sendiri pengambilan oksigen kurang tidak bisa memenuhi kebutuhan maka diberikan bantuan dengan oksigen…”(I1).
“…penyakit sesek terutama untuk dypnea, sesek, bronchitis terus PPOK…”(I2).
48
“…keadaan sesek, asma, bronchitis terus pasien jantung…”(I3).
c. Tema 3: Kontra Indikasi Pemberian oksigen Dari tema ini didapatkan kategori Kelainan Sistem Pernafasan Ketiga informan menyatakan kontra indikasi pemberian oksigen adalah kelainan pada sistem pernafasan, seperti pernyataan berikut: “…kelainan pada hidung kemungkinankan tidak bisa kita lakukan pakai…”(I1).
“…kemudian seperti ada gangguan dalam saluran pernafasan…”(I2).
“…ya misalnya pembengkakan saluran pernafasan, kayak polip, atau seperti tumor(I3).
3. Tujuan khusus 3: Mengidentifikasi pengarahan dalam pemberian terapi oksigen oleh
perawat, didapatkan tema Implementasi Pemberian
Oksigen. Dari tema ini didapatkan beberapa kategori sebagai berikut: a. Kategori 1: Persiapan alat Dua dari tiga informan menyatakan pengarahan dalam pemberian terapi oksigen meliputi persiapan alat, seperti pernyataan berikut: “… alat-alatnya di cepakne, tabung oksigen dan manometer kemudian kita pasang selang pada hidung pasien kemudian kita atur pemberiannya…”(I2).
49
“… dimana harus ada tabung oksigennya terus ada air aquades,air itu untuk melembabkan ada humidifier dan ada manometernya…” (I3). b. Kategori 2: Mengatur Posisi Pasien Ketiga informan menyatakan pengarahan dalam pemberian terapi oksigen meliputi mengtur posisi pasien, seperti pernyataan berikut: “… kita harus melakukan atur posisi dulu pasien bila sesak nafas itu jangan tertidur terlentang sesak nafasnya karena sesak nafas karena asma itu duduknya harus setengah duduk atau semifowler tapi dengan pasien yang tidak sadar, datang dengan tidak sadar kita harus ditidurkan terlentang dengan kepala ekstensi…” (I1).
“… kemudian posisikan pasien dengan semifowler dan setelah itu kita tanyakan pada pasien oksigennya sudah terasa apa belum gitu…“ (I2). Ya pasien di posisikan semifowler, terus kita cek aliran udaranya… kalau sudah terasa terus kita pasangkan selang oksigen…” (I3).
c. Kategori 3: Situasional Ketiga informan menyatakan pengarahan dalam pemberian terapi oksigen adalah situasional, seperti pernyataan berikut: “… apabila pasien datang dengan kondisi begini otomatis kita memberikan anu ini yang memberikan posisi, ini yang memberikan oksigen, ini yang nensi, ini yang memberikan cairan…” (I1).
“… tergantung kondisi pasien itu sendiri dek, umpama pasien e keadaan gawat ya langsung dikasih…” (I2).
“… soal nya kan di IGD pelayanannya ya harus cepet, bukannya kita gak manut dokternya tapi ya lihat kahanan e kaya apa…” (I3).
50
4. Tujuan Khusus 4: Mengidentifikasi pengawasan dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat, didapatkan dua tema yaitu: a. Tema 1: Observasi keadaan pasien Dari tema ini didapatkan beberapa kategori sebagai berikut: 1) Kategori 1: Keadaan Kulit Satu dari tiga informan menyatakan pengawasan dalam pemberian terapi oksigen meliputi keadaan kulit, seperti pernyataan berikut: “…saya lihat dengan warna kulit, bibir ya to, pada ujung kuku lha kita setelah melihat diobservasi pasien…” (I1).
2) Kategori 2: Status Pernafasan Dua dari tiga informan menyatakan pengawasan dalam pemberian terapi oksigen meliputi status penafasan, seperti pernyaaan berikut: “…yaitu kita lihat keadaan pasien apakah masih sesek atau bagaimana gitu…” (I2).
“… kita observasi keadaanya, RR nya apa masih tinggi nggak, masih sesek apa nggak…” (I3).
b. Tema 2: Bahaya Pemberian Oksigen Dari tema ini didapatkan satu kategori, Keracunan Oksigen. Dua dari tiga informan menyatakan pengawasan dalam pemberian terapi oksigen meliputi keracunan oksigen, seperti pernyataan berikut:
51
“…kayak misalnya itu keracunan oksigen itu karena oksigen yang diberikan terlalu banyak…” (I2).
“…malah keracunan oksigen atau bisa jadi sesek soalnya alirannya kebanteren. (I3)
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Mengidentifikasi perencanaan dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat Hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa penilaian kondisi pasien meliputi pengkajian pola pernafasan dan warna kulit. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wilkinson & Skinner (2000) Asuhan keperawatan gawat darurat yang berkaitan dengan terapi oksigen yang masuk dalam pengkajian primer yaitu breathing (pernafasan). Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Langkah yang harus dipertimbangkan jika pernafasan pada pasien
tidak
memadai
adalah:
dekompresi
dan
drainase
tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000). Berdasarkan pernyataan informan bahwa penilaian kondisi pasien yang kedua yaitu warna kulit. Hal tersebut sesuai dengan Wilkinson & Skinner (2000) bahwa pengkajian breathing pada pasien yang perlu diperhatikan meliputi :1). inspeksi: inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : sianosis atau warna kebiruan pada kulit terutama di daerah perife dan mukosa mulut, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
52
53
pernafasan. 2). palpasi: palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema. 3). perkusi: perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks. 4). auskultasi: auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada. Berdasarkan uraian diatas
dapat
disimpulkan bahwa fungsi
perencanaan berkaitan dengan pengkajian oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen. 5.2. Mengidentifikasi pengorganisasian dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat 1. Tujuan Pemberian Oksigen Hasil wawancara terhadap 3 informan dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian terapi oksigen adalah untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Alimul & Uliyah (2005) bahwa tujuan pemberian terapi oksigen meliputi: 1). Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien, 2). Mencegah terjadinya hipoksia, 3). Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard, 4). Serta Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah. Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis. Oksigen diatmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9% atau 21% dan merupakan kebutuhan normal tubuh terhadap oksigen.
54
Kondisi tubuh berespon seperti sesak (dypsnoe), sianosis, hasil analisa gas darah menunjukkan gangguan maka tubuh perlu terapi oksigen. Terapi oksigen paling sederhana menggunakan kanul nasal, pemberian 1 liter/menit mengandung konsentrasi 24 % dan setiap kenaikan 1 liter/menit maka konsentrasi naik 4% (Potter & Perry, 2010 ). 2. Indikasi Pemberian oksigen Informan 1 mengungkapkan bahwa indikasi pemberian oksigen ke pasien itu jika sesak nafas maka pengambilan oksigen kurang dan tidak bisa memenuhi kebutuhan maka diberikan bantuan dengan oksigen. Hal ini sesuai dengan yang diungkapan oleh Tarwoto & Wartonah (2010) bahwa terapi oksigen efektif diberikan pasien yang mengalami perubahan pola nafas seperti sesak. Informan ke 2 mengatakan bahwa indikasi pemberian oksigen meliputi penyakit sesak terutama untuk dypnea, sesak, bronchitis, terus PPOK. Hal ini sangat senada dengan yang diungkapkan oleh Potter & Perry (2010) bahwa indikasi pemberian terapi oksigen terutama dengan nasal kanul efektif diberikan pada pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien dengan asthma, PPOK, atau penyakit paru yang lain. Penyakit asma,emfisema dan PPOK dimana paru-paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida secara adekuat sehingga membuat sesak nafas. Informan ke 3 mengungkapkan bahwa indikasi pemberian oksigen salah satunya untuk pasien gangguan jantung. Hal ini sama dengan yang
55
diungkapkan oleh Tarwoto & Wartonah (2010) bahwa terapi oksigen efektif diberikan pasien yang mengalami gangguan jantung. Pasien dengan gangguan jantung curah jantung atau cardiac output menurun sehingga volume darah terpompa menurun sehingga hemoglobin yang mengikat oksigen juga menurun,akibatnya pasien sesak nafas. 3. Kontra Indikasi Pemberian Oksigen Hasil wawancara kepada ke 3 informan dapat disimpulkan bahwa kontra indikasi pemberian terapi oksigen adalah pasien dengan kelainan hidung, tumor pada saluran pernafasan atas, atau dengan polip hidung. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Aryani (2009) bahwa Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%. Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah. Hindari pemakaian nasal kanul jika klien terdapat obstruksi nasal. Sehingga dapat lebih diperjelas bahwa pemberian oksigen dengan metode tertentu sangat berbahaya pada keadaan pasien tertentu. Berdasarkan teori diatas maka dapat diartikan bahwa terapi oksigen pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan mampu memperbaiki aliran oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan membantu
56
transport mukosilier dan pembersihan. Pemberiaan terapi oksigen diberikan dengan hati-hati karena masing-masing metode terapi oksigen mempunyai cara yang berbeda dan ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi yang tepat pada pemberian terapi oksigen itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengorganisasian berkaitan dengan tujuan, indikasi dan intervensi oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen. 5.3. Mengidentifikasi pengarahan dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat. Informan 2 dan 3 mengungkapkan bahwa implementasi pemberian oksigen yaitu mempersiapkan alat-alat seperti tabung oksigen, manometer. Hal ini sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) oksigenasi bahwa pelaksanaanya meliputi persiapan alat yang terdiri dari tabung oksigen lengkap dengan manometer tabung oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifier, kateter nasal, kanul nasal, atau masker, tanda “dilarang merokok’’, vaselin/jeli, spatel lidah. Informan 1 mengungkapkan bahwa tahap implementasi pemberian oksigen mengatur posisi pasien baru diberikan oksigen sesuai indikasi yang ada. Hal ini sesuai dengan SOP oksigenasi tahap kerja yang disampaikan Murwani (2008), bahwa yaitu atur posisi klien semi-fowler, Atur aliran
57
sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit. observasi humidifier dengan melihat air bergelembung, memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai ketentuan, menghubungkan selang dari kanul nasal ke tabung pelembab, memeriksa apakah oksigen keluar dari kanul, pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan klien, periksa kanula tiap 6-8 jam, kaji cuping, sputum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen tiap 6-8 jam. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengarahan berkaitan dengan pelaksanaan/implementasi oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen. 5.4. Mengidentifikasi pengawasan dalam pemberian terapi oksigen oleh perawat. 1. Observasi Keadaan Pasien Informan 1 mengungkapan bahwa cara mengobservasi keadaan pasien yaitu dengan melihat warna kulit terutama daerah bibir, mukosa mulut dan kuku. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wilkinson & Skinner (2000) pengkajian pernafasan dengan inspeksi yang perlu diperhatikan adalah tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan. Informan 2 dan 3 mengungkapkan mengobservasi keadaan pasien dengan cara memeriksa status pernafasaannya, apakah masih sesak atau
58
respirasi rate nya masih tinggi dimana respirasi normal orang dewasa antara 16-20 x/menit. 2. Bahaya Pemberian Oksigen Dua dari tiga informan menyatakan pengawasan dalam pemberian terapi oksigen meliputi keracunan oksigen. Hal ini sesuai dengan Aryani (2009) pemberian terapi oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga menimbulkan efek merugikan. Perlu evaluasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya kebakaran, oksigen memang bukan zat pembakar tetapi merupakan zat yang memudahkan terjadinya kebakaran, sehingga pasien yang mendapat terapi oksigen harus menghindari merokok, menghindari menggunakan alat listrik tanpa ground. Efek kedua yaitu bisa terjadi depresi ventilasi; pemberian oksigen yang tidak dimonitor konsentrasi dan aliran yang tetap akan menimbulkan retensi CO2 sehingga dapat menimbulkan depresi ventilasi. Efek ketiga yaitu bisa keracunan O2; terjadi bila pemberian terapi oksigen diberikan dengan konsentrasi tinggi dan jangka waktu lama, keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan surfaktan yang akan mengganggu proses difusi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengawasan berkaitan dengan evaluasi oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen.
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Fungsi perencanaan perawat dalam pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk penilaian kondisi fisik pasien. 2. Fungsi pengorganisasian perawat dalam pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk tujuan pemberian oksigen, indikasi pemberian oksigen, dan kontra indikasi pemberian oksigen. 3. Fungsi pengarahan perawat dalam pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk implementasi pemberian terapi oksigen. 4. Fungsi pengawasan perawat dalam pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk observasi keadaan pasien dan bahaya pemberian oksigen. 6.2 Saran 1. Perawat IGD RSUD Karanganyar Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perawat sebagai motivasi untuk lebih baik lagi dalam menjalankan tugasnya sebagai perawat, khususnya perawat yang bekerja di IGD dalam hal penatalaksanaan oksigenasi pada pasien gawatdarurat. 2. RSUD Karanganyar
59
60
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perawat terkait penatalaksanaan pemberian terapi oksigen dan sebagai masukan untuk penyusunan SOP terapi oksigen di IGD RSUD Karanganyar. 3. Institusi pendidikan Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan,
pengalaman, dan wawasan mengenai pengetahuan perawat tentang manajemen pemberian terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat. 4. Peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau titik tolak tambahan bila diadakan penelitian lain dengan metode yang berbeda dan jumlah responden yang berbeda terkait terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat.
DAFTAR PUSTAKA
Afianti, Y & Rachmawati, I.M. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Alimul & Uliyah. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar manusia. Jakarta. EGC Andarmoyo. 2012. Kebutuhan Dasr Manusia (Oksigenasi), Konsep, Proses, dan Aplikasi dalam Praktik peperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu Andarmoyo. 2012. Personal Hygiene; Konsep, Proses, dan Aplikasi dalam Praktik peperawatan, Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu Aryani, R. 2009. Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : C.V. Trans Info Media Asmadi. 2008. Konsep Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC Creswell, John W. 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Dini, M.W., Agustina, S.P., Dewi, S. 2009. Studi tingkat kepatuhan perawat dalam pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) oksigenasi di ruang rawat inap rumkital Dr.Ramelan Surabaya. Jurnal Ilmu keperawatan. ISSN. 2085-3742 Kurniadi, 2013. Manajemen Keperawatan Dan Prospektifnya, Edisi Ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kvale, Steinar .2011. Psikologi dan Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006 Marquis, B & Huston. 2010. Leadership Roles and Menegemen Function in Nursing. Philadelphia: Lippincott Company
Murwani, 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan. Jogjakarta: Mitra Cendekia Press Nursalam,
2009,
Konsep
Dan
Penerapan
Metodelogi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan, edisi 2, Salemba medika, Jakarta Perry, P. 2010. Fundamental Keperawatan. Buku 3 Edisi 7. Alih Bahasa: Diah Nur. Jakarta: EGC Poerwandari, K.E. 2009. Pendekatan Kualitatif Untuk Perilaku Manusia.Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Potter & Perry. 2010. Fundamental Of Nursing; Concepts Process, and Practises, Mosby Year Book, St. Louis Russel. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Diterjemahkan oleh Bambang Sukoco. Bandung: Armico Solberg. 2010. Nursing Assessment During Oxsygen Administration In Ventilated Infant Suciati, N L. 2010. Oxygen Therapy. Karangasem: Nursing Community PPNI Karangasem Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi keempat. Jakarta : Salemba Medika