MANAJEMEN TERAPI OKSIGEN OLEH PERAWAT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR Permadi Nur Pamungkas1), Anita Istiningtyas2), Ika Subekti Wulandari3) 1)
Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Dosen Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
2,3)
ABSTRAK Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Manajemen keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan pelayanan keperawatan yang menerapkan fungsifungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian efektif dan efisien. Penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen pemberian terapi oksigen oleh perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan deskriptif fenomenology, teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode Collaizi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria informan perawat dengan kriteria bekerja di IGD minimal selama 3 tahun, Perawat dalam kondisi fisik dan psikologis yang baik, bersedia menjadi partisipan. Sampel dihentikan setelah data tersaturasi dengan jumlah Informan sebanyak 3 Informan. Simpulan berdasarkan analisis tematik dihasilkan tema berdasarkan tujuan khusus manajemen terapi oksigen adalah: 1) Fungsi perencanaan berkaitan dengan pengkajian oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen, meliputi: Penilaian Kondisi Fisik Pasien. 2) Fungsi pengorganisasian berkaitan dengan tujuan, indikasi dan intervensi oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen, meliputi: Tujuan Pemberian Oksigen, Indikasi Pemberian Oksigen, Kontra Indikasi Pemberian Oksigen. 3) Fungsi pengarahan berkaitan dengan pelaksanaan/implementasi dalam pemberian terapi oksigen, yaitu: Implementasi Pemberian Oksigen. 4) Fungsi pengawasan berkaitan dengan evaluasi meliputi: Observasi Keadaan Pasien, Bahaya Pemberian Oksigen. Kata kunci: Manajemen Keperawatan, Terapi Oksigen.
1
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Permadi Nur Pamungkas MANAGEMENT OF NURSES’ OXYGEN THERAPY AT THE EMERGENCY INSTALLATION UNIT OF LOCAL GENERAL HOSPITAL OF KARANGANYAR ABSTRACT O2 therapy is one of the respiratory therapies that maintain adequate tissue oxygenations. Nursing management is a series of nursing service activities that apply the functions of planning, organizing, directing, and efficient and effective control. The objective of this research is to investigate the management of nurses’ oxygen therapy at the Emergency Installation Unit of Local General hospital of Karanganyar. This research used the qualitative method with descriptive phenomenological approach. The data were analyzed by using the Collaizi’s analysis. The samples of research were 3 respondents and were taken by using the purposive sampling technique with the following criteria: nurses who had worked at the Emergency Installation Unit for at least 3 years; nurses who had good physical and psychological conditions; and nurses who were willing to be the participants of this research. The result of this research shows that there were 4 themes, namely: (1) planning functions related to the nurses’ assessment in the provision of oxygen therapy, namely: assessment of patients’ physical condition; (2) organizing functions related to the nurses’ objective, indication, and intervention in the provision of oxygen therapy, namely: Objective of Oxygen Provision, Indication of Oxygen Provision, Contraindication of Oxygen Provision; (3) directing planning related to the implementation of oxygen therapy, namely: Implementation of Oxygen Provision; and . 4) supervisory function related to evaluation, namely: Observation of Patients’ Condition, Danger of Oxygen Provision. Keywords
2
: Nursing Management, Oxygen Therapy.
PENDAHULUAN Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali bernafas, dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya (Suciati, 2010). Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologi menurut hierarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigen adalah sistem pernafasan, persarafan, dan kardiovaskuler (Alimul & Uliyah, 2005). Pemenuhan kebutuhan oksigen salah satunya dapat diberikan melalui terapi oksigen. Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005). Terapi oksigen dalam kegawatdaruratan sangat berperan untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang adekuat dalam jaringan tubuh. Seseorang yang lebih dari empat menit tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan pasien akan meninggal (Asmadi, 2009). Peranan penting oksigen pada kegawatdaruratan dapat dilihat dalam kasus Infark Miokard Akut, salah satu tindakan untuk mencegah perluasan infark miokard adalah terapi oksigen. Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan tetap adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat kekurangan suplai oksigen (Harahap, 2004). Pemberian terapi oksigen dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Perawat harus memahami indikasi pemberian oksigen, metode pemberian oksigen dan bahaya-bahaya
pemberian oksigen (Harahap, 2004).Hasil studi pendahuluan pada tanggal 5 Desember 2014 di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar, didapatkan satu dari tiga pasien yang menggunakan terapi oksigen, pemberian air steril dalam humidifier masih kurang dari batas yang ditentukan, hal tersebut tentu tidak sesuai dengan SOP pemberian oksigen. Oksigen yang digunakan masih dalam tabung belum menggunakan oksigen sentral, penataan oksigen tidak tertata rapi sehingga akan sangat membahayakan pasien jika tabung oksigen sampai terjatuh, masih dijumpai satu humidifier dipakai untuk beberapa pasien. Belum adanya SOP terapi oksigen di ruang IGD menyebabkan tidak adanya standar pelayanan yang sama antara perawat satu dengan yang lain. Pengkajian yang dilakukan sebelum pemberian terapi oksigen tidak dilakukan secara lengkap, setelah melakukan tindakan tidak melakukan evaluasi kembali. penelitian ini untuk mengidentifikasi manajemen pemberian terapi oksigen oleh perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan perawat mengenai manajemen perawat dalam pemberian terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat. METODE PENELITIAN Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan study fenomenology.Peneliti mengambil metode kualitatif karena penelitian ini dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting), dimana peneliti sebagai instrumen kunci, menggunakan data yang pasti dan untuk mendapatkan data yang mendalam karena setiap keluarga atau orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda. Fenomenologi adalah memberikan deskripsi, refleksi, interprestasi, dan modus riset yang menyampaikan intisari dari pengalaman kehidupan individu yang diteliti (Van manen, 2007). Waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar pada bulan April 2015 sampai dengan bulan Juli 2015. Populasi dan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar sebanyak
3
18 perawat. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 informan dikarenakan sudah tercapai saturasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar dengan kriteria inklusi sebagai berikut: a. Perawat yang telah bekerja di Instalasi Gawat Darurat minimal 3 tahun. b. Perawat dalam kondisi fisik dan psikologis yang baik. c. Perawat yang bersedia menjadi partisipan. Alat penelitian dan cara pengumpulan data. Lembar alat pengumpul data (meliputi nama, umur,masa kerja), alat tulis (buku dan bolpoin), Lembar pedoman wawancara semiterstruktur, alat perekam suara,dan kamera. Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain: Peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada partisipan, menjelaskan tujuan yang akan dilakukannya, mengecek instrumen penunjang seperti alat perekam, peneliti harus menguasai konsep, latihan wawancara terlebih dahulu dan menguji coba wawancara terlebih dahulu kepada perawat, melakukan wawancara mendalam dan memberikan reinforcement positif. Terdapat tiga langkah proses keabsahan data pada penelitian kualitatif, yaitu menggunakan Informed consent, Anonimity, Confidentially. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menghasilkan 7 tema dari hasil analisis tematik yang dilakukan. Penilaian kondisi fisik pasien, tujuan pemberian oksigen, indikasi pemberian oksigen, kontra indikasi pemberian oksigen, implementasi pemberian oksigen, observasi keadaan pasien, dan bahaya pemberian oksigen. Berikut akan dijelaskan tema-tema yang ditemukan: 1. Penilaian Kondisi Fsik Pasien Hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa penilaian kondisi pasien meliputi pengkajian pola pernafasan dan warna kulit, seperti berikut: “…nafasnya itu tidak teratur normalnyakan 20X per menit, tapi dia pola nafasnya lebih cepat sehingga suplai oksigen berkurang pada pasien tersebut” (I2).
4
Ya nafasnya cepet, tersengal-sengal… terus RR nya itu bisa lebih dari 20X per menit normalnya kan 16-20 an kan (I3). “…pasien itu sendiri dilihat seperti tanda-tanda kulit kebiruan ya to…” (I1). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wilkinson & Skinner (2000) Asuhan keperawatan gawat darurat yang berkaitan dengan terapi oksigen yang masuk dalam pengkajian primer yaitu breathing (pernafasan). Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Langkah yang harus dipertimbangkan jika pernafasan pada pasien tidak memadai adalah: dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000). Berdasarkan pernyataan informan bahwa penilaian kondisi pasien yang kedua yaitu warna kulit. Hal tersebut sesuai dengan Wilkinson & Skinner (2000) bahwa pengkajian breathing pada pasien yang perlu diperhatikan meliputi :1). inspeksi: inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : sianosis atau warna kebiruan pada kulit terutama di daerah perife dan mukosa mulut, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan. 2). palpasi: palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema. 3). perkusi: perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks. 4). auskultasi: auskultasi untuk adanya: suara abnormal pada dada. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi perencanaan berkaitan dengan pengkajian oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen. 2. Tujuan Pemberian Oksigen Hasil wawancara terhadap 3 informan dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian terapi oksigen adalah untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien, seperti berikut: “…untuk memenuhi oksigen didalam manusia…”(I1).
kebutuhan tubuh
“…untuk memenuhi kebutuhan oksigen, karena orang dengan keadaan sesek itu kan kebutuhan oksigennya meningkat…”(I2). “…agar sirkulasi oksigen pada pasien terpenuhi…”(I3). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Alimul & Uliyah (2005) bahwa tujuan pemberian terapi oksigen meliputi: 1). Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien, 2). Mencegah terjadinya hipoksia, 3). Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard, 4). Serta Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah. Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis. Oksigen diatmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9% atau 21% dan merupakan kebutuhan normal tubuh terhadap oksigen. Kondisi tubuh berespon seperti sesak (dypsnoe), sianosis, hasil analisa gas darah menunjukkan gangguan maka tubuh perlu terapi oksigen. Terapi oksigen paling sederhana menggunakan kanul nasal, pemberian 1 liter/menit mengandung konsentrasi 24 % dan setiap kenaikan 1 liter/menit maka konsentrasi naik 4% (Potter & Perry, 2010 ). 3. Indikasi Pemberian oksigen Dari tema ini didapatkan kategori Kebutuhan Oksigen Kurang. Ketiga informan menyatakan indikasi pemberian oksigen meliputi kebutuhan oksigen yang kurang pada pasien, seperti pernyataan berikut: “…pasien itu sendiri pengambilan oksigen kurang tidak bisa memenuhi kebutuhan maka diberikan bantuan dengan oksigen…”(I1). “…penyakit sesek terutama untuk dypnea, sesek, bronchitis terus PPOK…”(I2). “…keadaan sesek, asma, bronchitis terus pasien jantung…”(I3). Hasil wawancara Informan 1 mengungkapkan bahwa indikasi pemberian oksigen ke pasien itu jika sesak nafas maka
pengambilan oksigen kurang dan tidak bisa memenuhi kebutuhan maka diberikan bantuan dengan oksigen. Hal ini sesuai dengan yang diungkapan oleh Tarwoto & Wartonah (2010) bahwa terapi oksigen efektif diberikan pasien yang mengalami perubahan pola nafas seperti sesak. Informan ke 2 mengatakan bahwa indikasi pemberian oksigen meliputi penyakit sesak terutama untuk dypnea, sesak, bronchitis, terus PPOK. Hal ini sangat senada dengan yang diungkapkan oleh Potter & Perry (2010) bahwa indikasi pemberian terapi oksigen terutama dengan nasal kanul efektif diberikan pada pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien dengan asthma, PPOK, atau penyakit paru yang lain. Penyakit asma,emfisema dan PPOK dimana paru-paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida secara adekuat sehingga membuat sesak nafas. Informan ke 3 mengungkapkan bahwa indikasi pemberian oksigen salah satunya untuk pasien gangguan jantung. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Tarwoto & Wartonah (2010) bahwa terapi oksigen efektif diberikan pasien yang mengalami gangguan jantung. Pasien dengan gangguan jantung curah jantung atau cardiac output menurun sehingga volume darah terpompa menurun sehingga hemoglobin yang mengikat oksigen juga menurun,akibatnya pasien sesak nafas. 4. Kontra Indikasi Pemberian Oksigen Hasil wawancara kepada ke 3 informan dapat disimpulkan bahwa kontra indikasi pemberian terapi oksigen adalah pasien dengan kelainan hidung,seperti berikut: “…kelainan pada kemungkinankan tidak lakukan pakai…”(I1).
hidung bisa kita
“…kemudian seperti ada gangguan dalam saluran pernafasan…”(I2). “…ya misalnya pembengkakan saluran pernafasan, kayak polip, atau seperti tumor(I3). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Aryani (2009) bahwa Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai bernafas spontan maka
5
pemasangan masker partial rebreathing dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%.Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah. Hindari pemakaian nasal kanul jika klien terdapat obstruksi nasal. Sehingga dapat lebih diperjelas bahwa pemberian oksigen dengan metode tertentu sangat berbahaya pada keadaan pasien tertentu. Berdasarkan teori diatas maka dapat diartikan bahwa terapi oksigen pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan mampu memperbaiki aliran oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport mukosilier dan pembersihan. Pemberiaan terapi oksigen diberikan dengan hati-hati karena masing-masing metode terapi oksigen mempunyai cara yang berbeda dan ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi yang tepat pada pemberian terapi oksigen itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengorganisasian berkaitan dengan tujuan, indikasi dan intervensi oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen. 5. Implementasi Pemberian Oksigen Informan 2 dan 3 mengungkapkan bahwa implementasi pemberian oksigen yaitu mempersiapkan alat-alat, Informan 1 mengungkapkan bahwa tahap implementasi pemberian oksigen mengatur posisi pasien baru diberikan oksigen sesuai indikasi yang ada. seperti tabung oksigen, manometer. “… alat-alatnya di cepakne, tabung oksigen dan manometer kemudian kita pasang selang pada hidung pasien kemudian kita atur pemberiannya…”(I2). “… dimana harus ada tabung oksigennya terus ada air aquades,air itu untuk melembabkan ada humidifier dan ada manometernya…” (I3). “… kita harus melakukan atur posisi dulu pasien bila sesak nafas itu jangan tertidur terlentang sesak
6
nafasnya karena sesak nafas karena asma itu duduknya harus setengah duduk atau semifowler tapi dengan pasien yang tidak sadar, datang dengan tidak sadar kita harus ditidurkan terlentang dengan kepala ekstensi…” (I1). Hal ini sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) oksigenasi bahwa pelaksanaanya meliputi persiapan alat yang terdiri dari tabung oksigen lengkap dengan manometer tabung oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifier, kateter nasal, kanul nasal, atau masker, tanda “dilarang merokok’’, vaselin/jeli, spatel lidah. Informan 1 mengungkapkan bahwa tahap implementasi pemberian oksigen mengatur posisi pasien baru diberikan oksigen sesuai indikasi yang ada. Hal ini sesuai dengan SOP oksigenasi tahap kerja yang disampaikan Murwani (2008), bahwa yaitu atur posisi klien semi-fowler, Atur aliran sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit. observasi humidifier dengan melihat air bergelembung, memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai ketentuan, menghubungkan selang dari kanul nasal ke tabung pelembab, memeriksa apakah oksigen keluar dari kanul, pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan klien, periksa kanula tiap 6-8 jam, kaji cuping, sputum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen tiap 6-8 jam. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengarahan berkaitan dengan pelaksanaan/implementasi oleh perawat dalam pemberian terapi oksigen. 6. Observasi Keadaan Pasien Informan 1 mengungkapan bahwa cara mengobservasi keadaan pasien yaitu dengan melihat warna kulit terutama daerah bibir, Informan 2 dan 3 mengungkapkan mengobservasi keadaan pasien dengan cara memeriksa status pernafasaannya mukosa mulut dan kuku, seperti berikut: “…saya lihat dengan warna kulit, bibir ya to, pada ujung kuku lha kita setelah melihat diobservasi pasien…” (I1).
“…yaitu kita lihat keadaan pasien apakah masih sesek atau bagaimana gitu…” (I2). “… kita observasi keadaanya, RR nya apa masih tinggi nggak, masih sesek apa nggak…” (I3). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wilkinson & Skinner (2000) pengkajian pernafasan dengan inspeksi yang perlu diperhatikan adalah tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.Informan 2 dan 3 mengungkapkan mengobservasi keadaan pasien dengan cara memeriksa status pernafasaannya, apakah masih sesak atau respirasi rate nya masih tinggi dimana respirasi normal orang dewasa antara 16-20 x/menit. 7. Bahaya Pemberian OksigenDua dari tiga informan menyatakan pengawasan dalam pemberian terapi oksigen meliputi keracunan oksigen, seperti berikut: “…kayak misalnya itu keracunan oksigen itu karena oksigen yang diberikan terlalu banyak…” (I2). “…malah keracunan oksigen atau bisa jadi sesek soalnya alirannya kebanteren. (I3) Hal ini sesuai dengan Aryani (2009) pemberian terapi oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga menimbulkan efek merugikan. Perlu evaluasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya kebakaran, oksigen memang bukan zat pembakar tetapi merupakan zat yang memudahkan terjadinya kebakaran, sehingga pasien yang mendapat terapi oksigen harus menghindari merokok, menghindari menggunakan alat listrik tanpa ground. Efek kedua yaitu bisa terjadi depresi ventilasi; pemberian oksigen yang tidak dimonitor konsentrasi dan aliran yang tetap akan menimbulkan retensi CO2 sehingga dapat menimbulkan depresi ventilasi. Efek ketiga yaitu bisa keracunan O2;terjadi bila pemberian terapi oksigen diberikan dengan konsentrasi tinggi dan jangka waktu lama, keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti
atelektasis dan surfaktan yang akan mengganggu proses difusi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengawasan berkaitan dengan evaluasi oleh perawat dalampemberian terapi oksigen. KESIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Fungsi perencanaan perawat dalam pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk penilaian kondisi fisik pasien. 2. Fungsi pengorganisasian perawat dalam pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk tujuan pemberian oksigen, indikasi pemberian oksigen, dan kontra indikasi pemberian oksigen. 3. Fungsi pengarahan perawat dalam pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk implementasi pemberian terapi oksigen. 4. Fungsi pengawasan perawat dalam pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk observasi keadaan pasien dan bahaya pemberian oksigen. SARAN 1. Perawat IGD RSUD Karanganyar Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perawat sebagai motivasi untuk lebih baik lagi dalam menjalankan tugasnya sebagai perawat, khususnya perawat yang bekerja di IGD dalam hal penatalaksanaan oksigenasi pada pasien gawatdarurat. 2. RSUD Karanganyar Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perawat terkait penatalaksanaan pemberian terapi oksigen dan sebagai masukan untuk penyusunan SOP terapi oksigen di IGD RSUD Karanganyar. 3. Institusi pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mengenai pengetahuan perawat tentang manajemen pemberian terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat. 4. Peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau titik tolak tambahan bila diadakan penelitian lain dengan metode yang berbeda dan jumlah responden yang berbeda terkait terapi oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat.
7
DAFTAR PUSTAKA Alimul & Uliyah. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar manusia. Jakarta. EGC. Andarmoyo. 2012. Personal Hygiene; Konsep, Proses, dan Aplikasi dalam Praktik peperawatan, Edisi Pertama., Yogyakarta: Graha Ilmu. Aryani, R. 2009. Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : C.V. Trans Info Media. Asmadi. 2008. Konsep Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC. Marquis, B & Huston. 2010. Leadership Roles and Menejemen Function in Nursing. Philadelphia : Lippincott Company. Perry, P. 2010. Fundamental Keperawatan. Buku 3 Edisi 7. Alih Bahasa: Diah Nur. Jakarta: EGC.
8
Poerwandari E.K. 2009. Pendekatan Kualitatif. Cetakan ketiga. Depok: LPSP3 UI. Poerwandari, K.E. 2009. Pendekatan Kualitatif Untuk Perilaku Manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana. Potter & Perry. 2010. Fundamental Of Nursing; Concepts Process, and Practises, Mosby Year Book, St. Louis. Suciati, N L. 2010. Oxygen Therapy. Karangasem: Nursing Community PPNI Karangasem. Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi keempat. Jakarta : Salemba Medika.