i
MANAJEMEN PROSES PEMBUATAN PRODUK INTERVENSI GIZI DAN PENETAPAN FLAVOR TERBAIK PADA KEJU LUNAK RENDAH LEMAK DENGAN PENAMBAHAN MINYAK BEKATUL
NURUL FITRIYAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Proses Pembuatan Produk Intervensi Gizi dan Penetapan Flavor Terbaik pada Keju Lunak Rendah Lemak dengan Penambahan Minyak Bekatul adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Nurul Fitriyah NIM I14104018
iii
ABSTRACT NURUL FITRIYAH. Nutrition Intervention Product Manufacturing Process Management and Determine The Best Flavor of Low Fat Soft Cheese using Rice Bran Oil. Under the supervised of EVY DAMAYANTHI. Low-fat soft cheese which is used for nutrition intervention has perishable characteristics and generally not only have a bitter taste but also hard texture so consumer acceptance of the product is quite low. The purposes of this study was to determine the manufacturing process management of nutrition intervention product and determine the best flavor of low-fat soft cheese. The method includes labor, raw materials used, methods used, time allocation, and products distribution. The cheese are produced consists of three variants cheese with substitutions using corn oil and rice bran oil as well as control cheese using whole milk, then cheese with the substitution of rice bran oil which used to determine the best flavor using organoleptic test. The results showed that extensive planning and active controlling in production factors such as labor, time usage, equipment capacity, and good quality materials is required in the production process so that can improve the quality of production management. The results of low-fat soft cheese organoleptic test with the addition of a variety of flavors such as chocolate, vanilla, strawberry, green tea, and soursop shows the acceptance percentage of the parameters of taste, textures, aroma, flavor, and general acceptance ranged from 22%-94% and the best treatment is cheese with strawberry flavor. Bioavailability of calcium in cheese has decreased compared with skim milk from 18,04% to 12,53%, while the bioavailability of phosphorus in cheese has increased compared with skim milk from 29,38% to 20,24%.
Key words: Manufacturing process management, low fat soft cheese, flavor, bioavailability, calcium, phosphorus.
iv
RINGKASAN NURUL FITRIYAH. Manajemen Proses Pembuatan Produk Intervensi Gizi dan Penetapan Flavor Terbaik pada Keju Lunak Rendah Lemak dengan Penambahan Minyak Bekatul. Di bawah bimbingan EVY DAMAYANTHI. Dewasa ini, terdapat kecenderungan dalam manajemen industri untuk menanggapi pertanyaan tentang bagaimana caranya mengolah bahan mentah untuk memperoleh keuntungan semaksimal mungkin (Daulay 1991). Oleh karena itu, manajemen di bidang produksi yang baik sangat penting agar dapat diperoleh hasil yang maksimum. Melihat kebutuhan pangan rendah lemak yang semakin meningkat, keju salah satu pangan olahan susu yang digemari masyarakat dan sangat berpotensi untuk pengembangan lebih lanjut (Rachman 2012). Seiring dengan tuntutan gaya hidup dan aspek kesehatan yang semakin meningkat, formulasi keju rendah lemak mulai dikembangkan. Keju rendah lemak terbuat dari protein susu dengan menggunakan minyak nabati sebagai pengganti dari lemak susu, seperti minyak jagung, minyak kacang kedelai, dan minyak inti sawit (Fawcett 2006). Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji manajemen proses pembuatan produk intervensi, penetapan flavor terbaik dan bioavailabilitas kalsium serta fosfor keju lunak rendah lemak. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mempelajari manajemen produksi pada pembuatan keju lunak rendah lemak untuk keperluan intervensi, 2) mengidentifikasi dan menganalisis flavor terbaik pada keju lunak rendah lemak, 3) menganalisis bioavailabilitas kalsium dalam produk keju lunak rendah lemak, 4) menganalisis bioavailabilitas fosfor dalam produk keju lunak rendah lemak. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap pertama dan tahap kedua. Penelitian tahap pertama meliputi manajemen produksi pembuatan keju lunak rendah lemak untuk keperluan kegiatan intervensi penelitian. Manajemen produksi yang diteliti meliputi tenaga kerja, bahan baku yang digunakan, metode yang digunakan, alokasi waktu, dan pendistribusian produk. Jenis keju lunak rendah lemak yang diproduksi terdiri dari tiga varian, yaitu keju dengan penambahan lipase menggunakan emulsi minyak jagung dan minyak bekatul serta susu murni (whole milk) dengan kadar lemak 5% (sebagai keju kontrol). Responden yang terlibat dalam kegiatan intervensi penelitian memaparkan bahwa flavor keju lunak rendah lemak kurang dapat diterima. Oleh karena itu, dilanjutkan dengan penelitian tahap kedua yaitu pembuatan keju lunak rendah lemak dengan formulasi penambahan minyak bekatul dan aneka flavor (coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak). Setelah ditentukan flavor terbaik melalui uji organoleptik meliputi uji hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik. Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik adalah panelis tidak terlatih yang berjumlah 32 orang. Panelis tergolong panelis tidak terlatih didasarkan pada tidak adanya pelatihan khusus yang diberikan mengenai uji organoleptik produk keju. Selanjutnya dianalisis bioavailabilitas kalsium dan fosfor dalam keju lunak rendah lemak. Terdapat empat aspek manajamen produksi yang diteiliti dalam penelitian ini yaitu man (manusia), material (bahan), method (metode), dan market (pemasaran). Tenaga kerja dalam pembuatan keju lunak rendah lemak terdiri dari 6 orang dengan alokasi waktu yang dibutuhkan yaitu ±9 jam. Penggunaan tenaga kerja berjumlah 6 orang dapat dinyatakan efektif untuk dapat mencapai hasil produksi yang optimal. Responden dalam kegiatan intervensi sebanyak 39 orang dibagi secara acak ke dalam tiga kelompok perlakuan yaitu keju jagung
v
(13 orang), keju bekatul (13 orang), dan keju kontrol (13 orang). Pemberian keju sebanyak 6% dari rekomendasi konsumsi lemak per hari, yaitu sebanyak 70 g per hari. Bahan baku yang digunakan yaitu susu murni (whole milk) sebanyak 20 liter dan susu skim sebanyak 40 liter dalam satu kali produksi. Kendala yang dapat terjadi pada pengadaan bahan adalah keterlambatan pengiriman bahan dan kualitas bahan yang kurang baik, tetapi dalam produksi keju lunak rendah lemak tidak terdapat kendala yang serius dalam penyediaan bahan baku maupun bahan tambahan. Proses produksi keju lunak rendah lemak dilakukan selama 18 hari untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kegiatan intervensi selama 21 hari. Jenis keju lunak rendah lemak yang diproduksi terdiri dari tiga varian, yaitu keju dengan penambahan lipase menggunakan emulsi minyak jagung dan minyak bekatul serta susu murni (whole milk) dengan kadar lemak 5% (sebagai keju kontrol). Hasil produksi yang didapatkan setiap hari sebanyak 20 keping keju jagung, 20 keping keju bekatul, dan 20 keping keju kontrol. Proses produksi keju lunak rendah lemak termasuk dalam proses produksi yang bersifat terputus (intermittent). Sebelum keju didistribusikan kepada responden, keju terlebih dahulu melalui masa pemeraman selam 3 hari. Distribusi keju lunak rendah lemak dilakukan setiap dua hari sekali pada pukul 07.30 WIB. Produk keju yang didistribusikan sebanyak 40 keping keju jagung, 40 keping keju bekatul, dan 40 keping keju kontrol. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa manajemen produksi produk keju lunak rendah lemak, dapat dikatakan cukup berhasil, hal ini ditandai sesuai dengan uraian di atas bahwa hanya satu faktor produksi saja yang rentan mengalami kendala. Tidak ada kendala serius yang dihadapi pada faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, bahan baku yang digunakan, metode yang digunakan, dan alokasi waktu. Namun, kendala dapat terjadi pada kegiatan pendistribusian produk. Hasil uji hedonik terhadap keju lunak rendah lemak dengan penambahan aneka flavor menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis berada pada tingkat 2,4-3,5. Nilai ini berada pada kisaran tidak suka hingga suka. Parameter keseluruhan dalam uji hedonik ini merupakan penjumlahan nilai dari parameter yang lain. Uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan aneka flavor pada keju lunak rendah lemak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan (p<0,05). Persentase penerimaan terhadap parameter rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, cita rasa, dan penerimaan umum pada keju lunak rendah lemak dengan penambahan aneka flavor (coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak) berkisar antara 22%94%. Persentase penerimaan panelis untuk parameter rasa berkisar antara 34%91%, parameter tekstur tekan berkisar antara 31%-94%, parameter tekstur kunyah berkisar antara 38%-91%, parameter aroma berkisar antara 41%-78%, parameter cita rasa berkisar antara 50%-81%, dan secara keseluruhan berkisar antara 22%-81%. Persentase penerimaan panelis tertinggi pada uji hedonik (kesukaan) terhadap parameter rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, cita rasa, dan secara keseluruhan adalah pada keju dengan penambahan flavor strawberry. Bioavailabilitas kalsium susu skim yaitu sebesar 18,04% dan mengalami penurunan pada keju yaitu sebesar 12,53%. Bioavailabilitas susu skim dan keju termasuk kategori sedang. Ketersediaan kalsium pada susu memang relatif lebih tinggi dibandingkan jenis pangan lainnya. Bioavailabilitas fosfor pada keju mengalami peningkatan sebesar 29,38% dibandingkan pada susu skim yaitu sebesar 20,24%.
vi
MANAJEMEN PROSES PEMBUATAN PRODUK INTERVENSI GIZI DAN PENETAPAN FLAVOR TERBAIK PADA KEJU LUNAK RENDAH LEMAK DENGAN PENAMBAHAN MINYAK BEKATUL
NURUL FITRIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
vii
Judul
Nama NIM
: Manajemen Proses Pembuatan Produk Intervensi Gizi dan Penetapan Flavor Terbaik pada Keju Lunak Rendah Lemak dengan Penambahan Minyak Bekatul : Nurul Fitriyah : I14104018
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS. NIP. 19621204 198903 2 002
Mengetahui: Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Manajemen Proses Pembuatan Produk Intervensi Gizi dan Penetapan Flavor Terbaik pada Keju Lunak Rendah Lemak dengan Penambahan Minyak Bekatul” yang dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat dan masukan ilmu yang sangat membantu serta telah sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS sebagai dosen pemandu dan penguji yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Katrin Roosita, SP. M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat dan dukungan selama menjalani perkuliahan. 4. Orang tua tercinta Bapak Andrea Sutardjo (alm.) dan Ibu Neneng Sumiyanah S,Pd.I. atas kasih sayangnya dan senantiasa memberikan doa dan dukungan, baik berupa materi dan moril. 5. Sahabat yang selalu setia menemani dalam suka dan duka serta selalu memberikan semangat Ulfa, Omala, Maharani, Sofiatul, Irani, dan Tita. 6. Tim produksi keju Rahayu, Yunisha, Henry, Syukron, dan Mba Asri beserta Ibu Juniawati, S.TP, M.Si, Pak Yudi, dan Teh Ika dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor 7. Teman-teman Alih Jenis Ilmu Gizi angkatan 4 atas kebersamaannya menjalani perkuliahan selama dua tahun. 8. Semua pihak atas dukungan dan bantuan berharga selama ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Bogor, Februari 2013
Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, pada tanggal 2 September 1989. Penulis adalah putri tunggal dari pasangan Bapak Andrea Sutardjo (alm.) dan Ibu Neneng Sumiyanah S,Pd.I. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh sejak tahun 1995-2001 di Sekolah Dasar (SD) 1 Tukmudal, Sumber. Pada tahun 20012004 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 Sumber dan pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 Sumber, dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima di Program Alih Jenis Institut Pertanian Bogor (IPB) Departemen Gizi Masyarakat. Selama menempuh pendidikan, penulis pernah melakukan Internship Dietetik dan Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi selama empat bulan dan pernah juga melakukan Praktek Usaha Jasa Boga (PUJB) di Kantin Sehati selama dua bulan. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) selama tujuh minggu di Desa Kaplongan Lor, Kecamatan Karang Ampel, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiv
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang .....................................................................................
1
Tujuan ..................................................................................................
2
Tujuan Umum ...................................................................................
2
Tujuan Khusus..................................................................................
3
Kegunaan Penelitian ............................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
Manajemen Produksi ...........................................................................
4
Proses Produksi ...................................................................................
4
Keju......................................................................................................
5
Bahan-bahan Pembuatan Keju Lunak Rendah Lemak .........................
6
Susu skim .........................................................................................
6
Minyak Bekatul .................................................................................
6
Emulsifier..........................................................................................
7
Starter ..............................................................................................
8
Kalsium Klorida (CaCl2) ....................................................................
8
Rennet ..............................................................................................
8
Proses Pembuatan Keju Lunak Rendah Lemak ...................................
9
Separasi dan Pasteurisasi Susu .......................................................
9
Penambahan Starter dan Rennet .....................................................
9
Penggumpalan dan Pemotongan Curd .............................................
9
Pengaliran Cairan Whey dan Penggaraman .....................................
10
Penekanan atau Pengepresan .........................................................
10
Pemeraman ......................................................................................
11
Flavor ...................................................................................................
11
Uji Organoleptik ...................................................................................
12
Rasa .................................................................................................
12
Aroma ...............................................................................................
13
Tekstur .............................................................................................
13
Bioavailabilitas Mineral .........................................................................
13
xi
Kalsium..............................................................................................
13
Fosfor ................................................................................................
14
METODE PENELITIAN ............................................................................
16
Tempat dan Waktu ................................................................................
16
Bahan dan Alat .....................................................................................
16
Tahapan Penelitian ...............................................................................
16
Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................
19
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
20
Penelitian Tahap Pertama .....................................................................
20
Manajemen Produksi .........................................................................
20
Penelitian Tahap Kedua ........................................................................
25
Uji Organoleptik .................................................................................
25
Uji Mutu Hedonik ...............................................................................
25
Uji Hedonik ........................................................................................
28
Penerimaan Keju Lunak Rendah Lemak............................................
30
Bioavailabilitas Mineral ......................................................................
31
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
34
Kesimpulan ...........................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
36
LAMPIRAN ...............................................................................................
40
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Klasifikasi Keju Berdasarkan Karakteristik Kadar Air .............................. 6 2 Pembagian Kerja Produksi Keju Lunak Rendah Lemak ..........................
20
3 Bioavailabilitas Kalsium Susu Skim dan Keju ..........................................
32
4 Bioavailabilitas Fosfor Susu Skim dan Keju ............................................
33
5 Tabel Input dan Output Produksi Keju Lunak Rendah Lemak .................
45
6 Nilai Rata-Rata Mutu Tekstur Kunyah terhadap Penambahan Flavor .....
46
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram Alir Proses Pembuatan Emulsi Minyak Bekatul dalam Skim ...... 17 2 Diagram Alir Proses Pembuatan Keju dengan Tambahan Flavor .............
18
3 Contoh Label Keju Lunak Rendah Lemak ................................................
23
4 Pengaruh Penambahan Flavor terhadap Mutu Rasa Keju........................
26
5 Pengaruh Penambahan Flavor terhadap Mutu Tekstur Tekan Keju .........
26
6 Pengaruh Penambahan Flavor terhadap Mutu Tekstur Kunyah Keju .......
27
7 Pengaruh Penambahan Flavor terhadap Mutu Aroma Keju......................
28
8 Pengaruh Penambahan Flavor terhadap Mutu Citarasa Keju ...................
28
9 Persentase Penerimaan Panelis terhadap Keju Lunak Rendah Lemak ....
31
10 Diagram Alir Bioavailabilitas Kalsium dan Fosfor (Persiapan) ..................
41
11 Diagram Alir Prosedur Bioavailabilitas Kalsium dan Fosfor (Menghitung Total Asam Tertitrasi) ..........................................................
42
12 Diagram Alir Prosedur Bioavailabilitas Kalsium dan Fosfor (Analisis Bioavailabilitas) ..........................................................................
42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur Bioavailabilitas Kalsium dan Fosfor .......................................
41
2 Lembar Uji Organoleptik (Uji Hedonik) ..................................................
43
3 Lembar Uji Organoleptik (Uji Mutu Hedonik) .........................................
44
4 Tabel Input dan Output Produksi Keju Lunak Rendah Lemak ...............
45
5 Tabel Hasil Rata-Rata Nilai Uji Hedonik Keju Lunak Rendah Lemak dengan Penambahan Flavor .................................................................
46
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini, terdapat kecenderungan dalam manajemen industri untuk menanggapi pertanyaan tentang bagaimana caranya mengolah bahan mentah untuk memperoleh keuntungan semaksimal mungkin (Daulay 1991). Oleh karena itu, manajemen produksi yang baik sangat penting agar dapat diperoleh hasil yang maksimum. Manajemen produksi dibutuhkan untuk mengatur penggunaan berbagai faktor produksi meliputi tenaga kerja, peralatan, bahan baku, dan cara kerja. Salah satu faktor produksi adalah pengunaan bahan baku, bahan baku yang memiliki kandungan gizi lengkap adalah susu. Menurut Abu bakar (1994), susu dan produk olahannya merupakan komponen penting sebagai asupan makanan. Produk-produk olahan susu yang sudah dikenal dalam industri pengolahan antara lain susu skim, susu bubuk, keju, yoghurt, kefir, es krim dan sebagainya. Bahan baku susu segar mempunyai masa simpan yang sangat pendek, oleh karena itu dikonversi oleh industri menjadi suatu produk yang disebut keju. Keju tergantung dari jenis dan cara penyimpanannya, mempunyai masa simpan 4-5 hari sampai 5-10 tahun (Daulay 1991). Pembuatan keju merupakan salah satu proses pengolahan susu secara ekonomis dan dapat meningkatkan nilai jualnya (Susilorini 2006). Dilihat dari aspek gizi, kandungan gizi keju tidak berbeda dengan susu segar, bahkan dapat dikonsumsi oleh orang yang memiliki respon lactose intolerance. Keju mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, riboflavin, serta berbagai jenis vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan protein dan kalsium keju lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu segar (Sutomo 2006). Seiring dengan tuntutan gaya hidup dan aspek kesehatan yang semakin meningkat, formulasi pangan rendah lemak mulai dikembangkan. Menurut Romeih et al. (2002), pangan rendah (low fat) merupakan produk yang diklaim menyehatkan karena rendahnya kandungan lemak yang merupakan faktor pemicu timbulnya berbagai penyakit kronis dan berbahaya. Selanjutnya menurut Mistry (2001), produk-produk rendah lemak mulai banyak tersedia di pasar dan terus meluas pada pengembangan produk-produk baru. Salah satu contoh produk rendah lemak yang akan dikembangkan adalah keju rendah lemak. Keju rendah lemak terbuat dari protein susu dengan menggunakan minyak nabati sebagai pengganti dari lemak susu, seperti minyak jagung, minyak bekatul, dan
2
minyak inti sawit. Rachman (2012), subsitusi lemak susu dengan minyak bekatul menggunakan teknik emulsi selain dapat meningkatkan cita rasa keju rendah lemak, juga dapat meningkatkan kandungan antioksidan yang terdapat pada keju rendah lemak sehingga keju tersebut memiliki aspek fungsional. Meskipun demikian, agar keju dapat berkembang di pasaran, harus memperhatikan aspek gizi, preferensi konsumen, rasa, aroma, tekstur, dan penampakan dari produk akhir keju (Daulay 1991). Keju rendah lemak umumnya memiliki rasa yang pahit dan tekstur yang keras sehingga penerimaan konsumen terhadap produk cukup rendah. Hasil uji terhadap flavor keju putih rendah lemak menunjukkan kategori penilaian biasa (Damayanthi et al. 2011). Beberapa cara dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat organoleptik keju rendah lemak, antara lain menggunakan penambahan aneka flavor. Flavor secara lebih rinci dapat didefinisikan sebagai kesan gabungan rasa dan aroma yang diterima oleh indera manusia yang dipengaruhi oleh sifat bahan, konsistensi, dan penampakannya (Heath 1986). Flavor dapat merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan suatu produk. Tingginya kandungan zat gizi dalam suatu produk namun apabila flavornya kurang baik, maka produk tersebut akan kurang diterima di pasaran. Keju mengandung vitamin A, B, dan D, serta berbagai mineral penting bagi tubuh seperti fosfor dan kalsium. Akan tetapi kandungan zat gizi yang tinggi dalam keju rendah lemak harus disertai dengan pengetahuan ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas). Menurut Damayanthi dan Rimbawan (2008), bioavailabilitas dapat diartikan sebagai jumlah mineral dalam bahan pangan yang diserap dan dipergunakan oleh tubuh. Bioavailabilitas mineral, seperti kalsium dan fosfor dapat dianalisis dengan metode in vivo dan in vitro. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mempelajari mengenai manajamen produksi keju lunak rendah lemak dengan penambahan aneka flavor serta bioavailabilitas kalsium dan fosfor. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji manajemen proses pembuatan produk intervensi gizi dan penetapan flavor terbaik keju lunak rendah lemak.
3
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari manajemen produksi pada pembuatan keju lunak rendah lemak untuk keperluan kegiatan intervensi gizi. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis flavor terbaik pada keju lunak rendah lemak. 3. Menganalisis bioavailabilitas kalsium dalam produk keju lunak rendah lemak. 4. Menganalisis bioavailabilitas fosfor dalam produk keju lunak rendah lemak. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manajemen proses pembuatan produk intervensi yaitu keju lunak rendah lemak. Selain itu juga dapat memberikan informasi mengenai flavor terbaik yang digunakan pada keju lunak rendah lemak dengan penambahan minyak bekatul serta bioavailabilitas mineral, seperti kalsium dan fosfor. Informasi ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan baru mengenai keju lunak rendah lemak.
4
TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Produksi Manajemen produksi merupakan usaha-usaha pengolahan secara optimal dengan menggunakan sumber daya (faktor-faktor produksi/input) dalam transformasi menjadi berbagai produk. Input yang dimaksud dalam hal ini antara lain bahan baku, tenaga kerja, dan alat. Selain itu, manajemen produksi juga dapat
didefinisikan
sebagai
perencanaan,
pengimplementasian,
dan
pengendalian kegiatan-kegiatan produksi termasuk sistem pembuatan yang dapat disempurnakan sesuai dengan kondisi lingkungan yang berubah (Ogawa 1986). Menurut Assauri (1980), kegiatan produksi pada umumnya tidak dapat dilakukan sendiri, melainkan bersama-sama dengan orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan kegiatan manajemen untuk mengatur dan mengkombinasikan faktorfaktor produksi yang dalam kehidupan sehari-hari sering disebut sebagai dana atau uang (money), mesin (machine), bahan (material), dan manusia (man) guna dapat meningkatkan kegunaan sesuatu barang atau jasa secara efisien. Perlu dibuatnya keputusan-keputusan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk mencapai tujuan agar barang atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan apa yang diharapkan, baik mengenai kualitas, kuantitas, waktu yang direncanakan, dan biaya. Ruang lingkup manajamen produksi terdiri dari perencanaan produksi, serta pelaksanaan dan pengendalian produksi termasuk masalah sistem informasi produksi (Asri dan Suprihanto 1986). Menurut Assauri (1980), empat macam fungsi produksi yang utama adalah proses (metode dan teknik yang digunakan untuk pengolahan bahan), jasa-jasa (badan pengorganisasian untuk penetapan teknik-teknik sehingga proses dapat digunakan secara efektif), perencanaan (merupakan hubungan dan organisasi dari kegiatan produksi untuk suatu dasar waktu tertentu, serta pengawasan (untuk menjamin bahwa maksud atau tujuan mengenai penggunaan bahan pada kenyataannya dilaksanakan). Proses Produksi Menurut Assauri (1998), proses produksi dibedakan menjadi dua jenis yaitu proses produksi yang bersifat terus menerus (continuous) dan proses produksi yang bersifat terputus (intermittent). Karakteristik proses produksi terus menerus (continuous) yaitu produk yang dihasilkan biasanya dalam jumlah yang besar, alat-alat yang digunakan bersifat khusus dan biasanya semi otomatis,
5
apabila salah satu peralatan rusak maka seluruh proses produksi terhenti, dan dibutuhkan ahli pemeliharaan peralatan untuk menjaga alat yang bersifat khusus. Karakteristik proses produksi terputus (intermittent) adalah produk yang dihasilkan biasanya dalam jumlah kecil, alat-alat yang digunakan bersifat umum, proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan alat, dan pemindahan bahan-bahan biasanya menggunakan tenaga manusia. Keju Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mengandung vitamin A, B, dan D, serta mineral penting bagi tubuh seperti fosfor dan kalsium. The Food and Agricultural Organization (FAO) mendefinisikan keju sebagai produk segar hasil pemeraman yang didapatkan dengan penirisan sesudah terjadinya koagulasi susu segar, krim, dan skim atau campurannya. Keju adalah salah satu bahan pangan yang mempunyai daya simpan yang baik dan kaya akan protein, lemak, kalsium, fosfor, riboflavin, dan vitamin lain dalam bentuk pekat. Kandungan gizi yang pekat sangat menguntungkan dibandingkan dengan susu yang memiliki kandungan air yang sangat tinggi (Daulay 1991). Keju sebagai produk dengan bahan dasar susu merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Keju merupakan hasil dari penggumpalan susu menggunakan penggumpal berupa rennet anak sapi. Keju dibuat dengan cara menggumpalkan kasein susu membentuk curd. Curd kemudian ditekan sehingga menghasilkan curd yang keras dan selanjutnya dilakukan pemeraman atau pematangan keju (Nurhidayati 2003). Perbedaan jenis bahan baku, metode pengolahan, dan lama pemeraman akan menghasilkan penampakan produk akhir keju yang berbeda. Keragaman jenis keju tergantung pada bahan dasar yang digunakan, metode koagulan susu, kadar whey dalam curd, dan pemeraman. Saat ini, tersedia berbagai jenis keju dengan karakteristik yang khas, yang dapat digunakan sesuai kebutuhan. Berdasarkan karakteristik pemeraman dan kadar air, terdapat salah satu jenis keju yang dikenal dengan nama keju lunak (soft cheese). Keju lunak memiliki kadar air yang berkisar antara 55-80% (Daulay 1991). Keju jenis ini memiliki tekstur lunak, yang disebabkan oleh kadar air yang tinggi. Galloway dan Grawford (1985) yang dikutip dalam Daulay (1991), mengklasifikasi jenis keju berdasarkan karakteristik kadar air. Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik kadar air dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1 Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik kadar air Jenis keju Kadar air (%) Contoh keju Sangat keras 26-35 Parmesan Keras 35-45 Cheddar dan Ceshire Swiss dan Emmentales Semi keras 41-52 Edam dan Brick Semi lunak 45-55 Roquefort Limburger Lunak 55-80 Camembert Cottage Sumber: Galloway dan Grawford (1985)
Perbedaan keju keras dan keju lunak terletak pada persentase kadar air. Istilah keju lunak digunakan untuk mendeskripsikan keju yang terasa lunak ketika disentuh dan dapat dengan mudah ditekan dengan jari, sedangkan istilah keju keras digunakan untuk mendeskripsikan keju yang kaku dan membutuhkan tekanan tertentu untuk dapat membaginya menjadi beberapa bagian (Farkye 2004). Salah satu jenis keju lunak adalah keju cottage yang dibuat tanpa proses pemeraman dan pemasakan curd atau dibuat dari susu skim dengan atau tanpa penambahan krim dan garam (Sugiyono 1992). Secara umum, keju rendah lemak memiliki komponen lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan keju lemak penuh (Mistry dan Anderson 1993). Kadar lemak susu yang rendah mengakibatkan sedikitnya beta karoten di dalam keju, yang berpengaruh pada pembentukan warna pada keju. Semakin sedikit beta karoten maka warna keju semakin putih (Kelly 2007). Bahan-bahan Pembuatan Keju Lunak Rendah Lemak Susu skim Susu skim atau sering disebut serum susu adalah susu yang tersisa setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya, mengandung banyak protein dan vitamin yang larut di dalam air (Winarno 1993). Menurut Potter dan Hotchkiss (1995), susu skim mengandung kurang lebih 0,5% lemak, dan telah dikonsumsi sejak lama. Susu rendah lemak lainnya dapat mengandung 1%-2% lemak. Vitamin larut lemak hilang ketika lemak dipisahkan dari susu, maka standar baru pemerintah adalah menambahkan vitamin A pada susu skim dan susu rendah lemak. Vitamin D dapat juga ditambahkan dalam susu skim dan susu rendah lemak, namun bersifat fakultatif. Minyak Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi (Siwi dan Kartowinoto 1989). Bekatul mempunyai sifat fungsional berupa penurunan kolesterol dari status hiperkolesterolemik, yang
7
ditunjukkan oleh penelitian pada hewan percobaan dan manusia. Efek kesehatan ini menimbulkan keinginan untuk mengkomersialkan nilai tambah bekatul pada produk-produk seperti sereal sarapan, extruded snack, roti, cookies, serta minuman. Bekatul mengandung komponen bioaktif, yaitu zat gizi yang ada di dalam tubuh bekerja diluar fungsi tradisionalnya (sebagai karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral) untuk kesehatan atau sering disebut dengan komponen bioaktif pangan. Tokoferol, tokotrienol, dan oryzanol merupakan komponen penyusun minyak bekatul padi, yang jumlahnya tidak besar, yaitu 25% dari minyak bekatul padi kasar, tergantung dari varietas padinya. Komponen ini bersifat sebagai antioksidan dan memberikan manfaat bagi kesehatan manusia (Kahlon et al. 1994). Minyak yang diperoleh dari bekatul dilaporkan sebagai salah satu minyak terbaik diantara minyak yang ada, dan sudah dijual di beberapa negara (Damayanthi et al. 2006). Secara khusus juga direkomendasikan untuk memanfaatkan minyak bekatul di dalam bahan pangan karena adanya kandungan tokoferol dan oryzanol (McCaskill dan Zhang 1999). Emulsifier Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang memiliki aktivitas permukaan sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat pada suatu sistem makanan. Kemampuan menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keunikan struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa yang polaritasnya berbeda (Vaclavic 2008). Sorbitan Monostearate (Span-60). Sorbitan monostearat merupakan emulsifier yang bersifat lipofilik dan merupakan sorbitan asam lemak ester, merupakan turunan sorbitol dari gliserol monosostearat. Span-60 merupakan senyawa non ionik yang terdispersi dalam minyak, dan biasa digunakan sebagai penambah kilauan di lapisan cokelat (Igoe 2011). Polioksietilen Sorbitan (20) Monostearat (Tween-60). Polioksietilen Sorbitan (20) adalah emulsifier yang dihasilkan dengan mereaksikan asam stearat dengan sorbitol untuk menghasilkan produk yang dapat direaksikan dengan etilen oksida, sehingga disebut polisorbat 60. Tween 60 bersifat non ionik dan hidrofilik, pada pembuatan kue digunakan untuk meningkatkan volume, dan untuk meningkatkan stabilitas emulsi (Igoe 2011).
8
Glycerol Monostearat (GMS). Gliseril monostearat juga dikenal sebagai monostearin, merupakan campuran dari proporsi variabel monostearat gliseril, gliseril monopalmitate, dan ester gliseril dari asam lemak. GMS dikenal di masyarakat sebagai asam stearat. Gliseril monostearat dihasilkan dari glycerolysis lemak tertentu atau minyak yang berasal dari esterifikasi dengan gliserin dan asam stearat (Igoe 2011). Starter Pemilihan bakteri pada proses pembuatan keju sangat penting, karena akan mempengaruhi tekstur dan flavor keju (Settani dan Moschetti 2010). Spesies-spesies dari streptokoki kelompok laktit, misalnya Streptococcus lactis, Streptococcus cremoris, dan Streptococcus diacetylactis adalah spesies bakteri asam laktat yang paling banyak digunakan sebagai kultur untuk starter keju. Streptococcus lactis memegang peranan penting pada pembuatan berbagai jenis keju yang mana fungsi utamanya adalah untuk memfermentasi laktosa menjadi asam laktat (Daulay 1991). Starter digunakan untuk memproduksi asam laktat saat fermentasi laktosa dan menurunkan pH. Streptococcus lactis dan Bifidobacteria longum optimum pada suhu 26-300C dan mati pada suhu 400C pada saat pembuatan keju. Bifidobacteria longum juga berperan dalam pembentukan flavor pada saat pemeraman keju (Sheehan 2007). Eckles et al. (1980), menyatakan bahwa Streptococcus lactis merupakan bakteri asam laktat (BAL) yang membantu dalam koagulasi susu. Menurut Scott (1986), waktu yang diperlukan untuk mengasamkan susu dengan penambahan starter adalah 5-20 menit dengan jumlah starter berkisar antara 0,05%-5% sesuai dengan jenis keju yang diinginkan. Kalsium Klorida (CaCl2) Penambahan CaCl2 biasanya digunakan untuk membantu kerja rennet dalam mempercepat koagulasi dan pembentukan curd. Caranya yaitu dengan mengurangi waktu gelatinisasi rennet dan meningkatkan laju pembentukan curd (Fox et al. 2000). Rennet Rennet adalah bahan bioaktif yang dapat diperoleh dari abomasum anak sapi yang masih menyusui, mengandung 6%-12% pepsin dan 88%-94% khimosin (Scott 1986). Rennet yang berasal dari anak sapi muda masih merupakan penggumpal yang paling disukai pada pembuatan keju. Rennet yang
9
banyak digunakan sebagai pengganti rennet anak sapi muda adalah rennet mikroorganisme seperti dari kapang atau bakteri. Rennet mikroba dapat menghasilkan keju yang sangat mirip dengan produk-produk keju komersial, produk tersebut belum dapat bersaing di pasaran karena mempunyai sedikit rasa pahit, akan tetapi permanen (Daulay 1991). Proses Pembuatan Keju Lunak Rendah Lemak Separasi dan Pasteurisasi Susu Pembuatan keju lunak rendah lemak memerlukan susu yang mempunyai kadar lemak yang rendah. Proses separasi diperlukan untuk mengurangi atau menghilangkan kadar lemak susu (Budianto 2012). Separasi susu merupakan suatu proses pemisahan krim dari susu berlemak penuh. Proses ini dapat terjadi karena perbedaan berat jenis antara lemak susu atau krim dengan serum susu atau skim (Eckles et al. 1980). Pada persiapan susu dilakukan perlakuan pemanasan susu dengan tujuan untuk mendapatkan standar mutu mikrobiologis susu dengan membunuh bakteri dan enzim yang tidak diinginkan (Daulay 1991). Terdapat dua metode dalam melakukan pasteurisasi, yaitu memanaskan pada suhu 61-650C selama 30 menit dan memanaskan susu pada suhu 710C selama 15 detik (Meyer 1982). Penambahan Starter dan Rennet Setelah pasteurisasi, susu didinginkan sampai suhu 40-450C dan diasamkan dari pH 6,7 menjadi 5,7 dengan menambahkan kultur Bakteri Asam Laktat (BAL) (Murti 2004). Jumlah starter yang ditambahkan umumnya berkisar antara 0,05%-4,0% atau bahkan 5,0%. Jumlah starter yang ditambahkan sering ditentukan berdasarkan preferensi untuk memberi kesempatan kepada bakteri tumbuh dalam susu secara perlahan-lahan agar dapat menghasilkan sejumlah asam laktat yang diperlukan pada tahap berikutnya (Daulay 1991). Pengasaman bertujuan agar aktivitas rennet menjadi optimal dan mempercepat kenaikan koagulasi sampai 6 kali lipat (Murti 2004). Rennet pada pembuatan keju berfungsi untuk mengkoagulasi protein susu. Koagulasi ini berfungsi membentuk curd (McSweeney 2007). Penggumpalan dan Pemotongan Curd Penggumpalan
bertujuan
untuk
menggumpalkan
protein
susu.
Penggumpalan merupakan hasil dari proses fermentasi yang berasal dari kinerja rennet, bakteri asam laktat atau melalui perpaduan rennet dan bakteri asam laktat (Eckles et al. 1980). Susu dalam keadaan diam harus benar-benar dijaga
10
untuk dapat menghasilkan curd yang kokoh, homogen, dan padat. Gangguan atau guncangan sedikit saja akan menghambat penggabungan (Daulay 1991). Curd sudah siap untuk dipotong-potong setelah jangka waktu 25 menit hingga 2 jam. Pemotongan curd harus dilakukan secara perlahan-lahan dan seragam untuk menjaga agar curd tidak terpisah-pisah menjadi partikel halus dan dengan demikian menghindari terjadinya kehilangan curd yang terlalu banyak. Selain itu, bertujuan agar whey lebih mudah keluar, meningkatkan luas permukaan curd, dan tekstur curd menjadi lebih keras (Daulay 1991). Pengaliran Cairan Whey dan Penggaraman Pengaliran cairan whey dimaksudkan untuk memisahkan curd dan whey serta mengurangi kandungan air yang terdapat dalam curd. Tujuan pengaliran cairan whey untuk memudahkan pengepresan keju sehingga diperoleh keju sesuai dengan keinginan. Cara untuk memisahkan curd dan whey dapat dilakukan dengan menyelipkan kain saring ke bagian bak keju dan kemudian membungkus semua curd. Bungkusan ini diangkat dan digantung untuk mengeluarkan sisa-sisa whey yang terdapat dalam curd (Daulay 1991). Penggaraman
keju
dapat
dilakukan
dengan
membalurkan
atau
menaburkan kristal garam pada permukaan curd secara manual atau mekanis. Tujuan penggaraman ini adalah untuk meningkatkan cita rasa, tekstur, dan penampakan keju, selain itu juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan menurunkan kadar air. Penggaraman berbagai jenis keju bervariasi antara 1%-10%. Penggaraman harus dilakukan secara merata untuk menghindari produk akhir keju yang berbintik-bintik (Daulay 1991). Penekanan atau Pengepresan Tujuan utama penekanan adalah untuk membentuk partikel-partikel curd yang masih longgar menjadi massa yang cukup kompak, serta mengeluarkan whey bebas yang tersisa. Syarat keju yang ditekan yaitu mempunyai permukaan luar yang tertutup, halus, dan tidak bercelah sehingga kapang tidak dapat berpenetrasi. Beberapa keju membutuhkan pengepresan dengan tekanan 40150 Kpa atau dengan beban seberat 0,4-1,5 Kg/cm2 (Murti 2004). Secara tradisional, digunakan kain kasar untuk membantu menutup lubang-lubang pada curd (Daulay 1991). Pengepresan menyebabkan karakteristik bentuk yang khas, tekstur yang kompak, serta menyempurnakan jaringan curd (Rahman et al. 1992).
11
Pemeraman Pemeraman
dilakukan
untuk
menyempurnakan
sebagian
proses
pembuatan keju, karena pada saat proses pemeraman akan memberikan kesempatan pada mikroba, serta enzim melakukan aktivitasnya (Rahman et al. 1992). Selama pemeraman, keju mengalami perubahan pada konsistensi dan cita rasa. Semakin lama pemeraman, semakin kuat cita rasa keju yang terbentuk. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemeraman pada suhu 40C memungkinkan terjadinya penguraian lemak, protein, dan karbohidrat sehingga terbentuk flavor, tekstur, dan penampakan yang khas dan spesifik terutama untuk keju yang digumpalkan menggunakan rennet (Daulay 1991). Flavor Menurut Heath (1986), flavor adalah senyawa tunggal atau campuran, baik alami maupun sintesis yang digunakan untuk memberikan seluruh atau sebagian sensasi cita rasa tertentu dan memodifikasi profil akhir pada makanan atau produk lain yang masuk ke mulut sehingga memberikan mouthfell. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan ssebagian atau keseluruhan efek flavor kepada produk pangan atau produk lain yang dimasukkan ke dalam mulut. Menurut Gorski (1994), jika flavor tidak sesuai maka produk tersebut tidak akan disukai. Flavor harus ada dalam produk dengan konsentrasi sesuai sehingga produk tersebut disukai. Selanjutnya menurut McHale (1989), bentuk fisik flavor yang umum adalah cairan, emulsi, padatan, atau pasta. The International Organization of The Flavor Industry atau IOFI membagi flavor menjadi tiga, yaitu: 1) Flavor alami. Flavor alami merupakan senyawa alami yang dapat diterima untuk dikonsumsi manusia yang diperoleh melalui proses-proses fisik dari sayuran, buah-buahan, dan bahan mentah lainnya yang terdapat secara alami maupun telah diproses untuk konsumsi manusia. 2) Flavor identik alami. Flavor identik alami adalah senyawa yang secara kimia diisolasi dari bahan-bahan mentah beraroma atau diperoleh secara sistematis, yang secara kimia identik dengan senyawa yang terdapat di dalam produk alami baik yang dikonsumsi manusia maupun tidak. 3) Flavor buatan. Flavor buatan adalah senyawa flavor yang belum teridentifikasi dalam produk alami untuk dikonsumsi manusia, baik produk-produk alami yang mengalami proses pengolahan maupun tidak (Heath 1986).
12
Uji Organoleptik Menurut Soekarto (1985), penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Sistem penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian dalam laboratorium, dunia usaha, dan perdagangan. Penilaian organoleptik
telah
pengembangan.
Uji
digunakan
sebagai
organoleptik
pada
metode
dalam
produk
pangan
penelitian berguna
dan untuk
memberikan informasi mengenai kualitas dan karakteristik dari suatu produk pangan dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan daya terima dan kepuasan konsumen. Uji organoleptik yang biasa digunakan dalam industri pangan meliputi hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik. Pada uji hedonik, panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaanketidaksukaan terhadap suatu produk. Uji hedonik biasanya bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu umum, misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa, sedangkan uji mutu hedonik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik (Rahayu 1998). Produk yang dinilai secara positif oleh indera manusia karena menghasilkan kesan subjektif yang menyenangkan dan memuaskan harapan konsumen disebut memiliki kualitas sensori atau organoleptik yang tinggi (Setyaningsih et al. 2010). Rasa Rasa makanan yang dikenal sehari-hari sebenarnya bukan satu tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan, dan pendengaran. Rasa bersifat kompleks, sulit digambarkan. Lidah manusia merupakan indera yang berfungsi untuk mengenali rasa suatu pangan (Soekarto 1985). Menurut Winarno (2002), rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu konsentrasi, konsistensi, interaksi antarkomponen rasa yang lain, serta jenis dan lama pemasakan. Menurut Setyaningsih et al. (2010), rasa dari suatu produk pangan merupakan kombinasi dari lima rasa dasar yaitu asin, manis, pahit, asam, dan umami. Kepekaan lidah terhadap rasa pahit jauh lebih tinggi dibandingkan rasa manis.
13
Aroma Aroma dapat menggambarkan kelezatan suatu pangan dan dapat dikenali dari jarak jauh sebelum pangan itu terlihat. Indera pembau berfungsi untuk menilai aroma dari suatu produk atau komoditi baik berupa pangan maupun nonpangan. Terdapat sekitar 17.000 senyawa volatil dengan tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan indera pencicipan (10.000 kali), karena zat yang diperlukan untuk dapat merangsang indera pembau jumlahnya lebih rendah daripada zat yang diperlukan untuk perangsang indera pencicip. Dua atau lebih bau dapat bercampur untuk saling menguatkan atau menutupi (Setyaningsih et al. 2010). Umumnya bau yang diterima oleh saraf olfaktori dalam rongga hidung merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus. Industri pangan menganggap uji aroma sangat penting karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian tentang kelezatan, disukai atau tidak disukainya suatu produk (Winarno 2002). Tekstur Menurut Soekarto (1985), penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit. Tetapi biasanya jika orang ingin menilai suatu tekstur suatu bahan digunakan ujung jari tangan. Biasanya bahan dinilai itu diletakkan di antara permukaan dalam ibu jari, telunjuk, jari tengah, atau kadang-kadang dengan jari manis. Bioavailabilitas Mineral Kalsium Mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia adalah kalsium, yaitu sebanyak 1,5% sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1 kg. Sebanyak 99% dari jumlah tersebut terdapat pada jaringan keras, yaitu tulang dan gigi, selebihnya kalsium tersebar dalam tubuh (Berdanier 1998). Kalsium mempunyai fungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, katalisator reaksi-reaksi biologik, dan kontraksi otot. Pada pembentukan tulang, kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai bahan integral dari struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan kalsium. Selain itu, beberapa reaksi biologik yang menggunakan kalsium sebagai katalisator adalah absorpsi vitamin B12, tindakan enzim pemecah lemak, aktivasi lipase pankreas, ekresi insulin oleh pankreas, dan proses pemecahan serta pembentukan asetilkolin (Almatsier
14
2006). Sumber kalsium dalam pangan yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi adalah susu dan hasil olahannya seperti keju (Bredbenner et al. 2007). Bioavailabilitas dapat diartikan sebagai jumlah kalsium yang tersedia dalam
bahan
pangan
yang
dapat
diserap
dan
dimanfaatkan
tubuh.
Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolisme terhadap kalsium yang dikonsumsi (Miller 1996). Semakin tinggi kebutuhan dan semakin rendah persediaan kalsium dalam tubuh akan menyebabkan absorpsi kalsium yang efisien (Almatsier 2006). Terdapat beberapa cara untuk mengukur bioavaililabilitas dari kalsium. Metode tersebut antara lain metode keseimbangan kalsium dan isotop kalsium. Kedua metode pengukuran tersebut biasanya dilakukan secara in vivo yaitu mengukur absorpsi pada manusia dan hewan. Menurut Roig et al. (1999), selain secara in vivo, pengukuran bioavaililabilitas kalsium juga dapat dilakukan secara in vitro. Metode in vitro merupakan simulasi proses pencernaan bahan pangan dengan menggunakan enzim komersial. Enzim pepsin dan pancreatin bile yang biasa digunakan berfungsi untuk memecah protein sehingga kalsium yang terikat akan lepas dan dapat berdifusi ke dalam kantung dialisis. Menurut Damayanthi dan Rimbawan (2008), metode in vitro selama ini dinilai lebih menguntungkan karena cepat, praktis, dan murah. Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium yang terdapat dalam tubuh. Kadar fosfor dalam tubuh sekitar 8% berat badan. 80% terdapat di dalam jaringan keras dan 20% di dalam jaringan lunak terutama sebagai gugusan asam fosfat (Winarno 1997). Kalsium dan fosfor diperkirakan selalu bersama karena kedua mineral ini merupakan penyusun terbesar komponen tulang. Keduanya berkaitan sangat erat, kekurangan atau kelebihan salah satunya akan menghalangi penggunaan yang optimal dari yang lainnya. Perbandingan kalsium dan fosfor di dalam tulang sedikit lebih besar 2:1 dan diperkirakan konstan (McDowell 1992). Peranan fosfor mirip dengan kalsium yaitu untuk membentuk tulang dan gigi serta penyimpanan dan pengeluaran energi (perubahan ATP dan ADP) (Winarno 1997). Absorpsi kalsium dan fosfor terutama terjadi di bagian atas usus halus yaitu duodenum. Kalsium membutuhkan pH 6 agar dapat berada dalam keadaan terlarut
(Almatsier
2006).
Ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
bioavailabilitas zat, baik itu faktor pendorong maupun faktor penghambat.
15
Menurut Allen (1982) dalam Roig et al. (1998), faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas zat meliputi faktor fisik seperti adanya vitamin D, perbandingan kalsium dan fosfor, pertumbuhan, kehamilan, dan usia serta faktor gizi seperti laktosa, protein, dan asam fitat. Metode in vivo dan in vitro merupakan cara yang telah digunakan untuk memperkirakan bioavailabilitas. Metode in vitro biasanya berdasarkan simulasi dari pencernaan makanan pada saluran gastrointestinal dalam kondisi yang tetap sebelum ditangani (Roig et al. 1998). Prinsip pengukuran bioavailabilitas fosfor dengan metode in vitro adalah teknik dialisis yang menggunakan kantung dialis. Dialis digunakan untuk memisahkan molekul-molekul besar dari molekul-molekul kecil. Metode pemisahan ini didasarkan atas sifat membran semipermeabel yang meloloskan molekul-molekul tetapi menahan yang besar. Kecepatan dialisis dipengaruhi oleh membran yang meliputi bahan, preparasi, dan permeabilitas, kemudian pelarut meliputi pelarut cair dan larutan makro molekul serta faktor kondisi fisik yang meliputi suhu dan tekanan (Nur et al. 1989).
16
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Penelitian mengenai manajemen proses pembuatan produk intervensi dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian,
Bogor.
Penetapan
flavor
terbaik
dilakukan
di
Laboratorium
Pengolahan dan Percobaan Makanan dan uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Penilaian Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Sementara itu, untuk menentukan bioavailabilitas kalsium dan fosfor dilakukan di Laboratorium Analisis Kimia dan Pangan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat keju lunak rendah lemak adalah susu sapi segar peternakan Konak Leuwiliang, susu skim dari Fakultas Peternakan IPB, enzim rennet, starter Streptococcus lactis sp., starter Bifidobacteria longum sp., minyak jagung (corn oil), minyak bekatul (rice brand oil),
CaCl2,
polioksietilen
sorbitan
monostearat/Tween-60,
sorbitan
monostearat/span-60, gliserol monostearat/GMS, garam dapur, aneka flavor (coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak) serta kemasan plastik dan alumunium foil. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis bioavailabilitas kalsium dan fosfor antara lain air bebas ion, HCl, pepsin, pancreatin bile, NaHCO3, NaOH, H2SO4, HNO3, ammonium molibdat, dan ammonium vanadat. Peralatan yang digunakan untuk membuat keju rendah lemak adalah adalah timbangan digital, gelas ukur, gelas piala, panci stainless steel, pengaduk, kain saring, pisau, baskom, cawan porselen, round mold, timbangan analitik (merk Precisa XT 220 A, Swiss), termometer, kompor, dan refrigerator. Alat-alat yang digunakan untuk analisis bioavailabilitas kalsium dan fosfor antara lain pH meter, inkubator, shaker, freezer, gelas erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, pipet mikro, pipet volumetrik, corong, gunting, kertas saring, magnetic stirrer, labu takar, alat titrasi, sarung tangan karet, kantung dialisis, dan tali nilon. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap pertama dan tahap kedua. Penelitian tahap pertama meliputi manajemen produksi pembuatan keju lunak rendah lemak untuk keperluan kegiatan intervensi
17
penelitian. Manajemen produksi yang diteliti meliputi tenaga kerja, bahan yang digunakan, metode yang digunakan, alokasi waktu, dan pendistribusian produk. Jenis keju lunak rendah lemak yang diproduksi terdiri dari tiga varian, yaitu keju dengan penambahan lipase menggunakan emulsi minyak jagung dan minyak bekatul serta susu murni (whole milk) dengan kadar lemak 5% (sebagai keju kontrol).
Responden
yang
terlibat
dalam
kegiatan
intervensi
penelitian
memaparkan bahwa flavor keju lunak rendah lemak kurang dapat diterima. Oleh karena itu, dilanjutkan dengan penelitian tahap kedua yaitu pembuatan keju lunak rendah lemak dengan formulasi penambahan minyak bekatul dan aneka flavor (coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak). Aneka flavor digunakan untuk memperbaiki dan menentukan flavor terbaik keju lunak rendah lemak. Setelah ditentukan flavor terbaik melalui uji organoleptik meliputi uji hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik. Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik adalah panelis tidak terlatih yang berjumlah 32 orang. Panelis tergolong panelis tidak terlatih didasarkan pada tidak adanya pelatihan khusus yang diberikan mengenai uji organoleptik produk keju. Panelis berprofesi sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya dianalisis bioavailabilitas kalsium dan fosfor dalam keju lunak rendah lemak. Pembuatan keju lunak rendah lemak dengan penambahan flavor (coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak) dapat dilihat pada Gambar 1. 1. Pembuatan Keju Lunak Rendah Lemak dengan Penambahan Flavor - Persiapan pembuatan emulsi minyak bekatul dalam susu skim Tween-60 + Span-60 + GMS (0.5 : 0.2 : 0.3) dicampurkan (Total campuran 19,25 g/L susu)
Dipanaskan (sampai tercampur rata) o
Ditambahkan minyak bekatul 87,5g/L
Susu skim dipanaskan (T = 60 C)
o
Dipanaskan sampai T = 60 C Dicampur Diaduk dengan blender (t = 10 menit) Sumber: Damayanthi et al. (2012) Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan emulsi minyak bekatul dalam skim
18
- Pembuatan keju lunak rendah lemak dengan penambahan flavor 0
Emulsi minyak bekatul dalam skim dipasteurisasi (T= 63 ± 0,5 C, t= 30 menit) 0
Didinginkan (T= 37 ± 0,5 C) Ditambah starter S. lactis 1 ml/L, B. longum 1 ml/L, CaCl2 1,5 ml/L Diaduk, ditambahkan rennet 0,04 g/L Diaduk, ditambahkan aneka flavor (coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak) Dikoagulasi (t= 45 menit) 3
Koagulan dipotong-potong ± 1 cm , whey dibuang 85% Ditambahkan garam (2% berat curd) Dicetak dalam round mold dan di press (t= 15 jam) o
Dikemas Alufo dan disimpan pada suhu 4 C selama 3 hari
Keju siap dikonsumsi Sumber: Damayanthi et al. (2012) dengan modifikasi Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan keju dengan tambahan flavor
2. Bioavailabilitas Kalsium dan Fosfor Bioavailabilitas mineral, seperti kalsium dan fosfor dapat dianalisis dengan metode in vitro. Menurut Damayanthi dan Rimbawan (2008), metode in vitro selama ini dinilai lebih menguntungkan karena cepat, praktis, dan murah, Menurut Nur et al. (1989), prinsip pengukuran bioavailabilitas kalsium dan fosfor metode in vitro adalah teknik dialisis yang menggunakan kantung dialis. Tahapan penelitian meliputi persiapan alat dan bahan yang digunakan. Bahan yang akan dianalisis bioavailabilitasnya adalah susu skim dan keju dengan flavor strawberry. Setelah itu, dilakukan dua analisis terpisah yaitu T1 untuk menganalisis bioavailabilitasnya dan T2 untuk menghitung total asam tertitrasi. T2 dikerjakan terlebih dahulu untuk mengetahui total asam tertitrasi, kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan T1. Setelah prosedur T1 dan T2 dikerjakan, maka bioavailabilitas kalsium dibaca menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) dan bioavailabilitas fosfor dibaca menggunakan Spektrofotometer.
19
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excell 2007 dan SPSS 16 For Windows. Data hasil organoleptik, meliputi data hasil uji hedonik diolah untuk mencari persentase penerimaan panelis, sedangkan untuk mutu hedonik data diolah untuk mencari nilai rata-rata. Secara deskriptif menggunakan skor bobot terhadap parameter organoleptik yang kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai keseluruhan panelis dari uji hedonik. Data kemudian disajikan secara deskriptif. Persentase panelis dihitung dengan cara menjumlahkan persentase panelis yang sangat suka (5), suka (4), dan biasa (3) terhadap keju yang dihasilkan. Analisis statistik digunakan untuk mengetahui perlakuan terhadap tingkat kesukaan panelis (hedonik) adalah analisis uji Friedman. Jika perlakuan berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengaruh perlakuan terhadap mutu hedonik diketahui dengan dilakukan uji ragam (ANOVA). Jika hasil tersebut berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian ini terbagi menjadi penelitian tahap pertama dan penelitian tahap kedua. Penelitian tahap pertama yaitu mengenai manajemen produksi selama proses pembuatan keju lunak rendah lemak yang digunakan untuk keperluan kegiatan intervensi penelitian. Pembuatan produk intervensi keju lunak rendah lemak memerlukan manajamen produksi yang baik agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Manajemen Produksi Menurut Asri dan Suprihanto (1986), manajemen produksi adalah seluruh usaha manusia untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan atau mengawasi segala kegiatan membuat barang dan jasa atau meningkatkan daya guna barang tersebut. Terdapat empat aspek manajamen produksi yang diteliti dalam penelitian ini yaitu man (manusia), material (bahan), method (metode), dan market (pemasaran). Man (Manusia). Faktor manusia adalah yang paling menentukan dalam manajemen produksi. Kegiatan suatu produksi tidak dapat dipisahkan dari manusia. Manusia membuat tujuan dan melakukan proses untuk mencapai tujuan. Manusia dalam hal ini adalah tenaga kerja. Tenaga kerja dalam pembuatan keju lunak rendah lemak terdiri dari 6 orang. Pembagian kerja dapat dilihat pada Tabel 2. No 1 2 3 4
Tabel 2 Pembagian kerja produksi keju lunak rendah lemak Pembagian kerja Jumlah (orang) Persiapan dan pengolahan bahan 2 Persiapan alat dan pengawasan bahan 1 Pengolahan dan pencetakan keju 1 Pengemasan dan pengawasan distribusi 2
Pada Tabel 2, dijelaskan pembagian kerja saat produksi, penggunaan tenaga kerja berjumlah 6 orang dapat dinyatakan efektif untuk dapat mencapai hasil produksi yang optimal. Hal ini dibuktikan dengan jumlah tenaga kerja yang hanya berjumlah 4 orang pada minggu pertama mengakibatkan penggunaan waktu yang lebih lama dan tenaga yang lebih banyak. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan keju lunak rendah lemak dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 6 orang yaitu ± 9 jam. Pada minggu awal kegiatan produksi dengan jumlah tenaga kerja berjumlah 4 orang, waktu yang dibutuhkan untuk membuat keju lunak rendah lemak menjadi lebih lama lama yaitu ± 15 jam.
21
Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi dalam kegiatan produksi adalah tenaga kerja belum terbiasa membuat keju lunak rendah lemak dalam skala yang cukup besar. Namun, seiring dengan kegiatan produksi yang dilakukan selama 18 hari, maka tenaga kerja pun mulai terbiasa dengan pola produksi dalam pembuatan keju lunak rendah lemak. Hal ini dapat dibuktikan dengan alokasi waktu yang semakin cepat yaitu ± 7 jam dan hasil produksi yang lebih baik. Hasil produksi harus dihitung agar memenuhi persediaan untuk distribusi dan konsumsi responden setiap harinya. Responden dalam kegiatan intervensi berjumlah 39 orang yang telah memenuhi kriteria lengkap. Subjek sebanyak 39 orang dibagi secara acak ke dalam tiga kelompok perlakuan yaitu keju jagung (13 orang), keju bekatul (13 orang), dan keju kontrol (13 orang). Pemberian keju sebanyak 6% dari rekomendasi konsumsi lemak per hari, yaitu sebanyak 70 g per hari. Material (Bahan). Pengadaan bahan untuk produksi keju lunak rendah lemak dibagi menjadi bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku yang digunakan yaitu susu murni (whole milk) sebanyak 20 liter dan susu skim sebanyak 40 liter dalam satu kali produksi. Bahan baku untuk pembuatan keju lunak rendah lemak didapatkan dari peternakan Konak Leuwiliang dan Fakultas Peternakan IPB. Bahan baku utama berupa susu murni (whole milk) dan susu skim disiapkan pada pagi hari pukul 06.30 WIB saat susu dikirim ke balai tempat produksi. Persiapan bahan tambahan pembuatan keju lunak rendah lemak dilakukan
sehari
sebelumnya.
Persiapan
ini
meliputi
pengecekan
dan
penimbangan bahan. Bahan tambahan antara lain enzim rennet, enzim lipase, minyak jagung (corn oil), minyak bekatul (rice brand oil), CaCl2, polioksietilen sorbitan
monostearat/Tween-60,
sorbitan
monostearat/span-60,
gliserol
monostearat/GMS. Kendala yang dapat terjadi pada pengadaan bahan adalah keterlambatan pengiriman bahan dan kualitas bahan yang kurang baik, tetapi dalam produksi keju lunak rendah lemak tidak terdapat kendala yang serius dalam penyediaan bahan baku maupun bahan tambahan. Bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan berada dalam kualitas baik dan persediaan termasuk cukup. Hal ini sesuai dengan ketepatan waktu pengiriman bahan baku setiap harinya dan dilakukan pengecekan dan penimbangan bahan tambahan. Kekurangan bahan yang tersedia akan mengakibatkan terhentinya proses produksi. Oleh karena itu,
22
untuk menyediakan bahan yang cukup untuk produksi diperlukan perhitungan pembelian yang tepat. Pembelian yang tepat sangat menentukan untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas bahan yang diinginkan. Method (Metode). Suatu tata cara kerja (metode) yang baik diperlukan agar dapat memperlancar jalannya proses produksi. Proses produksi keju lunak rendah lemak dilakukan selama 18 hari untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kegiatan intervensi selama 21 hari. Jenis keju lunak rendah lemak yang diproduksi terdiri dari tiga varian, yaitu keju dengan penambahan lipase menggunakan emulsi minyak jagung dan minyak bekatul serta susu murni (whole milk) dengan kadar lemak 5% (sebagai keju kontrol). Hasil produksi yang didapatkan setiap hari sebanyak 20 keping keju jagung, 20 keping keju bekatul, dan 20 keping keju kontrol. Hasil produksi keju setiap harinya sama, hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah round mold yaitu 10 buah yang digunakan dalam pencetakan dan pengepresan keju lunak rendah lemak. Proses produksi keju lunak rendah lemak dilakukan di dapur mikro dan bangsal Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Persiapan bahan hingga proses penggumpalan (koagulasi) dilakukan di dapur mikro, sedangkan penyaringan atau pengaliran cairan whey hingga pengemasan dilakukan di bangsal. Proses produksi ini dibedakan menjadi dua tempat agar memudahkan proses produksi dan mobilitas tenaga kerja dengan skala pembuatan produk keju yang cukup banyak. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses produksi keju lunak rendah lemak termasuk dalam proses produksi yang bersifat terputus (intermittent). Hal ini dikarenakan kegiatan produksi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi selama waktu yang dibutuhkan. Hasil produksi pun berada dalam jumlah kecil apabila dibandingkan dengan industri keju di pasaran. Proses produksi keju lunak rendah lemak dapat dikatakan berhasil didukung dengan tenaga kerja yang memadai, penggunaan waktu yang efisien, dan kualitas bahan yang baik. Namun, proses produksi ini tidak luput dari adanya pengawasan agar hasil maupun proses tidak mengalami penurunan mutu. Market (Pemasaran). Saluran pemasaran terdiri dari perangkat yang melakukan kegiatan yang digunakan untuk menyalurkan produk dari produksi ke konsumsi. Setelah kegiatan produksi selesai, maka produk tersebut siap untuk dipasarkan. Salah satu kegiatan dalam pemasaran adalah distribusi. Sebelum keju didistribusikan kepada responden, keju terlebih dahulu melalui masa
23
pemeraman selama 3 hari. Pemeraman keju dilakukan di refrigerator dengan suhu 40C dengan menggunakan kemasan aluminium foil. Menurut Syarief et al. (1989), berbagai makanan yang dibungkus dengan aluminium foil menunjukkan bahwa produk makanan tersebut cukup baik dan tahan terhadap aluminium. Kemasan aluminium untuk produk biasanya memerlukan lapisan pelindung. Laminasi aluminium pada pengemasan keju terutama untuk mencegah pengurangan air dan menjaga penampakan. Keju diberi label sesuai kode produksi. Hal ini agar memudahkan saat keju hendak didistribusikan. Keju didistribusikan menggunakan prinsip First in First Out (FIFO). Prinsip FIFO dilakukan agar keju dapat didistribusikan secara teratur sesuai dengan urutan kode produksi. Hal ini dapat menghindari terjadinya penurunan mutu keju yang akan dikonsumsi. Ketika keju hendak didistribusikan, kemasan aluminium foil dilepaskan dan digantikan dengan menggunakan kemasan plastik. Menurut Winarno (2002), penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memiliki keunggulan dibanding bahan kemasan lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, dan termoplastis. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas. Kemasan plastik agar lebih menarik ditambahkan label yang sekaligus memiliki manfaat dapat memberi penjelasan mengenai produk. Penjelasan ini berupa jenis produk keju, kegunaan produk tersebut, berat bersih, dan kepentingan produk yang dalam label ini diberi penjelasan untuk keperluan penelitian. Menurut Karmini dan Briawan (2004), label produk yang dijamin kebenarannya akan memudahkan konsumen dalam menentukan berbagai produk dan substitusinya di pasaran. Label selain sebagai sarana pendidikan pada masyarakat, juga dapat memberikan nilai tambah bagi produk. Contoh label pada kemasan plastik dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Contoh label keju lunak rendah lemak
24
Label dapat menjadi strategi yang menarik dalam pemasaran (marketing strategy) dengan bertambahnya kompetitor produk di pasaran. Label dalam suatu produk mengandung informasi nilai gizi dari produk tersebut, setiap 70 g keju lunak rendah lemak memiliki energi sebesar 154 kkal, protein sebesar 14,4 g, lemak total sebesar 7,0 g, dan karbohidrat sebesar 8,5 g. Jumlah keseluruhan energi dihitung berdasarkan jumlah energi yang berasal dari protein, lemak, dan karbohidrat. Selain itu, menurut Codex General Standard for Cheese (1985), keju rendah lemak juga memiliki kandungan lemak total 10% (% berat basah) atau 21,9% (% berat kering) dan tergolong ke dalam kategori keju rendah lemak sehingga dapat diklaim sebagai produk pangan rendah lemak. Setelah produk keju lunak rendah lemak dikemas dan diberi label, selanjutnya siap untuk didistribusikan. Distribusi keju lunak rendah lemak dilakukan setiap dua hari sekali pada pukul 07.30 WIB. Produk keju yang didistribusikan sebanyak 40 keping keju jagung, 40 keping keju bekatul, dan 40 keping keju kontrol. Keju yang didistribusikan dari balai tempat produksi, kemudian disimpan kembali di Teaching Café, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor yang akan disortir sebelum diserahkan kepada konsumen. Pengawasan yang meliputi penyortiran ini dilakukan setiap hari sebelum produk keju diserahkan kepada konsumen. Kegiatan pengawasan ini bertujuan untuk menjaga kualitas produk, contohnya seperti yang terjadi pada produksi hari ketujuh bahwa produk mengalami penolakan sebelum diberikan kepada responden. Penolakan ini terjadi karena kualitas yang tidak sesuai untuk diberikan kepada responden, oleh karena itu hasil produksi hari ketujuh kemudian digantikan dengan menggunakan hasil produksi hari kedelapan. Produk keju harus dijaga kualitasnya agar responden merasa puas dan dapat menjadi tolak ukur proses produksi tersebut berjalan dengan lancar atau tidak. Secara keseluruhan kegiatan pendistribusian merupakan faktor produksi yang paling rentan mengalami kendala. Hal ini dapat dikarenakan faktor-faktor seperti transportasi dari tempat produksi menuju tempat penyimpanan akhir sebelum produk keju diberikan kepada responden. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa manajemen produksi meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Hal-hal ini kemudian disalurkan melalui faktor-faktor produksi antara lain tenaga kerja, bahan baku yang digunakan, metode yang digunakan, alokasi waktu, dan pendistribusian produk. Tidak ada kendala serius yang dihadapi pada faktor-faktor produksi
25
seperti tenaga kerja, bahan baku yang digunakan, metode yang digunakan, dan alokasi waktu. Namun, kendala dapat terjadi pada kegiatan pendistribusian produk. Hal ini dikarenakan ada faktor dari luar misalnya transportasi yang menyebabkan hasil akhir produk tidak sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan terhadap produk keju agar kualitas produksi tidak menurun. Manajemen produksi produk keju lunak rendah lemak, dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini ditandai sesuai dengan uraian di atas bahwa hanya satu faktor produksi saja yang rentan mengalami kendala. Perencanaan yang matang dan pengawasan yang aktif pada saat pelaksanaan proses produksi dapat meningkatkan kualitas manajemen produksi suatu produk. Penelitian Tahap Kedua Setelah dilakukan penelitian tahap pertama mengenai manajemen produksi dalam pembuatan keju lunak rendah lemak untuk keperluan intervensi, beberapa responden mengeluhkan mengenai flavor yang kurang menarik. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tahap kedua untuk memperbaiki penerimaan keju lunak rendah lemak dengan cara dilakukan penambahan berbagai flavor. Salah satu cara untuk menentukan flavor yang terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan uji organoleptik. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik. Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk. Panelis diminta tanggapannya tentang kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap suatu produk. Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik. Uji Mutu Hedonik Parameter dari uji mutu hedonik meliputi rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, dan cita rasa. Nilai yang digunakan untuk parameter rasa adalah skala 1-5 (pahit-gurih), parameter tekstur tekan skala 1-5 (lembek-keras), tekstur kunyah skala 1-5 (lembut-kasar), parameter aroma skala 1-5 (sangat tidak harum-sangat harum), dan parameter cita rasa skala 1-5 (off flavor-sangat harum). Rasa. Mutu rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk dapat menerima atau menolak
26
suatu produk. Walaupun parameter penilaian yang lain baik, tetapi jika rasa tidak enak maka produk akan segera ditolak oleh konsumen (Budianto 2012). Nilai
Rata-rata
rata-rata uji mutu hedonik rasa dapat dilihat pada Gambar 4. 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
2.5a
2.5a
Coklat
Vanilla
2.9b
3.5b
2.6a
Sirsak Strawberry Green tea Flavor
Keterangan: 1 = pahit 2 = agak pahit 3 = netral 4 = agak gurih 5 = gurih
Gambar 4 Pengaruh penambahan flavor terhadap mutu rasa keju
Berdasarkan gambar diatas, hasil uji mutu hedonik terhadap parameter rasa berada pada nilai 2,5-3,5. Nilai ini berada pada kisaran biasa hingga agak gurih. Semakin rendah nilai menunjukkan bahwa rasa keju semakin pahit dan semakin tinggi nilai menunjukkan bahwa rasa keju semakin gurih. Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap mutu hedonik rasa keju (p<0,05). uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keju dengan penambahan flavor coklat yang memiliki rasa biasa tidak berbeda nyata dengan keju dengan penambahan flavor vanilla dan green tea akan tetapi berbeda nyata dengan keju penambahan flavor sirsak dan strawberry yang memiliki mutu agak gurih. Tekstur Tekan. Tekstur suatu produk salah satunya dihasilkan dengan cara merasakan kekerasan dan kelembekan produk tersebut saat ditekan. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter tekstur tekan berada pada nilai 2,3-3,5. Nilai ini berada pada kisaran agak lembek hingga agak keras. Semakin rendah nilai menunjukkan bahwa tekstur tekan keju semakin lembek dan semakin tinggi nilai menunjukkan bahwa tekstur tekan keju semakin keras. Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap mutu hedonik tekstur tekan keju (p<0,05). Nilai rata-rata uji mutu hedonik tekstur tekan
Rata-rata
dapat dilihat pada Gambar 5. 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
2.3a
2.8ab
Coklat
Vanilla
3.5c
3.5c
2.8b
Sirsak Strawberry Green tea Flavor
Keterangan: 1 = lembek 2 = agak lembek 3 = biasa 4 = agak keras 5 = keras
Gambar 5 Pengaruh penambahan flavor terhadap mutu tekstur tekan keju
27
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keju dengan penambahan flavor coklat yang memiliki tekstur tekan agak lembek berbeda nyata dengan keju dengan penambahan flavor vanilla dan green tea yang memiliki mutu tekstur tekan biasa. Selain itu, berbeda nyata pula dengan keju penambahan flavor sirsak dan strawberry yang memiliki mutu tekstur tekan agak keras. Tekstur Kunyah. Tekstur suatu produk dapat dihasilkan dengan cara merasakan kekasaran dan kelembutan produk tersebut di dalam mulut. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter tekstur kunyah berada pada nilai 2,3-3,4. Nilai ini berada pada kisaran agak lembut hingga biasa. Semakin rendah nilai menunjukkan bahwa tekstur kunyah keju semakin lembut dan semakin tinggi nilai menunjukkan bahwa tekstur kunyah keju semakin kasar. Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap mutu hedonik tekstur kunyah keju (p<0,05). Nilai rata-rata uji mutu hedonik tekstur kunyah
Rata-rata
dapat dilihat pada Gambar 6. 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
2.3a
2.3a
Coklat
Vanilla
3.1b
3.4b
2.6a
Sirsak Strawberry Green tea Flavor
Keterangan: 1 = lembut 2 = agak lembut 3 = biasa 4 = agak kasar 5 = kasar
Gambar 6 Pengaruh penambahan flavor terhadap mutu tekstur kunyah keju
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keju dengan penambahan flavor coklat yang memiliki tekstur kunyah agak lembut tidak berbeda nyata dengan keju dengan penambahan flavor vanilla dan green tea. Namun, berbeda nyata dengan keju penambahan flavor sirsak, dan strawberry yang memiliki mutu tekstur kunyah biasa. Aroma. Parameter selanjutnya yang diuji dalam uji mutu hedonik adalah aroma. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma berada pada nilai 2,53,6. Nilai ini berada pada kisaran biasa hingga harum. Semakin rendah nilai menunjukkan bahwa aroma keju semakin sangat tidak harum dan semakin tinggi nilai menunjukkan bahwa aroma keju semakin sangat harum. Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap mutu hedonik aroma keju (p<0,05). Nilai rata-rata uji mutu hedonik aroma dapat dilihat pada Gambar 7.
Rata-rata
28
4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
3.4b
2.6a
2.5a
Coklat
Vanilla
3.6b 2.5a
Sirsak Strawberry Green tea Flavor
Keterangan: 1 = sangat tidak harum 2 = tidak harum 3 = netral 4 = harum 5 = sangat harum
Gambar 7 Pengaruh penambahan flavor terhadap mutu aroma keju
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keju dengan penambahan flavor coklat yang memiliki aroma biasa tidak berbeda nyata dengan keju dengan penambahan flavor vanilla dan green tea. Namun, berbeda nyata pada keju dengan penambahan flavor sirsak, dan strawberry yang memiliki mutu aroma harum. Cita rasa. Parameter terakhir yang diuji dalam uji mutu hedonik adalah cita rasa. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter cita rasa berada pada nilai 2,6-3,7. Nilai ini berada pada kisaran biasa hingga harum. Semakin rendah nilai menunjukkan bahwa cita rasa keju semakin sangat tidak harum dan semakin tinggi nilai menunjukkan bahwa cita rasa keju semakin sangat harum. Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap mutu hedonik cita rasa keju (p<0,05). Nilai rata-rata uji mutu hedonik
Rata-rata
cita rasa dapat dilihat pada Gambar 8. 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
2.6a
2.6a
Coklat
Vanilla
3.5b
Sirsak Flavor
3.7b
2.7a
Strawberry Green tea
Keterangan: 1 = offflavor 2 = agak off flavor 3 = biasa 4 = harum 5 = sangat harum
Gambar 8 Pengaruh penambahan flavor terhadap mutu citarasa keju
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keju dengan penambahan flavor coklat yang memiliki cita rasa biasa tidak berbeda nyata dengan keju dengan penambahan flavor vanilla dan green tea. Namun, berbeda nyata pada keju dengan penambahan flavor sirsak, dan strawberry yang memiliki mutu cita rasa harum. Uji Hedonik Panelis melakukan uji hedonik dan uji mutu hedonik dari produk keju lunak rendah lemak dengan lima penambahan flavor. Flavor yang ditambahkan antara lain coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak. Parameter dari uji
29
hedonik keju lunak rendah lemak antara lain rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, cita rasa, dan keseluruhan keju, dengan penilaian skala 1 (sangat tidak suka) hingga skala 5 (sangat suka). Rasa. Hasil uji hedonik terhadap parameter rasa menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis berada pada tingkat 2,3-3,5. Nilai ini berada pada kisaran tidak suka hingga suka. Semakin rendah nilai menunjukkan tingkat sangat tidak suka dan semakin tinggi nilai menunjukkan tingkat sangat suka. Uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan flavor berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk parameter rasa (p<0,05). Keju dengan penambahan flavor strawberry memiliki rasa yang semakin disukai jika dibandingkan dengan keju dengan penambahan flavor coklat, vanilla, green tea, dan sirsak. Tekstur Tekan. Hasil uji hedonik terhadap parameter tekstur tekan menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis berada pada tingkat 2,3-3,5. Nilai ini berada pada kisaran tidak suka hingga suka. Semakin rendah nilai menunjukkan tingkat sangat tidak suka dan semakin tinggi nilai menunjukkan
tingkat
sangat
suka.
Uji
Friedman
menunjukkan
bahwa
penambahan flavor berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk parameter tekstur tekan (p<0,05). Keju dengan penambahan flavor strawberry dan sirsak memiliki tekstur tekan yang semakin disukai jika dibandingkan dengan keju dengan penambahan flavor coklat, vanilla, dan green tea. Tekstur Kunyah. Hasil uji hedonik terhadap parameter tekstur kunyah menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis berada pada tingkat 2,3-3,4. Nilai ini berada pada kisaran tidak suka hingga biasa. Semakin rendah nilai menunjukkan tingkat sangat tidak suka dan semakin tinggi nilai menunjukkan
tingkat
sangat
suka.
Uji
Friedman
menunjukkan
bahwa
penambahan flavor berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk parameter tekstur kunyah (p<0,05). Keju dengan penambahan flavor strawberry memiliki tekstur kunyah yang semakin disukai jika dibandingkan dengan keju dengan penambahan flavor coklat, vanilla, green tea, dan sirsak. Aroma. Hasil uji hedonik terhadap parameter aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis berada pada tingkat 2,5-3,6. Nilai ini berada pada kisaran biasa hingga suka. Semakin rendah nilai menunjukkan tingkat sangat tidak suka dan semakin tinggi nilai menunjukkan tingkat sangat suka. Uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan flavor berpengaruh nyata
30
terhadap tingkat kesukaan panelis untuk parameter aroma (p<0,05). Keju dengan penambahan flavor strawberry dan sirsak memiliki aroma yang semakin disukai jika dibandingkan dengan keju menggunakan penambahan flavor coklat, vanilla, dan green tea. Cita rasa. Hasil uji hedonik terhadap parameter cita rasa menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis berada pada tingkat 2,6-3,6. Nilai ini berada pada kisaran biasa hingga suka. Semakin rendah nilai menunjukkan tingkat sangat tidak suka dan semakin tinggi nilai menunjukkan tingkat sangat suka. Uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan flavor berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk parameter cita rasa (p<0,05). Keju dengan penambahan flavor strawberry dan sirsak memiliki cita rasa yang semakin disukai jika dibandingkan dengan keju dengan penambahan flavor coklat, vanilla, dan green tea. Keseluruhan. Hasil uji hedonik terhadap keju lunak rendah lemak dengan penambahan aneka flavor menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis berada pada tingkat 2,4-3,5. Nilai ini berada pada kisaran tidak suka hingga suka. Parameter keseluruhan dalam uji hedonik ini merupakan penjumlahan nilai dari parameter yang lain. Uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan aneka flavor pada keju lunak rendah lemak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan (p<0,05). Penerimaan Keju Lunak Rendah Lemak Persentase penerimaan panelis dihitung untuk mengetahui produk keju lunak rendah lemak terpilih. Panelis dianggap menerima keju lunak rendah lemak bila nilai yang diberikan lebih besar dari 3. Persentase panelis dihitung dengan cara menjumlahkan persentase panelis yang memilih sangat suka (5), suka (4), dan biasa (3) terhadap keju lunak rendah lemak. Grafik persentase penerimaan panelis terhadap keju lunak rendah lemak dengan penambahan flavor dapat dilihat pada Gambar 9.
31
100
Nilai
80
75 59
60 40
94 88
91
41 34
91 81
59
47 31
7878
63
56 47 38
8181
4141
81 66
5350 47 2225
25
20 0 Rasa
Tekstur Tekan Vanila
Tekstur Aroma Cita rasa Keseluruhan Kunyah Coklat Sirsak Strawberry Green tea Flavor Gambar 9 Persentase penerimaan panelis terhadap keju lunak rendah lemak
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa hasil uji hedonik terhadap keju lunak rendah lemak dengan penambahan aneka flavor (coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak) menunjukkan persentase penerimaan terhadap parameter rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, cita rasa, dan penerimaan umum berkisar antara 22%-94%. Persentase penerimaan panelis untuk parameter rasa berkisar antara 34%-91%, parameter tekstur tekan berkisar antara 31%-94%, parameter tekstur kunyah berkisar antara 38%-91%, parameter aroma berkisar antara 41%-78%, parameter cita rasa berkisar antara 50%-81%, dan secara keseluruhan berkisar antara 22%-81%. Persentase penerimaan panelis tertinggi pada uji hedonik (kesukaan) terhadap parameter rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, cita rasa, dan secara keseluruhan adalah pada keju dengan penambahan flavor strawberry. Berdasarkan gambar diatas, dari segi rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, cita rasa, dan keseluruhan keju dengan penambahan flavor strawberry dan sirsak yang dapat diterima oleh panelis dibandingkan dengan flavor keju yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh persentase penerimaan panelis yang lebih dari 70% pada setiap parameter. Bioavailabilitas Mineral Kalsium. Penelitian ini menggunakan metode in vitro dalam menentukan bioavailabilitas produk keju yang diuji. Bioavailabilitas kalsium dianalisis dengan menggunakan metode in vitro yang merupakan simulasi dari sistem pencernaan makanan pada saluran gastrointestinal (Roig et al. 1999). Pengujian ini dilakukan melalui teknik dialisis menggunakan kantung dialisis. Menurut Bisswanger (2008), prinsip teknik dialisis yaitu memisahkan makro molekul terlarut dari larutan terluarnya melalui membran semipermeabel yang memungkinkan
32
terjadinya difusi senyawa yang memiliki berat molekul yang rendah, tetapi bukan makro molekulnya. Sementara itu, kantung dialisis dimana proses dialisis berlangsung disimulasikan sebagai usus halus. Pengaturan pH sampel menjadi 2 bertujuan agar kalsium dapat larut dan terbebas dari ikatan garamnya. Kalsium dalam lambung dapat larut dari berbagai garam kalsium sekitar satu jam pada kondisi pH asam. Selain itu, pada pH tersebut sejumlah enzim-enzim pencernaan dapat aktif. Enzim pancreatin bile yang digunakan memberikan aksi yang optimal pada pH 5 (Kamchan 2003). Selain itu, sebagian besar enzim aktif pada suhu 370C (Bisswanger 2008). Suhu tersebut merupakan simulasi dari sistem pencernaan makanan pada saluran gastrointestinal. Hasil analisis bioavailabilitas kalsium keju dibandingkan dengan bahan bakunya yaitu susu skim dapat dilihat pada Tabel 3. Sampel
Tabel 3 Bioavailabilitas kalsium susu skim dan keju Total Standar Bioavailabilitas Rataan Rataan kalsium deviasi kalsium (%) (%)
Susu skim
83,16
Keju
500,75
83,21
0,07
83,25
18,54
Standar deviasi
18,04
0,70
12,53
0,66
17,54 471,70
442,64
41,09
12,07 13,00
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa bioavailabilitas kalsium susu skim yaitu sebesar 18,04% dan mengalami penurunan pada keju yaitu sebesar 12,53%. Bioavailabilitas kalsium sampel yang diuji cukup berbeda dengan bioavailabilitas pangan lainnya. Menurut Safitri (2003), bioavailabilitas kalsium pada sayuran hijau dan hasil olahannya berkisar antara 0,69%-8,76%. Bioavailabilitas bubuk bekatul berkisar antara 58,84%-59,09% (Abdurohman 2013). Menurut Kamchan (2003), bioavailabilitas kalsium dibagi menjadi tiga, yaitu tinggi (≥20%), sedang (10%-19%), dan rendah (≤10%). Berdasarkan pengelompokan tersebut, maka bioavailabilitas susu skim dan keju termasuk kategori sedang. Bioavailabilitas kalsium susu skim lebih tinggi daripada keju sejalan dengan pernyataan Rofles dan Whitney (2008) yaitu ketersediaan kalsium pada susu memang relatif lebih tinggi dibandingkan jenis pangan lainnya. Berdanier (1998) menambahkan susu dan produk susu merupakan sumber kalsium yang memiliki penyerapan yang baik. Fosfor. Fosfor dalam suatu bahan pangan tidak semua dapat dimanfaatkan untuk keperluan tubuh. Hal ini bergantung pada ketersediaan
33
biologisnya (bioavailabilitas). Analisis bioavailabilitas fosfor dilakukan secara in vitro dengan menggunakan kantung dialisis. Selanjutnya menurut Sudharma (1995), teknik dialisis melibatkan pemasukan larutan cair berisi molekul-molekul makro dan mikro ke dalam kantung dialisis. Menurut Rajagukguk (2004), menyatakan bahwa pengujian bioavailabilitas secara in vitro hanya menunjukkan jumlah kalsium yang diserap dan tidak sampai utility (penggunaan) karena metode ini merupakan simulasi keadaan sistem pencernaan di lambung dan usus halus saja, tidak sampai ke peredaran darah. Kompleks fosfor terlarut berberat molekul rendah akan berdifusi sampai konsentrasi di dalam dan di luar kantung dialisis seimbang. Kandungan fosfor yang masuk ke dalam kantung dialisis merupakan kadar ketersediaan fosfor dan diukur dengan spektrofotometer. Hasil analisis bioavailabilitas fosfor keju dibandingkan dengan bahan bakunya yaitu susu skim dapat dilihat pada Tabel 4. Sampel
Total fosfor
Susu skim
73,06
Keju
58,62
Tabel 4 Bioavailabilitas fosfor susu skim dan keju Standar Bioavailabilitas Rataan Rataan deviasi fosfor (%) (%) 73,18
0,17
73,30 67,47
20,21
Standar deviasi
20,24
0,04
29,38
2,87
20,27 63,05
6,26
31,41 27,34
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa bioavailabilitas fosfor pada keju mengalami peningkatan sebesar 29,38% dibandingkan pada susu skim yaitu sebesar 20,24%. Bioavailabilitas fosfor sampel yang diuji cukup berbeda dengan bioavailabilitas pangan lainnya. Menurut Safitri (2003), bioavailabilitas fosfor pada sayur mentah berkisar antara 14,63%-32,56%. Bioavailabilitas fosfor tidak hanya tergantung pada jumlah fosfor yang terdapat dalam bahan pangan tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi dari faktor lain yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Kalsium dan fosfor memiliki hubungan yang erat dalam proses absorpsi. Menurut Berdanier (1998), rasio kalsium dan fosfor antara 1:1 dan 1:2 untuk utilisasi terbaik. Secara teori kandungan fosfor berkorelasi negatif dengan bioavailabilitas kalsium karena kedua mineral tersebut berkompetisi dalam penyerapannya di usus. Selanjutnya menurut Allen (1982), pengaruh fosfor terhadap absorpsi kalsium terjadi melalui dua jalan yaitu secara langsung mempengaruhi ketersediaan kalsium melalui interaksinya dalam diet dan secara tidak langsung dimediasi melalui respon hormonal tubuh terhadap kekurangan atau kelebihan fosfor.
34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa manajemen produksi meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Hal-hal ini kemudian disalurkan melalui faktor-faktor produksi antara lain tenaga kerja, bahan baku yang digunakan, metode yang digunakan, alokasi waktu, dan pendistribusian produk. Tidak ada kendala serius yang dihadapi pada faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, bahan baku yang digunakan, metode yang digunakan, dan alokasi waktu. Namun, kendala dapat terjadi pada kegiatan pendistribusian produk. Hal ini dikarenakan ada faktor dari luar misalnya transportasi yang menyebabkan hasil akhir produk tidak sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan terhadap produk keju agar kualitas produksi tidak menurun. Manajemen produksi produk keju lunak rendah lemak, dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini ditandai bahwa hanya satu faktor produksi saja yang rentan mengalami kendala. Perencanaan yang matang dan pengawasan yang aktif pada saat pelaksanaan proses produksi dapat meningkatkan kualitas manajemen produksi suatu produk. Persentase penerimaan terhadap parameter rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, cita rasa, dan penerimaan umum pada keju lunak rendah lemak dengan penambahan aneka flavor (coklat, vanilla, strawberry, green tea, dan sirsak) berkisar antara 22%-94%. Persentase penerimaan panelis untuk parameter rasa berkisar antara 34%-91%, parameter tekstur tekan dan kunyah berkisar antara 31%-94% dan 38%-91%, parameter aroma berkisar antara 41%78%, parameter aroma berkisar antara 50%-81%, dan secara keseluruhan berkisar antara 22%-81%. Persentase penerimaan panelis tertinggi terhadap parameter rasa, tekstur tekan, tekstur kunyah, aroma, cita rasa, dan secara keseluruhan adalah pada keju dengan penambahan flavor strawberry. Bioavailabilitas kalsium susu skim yaitu sebesar 18,04% dan mengalami penurunan pada keju yaitu sebesar 12,53%. Bioavailabilitas susu skim dan keju termasuk kategori sedang. Bioavailabilitas fosfor pada keju mengalami peningkatan sebesar 29,38% dibandingkan pada susu skim yaitu sebesar 20,24%. Bioavailabilitas fosfor tidak hanya tergantung pada jumlah fosfor yang terdapat dalam bahan pangan tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi dari faktor lain yang terdapat dalam bahan pangan tersebut.
35
Saran Sebaiknya kegiatan manajemen produksi pada pembuatan suatu produk lebih diberi perhatian dan pengawasan lebih. Karena manajemen produksi yang baik dapat menghasilkan kualitas dan kuantitas produk yang optimal. Selain itu, pada pembuatan keju lunak rendah lemak menghasilkan limbah susu berupa whey dalam jumlah yang banyak. Whey masih mengandung protein yang dapat bermanfaat bagi tubuh, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan.
36
DAFTAR PUSTAKA Abdurohman. 2013. Pengembangan minuman fungsional bubuk bekatul padi siap seduh dengan berbagai flavor untuk pencegahan penyakit tidak menular. [skripsi]. Fakultas Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Abubakar. 1994. Teknologi Pemeraman dan Pengemasan Hasil Ternak (Dukungan terhadap Agroindustri Komoditi Ternak). Proseding Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Malang: Sub BPT Gati. Allen LH. 1982. Calcium bioavailability and absorption: a review. Am J Clin Nutr: 35: 738-808. Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Asri M dan Suprihanto J. 1986. Manajemen Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. Assauri S. 1980. Manajemen Produksi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. Berdanier CD. 1998. Advanced Nutrition Micronutrients. Florida: CRC Press. Bredbenner CB, Beshgetoor D. Moe G, Berning J. editor. 2007. Wardlaw’s Perspective in Nutrition. Ed ke-8. Newyork: McGraw and Hill. Bisswanger H. 2008. Enzyme Kinetics; Principles and Methods. Weinheim: Wiley-VCH. Buckle K.A., Edwards R.A., Fleet G.H.,Wootonn M.C. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Purnomo H dan Adiono. Jakarta: UI Press. Budianto MP. 2012. Pengaruh jenis kemasan dan kondisi penyimpanan terhadap mutu dan umur simpan produk keju lunak rendah lemak. [skripsi]. Fakultas Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Codex General Standard For Cheese. 1985. Codex Stan 283-1978. Damayanthi E, Tjing LT, dan Arbiyanto L. 2006. Rice Bran. Depok: Penebar Swadaya. Damayanthi E dan Rimbawan. 2008. Penuntun Praktikum Evaluasi Nilai Gizi. [diktat] Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Damayanthi E et al. 2011. Teknologi Produksi Keju Rendah Lemak serta Pengaruhnya terhadap Profil Lipid Serum Tikus Percobaan. Laporan akhir KKP3T. Damayanthi E et al. 2012. Perbaikan Flavor Keju Rendah Lemak serta Pengaruhnya terhadap Profil Lipid, Aktivitas Superoksida Dismutase, dan Kadar Malondialdehid pada Manusia Dewasa Hiperlipidemia. Laporan akhir KKP3T.
37
Daulay D. 1991. Fermentasi Keju. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti dan PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Eckles CH, Coomb WB, Macy H. 1980. Milk and Milk Products. New delhi: Tala McGraw Hill Publ.Co.Ltd. Farkye NY. 2004. Cheese technology. Jurnal of Dairy Technology 57: 91-98. Fox PF, Guinee TP, McSweeney PLH, Cogan TM. 2000. Fundamentals of Cheese Science. Gaitherburg: Aspen. Fox PF, Guinee TP, McSweeney PLH, Cogan TM. 2004. Cheese. Chemistry, Physic, and Microbiology. London. Elsevier. Gibson G. 2000. Introduction. Dalam Gibson, G. dan F. Angus. (eds.). LFRA Ingredients Handbook: Prebiotics and Probiotics. LFRA Limited. Leathershead: Randalls Road. Gorski D. 1994. Fermentation and Products. Newyork: Dairy foods. Heath B. 1986. Flavor Chemistry and Technology. Newyork: Van Nostrand Company. Igoe RS. 2011. Dictionary of Food Ingredients Fifth Edition. San Diego:Springer. Kahlon TS. Chow FI. Dan Sayre RN. 1994. Cholesterol-Lowering Properties of Rice Bran. J. Cereal Food World vol 39 (2): 99-102. Kamchan A. 2003. In vitro bioavailability of calcium and the presence of some inhibitory factors in vegetables, legumes, and seeds. [tesis]. Bangkok: Madihol University. Karmini M dan Briawan D. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 431444. Kelly AL. 2007. What are The Compositions of Other Spesies Milks and How does This Affect Their Cheesemaking Properties?. Di dalam McSweeney PLH. editor. Cheese Problem Solved. Newyork: CRC Press. McCaskill DR dan Zhang F. 1999. Use of rice bran oil in foods. J Food Tech 53(2):46-48. McDowell LR. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. London: Acamedic Press. McSweeney PLH. 2007. Cheese Problem Solved. New York: CRC Press. Meyer LH. 1982. Food Chemistry. Westport, Connecticut: AVI Publ.Co.Inc. Miller DD. 1996. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York: Macel Dekker, Inc. Hlm 617-649.
38
Mistry VV dan Anderson DL. 1993. Composition and microstructure of commercial full-fat and low-fat cheeses. J Food Structure 12: 259-266. Mistry VV. 2001. Low fat cheese technology. Internaional Dairy Journal 11: 413422. Murti TW. 2004. Tahap Pembuatan Keju. Yogyakarta: Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada. Nur MA, Rukmin HS, dan Adijuwana H. 1989. Teknik Laboratorium untuk Bidang Biologi dan Kimia. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Nurhidayati T. 2003. Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain dan Suhu Fermentasi terhadap Kualitas Keju Cottage. KAPPA 4:1: 13-17. Ogawa E. 1986. Manajemen Produksi Modern. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Rachman PH. 2012. Pangan tinggi aktivitas antioksidan berbasis minyak bekatul padi berupa minuman emulsi cokelat dan keju rendah lemak untuk pencegahan penyakit degeneratif. [skripsi]. Fakultas Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Organoleptik. Bogor Juusan Teknologi Pangan: FATETA. Rahman et al. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi, PAU-Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Rajagukguk LM. 2004. Bioavailabilitas kalsium secara in vitro pada produk sereal sarapan komersial yang difortifikasi kalsium. [skripsi]. Fakultas Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Reksohadiprojo S, Handoko TH, dan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE.
Siswanto.
1990.
Kebijaksanaan
Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1998. Calcium dialysabilityas an estimation of of bioavailability in human milk, cow milk, and infant formulas. Nutrition and Food Chemistry, Faculty of Farmacy. University of Valencia. Spain. . 1999. Calcium bioavailability in human milk, cow milk, and infant formulas-comparison between dialysis and solubility methods. Food Chem 65: 353-357. Rofles SR dan Whithey E. 2009. Understanding Normal and clinical Nutrition 8th Edition. USA: Wadsworth. Romeih EA, Michaelidou A, Biliaderis, dan Zaerfiridis G. 2002. Low-fat whitebrined cheese made from bovine milk and two commercial fat mimetics: chemical, physical, and sensory attributes. International Dairy Journal 12: 525-540.
39
Scott R. 1986. Cheesemaking Practice. London: Applied Science, Ltd. Safitri RN. 2003. Bioavailabilitas mineral kalsium (Ca) secara in vitro pada beberapa sayuran hijau dan hasil olahannya. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Settani L dan Moschetti G. 2010. Non-starter lactid acid bacteria used to improve cheese quality and provide health benefit. J Food Microbiology 59:63-74. Setyaningsih DA, Apriyantono MP. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Sheehan JJ. 2007. What are starters and what starter types are used for cheesemaking?. Di dalam McSweeney PLH. editor. Cheese Problem Solved. Newyork: CRC Press. Siwi BH dan Kartowinoto S. 1989. Plasma Nutfah Padi dalam Ismunadji M, Partohadjono S, Syam M, dan Widjono A. Padi (2): 321-334. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. PUSBANGTEPA/ Food Technology and Development Center: IPB Press. Sudharma E. 1995. Evaluasi Ketersediaan Mineral Besi dan Seng, Iodium serta Vitamin B12 dalam Produk Susu Kacang Merah (Phaseolus vulgaris i.) dan Kacang Tolo (Vigna unguculata i.). [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Susilorini TE. 2006. Produk Olahan Susu. Yogyakarta: Penebar Swadaya. Sugiyono. 1992. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Santausa S, Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pengemasan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Vaclavik V.A dan Christian E.W. 2008. Essentials of Food Science Second Edition. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher. Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. . 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1 Prosedur Bioavailabilitas Kalsium dan Fosfor Bioavailabilitas Kalsium dan Fosfor - Persiapan alat dan sampel bioavailabilitas kalsium dan fosfor Alat-alat yang akan digunakan direndam dalam HCl semalam Alat-alat dibilas dengan air bebas ion =(2/protein sampel)x100 = …/5 = berat sampel yang digunakan
Sampel ditimbang
Ditambahkan 20 g air bebas ion Diatur pH menjadi 2.0 dengan menambahkan HCl
Timbang sampel (T1) untuk analisis bioavailabilitas
Timbang sampel (T2) untuk menghitung total asam tertitrasi
Ditambahkan suspensi pepsin 1 ml
Ditambahkan suspensi pepsin 1 ml
0
0
Diinkubasi dengan suhu 37 C selama 2 jam
Diinkubasi dengan suhu 37 C selama 2 jam
Dimasukkan dalam freezer
Dimasukkan dalam freezer
Gambar 10 Diagram alir bioavailabilitas kalsium dan fosfor (persiapan)
- Prosedur bioavailabilitas kalsium dan fosfor untuk sampel T2 Sampel T2 (Total Asam Tertitrasi) 0
Di-thawing dalam shaker dengan suhu 37 C Ditambahkan 5 ml Pankreatin Bile pH dicek dengan pH meter Dititrasi dengan KOH hingga pH 7 Kebutuhan NaHCO3 dihitung Kantung dialisis dipotong ± 11 cm, direndam dalam air bebas ion, dan salah satu ujung diikat x
42
x Diisi dengan 20 ml larutan NaHCO3 hasil perhitungan Diikat ujung satunya, diusahakan tidak ada gelembung, kemudian direndam dengan sisa lar. NaHCO3 Gambar 11 Diagram alir prosedur bioavailabilitas kalsium dan fosfor (menghitung total asam tertitrasi)
- Prosedur bioavailabilitas kalsium dan fosfor untuk sampel T1 Sampel T1 (Bioavailabilitas) 0
Di-thawing dalam shaker dengan suhu 37 C Kantung dialisis berisi lar. NaHCO3 dimasukkan 0
Diinkubasi dengan suhu 37 C selama 15 menit Ditambahkan 5 ml pankreatin bile 0
Diinkubasi dengan suhu 37 C selama 2 jam
Kantung dialisis diangkat
Dibuka ikatannya dan dituangkan dalam gelas erlenmeyer
Ditimbang dan dicatat dialisat Ditambahkan H2SO4 pekat 10 ml dan 10 ml HNO3 pekat Dipanaskan hingga jernih Diencerkan dalam labu takar 100 ml Disaring dengan Whatman 42
Dibaca dengan AAS untuk bioavailabilitas kalsium
Dibaca dengan spektrofotometer untuk bioavailabilitas fosfor
Gambar 12 Diagram alir prosedur bioavailabilitas kalsium dan fosfor (analisis bioavailabilitas)
43
Lampiran 2 Lembar uji organoleptik (uji hedonik)
Form Uji Organoleptik Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : Nomor Kode : Produk : Keju lunak rendah lemak aneka rasa Uji Kesukaan (Hedonic Test) Dihadapan saudara disajikan 5 sampel keju lunak rendah lemak dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap 5 sampel sesuai dengan tingkat kesukaan saudara dengan ketentuan sebagai berikut. a. Pengisian dilakukan dengan menuliskan nilai (1-5) pada setiap kolom sesuai dengan ketentuan dan kode sampel. b. Diharapkan untuk berkumur terlebih dahulu dengan air yang tersedia sebelum mencoba ke sampel berikutnya. c. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat melakukan penilaian. Skala nilai : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Biasa 4 = Suka 5 = Sangat suka
Sampel
Tekstur Tekan
Aroma
Cita rasa
Rasa
Kunyah
273 438 916 712 351 Keterangan: Aroma : saat produk dicium baunya Cita rasa : saat produk dimakan Komentar (wajib diisi): ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
44
Lampiran 3 Lembar uji organoleptik (uji mutu hedonik)
Form Uji Organoleptik Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : Nomor Kode : Produk : Keju lunak rendah lemak aneka rasa Uji Mutu Kesukaan (Hedonic Quality Test) Dihadapan saudara disajikan 5 sampel keju lunak rendah lemak dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap 5 sampel sesuai dengan tingkat kesukaan saudara,dengan ketentuan sebagai berikut. a. Pengisian dilakukan dengan menuliskan nilai (1-5) pada setiap kolom sesuai dengan ketentuan dan kode sampel. b. Diharapkan untuk berkumur terlebih dahulu dengan air yang tersedia sebelum mencoba ke sampel berikutnya. c. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat melakukan penilaian. Keterangan : Tekstur Tekan 1 = Lembek
Tekstur Kunyah 1 = Lembut
Aroma 1 = Sangat tidak
Cita rasa 1 = Off flavor
Rasa 1 = Pahit
2 = Agak
2 = Agak lembut
harum
2 = Agak off
2 = Agak pahit
lembek
3 = Biasa
2 = Tidak harum
flavor
3 = Netral (tidak
3 = Biasa
4 = Agak kasar
3 = Netral
3 = Biasa
berasa)
4 = Agak keras
5 = Kasar
4 = Harum
4 = Harum
4 = Agak gurih
5 = Sangat harum
5 = Sangat harum
5 = Gurih
5 = Keras
Sampel
Tekstur Tekan
Aroma
Cita rasa
Rasa
Kunyah
273 438 916 712 351
Komentar (wajib diisi): ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
45
Lampiran 4 Tabel Input dan Output Produksi Keju Lunak Rendah Lemak Tabel 5 Tabel Input dan Output Produksi Keju Lunak Rendah Lemak Produksi Keluar Kode Kode Tanggal Total Total produksi K produksi K J B J B
Sisa
15-10-12
P1
20
20
20
60
-
-
-
-
-
60
16-10-12
P2
20
20
20
60
-
-
-
-
-
120
17-10-12
P3
20
20
20
60
-
-
-
-
-
180
18-10-12
P4
20
20
20
60
-
-
-
-
-
240
19-10-12
P5
20
20
20
60
-
-
-
-
-
300
20-10-12
P6
20
20
20
60
-
-
-
-
-
360
20-10-12
-
-
-
-
-
P1
20
20
20
60
300
21-10-12
P7
20
20
20
60
-
-
-
-
-
360
22-10-12
-
-
-
-
-
P2
20
20
20
60
300
22-10-12
-
-
-
-
-
P3
20
20
20
60
240
23-10-12
P8
20
20
20
60
-
-
-
-
-
300
23-10-12
-
-
-
-
-
P4
20
20
20
60
240
23-10-12
-
-
-
-
-
P5
20
20
20
60
180
24-10-12
P9
20
20
20
60
-
-
-
-
-
240
24-10-12
-
-
-
-
-
P6
20
20
20
60
180
25-10-12
P10
20
20
20
60
-
-
-
-
-
240
29-10-12
-
-
-
-
-
P7
10
-
-
10
230
29-10-12
-
-
-
-
-
P8
20
20
20
60
170
30-10-12
P11
20
20
20
60
-
-
-
-
-
230
30-10-12
-
-
-
-
-
P9
20
19
20
60
170
30-10-12
-
-
-
-
-
P10
20
20
20
60
110
31-10-12
P12
20
20
20
60
-
-
-
-
-
170
01-11-12
P13
20
20
20
60
-
-
-
-
-
230
02-11-12
P14
20
20
20
60
-
-
-
-
-
290
02-11-12
-
-
-
-
-
P11
20
20
20
60
230
02-11-12
-
-
-
-
-
P12
20
20
20
60
170
03-11-12
P15
20
20
20
60
-
-
-
-
-
230
04-11-12
P16
20
20
20
60
-
-
-
-
-
290
05-11-12
P17
22
18
20
60
-
-
-
-
-
350
05-11-12
-
-
-
-
-
P14
20
20
20
60
290
05-11-12
-
-
-
-
-
P13
20
20
19
59
231
06-11-12
P18
20
20
20
60
-
-
-
-
-
291
07-11-12
-
-
-
-
-
P15
20
20
20
60
231
07-11-12
-
-
-
-
-
P16
20
20
20
60
171
09-11-12
-
-
-
-
-
P17
20
20
20
60
111
20
20
20
60
51
09-12-12 P18 Keterangan : K: keju kontrol J: keju dengan substitusi minyak jagung B: keju dengan substitusi minyak bekatul
46
Lampiran 5 Tabel hasil rata-rata nilai uji hedonik keju lunak rendah lemak dengan penambahan flavor Tabel 6 Nilai rata-rata mutu tekstur kunyah terhadap penambahan flavor Tekstur Tekstur Cita Perlakuan Rasa Aroma Keseluruhan Tekan Kunyah rasa Coklat Vanila Sirsak Strawberry Green tea
34 41 75 91 47
31 59 88 94 59
38 47 81 91 56
41 41 78 78 47
53 50 81 81 63
22 25 66 81 25