Pengembangan Instrumen Penilaian Kompetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran Fisika pada SMA/MA Azhar (Lektor Kepala Pada Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau-Pekanbaru, email :
[email protected]) Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengembangan instrumen penilaian kompetensi pedagogik Guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Hasil analisis uji coba ke-2 secara empiris diperoleh: (i) 42 butir instrumen memiliki KMO 0,680 yang menunjukkan nilai memenuhi persyaratan, (ii) indikator yang dikembangkan sesuai konstruk, setiap indikator yang memiliki muatan faktor besar dari 0,30 dan (iii) setelah melakukan rotasi terhadap analisis data “varimax rotation” menunjukkan 14 faktor yang memiliki eigen value sama atau lebih dari 1,0. (4) Butir-butir yang dikembangkan dapat mengukur konstruk kompetensi pedagogik guru mata pelajaran sebesar 71,746 %. Reliabilitas instrumen diperoleh 0,814, disimpulkan bahwa instrumen yang dikembangkan memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas.
Kata Kunci: Pengembangan, Instrumen, Penilaian, Kompetensi Pedagogik PENDAHULUAN Setiap kali berada pada masa akhir tahun ajaran sekolah, perhatian masyarakat tertuju kepada rendahnya kualitas pendidikan yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil Ujian Nasional. Rendahnya kualitas tersebut senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Peran guru tidak bisa lepas dari karakteristik pekerja profesional. Agen utama proses pendidikan adalah guru, karena guru yang paling bertanggung jawab dalam pentransferan ilmu kepada muridnya. Begitu utamanya peran guru, bahkan, jika dibandingkan mana yang lebih penting antara kurikulum dan guru, mantan Menteri Pendidikan dan kebudayaan “Fuad Hasan” berpendapat, “Sebaik apapun kurikulum jika tidak dibarengi guru yang berkualitas, maka semuanya sia-sia. Sebaliknya kurikulum yang kurang baik akan dapat ditopang oleh guru yang berkualitas (Astuti, Kompas, kamis 2 Maret 2006). Bila diperhatikan lebih mendetail tentang data kualifikasi tingkat pendidikan guru SMA di Indonesia menunjukkan bahwa masih ada guru yang belum berpendidikan S1 serta masih ada guru yang belum disertifikasi. Permasalahan selanjutnya terkait dengan guru di negeri ini adalah penyebaran yang tidak merata. Alokasi guru yang tidak merata ini, salah satunya berakibat ketidakefisienan proses belajar mengajar pada daerah yang kelebihan tenaga pengajarnya. Sebaliknya, di daerah yang kekurangan guru justru terjadi rangkap pekerjaan dalam pemberian materi pelajaran. Misalnya guru berlatar belakang pendidikan matematika juga mengajar bahasa atau sejarah. Permasalahan guru dewasa ini juga terdapat proses rekrutmen dan standar penerimaannya yang membuat guru memang harus tidak bermutu. Kenyataan dilapangan, bahwa mayoritas guru kita menjadi guru hanya karena keterpaksaan ketika tidak bisa diterima bekerja disektor lain yang memberikan hasil lebih besar. Keterpaksaan menjadi guru berakibat menjalanan profesi kurang semangat, tidak ada kreativitas, tidak memiliki motivasi untuk maju, apalagi melakukan inovasi baru.
Sejalan hal diatas, Mantan Mendiknas Wardiman Djoyonegoro pada tanggal 16 Agustus 2004 mengungkapkan tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia, yakni : (1) sarana gedung, (2) buku yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional. Dalam kesempatan itu, juga dikemukan bahwa “hanya 43 % guru yang memenuhi syarat” artinya sebagian besar guruguru (57%) belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional (Mulyasa, 2005a: 3). Berdasarkan data Ditjen PMPTK (Depdiknas, 2007: 2), dewasa ini ada sebanyak sekitar 2,3 juta guru binaan Depdiknas yang secara bertahap akan melakukan sertifikasi guru yang dimulai tahun 2007 sebanyak 190.450 guru dan diharapkan rampung pada tahun 2015 Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan profesi guru melalui kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi pendidik diyakini menjadi langkah strategis untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk menjadi guru berkualitas, perlu pengalaman serta menguasai kompetensi sebagai guru. Sehubungan dengan hal ini perlu adanya suatu intrumen yang objektif, valid dan reliabel untuk menilai kompetensi guru. Sehubungan dengan ini peneliti ingin mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengembangan instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Instrumen ini sebagai salah satu alternatif alat ukur kompetensi guru atau calon guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Instrumen ini dikembangkan dan diuji validitas dan reliabilitasnya, sehingga menjadi insntrumen standar yang teruji dan mampu mempertajam sistem evaluasi yang digunakan untuk mengukur kompetensi guru atau calon guru mata pelajaran Fisika yang dipersiapkan menjadi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Indikator apa yang mendasari kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA?, (2) Bagaimakah cara mengembangkan instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA?, (3) Bagaimanakah validitas konstruk dan validitas isi dari instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA?, dan (4) Bagaimanakah reliabilitas instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA? Menurut Simon & Alexander dalam Mulyasa (2005a: 13) mengatakan ada dua kunci penting dari peran guru yaitu: jumlah waktu efektif yang digunakan guru untuk melakukan pembelajaran dikelas, dan kualitas kemampuan guru. Pasal 2 UU RI no.14 (2006: 7) tentang guru dan dosen tahun 2005 ayat (1) disebutkan bahwa Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud ayat 1 dibuktikan dengan sertifikasi guru. Menurut Broke & Stone dalam Usman (2000: 14) mengatakan bahwa “Descriptive of qualitative nature or teacher behavior appears to be entirely meaningful”. Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Adapun kompetensi guru (teacher competency) the ability of a teacher to responsibibly perform has or her duties appropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kemudian Mulyasa (2005b: 37-38)) mengatakan kompetensi merupakan perbaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan
seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Selanjutnya Anna Suhaenah (2001: 9) mengatakan perlunya standar tertentu dalam pencapaian kompetensi. Standar kompetensi harus ditetapkan lebih dahulu agar ada kejelasan untuk menentukan apakah seorang mencapai atau tidak memiliki kompetensi tertentu. Penetapan standar meliputi kualitas dan kuantitas serta durasi waktu dalam pencapaian hasil dari suatu kegiatan. Dengan gambaran pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Guru yang berkualitas harus menguasai kompetensi sebagai guru yang baik. Sehubungan dengan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya Schempp and Frincher (1984: 9-10) mendefinisikan kompetensi guru yaitu competent teachers are those who through experience and continued learning have achieved a respectable and recognizable level of pedagogical. Kompetensi guru berkaitan dengan profesonalisme guru. Guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Dengan demikian kompetensi guru dapat diartikan sebagai kemampuan dalam menjalankan profesi keguruannya dengan baik. Selanjutnya pasal 29 PP RI no.19 ayat (2) tahun 2005 menjelaskan standar nasional Pendidik/guru SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat harus memiliki : (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S1), (b) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan (c) sertifikat profesi guru untuk SMA/MA (Depdiknas, 2005:25). Proses pendidikan dan pengajaran Fisika hendaklah memperhatikan standar yang telah ditentukan. Menurut National Science Education Standars (1996: 3) dikelompokkan menjadi 6 kelompok standar sebagai berikut: (a) standar pengajaran, (b) standar profesional guru, (c) standar penilaian pendidikan, (d) standar isi, (e) standar program pendidikan dan (f) standar sistem pendidikan. Sejalan dengan perkembangan pendidikan pembahasan tentang pendidikan dinamai pedagogik (Said, 1989: 4). Perkataan pedagogik berasal dari kata Yunani ”Pais “ berarti anak dan kata “Ago” yang berarti saya membimbing. Jadi pedagogik adalah ilmu tentang mendidik dan membimbing siswa. Selanjutnya Mulyasa (2005c: 122) mengatakan pedagogi diartikan sebagai “the art and science of teaching children”. Artinya pedagogi merupakan seni dan ilmu pengetahuan tentang mengajar anak-anak. Kompetensi pedagogi adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam mendidik, mengajar, dan membimbing anak-anak untuk bisa belajar. Pendidikan guru pada intinya menyoalkan mengenai sejumlah kemampuan, dasar pengetahuan atau “knowledge base” yang dibutuhkan dalam mengajar. Grimmet & Mackinnon (1992: 386), mengutip penjelasan Wilson, Shulman dan Richert tentang “knowledge base” guru sebagai “the body of understanding, knowledge, skills, dispositions that a teacher need sciences to perform effectively in a give situation” Hal ini berarti seorang guru perlu pemahamani, pengetahuan, ketrampilan, dan memberi ilmu pengetahuan pada situasi yang efektif . Kemudian Trianto dan Tutik (2007: 85) mengatakan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenan dengan pemahaman peserta didik dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi pedagogik ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dari uraian diatas, maka kompetensi pedagogik seorang guru mata pelajaran Fisika SMA/MA haruslah (1) mampu mengidentifikasi dan memahami karakteristik peserta didik dari aspek sosial, moral, kultural,emosional dan intelektual., (2) mampu memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, (3) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (4) mampu merancang pembelajaran yang mendidik, (5) mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik, (6) mampu merancang penilaian proses dan hasil belajar, (7) mampu melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar, (8) mampu menggunakan hasil penilaian untuk berbagai kepentingan pembelajaran dan pendidik. Pengertian instrumen secara umum adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun fenomena sosial yang diamati. Menurut Isaac & Michael (1983: 101), instrumentations is the process of selecting or developing measuring devices and methods appropriate to a given evaluation problem. Artinya instrumen adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur problem yang dievaluasi. Menurut Ebel dan David (1991: 30), instrumen baku adalah instrumen yang: (1) disusun oleh para pakar penyusun instrumen dan dikalibrasi, dianalisis dan diperbaiki, (2) mempunyai petunjuk pelaksanaan dan penyekoran yang jelas, dan (3) memiliki acuan norma untuk menginterpretasi suatu sekor. Dari kriteria-kriteria tersebut, yang diutamakan dalam penyusunan instrumen baku adalah kesahihan (validity) dan keterandalan (reliability). Selanjutnya Creswell (2008: 156) mengatakan bahwa “When selecting participants for a study, it is imfortant to determine the size of the sample you will need. A general rule of thumb is to select as large a sample as possible from the population”. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa suatu penelitaian, penting menentukan ukuran sampel penelitian yang akan diperlukan, yang dapat mewakili populasi penelitian. Khusus mengenai ukuran sampel yang representatif Azwar (1999: 123) mengatakan banyaknya responden yang diperlukan sekitar 5 - 10 kali banyaknya butir instrumen yang digunakan. Sedangkan Crocker & Algina (1986: 322) mengemukakan jumlah 200 orang responden sebagai sampel sudah memadai Dari urain diatas dapat ditemukan bahwa dalam upaya pengembangan instrumen, pertamatama harus ditetapkan konstruk variabel yang merupakan sintesis dari teori-teori yang telah dibahas dan dianalisis. Kemudian konstruk tersebut dijelaskan dalam definisi konseptual yang mencakup dimensi dan indikator dari variabel yang hendak diukur. Baru kemudian diuat butir-butir instrumen untuk mengukur indikator-indikator yang telah ditetapkan. Penyeleksian butir-butir yang memenuhi dilakukan setelah justifikasi pakar, selanjutnya dilakukan uji coba secara empiris kepada responden. Menurut Thorndike (1997: 175) bahwa konstruk merupakan istilah suatu kerangka phsychologi mengacu pada sesuatu konsep yang tidak tampak tetapi secara harfiah konsep itu digunakan dalam penyusunan instrumen dalam perilaku yang diamati. Tujuan pengujian validitas adalah untuk mendapatkan bukti tentang sejauhmana hasil pengukuran memeriksa konstruk yang diukur. Pada pengembangan alat ukur aspek psikologis, validitas yang diuji adalah validitas konstruk. Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Anastasi dan Urbina (1997:84) bahwa “Reliability refers to consistency of scores obtained by the same persons when they are reexamined with the same test on different occasions, or with different sets of equivalent item, or under other variable examining conditions. Pernyataan ini
mengandung pengertian bahwa reliabilitas merujuk pada konsitensi sekor yang dicapai oleh seorang yang sama ketika mereka diuji ulang dengan instrumen yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir yang ekivalen (equivalent items) yang berbeda, atau dalam kondisi pengujian yang berbeda. Popham (1995: 21) mengatakan reliability is cuch a cherished commodity . Hal ini dapat diartikan bahwa reliabilitas merupakan keandalan suatu pengukuran. Keandalan yang mengacu pada konsistensi suatu ukuran menilai. Makin tinggi koefisien reliabilitas suatu instrumen, maka kemungkinan kesalahan yang terjadi semakin kecil. Menurut Litwin (1995: 31), koefisien reliabilitas pada taraf 0,70 atau lebih biasanya dapat diterima sebagai reliabilitas yang baik. Sedangkan Naga (1992: 129) mengemukakan bahwa koefisien reliabilits yang memadainya adalah di atas 0,75.
METODE Penelitian ini adalah penelitian dan Pengembangan (Research and Development/RAD) untuk mengembangkan dan memvalidisi intrumen penilaian kompetensi Pedagogik. Penelitian ini dilakukan pada Guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Tahap pengembangan instrumen penilaian kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA di lakukan mulai Juli s/d September 2006. Tahap pengujian rasional (expert judgment) di lakukan di Jakarta, Palembang dan Pekanbaru bulan Oktober - Nopember 2006. Tahap pengujian empiris pertama di lakukan di Palembang pada bulan Maret 2007 yang melibatkan 30 guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Selanjutnya tahap pengujian empiris kedua di lakukan di Propinsi Riau dari bulan Mei 2007 sampai Desember 2008 melibatkan sebanyak 254 guru mata pelajaran Fisika SMA/MA di Propinsi Riau. HASIL Uji Coba Secara Rasional (Ujicoba Tahap I) Salah satu tahapan dalam pengembangan instrumen penilaian kompetensi pedagogic adalah melakukan uji coba secara rasional kepada pakar (Expert Judgment). Penilaian oleh pada pakar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui validitas isi, dan validitas konstruk. Selain itu juga diketahui reliabilias dan keterbacaan secara teoretik dari perangkat instrumen penilaian kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA yang dikembangkan. Ujicoba secara rasional dalam penelitian ini dilakukan kepada 20 orang Pakar. Berdasarkan kompetensi yang diujikan, para pakar panelis mencermati masing-masing dimensi kompetensi guru yang sesuai dengan kompetensi inti guru yang telah dirancang. Demikian juga para pakar menilai butir-butir indikator sesuai dengan kompetensi inti guru, serta mencermati dan menilai butir-butir pernyataan yang sesuai dengan indikator untuk kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Penilaian para pakar tentang kesesuaian tersebut digunakan skala 1 sampai 9. Sebagai contoh, para pakar peserta panelis memberikan sekor 9 apabila kesesuaian kompetensi inti dengan indikator sangat cocok, sebaliknya memberikan sekor 1 bila kesesuaiannya tidak cocok. Hasil penilaian panelis terhadap butir-butir yang dikembangkan terdapat buitr-butir yang perlu direvisi dan juga terdapat butir-butir yang gugur/dibuang. Hasil penilaian pakar terhadap kesesuaian antara butir-butir intrumen pedagogik dengan indikator kompetensi pedagogik yang dikembangkan dalam peneliltian ini, menunjukkan bahwa pada umumnya semua kompetensi inti
pedagogik guru mata pelajaran fisika SMA/MA telah sesuai dengan konsep, namun ada beberapa butir yang perlu direvisi/diperbaiki. Dari data-data penilaian pakar terhadap kesesuaian antara butir-butir dengan indikator kompetensi pedagogik yang dikembangkan, lebih lanjut dilakukan analisis reliabilitas interrater. Hasil analisis reliabilitas interrater Antara butir dengan indikator kompetensi pedagogic adalah 0,821. Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir pertanyaan/pernyataan dengan indikator kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA telah sesuai dengan konsep dan memiliki reliabilitas yang cukup baik, karena koefisien reliabilitasnya melebihi 0,70. Pengujian Secara Empiris Pertama (Ujicoba Tahap II) Ujicoba empiris tahap I (ujicoba tahap ke II) Instrumen penilaian kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA dilakukan terhadap 30 guru mata pelajaran Fisika SMA Kotamadya Palembang Propinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan hasil analisis butir instrumen penilaian kompetensi pedagogik dengan mengunakan rumus korelasi point biserial dari pengujian secara empiris tahap pertama, didapatkan sebanyak 13 butir yang tidak memenuhi validitas butir dari 55 butir instrumen penilaian kompetensi pedagogik. Butir yang tidak valid karena indeks korelasinya tidak signifikan sehingga butir ini gugur (dibuang), dan jumlah butir yang valid berjumlah 42 butir. Adapun butirbutir yang tidak valid adalah butir yang bernomor : 3, 4, 11, 17, 28, 30, 31, 37, 38, 41, 48, 53, dan 54. Dari pengujian ini terdapat 13 (tiga belas) butir instrumen tidak memenuhi syarat validitas karena korelasinya tidak signifikan. Reliabilitas instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA dihitung dengan menggunakan rumus KR-20, karena instrumen penilaian pedagogik merupakan tes performance maksimum, yang mana sekor setiap butir berupa dikotomi. Proses perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan program Excell for Windows. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,943. Nilai koefisien reliabilitas ini baik karena 0,70. Hal ini berarti instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA dapat digunakan untuk mengukur kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika di SMA/MA. Selanjutnya hasill perhitungan tingkat kesukaran butir instrumen pedagogik diperoleh sebanyak 37 butir kategori sedang (0,30 P 0,70), 6 butir kategori mudah (P > 0,70) dan 12 butir kategori sukar ( P < 0,30). Selanjutnya hasil perhitungan daya beda butir instrumen diperoleh sebanyak 34 butir berkategori sangat baik (0,4 D 1,0), sebanyak 14 butir berkategori baik (0,20 < D < 0,40 ), dan terdapat 7 butir berkategori kurang baik (D < 0,20). Secara umum hasil analisis daya beda butir dapat dikategorikan baik dan tidak ada yang berkategori jelek. Ujicoba Empiris Tahap kedua (Ujicoba Tahap III) Ujicoba empiris Tahap II (Ujicoba tahap III) instrumen penilaian kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA./MA di lakukan di Propinsi Riau Pekanbaru dari bulai Mei 2007 hingga Desember 2008. Jumlah guru mata pelajaran Fisika SMA/MA yang dilibatkan sebagai ujicoba empiris tahap kedua adalah sebanyak 254 orang. Data ujicoba empiris tahap kedua dari instrumen penilaian kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA ini dianalisis dengan menggunakan Analisis faktor. Proses analisis faktor dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11,5 for windows. Dengan mengunakan SPSS 11.5 hasil analisis data ujicoba empiris II terhadap data kompetensi pedagogik diperoleh KMO 0,680 dan semua butir dari 42 (100%) butir instrumen kompetensi pedagogik memiliki nilai AIC MSA-nya lebih besar dari 0,5 , maka semua butir
instrumen kompetensi pedagogik valid. Ringkasan hasil analisis faktor dari instrumen kompetensi pedagogik memiliki KMO = 0,680 seperti pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 KMO dan Bartlett’s Test Penilaian Kompetensi Pedagogik KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of .680 Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. ChiSquare Df Sig.
7215.136 861 .000
Banyaknya faktor ditetapkan berdasarkan aturan bahwa jumlah faktor yang diekstraksi harus sama dengan jumlah faktor yang mempunyai variansi (eigen value) yang sama atau lebih besar dari 1,0 dan keseluruhan faktor yang memiliki variansi sama atau lebih dari 1,0 harus mengukur minimal 60% dari variansi total. Hasil analisis faktor dengan menggunakan SPSS 11,5 for windows menghasil Total variance explained seperti yang ditampilkan pada Tabel 2 dibawah ini. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis faktor terhadap data instrumen pedagogik yang terdiri dari 42 butir memiliki nilai AIC MSA-nya lebih besar dari 0,5. Sehingga semua butir instrumen pedagogik valid berdasarkan analisis faktor sebanyak 42 butir. Berdasarkan hasil analisis validitas konstruks melalui analisis faktor diperoleh hasil, bahwa ada 14 faktor yang memiliki eigenvalue lebih dari 1,0.
Tabel 2 Total variance explained Penilaian Kompetensi Pedagogik Faktor / Extraction Sum of Square Loading Komponen Total % of Variance % of Comulative 1 6,687 15,922 15,922 2 4,384 10,438 26,360 3 2,720 6,475 32,835 4 2,004 4,771 37,606 5 1,935 4,607 42,213 6 1,760 4,190 46,404 7 1,706 4,062 50,466 8 1,581 3,765 54,231 9 1,495 3,559 57,790 10 1,362 3,244 61.033 11 1,243 2,960 63,994 12 1,151 2,740 66,733 13 1,084 2,581 69,315 14 1,021 2,432 71,746
Hasil analisis faktor setelah dilakukan rotasi varimax sebanyak 24 kali pengulangan “iterations”, semua butir mempunyai muatan faktor diatas 0,30 dengan demikian semua butir valid, menunjukkan bahwa instrumen penilaian kompetensi sosial memiliki sebaran butir seperti pada tabel 3 dibawah ini Tabel 3 Sebaran butir Instrumen Penilaian Pedagogik Setelah Rotasi Faktor Sebaran butir Nama Faktor 1 2, 3, 22,26, 28,34,36 Identifikasi kemampuan awal Peserta didik 2 4, 5, 16, 23, 35 Identifikasi potensi peserta didik 3 8, 9, 18, 24 Memahami Teori Belajar 4 7, 27 Menggunakan informasi untuk Pembelajaran 5 1, 12, 14, 20 Memahami Karakteristik Peserta didik 6 25, 33 Memahami aspek proses dan hasil belajar 7 17, 29, 39 PBM untuk optimalkan Peserta didik 8 3, 10 Prinsip Perancang Pembelajaran 9 30, 31 Melaksanakan Penilaian dan Evaluasi 10 15, 37 Mengembangkan Komponen Pembelajaran 11 11, 21, 32, 40, 42 Menerapkan berbagai metode pembelajaran 12 6 Melaksanakan PBM yang mendidik 13 38, 41 Memenggunakan Media pembelajaran 14 19 PBM untuk kreatifitas Peserta didik Dari hasil analisis, bahwa butir-butir yang dikembangkan dapat mengukur konstruk kompetensi pedagogik guru Fisika SMA/MA sebesar 71,746 %. Ini berarti telah melebihi standar komulatif minimal 60 %. Berdasarkan analisis faktor ini dapat disimpulkan bahwa instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru Fisika SMA/MA yang dikembangkan telah memenuhi syarat validitas konstruk. Total variance explained dalam bentuk grafik ditunjukkan seperti diagram scree (scree plot) pada gambar 1 dibawah ini. Scree plot merupakan suatu plot dari eigenvalue sebagai fungsi banyaknya faktor dalam upaya ekstraksi. Scree Plot 8 7 6 5 4
Eigenvalue
3 2 1 0 1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
34
37
40
Component Number
Gambar.1. Scree Plot instrumen Kompetensi Pedagogik Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa secara umum, konstruks instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA hasil ujicoba empiris telah sesuai dengan kajian teoritis/rasional. Pada Tabel 3 diatas terlihat jumlah faktor yang terbentuk setelah dirotasi adalah 14. Hasil rotasi terjadi pengurangan jumlah faktor dengan analisis
faktor, yaitu dari 25 faktor menjadi 14 faktor (56,00%). Hasil analisis faktor terlihat adanya kecenderungan beberapa faktor yang bergabung menjadi faktor yang baru. Perhitungan reliabilitas instrumen, didasarkan pada butir instrumen yang valid. Perhitungan reliabilitas instrumen penilaian berdasarkan data hasil uji empiris tahap kedua dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 11.5 for windows. Hasil perhitungan reliabilitas terhadap 42 butir instrumen kompetensi pedagogik diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,814. Berdasarkan hasil analisis reliabilitas instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA memiliki nilai koefisien reliabilitas > 0,70 dan bila di kategorikan, maka koefisien reliabilitas instrumen ini termasuk kategori baik Dengan demikian dapat dikatakan instrumen penilaian kompetensi pedagogik yang dikembangkan dalam penelitian ini baik digunakan untuk mengukur kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. PEMBAHASAN Instrumen Penilaian Kompetensi Pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA dikembangkan berdasarkan kajian teoretik dan telaah pakar, kemudian diujicobakan secara empiris terhadap guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Secara umum instrumen yang telah dikembangkan dapat digunakan untuk mengukur atau menilai kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Jika dibandingkan dengan konsep dan rancangan awal dari perangkat pengembangan instrumen penilaian kompetensi pedagogik, terdapat cukup banyak perbaikan dan pengembangan sebagai hasil masukan dari ujicoba rasional melalui pakar dan ujicoba empiris. Pengembangan tersebut mencakup isi, dan format penyusunan kisi-kisi instrumen serta butir-butir instrumen. Selanjutnya juga dilakukan perbaikan dan penyempurnaan berdasarkan masukan panel kesesuaian isi pada setiap indikator penilaian kompetensi yang dinilai oleh pakar, melakukan revisi pada kalimat butir-butir instrumen, sehingga penggunaan instrumen mudah dimengerti oleh peserta uji penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA, dan uraian penjelasan mengenai mekanisme penyelenggaraan penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA yang ada petuntuk penggunaan instrumen. Pada ujicoba empiris tahap pertama terungkap bahwa masih terdapat berbagai kelemahan pada perangkat instrumen, terutama masalah pada penggunaan istilah-istilah teknis dan penulisan kalimatnya yang dipandang kurang jelas. Sehingga dilakukan perbaikan pada penulisan kalimat yang lebih ringkas, jelas, dan sederhana. Reliabilitas instrumen tergolong tinggi, baik dari hasil penilaian pakar, ujicoba empiris pertama dan kedua. Koefisien reliabilitas instrumen secara rasional dapat diketahui bahwa reliabilitas antar penilai (rxy) tentang kesesuaian butir dengan indikator untuk dimensi kompetensi pedagogik memiliki koefisien reliabilitas 0,821. Dengan koefisien reliabilitas tersebut diharapkan butir-butir instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru Fisika SMA/MA tersebut memiliki konsistensi atau keajegan dalam mengukur kompetensi pedagogik guru Fisika SMA/MA, karena semua koefisien reliabitas kesesuaian butir-butir pertanyaan/pernyataan dengan indikator kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA memiliki koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,70. Selanjutnya hasil ujicoba empiris kedua yang dianalis melalui analisis faktor, bahwa indikator yang dikembangkan dalam instrumen valid dalam mengukur variabel kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Hasil analisis memenuhi syarat validitas jika setiap butir harus memiliki nilai AIC-MSA lebih besar dari 0, 5. Berikutnya adalah jika jumlah faktor yang diekstraksi sama
dengan jumlah faktor yang mempunyai variansi (eigen value) sama atau lebih besar dari 1,0 dan keseluruhan faktor yang memiliki variansi sama atau lebih dari 1,0 harus mengukur minimal 60% dari variansi total. Proses analisis faktor tersebut dilakukan melalui seleksi muatan faktor (factor loading) yaitu melakukan ekstraksi komponen utama (extracting principal component) dengan rotasi ortogonal untuk memaksimalkan variansi antar variabel utama ((variance maximizing / varimax). Hasil analisis faktor terhadap instrumen penilaian kompetensi pedagogik terdapat 14 faktor yang terbentuk dengan varians komulatif yang dapat dijelaskan sebesar 71,746%. Selanjutnya dari hasil rotasi matrik faktor didapatkan bahwa ada beberapa butir yang mengelompok bukan pada faktor asal menurut teori. Hal ini dapat dimaklumi karena ketika dikaji secara rasional, dalam menjabarkan indikator ke dalam butir-butir pertnyaan/pernyataan kompetensi guru memang mengalami kesulitan, karena butir-butir tersebut memungkinkan untuk dimasukkan kedalam lebih dari satu indikator. Oleh karen itu dapat kita pahami, jika hasil analisis faktor menunjukkan adanya beberapa faktor yang letaknya tidak sesuai yang berpindah tempat pada faktor lain. Validitas instrumen berkaitan dengan sejauhmana suatu instrumen mampu mengukur apa yang seharusnya hendak diukur. Instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika yang dikembangkan memiliki validitas yang memadai. Dari hasil analisis validitas isi terhadap instrumen kompetensi guru Fisika didapatkan bahwa indikator yang dikembangkan telah sesuai dengan kajian teoretik yang merujuk pada kompetensi inti pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Hasil analisis uji empiris kedua diperoleh bahwa instrumen penilaian kompetensi pedagogik memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,814. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika yang dikembangkan telah memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas instrumen yang baik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengembangan instrumen penilaian kompetensi guru Fisika SMA/MA, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Setiap guru mata pelajaran Fisika SMA/MA harus memiliki dan menguasai kompetensi pedagogik, (2) Indikator yang mendasari kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika, berdasarkan hasil analisis faktor yang dilakukan terhadap instrumen penilaian kompetensi pedagogik diperoleh sebanyak 14 indikator/faktor, (3) Cara mengembangan instrumen penilaian kompetensi guru dilakukan dengan tiga tahapan penting yaitu (a) Tahap pengembangan butir-butir instrumen penilaian kompetensi guru, (b) Tahap ujicoba, yang terdiri dari uji coba empiris pertama dan uji coba empiris kedua, dan (c) Tahap pelaporan hasil untuk tujuan pembakuan dan pengadministrasian instrumen penilaian kompetensi, (4) Kalibrasi instrumen penilaian kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA dilakukan melalui pengujian pakar (expert judgment) dan pengujian secara empiris. Berdasarkan penilaian yang dilakukan para pakar dan praktisi terhadap indikator yang dikembang, pada umumnya instrumen tersebut memiliki validitas isi, validitas konstruk dan tingkat keterbacaan yang memadai/baik. Disamping itu instrumen yang dikembangkan juga memenuhi reliabilitas interrater yang baik dengan koefisien reliabilitas diatas 0,8. Validitas Berdasarkan pengujian empiris pertama terdapat beberapa butir yang tidak valid (gugur), sehingga butir yang tidak valid, tidak digunakan dalam perangkat instrumen penilaian kompetensi guru. Hasil analisis data terhadap pengujian empiris tahap pertama yang tidak valid untuk kompetensi pedagogik sebanyak 13 butir (23,636%) dari 55 butir instrumen (42 butir valid).
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen terhadap data ujicoba empiris tahap kedua diperoleh reliabilitas instrumen penilaian kompetensi pedagogik adalah 0,814 termasuk baik dan memenuhi persyaratan. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian yang telah dilakukan diatas, berikut ini dapat disampaikan saran-saran yaitu: (1) Berdasarkan indikator kompetensi pada kisi-kisi instrumen penilaian kompetensi guru kiranya perlu dikembangkan yang lebih variatif. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun kembali butir-butir yang relevan. Namun perlu ditekankan bahwa materi penilaian tetap merujuk pada kisi-kisi penilaian kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA, (2) Sebaiknya LPMP menggunakan instrumen penilaian kompetensi pedagogik guru mata pelajaran Fisika SMA/MA yang telah dikembangkan dalam penelitian ini ketika menguji kompetensi guru mata pelajaran Fisika SMA/MA. Hasil penilaian kompetensi tersebut dapat menjadi acuan kualitas (standar) untuk memutuskan kelayakan seorang guru mata pelajaran Fisika SMA/MA untuk mendapatkan sertifikat atau tidak. DAFTAR RUJUKAN Anastasi, Anne & Susana Urbina. 1997. Psychological Testing. United States Of America: PrenticeHall, Inc Anon. 2006. Undang Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Cetakan Pertama Januari 2006. Jakarta: BP. Karya Mandiri. Astuti, Palupi Panca. 2006. Tenaga Pendidik : Tanpa Guru, Murid tak bermutu. Kompos, Kamis 2 maret 2006 p.14. Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Creswell, John W. 2008. Educational Research: Planning, Conducting, And Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Columbus: Merrill Prentice Hall. Crocker, Linda & James Algina. 1986. Introduction to Classical and Modern Test Theory. Chicago: Holt, Rinehart and Winston. Depdiknas.2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sekretariat Jenderal Depdiknas. Depdiknas. 2007. Sertifikasi Guru: Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Dirjen PMPTK Depdikans. Ebel, Robert L. & Frisbie David A. 1991. Essentials Of Educational Measurement. London: PrenticeHall International, Inc. Gable, Robert K. 1992. Instrumen Depelopment in The Affective Domain. Boston: Kluwer-Nijhoff Publ. Grimmet, P.P. & A.M. MacKinnon. 1992. Craft Knowledge and The Education of Teachers : Review of Research in Education. AERA. Isaac, Stephen & William B Michael. 1983. Handbook in Research And Evaluation. California: Edits Publishers. Litwin, Mark S. 1995. How to Measure Survey Reliability and Validity. London: Sage Publ. Mulyasa. 2005a. Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. ---------. 2005b. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Impleentasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
---------. 2005c. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Naga, Dali S. 1992. Teori Sekor . Jakarta: Gunadarma Press. National Science Education Standars. 1996. National Science Education Standars: Observe Interact Change Learn. Washington DC: National Academy Press. Popham, W.James. 1995. Classroom Assesment: What Teachers Need to Know. London: Allyn and Bacon. Said. 1989. Ilmu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alumni. Schempp, P.G, Tan S., Manross D., and Fincher M. 1988. Differences in Novice and Competent Teacher’s Knowledge: Teacher and Teaching; Teory and Practice. AERA, 1988. 4 (1). Suparno, Anna Suhaenah. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Depdiknas. Thorndike, Robert M. 1997. Measurement and Evaluation in Psychology and Education. Sixth edition. Colombus: Merrill, an imprint of prentice Hall. Trianto dan Tutik,Titik T. 2007. Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi dan Kesejahteraan. Jakarta: Prestasi Pustaka. Usman, Moh.Uzer.2000. Menjadi Guru Propesional. Edisi ke2. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.