Literasi Keuangan Islam (Suatu telaah Literatur) Rike Setiawati Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jambi
[email protected] ABSTRACT Financial literacy has become a serious problem that a variety of research has been done. This article seeks to reveal the findings of financial literacy condition and seek solutions peningkatanya. Financial literacy research generally finds that the conditions are still relatively low is seen various aspects, both at the level of individuals, households, as well as at the level of the student, and the implications for the achievement of welfare. In Indonesia alone, the condition is also supported by the poverty rate is still relatively high despite the growth of Islamic banking industry and the activities of Islamic Capital Market currently has shown progress. This means that the presence of these institutions have not been able to reach out to the poor that the majority are Muslims. Measurement models are used in general research using questionnaires designed in the form of general knowledge about the savings and loans, insurance and investment, which have not been incorporating elements muamalah rules about the source and use of funds as of prohibition maysir, gharar and riba. Keyword: Financial literacy, Islamic Financial literacy I. PENDAHULUAN
Beberapa tahun terakhir istilah Literasi Keuangan mulai mengemuka dan mulai diteliti oleh banyak pihak. Istilah literasi keuangan yang dikemukakan literatur dan oleh para pakar keuangan tidak ada satupun yang persis sama. Literasi keuangan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengelola uang yang dimiliki secara bijak baik dalam bentuk investasi maupun penyaluran ke bidang sosial. Lebih khusus lagi, mengacu pada seperangkat keterampilan dan pengetahuan yang memungkinkan seorang individu untuk membuat keputusan dan efektif terhadap investasi nya agar dapat meningkatkan sumber daya keuangan nya. Literasi keuangan dapat juga diartikan sebagai pengetahuan keuangan, dengan tujuan mencapai kesejahteraan (Lusardi & Mitchell 2007). Cetak biru Literasi Keuangan yang dilucurkan OJK tanggal 19
1
November 2013 lalu, mendefinisikan literasi keuangan sebagai rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge); keyakinan (conidence); dan keterampilan (skill);konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan lebih baik. Dengan definisi seperti ini, dapat diartikan bahwa konsumen produk dan jasa keuangan maupun masyarakat luas diharapkan tidak hanya mengetahui dan memahami lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, melainkan juga dapat mengubah atau memperbaiki perilaku masyarakat dalam pengelolaan keuangan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan mereka.
II. METODE TELAAH Metode telaah yang digunakan dalam artikel ini adalah review sistematis yang bersumber dari rujukan berbagai jurnal yang berupa penelitian empiris dan kajian konseptual. Sebuah tinjauan sistematis ini, namun berbeda dari meta-analisis dalam arti yang tidak menggunakan prosedur statistik dan ekonometrik untuk sintesis temuan dan analisis data (Transfield et. Al., 2003). Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi temuan-temuan dan kontribusi yang dihasilkan dari penelitian dan kajian tersebut. III. TINJAUAN LITERATUR
A. Kondisi Literasi Keuangan dan solusi yang diberikan Berbagai penelitian yang berusaha untuk menemukan kondisi literasi keuangan dan mencari solusi peningkatanya antara lain seperti penelitian yang dilakukan Bernheim (1995, 1998) menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga kekurangan dasar pengetahuan keuangan dan tidak dapat melakukan perhitungan yang sangat sederhana, dan bahwa perilaku menabung banyak rumah tangga didominasi oleh aturan kasar praktis. Hilgert, Hogarth, dan Beverly (2003) juga menemukan adanya hubungan yang kuat antara literasi keuangan dengan manajemen keuangan sehari-hari. Riset Literasi keuangan juga dihubungkan dengan perilaku bagaimana penghematan, kekayaan, dan pilihan portofolio. Artikel terkait dengan ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki kemampuan berhitung dan literasi keuangan lebih besar lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam pasar keuangan dan untuk berinvestasi di saham (Christelis, Jappelli, dan Padula, 2010; Yoong, 2011; Almenberg dan Dreber,
2
2001; Almenberg dan Widmark, 2011; Van Rooij, Lusardi, dan Alessie, 2011). Selain itu juga, individu yang lebih literate lebih cenderung memilih reksa dana dengan biaya yang lebih rendah (Hastings dan Tejeda-Ashton, 2008; Hastings dan Mitchell, 2011). Natalie, Cameron, Chrisann, (2011), mengusulkan kerangka teori untuk menilai literasi keuangan dan hubungannya dengan keputusan pilihan investasi dalam konteks dana pensiun yang memberikan kontribusi pada pengembangan literatur tentang literasi keuangan, dan menginformasikan review berkelanjutan dan agenda reformasi kebijakan pendapatan pensiun di Australia dan luar negeri. Hung, Parker, Yoong, (2009) menyatakan secara individu, tabungan miskin dan keputusan investasi dapat membawa implikasi serius bagi keamanan finansial jangka panjang. Dengan pergeseran ke defined-contribution (DC) program pensiun dan ketidakpastian tentang Jaminan Sosial pemerintah, rumah tangga Amerika semakin dihimbau untuk melakukan perencanaan keuangan mereka sendiri untuk pensiun. Kemudian Lusardi dan Mitchell (2007a, 2011d) menunjukkan bahwa mereka yang menunjukan tingkat literasi lebih tinggi lebih mungkin untuk merencanakan pensiun dan, sebagai hasilnya, mengumpulkan lebih banyak kekayaan, temuan direproduksi di banyak negara-negara yang merupakan bagian dari perbandingan internasional literasi keuangan, yang meliputi Rusia (Lusardi dan Mitchell, 2011c). Literasi keuangan ditemukan tidak hanya mempengaruhi sisi aset, tetapi juga sisi kewajiban neraca rumah tangga. Penelitian Moore (2003) adalah salah satu yang pertama melaporkan bahwa responden dengan tingkat literasi keuangan yang lebih rendah lebih cenderung memiliki hipotek mahal. Hasil penelitian Gerardi, Goette, dan Meier (2010) menunjukkan bahwa mereka yang memiliki tingkat literasi keuangan rendah lebih mungkin untuk mengalami kegagalan pada hipotek sub-prime atau memiliki masalah dengan mereka. Stango dan Zinman (2009) menemukan bahwa orang-orang yang tidak mampu untuk benar menghitung suku bunga dari cash flow akhirnya akan melakukan pinjaman lebih banyak dan lebih rendah dalam mengumpukan kekayaan. Campbell (2006) menunjukkan bahwa individu yang memiliki pendapatan dan pendidikan rendah cenderung membiayai hipotek mereka selama periode penurunan suku bunga. Lusardi dan Tufano (2009a, b) melaporkan bahwa individu yang memiliki literasi keuangan lebih rendah cenderung melakukan transaksi seperti pinjaman dalam perilaku biaya tinggi. Dengan literasi keuangan yang kurang juga dapat menyebabkan beban utang berlebihan atau tidak dapat menilai posisi utang mereka. Temuan serupa
3
dilaporkan di Inggris (Disney dan Gathergood, 2011). Tan Beng Wah (2011), literasi keuangan berkaitan untuk pendidikan konsumen adalah sesuatu yang saya percaya bahwa perlu dilakukan dengan cepat di tingkat nasional untuk bergerak maju. Temuan Byrne (2007) bahwa pemahaman keuangan yang rendah menyebabkan kesalahan dalam penyusunan
rencana
keuangan,
dan
mengakibatkan
bias
dalam
pencapaian
kesejahteraan manakala usia tidak produktif lagi. Finansial literasi telah didefinisikan sebagai "kemampuan untuk membuat penilaian informasi dan mengambil tindakan yang efektif mengenai penggunaan saat ini dan masa depan dan pengelolaan uang "(US Dept of Treasury, 2008). Eitel dan Martin (2009) menjelaskan finansial literasi sangat penting untuk keberhasilan generasi mendatang. Lusardi, (2013), literasi keuangan adalah keterampilan penting bagi pengambilan keputusan dan kesejahteraan selama siklus hidup. Klapper, Lusardi dan Panos, 2012 menyatakan bahwa individu dengan tingkat literasi keuangan yang lebih tinggi secara signifikan lebih mungkin untuk melaporkan lebih banyak pendapatan terpakai pada akhir bulan dan kapasitas pengeluaran yang lebih tinggi. Dan bahwa literasi keuangan yang lebih baik dapat melengkapi individu untuk menghadapi guncangan ekonomi makro.
Di Nigeria, sebagai faktor yang
penghambatnya adalah kurangnya penggunaan sumber daya keuangan, bukan karena kurangnya akses ke layanan keuangan bagi masyarakat miskin (Adeyemi, et al,2012). Drexler,et al 2014 Pelatihan aturan praktis secara signifikan meningkatkan kualitas praktek keuangan perusahaan seperti, kualitas pelaporan objektif, dan pendapatan. Pelatihan akuntansi standar secara signifikan memberikan dampak lebih besar untuk pengusaha mikro dengan keterampilan rendah atau praktik keuangan awal yang buruk, hal ini menunjukkan bahwa program pelatihan sederhana akan meningkatkan efektivitas individu kurang canggih. Kondisi literasi keuangan di tingkatan mahasiswa kampus juga ditemukan. Di California, dan beberapa negara lainnya ditemukan bahwa 52,87% mahasiswa tidak berpengetahuan luas tentang keuangan personal dan tingkat pengetahuan yang rendah ini akan membatasi pengetahuan mereka untuk mengambil keputusan yang tepat (Chen and Volpe 1998). Dengan membedakan antara perempuan dan laki-laki ditemukan oleh Danes dan Hira (1987)serta Chen dan Volpe (1998, 2002) menemukan bahwa tingkatan literasi keuangan mahasiswa perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Siswa
memiliki tingkat rendah pengetahuan tentang rincian kartu kredit, seperti suku bunga,
4
batas kredit, atau biaya kredit (Jones, 2005; Warwick dan Mansfield, 2000). Mengapa? Mereka tidak hanya kenyamanan. Biaya pendidikan telah meningkat lebih cepat daripada peningkatan bantuan keuangan (College Board, 2005). Robb dan Sharpe (2009) menjelaskan bahwa saldo tinggi mungkin akibat dari rendahnya tingkat bantuan keuangan, menggunakan kartu kredit sebuah pendanaan sekolah alternatif. Kartu kredit telah menjadi alat standar bantuan keuangan untuk mahasiswa. Dengan biaya tinggi dan biaya menggunakan kartu kredit untuk membiayai pendidikan adalah suatu yang berbahaya. Sementara Darman dan Sadalia 2011, menemukan bahwa kecenderungan mahasiswa mempraktekkan perilaku (financial behavior) yang diharapkan tidak meningkat secara konsisten seiring dengan peningkatan financial literacy. Hal ini disebabkan perilaku seseorang tidak selalu dipengaruhi tingkat pengetahuan yang dimilikinya, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor psikologis, emosi dan lain-lain. Sulaeman dan Sandi (2012) menemukan bahwa literasi keuangan personal mahasiswa menunjukkan angka rendah (42,1% ) untuk bidang: investasi, kredit, dan asuransi. Tingkat pendidikan, fakultas, pendapatan pribadi, pengetahuan dari orang tua, pendapatan orang tua, dan kepemilikan faktor asuransi memiliki dampak yang signifikan terhadap literasi keuangan pribadi bagi mahasiswa. Ludlum dkk, (2012) menyatakan bahwa dalam pendidikan literasi keuangan sangat membutuhkan informasi yang lebih mendasar, yang berorientasi konsumen untuk mahasiswa. Mahasiswa yang tidak memiliki pengetahuan keuangan kuat tentang literasi keuangan (Ludlum dan Smith, 2011; Jones, 2005; Warwick dan Mansfield, 2000; Chen dan Volpe, 1998). Adanya pengetahuan dasar yang kurang dalam penggunaan kredit, dan juga fungsi penting penganggaran dan perencanaan pensiun (Norvilitis et al. 2006). Berdasarkan hasil survei akhir 2013 Otoritas Jasa Keuangan, Indonesia memiliki tingkat literasi keuangan masyarakat secara nasional 21,8%, masih rendah dibanding Philipina 27%, Malaysia 66%, Thailand 73% dan Singapura 93%. Angka ini menunjukan bahwa Indonesia masih memliki tingkat well literate yang rendah. Tentu saja banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi unbanked baik dari pihak masyarakat itu sendiri karena kendala akses maupun dari pihak penyedia jasanya seperti bank atau lembaga keuangan lainnya karena sosialisasi yang masih rendah. Walaupun berbagai hasil penelitian dan survey menghasilkan informasi yang bervariasi namun
5
intinya sepakat menyatakan literasi keuangan baik di dunia maupun di Indonesia masih rendah. Untuk menjawab persoalan di atas istilah financial inclusion atau keuangan inklusif mulai dicanangkan dan menjadi tren paska krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the pyramid (pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran) yang umumnya unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju. Pada G20 Pittsbugh Summit 2009, anggota G20 sepakat perlunya peningkatan akses keuangan bagi kelompok ini yang dipertegas pada Toronto Summit tahun 2010, dengan dikeluarkannya 9 Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman pengembangan keuangan inklusif. Prinsip tersebut
adalah
leadership,
diversity,
innovation,
protection,
empowerment,
cooperation, knowledge, proportionality, dan framework. (www.bi.go.id) Menurut CGAP dan Bank Dunia, 2010, bahwa sebanyak 2,7 milyar penduduk dunia tidak memiliki akses kredit, asuransi dan tabungan. Di Indonesia sendiri secara nasional menurut Bank Dunia (2010), akses ke sistem keuangan formal hanya menjangkau sekitar 52% dari total jumlah penduduk. 31% penduduk mengakses keuangan informal dan 17% nya tidak mengakses sistem keuangan atau mengalami keuangan ekslusif. Selanjutnya ditemukan sebanyak 50% penabung menyimpan uangnya di sektor keuangan keuangan formal bank, sedangkan 18% penabung menyimpan di sektor informal seperti arisan, klup tabungan, dan kelompok dana bergulir, sementara 32% lainnya tidak memiliki tabungan. Dalam kaitannya dengan pinjaman sebanyak 33% masyarakat cenderung menggunakan sektor keuangan informal seperti kepada teman, keluarga, tetangga, majikan dan rentenir daripada sektor keuangan formal yang hanya sekitar 17%. Bahkan sekitar 40% masyarakat tidak memiliki akses terhadap produk dan jasa keuangan baik sektor formal maupun informal.
B. Kondisi Literasi Keuangan Islam Namun hasil yang berbeda ditemukan oleh Kunt, Klapper dan Randall, (2013), menemukan bahwa umat Muslim secara signifikan lebih mungkin dibandingkan nonMuslim untuk memiliki akun resmi atau menyimpan uangnya di lembaga keuangan formal, namun masih kurang untuk meminjam secara formal dan menyatakan agama
6
sebagai penghalang untuk memiliki akun. Di seluruh dunia, hanya 7 persen Muslim tak memiliki rekening bank dengan alasan agama. Secara umum kondisi di Indonesia dengan tingkat literasi keuangan yang masih relatif rendah ini didukung dengan adanya tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi namun berbanding terbalik dengan pertumbuhan industri perbankan syariah dan aktivitas Pasar Modal Syariah telah menunjukkan kemajuan. Artinya bahwa kehadiran perbankan syariah dan pasar modal syariah yang seharusnya menjadi trigger dalam pergerakan ekonomi syariah, sejauh ini hanya melayani masyarakat yang feasible dan bankable, dan relatif belum dapat menjangkau masyarakat golongan miskin yang mayoritas adalah muslim. Akerlof, (1970), menyatakan bahwa resiko pembiayaan terhadap masyarakat miskin antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) tingginya asymmetric information (informasi yang tidak sejalan), (2) adanya moral hazard masyarakat miskin, (3) adanya masalah adverse selection dari masyarakat miskin, dan (4) kurangnya unsur kepercayaan (trust) perbankan bagi masyarakat miskin; sehingga membuat institusi keuangan manapun tidak akan melibatkan masyarakat miskin dalam kegiatan pemberian pembiayaan. Klasifikasi masyarakat miskin menurut Robinson (1993), dibagi atas 3 golongan, antara lain: (1) Chronic Poor, yakni mereka yang tidak memilki pekerjaan sehingga tidak memilki pendapatan, (2) Economically active working poor, yakni mereka yang memilki pendapatan akan tetapi masih dalam kriteria masyarakat miskin, (3) Lower income people, yakni mereka memiliki pendapatan akan tetapi masih belum dapat mencukupi kebutuhannya. Sementara penelitian yang ada saat ini masih terbatas pada lingkup literasi keuangan atas dan menengah, tetapi belum menjangkau lapisan terbesar pembentuk illiterasi yaitu pada lapisan Chronic Poor sebagaimana level Robinson tersebut. Dengan menimbang potensi yang ada di Indonesia seperti jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan sumber daya alam, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat (global player) pengembangan keuangan syariah di dunia. Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Preferensi pada keuangan syariah yang menjadi perhatian Kunt, Klapper dan Randall (2013), mengklasifikasikan Muslim ke dalam tiga kategori sehubungan dengan
7
preferensi mereka antara keuangan Islam dan konvensional: (i) mereka yang menolak untuk menggunakan produk keuangan konvensional karena pelanggaran mereka Syariah, (ii) orang-orang yang menggunakan atau akan menggunakan pembiayaan konvensional tetapi mungkin beralih ke pembiayaan syariah jika itu menjadi lebih banyak tersedia, atau ditawarkan dengan harga yang kompetitif, dan (iii) orang-orang yang menggunakan atau akan menggunakan pembiayaan konvensional dan akan terus melakukannya bahkan jika harga bersaing dan produk Syariah tersedia. Naser, Jamal, dan al-Khatib (1999) menemukan bahwa di Yordania 70 persen Muslim sesuai pentingnya agama, memilih bank Islam dan studi IFC 2006 di negara yang sama menunjukkan bahwa 32% dari mereka menyebutkan alasan agama untuk tidak mencari pinjaman konvensional Di Tepi Barat dan Gaza. Dan percobaan acak di Mesir menemukan bahwa take-up dan tingkat pengembalian dari Rosca Islam yang lebih tinggi dari kelompok gaya Grameen konvensional (El Gamal, El Komi, Karlan, dan Osma, 2011). Ini semua menunjukkan begitu pentingnya pemahaman literasi keuangan dalam kehidupan masyarakat muslim. Sejauh ini pengukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat literasi keuangan umunya menggunakan disain kuesioner dalam bentuk pengetahuan umum tentang tabungan dan pinjaman, asuransi dan investasi. Lusardi, 2013 menggunakan konsep pengukuran pemahaman dasar keuangan meliputi; (i) menghitung dan memahami tentang suku bunga dan bunga majemuk; (ii) memahami inflasi; dan (iii) memahami difersifikasi risiko, sementara bunga atau riba tidak dibenarkan dalam Islam, Oleh karenanya ukuran tersebut tidak dapat dituangkan dalam mengukur literasi keuangan bagi umat Muslim. Di Indonesia sendiri belum ditemukan penelitian yang mengukur tingkat literasi keuangan khususnya di masyarakat muslim dan juga belum ada studi yang menemukan model pengukuran yang dapat mengkaitkan aturan-aturan muamalah tentang sumber dan pemanfaatan dana seperti tentang larangan maysir, gharar dan riba. Model pengukuran yang tepat tentunya dapat digunakan sebagai dasar pengukuran literasi keuangan untuk menentukan pada tataran mana solusi literasi itu harus diatasi. IV. SIMPULAN Penelitian literasi keuangan umumnya menemukan kondisi yang masih relatif rendah yang dilihat penggunaan akses di sektor keuangan formal maupun informal seperti dari
8
perilaku menabung, akses kredit, asuransi, penghematan kekayaan, dan pilihan portofolio serta manajemen dana pensiun . Kondisi ini ditemukan baik pada tingkatan individu, rumah tangga, maupun di tataran mahasiswa kampus, dan berimplikasi kepada pencapaian kesejahteraan hidup. Kondisi literasi keuangan Indonesia yang
relatif
rendah ini didukung adanya tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi namun berbanding terbalik dengan pertumbuhan industri perbankan syariah dan aktivitas Pasar Modal Syariah telah menunjukkan kemajuan. Artinya bahwa kehadiran institusi tersebut yang seharusnya menjadi trigger dalam pergerakan ekonomi syariah, sejauh ini hanya melayani masyarakat yang feasible dan bankable, dan relatif belum dapat menjangkau masyarakat golongan miskin yang mayoritas adalah muslim. Sementara penelitian literasi keuangan saat ini juga masih terbatas pada lingkup atas dan menengah, belum menjangkau lapisan terbesar pembentuk illiterasi yaitu pada lapisan Chronic Poor sebagaimana level Robinson tersebut. Pengukuran yang digunakan umunya menggunakan disain kuesioner dalam bentuk pengetahuan umum tentang tabungan dan pinjaman, asuransi dan investasi, seperti menghitung dan memahami tentang suku bunga, inflasi dan difersifikasi risiko, sementara bunga atau riba tidak dibenarkan dalam Islam, oleh karenanya ukuran tersebut tidak dapat dituangkan dalam mengukur literasi keuangan bagi umat Muslim. Belum ditemukan penelitian yang mengukur tingkat literasi keuangan khususnya di masyarakat muslim dan juga belum ada studi model pengukuran yang dapat mengkaitkan
aturan-aturan muamalah tentang sumber dan
pemanfaatan dana seperti tentang larangan maysir, gharar dan riba. Model pengukuran yang tepat tentunya dapat digunakan sebagai dasar pengukuran literasi keuangan untuk menentukan pada tataran mana solusi literasi itu harus diatasi.
V. REFERENSI Akerlof, G.A. 1970. The Market of “Lemons”: Quality Uncertainty and The Market Mechanism. The Quarterly Journal of Economics, 84(3): 488-500. Adewale, Adeyemi, A Measurement Model of the Determinants of Financial Exclusion among Micro-entrepreneurs in Ilorin, Nigeria, 8th International Conference on Islamic Economics and Finance Almenberg, J., and A. Dreber (2011). Gender, financial literacy and stock market participation. Working Paper, Stockholm School of Economics.
9
Almenberg, J., and J. Widmark (2011). Numeracy, financial literacy and participation in asset markets. Mimeo, Swedish Ministry of Finance. Bernheim, D. (1995), Do households appreciate their financial vulnerabilities? An analysis of actions, perceptions, and public policy, in: Tax Policy and Economic Growth, American Council for Capital Formation, Washington, DC, 1–30 Beal, DJ & Delpachtra, SB 2003, Financial literacy among Australian university students, Economic Papers, 22, 65-78. Bernheim, D. (1998), Financial Illiteracy, Education and Retirement Saving. In O. Mitchell and S. Schieber (eds.), Living with Defined Contribution Pensions, University of Pennsylvania Press, Philadelphia, 38–68. Booklet Keungan Inklusif, 2014, Departemen Pengembangan Akses Keuangan Dan UMKM Bank Indonesia Campbell, J. (2006). Household Finance, Journal of Finance, 61, 1553–1604. Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, V.21.05.2007 Cole, Shawn, Sampson and Zia, 2009, “Financial Literacy, Financial Decisions, and the Demand for Financial Services: Evidence from India and Indonesia”, Harvard Business School Working Paper 09-117. Darman dan Isfenti, (2011), Analisis Personal Financial Literacy Dan Financial Behavior Mahasiswa Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Drexler, Fischer, and Schoar, Keeping It Simple: Financial Literacy and Rules of Thumb, American Economic Journal: Applied Economics 2014, 6(2): 1–31, http://dx.doi.org/10.1257/app.6.2.1, Chen, H, & Volpe, RP 1998, An Analysis of Personal Financial Literacy Among College Students. Financial Services Review, 72(2), 107-128. Christelis, D., T. Jappelli, and M. Padula (2010). ―Cognitive Abilities and Portfolio Choice‖. European Economic Review 54, 18–38. College Board. (2005). Trends in college pricing. Cude, Lawrence, Lyons, Metzger, LeJeune, Marks, and Machtmes, 2006, College Students and Financial Literacy: What They Know and What We Need to Learn. Lousiana. Eastern Family Economics and Resource Management Association. Danes, SM & Hira, TK 1987, Money management knowledge of college students, Journal of Student Financial Aid, 17(1), 4-16.
10
Disney, R., and J. Gathergood (2011). Financial literacy and indebtedness: New evidence for UK Consumers. Mimeo, University of Nottingham El Gamal, M., M. El Komi, D. Karlan, and A. Osman. 2011. “Bank Insured RoSCA for Microfinance: Experimental Evidence in Poor Egyptian Villages.” Houston: Rice University. Hastings, J., and L. Tejeda-Ashton (2008). Financial Literacy, Information, and Demand Elasticity: Survey and Experimental Evidence from Mexico. NBER Working Paper No. 14538 Gerardi, K., L. Goette, and S. Meier (2010). Financial literacy and subprime mortgage delinquency: Evidence from a survey matched to administrative data. Federal Reserve Bank of Atlanta Working Paper 2010-10. Hung, Parker, Yoong, 2009, Defining And Measuring Financial Literacy, RAND Labor and Population Working Paper Series. Hastings, J., and O. S. Mitchell (2011). How financial literacy and impatience shape retirement wealth and investment behaviors. NBER Working Paper 16740. Hilgert, M., J. Hogarth, and S. Beverly (2003). Household Financial Management: The Connection between Knowledge and Behavior, Federal Reserve Bulletin, 309– 32. Hira, Tahira, 2007, Importance of Financial Literacy in America: Implications for China - an emerging global economy, Iowa, Iowa State University. Jones, J. E. (2005). College students’ knowledge and use of credit. Financial Counseling and Planning, 16(2), 9-16. Klapper, Lusardi, and Panos (2011), Financial Literacy and Retirement Planning: the Russian Case.‖ Journal of Pension Economics and Finance 40, no 4, pp. 599– 618. Kunt , Klapper , Randall, (2013), Islamic Finance and Financial Inclusion Measuring Use of and Demand for Formal Financial Services among Muslim Adults, The World Bank Development Research Group Finance and Private Sector Development Team Ludlum, M., & Smith, B.C. (2011). Assessing business in hindsight. 1 Mustang J. of Accounting & Finance, 104-116. Ludlum, M., & Smith, B.C. (2010). The credit card plague on the American college campus: A survey. 1 Mustang J. of Law & Legal Studies, 72-76.
11
Ludlum, Tilker, Ritter, Cowart, Weichu Xu, Smith, 2012, Financial Literacy and Credit Cards: A Multi Campus Survey, International Journal of Business and Social Science Vol. 3 No. 7 Lusardi, et all 2010, Financial Literacy among the Young: Evidence and Implications for Consumer Policy, USA. Lusardi, (2008). Overcoming the Saving Slump: How to Increase the Effectiveness of Financial Education and Saving Programs. University of Chicago Press. Lusardi and Mitchell (2007a), Baby Boomer Retirement Security: The Role of Planning, Financial Literacy, and Housing Wealth. Journal of Monetary Economics, 54, pp. 205–224 Lusardi, and Mitchell (2007b), Financial Literacy and Retirement Planning: New Evidence from the Rand American Life Panel. MRRC Working Paper n. 2007-157. Lusardi, and Mitchell (2008), Planning and Financial Literacy. How Do Women Fare? American Economic Review, 98(2), pp. 413–417. Lusardi, and Mitchell (2009), How ordinary consumers make complex economic decisions: Financial literacy and retirement readiness NBER Working Paper 15350. Lusardi, and Mitchell (2011a), Financial Literacy and Planning: Implications for Retirement Wellbeing, forthcoming in Lusardi and Mitchell (eds.), Financial Literacy: Implications for Retirement Security and the Financial Marketplace, Oxford University Press, 2011. Lusardi, and Mitchell (2011b), Financial literacy around the world: an overview. Journal of Pension Economics and Finance 10(4), pp.497–508. Lusardi, and Mitchell (2011c), Financial literacy and retirement planning in the United States. Journal of Pension Economics and Finance 10(4), pp. 509–525. Lusardi, A., and O. S. Mitchell. 2011d. Financial literacy and retirement planning in the United States, forthcoming Journal of Pension Economics and Finance. Lusardi, Mitchell, and Curto, 2010. Financial literacy among the young, Journal of Consumer Affairs 44 (2): 358–380. Lusardi, and Tufano (2009a), Debt Literacy, Financial Overindebtedness. NBER Working Paper n. 14808.
Experiences
and
Lusardi, A. and P. Tufano (2009b). Teach Workers about the Perils of Debt. Harvard Business Review
12
Lusardi, 2013, Financial Literacy Around The World (Flat World), Insights: Financial Capability, The George Washington University School Of Business And Director, Global Center For Financial Literacy Lyons, A.C. (2004). A profile of financially at-risk college students. The Journal of Consumer Affairs, 38(1), 56-80. Lyons, A.C. and Hunt, J.L. (2003). The credit practices and financial education needs of community college students. 14.1 Financial Counseling and Planning, 63-74. McMillan, and Woodruff (2002), The Central Role of Entrepreneurs in Transition Economies. Journal of Economic Literature. 16:3, 153–170. Moore, (2003), Survey of Financial Literacy in Washington State: Knowledge, Behavior, Attitudes, and Experiences. Technical Report n. 03-39. Social and Economic Sciences Research Center, Washington State University. Naser, K., J. Amad, and K. Al-Khatib. 1999. “Islamic banking: A study of customer satisfaction and preferences in Jordan.” International Journal of Bank Marketing 17(3): 135-150. Natalie, Cameron, Chrisann, 2011, Framework for Assessing Financial Literacy and Superannuation Investment Choice Decisions, Australasian Accounting, Business and Finance Journal, 5(2), 3-22. Nidar and Bestari, 2012, World Journal of Social Sciences Vol. 2. No. 4. July 2012. Pp. 162 – 171, Personal Financial Literacy Among University Students (Case Study at Padjadjaran University Students, Bandung, Indonesia) Norvilitis, J.M., Merwin, M.M., Osberg, T.M., Roehling, P.V., Young, P., & Kamas, M.M. (2006). Personality factors, money attributes, financial knowledge, and credit-card debt in college students. 36.6 J. of Applied Social Psychology, 13951413. Robb, C.A. & Sharpe, D.L. (2009). Effect of personal financial knowledge on college students’ credit card behavior. 20.1 J. of Financial Counseling and Planning, 2543. Robinson, M.S. 1993. Beberapa Strategi yang Berhasil untuk Mengembangkan Bank Pedesaan: Pengalaman dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) 1970-1990. Jakarta: Institut Bankir Indonesia. Stango, V. and J. Zinman (2009). Exponential Growth Bias and Household Finance. Journal of Finance 64. 2807–2849. Tan Beng Wah, Of Value Proposition & Financial Literacy, The 4E journal, vol.11 No.2, 2Q 2011, Certified Financial Planner® (CEP)
13
Trasfield, D.,Denyer, D., Palminder, S., 2003, Towards a methodology for developing evidence-informed management knowledge by means of systematic review. British Journal of Management 14, 996-1004 Van Rooij, M., A. Lusardi, and R. Alessie (2011). Financial Literacy and Stock Market Participation. Journal of Financial Economics. Warwick, J., & Mansfield, P. (2000). Credit card consumers: College students’ knowledge and attitude. Journal of Consumer Marketing, 17(7), 617-626. Laporan Triwulanan Otoritas Jasa Keuangan Triwulan Iii – 2013, www.ojk.go.id
14