ISSN 1410-1939
TEKNIK PERKECAMBAHAN BENIH JATI (Tectona grandis Linn. F.) [GERMINATION TECHNIQUE FOR TEAK SEEDS (Tectona grandis Linn. F.] Rike Puspitasari Tamin Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361 Abstract One of forest crops developed in Indonesia is teak (Tectona grandis Linn. F.). This is due to teak belongs to group of forest crop with type II strength, type I durability and type I luxurious wood. Generative development of teak is hampered by the existence of hard seed coat. This investigation is aimed at studying the affectivity of spreading and dipping treatments of teak seeds. The experiment was conducted at the Silviculture Laboratory, Faculty of Forestry Bogor University of Agriculture. There were two experiments, i.e. seed treatment in seed bed and seed treatment by dipping. Parameters observed were germinability, vigour, germination value, growth rate, T50, germination rate, and seed water content. The result of the experiment showed that the highest germinability (32.5%) was obtained on seeds treated with accu zuur for 15 minutes before being rinsed with clean water. It recommended that further investigation is needed to study he affectivity of accu zuur at different concentration and dipping period. Key words: Tectona grandis, teak, forest crop, forestry, seed technology.
PENDAHULUAN Hutan Indonesia yang merupakan salah satu kekayaan alam yang memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional dituntut untuk lestari guna menjaga ekobiohidrostmosfer nasional, regional, dan global. Salah satu hutan tanaman yang kini dikembangkan di Indonesia adalah hutan jati. Jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi juga karena jati termasuk dalam kelas kuat II, kelas awet I, dan kelas mewah I. Karena itulah jati banyak dibutuhkan dalam industri properti, pengajin industri furniture, kerajinan rumah tangga, kontruksi berat dan ringan lainnya (Sumarna, 2002). Produk berbahan baku jati memiliki pangsa yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Kebutuhan dalam negeri sampai saat ini belum dapat terpenuhi semua. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan dalam negeri sebesar 2,5 juta m3 per tahun dan baru dapat dipenuhi sebesar 0,75 juta m3 per tahun, sehingga masih terdapat kekurangan sebesar 1,75 juta m3 per tahun (Sumarna, 2002). Yang menjadi permasalahan utama dalam pengembangan jati yaitu produksi benih yang rendah dan persentase hidup tanaman dari persemaian yang rendah sebesar 5% serta persentase perkecambahan yang rendah (Wallendrof dan Kaeaatd, 1998 sebagaimana dikutip oleh Rizain, 1999). Selain itu, lama dan tidak meratanya perkecambahan
merupakan hambatan dalam persemaian tanaman jati. Pengembangan tanaman jati secara konvensional (generatif) memiliki kendala teknis berupa kulit buah yang keras. Salah satu usaha untuk meningkatkan perkecambahan benih jati yang rendah adalah perlakuan pra-tanam. Menurut Yadaf (1992) perendaman dan pengeringan dapat mempercepat perkecambahan. Dengan demikian, dapat diperoleh bibit jati berkualitas optimal dengan kuantitas maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas perlakuan di bedeng tabur dan perendaman benih terhadap perkecambahan benih jati. Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemberian perlakuan di bedeng tabur dapat meningkatkan viabilitas benih jati. 2. Perlakuan benih sebelum ditabur berpengaruh terhadap viabilitas benih jati. 3. Terdapat interaksi antara perlakuan di bedeng tabur dengan perlakuan benih terhadap viabilitas benih jati.
METODA PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian ini dilakukan di persemaian dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama 4 bulan (Juli sampai Oktober 2004).
7
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari – Juni 2007
Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jati, urin sapi, Effective Microorganism 4 (EM-4), accu zuur, dan pasir. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bedeng tabur, bambu, plastik meteran, karung, ember, timbangan analitik, cawan petri, oven, desikator, silica gel, kamera, alat penyiram, dan alat tulis. Cara kerja Seleksi benih Seleksi dilakukan untuk mendapatkan benih yang bermutu fisik baik yang dilakukan secara manual dan dengan melakukan pemisahan benih dari kotoran. Penyiapan media tabur Media tabur yang digunakan adalah pasir. Sebelum dimasukkan ke bedeng tabur, terlebih dahulu pasir dijemur untuk disterilisasi. Kemudian pasir diayak untuk memisahkan pasir dengan kerikil. Perlakuan benih Perlakuan benih terdiri dari 15 taraf sebagai berikut: 1. Kontrol (B0) 2. Rendam jemur 6 hari (24 jam rendam 24 jam jemur selama 6 hari) (B1) 3. Rendam air 5 hari ditriskan 1 hari (B2) 4. Rendam air 5 hari (B3) 6. Rendam air 4 hari ditiriskan 1 hari (B4) 7. Rendam air 3 hari ditiriskan 1 hari (B5) 8. Rendam jemur 3 hari (12 jam rendam 12 jam jemur 3 hari) (B6) 9. Rendam EM-4 10 mL L-1 3 hari, lalu ditiriskan 1 hari (B7) 10. Rendam EM-4 5 mL L-1 3 hari ditiriskan 1 hari (B8) 11. Rendam urine sapi 20% 3 hari ditiriskan 1 hari (B9) 12. Rendam urine sapi 10% 3 hari ditiriskan 1 hari (B10) 13. Rendam accu zuur 15 menit, bilas dengan air bersih (B11) 14. Rendam air 3 hari ditiriskan 1 hari, rendam air 2 hari ditiriskan 1 hari (B12) 15. Rendam air 3 hari ditiriskan 1 hari, rendam air 2 hari ditiriskan 1 hari, rendam air 3 hari ditiriskan 1 hari (B13) Pengecambahan Pengecambahan dilakukan setelah benih diberi perlakuan. Benih ditanam dengan jarak antar benih 2cm dan kedalaman tanam 1cm. Pengecambahan
8
dilakukan di bedenng tabur yang telah diberi perlakuan dengan disungkup dan tanpa sungkup. Perlakuan di bedeng tabur Perlakuan di bedeng tabur terdiri dari 2 perlakuan, yaitu: 1) tanpa disungkup, dan 2) diberi sungkup Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi kegiatan penyiraman yang dilakukan setiap pagi hari sesuai dengan kapasitas lapang (tanah jenuh air) dan pembersihan dari gulma. Pengukuran kadar air Pengukuran kadar air dilakukan untuk setiap percobaan dengan 3 kali ulangan, dengan cara mengambil secara acak benih yang akan diukur kadar airnya dengan berat berkisar 5 - 10 g. Benih tersebut dihancurkan/digiling, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian cawan petri dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 ± 2 o C selama 17 ± 1 jam. Penutup cawan petri dibuka unutk memungkinkan penguapan air dari benih selama dioven. Pada akhir pengeringan, cawan petri yang berisi benih ditutp kembali dan diletakkan di dalam desikator yang berisi silica gel selama 30 – 45 menit. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut (Sutopo, 2002):
KA =
b−c x100% b−a
Keterangan: KA = kadar air a = berat wadah + tutup b = berat wadah + tutup + contoh benih mulamula c = berat wadah + tutup + contoh benih setelah dikeringkan Pengamatan Pengamatan perkecambahan dilakukan selama 63 hari setelah benih jati ditabur. Peubah yang diamati adalah sebagaimana diuraikan berikut ini. Daya kecambah Daya kecambah menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan (Sutopo, 2002). Daya Kecambah =
∑ kecambah normal ∑ contoh benih yang diuji
x 100 %
Rike Puspitasari Tamin: Teknik Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis Linn. F.)
Vigor benih Vigor benih merupakan keseluruhan sifat-sifat benih yang menunjukkan penampilan benih selama proses perkecambahan dan pertumbuhan bibit (Sutopo, 2002). Vigor Benih =
∑ kecambah normal yg tumbuh ∑ kecambah kumulatif
x 100 %
Nilai perkecambahan (Sutopo, 2002) GV = PV x MDG GV = Nilai Perkecambahan PV = Nilai Puncak MDG = Rata-rata perkecambahan harian (mean daily germination) PV =
MDG =
persen perkecambahan puncak jumlah hari berkecambah
persen perkecambahan pada akhir pengamatan jumlah hari uji
Kecepatan tumbuh (Surbakti, 1997) Kecepatan tumbuh merupakan cerminan jumlah benih normal yang tumbuh setiap hari.
KT =
X1 X2 Xn + + ....... + E1 E2 En
KT = kecepatan tumbuh Xn = persen kecambah normal pengamatan ke-n En = pengamatan hari ke-n T50 T50 yaitu waktu yang diperlukan untuk mencapai 50 persen dari total perkecambahan normal dan dinyatakan dalam hari (minggu) (Borner et al., 1994). Laju perkecambahan (germination rate) Laju perkecambahan dapat diukur dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikel/plumula (Sutopo, 2002).
Laju Perkecambahan =
N1T1 + N2T2 + .......NxTx ∑ hari berkecambah
bedeng tabur dengan 2 perlakuan. Sedangkan faktor ke-dua adalah perlakuan benih yang terdiri dari 14 perlakuan. Dengan demikian terdapat 28 kombinasi perlakuan yang selanjutnya akan dibuat 3 ulangan sehingga terdapat 84 satuan percobaan (2 x 14 x 3) dengan masing-masing kombinasi perlakuan menggunakan 100 benih sehingga benih yang dibutuhkan sebanyak 8.400 benih. Dengan model rancangannya sebagai berikut (Mattjik dan Made Sumertajaya, 2002): Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk di mana: Yijk = nilai pengamatan pada faktor perlakuan di bedeng tabur ke-i dan faktor perlakuan benih ke-j dan ulangan ke-k µ = komponen aditif dari rataan Ai = pengaruh perlakuan di bedeng tabur ke-i Bj = pengaruh perlakuan benih ke-j (AB)ij = pengaruh perlakuan di bedeng tabur ke-i dan perlakuan benih ke-j = pengaruh acak (galat) yang menyebar εijk normal yang diberi perlakuan di bedeng tabur ke-i dan perlakuan benih ke-j pada ulangan ke-k
Analisis data Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan SAS Release 6.12. Analisis ragam dengan Uji F terhadap variabel yang diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap perkecambahan benih H1 : Perlakuan berpengaruh nyata terhadap perkecambahan benih Untuk kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah: F hitung < F tabel ; terima H0 F hitung > F tabel ; tolak H0 Jika Uji F terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukanpemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji Lanjut Duncan, yang tujuannya untuk mengetahui beda rata-rata antara perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah perlakuan di
Kadar air benih Hasil pengukuran kadar air pada berbagai perlakuan dapt dilihat pada Gambar 1.
9
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari – Juni 2007
Hasil Pengukuran Kadar Air Benih 80
72.575
Kadar Air (%)
70 57.89
60
64.536 62.67 63.551 64.674
61.832 60.332 57.727 59.638
66.892
65.238
50 40
Kadar Air
32.593
30 20
14.164
10 0 B0
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
B13
Perlakuan Benih
Gambar 1. Hasil pengukuran kadar air pada berbagai perlakuan. Untuk memulai proses perkecambahan, benih harus mencapai suatu kadar air minimum. Air dalam proses perkecambahan dipergunakan dalam banyak reaksi biokimia. Salah saru proses biokimia yang terjadi adalah proses perombakan simpanan bahan makanan yang terdapat dalam benih. Air diperlukan untuk mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam proses perombakan, seperti enzim amilase untuk merombak karbohidrat menjadi glukosa, enzim lipase untuk merombak lemak menjadi asam lemak dan gliserol, serta enzim protease untuk merombak protein menjadi asam amino (Byrd, 1968). Dari hasil pengukuran kadar air (KA), dapat dilihat bahwa baik KA yang tinggi maupun KA yang rendah tidak memperlihatkan perbedaan terhadap daya kecambah benih jati. Untuk nilai perkecambahan, KA tidak juga mempengaruhi. Untuk kecepatan tumbuh benih, KA yang tinggi kecepatan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan KA yang rendah. KA yang tinggi juga menunjukkan
laju pertumbuhan dan T50 yang tinggi dan sebaliknya. Benih jati termasuk ke dalam tipe ortodoks. Benih ortodoks mempu yai sifat dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama dengan kadar air rendah. Benih ini tahan kekeringan sampai kadar air 5%. Ciri-ciri benih ortodoks adalah kulit keras, ukurannya relatif kecil, setelah matang dan jatuh dari pohonnya tidak segera berkecambah tetapi butuh tenggang waktu yang cukup lama untuk berkecambah (Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1998). Perlakuan di bedeng tabur Dari hasil sidik ragam sebagaimana disajikan pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan di bedeng tabur tidak mempe-ngaruhi daya kecambah, vigor, dan nilai perkecambahan benih jati, tetapi mempengaruhi kecepatan tumbuh pada selang kepercayaan 95%, T50 dan laju perkecambahan pada selang kepercayaan 99%.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam. Sumber Df DB Vigor GV KT T50 Perlakuan di bedeng 1 0,0839ns 0,4145ns 0,8774ns 0,0138* 0,0001** tabur (A) Perlakuan benih (B) 13 0,0001** 0,4914ns 0,0002* 0,0001** 0,0001** A*B 13 0,6541ns 0,6016ns 0,0001** 0,3013ns 0,0172* Keterangan: * : berbeda nyata pada taraf uji F0.05 ** : berbeda sangat nyata pada taraf uji F0.01 ns : tidak berbeda nyata pada taraf uji F0.05 DB : daya berkecambaha GV : nilai perkecambahan KT : kecepatan tumbuh T50 : waktu yang diperlukan untuk mencapai 50% dari total perkecambahan normal LP : laju perkecambahan
10
LP 0,0001** 0,0001** 0,0541ns
Rike Puspitasari Tamin: Teknik Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis Linn. F.)
tanah dapat mengakibatkan benih tidak berkecambah.
L aju Perkecam b ah an
Kecepatan tumbuh benih jati Kecepatan tumbuh benih jati tertinggi pada perlakuan di bedeng tabur yang diberi sungkup. Menurut Rachmawati (2000) salah satu faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih jati yaitu suhu lingkungan. Hal ini membuktikan bahwa dengan diberi sungkup telah menciptakan suhu yang optimum yang dapat menyebabkan kecepatan tumbuh benih jati menjadi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan di bedeng tabur tanpa disungkup.
36 35 34 33 32 31 30 29 28 27
34,8a
30b
Kecepatan Tumbuh
A0 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
0,927a
A1
Perlakuan di Bedeng Tabur
b
0,709
Gambar 4. Histogram hasil Uji Duncan pengaruh perlakuan di bedeng tabur terhadap laju perkecambahan benih jati A0
A1
Perlakuan di Bedeng Tabur
Gambar 2. Histogram hasil Uji Duncan pengaruh perlakuan di bedeng tabur terhadap kecepatan tumbuh benih jati.
Perlakuan di bedeng tabur dengan dan tanpa sungkup, dilakukan untuk melihat kondisi yang optimum untuk benih jati dapat berkecambah. Benih jati akan gagal berkecambah jika tidak mendapatkan cahaya selama 4-6 jam setiap hari selama periode perkecambahan. Gupta dan Pattanath (1975) menyatakan bahwa benih jati tidak tahan naungan. Benih jati yang ditabur di bedeng tabur yang diberi perlakuan dengan disungkup dapat menghasilkan daya kecambah yang baik (Buletin Perbenihan, 2001).
T 50
T50 perkecambahan benih jati
40 35 30 25 20 15 10 5 0
33,7a 26,7b
A0
A1
Perlakuan di Bedeng Tabur
Gambar 3. Histogram hasil Uji Duncan pengaruh perlakuan di bedeng tabur terhadap t50 benih jati. Laju perkecambahan benih jati Menurut Rachmawati (2000) perkecambahan benih jati dipengaruhi oleh kadar air tanah,cahaya dan suhu. Tingkat kadar air tanah optimum untuk perkecambahan benih jati berkisar antara 11-18%. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan kadar air
Perlakuan benih Daya kecambah benih jati Daya kecambah menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Hasil pengamatan terhadap daya berkecambah selama 63 hari menunjukkan bahwa perkecambahan benih jati ratarata dimulai pada hari ke-10 setelah ditabur dengan tipe perkecambahan epigeal, yaitu akar keluar melalui endocarp yang pecah. Kotiledon muncul setelah itu dari celah yang sama dan terdiri atas dua daun lembaga kecil agak tebal berbentuk elips dengan panjang sekitar 1 cm (Rachmawati, 2000). Daun normal akan muncul dua hari setelah munculnya kotiledon ke permukaan tanah pada susunan arah yang berlawanan. Menurut Widodo (1990) pemberian perlakuan pendahuluan yang berbeda pada benih jati memiliki tujuan untuk melunakkan endocarp yang keras, menghilangkan pengaruh mesocarp dan memperpendek dormansi. Inti dari perendaman ini yaitu untuk menambah cadangan makanan di dalam benih yang tidak seimbang.
11
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari – Juni 2007
Tabel 2. Hasil Uji Duncan pengaruh perlakuan benih terhadap daya kecambah benih jati. Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13
Daya kecambah 24,167ab 32,500a 17,500bcde 13,333de 16,833bcde 15,833bcde 14,167cde 15,667bcde 13,167de 23,167bc 21,500bcd 32,500a 10,500e 2,167f
Vigor benih Vigor benih merupakan persentase perbandingan antara jumlah kecambah yang tumbuh normal dengan jumlah benih yang berkecambah. Kriteria kecambah normal ditentukan dari perkembangan akar, hipokotil, dan kotiledonnya. Kecambah normal umumnya memiliki sistem perakaran yang baik terutama akar primer, perkembangan hipokotil yang baik dan sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, dan memiliki satu kotiledon untuk berkecambah dari monokotil dan dua dari dikotil. Nilai perkecambahan Tabel 3. Hasil Uji Duncan pengaruh perlakuan benih terhadap nilai perkecambahan benih. Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13
Nilai perkecambahan 0,172b 0,357a 0,047bc 0,046bc 0,046bc 0,041bc 0,079bc 0,052bc 0,037bc 0,077bc 0,085bc 0,136bc 0,011c 0,002c
Kecambah tidak normal (abnormal) ditandai dengan kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio yang pecah dan akar primer yang pendek, ke-
12
cambah yang bentuknya cacat, perkembangannya lemah atau kurang seimbang dari bagian-bagian lain yang penting, kecambah yang tidak membentuk klorofil dan kecambah yang lunak. Kecepatan Tumbuh Benih Jati Dormansi benih merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran keadaan luas yang dianggap menguntungkan untuk benih tersebut. Dormansi dapat disebabkan karena tidak mampunya benih secara total untuk berkecambah atau hanya karena bertambahnya kebutuhan yang khusus untuk perkecambahnnya (Byrd, 1968). Dormansi benih dapat disebabkan keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis embrio, atau kombinasi dari keduanya (Sutopo, 2002). Tabel 4. Hasil Uji Duncan pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh benih jati. Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13
Kecepatan tumbuh 1,659a 1,415ab 0,835cdef 0,494fgh 0,582efgh 0,736defg 0,704defg 0,719defg 0,478fgh 1,055bcde 1,120bcd 1,291abc 0,278gh 0,089h
T50 perkecambahan benih jati Pada benih jati terjadi dormansi fisik akibat kulit buah yang keras. Hal ini menjadi penghambat pengembangan tanaman jati secara konvensional (Sumarna, 2002). Menurut Gupta dan Pattanath (1975) penyebab terjadinya dormansi pada benih jati yaitu ketidakseimbangan nutrisi dalam benih, adanya faktor penghambat perkecambahan yang larut air pada daging mesocarp, dan adanya kebutuhan akan faktor after rifening. Perlakuan perendaman benih jati sebelum ditabur dapat melunakkan buah/benih, sehingga memacu kegiatan sel-sel dan enzim serta naiknya respirasi. Dengan demikian proses perombakan bahan makanan dapat berlangsung sehingga menghasilkan energi dan dapat diuraikan ke titik-titik tumbuh sehingga benih dapat berkecambah. Perendaman benih dengan accu zuur menyebabkan kulit benih menjadi rusak dan memudahkan air masuk ke dalam benih.
Rike Puspitasari Tamin: Teknik Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis Linn. F.)
Tabel 5. Hasil Uji Duncan pengaruh perlakuan benih terhadap T50 perkecambahan benih jati Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13
T50 23,2ef 21,8f 34,0bc 32,0bcd 28,8cde 29,7bcd 28,0cdef 30,5bcd 32,7bc 25,3def 27,5cdef 25,5def 47,5a 36,3b
Laju perkecambahan benih jati Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan benih berpengaruh terhadap parameter daya kecambah. Daya kecambah merupakan peubah utama yang dapat memberikan gambaran tentang status viabilitas benih selama penyimpanan. Perlakuan benih tidak mempengaruhi vigor benih. Hal ini membuktikan bahwa benih yang berkecambah didominasi oleh benih normal dimana menurut Kamil (1982) sebagaimana dikutip oleh Insan (2000) bahwa pada umumnya apabila kebutuhan untuk pertumbuhan seperti air, oksigen, dan cahaya dipenuhi, biji bermutu tinggi akan menghasilkan kecambah/bibit yang normal dan benih bervigor tinggi memiliki sifat-sifat cepat tumbuh dan serempak tumbuh. Tabel 6. Hasil Uji Duncan pengaruh perlakuan benih terhadap laju perkecambahan benih jati. Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13
Laju perkecambahan 24,572f 25,541ef 34,696bc 34,777bc 33,323bcd 33,742bcd 29,828cdef 33,207bcd 31,878bcd 29,270cdef 31,355bcde 38,390def 45,948a 37,112b
Interaksi perlakuan di bedeng tabur dan perlakuan benih jati Nilai perkecambahan benih jati Dari hasil sidik ragam terhadap nilai perkecambahan benih didapatkan bahwa interaksi perlakuan di bedeng tabur dengan perlakuan benih sebelum dikecambahkan memperlihatkan pengaruh yang nyata. Hasil sidik ragam tersebut selanjutnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh interaksi perlakuan di bedeng tabur dan perlakuan benih terhadap nilai perkecambahan benih jati. Perlakuan A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A0B4 A0B5 A0B6 A0B7 A0B8 A0B9 A0B10 A0B11 A0B12 A0B13 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A1B7 A1B8 A1B9 A1B10 A1B11 A1B12 A1B13
Nilai perkecambahan 0,0763bc 0,6623a 0,0336c 0,0206c 0,0283c 0,0376c 0,0196c 0,0276c 0,0200c 0,0403c 0,0406c 0,1270bc 0,0090c 0,0008c 0,2673b 0,0510bc 0,0596bc 0,0393c 0,0636bc 0,0436c 0,1386bc 0,0760bc 0,0546bc 0,1126bc 0,1286bc 0,1446bc 0,0136c 0,0036c
T50 perkecambahan benih jati Dari hasil sidik ragam didapatkan bahwa nilai T50 nyata dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan di bedeng tabur dengan perlakuan benih sebelum dikecambahkan. Hasil uji selengkapnya disajikan pada Tabel 8.
13
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari – Juni 2007
Tabel 8. Pengaruh interaksi perlakuan di bedeng tabur dan perlakuan benih terhadap t50 perkecambahan benih jati. Perlakuan A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A0B4 A0B5 A0B6 A0B7 A0B8 A0B9 A0B10 A0B11 A0B12 A0B13 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A1B7 A1B8 A1B9 A1B10 A1B11 A1B12 A1B13
T50 24ghi 23hi 39cd 36cdef 30defghi 29defghi 30defghi 35cdef 37cde 27efghi 33defg 28efghi 52a 48ab 22i 20i 29defghi 28efghi 27efghi 32defgh 26fghi 26fghi 28efghi 23ghi 22i 23i 43bc 24ghi
KESIMPULAN DAN SARAN Kessimpulan 1. Perlakuan di bedeng tabur hanya mempengaruhi kecepatan tumbuh, T50, dan laju perkecambahan benih jati. 2. Perlakuan benih mempengaruhi daya kecambah, nilai perkecambahan, kecepatan tumbuh, T50, dan laju perkecambahan benih jati terkecuali vigor. 3. Interaksi antara perlakuan di bedeng tabur dan perlakuan benih hanya mempengaruhi nilai perkecambahan dan T50.
14
4. Daya kecambah tertinggi pada benih yang diberi perlakuan rendam jemur 6 hari (B1) dan direndam accu zuur selama 15 menit dan dibilas air bersih (B11) sebesar 32.5%. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan accu zuur dengan konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Byrd, H. W. 1968. Pedoman Teknologi Benih (diterjemahkan oleh Emid Hamidin). Pembimbing Massa, Jakarta. Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pengaruh Kadar Air Awal Benih, Perlakuan Asam Propinat serta Suhu dan Kelembaban Nisbi Udara Ruang Simpan terhadap Viabilitas Benih Damar (Agathis loranthifolia Salisb). Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Balai Teknologi Benih, Jakarta. Gupta, B. N. dan P. G. Pattanath. 1975. Factor Affecting Germination Behavion of Teak Seeds of Eighteen Indian Origin. Indian Forester 101: 584-587. Insan, N. 2000. Pendugaan Viabilitas Benih Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. berdasarkan Uji Perkecambahan Tetrazolium Topografis dan Hidrogen Peroksida. Skripsi Sarjana. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Mattjik, A. A. dan I. Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan (Jilid 2). Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Rachmawati, H. 2000. Genetika dan Benih Tectona grandis L. Untuk Indonesia. Indonesia Forest Seed Project, Mofec Indonesia and Danida Denmark, Bogor. Rizain, A. W. 1999. Pengaruh Tipe Penyerbukan terhadap Produksi Benih dan Peran Perlakuan Invigorasi terhadap Peningkatan Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis L. F.). Tesis Magister Sains. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Sumarna, Y. 2002. Budidaya Jati. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Yadaf, J. P. 1992. Pre-treatment of Teak Seeds to Enhance Germination. Indian Forester 118: 260-264.