!
!
LAPORAN!GAP!ASSESSMENT! Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tengah,!Nusa!Tenggara!Timur!
Disusun!Oleh!
Sahrul!Aksa! 081226572031!
[email protected]!
Yogyakarta,!2016!
KATA PENGANTAR Pengalaman bersama Konsorsium Hijau merupakan kesempatan berharga untuk kembali mengasah kemampuan analisa melalui penelitian. Kesempatan ini juga mengajak untuk kembali mengamati, sejauh mana perubahan ekologi terjadi sepanjang interaksi manusia dengan alam terjadi di Sumba Tengah, khususnya Desa Ngadu Olu. Sehingga fenomena ini mempengaruhi pola-pola tindakan yang kembali berdaampak pada lingkungan. Saya berterima kasih kepada manajemen Konsorsium Hijau dari pusat hingga daerah, termasuk teman-teman peneliti dan tim ahli yang mendampingi dan membuka cakrawala.
Kepada
lembaga
Millenium
Challenge
Account
Indonesia
melalui
perwakilannya, terima kasih telah datang melihat langsung kerja saya di lapangan dan ikut mengapresiasi. Juga kepada pemerintah kabupaten Sumba Tengah yang membolehkan saya mengikuti berbagai acara resmi, kesempatan ini membantu saya melengkapi informasi dan menata pemahaman. Tentu saja dan paling utama, pemerintah dan segenap warga Desa Ngadu Olu yang telah menyiapkan tempat dan waktu sebaik-baiknya, sehingga saya bisa melakukan eksplorasi dan “mencuri” pengetahuan mereka untuk membantu merapikan pengetahuan saya tentang petani di desa. Semoga interaksi produktif ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Nuun Walqalami Wamayasthuruun. Yogyakarta, Februari 2016 Sahrul Aksa
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
ii!
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR (ii) DAFTAR ISI (iii) ABSTRAKSI (iv) BAB 1. PENDAHULIAN (2) Mengayun Langkah (2) BAB 2. SEKILAS MENGENAI LOKASI PENGAMATAN (6) A.! Tanah Tempat Memandang Kesuburan, Ngadu Olu (6) B.! Lakoka (10) BAB 3. BEBERAPA HASIL PENGAMATAN (24) A.! Tragedi Lokurata, Pohon Berbuah Uang, dan Lainnya (24) B.! Involusi di Ngadu Olu (41) C.! Pengalaman Baik untuk Harapan Masa Depan (45) C.1. Perhitungan Manna Leti Ata’ (46) C.2. Harapan Melkianus dan Julianus (51) C.3. Harapan Pemuda (55) BAB 4. REFLEKSI DAN REKOMENDASI (60) A.! Refleksi (60) B.! Rekomendasi (62) BAB 5. AGENDA PENG-HIJAU-AN (66) A.! Pertanian Terintegrasi (66) B.! Energi Terbarukan (67) C.! Wirausaha Hijau (69) D.! Penataan Kawasan (70) E.! Pengelolaan Pandu Tanah Air (71) F.! Rancangan Community Learning Centre (72) DAFTAR PUSTAKA (75)
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
iii!
ABSTRAKSI Tulisan ini dibuat berdasar pada dua kali pengamatan lapangan semi partisipatoris sebagai bagian dari gap assessment dalam kerangka pengetahuan hijau di Desa Ngadu Olu, Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Dengan instrumen sederhana pengamatan berusaha melacak tema-tema seputar Pertanian Terintegrasi, Energi Terbarukan, dan Wirausaha Hijau. Kemudian belakangan berkembang ke persoalan Penataan Kawasan. Penelitian ini berangkat dari asumsi terjadi krisis ekologi yang berdampak pada menurunnya daya dukung lingkungan pada kegiatan ekonomi produksi di desa. Kemudian ikutannya adalah rendahnya pemanfaatan energy terbarukan dan tidak hadirnya semangat wirusaha di tengah warga. Dengan asumsi itu penulisan hasilnya kemudian memilih konsep subsistensi dan involusi sebagai kerangka berfikir. Kedua jalan ini dipilih karena relatif sesuai dengan kondisi setempat. Sehingga antara praktek emik di lapangan dengan prinsip etik dalam penulisan tidak terjadi pemahaman yang terlalu dipaksakan, atau meminimalkan peluang-peluang otoriter dari peneliti dan pihak-pihak penyelenggara tindakan. Pada akhirnya tulisan ini hendak mengatakan bahwa subsistensi dan involusi bisa terjadi di tanah yang masih kaya dan luas. Keadaan itu bisa terjadi apabila faktorfaktor produksi di desa tidak ikut mendukung terjadinya lompatan inovasi usaha tani sebagai syarat keluar dari jebakan subsistensi. Transformasi dari peasant ke farmer memiliki syarat-syarat yang harus bekerja bersama. Kata Kunci: Ekologi, Subsitensi, Involusi.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
iv!
!
MENCARI LEMBAH YORDAN (Amatan Singkat di Ngadu Olu, Sumba Tengah)1 Sahrul Aksa2
Foto!1:!Salah!satu!tempat!di!Ngadu!Olu!dilihat!dari!atas!bukit!
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1
! Penelitian,! atau! dalam! istilah! Konsorsium! Hujau! adalah! Pemeriksaan! yang! dilakukan! di! Desa! Ngadu! Olu,! salah! satu! dari! dua! desa! yang! ditetapkan! sebagai! lokasi! program! Pengetahuan! Hijau! di! Kabupaten!Sumba!Tengah.!Penelitian!dilaksanakan!dua!tahap,!pertama!pada!tanggal!3M14!November!2015! untuk!rapid!assessment,!sedangkan!tahap!kedua!pada!17!JanuariM1!Februari!2016.! 2 !Peneliti!Konsorsium!HijauMMCAI,!menempuh!Magister!Antropologi!Budaya!di!Universitas!Gadjah! Mada,! sehariMhari! sebagai! staf! pengajar! di! Sekolah! Tinggi! Pembangunan! Masyarakat! Desa! “APMD”! Yogyakarta.!Kritik!dan!saran!sila!melalui:
[email protected].!!
BAB 1 PENDAHULUAN Tana!Wai!Kanena!Loku!Wai!Kalala.! Soli!Oli!Milla!Peda!Oli!Djarra.3!
Mengayun Langkah Saya meninggalkan Yogyakarta tepat jam delapan pagi pada 3 November 2015. Penerbangan yang cukup jauh, batinku. Tetapi keberangkatan ke Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur, kemudian dilanjut perjalanan darat selama satu jam lebih menuju Anakalang, kampung tua dan paling ramai di Sumba Tengah selalu menerbitkan rasa senang. Selain karena sudah beberapa kali mengunjungi daerah ini, juga karena kehangatan suasananya sangat memikat justru ketika nyaris setiap pagi daerah ini akrab dengan kabut. Untuk menemani perjalanan kali ini saya membawa serta majalah Natinal Geographic Indonesia (NGI) edisi November. Sengaja saya bawa karena laporan utamanya mengenai perubahan iklim global, sementara sebagian liputannya juga melaporkan gerakan inovasi dan penggunaan energi terbarukan di beberapa negara maju. Membolak-balik halaman licin majalah ini, seketika ada kagum tak pura-pura menyaksikan foto-foto yang dikemas bagus, terlebih lagi melihat begitu maju teknologi ramah lingkungan yang mereka telah kerjakan. Sebuah proyek turbin angin raksasa di Jerman untuk menemukan cara penggunaan energi terbarukan guna memenuhi sebagian kebutuhan listrik mereka. “Begitu pesat langkah mereka”, gumamku. Di sini, upaya yang jauh lebih sederhana sering dilihat sebagai ikhtiar eksklusif dan terkesan aneh. Bahkan saya pernah melihat penggunaan teknologi pembangkit dari kincir angin di sebelah barat Pantai Baron Yogyakarta terkesan tidak terawat dan menyedihkan. Lalu, ketika pada medio Juni lalu saya berada di kompleks Puskesmas Pahar (fasilitas kesehatan skala kecamatan dengan kapasitas rawat inap), !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 3
!Kalimat!pertama!adalah!semboyan!yang!tertera!pada!logo!Kabupaten!Sumba!Tengah.!Maknanya! kurang! lebih;! Tanah! yang! dialiri! susu! dan! madu.! Sementara! kalimat! kedua! sering! disingkat! Solapora.! Maknanya!adalah;!Keberpihakan!pada!kaum!yang!lemah!dan!terpinggirkan.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
2!
Desa Lenang, Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Sumba Tengah saya menemukan hal yang lebih tragis. Pembangkit listrik tenaga surya yang menggerakkan kegiatan di Puskesmas itu sempat bekerja hanya sebulan, lalu rusak. Ketika saya tanyakan petugasnya, dia mengatakan bahwa perangkat penyimpan dayanya terbakar karena over kapasitas dari intensitas cahaya matahari yang tidak seimbang. Ketika masalah ini mereka adukan ke dinas terkait justru tidak menemukan jalan keluar, sebab semuanya dikerjakan oleh pihak ketiga, perusahaan dari Jawa yang alamatnya mereka tidak ketahui. Tinggallah fasilitas mahal itu teronggok, aki penyimpan daya mereka preteli untuk diisi daya secara periodik guna keperluan penerangan rumah-rumah perawat. Tragis. Selain gap respon teknologi ramah lingkungan yang sering dikenalkan dengan terminologi “hijau” yang cukup jauh, ternyata ada perbedaan cara pandang dan sikap masyarakat mengenai energi terbarukan. Dari laporan NGI itu saya berasumsi bahwa persoalan hijau berikut energi terbarukan di dalamnya, kuncinya terletak pada perubahan persepsi dan sikap secara massif. Karena perubahan pada dua hal pokok itulah sehingga warga di Jerman menganggap bahwa Konsep Hijau merupakan sebuah keniscayaan. Termasuk ketika mereka harus membayar rekening lebih mahal dari listrik yang dihasilkan melalui pembangkit hijau. Mereka paham dan sadar bahwa konsep ini masih pada taraf inovasi dan pengembangan sehingga butuh dukungan menyeluruh untuk mencapai hasil maksimal. Saya tercenung sesaat ketika menutup halaman terakhir. Di sini, di tanah yang kaya sumber daya alam dan sumber tenaga dari alam sepertinya baru memulai dengan yang sederhana. Tentu saja tetap ada yang membuat saya gembira, bahwa di sini banyak program inovasi sejenis dikemas lebih sederhana kemudian dihubungkan dengan kesertaan, atau seberapa besar partisipasi masyarakat untuk menggerakkan daya itu. Jika di negara maju, inovasi energi terbarukan secara total didorong oleh negara melalui lembaga riset pemerintah padat modal. Di sini diupayakan melalui gerakan dari bawah dengan memanfaatkan daya kreasi masyarakat. Kemudian sedapat mungkin melibatkan proses dan rantai regenerasi untuk keberlanjutannya.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
3!
Kegelisahan itu saya bawa sepanjang perjalanan, tentu saja bercampur dengan konsep-konsep lain yang menjadi sangu kami para peneliti selama proses pembekalan di Yogyakarta. Ada dua konsep lain yang harus kamu lihat di lapangan. Ada konsep Pertanian Terintegrasi, serta Wirausaha Hijau. Apakah ketiganya ada, bagi saya tentu harus diperiksa baik-baik melalui pengamatan kali ini. Dan selama dua minggu ke depan saya kira cukup untuk menyapu pandang dan indra lainnya guna menemukan ketiga konsep yang disiapkan. Di Anakalang saya jadi bimbang, apakah bisa saya temukan kebutuhankebutuhan yang harus diperiksa itu, mengingat daerah ini termasuk baru berusia 7 tahun setelah mekar dari Sumba Barat dan ditegaskan melalui UU 3/2007. Saya teringat kembali cerita beberapa teman yang terlibat langsung sebagai pelopor pemekaran Sumba Tengah. Mereka yang dulu berjuang memekarkan kabupaten ini memiliki kesadaran bahwa tanah mereka memiliki potensi sangat kaya. Kemiskinan dan keterbelakangan sejauh ini terjadi karena rentang kendali sangat jauh dengan kabupaten induk ketika itu, sehingga wilayah mereka (saat itu merupakan tiga wilayah kecamatan Sumba Barat) mengalami keterlambatan dalam pembangunan. Sekarang setelah pisah dengan induk, akses jalan dibuka dan diperbaiki sampai pelosok, sehingga waktu tempuh dari desa terjauh menuju kota kabupaten sekitar 3 jam. Demikian pula dengan program pembangunan pertanian dan perkebunan. Dinas terkait memacu program dan memberi banyak bantuan ke masyarakat melalui desa. Pemerintah meyakini bahwa dengan memberikan bantuan, masyarakat akan bekerja dengan giat sehingga pemerintah berupaya membuka peluang kerjasama dengan banyak pihak untuk memungkinkan percepatan ekonomi khususnya di bidang pertanian.4 Sepertinya pemerintah Sumba Tengah memang sedang menggenjot sektor pertanian dan perkebunan. Maksudnya untuk menggelorakan dan mewujudkan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 4
!Pembicaraan!dengan!Wakil!Bupati!Umbu!Dondu!pada!4!November!2015.!Wabup!menyampaikan! bahwa!saat!ini!pemerintah!sedang!melakukan!kerjasama!dengan!pihak!yang!menyiapkan!bibit!kakao!dan! kopi! di! Sumba! Barat.! Pemerintah! akan! membagikan! bibit! secara! gratis! sepanjang! petani! sudah! siap! dengan! lahan! dan! lubang! penanaman.! Wabup! mengakui! bahwa! program! bantuan! ini! terkesan! terlalu! menggebu!dan!mengenakkan!petani,!tetapi!menurutnya!pemerintah!sedang!focus!membangun!sektor! pertanian!dan!perkebunan!di!Sumba!Tengah.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
4!
semboyan mereka Tana Waikanena Loku Waikalala, bahwa Sumba Tengah merupakan negeri sangat kaya ibarat tanah yang berlimpah susu dan madu.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
5!
BAB 2 SEKILAS MENGENAI LOKASI PENGAMATAN A.! Tanah Tempat Memandang Kesuburan, Ngadu Olu5 Kali pertama saya mengenal Ngadu Olu penuh dengan bias, itu saya alami ketika pertemuan pertama dengan Kepala Desa (Kades) Dominggus Hamapaty
yang
bertandang ke Solapora.6 Pada kesempatan itu, nyaris tanpa jeda selama ¾ jam dia menceritakan segala sesuatu yang baik menyangkut desanya. “Sepertinya desa ini nyaris tanpa cela”, pikirku. Beberapa hal yang sering dia sampaikan adalah keberhasilannya menurunkan angka kemiskinan. Di awal menjabat kepala desa, angka kemiskinan di Ngadu Olu mencapai 80%, kemudian dalam tiga tahun orang miskin sudah tidak banyak lagi, “hampir bisa dihitung dengan jari”, begitu dia menggambarkan jumlah orang miskin di desanya. Targetnya tahun ini semua rumah sudah pakai atap seng. Untuk mendukung langkah itu, pemerintah desa mengalokasikan bantuan rumah layak huni dalam APBDes Ngadu Olu.7 Untuk kecukupan makan, menurutnya, warga sudah tidak kesulitan karena panen padi sudah sangat memadai (6-7 ton/ha) untuk konsumsi sepanjang tahun. “Bahkan warga sudah menjual hasil sawahnya untuk biaya anak mereka yang kuliah sampai ke Jawa”, demikian penegasannya untuk menggambarkan keberhasilan panen padi sawah tadah hujan di wilayahnya. Untuk memperkuat klaimnya atas keberhasilan pemenuhan pangan di desanya Kades menambahkan, “sebenarnya tahun ini kami sudah !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 5
!Ngadu!Olu!identik!dengan!wawasan!Nusantara!yang!memeiliki!sudut!pandang!jauh!ke!depan!dan! saling!memperhatikan!antara!satu!dengan!lainya,!!untuk!menata!bahtera!kehidupan!kearah!yang!lebih! baik!(dikutip!dari!dokumen!RPJMDes!tahun!2014).! 6 !Pertemuan!di!Solapora!sebenarnya!yang!kedua.!Kali!pertama!pada!bulan!Mei!secara!tidak!sengaja! di!sebuah!warung!dekat!rumahnya!ketika!saya!sedang!melintas!sepulang!dari!Tana!Mbanas!dan!melewati! jalan!poros!provinsi!yang!membelah!Ngadu!Olu.! 7 ! Hingga! menjelang! pencairan! Alokasi! Dana! Desa! tahap! ketiga,! pemerintah! desa! selalu! mengalokasikan!bantuan!rumah!layak!huni!rataMrata!4M5!rumah!tiap!tahap.!Bantuan!ini!berwujud!material! semen,! seng! dan! paku.! Untuk! mendapat! bantuan,! warga! yang! ditetapkan! sebagai! penerima! bantuan! hanya!diminta!menyiapkan!kayu!saja,!selanjutnya!akan!dikerjakan!secara!gotong!royong.!Dalam!dokumen! lampiran! Keputusan! Kepala! Desa! 03/2015! tanggal! 10! Januari! 2015! ditetapkan! sebanyak! 21! kepala! keluarga!yang!mendapat!bantuan!pemugaran!rumah!layak!huni.!Model!bantuan!dalam!struktur!APBDes! di!Sumba!Tengah!hampir!sama!di!semua!desa,!sebagai!implementasi!dari!semangat!Soli!Oli!Milla!Peda!Oli! Djarra.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
6!
tidak butuh Raskin lagi, tetapi kami tidak boleh menolak karena ini kebijakan pemerintah. Kalau menolak nanti kami dikira melawan kebijakan pemerintah. Tetapi tahun depan, 2016 saya akan menolak Raskin, karena hasil padi kami sudah cukup.”8 Demikian pula mengenai penjelasan soal ternak dan keamanannya. Kades menyampaikan bahwa tahun depan akan menyalurkan bantuan ternak dari pemerintah kepada empat kelompok. Tidak ada kekhawatiran soal ini sebab kelompok sudah siap dan keamanan bisa dijamin.9 Setelah Kades berlalu, diputuskan bahwa saya harus ke sana, tinggal dan melihat langsung sejauh mana kebenaran informasi awal ini. Tentu saja untuk menetapkan lokasi saya di Ngadu Olu seterusnya untuk melakukan pemeriksaan, sebagaimana penugasan kepada saya sebagai peneliti. Saya tertarik dan terusik bagaimana model pertanian di sana sehingga mampu menjamin ketersediaan pangan, di tengah persepsi mayoritas bahwa NTT dan Sumba khususnya termasuk daerah gersang dan sering terkena rawan pangan. Keesokan harinya, bersama Manajer Area saya bergegas ke Ngadu Olu. Melintasi jalan provinsi ke arah Waingapu, Sumba Timur, jalan beraspal mulus dan berkelok. Menuju lokasi, kami melintasi area hutan Taman Nasional Tana Daru. Di beberapa titik terjadi longsor di tepi jalan, padahal belum masuk musim hujan. Jalan menanjak, sesekali tercium aroma segar getah pinus, inilah Tana Daru, area taman nasional dengan berbagai cerita perlawanan di tepiannya. Baik untuk dikepras guna keperluan infrastruktur jalan, maupun klaim bahwa sebagian wilayah beberapa enclave !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 8
!Mendengar!pernyataan!Kades!saya!sangat!tercengang!dan!spontan!memberi!acungan!jempol,! karena!ini!kali!pertama!saya!mengalami!langsung!pernyataan!sikap!seorang!kepala!desa!sangat!frontal.! Belakangan! saya! bisa! maklum! kalau! pernyataan! itu! lebih! berbau! politis! dan! promotif.! Ketika! pada! 13! November!2015!digelar!Musrenbang!Desa,!di!depan!forum!Kades!menyampaikan!kekesalannya!karena! banyak! warga! memprotes! keterlambatan! pasokan! Raskin.! Kades! dibuat! jengkel! karena! dianggap! tidak! serius!mengelola!Raskin,!padahal!warga!merasa!sangat!membutuhkan!bantuan!Raskin.!Dua!kenyataan!ini! membuat!saya!yakin!bahwa!apa!yang!dipikirkan!Kades!berbeda!dengan!keinginan!warga.!Setelah!berdiam! seminggu! lebih! di! lokasi! kemudian! mendapat! banyak! informasi! dan! konfirmasi! dari! warga,! saya! yakin! bahwa!pernyataan!Kades!di!Solapora!merupakan!pernyataan!yang!tidak!berdasar!dan!bersifat!penegasan! jati!diri!semata.! 9 !Desa!Ngadu!Olu!bisa!dikatakan!relatif!aman!dari!pencurian!hewan!dibanding!desa!lain!di!Sumba! Tengah.! Selama! live! in! di! sana,! saya! sering! mendapati! pintu! rumah! tidak! dikunci! sampai! pagi.! Ketika! bertanya!mengapa!desa!ini!bisa!aman,!Kades!mengatakan!karena!di!desa!ada!seorang!tokoh!yang!ditakuti! jaringan!pencuri.!Saat!seorang!tamu!bertanya!mengapa!bisa!aman,!Kades!menjawab!itu!semua!tergantung! praktek!kepemimpinan!di!desa.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
7!
yang merupakan kampung tua sebelum warga berpindah mendekati sungai seiring perubahan basis produksi mereka.10 Sekitar 45 menit perjalanan, kami tiba di Ngadu Olu, jarak yang kami tempuh sekitar 20 km dari Waibakul pusat pemerintahan kabupaten. Hawa terasa sejuk dan segar, pemandangan nampak hijau berseling coklat pada tanah yang terpanggang kemarau. Di tepi jalan, di depan rumah dan kebun-kebun warga banyak ditanami pohon Mahoni (Mahagony sp). Sebagian warga membuat para-para kecil di depan rumahnya untuk menjajakan jualan hasil dari kebun. Ada yang menjual cabe rawit, tomat, juga kubis. Semuanya berasal dari kebun warga yang terletak di lembah tepian sungai. Saya tertegun dan menggumam, di puncak musim kemarau dan banyak dikeluhkan bahwa kali ini adalah kemarau terpanjang dalam kurun belasan tahun terakhir, di Ngadu Olu warga masih bisa bercocok tanaman sayur dan hortikultura lainnya.11 “Ini pertanda baik, bahwa warga masih bisa mengusahakan budi daya tanaman justru ketika cuaca sedang di puncak kemarau. Ngadu Olu, desa ini terletak di ketinggian 900 mdpl, ketinggian yang cukup untuk memberinya udara sejuk sepanjang hari dan selalu berselimut kabut di pagi hari, suhu rata-rata 28o C dengan curah hujan sekitar 12 mm. Merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Umbu Ratu Nggay, kecamatan terluas di Sumba tengah, letaknya di bagian timur dan lebih dekat dengan Kecamatan Lewa, Sumba Timur sehingga warga lebih sering membawa hasil dagangannya ke sana daripada ke Anakalang, kota di Sumba Tengah. Wilayahnya berbatasan dengan desa induk Mbilur Pangadu di sebelah barat, dan Watumbelar di selatan. Sedangkan di sebelah timur, Ngadu Olu berbatasan dengan Padira Tana, sementara Praikaroku Djangga berada di utara !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 10
!Mengenai!perlawananMperlawanan!kecil!warga!terhadap!pengelola!Taman!Nasional!Tana!Daru! (TNTD)!beberapa!saya!peroleh!pada!kunjunganMkunjungan!sebelumnya.!Di!Desa!Umbu!Pabal,!pemerintah! desa! setempat! sedang! berjuang! melepaskan! beberapa! hektar! tanah! kebun! dari! penguasaan! TNTD.! Mereka!mengklaim!bahwa!mereka!memiliki!tanah!kebun!di!bekas!perkampungan!mereka.!Demikian!juga! di!dekat!pesisir!selatan,!Kecamatan!Katikutana!Selatan!terdapat!kisahMkisah!yang!sama.! 11 !Saya!melihat!di!beberapa!tempat,!warga!mengupayakan!bercocok!tanam!dengan!cara!disiram! dari!sumber!air!Sungai!Loku!Rata!yang!tidak!kering.!Bahkan!ada!warga!yang!memiliki!lahan!jagung!terawat! baik!dan!mulai!berbunga.!Di!perbatasan!ke!arah!timur!menuju!Padira!Tana!bahkan!banyak!warga!yang! menjajakan!jagung!pulut!rebus!bersanding!dengan!buah!dan!sayuran.!Dari!usaha!seperti!ini,!beberapa! warga!berhasil!menyekolahkan!anak!sampai!tingkat!sarjana!dan!bekerja!sebagai!pegawai!pemerintah.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
8!
sebagai tetangga desa. Luas wilayahnya sekitar 70 km2 dan sebagian merupakan wilayah Taman Nasional Tana Daru (TNTD).12 Desa Ngadu Olu merupakan salah satu dari Desa di Wilayah Kecamatan Umbu Ratu Nggay, letaknya 3 Km ke arah barat dari kota Kecamatan. Desa ini tergolong masih muda, setelah berhasil dimekarkan pada 2011 dari desa induk Mbilur Pangadu. Ada beberapa alasan mengapa warga bersama beberapa tokoh masyarakat menganggap penting untuk memisahkan diri dari desa induk. Pertama, rentang kendali pemerintah desa yang terlalu jauh, sehingga warga mengalami kesulitan ketika berurusan dengan desa. Kedua, dan ini yang paling banyak disampaikan oleh warga adalah telah terjadi ketimpangan pembangunan dan pemberdayaan akibat keterbatasan
desa
mendistribusikan
bantuan
dan
program
pemerintah.13
Ketimpangan inilah yang mendorong warga dan dibantu beberapa staf desa yang berasal dari Ngadu Olu untuk menyusun panitia persiapan pemekaran. Awalnya para tokoh dan desa induk tidak menyetujui upaya pemekaran itu dengan alasan bahwa mereka masih satu keluarga besar dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ada pertimbangan juga bahwa pemekaran akan membuat ketimpangan pada desa induk mengingat dusun 3 dan 4 (yang sekarang jadi Ngadu Olu) merupakan wilayah penyangga dan paling subur. Tetapi tiga kelompok Kabisu besar (Mangacu, Anamaari, Anamacua) di Dusun 3 dan 4 lebih sepakat bila desa dimekarkan dengan alasan untuk memperpendek rentang kendali dan mengatasi ketimpangan pembangunan di desa. Upaya pemekaran dari bawah ternyata mendapat angin segar dan dukungan dari pihak pemerintah kabupaten, sehingga rencana itu berjalan nyaris tanpa hambatan eksternal dengan waktu relatif cepat.14 “Waktu itu kabupaten juga !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 12
!Menurut!Kades!sebanyak!30%!wilayah!Ngadu!Olu!masuk!dalam!wilayah!TNTD.!Bahkan!kampung! tua! tempat! mula! orang! tua! mereka! tinggal! juga! ada! di! dalamnya.! Itu! sebab! pemerintah! desa! memperjuangkan! sebagian! dari! 30%! itu! untuk! dikembalikan! sebagai! milik! desa.! Targetnya! adalah! melepaskan!seluas!500!ha,!dan!sampai!sekarang!sudah!berhasil!membebaskan!200!ha.!Meski!sudah!sah! dan!resmi!ditandatangani!tetapi!Pemdes!belum!menetapkan!bentuk!pengelolaannya.! 13 ! Hampir! semua! warga! yang! diwawancarai! mengatakan! bahwa! dulu! ketika! masih! bergabung! dengan! desa! induk! sulit! sekali! mendapat! bantuan! sebab! mereka! harus! bersaing! dengan! warga! yang! berada!di!dekat!pusat!pemerintahan!desa,!sehingga!mereka!nyaris!terabaikan.!“Kalau!kita!belum!mekar! pasti!rumahMrumah!masyarakat!ini!belum!bisa!ganti!pakai!atap!seng”,!demikian!pernyataan!yang!sering! disampaikan!warga.! 14 !Wawancara!dengan!Julianus!Umbu!Nggaba!pada!Rabu,!11!November!2015.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
9!
butuh menambah jumlah desa untuk memperkuat syarat jumlah desa sebagai daerah baru”, demikian tambah kepala desa. Sehingga ditetapkan pada 2011 Desa Mbilur Pangadu mekar menjadi tiga desa; desa induk, Ngadu Olu dan Padira Tana. Pasca pemekaran, pejabat kepala desa bersama tokoh masyarakat segera mempersiapkan pemilihan kepala desa baru dan kemudian melengkapi struktur pemerintahan desa, termasuk membagi wilayah menjadi tiga dusun. Untuk mempercepat laju pembangunan di desa juga dibentuk lembaga-lembaga di desa untuk memuluskan distribusi bantuan pembangunan dan pemberdayaan. Sampai saat ini tercatat ada 10 kelompok tani dan 4 kelompok peternak. Untuk pemberdayaan kelompok tani, masing-masing kelompok sudah memiliki sarana peralatan yang berasal dari bantuan program dari kabupaten, juga merupakan bagian dari Alokasi Dana Desa dalam struktur APBDes.15 Prasarana pendidikan di desa ini cukup memadai, terdapat sebuah gedung PAUD yang terintegrasi dengan pos pelayanan terpadu Balita, juga terdapat gedung SD cukup representatif dan sebuah SMP di kecamatan yang kebetulan letaknya berada di perbatasan desa sebelah timur. Di sini juga terdapat sebuah Puskesmas kecamatan yang melayani beberapa desa sekitar, termasuk siap membantu melayani kesehatan 744 warga Ngadu Olu yang terdiri dari 374 laki-laki dan 370 perempuan, serta terhimpun ke dalam 134 kepala keluarga.16 B.! Lakoka Di dusun tiga berdiri sebuah gereja yang belum lama selesai pengerjaannya. Di plang gereja ada tertulis “Jemaat Lakoka”, Didirikan 28 November 1947. Usia jemaat memang tidak setua Gereja yang selalu dipakai warga untuk ibadah. Ada sekitar 738 warga Ngadu Olu yang beragama Kristen sebagai agama mayoritas. Hanya 12 yang beragama Katolik, 5 Hindu dan paling sedikit, Islam sebanyak 4 orang. Warga !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 15
!APBDes!Ngadu!Olu!tahun!2015!sebesar!Rp.!503.507.168,M!Dari!jumlah!itu,!300!juta!di!antaranya! berasal!dari!ADD!dan!sisanya!berasal!dari!10%!dana!bagi!hasil!yang!diperoleh!kabupaten.!APBDes!sebesar! itu!kiasarannya!hampir!sama!di!seluruh!65!desa!di!Sumba!Tengah.!Pada!dua!kali!sambutan!resmi,!Bupati! Sumba! Tengah! Umbu! S! Pateduk! menyampaikan! bahwa! angka! 10%! itu! merupakan! komitmen! keberpihakan!kepada!rakyat,!mengingat!jumlah!APBD!Sumba!Tengah!yang!tergolong!kecil,!hanya!sekitar! 400!miliar.! 16 ! Data! ini! diperoleh! dari! dokumen! RPJMDes! Ngadu! Olu! tertanggal! 13! Januari! 2014.! Pada! Musrenbang!Desa!tanggal!13!November!2015!fasilitator!desa!menyampaikan!bahwa!jumlah!penduduk! Desa!Ngadu!Olu!sebanyak!751,!terdiri!dari!373!lakiMlaki!dan!378!perempuan.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
10!
beragama selain Kristen sebagian besar adalah pendatang yang tinggal di Ngadu Olu karena tugas sebagai pegawai pemerintah. Jemaat Lakoka yang sudah berumur 68 tahun memiliki wilayah pelayanan melampaui batas teritori Desa Ngadu Olu. Menurut Pendeta Frida Dorkas Retang, wilayah pelayanannya meliputi Mbilur Pangadu, Ngadu Olu, sampai Desa Praikaroku Djangga. Wilayah pelayanan ini bisa menggambarkan bahwa Lakoka merupakan satuan tempat yang menghimpun kerabat keluarga yang lebih luas melampaui batas administrasi desa. Ketika awal didirikan, Jemaat ini mempertimbangkan keterikatan keluarga satu-sama lain saat itu ketika jumlah penduduk belum seramai sekarang. Dari beberapa cerita dapat disimpulkan bahwa tempat yang didiami warga saat ini merupakan perkampungan baru. “Dulu kami semua tinggal di atas di kampung tua. Di sana kami masih punya pohon kelapa dan pinang”, demikian penjelasan Jonathan Nuku H di suatu siang sepulang melihat lokasi Bendungan Lokurata yang terletak di sebelah selatan di tepian batas TNTD. Nathan mempertegas bahwa dia bahkan lahir dan menghabiskan sebagian masa kecilnya di kampung lama.17 Ketika saya bertanya mengapa kemudian keluarganya pindah ke kampung yang ditempati sekarang, dia menjelaskan, “waktu itu kita pindah supaya lebih mudah kalau mau pigi gereja atau pigi sekolah”.18 Jika merunut keterangan ini maka ada pola yang sama tentang bentuk-bentuk perpindahan warga penghuni dataran tinggi di beberapa wilayah Indonesia. Menurut Li (2002: 7-13) perpindahan penduduk yang mendiami dataran tinggi mengikuti perubahan mode produksi mereka. Biasanya perpindahan mengikuti dua faktor dominan, respon terhadap perubahan sosial, dan mencari cara yang lebih mudah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.19 Berbagai sumber lisan juga menjelaskan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 17
!Saya!juga!mendapat!informasi!yang!sama!dari!Ketua!Lembaga!Pemberdayaan!Masyarakat!(LPM)! Umbu! Ruppa,! bahwa! dulu! mereka! tinggal! di! kampung! atas! yang! diberi! nama! Prai! Wingur! (Kampung! Kunyit),!dinamai!demikian!karena!banyak!tanaman!kunyit!tumbuh!di!sana.! 18 !Percakapan!dengan!Nathan!Nuku!H!dilakukan!pada!Minggu!8!November!2015.! 19 !Saya!pernah!mendapat!cerita!dari!seorang!Imam!Marapu,!Umbu!Maramba!Weku!di!Kampung! Kambajawa,!Umbu!Ratu!Nggay!Barat!bahwa!proses!perubahan!yang!mereka!alami!pertama!kali!ketika! Belanda! datang! dan! melakukan! penyebaran! agama! Kristen.! Setelah! misi! Kristen! berhasil! dijalankan! ternyata!mereka!juga!mengambil!kekayaan!mereka!berupa!kayu!Cendana!dan!kayu!Manis.!Setelah!itulah!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
11!
bahwa kebiasaan Orang Sumba tinggal di tempat yang lebih tinggi (di bukit) sebagai salah satu bentuk pertahanan bagi kelompok keluarganya. “Kalau rumah ada di atas akan lebih mudah mengetahui kalau ada serangan dari orang jahat. Kalau ada yang serang kita tinggal lempar pakai batu”.20 Selain itu, dengan bermukim di ketinggian, kotoran ternak mereka akan tergerus ke bawah terbawa air hujan, ke kebun-kebun dekat rumah yang dikenal sebagai Karaha Uma21 dan Mondu.22 Gambaran! Kampung!Lama! (Praingu)!
Revolusi! Hijau!
Gambaran! Desa!Saat!Ini!
Gambar!1:!Proses! perubahan! pemukiman! menuju! kehidupan! baru! mengikuti! asumsi! Revolusi!Hijau.! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! terjadi!perubahan!besarMbesaran!di!Sumba,!termasuk!diskriminasi!yang!mereka!alami!pasca!misi!Kristen! ketika!itu!sampai!sekarang.!Pembicaraan!dilakukan!melalui!program!lain!pada!3!Juni!2015.! 20 !Pembicaraan!dengan!Umbu!Ngaru,!salah!satu!staf!di!Badan!Pemberdayaan!Masyarakat!Desa.! Pembicaraan!ini!kami!lakukan!ketika!meninjau!salah!satu!kampung!tua!atas!bukit!di!Desa!Dewa!Jara,!Umbu! Ratu!Nggay!Barat.! 21 !Karaha!Uma!adalah!sebidang!tanah!yang!terletak!di!dekat!rumah,!biasanya!ditanami!tanaman! rempah!dan!obatMobatan,!atau!sekarang!dikenal!dengan!program!TOGA!(tanaman!obat!keluarga).! 22 !Mondu!adalah!bidang!tanah!yang!letaknya!agak!jauh!dari!rumah,!biasanya!terletak!di!bantaran! sungai,!ditanami!jagung,!pisang,!palawija!dan!hortikultura.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
12!
Proses terbentuknya kelompok perkampungan yang terjadi sekarang di Ngadu Olu sebenarnya merupakan respon terhadap perubahan alam dan sosial yang mereka alami sepanjang masa. Proses peradaban dalam rentang sejarahnya telah membawa mereka mendiami lembah-lembah yang lebih mudah mengakses fasilitas-fasilitas sosial yang dibangun pemerintah untuk merawat harapan pada kehidupan yang lebih baik dan efisien, cara hidup baru yang ditawarkan pemerintah melalui pembangunan. Jika dulu mereka mendiami bukit-bukit di kampung lama sebagai respon terhadap pertahanan kelompok dan memudahkan mereka menggarap ladang dan menggembalakan ternak. Maka pada kehidupan saat ini yang lebih kompleks mereka mendekati fasilitas umum sebagai upaya melakukan kompromi pada cara hidup baru yang mereka alami saat ini.23 Proses perubahan yang dialami masyarakat sebagian merupakan pengaruh dari luar terutama misi agama dan program pembangunan yang mengenalkan kepada mereka cara hidup baru (lihat Twikromo, 2008: 75-82). Persoalan menjadi lain ketika semua berubah, lingkungan, cara bertani, budaya, dan wabah penyakit ternak datang kemudian. Lingkungan berubah setelah kampung lama ditinggalkan, kaliu tidak terawat seperti dulu lagi. Cara bertani yang mandiri kemudian berubah pada pola pertanian yang memiliki ketergantungan tinggi pada cara produksi yang didatangkan dari luar desa. Sementara budaya dan cara hidup tidak lagi memikirkan kebutuhan kalori semata tetapi bergeser menjadi banjir kebutuhan sekunder yang berbiaya tinggi. Sekolah yang sebelumnya belum menjadi kebutuhan pokok, sekarang menjadi keharusan seolah-olah pendidikan satu-satunya cara untuk menyelamatkan kehidupan mereka saat ini. Struktur sosial berubah dari cara tradisional kemudian mengadopsi tata kehidupan modern, terutama dalam sistim pemerintahan yang sama sekali lain dengan sistim kabisu yang mereka jalani sejak dulu. Kondisi di Ngadu Olu saat ini adalah apa yang disebut diferensiasi agraria, di mana
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 23
! Proses! perpindahan! ini! diperkirakan! terjadi! pada! era! 70Man! ketika! pemerintah! melancarkan! gerakan!pembangunan!melalui!pendidikan.!Ketika!itu!mulai!dibangun!beberapa!fasilitas!pendidikan!yang! dirintis! oleh! tokoh! lokal! dan! tokoh! agama! kemudian! upaya! ini! dilanjutkan! oleh! proyek! pemerintah! (Twikromo,!2008:!147M152),!apa!yang!diungkap!Twikromo!terkonfirmasi!pada!wawancara!dengan!Umbu! Nange,!tokoh!utama!dan!mantan!Pendeta!di!Ngadu!Olu.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
13!
terjadi pergeseran kelompok-kelompok sosial yang merupakan akibat dari masuknya unsur baru di sektor agraria (Fauzi, 1999: 166). Sepertinya pola perubahan pemukiman ini juga tidak lepas dari dampak program revolusi hijau yang digemakan pemerintah orde baru kala itu berjalan beriringan dengan munculnya “Kesadaran Baru”.! Istilah kesadaran baru saya pakai untuk
menyebut proses bekerjanya secara simultan antara kampanye pembangunan dengan revolusi hijau yang juga menggunakan forum-forum resmi pemerintah sampai
mimbar-mimbar
agama
untuk
menyampaikan
pesan-pesan
kesejahteraan pada realitas baru (Husken, 98: 240-245; Fauzi, 1999: 163-167). Berdasarkan beberapa cerita dan ingatan warga, saya menarik asumsi bahwa ideologi pembangunan yang mengendalikan gerakan revolusi hijau merembes jauh dan mempengaruhi pola hidup warga Ngadu Olu hari ini. “Sebenarnya kami ini pekebun, bukan petani sawah seperti sekarang. Dulu waktu kita masih tinggal di kampung lama, yang ditanam ya padi ladang. Kemudian di kebun sudah ada semua jenis tanaman seperti jagung, ubi, pinang, kelapa, semua kebutuhan ada”.24 Pola kehidupan di kampung lama dengan ekosistim terintegrasi, komposisi populasi seimbang, serta gaya hidup di mana semua kebutuhan dapat terpenuhi dari alam lingkungan di sekitarnya, membuat mereka merasa berkecukupan sepanjang tahun. Mereka juga mengenal keanekaragaman pangan dan keragaman menu yang dikonsumsi sepanjang hari, sehingga kelangsungan konsumsi beras, palawija dan ubi-ubian saling melengkapi selama satu siklus musim.25 Beberapa nara sumber masih mengingat dengan jelas bagaimana variasi menu keseharian mereka sangat beragam tiap hari. “Sama sekali tidak monoton, biasanya pagi kami diberi sarapan bubur jagung, siang makan nasi, malam kami disuguhi ubi-ubian atau nasi jagung. Jadi semua hasil dari kebun bisa memenuhi kebutuhan keluarga”.26
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 24
!Hal!ini!disampaikan!warga!di!beberapa!perbincangan,!kemudian!ditegaskan!oleh!Jhon!Opung! pada!FGD!tanggal!25!Januari!2016.! 25 ! Informasi! ini! diperoleh! pada! FGD! 25! Januari! 2016! kemudian! dipertegas! oleh! beberapa! local! expert!pada!workshop!penulisan!tanggal!12M13!Februari!2016! 26 !Komentar!ini!disampaikan!oleh!Adri!Sabaora,!salah!satu!local!expert!pada!workshop!tanggal!13! Februari!2016!di!Wisma!Solapora.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
14!
Pola ini berubah ketika gerakan revolusi hijau meletakkan padi sebagai komoditi utama dan beras sebagai konsumsi pokok, nyaris di seluruh Indonesia. Gerakan ini telah mengubah pola kehidupan bercocok tanam petani di Sumba, yang pada awalnya mengandalkan kebun, lalu berubah ke cara bertanam di sawah. Sawah menjadi sesuatu yang baru dan memerlukan cara baru untuk mengolahnya. Pola tani kebun yang tidak terlalu membutuhkan pasokan air secara periodik, kemudian tergantung pada ketersediaan air yang banyak. Jika sebelumnya mereka hanya menggunakan perkakas sederhana untuk membalik tanah saat menanam padi ladang dan tanaman kebun lainnya. Maka dikenalkannya pola pertanian sawah membuat mereka tergantung pada alat-alat produksi yang lebih kompleks. Mungkin awalnya mereka hanya memerlukan sapi atau kerbau untuk membajak sawah (luku dan gelebak), tetapi ketika budaya konsumsi semakin beragam serta berubahnya orientasi hidup mereka, maka mekanisasi sarana pertanian menjadi keniscayaan untuk melipat-gandakan hasil dalam sekali musim tanam. Dalam prakteknya, mekanisasi pertanian serta cerita-cerita soal panen yang melimpah tidak sebanding dengan laju kuantitas dan pola kebutuhan warga. Budidaya yang dilakukan saban musim sepertinya hanya bisa mencukupi asupan kalori dan protein mereka semata. Sedangkan kebutuhan sekunder (sekolah dan gaya hidup lainnya) tidak dapat terpenuhi dalam rantai produksi petani. Jadi, mode produksi yang dilakukan sepanjang tahun adalah mode produksi subsisten, sementara tingkat kebutuhan mereka tidak bisa terpenuhi dengan cara-cara seperti itu. “Mengapa sampai sekarang kita selalu tidak cukup makan, saya kira karena budaya kita sudah berubah. Dulu semua hasil dari kebun masih bisa bertahan setahun, sekarang tidak bisa lagi”.27 Seandainya saja petani berhasil mendapatkan panen yang maksimal, apa yang diperoleh secara kualitas tetap tidak bisa seperti dulu. Jhon Opung menjelaskan bahwa ketersediaan pangan sepanjang tahun tidak bisa terpenuhi karena kualitas bibit unggul padi dan jagung sekarang tidak sama dengan varietas lokal yang mereka tanam dulu. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 27
!Penegasan!ini!disampaikan!salah!satu!tokoh!adat!pada!FGD!25!Januari!2016.!Dia!menyampaikan! hal!ini!dengan!emosional!bahkan!demi!mengingat!kecukupan!masa!lalunya!dia!menyampaikannya!sambil! berdendang.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
15!
Menurut Opung, padi dan jagung sekarang tidak tahan disimpan lama, “kalau disimpan lama dia akan bubuk”, maksudnya kalau disimpan lama bulir jagungnya akan hancur seperti bubuk. Demikian juga dengan padi, rasanya tidak enak kalau disimpan lama. Itu salah satu sebab mengapa petani semakin tertarik untuk menjual hasil panennya, meski hasil penjualannya tetap tidak seimbang dengan model kebutuhan saat ini. “Kalau disimpan lama nanti tidak enak dimakan”. Sementara padi lokal (dulla rati) juga jagung jenis lokal mereka tahan disimpan sepanjang tahun, sehingga ketersediaan logistik bisa terjaga sepanjang tahun. Seiring dengan itu, perubahan pola tanam yang mengikuti cara revolusi hijau juga mengakibatkan hilangnya beberapa jenis padi lokal yang selama ini terbukti tahan lama dan lebih padat saat dikonsumsi.
Foto!2:!!Cara!penyimpanan!jagung!di!Tanambanas!Selatan,!tetangga!Ngadu!Olu.!
Perihal penting dalam perubahan pola hidup dan tata pemukiman di Ngadu Olu peran negara yang menggunakan berbagai cara untuk mengubah pola perkampungan yang berbasis sawah dan mendekati pusat layanan pemerintah dengan tidak mempertimbangkan dampak sosial-budaya dari konstruksi perubahan sosial itu. Pada awalnya mereka masih merupakan satu rumpun keluarga besar yang menetap di kampung tua. Kemudian dalam proses perkembangan dan pindah mukim mereka lalu menyebar mencari tempat strategis untuk bentuk kehidupan baru. Itu sebabnya sampai sekarang hampir semua warga Ngadu Olu mengatakan bahwa mereka semua Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
16!
masih saudara, masih satu keturunan. Bukan itu saja, penduduk desa Mbilur Pangadu, Ngadu Olu dan Padira Tana masih merupakan keluarga mereka. Proses kawin-mawin (endogami) di antara mereka membuat pertalian hubungan yang dekat dengan warga desa tetangga. Di Ngadu Olu sendiri dikelompokkan ke dalam tiga kabisu besar, yakni: Mangacu, Anamaari, dan Anamacua.28 Serta didukung oleh beberapa Kabisu kecil (Lawonda, Analepa, Kuriyengu, Lakoka, dan Ponduk).29 Tiga Kabisu besar di Ngadu Olu memiliki peran penting dan strategis hampir di semua sektor, baik pemerintahan maupun agama, termasuk dominasinya dalam kepemilikan tanah dan ternak. Pada Minggu, 8 November 2015, saya mengikuti proses ibadah di Gereja Jemaat Lakoka. Ruang persembahyangan tidak penuh, ibadah dipimpin Pendeta perempuan muda, Frida Dorkas Retang. Ibadah berlangsung sekitar satu jam. Di ruang persembahyangan saya bisa melihat bagaimana posisi duduk para jemaat juga menggambarkan struktur sosial warga. Di barisan paling depan duduk sepasang suami-istri paruh baya berpenampilan lebih menonjol dari Jemaat lainnya. Pakaiannya bagus, berbatik lengan panjang warna abu, istrinya tampil bersih bergaun biru. Seuntai kalung Anahidda anggun melingkar di lehernya. Dialah Umbu Nange, lelaki paling disegani di Ngadu Olu bersama istrinya. Umbu Nange pensiunan pendeta (Emeritus), sedang istrinya adalah kepala sekolah di SD Negeri Ngadu Olu. Selain sebagai mantan Pendeta, Umbu Nange juga adalah tokoh sentral di Kabisu Anamaari yang menjadikannya sebagai maramba disegani. Dapat dikatakan bahwa Umbu Nange dan keluarganya merupakan contoh kelas elit lokal yang lengkap karena didukung oleh banyak faktor. Dari segi garis keturunan, keluarganya merupakan pemula di kampung. Bapaknya, Melkianus Umbu Nganggu !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 28
!Dari!ketiga!suku!besar!ini,!Mangacu!merupakan!mata!wai!pawal,!atau!mata!air!di!mana!semua! suku! berasal.! Posisi! ini! menempatkan! Mangacu! sebagai! suku! yang! dituakan.! Sementara! Anamaari! merupakan! suku! yang! memiliki! keunggulan,! selain! jaringan! keluarga! yang! luas! juga! karena! banyak! di! antara!mereka!berpendidikan!tinggi.!! 29 ! Kabisu! atau! sering! dilafalkan! dengan! Kabihu! adalah! kelompok! garis! kekerabatan! bersifat! patrilineal,!biasanya!juga!mengikat!dalam!proses!kawinMmawin!untuk!menjaga!keberlanjutan!klan!(lihat,! Twikromo,!2008:!202).!Munculnya!Kabisu!kecil!atau!penyangga!akibat!timbulnya!aliansi!perkawinan!baru! yang!berasal!dari!Kabisu!besar.!Contohnya,!Kabisu!Lawonda!merupakan!penyangga!dari!Kabisu!Mangacu! (dari!wawancara).!Ada!versi!lain!dalam!dokumen!RPJMDes!menyebutkan!ada!lima!Kabisu!besar,!selain! yang!tiga!di!atas!masih!ada!Anakendu!dan!Pupuderu,!tapi!dua!ini!jarang!disebutMsebut.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
17!
adalah Pendeta pribumi pertama di era kemerdekaan. Selain itu Umbu Nganggu juga pernah mewakili Partai Kristen Indonesia (Parkindo) di DPR-GR. Sebagai anak ketiga dari sembilan bersaudara, dia mewariskan tugas orang tuanya sebagai Pendeta di Lakoka, sedangkan adik bungsunya, Umbu Nggiku adalah seorang dokter hewan yang menjadi salah satu tokoh pejuang pemekaran Sumba Tengah tahun 2007. Saudarasaudaranya yang lain ada yang berprofesi sebagai guru, salah satunya diambil istri oleh Umbu Makamenggit Ndjaka Praingu, Maramba di Kabisu Anamacua. Umbu Ndjaka juga Pendeta Emiritus yang lama bertugas di Sumba Timur dan memiliki jaringan luas di komunitas pertanian organik sampai ke Jawa. Dominggus Hamapaty, Kades Ngadu Olu adalah kemanakan langsung (anak dari sepupu) Umbu Nange. Orang tua Kades sudah lama meninggal, sehingga sebagai anak laki-laki tertua dalam keluarganya, dia yang meneruskan peran ikut mengendalikan kabisu Anamaari. Dari sini dapat dilihat bahwa relasi antar maramba dan antar kabisu di Ngadu Olu sangat dekat melalui ikatan kawin-mawin. Relasi seperti ini juga termanifestasikan dalam pemerintahan desa, sehingga sering disebutkan bahwa pemerintahan di desa adalah pemerintahan keluarga. Antara Kades serta segenap jajarannya masih merupakan saudara dekat. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang diketuai Umbu Ruppa juga masih merupakan keluarga Kades. Meski Umbu Ruppa orang luar berasal dari Umbu Ratu Nggay Barat, tetapi dia mengambil istri adik dari Umbu Nange, sehingga nyaris semua perangkat serta lembaga-lembaga di desa dipegang oleh keluarga pertalian kabisu. Demikian sampai ke tingkat bawah (dusun) dipercayakan kepada tokoh di masing-masing dusun yang merupakan bagian dari kabisu yang lebih kecil. Kelompok kabisu besar memiliki tanah sawah, kebun yang luas dan ternak yang banyak. Kepemilikan ini memperkuat posisi maramba sebagai elit dan patron di desa. Kepala desa misalnya, menurut pengakuannya memiliki sekitar 20 ha sawah dan sekitar 40 ha lahan kering. Saat ini sawahnya hanya bisa diolah sebagian karena keterbatasan tenaga penggarap. Sedangkan lahan kering hanya sekali setahun ditanami jagung. Meski sistim kepemilikannya tetap berbasis keluarga, tetapi dengan tanah seluas itu memberinya hasil sangat memadai dalam satu siklus. Dengan kepemilikan Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
18!
tanah yang luas banyak warga yang ingin membantu menggarap. Dalam proses relasi pemilik penggarap inilah terjadi resiprositas saling menguntungkan kedua belah pihak, ada yang mendapat lahan olahan dan hasil kerja di satu sisi, di sisi lain pemilik juga bisa mendapat keuntungan sosial berupa pengaruh dan proses penguatan pola patronase. Demikian pula dengan ternak yang dimiliki Umbu Nange. Sebelum terkena penyakit sura30, patronasenya sebagai salah satu Maramba sangat kuat. Sebagian warga merasa sangat butuh menjadi gembalanya untuk mendapat keuntungan. Disamping dapat memperoleh bagian dari hasil kembang-biak dan penjualan, penggembala juga mendapatkan keuntungan kepastian mengolah sawah saat musim tanam tiba, karena kerbau yang digembalakan bisa dipakai untuk membajak sawah. Persoalan besar datang ketika penyakit sura mewabah hampir bersamaan dengan program mekanisasi pertanian pasca pemekaran. Konstruksi patronase Umbu Nange sedikit goyah, tetapi dengan luasnya sawah dan kebun yang dimilikinya tetap menempatkan dia sebagai Maramba yang terpandang.31 Pola relasi demikian dengan maramba sebagai tokoh sentral dan paling didengar merupakan bentuk kepemimpinan dulu yang nyaris tidak ditemukan lagi saat ini. Dengan status sosial dan kepemilikan sumber daya sangat besar dan tersentralisasi sebenarnya yang menjamin berlangsungnya pola kerjasama secara gotong royong. Hal ini disebabkan oleh saling membutuhkan satu sama lain. Semangat kekeluargaan dan rasa sama serumpun suku menjadi pengikat yang sangat kuat di antara mereka. Sehingga pemikiran untuk mengkonversi penyerahan tenaga kepada yang lain secara material tidak terjadi. Charles Leku Banju, menjelaskan bahwa, dulu ketika ternak masih banyak dimiliki para maramba dan ketika kampung masih terintegrasi dalam lingkup kekerabatan Lakoka urusan gotong royong sangat mudah. Jangankan di !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 30
!Penyakit!Sura!belum!lama!menyerang!ternak!kerbau!di!Ngadu!Olu.!Saat!penyakit!ini!menyerang! dalam!sehari!kerbau!yang!mati!bisa!3M4!ekor!(informasi!ini!diperoleh!dari!Kades!yang!juga!mengalami!hal! yang!sama).! 31 !Pada!suatu!pembicaraan!dengan!Kades!dia!menyampaikan,!“dulu,!waktu!belum!ada!penyakit! sura! banyak! orang! datang! mintaMminta! jadi! gembala! di! Umbu! Nange,! tapi! sekarang! dia! punya! kerbau! mungkin!tinggal!belasan!ekor!saja.!Kerbau!memang!banyak!gunanya,!selain!sebagai!hewan!adat,!kerbau! tetap! dibutuhkan! untuk! menginjak! tanah! setelah! ditraktor.! Cara! ini! bisa! memadatkan! tanah! setelah! dibalik!dengan!traktor,!sehingga!air!hujan!tidak!cepat!meresap.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
19!
Ngadu Olu, bahkan sering kita saling bantu antar desa, karena semua masih keluarga dan saling membutuhkan satu sama lain. Terutama dalam urusan mengerjakan sawah, semua orang saling membutuhkan karena urusan mengolah tanah bukan perkara ringan dan membutuhkan jumlah tenaga yang cukup banyak. Relasi kekeluargaan yang tergantung satu sama lain dan bisa saling memenuhi di antara mereka membuat cara pandang komersialisasi berupa perhitungan untung-rugi tidak dikenal (Wolf, 1985: 20). Charles menambahkan, “ketika itu, jika orang seperti Umbu Nange yang punya bayak ternak membuka pendaftaran bagi warga untuk jadi gembala, maka semua orang akan mengantri mengambil formulir. Karena menjadi gembalanya berarti ada jaminan ketersediaan sarana pengolah tanah berupa ternak, kemudian suatu saat semua yang jadi penggembala akan ikut terbantu saat mengolah tanah dengan bekerja sama”. Begitu kompleks pertalian persaudaraan di Ngadu Olu juga menjadi gambaran bahwa pola kekerabatan mereka membuat klaim pribadi atas harta kekayaan menjadi hal yang jarang terjadi. Biasanya harta, terutama tanah akan dimiliki bersama keluarga dan tidak boleh diklaim sebagai milik pribadi. Umbu Ruppa, kepala LPM yang berasal dari luar desa tetapi mengambil istri saudara perempuan Umbu Nange (saudara ipar) diberi kepercayaan untuk mengolah sawah seluas 1ha milik keluarga. “Memang kita tahu kalau itu punya beliau tetapi tidak ada namanya harta milik pribadi, sebab semua milik keluarga dari orang tua kita dulu. Beliau sudah bilang bahwa tidak boleh ada yang mengakui itu milik pribadi. Kalau ada yang mau jadi milik pribadi bisa menimbulkan percekcokan dalam keluarga. Kekeluargaan itu diperkuat dengan cara seperti itu.” Ketika saya menyampaikan bahwa apa yang dilakukan Umbu Nange adalah hal baik untuk menjaga kekuatan keluarga, Umbu Ruppa menimpali, “memang harus begitu, sebagai laki-laki tertua dan masih hidup dia harus memperlihatkan perannya sebagai pelindung keluarga, dia harus mengayomi saudara-saudaranya. Tetapi kami juga harus mengerti, setiap kali habis panen tetap harus memberi sesuatu berupa apa saja. Termasuk kalau kami datang ke rumahnya sebagai saudara kami tidak boleh jalan kosong begitu.”32 !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 32
!Perbincangan!kami!lakukan!di!rumah!Umbu!Ruppa!di!Dusun!1.!Letaknya!agak!jauh!dari!rumah! Umbu!Nange!di!Dusun!3.!Tanah!yang!diolah!keluarga!Umbu!Ruppa!berada!di!belakang!rumahnya.!Jauhnya! jarak!rumah!kedua!saudara!ipar!ini!menunjukkan!bahwa!rentang!kekayaan!dan!kepemilikan!tanah!Umbu! Nange!sekeluarga!sangat!luas.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
20!
Hampir di semua kelompok keluarga dan kabisu seperti itu sistim pengelolaan kekayaannya, sehingga sampai saat ini nyaris tidak ada lahan tanah yang dijual ke orang luar. Ketika ada satu warga ketahuan hendak menggadaikan tanahnya untuk dipakai memperbaiki rumah, Kades murka dan sangat menyesalkan tindakan itu. Karena itulah Kades berinisiatif menyiapkan peraturan kepala desa untuk melarang warga melepas tanah.33 Riak-riak kecil persoalan tanah biasanya muncul ketika ada salah satu anggota keluarga yang ingin mendapat pengakuan atas pembagian warisan, padahal tanah itu nantinya ingin dijual ke orang luar.34 Sikap dan tindakan warga yang mengutamakan komunalisme ini menjadikan mereka nyaris homogen, dapat dikatakan hanya pendatang yang memiliki keyakinan lain di desa ini, dan para pendatang itu sangat mudah dikenali dan diidentifikasi, lalu bagaimana mereka harus bertindak pada hal-hal seperti itu. Ekonomi pertukaran dalam keluarga inti dan Kabisu membuat bentuk ekonominya seperti model personalized exchange (Sairin et. al; 2002: 203-218)35 Sirkulasi ekonomi dan semua bentuk kesempatan ditentukan oleh relasi-relasi sosial di antara mereka. Sehingga birokrasi pemerintahan di desa pun sejatinya bagian dari bentuk personalized exchange itu. Sejak awal pemekaran, batolak-bahela (tarik-ulur) menjadi persoalan serius, hanya untuk memikirkan keterwakilan semua Kabisu dalam struktur pemerintahan yang hendak disusun. Bahkan inisiatif pemekaran dari bawah ini nyaris gagal karena salah satu
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 33
!Ketika!berita!gadai!tanah!itu!didengar!Kades!dia!melampiaskan!kemarahannya!di!depan!saya.! Dia!mengatakan,!caraMcara!seperti!ini!tidak!memperhitungkan!kehidupan!anakMcucu!kita!nanti.!Mereka! mau!hidup!dari!mana,!sementara!selama!ini!kita!Cuma!bisa!mengolah!tanah.!Apa!susahnya!dia!datang!ke! saya! minta! bantuan! kalau! hanya! inginmemperbaiki! rumah.! Toh! nanti! semua! warga! juga! bakal! dapat! bantuan!perbaikan!rumah.”! 34 !Biasanya!inisiatif!untuk!pengakuan!pribadi!datang!dari!keluarga!muda!yang!ingin!menenpuh!cara! lebih!mudah!mendapatkan!uang.!Hal!ini!juga!dipicu!oleh!menurunnya!insting!anak!muda!terhadap!tanah! dan! kerja! keras! sebagai! mode! produksi! orang! tua! mereka! (kesimpulan! dari! wawancara! dengan! Umbu! Nange!dan!Pendeta!Frida!Dorkas!Retang).!Kesimpulan!ini!diperkuat!melalui!hasil!diskusi!terbatas!dengan! beberapa!mahasiswa!Sumba!di!Yogyakarta!pada!Senin,!30!November!2015.! 35 !Model!personalized!exchange!dikenalkan!oleh!Alice!Dewey!tahun!1960!untuk!menelaah!modelM model!pertukaran!pada!petani!di!Jawa.!Model!ini!menekankan!pada!proses!kontakMkontak!sosial!dalam! sistem! ekonomi.! Kontak! yang! dimaksud! bukan! hanya! dalam! proses! distribusi! pada! pertukaran! hasil! produksi,!tapi!juga!pada!pertukaran!faktorMfaktor!produksi!dan!kesempatan!kerja!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
21!
Kabisu mundur di tengah jalan begitu mengetahui tidak mendapat posisi di pemerintahan baru.36 Akibat yang timbul dari birokrasi pemerintahan desa yang diwarnai model personalized exchange dapat dilihat pada tata kelola pemerintahan desa di Ngadu Olu tidak ubahnya seperti bangun relasi antar kabisu yang bergeser ke ranah formal pemerintahan. Dominasi elit kabisu yang memiliki modal ekonomi dan modal sosial menyelenggarakan pemerintahan dengan mengabaikan partisipasi dari bawah. Inisiatif dari perangkat desa mandul sehingga hampir semua peran diambil oleh Kades. Keadaan ini memiliki dua sisi; Pertama, Kades menganggap tidak didukung oleh staf yang memadai sehingga dia tampil dominan. Dia butuh inovasi dan gerak cepat untuk mengejar ketertinggalan pembangunan sebagai desa baru.37 Kedua, dominasi itu semakin menutup peluang bagi perangkat untuk ikut mengelola pemerintahan sebagaimana mestinya. Akibat yang timbul kemudian Kades terlihat sangat menonjol dan terkesan serba bisa, sedangkan elemen lain terkesan pasif dan menunggu instruksi. Akhirnya, pemerintahan desa berjalan timpang karena sebagian perangkat merasa tidak difungsikan.38 Akan jadi lebih baik seandainya praktek deliberatif diterapkan Kades. Walau dia dianggap punya langkah cepat dan bagus dalam pembangunan dan mencari peluang bantuan desa, tetapi tidak berarti dia harus mengabaikan peran perangkat dalam kerangka pemberdayaan dan perbaikan tata kelola pemerintahan desa. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 36
!Hasil!perbincangan!dengan!Julianus!Umbu!Nggaba,!salah!satu!anggota!Kabisu!Lawonda!yang!aktif! mendorong!pemekaran.!Sebagai!bagian!dari!Lawonda!dia!yang!diugaskan!meloby!Kabisunya!untuk!tidak! memboikot!proses!pemekaran.! 37 !Keadaan!ini!dirasakan!dan!dikeluhkan!oleh!warga.!Mereka!menganggap!ini!masalah!serius,!tetapi! mereka!juga!tidak!tahu!bagaimana!menyudahi!masalah!ini.!Julianus!Umbu!Nggaba!mengatakan!karena! sikap!antipati!diamMdiam!warga!sehingga!tahun!lalu!musyawarah!penyampaian!LKPJ!dilaksanakan!sampai! dua!kali!karena!banyak!kerancuan!administrasi.!Saat!itu!muncul!isu!untuk!melengserkan!Kades!karena! kasus!LKPJ!itu,!tetapi!entah!bagaiaman!kemudian!bisa!diselesaikan!secara!kekeluargaan!(perbincangan! tanggal!11!November!2015)! 38 !Dominasi!Kades!dapat!dilihat!dalam!proses!pembelanjaan!anggaran!desa.!Untuk!bantuan!rumah! layak! huni! dia! turun! langsung! membeli! semua! kebutuhan.! Seharusnya! di! tingkat! desa! sudah! dibentuk! panitia!dan!bendahara!desa!berperan!sebagai!juru!bayar.!Tetapi!di!Ngadu!Olu,!semua!dijalankan!kepala! desa.!Kesulitan!muncul!pada!saat!pelaporan!karena!sebagian!akhirnya!harus!disiasati.!Bendahara!Desa! Frederika!Ndai!Ngana!mengatakan!bahwa!Kades!sering!menggunakan!istilah!“spekulasi”!jika!sudah!sampai! pada!administrasi!pelaporan.!Walau!Kades!selalu!menegaskan!bahwa!dia!tidak!makan!uang!rakyat,!tetapi! mekanisme!yang!dia!ciptakan!sulit!menepis!kesan!itu!di!mata!warga!dan!perangkat!desa.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
22!
Buruknya tata kelola pemerintahan desa di Ngadu Olu membuat lembagalembaga di desa yang bersifat korporatis tidak bisa bersalin rupa menjadi lembaga partisipatif yang memberi manfaat berkelanjutan. Kesan bahwa lembaga-lembaga itu dibentuk hanya sebatas untuk menyalurkan dan menerima bantuan dari supra desa tidak bisa dihindari.39 Sehingga program-program yang bisa memiliki dampak berkelanjutan berhenti karena inisiatif warga tidak bisa dipupuk, karena seolah-olah semua selesai di tangan kepala desa. Fenomenanya kemudian seperti tanah yang merekah di musim kemarau, saat hujan tiba, air yang turun langsung lenyap meresap ke dalam rekahan tanah dan tidak berbekas. Demikian juga bantuan dan program yang datang berupa proyek, diterima kelompok lalu tidak begitu jelas dampak berkelanjutan yang diharapkan. Semua lenyap ditelan tanah, dan semua hanya bisa memaklumi, karena tidak cukup mekanisme kontrol yang disiapkan, baik melalui tata kelola maupun cara-cara khusus. Patronase Maramba-Kabisu dalam kehidupan parokial mereka telah meredam persoalan-persoalan itu ke dalam tanah dan benak warga desa.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 39
!Hampir!semua!narasumber!yang!saya!ajak!membincangkan!tema!ini!selalu!mengatakan!bahwa! kelompokMkelompok!ini!muncul!kalau!mau!ada!bantuan,!setelah!itu!tidak!jelas!lagi!kegiatannya.!!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
23!
BAB 3 BEBERAPA HASIL PENGAMATAN A.! Tragedi Lokurata, Pohon Berbuah Uang dan Lainnya Sebagai desa baru perkembangan Ngadu Olu termasuk pesat bila dibandingkan dengan desa mekar lainnya, banyak yang mengakui itu, termasuk warga desa tetangga menyampaikan bahwa pola pembangunan dan distribusi bantuan sosial di Ngadu Olu lebih baik dari desanya.40 Tetapi persoalan yang dihadapi di Ngadu Olu tidak hanya sebatas problematika tata kelola internal desa. Sejauh ini relasi dengan pemerintah kabupaten juga tidak jumbuh. Banyak program dari beberapa SKPD kabupaten menyasar ke desa dengan pendekatan proyek semata, tidak mempertimbangkan prakondisi dan keberlanjutannya. Hampir semua proyek pembangunan dari atas dijalankan tidak partisipatif, akibatnya “niat baik” itu malah menimbulkan persoalan baru di desa. Pada tahun 2011 pemerintah membangun bendungan Wacu Barat di Sungai Lokurata, letaknya di titik koordinat Lat: -9.677270 Lng: 119.763492, di dekat batas TNTD. Ketika dibangun, warga nyaris tidak dilibatkan “tiba-tiba proyek su jalan. Kita senang juga dapat bendungan dari pemerintah”.41 Dari segi fisik bendungan dengan konstruksi beton ini sepertinya dibuat tidak dengan menggunakan standar teknik yang mempertimbangkan kondisi tanah setempat. Memang semuanya dibeton, tetapi tidak memperhitungkan gejala pergerakan tanah lempung yang sering terjadi di tempat itu, akibatnya bendungan ini tidak bertahan lama. Ketika saya datang melihat kondisinya, bagian dasar saluran utama rusak parah, hancur. Bagian dasar yang bertumpu di atas tanah bergerak tidak kuat menahan hantaman debit air musim hujan. Karena dibangun tidak partisipatif, bendungan ini kemudian tidak terawat baik, sedimentasi di bagian penahan sepertinya sudah berlangsung lama dan tidak mendapat perhatian !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 40
! Pendapat! ini! saya! dengar! dari! bapak! Ma’dangara! seorang! penjual! jagung! yang! menjajakan! jualannya!di!tepi!jalan!di!Desa!Padira!Tana.!Dia!mengatakan!bahwa!keadaan!di!Ngadu!Olu!lebih!baik!karena! bantuan!dari!pemerintah!didistribusikan!lebih!merata!dibanding!di!desanya.! 41 !Ungkapan!ini!disampaikan!Jonathan!Nuku!Hora!dalam!perjalanan!melihat!lokasi!bendungan.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
24!
dan perlakuan memadai. Warga tidak bisa dan terbiasa merawat bendungan dengan konstruksi besar seperti ini. Dari segi sosial, bendungan ini tidak sesuai dengan kapasitas jumlah dan kemampuan warga untuk merawatnya. Mereka tidak memiliki kemampuan teknis membuat dan merawat konstruksi yang sama sekali tidak sesuai kebutuhan mereka. Ada perbedaan pandangan antara pendekatan proyek pemerintah dengan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan skala kemampuan teknik mereka yang sederhana. “Dulu waktu bendungan ini belum ada kita bisa tanam sawah kedua, tetapi waktu bendungan ini selesai kita tidak bisa lagi tanam sawah kedua.” Maksudnya adalah justru setelah pemerintah membangun bendungan petani malah tidak bisa panen dua kali setahun. Dulu waktu sungai dibendung dengan teknologi sederhana rancangan mereka, petani bisa panen dua kali setiap tahun. Ketika saya bertanya seperti apa teknologi yang mereka pakai, Ketua RW Lokurata di Dusun 3, Dominggus Te’ba Manu yang tinggal dekat bendungan menjelaskan bahwa teknik mereka sangat sederhana, hanya menggunakan jejeran potongan bambu yang disangga batang pinang, kemudian jejeran bambu itu ditambal menggunakan tanah lempung pada bagian dalamnya. Cara seperti ini sudah cukup untuk membendung dan membagi aliran air. Untuk saluran tersiernya mereka hanya menggali parit sederhana tanpa semen. “Bagaimana kalau dia rusak dihantam banjir saat musim hujan”, warga yang ikut ngobrol menimpali, “kalau rusak bikin lagi, bambu kan banyak jadi tidak susah, apa lagi kalau mau gotong royong, cepat saja. Kalau cuma bocor sedikit, satu orang perbaiki saja su selesai”.42
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 42
! Perbincangan! ini! kami! lakukan! di! rumah! salah! satu! warga! di! Dusun! 3! sepulang! dari! melihat! bendungan!Wacu!Barat!dan!terjebak!hujan!hari!kedua!pada!Minggu,!8!November!2015.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
25!
Foto!3:!!Bendungan!Wacu!Barat,!Sungai!Lokurata!
Cara perawatan yang dilakukan warga terhadap bendungan buatan mereka tidak bisa mereka terapkan pada bendungan konstruksi berat. Pertama, karena tingkat kerusakan yang terjadi pada bangunan konstruksi berat tidak terjangkau oleh kemampuan mereka, baik secara teknis maupun dari segi pembiayaan. Mereka tidak punya dana swadaya untuk memperbaiki kebocoran, apalagi sampai tingkat rusak parah. Mereka tidak sanggup membiayai, sementara jumlah tenaga kerja yang mereka butuhkan tidak memadai bagi mereka. Akhirnya sekecil apapun kerusakannya, warga tidak bisa merawat bangunan yang dibikin “orang luar” itu. Begitu juga dengan sedimentasi yang terjadi di tempat penahan air, volumenya terlalu besar jika dibandingkan dengan pengalaman mereka pada bendungan rancangan mereka. Kedua, dan ini yang paling menentukan, warga merasa tidak memiliki bendungan Wacu Barat karena mereka nyaris tidak dilibatkan dalam proses pembuatannya. Bendungan itu seperti sesuatu yang asing dan datang tiba-tiba, itu sebabnya ketika pada Musrenbang Desa diusulkan program pemeliharaan bendungan, peserta lebih mendukung bila dibuat program pembuatan Embung baru oleh warga di Wacu Bakul.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
26!
Foto!4!:!! Bendungan!rancangan!warga!di!Weluk!Praimemang,!tetangga!Ngadu!Olu.!
Kehadiran bendungan teknis juga ternyata berimplikasi luas pada relasi sosial dan ikut menggerus semangat gotong royong warga. Menurut Charles Leku Banju, sebelum bendungan dibangun sawah-sawah di sekitar sungai Lokurata memang bisa ditanami dua kali dalam setahun. Hal itu disebabkan karena pemilik sawah di sekitar sungai harus selalu mengontrol ketersediaan air yang masuk ke areal sawahnya. Pekerjaan seperti itu tidak bisa dilakukan sendiri oleh satu rumah-tangga petani. Mereka harus berbagi peran dengan rumah-tangga lain yang masih merupakan satu rumpun kekerabatan, atau dengan warga yang bermukim di dekat areal persawahannya. Orang-orang yang ikut membantu inilah yang akan mendapatkan akses mudah untuk menggarapkan sawahnya pada musim tanam kedua. Sehingga keterikatan ini menumbuhkan rasa saling membutuhkan satu-sama lain. Kerjasama atau gotong royong menjadi hal mudah di antara mereka. Akan tetapi ketika Wacu Barat dibangun untuk membendung Lokurata, ada semacam sikap individualis yang muncul di antara pemilik sawah sekitar sungai. Mereka merasa bahwa urusan ketersediaan air bukan lagi beban karena irigasi sudah menyelesaikan masalah itu. Akibatnya, pemilik sawah di sekitar bendungan dan terlewati saluran teknis menganggap bisa mengatasi ketersediaan air tanpa melibatkan tenaga dan jasa rumah-tangga yang telah membantu pekerjaannya selama ini. Sehingga semua bisa dikerjakannya sendiri, merasa tidak butuh bantuan orang lain lagi. Demikian juga yang terjadi pada masa tanam sawah kedua, karena kendala saluran air sudah teratasi maka pemilik sawah merasa tidak perlu berbagi lagi dengan yang lain. Anggapannya adalah semua bisa dikerjakan satu rumah-tangga untuk dua kali masa Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
27!
tanam. Masa tanam kedua yang biasanya diusahakan oleh rumah-tangga lain dengan prinsip saling berbagi sawah, berubah menjadi dua kali sawah dan semuanya diusahakan oleh rumah-tangga pemilik saja. Cara-cara seperti inilah yang menimbulkan dampak pada dua hal sekaligus. Pertama, cara-cara mekanisasi pertanian yang dikenalkan melalui program pemerintah telah mentransfer nilai baru berupa rasa kepemilikan individu karena menganggap persoalan bisa diselesaikan sendiri tanpa bantuan keluarga lain. Kedua, secara langsung dan perlahan semangat gotong royong mengalami degradasi, sebagai gantinya adalah upaya melakukan konversi nilai gotong royong menjadi sesuatu yang bersifat materil sehingga bisa dihitung dan digantikan dalam bentuk upah.43 Menurunnya semangat gotong royong di desa juga disebabkan oleh penetrasi tata cara hidup perkotaan yang perlahan dan pasti ikut merembes ke dalam tata kehidupan di desa. Praktek itu bisa dilihat pada fase lanjut atau imbas minimal yang terjadi pada proses pembangunan (developmentalisme). Pembangunan mengenalkan pendidikan sampai ke pelosok desa dengan dalih upaya mempercepat terjadinya pemerataan kesempatan. Dalam kerangka developmentalisme pendidikan diharapkan memberikan daya kepada individu dan kelompok untuk melakukan transformasi (Babari dan Prijono dalam Prijono dan Pranarka, 1996: 72). Yang terjadi kemudian adalah proses transformasi sosial dalam konteks kehidupan sosial ikut mengubah pola hidup dan mode of production dalam kehidupan sehari-hari. Pola hidup bertani yang dominan sebagai mata pencaharian, lambat laun tercampur dengan cara-cara baru setelah generasi terdidik muncul dan memilih pegawai sebagai pekerjaan yang lebih menguntungkan. Tetapi di sisi lain perubahan mata pencaharian ini tidak otomatis mengubah bentuk kepemilikan tanah sebagai simbol kekuatan masa lalu. “Kami ini sudah bukan petani lagi, tetapi masih memiliki sawah yang luas. Sawah yang kami miliki tidak bisa digarap sendiri. Jalan satu-satunya adalah tetap mengerjakan sawah dengan sistim upah. Jadi !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 43
! Bagian! ini! merupakan! inti! sari! dari! dua! kali! perbincangan! dengan! Charles! Leku! Banju! dengan! tema! yang! sama.! Kesempatan! pertama! pada! malam! seusai! FGD! pertama! tanggal,! 25! Januari! 2016.! Kesempatan!kedua!ketika!kami!melakukan!perjalanan!menuju!Bendungan!Wacu!Barat!di!sore!hari!tanggal! 31!Januari!2016.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
28!
kami ini bisa dikatakan Petani Siluman yang punya tanah tetapi tidak bisa bertani”.44 Pola jalan pintas yang ditempuh para petani siluman ini merupakan fenomena di kota yang bertetangga dengan lahan persawahaan sangat luas. Meski pola transformasi sosial melalui pendidikan di desa tidak sebesar di perkotaan tetapi cara-cara jalan pintas ini dapat merembes ke dalam sendi-sendi kehidupan di desa. Koentjaraningrat (dalam Koentjaraningrat dan Emmerson, 1982: 87-97) mengemukakan bahwa tradisi gotong royong mengalami pengurangan intensitas di mana terdapat lebih banyak persediaan tenaga buruh tani yang tidak memiliki tanah dan dalam kondisi sosial di mana pengaruh kehidupan kota sudah lebih lanjut. Bentukbentuk seperti ini yang kemudian merembes masuk ke tata kehidupan di desa dan mengenalkan komersialisasi tenaga kerja yang sebelumnya tidak dikenal. Apa yang dulu dikenal dengan berbagi tenaga dalam mengerjakan segala jenis pekerjaan, secara perlahan mengalami degradasi dan pemilahan dalam dua wajah. Wajah pertama, gotong royong selalu mereka pertahankan apabila berurusan dengan kepentingan bernuansa adat istiadat. “Dalam hal pesta perkawinan dan kematian sampai saat ini tetap mempertahankan semangat gotong-royong. Sampai saat ini di kedua kegiatan itu kita tidak bisa mengatakan bahwa gotong royong tidak ada, justru itu yang masih bertahan sampai sekarang”.45 Sementara wajah kedua, warga desa akan melakukan kalkulasi penggunaan tenaga mereka apabila menyangkut hal-hal produktif. Pada sisi inilah semangat gotong-royong mengalami degradasi. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa proses degradasi diakibatkan oleh penetrasi dari luar yang mengubah keadaan sosial-budaya di desa. Bia jadi dualism wajah gotong royong ini merupakan respon warga desa terhadap derasnya pengaruh dari luar. Warga petani akan terpaksa mempertahankan suatu keseimbangan antara tuntutan-tuntutan sendiri dan tuntutan-tuntutan orangorang luar dan akan mengalami ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan oleh !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 44
!Hal!ini!disampaikan!oleh!Adri!Sabaora!pada!Workshop!Penulisan!hasil!Participatory!Assessment! di!Wisma!Solapora!Sumba!Tengah!pada,!13!Februari!2016.! 45 !Hal!ini!saya!dengar!pada!beberapa!kesempatan!perbincangan,!kemudian!dipertegas!oleh!Sofren! Marisi!pada!Workshop!tanggal,!12!Februari!2016.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
29!
perjuangan untuk mempertahankan keseimbangan itu. Sebab kebutuhan-kebutuhan petani – untuk mempertahankan suatu minimum kalori, dana penggantian, dana seremoni – sering kali akan bertentangan dengan keharusan-keharusan yang dipaksakan oleh orang luar (Wolf, 1985: 19). Hanya saja dalam ketegangan-ketegangan seperti itu warga desa selalu menanggung resiko paling besar dalam posisi sub-ordinat, seperti diagram berikut: Degradasi Gotong Royong
Reformulasi kelas dan Petani siluman
Mengintervensi!sistem! melalui!pola!jalan!pintas! mengonversi!tenaga! dengan!upah.
Mekanisasi dan Korporatisasi Lembaga Lokal
Petani!sebagai! Komunitas!yang!Rapuh;! Subsisten!dan!Sangat! Tergantung
Petani!menjadi!sangat! tergantung!pada!rantai! birokrasi!pemerintah! yang!menyelenggarakan! proyek!dan!bantuan.
Diagram!1:!! Alur! terjadinya! degradasi! gotong! royong! di! desa.! Dipadukan! dari! beberapa! literature!dan!hasil!diskusi!terfokus.!
Diagram di atas mencoba memetakan bagaimana bentuk dan intensitas pengaruh dari lingkungan eksternal desa sangat mempengaruhi mode produksi petani di desa. Secara perlahan tradisi gotong royong yang meliputi seluruh bentuk pekerjaan skala besar di desa mengalami pengikisan. Memang tidak bisa dikatakan bahwa gotong royong hilang, tetapi setidaknya apa yang masih tersisa juga mengalami gejala komersialisasi akibat timbulnya model konversi tenaga ke bentuk-bentuk yang bersifat material. Saat ini kebiasaan saling bantu dalam praktek-praktek produktif masih bertahan di kelompok-kelompok tani sawah, tapi sekali lagi bahwa kelompok ini juga
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
30!
tidak begitu kuat karena sifatnya korporatis, hidup hanya di saat musim tanam, atau dibentuk untuk menyambut bantuan dari pemerintah. Selain melunturnya tradisi gotong royong, mekanisasi pertanian juga memaksa petani untuk beranjak dari kebiasaannya untuk patuh pada pola siklus musim berdasarkan penanggalan setempat. Bagi sebagian besar warga saat ini nyaris yang dilakukan sepanjang tahun hanya menunggu musim tanam padi dan jagung. Selebihnya tidak melakukan apa-apa. Tidak banyak di antara mereka yang berusaha mengisi waktu sepanjang tahun dengan bercocok tanam, misalnya mengusahakan palawija dan hortikultura. Ada berbagai alasan mengapa mereka tidak mengupayakan pertanian sepanjang tahun, misalnya ketersediaan air di musim kemarau yang tidak bisa menjangkau lokasi mondu mereka. Padahal sebenarnya terdapat banyak mata air dan embung penampungan air yang bisa dikelola untuk kelangsungan tanaman di mondu apabila ingin dikelola dengan seksama. Tidak sedikit yang menyampaikan alasan bahwa memang masyarakat bisa dikatakan masih malas dan lebih senang menunggu musim, padahal bisa saja bertani sepanjang tahun dan tentu saja sangat menguntungkan. Pengalaman beberapa warga yang terus berupaya bergiat sepanjang musim menceritakan manfaat ekonomi yang mereka peroleh. Mereka berhasil menyekolahkan anak dari hasil sawah dan mondu. Keuntungan lain apabila sawah dan mondu tetap ditanami di musim kemarau adalah minimnya kebutuhan biaya saat hendak membuka lahan di awal musim tanam. Menurut Ata’, kalau kebun ditanami terus berarti kita selalu berusaha membersihkan kebun, jadi tidak ada gulma dan ilalang yang tumbuh subur. Tetapi kalau kebun dibiarkan tidak diolah maka saat hendak memulai musim tanam dibutuhkan biaya tidak sedikit untuk membuka lahan. Butuh bahan bakar untuk memotong rumput yang tingginya mencapai 2 meter. Selain itu akhirnya petani harus menggunakan herbisida (round up/rundup) jika ingin cepat membuka lahan. Jadi perilaku seperti ini pula yang membuka peluang digunakannya bahan-bahan kimia non-organik dalam praktek pertanian. !
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
31!
Kalender!Musim! NAMA!BULAN!
NAMA!BULAN!SUMBA!
Juli!
Renggu!Manu!
KEGIATAN! Persiapan!lahan,!balik!tanah!di!tegalan.! Persiapan!Lahan!Kebun! M! Mondu!(pemanfaatan!lahan!disekitar!Das)! M! Kaliu!(Hutan!Keluarga)! M! Mangu!(Kebun)! M! Karaha!Uma!(dapur!hidup)! Awal!Hujan/Hujan!Pertama/!Mulai!Menanam! dikebun!
Agustus!
Mbada!Rara!
September!
Ndapa!Diha!
Oktober!
Wandu!Bakkul!
Lanjut!tanam!di!kebun!
November!
Paita!
Persiapan!sawah!dan!mulai!sebar!bibit!padi!!
Desember!
Hibu!
Tanam!padi!dan!panen!jagung.!
Januari!
Mangata!
Tanam!padi!sawah!dan!panen!jagung!
Februari!
Nyali!Kuduk!
Tanam!padi!sawah!dan!panen!jagung!
Maret!
Nyali!Bakkul!
Persiapan!Mondu.!! Tanam!tanaman!hortikultura!
April!
Nyali!Nimbu!
Persiapan!tanam!tanaman!hortikultura!
Mei!
Angura!
Panen!padi!sawah!
Juni!
Cua!
Panen!padi!sawah!
Catatan!:! Dalam!bulan!Sumba!Pada!saat!Awal!Bulan!Sabit!dan!Pertama!Muncul!Bulan!Purnama!maka! tidak! diperkenankan! Beraktifitas! baik! dikebun,disawah,bangun! rumah! dan! juga! urusan! adat.! Bulan!Sumba!Hitungannya!sesui!Siklus!Bulan/Rotasi!Bulan!sehingga!singkron!degan!Bulan! Komariah!163!hari!dan!hanya!selisih!6!hari!dalam!hitungan.! Tabel!1:!! NamaMnama!bulan!Sumba!dan!bentukMbentuk!kegiatan!pertanian!yang!menyertainya.! Dirumuskan!melalui!diskusi!terfokus.!
Selain Bendungan Wacu Barat yang mengalami kerusakan dan tidak bisa mengalirkan air dengan optimal sehingga dianggap bahwa proyek yang tidak partisipatif itu bermasalah, juga masih ada yang lain. Dinas Pertambangan dan Energi Sumba Tengah menjalankan dua program di Ngadu Olu; Pengolahan bio gas dari kotoran babi, dan Listrik tenaga surya. Kedua program ini tidak berjalan baik, bahkan pengolahan bio gas dapat dikatakan sebagai program gagal. Dari tiga rumah lokasi Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
32!
percontohan awal, tidak ada yang berhasil. Instalasinya tidak sampai selesai dan terbengkalai.46 Beberapa narasumber menyampaikan bahwa sebenarnya peluang pengolahan limbah kotoran babi cukup menjanjikan baik untuk bio gas maupun untuk keperluan lainnya seperti pupuk, karena hampir semua rumah pnya ternak babi, bahkan ada yang punya ternak kerbau. Cuma program yang dijalankan pemerintah ini tidak jelas tindak lanjutnya. Menurut Umbu Nggaba, proyek percontohan pengolahan bio gas yang ada di desa dikerjakan oleh pihak ketiga, kemudian di tengah jalan karena timbul masalah antara pihak dinas sebagai pemberi kerja dengan pihak ketiga sebagai pelaksana akhirnya kontrak diputus. “Pihak ketiga ini di-PHK di tengah jalan, jadi semua tidak selesai”, kata Umbu Nggaba mengomentari soal bangunan instalasi di belakang rumahnya.47 Tidak jelas betul bagaimana kemudian kelanjutan program itu karena pihak pelaksana juga sudah tidak pernah datang, demikian juga dengan dinas terkait. Seperti halnya Wacu Barat, instalasi pengolahan bio gas ini juga tidak partisipatif dan sama sekali tidak melihat pra-kondisi di lokasi program. Program yang menggunakan pendekatan proyek selalu beranggapan yang penting kegiatan selesai tanpa mempertimbangkan bagaimana keberlanjutannya, termasuk pra-kondisi atau penilaian dan persiapan sebelum program itu dimulai. Program pengolahan bio gas digencarkan sebelum memastikan kegiatan pengandangan ternak bisa berjalan atau tidak. Sehingga skema proyek kembali tidak jumbuh dengan keadaan di lapangan. Sama halnya dengan program listrik tenaga surya yang juga dijalankan oleh pihak ketiga, bahkan ini lebih tragis sebab program yang seharusnya bisa membantu warga kurang mampu malah menjadikan mereka sebagai korban pertama, seperti yang dialami Martinus Tanggela Mbani dan beberapa tetangganya.48 Pada awalnya Martinus !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 46
!Ada!tiga!instalasi!percontohan!yang!dibangun,!masingMmasing!di!rumah!Kades,!Umbu!Nggaba,! dan!Umbu!Nange.!Ketiganya!terbengkalai!bahkan!dibuat!di!belakang!rumah!Kades!sudah!mulai!roboh.! 47 !Konfirmasi!dan!tanggapan!sama!juga!disampaikan!Kades!kepada!saya.! 48 !Martinus!Tanggela!Mbani!tinggal!di!Dusun!3!(Lendi!Wacu)!dekat!sungai!Lokurata!yang!berbatasan! dengan! Padira! Tana! dan! Praikaroku! Djangga.! Rumahnya! kecil! seukuran! 6x5! meter! berdinding! bambu! dicacah.!Dia!mengusahakan!kebun!yang!ditanami!jagung!dan!beberapa!petak!sawah.!Dia!mengatakan,! saat! panen! bagus! dia! bisa! dapat! 14! karung! gabah,! tapi! kalau! susah! biasa! Cuma! dapat! empat! karung,! pernah!juga!tidak!dapat!sama!sekali!kalau!hujan!tidak!teratur!dan!terjadi!gagal!panen.!Ketika!kami!mampir,!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
33!
ikut program “listrik kaca” dengan membayar 250 ribu sebagai uang pangkal untuk mendapatkan seperangkat peralatan listrik surya. Selanjutnya tiap warga akan dikenai tarif abonemen 37 ribu tiap bulan. Awalnya Martinus tidak mengalami masalah serius dengan abonemen itu. Kendala muncul ketika tahun ini kemarau panjang datang dan tidak ada hasil cukup yang bisa dialokasikan untuk abonemen. Sementara aturan dari pihak ketiga sebagai pengelola program tidak mentolerir tunggakan, “kalau kurang seribu saja tetap mereka hitung tunggakan karena tidak cukup”, tegas Martinus. Akibatnya, Martinus menjadi warga miskin pertama yang listriknya dicabut, lalu disusul yang lain. Menjelang kemarau lalu Martinus mengalami dilema serius antara membeli kebutuhan sehari-hari dengan membayar abonemen listrik kaca. Akhirnya pilihan rasionalnya adalah mengutamakan kebutuhan keluarga, termasuk mengirim biaya untuk anaknya yang sekolah SMA di Waingapu. “Tidak apa-apa suda, lebih baik kita kembali pakai pelita saja, dulu tidak pakai listrik juga tidak apa-apa”, demikian tegas Martinus mengenai persoalan listrik yang dialaminya. Sepertinya program listrik surya ini tidak memberika perlindungan kepada warga miskin sehingga, sehingga ketika terjadi gejolak musim dan berdampak pada penghasilan warga, kelompok miskin ini yang paling awal mendapat dampak buruk dan tragis. “Kami ini hidup tergantung musim, jadi kalau kemarau panjang begini sudah tidak ada apa lagi. Tetapi kita tidak boleh menyerah dengan keadaan seperti ini, harus tetap kerja. Memang kemarau panjang tetapi air di sungai masih ada jadi harus cari akal untuk angkat air ke atas untuk siram jagung”. Program dari Dinas Pertanian dan Perkebunan hampir sama. Pihak pemerintah sebenarnya memiliki maksud baik untuk mendorong sektor perkebunan. Pemerintah saat ini sedang menggalakkan penanaman kopi dan kakao. Pemerintah sudah menyiapkan bibit cukup banyak dan siap dibagikan ke warga apabila masyarakat sudah siap lahan. Bibitnya disiapkan oleh seorang pengusaha bibit di Sumba Barat yang sudah berhasil membudidayakan kopi dan coklat di area yang sangat luas. Menurut Wabup langkah ini terkesan memanjakan warga karena bibitnya digratiskan, tetapi bagi kami tidak masalah selama masyarakat mau menanam dan berkebun, pemerintah !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! sapaan!pertamanya!adalah!permohonan!maaf!karena!tidak!bisa!menyajikan!sirihMpinang,!ini!tanda!bahwa! tuan!rumah!memang!dalam!kesulitan!ekonomi!karena!peceklik.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
34!
pasti mendorong. Selain itu, karena kopi dan kakao ini butuh tanaman pelindung maka kami juga menggalakkan tanaman pelindung berupa Sengon, Lamtoro, dan Kaliandra. Semua jenis tanaman ini cocok dan bisa tumbuh subur di wilayah Sumba Tengah sebagaimana tanaman Mahoni.49 Wakil Bupati merasa optimis program ini bisa berjalan karena dia berkaca pada pengalamannya yang berkebun kopi. Tentu saja tantangannya tidak mudah sebab di wilayah Sumba Tengah yang memiliki padang sabana sangat luas, berpotensi terbakar saat kemarau. Kebakaran ini beragam, ada yang memang sengaja dibakar, ada juga yang entah karena sebab apa lalu terbakar. Sampai sekarang kami belum menemukan jawabannya, mengapa ada orang yang suka membakar, padahal api ini cepat sekali menjalar dan tidak pilih-pilih. Sehingga jika gerakan perkebunan Kopi dan Kakao ini terealisasi, serangan api ini yang harus dicarikan solusinya, supaya apa yang kita upayakan tidak musnah dalam sesaat. Pemerintah juga mengupayakan program penanaman penghijauan seperti Sengon dan Mahoni. Ini penting karena memiliki manfaat ganda. Untuk penghijauan dan untuk mencegah warga merambah hutan untuk memenuhi kebutuhan kayu saat hendak membangun rumah. Saat ini keekonomian kayu khususnya Mahoni mulai dikenalkan secara perlahan. Di beberapa tempat sudah dimulai. Apa yang disampaikan wakil bupati bisa menjadi representasi imajinasi dan harapan pemerintah. Idealnya apa yang menjadi keinginan pimpinan pemerintah di kabupaten begitu juga implementasinya di lapangan. Kondisi seperti itu tidak selamanya terjadi karena ada perbedaan pandangan dalam pernalanan rantai makna pada masing-masing aktor yang terlibat pada sebuah program. Apa yang dibayangkan pimpinan pada akhirnya akan jauh berbeda kenyataannya di lapangan. Sehingga apa yang dikeluhkan oleh petani yang mendapat bantuan bibit kopi dan kakao di Ngadu Olu menjadi wajar.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 49
!Hasil!diskusi!dengan!Wakil!Bupati!Sumba!Tengah!Umbu!Dondu!di!ruang!kerjanya!4!November!
2015.!!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
35!
Julius Rebu Kawala Mbani, ketua salah satu kelompok tani mengeluhkan beberapa hal soal program ini. Dia mengatakan bahwa memang mereka diberi bibit gratis dari pemerintah, tetapi sekarang banyak di antara yang sudah ditanam mati akibat kekeringan dan salah penanganan saat dropping. “Seharusnya program seperti ini jangan semuanya diambil alih dinas. Boleh bibit datang dari dorang, tetapi di sini juga harus ada tempat pemulihan supaya bibit tidak banyak yang mati”. Sejauh ini petani tinggal terima jadi sesuai data dropping, padahal petani menghendaki di desa ada lahan pemulihan yang dikelola kelompok dan dirawat dengan baik sampai menjelang waktu penanaman yang tepat. Akibatnya, dari 4000 bibit yang diserahkan ke petani sebagian besar tidak jelas keberlanjutannya, “banyak yang mati”, kata Julius. Jadi persoalan rantai makna dalam penyelenggaraan program menjadi persoalan serius dan berakibat pada menurun bahkan gagal dalam capaian target. Masih beberapa program yang menggunakan cara dan pendekatan sama dari beberapa SKPD Kabupaten Sumba Tengah. Program optimalisasi lahan sawah yang diperoleh empat kelompok juga selesai hanya dalam satu siklus dan tidak jelas keberlanjutan dan administrasi pertanggungjawabannya.50 Dari semua program bantuan melalui beberapa SKPD dapat dikatakan bahwa komitmen pemerintah kabupaten untuk membantu warganya tidak kurang-kurang. “Semua untuk membantu masyarakat karena itu sudah jadi komitmen meningkatkan taraf hidup melalui perbaikan ekonomi”.51 Sepertinya pemerintah kabupaten serius mengemban semangat keberpihakan pada masyarakat yang tertindas dan terpinggirkan. Tetapi semangat Soli Oli Milla Peda Oli Djarra akan mubazir jika digerakkan dengan mekanisme tidak tepat oleh birokrasi di tingkat bawah.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 50
!Dana!bantuan!optimalisasi!lahan!untuk!empat!kelompok!tahun!2015!besarnya!variatif!sesuai!luas! lahan.! Kisaran! bantuannya! antara! 24M47! juta.! Bantuan! ini! diserahkan! langsung! ke! kelompok! untuk! dikelola.!Menurut!Kades!dana!itu!digunakan!untuk!pembelian!bibit,!bahan!bakar!traktor!dan!kebutuhan! awal!musim!tanam.!Mengenai!bantuan!ini!Kades!mengeluhkan!di!Musrenbang!Desa!seolahMolah!bantuan! ini!hilang!begitu!saja!dan!tidak!diketahui!dengan!jelas!penggunaannya!selain!untuk!beli!solar!dan!bibit.! “Yang!penting!kita!samaMsama!tahu!saja,!jangan!kepala!desa!lagi!yang!dipersalahkan!di!kemudian!hari”,! tegas!Kades!ketika!itu.! 51 !Pernyataan!pada!sambutan!di!luar!teks!Bupati!Sumba!Tengah!pada!acara!pembukaan!Bimtek! pengelola!BUMDesa!tanggal!27!November!2015!di!Wisma!Solapora.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
36!
Di suatu malam menjelang larut saya bersama Julius dan Ata’ terlibat perbincangan serius membahas sebab-sebab kegagalan program di desa. Penyebabnya adalah apa yang dibutuhkan oleh petani dengan apa yang direncanakan oleh pemerintah supra desa tidak jumbuh. Mereka mencontohkan bantuan anakan Gamalinu (jati putih) dan Mahoni yang semuanya dilakukan secara terpusat oleh dinas terkait. Seandainya pemerintah serius mau membantu petani, sebaiknya pembibitan dilakukan secara mandiri di desa, siapkan saja anggaran dan tenaga pendamping dan kami akan melaksanakan sesuai kebutuhan kami. “kami tahu mana bibit yang kualitasnya baik dan mana yang tidak berkualitas”, demikian kata Ata’. “Selama ini bibit dikasih ke kami, sementara kami ini tidak mengerti ini anakan bagus ka tidak”, tegas Julius. Bisa jadi anakan yang diberikan kepada mereka berasal dari bibit yang kurang berkualitas sehingga segera setelah ditanam tidak bertahan lama. Anehnya lagi, bantuan anakan ini diserahkan saat musim kemarau. “Jadi memang semua ini proyek”, tegas Julius. Sebenarnya warga sudah mempraktekkan cara mengusahakan bibit yang baik. Biasanya mereka akan mencari benih dari hutan yang berasal dari induk pohon yang sudah tua (perkiraan di atas 50 tahun). Mereka sudah membuktikan apabila anakan yang berasal dari induk tua biasanya akan tahan dan cepat tumbuh, sementara anakan dari induk yang masih muda biasanya akan tumbuh kerdil dan kayunya tidak bagus dan mudah terkena penyakit busuk pohon. Pemahaman seperti ini yang membuat mereka tidak begitu antusias menerima bantuan anakan dari pemerintah. Akan tetapi sebagai respon terhadap intervensi dari luar mereka tetap menerima resiko minimal, sebab mereka tetap mendapat uang sebesar Rp. 5.000 tiap pohon sebagai biaya perawatan. Sebenarnya mereka lebih mengharap biaya perawatannya, karena mereka paham jenis dan kualitas anakan yang sesungguhnya tidak cocok buat mereka. Kalaupun nanti sebagian besar anakan ini mati, toh di antara petani dan pihak pengelola proyek sudah sama-sama untung. Mereka sangat paham soal mekanisme kerja proyek seperti itu. Bahkan menurut Julius kalau proyek tidak berhasil, tahun depan bisa dianggarkan lagi. Jadi setiap program
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
37!
dianggap selalu memberi keuntungan finansial bagi semua yang terlibat dengan tingkatan masing-masing. Siklus proyek seperti cerita di atas yang kami sebut sebagai fenomena ‘pohon berbuah uang’. Jadi yang diharapkan dari program penanaman pohon ini adalah dana yang dihasilkan dari setiap tahapan, bukan hasil berupa kayu atau buah setelah sekian tahun. Hampir semua program masuk desa direspon dengan cara sama oleh warga desa. Bahkan ada yang menyisakan tragedi bagi mereka, Julius mengaku sangat kecewa dengan program Anggur Merah dari pemerintah provinsi. Melalui program anggur merah, Julius pernah mendapat bantuan ternak babi yang dirawatnya sekian lama. Tetapi sebelum beranak, babi itu malah ditarik oleh pihak pemerintah desa dengan dalih bahwa pihak pengelola yang minta supaya ditarik. Tetapi setelah itu, tidak ada yang tahu di kemanakan ternak yang ditarik itu, sebab banyak warga yang mengalami hal sama. Kejadian ini lama kelamaan menimbulkan kegeraman diam-diam warga desa. Akibatnya, kekecewaan itu dilampiaskan pada sikap masa bodoh pada pemerintah. Ketika saya bertanya, mengapa persoalan ini tidak dibuka saja supaya bisa selesai. Julius melanjutkan, “Tidak bisa, bagaimanapun kami tidak boleh membuka masalah ini karena kami tetap mengharap bantuan melalui program lain. Kalau kami masalahkan, bisa-bisa kami tidak diberi bantuan lagi. Selain itu, kita semua ini masih saudara jadi biar sudah anggap saja tidak ada masalah”.52 Datangnya bantuan, baik berupa dana maupun berupa barang menjadi hal yang banyak ditunggu masyarakat untuk mengamankan siklus kebutuhan mereka yang masih subsisten. Sehingga lingkaran butuh-membutuhkan ini membuat semua ketidakberesan program di tingkat SKPD sampai ke tingkat desa menjadi selesai dengan istilah, gerakan tutup mulut secara spontan. Sehingga hampir semua program pemerintah yang bersifat semi-karitas menjadi arena untuk melakukan akrobat subsistensi demi menyiasati beragam kebutuhan mendesak warga desa (Scott, 1981). !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 52
! Fenomena! tidak! mau! membuka! kesalahan! juga! sering! dipengaruhi! karena! rasa! menghargai! sehubungan!dengan!tingkatan!usia!yang!lebih!tua,!atau!karena!pertimbangan!derajat!sosial!seseorang.! Hal!ini!sering!disebut!Pa’akang.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
38!
Mencermati pembicaraan di atas dapat ditarik garis bahwa terjadi distorsi cukup mengkhawatirkan dalam rantai program pertanian, dan pada akhirnya bisa menggerogoti misi pemerintah pada salah satu poin dari Tiga Gerakan Moral, yakni “kembali ke kebun”.53 Persoalan gerakan kembali ke kebun menghadapi dua masalah serius. Pertama, definisi dan penjelasan kebun itu sendiri tidak pernah dijelaskan secara terperinci dan komprehensif, mengingat istilah Kebun bagi masyarakat Sumba memiliki beragam makna dan fungsi. Di Sumba yang dimaksud kebun terdiri dari empat bentuk dan fungsi, sebagaimana tabel berikut: Jenis!Lahan!Garapan!dan!Peruntukannya! Mondu! Jagung! Padi!Ladang! UbiMUbian! Holtikultura! Pisang! Ganyung! •! KacangM Kacanagan! •! •! •! •! •! •!
Kaliu/Hutan! Keluarga!
Mangu/Kebun! •! Jagung! •! Padi!Ladang! •! KacangM Kacanagan! •! UbiMUbian! •! Nenas!
•! •! •! •! •! •! •!
Bambu! Pinang! Mangga! Kelapa! Kemiri! Kopi! Mahoni!dan! Tanman! Perkebunan! Lainya!
Karaha! Uma/Dapur!Hidup! •! SayurMSayuran! •! Tanam! Rempah/Bumbu! dapur! •! Apotek!Hidup!!
Tabel!2:!! Beberapa!klasifikasi!kebun!(lahan!kering)!menurut!warga!Ngadu!Olu.!Notulensi!FGD! tanggal!18!Januari!2016.!
Mengurai berbagai bentuk kebun dalam konteks Ngadu Olu bukan perkara mudah karena masing-masing memiliki masalah sendiri-sendiri. Di Ngadu Olu hampir setiap rumah ytangga memiliki mondu, ada yang terletak di sekitar rumah, ada juga di tepian sungai. Di musim hujan biasanya hamper semua warga menanami jagung pulut. Ketika saya datang Januari lalu sebagian besar sudah panen jagung muda, sebagian lagi dibiarkan sampai tua untuk pangan cadangan. Persoalan mondu selama ini adalah tidak dioptimalkan secara menyeluruh. Hanya sebagian kecil warga yang mau !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 53
!Persoalan!ini!sempat!ditegaskan!oleh!Bupati!pada!Rapat!Kerja!Pamong!Praja!Sumba!Tengah!di! Desa! Weluk! Praimemang! tanggal! 25! Januari! 2016.! Pada! forum! itu! Bupati! sempat! menyampaikan! kekecewaannya! sebab! salah! satu! misinya,! yakni! gerakan! kembali! ke! kebun! ternyata! tidak! dapat! diterjemahkan!dengan!baik!oleh!jajaran!SKPDMnya.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
39!
menanaminya setelah panen jagung. Memang ada beberapa kendala, paling pokok adalah ketersediaan air di musim kemarau. Sehingga hanya mondu yang terletak di tepi aliran sungai yang bisa terus ditanami dengan pengaliran air menggunakan pompa mesin. Sementara mondu-mondu yang jauh dari sungai biasanya terbengkalai di saat kemarau. Praktis sebagian besar mondu di Ngadu Olu tidak berproduksi secara optimal. Dibutuhkan ketekunan dan kesungguhan untuk bia mengelola mondu sepanjang tahun. Menurut pengalaman Ata’ sesuai pengalamananya selama ini sebenarnya bila mondu-mondu ini dimanfaatkan secara optimal niscaya akan memberi hasil menjanjikan. Ata’ selalu mengupayakan mondunya secara optimal sepanjang tahun. Setelah musim jagung, biasanya Ata’ akan menanaminya dengan tanaman sayur (kubis atau cabe) secara organik. Dari hasil mondu itu pula Ata’ secara rutin mengirim biaya sekolah untuk anak-anaknya, baik yang sedang kuliah di Yogyakarta maupun yang masih SMA di Waingapu. Tidak banyak yang segiat dan seberuntung Ata’. Posisi mondu yang dia usahakan terletak tidak begitu jauh dari sungai. Selain itu Ata’ berhasil memanfaatkan aliran air dari embung yang ada di sekitar rumahnya.54 Secara tidak langsung Ata’ mempraktekkan pertanian hidrolik untuk mengatasi masalah mondu yang dikelolanya sepanjang tahun. Kondisi kebun yang disebut mangu, hampir sama dengan yang terjadi pada mondu, letaknya yang jauh dari sumber air serta keengganan untuk mengoptimalkan merupakan persoalan serius, selain dari masalah status kepemilikan tanah yang butuh solusi komprehensif. Sepertinya semangat kembali ke kebun yang dimaksud pemerintah kabupaten adalah kembali menghidupkan Kaliu, atau kebun dalam kategori hutan keluarga. Di area kaliu ini biasanya ditanami tanaman keras, atau istilah warga tanaman umur panjang seperti: kelapa, pinang, kemiri, bambu, dll. Jika yang dimaksud kaliu adalah tanah atau hamparan lahan kering untuk tanaman umur panjang, potensi di Ngadu !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 54
!Ada!dua!embung!yang!berlokasai!dekat!mondu!milik!Ata’.!Di!bagian!belakang!rumahnya!Embung! Marawalu,!sementara!di!atas!pebukitan!sebelah!utara!ada!Embung!Praialala!yang!memasok!kebutuhan! air!rumah!tangga!dan!pengairan!sekunder.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
40!
Olu masih sangat luas. Baik kaliu yang sudah diupayakan dan merupakan kebun warisan keluarga, maupun yang sama sekali belum digarap. Kedua karakteristik kaliu ini memiliki persoalan tersendiri. Kaliu warisan keluarga dan banyak ditanami pinang saat ini menjadi penanda kampung lama seperti contoh di Praialala dan Lokurata.55 Optimalisasi kaliu mengalami penggerusan karena tempat bermukim yang sering berpindah.56 Sehingga lokasi kaliu yang dulu masih berada di dekat rumah, saat ini letaknya relatif jauh, sehingga tidak mudah dalam pengawasannya, baik untuk perawatan maupun untuk menjaga secara intensif dari serangan babi hutan. Adapun potensi lahan tidur yang bisa dijadikan kaliu di Ngadu Olu sangat luas, terutama tanah-tanah kabisu yang masih belum terolah karena kurangnya tenaga penggarap. Umumnya hamparan yang belum dijadikan kaliu terletak di posisi tegalan yang miring sehingga tidak efektif dalam tangkapan air. Akan tetapi bukan berarti lahan tidur ini tidak bisa diusahakan. Keluarga dari suku Mangacu, memiliki sebidang kaliu yang ditanami gamalinu dan mahoni, diperkirakan luasnya sekitar 4 hektar. Ketika saya mengunjungi dan mengelilingi kaliu keluarga suku Mangacu, pohon-pohon di sana sudah cukup besar, adik dari Pak Julius yang mengantar saya mengatakan, “saya sudah tidak susah kalau mau kasih sekolah anak, nanti kalau mau kuliah pohonpohon ini sudah yang bisa dijadikan uang”. Sepertinya keluarga Mangacu berupaya memanfaatkan pohon di kaliu mereka untuk kebutuhan ekonomi keluarga skala besar. Eksistensi kaliu suku Mangacu menjadi salah satu contoh pemanfaatan lahan kabisu menjadi kaliu yang sama sekali baru. Kalau kaliu dulu ditanami tanaman kebutuhan sehari-hari jangka panjang, sementara kaliu keluarga Mangacu sudah berusaha memperhitungkan keekonomian pohon sebagai tabungan masa depan. Tantangan yang dihadapi apabila hendak mengbangunkan hamparan lahan-lahan tidur ini terletak pada status kepemilikan tanah masih dikuasai oleh kelompok kabisu yang sifatnya terpusat, sehingga lahan-lahan ini tidak bisa begitu saja dikerjakan. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 55
! Kampung! tua! Praialala! merupakan! kampung! awal! yang! didiami! keluarga! dari! Suku! Mangacu,! letaknya! di! pebukitan! sebelah! utara! sungai,! sedangkan! kampung! tua! di! Lokurata! merupakan! tempat! tinggal!asal!dari!Suku!Anamaari.!Di!kedua!tempat!ini!masih!ada!jejakMjejak!kampung!lama,!terutama!pohon! pinang!tua,!kelapa!dan!batu!kubur.! 56 !Lihat!penjelasannya!pada!pola!Revolusi!Hijau!di!bagian!tema!Lakoka.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
41!
Adapun kondisi karaha uma yang berada tepat di depan atau samping rumah belum terlalu optimal pemanfaatannya. Di samping karena luasnya yang tidak seberapa sehingga tidak sebanding dengan kebutuhan konsumsi yang berlangsung sepanjang hari. Sehingga keberadaan karaha uma lebih terlihat sebagai tanaman pendukung. B.! Involusi di Ngadu Olu57 Pada beberapa perbincangan dengan warga, juga melalui diskusi terfokus, sering sekali disampaikan bahwa bertani dengan mengandalkan bantuan atau tidak hasilnya sama saja, akibatnya hampir semua petani di Ngadu Olu mengerjakan sawah berpedoman pada kebiasaan sepanjang tahun dan sangat tergantung pada faktorfaktor produksi dari luar. Selain itu terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam tata kehidupan mereka di berbagai bidang sebagaimana tabel hasil identifikasi dalam diskusi terfokus berikut: Bidang/Sub!Bidang!
Masalah/issu!Strategis
Penyebab!Langsung
Kelembagaan! Pemerintah!Desa!
Kapasitas!dan!layanan!aparat! 1.! Lemahnya!koordinasi! pemerintahan!desa!dan! antar!kelompok.! Kelompok!terbatas!! 2.! Masyarakat/Petani! kurang!paham!terhadap! perencanaan!Kebun! 3.! Kurangnya!publikasi! peran!dan! tanggungjawab! lembagaMlembaga!yang! ada!di!desa!dan!juga! pada!Kelompok!Tani.! 4.! Terbatasnya!fasilitas! pendukung!pelayanan! pemerintahan.! 5.! Pemahaman!terhadap! tupoksi!masih!sangat! terbatas!
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 57
!Saya!menggunakan!perspektif!Clifford!Geertz!untuk!menjelaskan!persoalan!Involusi!di!Ngadu!Olu! (Geertz,!1983)!!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
42!
Keamanan!
Gangguan!keamanan! (pencurian)
1.! Kebakaran!Lahan!sering! terjadi! 2.! Ternak!yang!Tidak! dikandangkan.! 3.! Hasil!kebun!sering! diambil!orang!tanpa!Izin.!!
Ekonomi! Sub!Bid.!Pertanian!dan! Perkebunan!
Sub!Bid!Peternakan! Sub!Bid!Ekonomi!
Sub!bid!kehutanan/!! lingkungan!
Hasil!pertanian!dan! 1.! Luas!lahan!terbatas!Bagi! perkebunan!tidak!mencukupi! Sebagian!KK.! kebutuhan!rumah!tangga! 2.! Kesuburan!lahan! menurun!(Tingginya! Penggunaan!Pestisida! Sperti!Rundup!dll)! 3.! Keterbatasan!bibit! unggul!(lokal)! 4.! Hama!dan!penyakit! tanaman! 5.! Luas!Lahan!Tidur!yang! belum!Tergarap!! 6.! Pengolahan!lahan! dengan!sistim!tebas! bakar/tradisional! 7.! Pemahaman!tentang! sistim!pertanian!terbatas! 8.! Sistim!Pemeliharaan! yang!masih!tradisional! atau!lepas.! 9.! Bantuan!Benih!dari! Pemerintah!yang!kurang! berkualitas! Populasi!ternak!semakin! Pemeliharaan!ternak!masih! berkurang! lepas!di!padang! Pendapatan!masyarakat!
1.! Ketrampilan!terbatas! untuk!mengembangkan! yang!sangat!terbatas/kurang! usaha!produktif! terutama!orang!miskin! 2.! Keterbatasan!modal!kerja! 3.! Keterbatasan!bahan!baku! 4.! SumberMsumber! pendapatan!yang! terbatas.! 5.! Harga!komoditi!terbatas! Degradasi!sumber!daya!alam! 1.! Penabagan!hutan!untuk! meningkat!(luasan!hutan!dan! kayu!bangunan! debet!air!berkurang)! 2.! Penebangan!di!sekitar! mata!air! 3.! Kebakaran! hutan/padang/Kebun!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
43!
Mata!air!tertimbun! tanah/longsor!pada!mata!air! Sosial!Budaya! Budaya!Masyarakat!
Fisik!Prasarana!
Kegotongroyongan! 1.! Belum!Memiliki! berkurang!dan!Budaya!Malas! Perencanaan!Waktu! masih!terpelihara!! kerja!yang!evisien.! 2.! Perilaku!hidup!bergotong! royong!masih!terbatas! (terbatas!dalam! pengolahan!Lahan!basah! dan!lahan!kering)! Terbatasnya!jumlah!dan! 1.! Lokasi!Perutnukan! mutu!sarana!prasarana!fisik! Lahan!belum! pembangunan!yang! terpetakan.! berdampak!pada!perputran! 2.! Bendungan!yang!ada! ekonomi!dan!informasi! rusak.! terbatas!
Tabel!3:!! BentukMbentuk! perubahan! di! berbagai! sector! sehubungan! dengan! involusi! di! Ngadu! Olu.!Diperoleh!melalui!diskusi!terfokus.!
Tabel di atas menunjukkan bahwa perubahan ekologi, sosial, dan budaya mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas daya dukung pertanian yang berimplikasi pada menurunnya hasil pertanian. Memang sering dikatakan bahwa hasil panen padi ada peningkatan, tetapi menjadi tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah dan varian kebutuhan mereka yang bergerak jauh lebih cepat sepanjang waktu. Hal-hal seperti ini yang menimbulkan kondisi involusi seperi pada diagram berikut:
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
44!
! ! !
Subsistensi yang! konsisten
Perubahan Iklim
! ! ! !
Perubahan Tata! Lingkungan
Involusi!di! Desa Perubahan! Gaya!Hidup
! ! !
Problematika rantai!makna! program! pemerintah.
Diagram!2:!! Lingkaran! terjadinya! Involusi! di! Ngadu! Olu.! Disarikan! dari! literature! dan! hasil! assessment.!
Involusi terjadi di desa disebabkan oleh subsistensi kehidupan ekonomi secara konsisten. Sehingga perkembangan keluar atau dampak ekonomi lebih lanjut tidak terjadi. Sementara rutinitas di dalam kehidupan petani sepanjang musim masih berkutat pada persoalan kecukupan makan, hanya sebagian kecil yang sudah memikirkan hal-hal di luar kebutuhan primer. Konsistensi cara hidup subsisten ini dipicu oleh perubahan orientasi dan gaya hidup pasca revolusi hijau, sehingga produksi pertanian yang sebelumnya masih mencukupi sepanjang tahun kemudian harus dijual sebagian untuk kebutuhan-kebutuhan dalam pola hidup baru. Sementara itu program yang masuk ke desa yang didistribusikan oleh pemerintah tidak menyentuh inti persoalan yang dialami warga desa. Pola karitatif dan dianggap berhasil setelah semua didistribusikan ternyata berbeda dengan semangat pendampingan untuk memulai perubahan yang lebih dibutuhkan warga. Itu sebabnya, semakin banyak bantuan yang masuk desa (Beras miskin, Beras rawan pangan, Bantuan bibit, Optimalisasi lahan, dll) tetap tidak memberi dampak signifikan pada peningkatan kualitas hidup ekonomi warga desa, “ada bantuan atau tidak, hasilnya sama saja”, karena bantuan yang masuk mengalami persoalan dalam rantai makna
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
45!
pelaksanaan kegiatan sementara warga desa dalam kenyataan sehari-hari membutuhkan dana segar untuk keperluan mendesak. Daya dukung alam yang dulu sangat sesuai dengan pola hidup mereka sebagai pekebun, pasca revolusi hijau mengalami pergeseran. Mereka harus berpindah mendekati fasilitas umum dan secara langsung menjauh dari kaliu sebagai kebun inti penyangga mereka. Pola hidup budidaya intensif melalui persawahan ikut mempercepat siklus hidup petani dengan dikenalkannya cara kerja mekanis. Siklus produksi pertanian saat ini bergerak begitu cepat disbanding kebiasaan mereka sebelumnya. Sehingga beberapa hal yang selama ini bisa mereka lakukan pada akhirnya terpaksa diabaikan seperti memilih bibit, peningkatan teknik dan inovasi bercocok tanam, waktu dan rotasi tanam, dll (Scott, 1981: 19). Selain itu mekanisasi dan percepatan pertanian membuat petani sangat tergantung terhadap faktor-faktor dari luar lingkungan mereka (mesin pertanian, benih, pupuk, dll). Selanjutnya tergantung pada pola konsumsi yang monoton, sebab bertani sawah sudah menguras banyak tenaga dan modal mereka. Keanekaragaman pangan perlahan berubah menjadi monoton pada beras baru, beras unggul yang tidak tahan lama. Ketika terjadi pergeseran musim dan kemarau panjang, persoalan serius melanda petani. Siklus produksi menjadi kacau, modal habis dan ketergantungan semakin tinggi. Seperti itulah siklus subsistensi yang memicu terjadinya involusi di desa, sehingga upaya melakukan lompatan keluar dari jebakan ini menjadi perkara yang tidak gampang, sebab sepanjang tahun petani harus pandai-pandai melakukan akrobat demi bertahan hidup, akrobat subsistensi.! C.! Pengalaman Baik untuk Harapan Masa Depan Sebenarnya tanah di Ngadu Olu bisa ditanami apa saja dan bisa menghasilkan dengan baik, kecuali Jambu Mente.58 “Mau tanam apa saja jadi, tanah subur tidak
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 58
!Jambu!Mente!juga!bisa!tumbuh!dengan!baik,!tetapi!karena!tanahnya!terlalu!subur!sehingga!masa! vegetatifnya!lebih!lama!(produksi!daun!sangat!tinggi)!sehingga!pada!masa!generatif,!buah!yang!dihasilkan! tidak!sebaik!hasil!yang!diperoleh!di!daerah!yang!lebih!kering!seperti!di!Mamboro!(pesisir!utara).!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
46!
butuh pupuk, tinggal kita saja mau kerja atau tidak”.59 Demikian juga untuk lahan sawah, sebenarnya produktivitas lahan sawah masih bisa dioptimalkan untuk mendapatkan hasil panen 6-7 ton/ha. Sejauh ini hasil maksimal yang bisa dipanen sekitar 4 ton. Hanya pada kondisi tertentu panen 6-7 ton bisa dicapai. Sementara untuk lahan kering (kebun) yang terhampar luas juga menyimpan potensi kesuburan yang belum termanfaatkan dengan sitematis. Selama ini, lahan miring yang membentang luas di Ngadu Olu baru sebatas ditanami jagung di awal musim hujan. Sementara lahan sawah di tepian sungai bisa juga diselingi tanaman sayur dan hortikultura setelah panen padi selesai. Selama hampir dua minggu di Ngadu Olu saya bertemu dengan banyak warga yang memiliki informasi dan pengetahuan yang bersifat taktis untuk mengoptimalkan produktivitas lahan menjadi pertanian yang berkelanjutan. Pandangan mereka bisa jadi dianggap sesuai karena sudah teruji secara individu. C.1. Perhitungan Manna Leti Ata’ Sabtu pagi, 7 November 2015, penghujung kemarau saya menemui salah satu ketua kelompok tani di Dusun 3, Manna Leti Ata’. Ata’ selalu menjadi rujukan jika membicarakan soal kerja keras petani di Nagdu Olu. Semua narasumber yang saya temui kemudian menyetujui anggapan bahwa dia contoh petani berhasil melalui kerja keras dan teknik yang dia peroleh melalalui proses belajar terus menerus. Saya ingin mendapat penjelasan mengapa Pak Ata’ bisa mendapat hasil lebih banyak dari petani lainnya. Selanjutnya dia menuturkan dengan lancar apa saja yang dia telah dapat dengan bertani. “Saya bisa kasi kuliah anak sampai di Yogya dari hasil bertani. Kalau musim hujan kita tanam padi seperti biasanya. Selesai padi urus kebun tanam sayur-sayur sama lombok.” Dari hasil bertani tanpa kenal henti inilah Ata’ mengantarkan anaknya pertamanya (Ata’ memiliki 5 orang anak) kuliah di salah satu PTS di Yogyakarta. Dia kemudian meneruskan bahwa sebenarnya bertani di sini sangat menjanjikan. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 59
! Komentar! seperti! itu! beberapa! kali! disampaikan! Kades! dan! Manna! Leti! Ata’! di! beberapa! kesempatan!perbincangan.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
47!
Tanahnya mesih subur jadi kita tidak butuh pupuk lagi, dari dulu kita di sini sudah tidak pernah pakai pupuk. Malah biasanya pupuk itu bisa jadi racun kalau trlalu banyak. Tanah jadi kurus”, demikian lanjut Ata’. Selanjutnya dia menceritakan strategi kelompoknya mengatasi hama tikus. Walau serangan tikus tidak begitu ganas dibanding hama babi hutan, tapi menurut Ata’ tetap harus diketahu cara-caranya supaya bisa terhindar dati serangan hama tikus. Strategi yang dipakai adalah dengan menerapkan kekompakan kelompok untuk menghadapi musim tanam. Kelompok harus punya komando yang jelas, supaya jadwal tanam bisa teratur. Masalahnya, menurut Ata’ hamparan sawah milik kelompok belum tentu berada di satu lokasi yang sama. Lebih sering, dalam satu hamparan luas ada beberapa bagian milik anggota kelompok lain, sehingga tidak mudah untuk dibuat kesepakatan. Dia ingin mengusulkan bagaimana supaya lahan milik anggota kelompok lain yang terdapat di hamparannya bisa mengikuti pola dan kesepakatan kelompoknya. Perhitungannya adalah area hamparan sawah dengan sistem blok supaya strategi tanam bisa diataur untuk mengalahkan serangan tikus. Menurut Ata’ cara seperti ini bisa melemahkan pertahanan tikus karena mengganggu keberlangsungan siklus makanan mereka. Sebenarnya cara yang dipakai Ata’ relatif mudah diterapkan, kendalanya adalah pengaturan dan koordinasi antar kelompok tani yang sulit dilakukan.60 “Kalau kelompok yang ada ini dipermanenkan semua pasti bisa jalan”, tegas Ata’. Selain berkelit dari serangan hama tikus, Ata’ juga punya strategi yang menurutnya bisa mendongkrak produksi padi di Ngadu Olu. Sejauh ini petani selalu mengutamakan kekompakan atau maunya selalu serentak saat awal musim tanam. Mulai dari menyiapkan lahan persemaian, sampai pada waktu sebar benih selalu ingin kompak sama-sama. Akibatnya, ketika benih disebar bersamaan dan memasuki usia !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 60
! Dalam! beberapa! kesempatan! berbincang! dengan! Ata’! juga! dengan! yang! lain! kendala! utama! pengelolaan! pertanian! padi! di! Ngadu! Olu! adalah! pengelolaan! kelompok! yang! tidak! jelas.! SeakanMakan! kelompok! ini! ada! kalau! mau! ada! bantuan,! setelah! itu! hilang! dan! kerja! sendiriMsendiri.! Hal! sama! juga! disampaikan!Umbu!Nange!saat!wawancara.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
48!
cukup untuk ditanam akan terbentur pada keterbatasan tenaga penanam dari masingmasing anggota kelompok. Sehingga meski memulai bersama-sama, tetapi petani tidak bisa menanam padi bersamaan dan harus menunggu giliran. Faktor yang menghambat proses tanam adalah terbatasnya jumlah tenaga kelompok berbanding dengan luas hamparan sawah yang cukup luas apabila akan ditanam dalam waktu bersamaan. Pada akhirnya anggota kelompok harus menunggu giliran hari kerja gotong royong. Padahal umur efektif benih padi adalah 3 minggu-30 hari, lewat dari itu maka produksi anakannya kelak pasti terhambat. Selain hari efektif benih akan terlewati, cara serentak ini membuat banyak petani tidak bisa selesai menanam di awal Januari. Padahal, Januari menurut Ata’ adalah “bulan emas”. Jika selesai menanam di awal bulan emas, maka padi akan mendapat intensitas siraman hujan yang memadai untuk tumbuh subur dan berproduksi maksimal. Sebaliknya, apalagi sampai masuk bulan Februari atau “bulan perak” tanaman padi kurang mendapat hujan yang memadai, akibatnya produksi tidak maksimal. Kalaupun gabahnya banyak, bobotnya tidak seberapa berat. Kualitasnya di bawah bila padi bertemu bulan emas. Jadi menurut Ata’ pola penyeragaman dan keserempakan yang sering diterapkan justru menjadi faktor penyebab rendahnya produksi padi, padahal masing-masing kelompok menanam di tanah dengan kesuburan relatif sama. Menurut Ata’ dengan menggunakan cara serentak ini sawah hanya bisa menghasilkan maksimal 4 ton/ha, padahal jumlah sebesar itu masih bisa dimaksimalkan dengan cara lain.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
49!
Gambar!2:! Keserentakan! mengawali! persemaian! benih! bisa! menjadi! awal! menurunnya! produksi!padi.!
Ata’ mengkritik pola penyeragaman awal tanam dengan menawarkan solusi teknis dan sudah teruji. Menurutnya, selama ini petani selalu melakukan perhitungan maju saat mengawali musim tanam. Perhitungan maju yang membuat kita selalu ingin kompak menebar benih bersamaan, padahal itu belum tentu baik. Sehingga akan lebih baik kalau cara itu diubah, dia memberi solusi dengan cara “hitung mundur”. Cara ini tidak mengandalakan keserentakan, melainkan kebersamaan mengakhiri masa tanam padi. Prinsipnya optimalisasi hasil dan kemanfaatan bagi kelompok, buka keserentakan dalam keterbatasan tenaga kerja.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
50!
Gambar!3:! Teknik!bertanam!hitung!mundur!yang!dikenalkan!Manna!Leti!Ata’!di!kelompoknya.!
Perhitungan Ata’ betumpu pada cara bagaimana mendapatkan kesempatan bulan emas bersama-sama, sementara ketersediaan tenaga kerja pada masa tanam sering tidak bisa terpenuhi serentak. Dengan cara ini, petani dalam kelompok harus memiliki selisih waktu sebar benih selang 2-3 hari. Sehingga ketika benih cukup waktu dan siap tanam tenaga kerja bisa tersedia karena umur bibit seluruh anggota kelompok dan hari tanam padi tidak jatuh pada hari yang sama. Apabila cara ini diterapkan, Ata’ menjamin semua petani akan mendapatkan bulan emas bersama-sama. Dia sangat yakin produksi padi bisa didongkrak tanpa penggunaan pupuk, cukup dengan mengubah kebiasaan menanam selama ini. Kemudian untuk memastikan semua anggota kelompok mendapatkan manfaat gotong royong secara merata, Ata’ mengkonversi hari kerja menjadi waktu kerja. Dengan cara ini tidak ada anggota yang dirugikan jika ada hari yang tidak memungkinkan, sebab masa kerja dihitung dengan waktu. Secara pribadi dia sudah mencoba ini dan cukup berguna. Selain itu, Ata’ menganjurkan supaya warga petani jangan terjebak dengan masa-masa paceklik seperti sekarang. Justru saat paceklik kita harus lebih tekun bekerja terutama menyiapkan ladang. Sehingga ketika awal musim Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
51!
hujan tiba (biasanya bulan oktober) kita sudah siap tanam. Selama ini awal hujan baru mulai membersihkan kebun, padahal cara itu termasuk terlambat sebab akan mempengaruhi jadwal mulai tanam padi. Ata’ menerapkan pola kesinambungan tanaman dalam satu siklus musim, sehingga dia selalu punya hasil yang siap dijual setiap saat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk anaknya yang kuliah di Yogyakarta. Konsep keekonomian tanah sangat dikuasai Ata’ melalui cara membaca pola dan kebiasaan tanaman. “Yang penting kita paham bahwa semua tanaman punya sifat masing-masing. Kita harus paham itu supaya bisa memberi hasil yang baik”, demikian tegasnya. Saat kami berbincang, Ata’ sedang menunggu masa panen cabe dari kebun samping rumahnya yang cukup luas. Saat kami menyelesaikan perbincangan, saya melihat di ruang tengah rumahnya tempat penyimpanan gabahnya masih terisi hampir penuh, juga dengan jagung cadangan makanannya masih cukup banyak. Di ujung musim kemarau Ata’ masih memiliki cadangan pangan yang memadai menandakan bahwa kerja kerasnya selama ini benar terbukti hasilnya. Pola dan strategi pangan warga Ngadu Olu cenderung sama, yakni menggunakan beras debagai makanan utama. Bila kemarau panjang tiba maka secara berangsur cadangan jagung akan digunakan secara bertahap dengan mencampur beras padi dengan beras jagung, demikian seterusnya. Warga Ngadu Olu dan Sumba pada umumnya memiliki kemampuan respon bertahan jika terjadi gagal panen atau peristiwa alam lainnya yang membuat panen mereka tidak berhasil. Pada tahun 1999 dan 2002 datran Sumba diserang hama belalang sangat dahsyat. Hampir seluruh tanaman habis dalam sekejap termasuk jagung dan padi, semuanya gagal panen. Kondisi rawan pangan mengancam. Untuk bertahan hidup, ibu-ibu kemudian beramai-ramai masuk hutan untuk mencari ubi.61 Tanaman jenis ini banyak terdapat di dalam area yang yang sekarang jadi milik
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 61
!Jenis!ubi!hutan!ini!memiliki!kandungan!racun!sehingga!tidak!bisa!langsung!dikonsumsi.!Untuk! menetralisir!racunnya,!setelah!diiris!tipis!direndam!selama!dua!hari!lalu!dijemur!sampai!betulMbetul!kering.! Setelah!penjemuran!lalu!diolah!menjadi!makanan!dengan!cara!dikukus!dan!dicampur!parutan!kelapa.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
52!
TNTD. Alhasil waktu itu krisis pangan bisa dilewati melalui pengetahuan yang mereka miliki turun-temurun.62 C.2. Harapan Melkianus, dan Julianus Kontur tanah di Nagdu Olu dapat dikelompokkan dalam tiga kategori; area puncak bukit yang meliputi TNTD dan sekitar perbatasan dengan Praikaroku Djangga, lembah dan punggung bukit, serta dataran yang berada di sekitar sungai. Sejauh ini yang banyak dimanfaatkan adalah lahan di sekitar sungai baik untuk sawah tadah hujan maupun untuk tanaman palawija dan hortikultura. Hal ini dilakukan mengingat akses untuk mendapatkan air lebih mudah. Memang posisi lahan dataran sebagian besar lebih tinggi dari aliran sungai, sehingga dibutuhkan cara mekanisasi untuk mengangkat air untuk dimanfaatkan membasahi lahan. Untuk keperluan ini petani biasanya menggunakan “motor air” yang biasa dipakai bergiliran. Bila musim kemarau datang, sebagian besar warga memilih untuk mendiamkan lahannya menunggu sampai musim hujan tiba. Sebenarnya ada peluang menggunakan teknologi sederhana ramah lingkungan untuk mengangkat air dari sungai, terutama di musim kemarau. Intensitas hembusan angin cukup memadai sepanjang musim untuk menggerakkan kincir angin guna memompa air sungai yang tidak pernah kering ke lahan-lahan petani.63 Jika ini bisa dilakukan, maka ada harapan budidaya palawija dan hortikultura bisa digalakkan secara massif dan dilakukan setelah petani selesai panen padi.64 Persoalannya kemudian bagaimana mengangkat air singai ini supaya bisa lebih bermanfaat dan murah serta ramah lingkungan. Dalam istilah Melkianus Waci Deta, lembahnya ini sudah subur tinggal bagaimana mengangkat Yordan-nya (sungai), sehingga cerita Ngadu Olu sebagai Lembah Yordan bukan hayalan semata.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 62
!Bagian!ini!merupakan!rangkuman!dari!berbagai!perbincangan!baik!dengan!Ata’!maupun!dengan! warga!lain!di!Lokurata,!termasuk!Ketua!RW!Dominggus!Te’ba!Manu.! 63 !Ketika!gagasan!ini!saya!lontarkan!kepada!Martinus!Tanggela!Mbani!dia!memberi!kesan!ambigu,! antara! belum! paham! mengenai! teknologi! itu! dengan! anggapan! bahwa! peluang! itu! bisa! dimanfaatkan! (perbincangan!tanggal!7!November!2015).! 64 !Tanggapan!ini!disampaikan!oleh!Mannaliti!Ata’!di!beberapa!kesempatan,!juga!oleh!Bapak!Umbu! Ndjaka!Praingu,!tokoh!masyarakat!yang!punya!pengalaman!dan!keahlian!dalam!pertanian!organik.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
53!
Untuk menjaga kelangsungan sungai Lokurata sebagai penyangga pokok budidaya di sepanjang alirannya, Umbu Ndjaka Praingu menganggap penting dilakukan langkah konservasi dengan cara menanami pohon bambu di sepanjang tepian sungai. Fungsinya ganda, selain untuk menjaga kelangsungan aliran sungai tidak berkurang, juga untuk mencegah terjadinya pengikisan air sungai saat musim hujan tiba. Tentu saja juga sebagai penghijauan sebab bambu gampang tumbuh dan punya nilai ekonomis serta multiguna.65 Setelah upaya konservasi berhasil maka langkah pemanfaatan lahan sepanjang aliran sungai bisa dioptimalkan sepanjang tahun. Melkianus Wacu Deta punya gagasan yang bisa mengintegrasikan produktivitas lahan sepanjang DAS Lokurata dengan pemanfaatan lahan punggung bukit yang menghampar luas. Dia mengusulkan untuk membuat gerakan menanam tanaman umur panjang seperti Kopi dan Kakao. Meski program ini sudah mulai dijalankan pemerintah kabupaten, tetapi pendekatan proyek oleh SKPD teknis membuat langkah ini tidak efisien. Melkianus menyarankan program ini dijalankan secara mandiri supaya warga merasa memiliki dan merawatnya. Tinggal bagaimana program ini menjadi kebutuhan bersama. Cara pandang keekonomian tanaman jangka panjang, sedang dan pendek bagi Melkianus akan menjadi tulang punggung ekonomi warga ke depan. Caranya sederhana, yakni mengkonversi jenis tanaman sesuai bentuk-bentuk kebutuhan hidup warga. Tanaman apa yang bisa digolongkan untuk kebutuhan belanja harian, mingguan, bulanan, serta ketersediaan ternak untuk kebutuhan tak terduga. Menyandingkan jenis usaha pertanian dan peternakan dengan kebutuhan ekonomi warga menurutnya lebih mudah diterima dan dilaksanakan warga. Kuncinya adalah mengenalkan nilai keekonomian tanaman dan ternak yang dikerjakan warga tiap hari. “Tuhan telah menciptakan seluruh tumbuhan sedemikian rupa sehingga antara jenis tanaman satu dengan lainnya tidak pernah sama masa-masa berbuahnya. Hal seperti ini adalah tanda yang
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 65
!Tingkat!pengikisan!air!sungai!saat!hujan!cukup!memprihatinkan,!terutama!di!sekitar!perbatasan! Padira!Tana.!Hal!ini!bisa!terjadi!mengingat!tanah!di!tepian!Lokurata!adalah!tanah!labil!dan!tidak!banyak! batuan!besar!dan!padat.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
54!
seharusnya bisa dibaca oleh manusia untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan hidup kita di bumi”, demikian tegas Melkianus di beberapa kesempatan. Maksudnya adalah, kalau warga bisa membudidayakan tanaman secara bijak dan tepat jenis dan tepat waktu berbuah, maka sepanjang tahun kita tidak akan berhenti memanen hasil. Menurutnya, selama ini petani masih asal menanam, tanpa memperhatikan dan menghubungkannya dengan siklus alam. Ini masalah sederhana tetapi sangat menentukan kehidupan ekonomi kita ke depan. “Saya memimpikan beberapa tahun ke depan jika program integrasi ini bisa berjalan maka Ngadu Olu akan dikenal sebagai penghasil perkebunan yang memiliki ciri khas, tidak sebatas Kemiri. Kalau berjalan baik dan hasilnya melimpah pasti kita bisa ‘merobek pasar’, warga akan punya posisi tawar sehingga pedagang yang mendatangi kita. Selama ini kita cuma mampu menjajakan hasil kebun di parapara depan rumah, hasilnya tidak seberapa. Kita harus punya bayangan yang besar untuk masa depan anak-cucu kita”. Ada beberapa kendala yang harus diselesaikan apabila program ini hendak dijalankan. Pertama, perlu segera dilakukan penguatan kelompok supaya ke depan dibutuhkan eksistensi kelompok yang substantif. Tidak lagi sebatas kelompok ada saat bantuan datang. Menurut Melkianus cara-cara seperti ini tidak akan mengubah nasib petani. Kedua, kehadiran pendamping dan penyuluh sebagai katalisator yang paham dan mencintai tugas dan fungsinya. Selama ini desa tidak pernah mendapat pendampingan dan penyuluhan. Sepertinya semua berjalan apa adanya sesuai naluri dasar petani semata. Jika nanti ada penyuluh atau pendamping yang sungguh-sungguh menyadari tugasnya sebagai sahabat petani maka ada harapan untuk berhasil.66 Ketiga, memastikan gerakan ini tidak hanya digencarkan kepada petani dewasa dan sudah tua, tetapi juga kepada generasi muda yang akan menentukan wajah desa ini ke depan,
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 66
!Menurut!Umbu!Ndjaka!Praingu!yang!dibutuhkan!di!desa!adalah!penyuluh!yang!betulMbetul!hadir! di! desa,! tidak! sekadar! mampir! lalu! tidak! memberi! jalan! keluar.! Dia! mengenalkan! konsep! Penyuluh! Swadaya,! yakni! warga! atau! anggota! kelompok! tani! yang! dianggap! memiliki! kemampuan! untuk! mentransfer!pengetahuannya!ke!seluruh!anggota.!Sejauh!ini!peluang!itu!ada,!hanya!saja!konsep!ini!harus! diakui!pemerintah!kabupaten!untuk!ikut!memikirkan!keberlanjutannya.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
55!
apakah masih akan menjadi desa dengan kehidupan sebagai petani dan peternak, atau malah dikuasai oleh orang dari luar.67 Kebingungan yang disampaikan Melkianus dan Umbu Nggaba cukup beralasan. Dengan memperhatikan tingkat perhatian dan keseriusan anak muda terhadap kehidupan pertanian cukup menurun. Ketika kami melakukan diskusi dan identifikasi tingkatan usia petani di Ngadu Olu, kami sama sekali kesulitan menemukan sosok pemuda yang dianggap bisa diandalkan untuk meneruskan militansi hidup sebagai petani di desa. Beberapa faktor penyebabnya adalah perubahan cara pandang dan pilihan hidup yang dialami anak muda di Ngadu Olu. Apalagi ketika anak muda sudah mengecap pendidikan, kemungkinan untuk mengubah orientasi hidupnya sangat besar. Persoalan serius dialami oleh pemuda dengan tingkat pendidikan yang tanggung, misalnya hanya sampai pada tingkatan SMU. Kategori seperti ini yang cukup mengkhawatirkan karena dua hal. Pertama, kelompok usia muda yang mengalami pendidikan tanggung tidak bisa bersaing untuk mengakses bentuk-bentuk pekerjaan formal di perkotaan. Kedua, pendidikan yang tanggung telah mengambil waktu emas mereka untuk mentransfer keahlian bertani dari lingkungannya. Akibatnya mereka kehilangan insting bertani, relasi spiritual dengan tanah dan mengalami perubahan pada cara pandang terhadap nilai keekonomian tanah.68 Fenomena ini muncul di Ngadu Olu dan membuat beberapa tokoh masyarakat gelisah. Umbu Nange dan Ibu Pendeta Frida Dorkas Retang mengatakan bahwa saat ini etos kerja anak muda di desa menurun, tidak ada yang bisa menyamai ketekunan orang tua mereka. Selain itu mereka juga kurang berdisiplin
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 67
! Kekhawatiran! ini! cukup! beralasan! karena! ketika! saya! bersama! Melkianus! dan! Umbu! Nggaba! mengidentifikasi!tingkatan!usia!petani,!kami!kesulitan!mencari!sosok!yang!bisa!dijadikan!contoh!petani! muda!(pemuda!awal).!“Tidak!ada!yang!punya!semangat!seperti!orangMorang!tua”,!demikian!tanggapan! mereka.!Hal!sama!disampaikan!juga!oleh!Umbu!Nange!dan!Pendeta!Frida!D!Retang,!bahwa!keseriusan! anak! muda! di! kampung! terhadap! usaha! pertanian! mengalami! kemunduran.! Bahkan! Umbu! Nange! menudingMnuding! kemakannnya! dengan! mengatakan,! “Dia! ini! tidak! pernah! turun! ke! sawah”,! katanya! kepadan!Nathan.! 68 !Asumsi!ini!adalah!kesimpulan!pribadi!setelah!melakukan!pembicaraan!panjang!dengan!beberapa! narasumber!di!Ngadu!Olu.!Juga!merupakan!rangkuman!diskusi!dengan!beberapa!mahasiswa!Sumba!di! Yogyakarta!tanggal!30!November!2015.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
56!
dalam pilihan hidup, “mereka susah bangun pagi, apa lagi memulai pekerjaan lebih awal. Mereka tidak pernah lagi ke sawah kecuali kalau diajak”, keluh Umbu Nange. Menurut salah satu mahasiswa Sumba yang saya ajak diskusi di Yogyakarta mengatakan bahwa sekarang banyak anak muda yang menuntut hak kepemilikan pribadi di tengah tradisi kepemilikan komunal. Ini menjadi persoalan sebab akan bentrok dengan keinginan keluarga besar. “Hal-hal seperti inilah yang sering memicu konflik keluarga yang berakhir pada pembunuhan”.69 Menurunnya insting terhadap tanah dan pertanian membuat anak muda di desa memilih jalan pintas dan mudah untuk mendapat uang. “Ini tantangan bagi kami anak muda Sumba kalau kita bicara soal masa depan”. Menanggapi kekhawatiran yang kami temukan di lapangan, salah satu pejabat di Sumba Tengah menanggapi. “Ini bisa menjadi persoalan di kemudian hari. Jangan sampai selama ini kita terus-menerus memberi bantuan pertanian kepada masyarakat, sementara di desa sudah tidak ada lagi yang mau menjadi petani”.70 Kekhawatiran-kekhawatiran ini tentu saja beralasan sebab selama tinggal di Ngadu Olu setidaknya dua kali Kades berangkat malam-malam untuk menyelesaikan sengketa tanah keluarga. Salah satunya bahkan nyaris berujung pada tindak kekerasan. Ini menjadi semacam keniscayaan ketika fragmatisme merebak dan menggerus militansi warga usia muda pada aroma tanah dan hidup sebagai petani sebagaimana orang tua mereka dari generasi ke generasi. C.3. Harapan Pemuda Tetapi pandangan semacam ini tidak sepenuhnya diterima oleh beberapa anak muda di Ngadu Olu. Pandangan bahwa mereka tidak memiliki semangat bertani sebagaimana orang tua mereka dianggap sebagai kesimpulan yang keliru. “Coba mas perhatikan saat mengolah sawah, hampir semuanya dikerjakan oleh anak muda. Mulai dari luku, gelebak, sampai tanam hampir semua ditangani anak muda”.71 Ketika saya mengikuti empat !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 69
! Pendapat! ini! disampaikan! oleh! Krispianus! Bombo,! mahasiswa! Sumba! yang! kuliah! di! STPMD! “APMD”!Yogyakarta.!Pernyataannya!disepakati!temannya!Umbu!Jackson.! 70 !Pernyataan!ini!disampaikan!oleh!Adri!Sabaora,!Kabag!Tata!Pemerintahan!Sumba!Tengah!pada! kesempatan!diskusi!terbatas!tanggal!17!November!2015.! 71 !Pendapat!ini!disampaikan!oleh!Charles!Leku!Banju,!di!beberapa!kesempatan.!Pendapat!serupa! disampaikan!oleh!beberapa!temannya,!baik!melalui!perbincangan!bebas,!juga!saat!FGD!29!Januari!2016.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
57!
kali kesempatan mengolah sawah dan menanam padi di beberapa lokasi memang sebagian besar tenaga yang mengolah adalah anak muda. Biasanya laki-laki bertugas menjalankan traktor, membuat jalur tanam dan mendistribusikan benih, dan hanya 12 orang yang ikut menanam. Sementara perempuan semuanya bertugas menanam benih. Suasana seperti ini sama saat panen, tetap didominasi oleh tenaga muda. Suasananya berbeda ketika pembagian dan pengolahan hasil, hampir dipastikan bagian ini menjadi tugas orang tua, anak muda tidak berperan sama sekali. “Bahkan minta sedikit bagian sekadar untuk senang-senang menikmati hasil kerja bersama teman-teman kami tidak dikasi”.72 Kebiasaan ini terus terulang sepanjang tahun, sehingga lamakelamaan menimbulkan kekecewaan bagi sebagian anak muda. Itu sebabnya saat menjelang musim tanam banyak anak muda yang keluar meninggalkan kampung. Ada yang ke Kupang, atau Bali, mereka tidak punya tujuan, hanya pergi untuk menghindari musim tanam. Setelah 2-3 bulan mereka akan pulang ke kampung lagi. “Jadi sebenarnya kami ini bukannya malas, tetapi kondisi seperti itu yang membuat kita kecewa, tapi tidak mungkin juga kita melawan, jadi lebih baik menghindar saja.”73 Pada suatu kesempatan sebelum FGD dengan pemuda saya terlibat perbincangan dengan Charles dan Abner Leti Ata (Abner), pembicaraannya lumayan dinamis membicarakan soal agenda anak muda di Lakoka. Mereka memandang bahwa anak muda sekarang memiliki perhitungan sendiri tentang bagaimana mereka harus menjalani hidup saat ini. Mereka sadar bahwa mengandalkan sawah tidak akan mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka sepanjang tahun dengan kebutuhan semakin kompleks. Mereka juga tahu bahwa padi yang dipanen orang tua mereka dan hanya mengandalkan sawah tadah hujan tidak mencukupi konsumsi sepanjang tahun karena sebagian harus dijual untuk beragam kebutuhan sekunder. Sehingga menurut mereka, hidup sebagai petani penuh seperti orang tua mereka tidak bisa menjadi
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 72
! Masih! disampaikan! oleh! Charles,! ketika! kami! melakukan! perjalanan! menuju! bendungan! di! Lokurata!tanggal!31!Januari!2016.! 73 !Idem!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
58!
andalan masa depan, perlu pola pertanian baru yang bisa diandalkan untuk cara hidup saat ini. “Seandainya saya punya uang sepuluh juta dan menurut perhitungan saya tidak akan menguntungkan kalau dipakai di sawah, maka saya tidak akan pakai untuk sawah. Lebih baik saya pakai untuk usaha atau pekerjaan lain yang lebih menguntungkan dan bisa kembali dalam tempo lebih singkat. Sebenarnya pandangan dan sikap seperti ini dimiliki hampir semua anak muda Ngadu Olu, tetapi selama ini kami tidak pernah diberi ruang untuk membicarakan hal-hal seperti ini. Setiap ada rapat atau pertemuan di desa anak muda tidak pernah diundang, pasti orang tua semua yang hadir. Sementara sudah kita paham kalau mereka kumpul dan bicara, pasti yang dibilang semua tentang masa lalunya. Kami sadar kalau tanah kami ini subur, apaapa saja bisa tumbuh, tetapi harus ada cara bertani yang baru dan bisa diandalkan secara ekonomi”.74 Gagasan-gagasan anak muda yang berorientasi pertanian juga menurut mereka perlu diuji coba dengan memberi ruang untuk berbuat dan menyandingkan dengan cara bertani orang tua mereka. Menurut Oscar Umbu Ringu (Oscar), kalau pemuda diberi kepercayaan mengelola sebidang lahan pasti bisa kita usahakan. Apa yang dibayangkan mengenai tanaman produktif sudah ada dalam rencana kami, yaitu pertanian yang mengandaalkan kebun dan dikelola dengan cara lebih maju, dihitung pembiayaannya dan dikalkulasi peluang ekonominya.75 Dalam rancangan Oscar kelak, anak muda akan punya kebun sendiri yang ditanami beraneka macam tanaman umur panjang yang punya nilai ekonomi dan peluang pasar bagus. Ia mencontohkan pohon Nangka (Artocarpus integra), buahnya memiliki pasar yang jelas baik untuk sayur maupun untuk konsumsi buah, sedangkan pohonnya termasuk kuat untuk kebutuhan kayu. Peluang-peluang dengan menghitung manfaat ekonomi pohon, ini yang perlu coba diterapkan saat sekarang. Cara seperti ini bisa menjadi salah satu jalan keluar mengurangi ketergantungan pada !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 74
! Dengan! maksud! sama! hal! seperti! ini! beberapa! kali! disampaikan! Charles,! dan! paling! jelas! dan! tegas!disampaikan!setelah!selesai!pelaksanaan!FGD!pertama!tanggal!25!Januari!2016.!Dia!menambahkan! bahwa!tadi!waktu!FGD!dia!sengaja!tidak!mau!bicara!karena!pasti!suara!orang!tua!yang!akan!didengar,! Pa’akang!mas.! 75 ! Oscar,! pemuda! desa! pernah! kuliah! di! Malang! tetapi! tidak! sampai! selesai.! Di! Ngadu! Olu! di! termasuk! pemuda! yang! tekun! dan! punya! pemikiran! kreatif! soal! pertanian.! Saat! ini! ia! diberi! mandate! sebagai!ketua!komisi!pemuda!GKS!Jemaat!Lakoka.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
59!
padi sawah, padahal kita semua maklum padi tidak bisa diandalkan untuk jangka panjang, untuk makan saja tidak cukup. Ruang-ruang dialog memang belum cair di Nagdu Olu, padahal menurut para pemuda gagasan mereka untuk ikut membangun kampung tidak sedikit. Satu gagasan dari Abner sepertinya cukup menarik menjadi embrio gerakan pertanian anak muda. Ia bermaksud menggerakkan dan mengonsolidasi pemuda se Lakoka untuk bersamasama menawarkan program pertanian cara baru ke pemerintah desa. Targetnya, pemerintah desa se Lakoka (Praikaroku, Mbilur Pangadu, Ngadu Olu dan Padira Tana) diupayakan mengalokasikan dana pemuda di RKPDes masing-masing, kemudian nanti dikelola bersama untuk usah pertanian produktif. Upaya ini sudah mulai direspon kawan-kawan mereka di desa-desa. “Jadi kita memang harus aktif untuk mengambil peran, hanya dengan cara seperti ini kita bisa punya harapan bagi masa depan anak-anak kita. Bagi saya bahagia itu ketika saya bisa tidur nyeyak dan bermimpi, dan ketika bangun, saya segera mengejar mimpi itu. Tanah kita subur, sumber air tidak pernah kering jadi tidak ada alasan untuk tidak maju”. Pernyataan Abner bukan sesuatu yang kosong, dia sudah membuktikannya, di tempat tinggalnya, Praikaroku ia berhasil memanfaatkan lahan-lahan di sekitar rumahnya untuk kebun produktif. Ia juga berhasil dalam usaha ternak kecil dan ternak besar. Ia sampaikan itu dengan penuh optimis. “Sekarang tinggal terserah kita saja, kalau mau bekerja keras memanfaatkan semua peluang pasti kita bisa bangkit”. Inisiatif di Ngadu olu juga sebenarnya sudah memperlihatkan hasil, sebidang tanah di Lokurata milik suku Mangacu berhasil dihijaukan oleh Charles dan rekanrekannya. “Waktu itu setiap kami ada acara kumpul-kumpul selalu diakhiri dengan kegiatan menanam, sekarang hasilnya sudah kelihatan. Hamparan yang dulu terbuka dan gundul sekarang sudah rimbun, pohon-pohonnya sudah besar”. Saat perjalanan pulang dari Lokurata, saya sempat melihat areal yang telah dihijaukan oleh kelompok anak muda. Dari sini kemudian gagasan membentuk kelompok “Peci Alam” mulai muncul sebagai upaya mencoba menerapkan pertanian yang sesuai banyangan anak
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
60!
muda sekarang.76 Anak muda yang tinggal di Ngadu Olu tidak perlu dipaksa menjadi petani jika memang bukan panggilan jiwanya, mereka harus dikelompokkan berdasarkan kegemarannya. Tugas pemerintah desa untuk mengelola dan memberikan peluang usaha. Sedangkan yang punya minat pertanian harus cari cara yang baru untuk kebutuhan pertanian saat ini. Oscar juga mengusulkan untuk mencoba pinjam pakai lahan milik kabihu yang mau meminjamkan tanahnya. “Pengelolaannya bisa dibicarakan, yang penting punya keinginan bersama dulu”. Sepertinya semangat dan tekad yang berserak ini adalah peluang untuk memulai upaya pertanian baru yang perlahan mencoba keluar dari jebakan involusi di tengah luasnya potensi di desa. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana melakukan konsolidasi untuk menyatukan potensi dan semangat ini menjadi sebuha program terintegrasi untuk membangun sebuah sistim pertanian, sebagai solusi terhadap involusi di Ngadu Olu.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 76
! Gagasan! komunitas! pemuda! Peci! Alam! (Pemuda! Cinta! Alam)! menurut! Charles! punya! potensi! untuk!dikembangkan,!semua!pemuda!yang!hadir!di!FGD!menganggap!ide!itu!perlu!diteruskan.!Bahkan! Charles!sudah!punya!rancangan!program!komunitas!tersebut.!Ia!membayangkan!sebuah!kelompok!yang! sifatnya! terbuka! bagi! ideMide! kreatif! dan! harus! punya! tindakan! konkrit! yang! bisa! menjawab! persoalan! ekonomi!saat!ini.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
61!
BAB 4 REFLEKSI DAN REKOMENDASI Bahagia!itu!ketika!saya!bisa!tidur!nyenyak!dan!bermimpi,!dan! ketika!bangun!saya!harus!segera!mengejar!mimpi!itu.! (Abner!Leti!Ata’)!
A.! Refleksi 1.! Sejauh ini pola patron-klien dalam kehidupan sehari-hari di Ngadu Olu nyaris termanifestasikan di semua sektor kehidupan. Pola ini tidak berhenti di desa, melainkan menjuntai ke atas hingga ke birokasi tingkat kabupaten. Sehingga sistem ini membentuk pola pemerintahan keluarga dan homogenitas agama, atau sistem Parokialisme. Dampak dari cara seperti ini adalah ketimpangan dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan modern yang mengutamakan nilai-nilai demokrasi; partisipasi, keterbukaan, kontrol. Di tingkat desa praktik ini diperlihatkan pada pengelolaan kegiatan desa yang termaktub dalam RKPDes dan APBDes, di mana tidak terjadi transparasi dan akuntabilitas publik pada penyelenggara pemerintahan desa. Dalam perjalanan waktu, muncul riak-riak yang dirawat secara tidak sengaja yang kemudian mempengaruhi tata kelola di semua lembaga-lembaga desa yang ada. 2.! Pola pendekatan korporatis terhadap semua lembaga-lembaga di desa membuat hampir semua kegiatan di desa tidak bisa dilepaskan dari kesan proyek. Sehingga lembaga-lembaga yang ada terkesan diada-adakan atau dihidup-hidupkan demi untuk menyambut dana yang akan dialokasikan ke Desa Ngadu Olu. Pendekatan ini sangat riskan sebab tidak bergerak di ranah substantif. Tidak membangun spirit produktif melainkan sebatas memikirkan wadah. Ada perbedaan cara pandang serta siklus waktu antara pendekatan proyek yang korporatis, dengan pendekatan substantif dan sesuai dengan semangat lokal. Program ini harus bisa memberi solusi pada kesenjangan itu, guna memastikan kesinambungan dan masa depan! kualitas kehidupan ekonomi dan kelestarian lingkungan di Ngadu Olu. Jika Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
62!
melihat fenomena yang dihadapi di lapangan, lalu direfleksikan pada pandangan Anna L. Tsing tentang rantai makna dalam distribusi kebijakan, maka dikhawatirkan pandangan ideal ke depan yang ditetapkan pemerintah untuk mengungkap kekayaan alam serta keberpihakan pada rakyat akan dijalankan dengan pandangan-pandangan berbeda di setiap mata rantai makna. Sehingga pada akhirnya rakyat desa akan menjadi frontier, orang paling awal menerima akibat buruk dari implementasi kebijakan. 3.! Program yang melimpah masuk desa, baik yang direncanakan melalui RKPDes tahunan maupun bantuan hasil loby pemerintah desa sejauh ini terkesan belum berhasil mengangkat kehdupan warga. Hal ini disebabkan oleh seluruh potensi yang ada serta dukungan dari luar desa tidak terkonsolidasi dengan baik dalam sebuah kerangka pembangunan yang substantif dan tepat sesuai dengan kearifan yang ada di tengah warga desa. Sejauh program di desa menggunakan pendekatan proyek yang berujung pada itikad mencari rente dan mengabaikan partisipasi, pada akhirnya akan menimbulkan persoalan baru bagi warga desa. Pembangunan justru akan memberi beban baru di desa karena apa yang dilakukan pemerintah tidak jumbuh dengan kebutuhan dan kapasitas warga desa. 4.! Masa depan kehidupan pertanian di Ngadu Olu sangat ditentukan oleh terjadinya regenerasi petani di desa. Regenerasi ini bisa terjadi apabila dibuka ruang dialog dan memberi kesempata bagi anak muda untuk merealisasikan gagasangagasannya sebagai respon bentuk pertanian yang menurut mereka lebih sesuai dengan perubahan kebutuhan zaman. Untuk menjamin masa depan yang lebih panjang lagi, perlu dipikirkan integrasi pendidikan dalam menanamkan nilai dan militansi bertani yang bisa menjamin dan menjawab persoalan lokal yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dapatkan sumber daya yang dimiliki Konsorsium Hijau bersama lembaga lain untuk mengusulkan model pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari karakteristik lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga kelak, pendidikan dapat menjadi solusi bagi krisis lingkungan.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
63!
B.! Rekomendasi Sebelum menyampaikan beberapa rekomendasi, saya perlu menegaskan kerangka berpikir tulisan ini tidak hendak melihat empat sektor; Pertanian terintegrasi, Energi terbarukan, Kewirausahaan hijau, dan Penataan kawasan menjadi agenda yang berjalan sendiri-sendiri. Saya meletakkan agenda Pertanian Terintegrasi sebagai fokus persoalan di Ngadu Olu. Tentu saja tidak bermaksud pengabaian terhadap sektor lain, tetapi langkah ini saya lakukan karena pertimbangan berikut. Pertama, saya menggunakan konsep Wolf (1985) tentang apa yang disebutnya sebagai petani tradisional (peasant) dan pengusaha pertanian (farmer). Peasant saya sederhanakan ketika petani sepanjang musim masih berkutat pada persoalan pemenuhan asupan kalori-protein, atau dalam istilah lokal disebut cukup makan. Kehendak maju bersama yang terkonsolidasi kemudian membentuk sebuah sistim pertanian yang bisa menjadi syarat dasar terbentuknya usaha tani belum terbentuk. Selama petani masih berada dalam pergulatan kecukupan makan dan asupan kalori-protein, pra-kondisi untuk menumbuhkan jiwa wirausaha dan efisiensi penggunaan energi menjadi tidak efektif. Kedua, konsep subsistensi yang digunakan Scott (1981) untuk melihat pola subsistensi pertanian yang terjadi di Asia Tenggara. Scott melihat bahwa ada kecenderungan menurunnya hasil pertanian ke tingkat rawan subsisten karena ketidakpastian pemilikan lahan garapan oleh petani, juga disebabkan oleh percepatan siklus produksi yang menyebabkan para petani tidak mampu menggunakan keterampilan mereka yang dulu, misalnya dalam penyediaan benih dan alat pertanian secara mandiri. Mekanisasi menimbulkan ketergantungan pada ketersediaan tenaga ahli dan bahan bakar serta kelangkaan alat saat masa tanam harus disegerakan. Jebakan ini menimbulkan tragedi subsistensi ketika timbul kelangkaan dan pergeseran musim di luar kebiasaan pemahaman mereka. Ketiga, konsep Involusi Pertanian yang dikemukakan Clifford Geertz (1983). Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa subsistensi konsisten dialami nyaris semua petani di desa sepanjang masa, kemudian membentuk sebuah pola yang menyebabkan petani enggan melakukan lompatan. Sementara faktor-faktor
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
64!
pendukung di luar diri mereka tidak optimal mendukung untuk melakukan proses perkembangan keluar. Dengan berdasar pada tiga pendekatan di atas, posisi tulisan ini meletakkan agenda pertanian terintegrasi sebagai sasaran utama, atau dengan kata lain bagaimana merancang sebuah bentuk sistim pertanian yang bisa bekerja secara berkelanjutan. Adapun kewirausahaan serta pemanfaatan energi terbarukan saya anggap sebagai dampak meluas dan merupakan keniscayaan ketika sistim pertanian sudah bekerja dengan baik. Ketika petani sudah keluar dari kondisi subsisten ala Scott, atau tidak sekadar menghitung kecukupan kalori-protein semata seperti diungkapkan Wolf. Sehingga rekomendasi yang diberikan sebagai berikut: 1.! Perbaikan tata kelola pemerintahan desa dan koordinasi yang baik dengan pemerintah kabupaten. Tata kelola di tingkat desa menjadi kunci keberhasilan program yang akan diinisiasi di desa. Pola-pola deliberatif dalam proses-proses pembangunan penting dilakukan di Ngadu Olu. Mengingat kekayaan potensi yang ada sebagai factor produksi utama cukup tersedia, segenap warga bersama pemerintah desa harus memiliki cara untuk menggerakkan ini dalam sebuah sistim pertanian. Sedangkan perbaikan tata kelola di tingkat kabupaten sangat penting untuk melihat desa sebagai pusat pertumbuhan, bukan semata sebagai tempat menyelenggarakan program dengan target-target yang tidak sinkron dengan kebutuhan warga desa. Tata kelola pemerintahan di tingkat kabupaten juga akan menghilangkan distorsi makna (visi, misi) di tiap mata rantai kendali pemerintahan. Bagaimanapun pemerintah adalah solusi bagi persoalan yang dihadapi warga desa. 2.! Penguatan kelembagaan di desa untuk memastikan semua program bisa terencana dan berjalan dengan baik. Penguatan kelembagaan inilah yang akan menentukan seberapa besar kebutuhan warga terhadap pendamping, baik swadaya maupun yang disiapkan pemerintah. Sejauh ini beberapa program ramah lingkungan dan pembangunan pertanian sudah diintegrasikan dalam RPJMDes, tetapi semuanya akan berjalan seperti proyek pemerintah sebelumnya jika tidak dibarengi dengan
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
65!
penguatan kelompok.77 Penguatan kelompok juga akan menjadi pra-kondisi keberhasilan aneka program di desa. “Kalau kelompok sudah kuat, mau bikin program apa saja pasti jadi”, demikian disampaikan beberapa nara sumber. 3.! Pertanian sebagai satu bentuk praktek ekonomi yang ganjil karena selain sebagai unit produksi juga sekaligus sebagai unit konsumsi. Sehingga perlu membentuk pola pertanian yang peruntukannya bukan untuk swa-konsumsi menuju kelayakan sistim produksi ekonomi skala kecil, karena faktor produksi berupa tanah masih cukup tersedia. Hal ini bisa diawali dengan pengenalan dan analis keekonomian tanah dan aneka jenis dan tingkatan tanaman secara berkelanjutan dengan memanfaatkan gagasan dan semangat kelompok usia muda. Bagaimana mengenalkan nilai keekonomian tanah dan budidaya sebagai penopang hidup sepanjang sejarah dan masa depan warga. Cara ini akan meminimalisir cara pandang keekonomian tanah secara instan yang akan memicu laju klaim kepemilikan individu atas tanah keluarga, selanjutnya akan bermuara pada konflik tanah di masa depan. Pendidikan hijau menurut kondisi di lapangan perlu mengandung nuansa seperti ini, supaya bisa menjadi solusi bagi kelangsungan ekologi di masa depan. 4.! Memastikan dan mengawal realisasi Desa Konservasi, kemudian dilanjutkan dengan penguatan pengetahuan dan keterampilan Budidaya Multi Cropping serta teknologi sederhana ramah lingkungan untuk memastikan keterhubungan satusama lain, misalnya dengan menerapkan secara bertahap pertanian/perkebunan hidrolik (Wolf, 85: 45-51). Keterhubungan pengalaman dan aksi serta pengetahuan akan mengangkat Lembah Yordan ke permukaan dan mengubah kualitas hidup secara perlahan dan terencana. 5.! Merancang strategi untuk mengumpulkan beraneka ragam pengetahuan yang masih berserak dan bersifat individu. Selanjutnya merumuskan cara untuk mengonsolidasikan pengetahuan tersebut sebagai kekayaan dan potensi yang bisa dikembangkan. Kemudian pada akhirnya, bagaimana strategi lanjut menjadikan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 77
!KelompokMkelompok!harus!dibuat!permanen!dan!dikelola!dengan!baik,!supaya!kita!bisa!punya! bayangan! hasil! panen! yang! banyak! dan! berkualitas.! Hal! ini! ditegaskan! Manna! Leti! Ata’! dalam! dua! kali! perbincangan.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
66!
pengetahuan terkonsolidasi itu menyebar menjadi pengetahuan bersama milik warga yang akan menjadi modal mengolah kehidupan pertanian yang berkualitas dan kuat sebagai penopang kehidupan warga Desa Ngadu Olu yang berdampak pada tumbuhnya usaha-usaha ekonomis yang sudah keluar dari pola subsisten. 6.! Bagi dunia akademik dan pemerintah lokal perlu mengembangkan riset komprehensif mengenai ekosistim Imperata cylindrica (Ilalang) serta bagaimana hidup berdampingan dengan hamparan yang lebih didominasi Ilalang. Menurut saya riset ini sangat penting untuk melakukan pemetaan menyeluruh terhadap kemanfaatan dan keekonomian Ilalang yang sudah terlanjur menjadi ikon Pulau Sumba. Sejauh ini, riset antropologis mengenai Ilalang baru mencapai dataran Sumbawa (Dove dan Martopo, 1987). Sehingga riset komprehensif mengenai ekosistim Ilalang di Pulau Sumba bisa membalikkan pandangan tentang eksotisme padang Ilalang di musim kemarau, kemudian berbalik menjadi hamparan peluang ekonomi dan ladang energy masa depan jika memang memungkinkan.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
67!
BAB 5 AGENDA PENG-HIJAU-AN A.! Pertanian Terintegrasi Sektor pertanian terintegrasi merupakan bidang yang menjadi inti gerakan di Ngadu Olu untuk menjawab persoalan subsistensi dan involusi. Potensi dan daya dukung alam yang masih memadai memungkinkan dilaksanakan program serius dan menyeluruh untuk memulai proses tansformasi dari petani tradision (peasant) menuju wira usaha pertanian (farmer). Kondisi!Sekarang
Program
Harapan!ke!depan
Potensi!dan!asset!belum! terpetakan!dengan!baik
Identifikasi!asset!kelompok! dan!asset!desa
Seluruh!potensi!desa! terpetakan!sesuai! kemanfaatannya.
Pertaanian!pola!subsisten
Menyiapkan!sarana!dan! infrastruktur!system! pertanian
Terbentuk!pengetahuan!dan! kemampuan!tata!usaha! pertanian.
Pertanian!belum!terintegrasi
Merancang!system!pertanian! Pertanian!terintegrasi! sesuai!kondisi!lokal menjadi!sebuah!system.
Peran!pemangku! kepentingan!tidak!sejalan! dengan!kebutuhan!integrasi! pertanian
Mengonsolidasi!program! desa!dan!supra!desa!dalam! kerangka!Desa!Membangun
Program
Mengintegrasikan!segenap! pemangku!kepentingan! dalam!kerangka!Desa! Membangun.
Kebutuhan
Identifikasi!asset!kelompok!dan!asset!desa
Mengidentifikasi!segenap!kekayaan! kelompok!dan!desa:!Kaliu,!Mondu,!Mangu,! mata!air,!embung,!daerah!aliran!sungai,!dll. Menyiapkan!sarana!dan!infrastruktur!system! •!Mengidentifikasi!kebutuhan!tentang! pertanian!terintegrasi pengetahuan!usaha!tani!berkelanjutan;! •!Pengetahuan!dan!teknik!memprediksi! cuaca!dengan!teknologi!sederhana;! •!Penerapan!teknologi!benih!lokal! sederhana;! •!Pengetahuan!teknologi!pasca!panen;! •!Penyuluhan!dan!pendampingan!teknik! pertanian!hidrolik;! Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
68!
Merancang!system!pertanian!sesuai!kondisi! lokal
Mengonsolidasi!program!desa!dan!supra! desa!dalam!kerangka!Desa!Membangun
•!Menginisiasi!dan!kaderisasi!penyuluh! swadaya!bersama!pemerintah!desa!dan! instansi!terkait.! •!Penguatan!dan!pendampingan!manajemen! kelompok!tani!produktif!mandiri;! •!Menggagas!kelompok!tani!usia!muda;! •!Mengintegrasikan!kalender!kerja!dalam! sistim!kerja!kelompok;! •!Diseminasi!dan!konsolidasi!pengetahuan! teknologi!pertanian!menjadi!kekayaan! bersama.! •!Sosialisasi!dan!ekspos!perencanaan! terintegrasi!ke!instansi!terkait;! •!Membuka!jejaring!kerjasama!horizontal! dan!vertical!untuk!akselerasi!program! pertanian!dalam!kerangka!Desa! membangun;! •!Menjajaki!peluang!pasar!lokal!dan!regional! untuk!jenisMjenis!komoditi!di!desa.!
B.! Energi Terbarukan Dalam kerangka pemikiran transformasi dari peasant ke farmer, energy terbarukan merupakan salah satu penunjang dalam upaya melakukan efisiensi faktor produksi. Sementara dalam kerangka kewirausahaan, energy terbarukan dapat diproduksi menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi baru Salah satu konsep yang bisa dicobaterapkan adalah pertanian sistim LEISA atau dikenal dengan pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. LEISA adalah sebuah cara bertani yang bisa dilakukan untuk menekan seminimal mungkin ketergantungan pada faktor produksi dari luar. Karakteristik LEISA mengacu pada bentuk-bentuk berikut: (1) Berupaya mengoptimalkan sumber daya lokal yang ada dengan mengombinasikan berbagai macam komponen sistim usaha tani meliputi; tanaman, hewan, air, iklim dan manusia sehingga saling melengkpi dan memberi efek sinergi yang paling besar. (2) Menekan kebutuhan pada input luar melalui identifikasi kebutuhan terdata dengan baik. Cara ini akan mengenali potensi internal berupa sumber daya biologi, fisik dan manusia. Dalam pemanfaatan input dari luar diupayakan yang berdampak minimal pada kerusakan lingkungan (Reijntjes, et all, 2006). Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
69!
Kondisi!Sekarang Pertanian!cara!LEISA!belum! dikenal!menyeluruh Belum!ada!pemahaman! menyeluruh!mengenai! energi!terbarukan Tidak!ada!studi!kelayakan! pemanfaatan!energy! terbarukan
Energi!terbarukan!belum! dimanfaatkan!untuk! mendukung!proses!produksi
Program Mengenalkan!dan! mencontohkan!pola! pertanian!LEISA Memberi!pemahaman!dan! kemanfaatan!energi! terbarukan!dari!perspektif! ekonomi!produktif. Studi!kelayakan!mengenai! segala!potensi!energy! terbarukan!yang!bisa! dikembangkan! Menerapkan!energy! terbarukan!dalam!kegiatan! produksi!di!desa
Program Mengenalkan!dan!mencontohkan!pola! pertanian!LEISA
Memberi!pemahaman!dan!kemanfaatan! energi!terbarukan!dari!perspektif!ekonomi! produktif.
Studi!kelayakan!mengenai!segala!potensi! energy!terbarukan!yang!bisa!dikembangkan
Menerapkan!energy!terbarukan!dalam! kegiatan!produksi!di!desa
Haapan!ke!depan Pertanian!cara!LEISA!menjadi! prioritas. Energi!terbarukan!menjadi! kebutuhan!untuk!menunjang! efisiensi!produksi!dan!salah! satu!usaha!produktif. Studi!kelayakan! pemanfaatan!energy! terbarukan!sebagai!cara! efisiensi!sarana!produksi! sehariMhari. Energi!terbarukan!sudah! dimanfaatkan!dalam!efisiensi! input!produksi!di!desa.
Kebutuhan •!Penyuluhan!dan!pendampingan! berkelanjutan!dalam!praktek!pertanian! LEISA;! •!Pengadaan!lahan!percontohan!aplikasi! pertanian!LEISA;! •!Ekspos!hasil!pertanian!LEISA.! •!Penyuluhan!dan!pendampingan! pemanfaatan!energi!terbarukan! •!Percontohan!penggunaan!energi! terbarukan!sebagai!efisiensi!produksi! ekonomi;! •!Penelitian!dan!pemetaan!potensi!energi! terbarukan!untuk!kemanfaatan!pertanian! dan!ekonomi!produksi;! •!Penentuan!tempat!penerapan!teknologi! berdasarkan!potensi!dominan.! •!Rancang!banging!teknologi!pengolah! energy!terbarukan!untuk!skala!desa;! •!Sinkronisasi!kerja!teknologi!sederhana!ke! dalam!agenda!kerja!kelompok!sebagai! jaminan!perawatan!dan!keberlanjutan! sesuai!karakteristik!perangkat!masingM masing.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
70!
C.! Wirausaha Hijau Wirausaha hijau dalam konteks ini diletakkan sebagai dampak berkelanjutan bekerjanya sistim pertanian terintegrasi. Ketika sistim pertanian bekerja baik dan konsisten, maka warga akan terlepas dari jebakan subsistensi. Sehingga warga desa sudah memiliki kesempatan dan peluang untuk melaukan wirausaha, baik di sektor pertanian maupun di luar itu. Prinsipnya, bagaimana melakukan laku produksi non swa-konsumsi seperti praktek padi-sawah. Kondisi!Sekarang Usaha!sporadis!dan!tidak! terintegrasi Bentuk!produksi!nonM konsumsi!belum! berkembang
Kegiatan!ekonomi!produksi! belum!terlembagakan
Program
Haapan!ke!depan
Mengidentifikasi!potensi! bahan!baku!untuk!menjadi! produksi!dengan!nilai!lebih. Rekonstruksi!dan! pengenalan!bentukMbentuk! kegiatan!ekonomi!produksi:! budidaya,!kerajinan,! perdagangan!hasil!bumi,! organik. Penyuluhan!dan! pendampingan!kelembagaan! usaha!mikro!dan!usaha!kecil.
Usaha!skala!desa!terintegrasi! dari!proses!hingga!ke! pemasaran. Menginisiasi!bentuk!usaha! non!swaMkonsumsi!untuk! menunjang!ekonomi!skala! rumah!tangga.
Program
Pelembagaan!unitMunit! ekonomi!didesa!untuk! membuka!peluang! pengembangan!skala!usaha! (koperasi,!BUMDesa,!dll).
Kebutuhan
Mengidentifikasi!potensi!bahan!baku!untuk! menjadi!produksi!dengan!nilai!lebih.
•!Identifikasi!dan!penyediaan!bahan!baku! skala!lokal;! •!Penyuluhan!dan!pendampingan! keterampilan!pengolahan.! Rekonstruksi!dan!pengenalan!bentukMbentuk! •!Penyuluhan!dan!pendampingan! kegiatan!ekonomi!produksi:!budidaya,! keterampilan!pengolahan;! kerajinan,!perdagangan!hasil!bumi,!organik. •!Ekspos!dan!mencari!akses!pasar.! Penyuluhan!dan!pendampingan! •!Pendampingan!keahlian!membentuk!dan! kelembagaan!usaha!mikro!dan!usaha!kecil. mengelola!unit!usaha!mikro!dan!kecil;! •!Menginisiasi!jaringan!kerjasama!untuk! membentuk!rantai!distribusi!produk!lokal.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
71!
D.! Penataan Kawasan Pada dua kali kesempatan usulan untuk segera melakukan inventarisasi lahan di Ngadu Olu menjadi pembicaraan serius. Julianus Umbu Nggaba, sebagai coordinator kabupaten Pandu Tanah Air secara serius mengusulkan hal ini dengan alasan bahwa, hanya dengan inventarisasi kepemilikan lahan tidur ini upaya untuk melakukan penanaman tanaman produktif bisa berjalan.78 Menurut Julianus, upaya inventarisasi ini bisa dimulai dari masing-masing kelompok untuk menghitung berapa luas lahan basah dan lahan kering yang dimiliki. Dari inventarisasi kelompok inilah kemudian dibawa ke musyawarah tingkat desa untuk menetapkan luas areal garapan serta menetapkan luas lahan kering sebagai asset kelompok. Di musyawarah tingkat desa nanti akan dipetakan baik kepemilikan masing-masing kabisu maupun potensi yang bisa diupayakan. Sehingga musyawarah di tingkat desa yang akan menyepakati pola dan status pengelolaan lahan kering ini. Saat FGD di desa, kami mengusulkan rencana itu disebut sebagai rembuk hijau, yang akan mempertemukan semua kelompok, semua kabisu, untuk membicarakan peluang pemanfaatan lahan-lahan kering dan belum diolah ini. Kondisi!Sekarang
Program
Sebagian!besar!lahan!masih! berupa!hamparan!lahan! tidur
Pentahapan!rembuk!hijau! untukmengidentifikasi!lahan! basah!dan!lahan!kering!tiap! kelompok. Penelitian!dan!uji!kualitas! dan!pemetaan!karakteristik! lahan Pembuatan!peta!rencana! penataan!kawasan!produktif! sesuai!peruntukan.
Karakteristik!belum! terpetakan Belum!ada!perencanaan!per! kawasan
Haapan!ke!depan Lahan!hamparan!menjadi! asset!bersama
Kawasan!produktif!sudah! terpetakan Detail!perencanaan!dan! peruntukan!kawasan!sudah! ada
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 78
! Usulan! ini! disampaikan! Julius! pada! workshop! persiapan! participatory! assessment! di! Puspas! Katikuloku! tanggal! 11M12! Januari! 2016,! kemudian! ditegaskan! lagi! pada! diskusi! terfokus! di! Ngadu! Olu! tanggal!19!Januari!2016.!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
72!
Program Pentahapan!rembuk!hijau! untukmengidentifikasi!lahan!basah!dan! lahan!kering!tiap!kelompok.
Penelitian!dan!uji!kualitas!dan!pemetaan! karakteristik!lahan Pembuatan!peta!rencana!penataan!kawasan! produktif!sesuai!peruntukan.
Kebutuhan •!Merancang!desain!forum!dan!waktu! penyelenggaraan!serta!keterlibatan! segenap!pemangku!kepentingan!di!desa;! •!Pengukuhan!kesepakatan!tentang! penataan!kawasan!sebagai!aset!bersama! dalam!kerangka!Desa!Membangun;! •!Mengusulkan!rancangan!peraturan!desa! tentang!penataan!kawasan!produktif!di! desa.! Penelitian!kualitas!tanah!untuk!kebutuhan! daya!dukung!pertanian!multi!cropping. Pembuatan!peta!kawasan!sesuai! peruntukan:!lahan!produktif,!demplot,! konservasi,!dll.
E.! Pengelolaan Pandu Tanah Air Program Konsorsium Hijau yang mengintroduksi kehadiran Pandu Tanah Air di setiap desa dampingan diharapkan menjadi mediator atau sebagai agen yang bisa menjadi saluran gagasan-gagaran baru yang akan mengintervensi menuju ke kehidupan yang lebih baik dan ramah lingkungan. Mereka, sepuluh orang dari masingmasing desa telah mengikuti pendidikan dasar Pandu Tanah Air di Yogyakarta diharapkan adalah kader-kader berusia atau berfikiran muda yang kelak akan menjadi katalisator pembangunan desa berbasis kebutuhan setempat. Selama di Yogyakarta mereka diharapkan mengalami internalisasi pengetahuan hijau yang terdiri dari empat sektor yang menjadi fokus perhatian dan pekerjaan Konsorsium Hijau di daerah. Pada prakteknya dinamika yang tejadi di lapangan tidak persis sama dengan harapan ideal dari penyelenggara program. Sebagaimana telah di jelaskan di atas bahwa apapun yang tejadi di desa sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan tata kelola pemerintahan di desa, sehingga wajar apabila dalam proses penunjukan dan pendelegasian Pandu Tanah Air diwarnai oleh hal-hal seperti itu. Demikian pula yang tejadi di Ngadu Olu, dinamika yang terjadi kemudian mengikuti suasana di desa. Beberapa Pandu yang diharapkan menjadi katalisator atau setidaknya memiliki semangat dan pengetahuan hijau menghadapi beberapa kendala. Demi mengatasi kendala ini ada baiknya apabila keanggotaan Pandu bersifat terbuka. Usulan ini Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
73!
diajukan mengingat dua hal. Pertama, semangat dan gagasan dari beberapa pemuda di desa sangat layak diberi ruang untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasan kreatif mereka ke dalam kegiatan-kegiatan pertanian ala mereka dan ternyata mempunyai peluang untuk menciptakan model pertanian produktif. Kedua, peluang kerjasama dalam rumpun Lakoka sangat mungkin dilakukan. Hal ini bisa terjadi memperhatikan dinamika gerak anak muda yang mampu berjejaring di dalam rumpun kekerabatan mereka. Peluang ini bisa menjadi modalitas jejaring untuk mengembangkan semacam program yang terencana dengan baik dalam pusat pembelajaran masyarakat (CLC). Apabila jejaring pemuda ini bisa diwujudkan maka konsolidasi ini akan berdampak positif bagi desa yang telah menyiapkan wadah dalam perencanaannya untuk ikut memfasilitasi dan memperkuat lembaga-lembaga di desa, termasuk komunitas anak muda. F.! Rancangan Community Learning Centre Untuk konteks Ngadu Olu direkomendasikan CLC dengan bentuk seperti terminal tempat mengelola beraneka sirkuit kebutuhan, atau semacam tempat berbagi pengetahuan dan kemahiran sesuai kebutuhan lokal. CLC bersifat terbuka dan produktif dengan mengusahakan lahan percontohan sebagai laboratorium yang nanti diterapkan di skala desa (kawasan). Untuk menjamin keberlangsungannya CLC terintegrasi dalam rencana kerja pemerintah desa (RKPDes) sehingga koordinasi keduanya bersifat produktif. CLC bertugas untuk menjaga keberlangsungan sistim pertanian terus bekerja produktif dengan menyiapkan kebutuhan informasi, pengetahuan, dan tenaga ahli demi kelancaran kerja sistim pertanian. Apabila kondisi ini terjaga dengan baik maka keberadaan CLC dan bekerjanya sistim pertanian akan membangun prakondisi lumbung ekonomi desa dan terwujudnya kemakmuran hijau, sebagaimana diagram berikut:
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
74!
Energi! Terbarukan!
Kewirau sahaan
Kemakmuran! Hijau
Lumbung! Ekonomi!Desa
Sistem Pertanian
CLC Diagram!2:!Rancangan!pola!dan!ruang!lingkup!tugas!CLC!
Meski bersifat terbuka CLC harus memiliki pola kerja dan target tertentu. Sehingga CLC sebaiknya memiki tiga agenda pokok sebagai orientasinya, sebagaimana diagram berikut:
Fasilitasi
Agenda!Pokok! Community!Learning! Centre
CLC
•Kebutuhan Internal •Kebutuhan Eksternal
Advokasi !
•Program!Desa •Akselerasi Program! Eksternal
! !
Jejaring
!
•Penguatan intra •Wawasan/pengembangan kelembagaan
Diagram3:!Tiga!agenda!pokok!CLC!
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
75!
Tiga agenda pokok CLC terdiri dari agenda fasilitasi, advikasi dan jejaring. Fasilitasi dimaksudkan untuk merancang dan membantu memenuhi kebutuhan yang menjamin system pertanian terintegrasi bekerja dengan baik. Kebutuhan dimaksud bisa berupa informasi, pengetahuan dan tenaga ahli dari dalam maupun dari luar desa yang bisa dimanfaatkan untuk kelangsungan kerja sistim itu sendiri. Sebagai contoh, ketika petani butuh pengetahuan memprediksi cuaca dengan teknologi sederhana, maka CLC mempunyai tanggung jawab untuk merancang kegiatan serta jenis kebutuhannya. Supaya bisa terlaksana, CLC bekerja sama dengan pemerintah desa atau instansi terkait yang bisa membantu merealisasikan kegiatan itu. Kerjasama dengan pemerintah desa bisa berupa pengalokasian APBDes untuk pembangunan pertanian. Sementara kerjasama dengan instansi terkait bisa berupa penyiapan pengetahuan dan tenaga ahli terkait. Fungsi advokasi adalah peran CLC untuk ikut mengawasi akselerasi programpembangunan di tingkat desa. Advokasi juga dilakukan untuk melihat sejauh mana sinkronisasi antara kegiatan pembangunan desa berbasis RPJMDes dan RKPDes dengan program yang masuk ke desa, baik yang berasal dari pemerintah kabupaten maupun dari pihak ketiga yang akan berlokasi di desa. Apabila ditemukan inkonsistensi maka CLC dapat membuat rekomendasi kepada pihak yang berwenang. Fungsi jejaring dibutuhkan untuk peningkatan kapasitas lembaga juga actoraktor yang ada di dalam CLC. Dengan fungsi ini CLC akan mendapat pengayaan dari luar dengan menjalin kerjasama demi peningkatan kapasitas. Sedangkan peningkatan kapasitas aktor-aktor dalam CLC diharapkan mampu mengintegrasikan pengetahuan hijau sebagai modalitas. Fungsi jejaring juga akan memberi kapasitas lembaga untuk merancang bentuk media yang dibutuhkan untuk memperluas siar pengetahuan hijau dan agenda-agenda penting di desa.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
76!
DAFTAR PUSTAKA Dove, Michael R. dan Martopo, Sugeng. 1987 “Manusia dan Alang-Alang di Indonesia”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fauzi, Noer. 1999 “Petani dan Penguasa. Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia”. Yogyakarta: INSIST, KPA dan Pustaka Pelajar. Geertz, Clifford. 1983 “Involusi Pertanian. Proses Perubahan Ekologi di Indonesia”. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Husken, Frans. 1998 “Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman. Sejarah Diferensiasi Sosial di Jawa 1830-1980”. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Koentjaraningrat dan Emmerson, Donald K (eds.). 2002 “Aspek Manusia dalam Penelitian Masyarakat”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Li, Tania Murray. 2002 “Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Reinjntjes, Coen. Haverkort, Bertus dan Bayer, Waters. 2006 “Pertanian Masa Depan. Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah”. Yogyakarta: Kanisius. Sairin, Sjafri. Semedi, Pujo dan Hudayana, Bambang. 2002 “Pengantar Antropologi Ekonomi”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Scott, James C. 1981 “Moral Ekonomi Petani. Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara”. Jakarta: LP3ES. Tsing, Anna Lowenhaupt. 2005 “Friction: An Ethnography of Global Connection”. New Jersey: Princeton University Press. Twikromo, Y. Argo. 2008 “The Local Elite and the Appropriation of Modernity. A Case in East Sumba, Indonesia”. Yogyakarta: Kanisius Printing and Publishing House. Wolf, Eric R. 1985 “Petani. Suatu Tinjauan Antropologis”. Jakarta: CV. Rajawali untuk Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.
Gap!Assessment!Desa!Ngadu!Olu,!Sumba!Tegah!M!Konsorsium!Hijau!=!MCAI!
77!