Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker KELOMPOK A PKPA UII PERIODE OKTOBER 2013 Nining Islamiyarsih
(13811056)
Artika Mitasari
(13811057)
Miftha Nurul Rachmawati
(13811061)
Melinda Putri Arumanti (13811065) Elvira Rossa Kirana
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
(13811067)
100
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
PREPARASI PENETAPAN KADAR BENZOAT, SORBAT DALAM MAKANAN DAN MINUMAN RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk preparasi sampel uji penetapan kadar benzoat, sorbet dalam makanan dan minuman. PRINSIP Preparasi sampel uji untuk mendapatkan sampel yang terwakili PEREAKSI PERALATAN -
Mortir
-
Stamper
PROSEDUR 1.
Sampel padat (makanan) - Ambil sampel pada setiap sudut dan tengah - Homogenkan dengan cara menggerus dalam mortar - Ambil sejumlah sampel, timbang 1 g dimasukkan dalam gelas piala - Larutkan sampel dengan pelarut metanol 60%, masukkan dalam labu tentukur 100,0 ml - Tambahkan metanol 60% hingga tanda - Kocok labu tentukur sampai homogen - Saring larutan dengan milipore berdiameter 0,45 mm dan siap diinjeksi ke dalam sistem KCKT sesuai dengan IK LAB/II/M/6.
2.
Sampel cair (minuman) - Kocok sampel dalam wadah aslinya (botol) berulang kali sampai homogen - Timbang 1 g sampel ke dalam labu tentukur 100,0 ml - Tambahkan air hingga tanda - Kocok labu tentukur sampai homogen
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
101
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
- Saring larutan dengan milipore berdiameter 0,45 mm dan siap diinjeksi ke dalam sistem KCKT sesuai dengan IK LAB/II/M/6
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
102
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
PENETAPAN KADAR BENZOAT DAN SORBAT DALAM SAOS TOMAT RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk penetapan kadar benzoat dan sorbet dalam saos tomat dan sambal menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). PRINSIP Penetapan kadar benzoat dan sorbet dalam saos tomat dan sambal menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan detector spektrofotometer pada panjang gelombang 225 nm. PEREAKSI PERALATAN KCKT PROSEDUR 1.
Pembuatan Larutan Uji -
Timbang cuplikan sejumlah 1 g tambahkan larutan dapar fosfat atau air hingga 100 ml, kocok selama beberapa menit
-
Didiamkan, saring beningannya menggunakan filter diameter 0,45 µm (A)
2.
Pembuatan Larutan Baku -
Timbang asam atau garam Sorbat dan Benzoat, masing-masing dibuat baku seri: 1; 5; 10; 15; 20 dan 25 ppm, atau dibuat konsentrasi tertentu sesuai dengan larutan uji (B).
3.
Cara Penetapan Suntikkan ke dalam kolom kromatografi masing-masing sejumlah 10 µl larutan (A) dan (B), dengan kondisi sebagai berikut : Kolom
: Oktadesilsilana
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
103
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Fasegerak
: K2HPO4 0,01 M : KH2PO4 0,01 M : Metanol (47 : 47 : 6)
Lajualiran
: 1,5 ml per menit
Detektor
: spektrofotometer atau PDA pada panjang gelombang 225
nm Kadar benzoat dan sorbet dalam cuplikan (ppm) adalah : Xu (ppm)
=
x
Atau Kadar benzoat dan sorbet dapat dihitung menggunakan 1 konsentrasi baku Xu (ppm) = Keterangan : Xu
: Kadar benzoat dan sorbet dalam cuplikan
a&b
: koefisien dalam kurva baku Y = bX + a
Yu
: area puncak larutan uji
Yb
: area puncak larutan baku
Fpu
: factor pengenceran larutan uji
Fpb
: factor pengenceran larutan baku
Bu
: Bobot cuplikan yang ditimbang (g)
Bb
: bobot baku yang ditimbang (mg)
PERSYARATAN Kadar asam benzoat dan sorbet dalam saus tomat dan makanan lain maksimum 1000 ppm, tunggal atau campuran dengan garamnya.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
104
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
HASIL PENGUJIAN No. Kode
: 1103
Nama sample
: Geplak
Tanggaldiuji
: 17Oktober 2013
Zat yang diuji
: Pengawet
Data Bobot (mg)
Nama
Faktor
Waktu
Respon
Wadah + Zat
Wadah + Sisa
Zat
Pengenceran
Retensi
Puncak
Natrium Benzoat
15,793
10,217
5,576
1000
2,886
121166
Asam Sorbat
13,243
10,002
3,241
1000
3,842
67096
Natrium Sakarin
16,039
11,018
5,021
1000
4,251
I
1,3129
0,2440
1,0689
100 x
3,833
68777
II
1,2754
0,2440
1,0314
100 x
3,815
75247
Baku Pembanding
Zat Uji
Perhitungan Kadar Asam Benzoat dan Sorbat
RPD = 12,5 % Syarat
: Maksimal 1000 ppm
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
105
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Kesimpulan
: MS (MemenuhiSyarat) HASIL PENGUJIAN
No Kode
: 1107
Nama sample
: Minuman Langsung Minum
Tanggaldiuji
: 17Oktober 2013
Zat yang diuji
: Pengawet
Data Bobot (mg)
Nama
Faktor
Waktu
Respon
Wadah + Zat
Wadah + Sisa
Zat
Pengenceran
Retensi
Puncak
Natrium Benzoat
15,793
10,217
5,576
1000
2,886
121166
Asam Sorbat
13,243
10,002
3,241
1000
3,842
67096
Natrium Sakarin
16,039
11,018
5,021
1000
4,251
I
55, 1179
54, 0845
1, 0334
100 x
2, 904
119531
II
59, 1507
58, 1318
1, 0189
100 x
2, 896
117425
Baku Pembanding
Zat Uji
Perhitungan Kadar Natrium Benzoat
RPD = 0,36 % Syarat
: Maksimal 600 ppm
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
106
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Kesimpulan
: MS (MemenuhiSyarat) CARA UJI PEWARNA TAMBAHAN MAKANAN
RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk identifikasi pewarna dalam makanan PRINSIP Penyerapan zat warna contoh dengan benang wol dalam suasana asam melalui pemanasan, dilanjutkan dengan pelunturan benang wol yang telah berwarna. PEREAKSI -
Larutan elusi IV : etil metal keton : aseton : air = 7 : 3 : 3
-
Larutan elusi IX : encerkan 5 ml amoniak pekat( BJ = 0,88 ) dengan air hingga 100 ml, tambahkan 2 gram trinatrium sitrat ke dalam larutan amoniak tersebut.
PERALATAN -
Benang wol
-
Bejana kromatografi
PROSEDUR 1. Persiapan benang wol bebas lemak Ekstrak atau rendam benang wol dengan eter atau petroleum 2. Penarikan warna dengan benang wol Minuman tak beralkohol (misalnya minuman ringan) Minuman tak beralkohol umumnya sudah bereaksi asam, sehingga dapat langsung dilakukan penarikan zat warna dengan penambahan asam asetat atau kalium hidrogen sulfat (KHSO4) Contoh yang diperiksa 30-50 ml. 3. Masukkan benang wol secukupnya ke dalam contoh yang sudah dipersiapkan tadi. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
107
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Panaskan di atas api sambil diaduk-aduk selama 10 menit. Ambil benang wol, cuci berulang-ulang dengan air hingga bersih. 4. Masukkan benang wol secukupnya ke dalam gelas piala 100 ml. Tambahkan larutan ammonia encer. Panaskan di atas penangas air hingga zat warna pada benang wol luntur. Ambil benang wolnya, saring larutan berwarna tersebut dan pekatkan di atas penangas air. 5. Pekatan totolan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat warna pembanding yang cocok (maksudnya: jika larutan pekatan berwarna merah gunakan zat warna pembanding merah). 6. Masukkan kertas tersebut ke dalam bejana kromatografi yang terlebih dahulu sudah dijenuhkan dengan uap elusi (pilih salah satu elusi yang cocok, lihat pada pereaksi). 7. Bandingkan Rf bercak contoh dengan Rf bercak standar. Catatan : -
Zat warna yang larut dalam minyak akan memberi warna pada pelarut organik. Kalau ada kesukaran maka gunakan larutan 50-90 % aseton atau alkohol yang mengandung 2% ammonia yang sedikit dihangatkan (dalam hal ini pati akan mengendap). Pelarut organik harus dihilangkan dahulu sebelum diasamkan.
-
Jarak rambatan elusi = 12, penotolan ± 2 cm dari tepi bawah kertas.
-
Untuk warna merah yang sukar dibebaskan dari benang wol dengan larutan ammonia, gunakan pelarut alkohol 50% sebagai pengganti ammonia. Totolkan contoh dengan eluen III. Bila Rf = 1 berarti bahwa zat warna tersebut adalah rhodamin B.
HASIL PENGUJIAN No. kode
: 1068
Nama sampel
: Sirup
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
108
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Tanggal diuji
: 18 Oktober 2013
Zat yang diuji
: Pewarna
Jarak rambat
: EAA : 7,2 cm TSA : 10 cm
Data : Bobot (mg) Nama
Faktor
Wadah
Wadah
+ Zat
+ Sisa
Tartrasin
51,692
31,678
20,014
Kuning FCF
29,409
19,465
Methanil yellow Zat uji
26,564
15,582
Zat
Pengenceran
Volume
Tinggi
Penotolan
Bercak
Rf
EAA
TSA
EAA
TSA
EAA
TSA
10
10 µl
10 µl
0,25
2,6
0,0347
0,26
9,944
5
10 µl
10 µl
1,5
1,5
0,208
0,15
10,982
5 2
10 µl 10 µl
10 µl 10 µl
7,2 1,8
1 1,5
1 0,25
0,1 0,15
Baku pembanding :
Pehitungan Rf =
EAA : 1. Rf tartrasin
=
= 0,347
=
= 0,208
2.
=1
3. Rf Methanil yellow
Rf
kuning
FCF
= 0,15
3. Rf methanil yellow =
=
TSA : 1. Rf tartrasin
= 0,26
2. Rf Kuning FCF
=
=
= 0,1
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
109
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
4. Rf sampel =
= Catatan
= 0,25
4. Rf sampel
= 0,15 : Sample positif mengandung kuning FCF/sunset yellow (pewarna
makanan) Syarat
: pewarna makanan
Kesimpulan
: MS (Memenuhi Syarat)
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
110
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
LAPORAN LABORATORIUM TERAPETIK DAN NAPZA PENETAPAN KADAR (PK), PENGUJIAN KESERAGAMAN SEDIAAN DAN UJI DISOLUSI OBAT
Disusun oleh : EVI RISYANI ANGGUN PRADHITA SAFTIA ARYZKI ECHY HUTARI NOVINDAH TRI HAPSARI
13811069 13811070 13811071 13811072 13811074
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2013 Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
111
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
I. LATAR BELAKANG A. TABLET PREDNISONUM
Rumus molekul : C21H26O5 BM
: 358,43 Prednison mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
102,0% C21H26O5 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian
: Serbuk hablur putih atau praktis putih, tidak berbau; melebur pada suhu 230° disertai peruraian.
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam dioksan dan dalam methanol.
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 1,0% lakukan pengeringan pada suhu 105° selama 3 jam. Baku pembanding Prednison BPFI; lakukan pengeringan pada suhu 105° selama 3 jam sebelum digunakan. B. KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang bisa berupa cairan ataupun padatan. Kromatografi ialah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponenkomponen campuran diantara dua fase yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka disebut kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
112
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
fase diam berupa zat cair maka disebut kromatografi pembagian (partition chromatography). Berdasarkan fase gerak yang digunakan, kromatografi
dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu gas chromatography dan liquid chromatography (De Lux, 2007) Gambar 1. Skema pembagian Kromatografi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi, karena KCKT didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa bertekanan tinggi dan detector yang sangat sensitive. KCKT mampu menganalisis cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik pada komponen tunggal maupun campuran. Kelebihan metode KCKT jika dibandingkan dengan metode lainnya yaitu (Snyder dan Kirkland, 1979; Johnson, 1978): a. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran b. Mudah dalam pelaksanaannya c. Kecepatan analisi dan kepekaan yang tinggi d. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi atau kerusakan bahan yang dianalisis e. Memilki resolusi yang baik Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
113
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
f. Dapat digunakan bermacam-macam detector g. Kolom dapat digunakan kembali h. Mudah untuk melakukan “sample recovery” Berikut adalah komponen-komponen penting dari KCKT :
Gambar 2. Diagram Blok KCKT. 1. Pompa (Pump) Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan yaitu konerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua yaitu pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elktronik untuk menghasilkan garis dasar (base line) detector yang stabil, apabila detector tersebut sensitive terhadap aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas. 2. Injektor (Injector) Ada tiga tipe dasar injector yang dapat digunakan: a. Stop-flow: aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini dapat Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
114
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
digunakan karena difusi di dalam cairan kecil resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum: septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan Kromatografi Gas. Injector uni dapat digunakan pada kinerka 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi cair. c. Loop
Valve:
tipe
injector
ini
umumnya
digunakan
untuk
menginjekssi volume lebih besar dari 10 µ dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi ke dalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel masuk ke dalam kolom. 3. Kolom (Column) Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau tidaknya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kemlompok yaitu: a. Kolom analitik: memiliki diameter 206 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adala 50-100 cm. untuk kemasan poros mikropartikulat 10-30 cm. b. Kolom preparative: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm. kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperature kamar, tetapi bisa juga digunakan pada temperature lebih tinggi. 4. Detektor (detector) Suatu detector dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif). Detector yang baik memilki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respon linier yang luas, dan memberi respon untuk semua tpe senyawa. Detector KCKT yang umum digunakan adalah detector UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
115
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
lebih luas. Detector indeksi refraksi juga digunakan secara luas terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitive jika dibandingkan dengan detector UV. 5. Elusi Gradien Elusi gradient merupakan penambahan kekuatan fase gerak selama analisis kromatografi berlangsung. Efek dari elusi gradient adalah mempersingkat waktu retensi dari senyawa-senyawa yang tertahan kuat pada kolom. Keuntungan dari elusi gradient adalah: a. Total waktu analisi dapat direduksi b. Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam campuran bertambah c. Ketajaman peak bertambah (menghilangkan tailing) d. Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak (De Lux, 2007). KCKT merupakan suatu metode pemisahan canggih dalam analisis farmasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemurnian dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap, tidak stabil pada suhu tinggi, dan yang tidak bisa dianalisis dengan Kromatografi Gas. Banyak senyawa yang dapat dianalisis dengan KCKT mulai dari senyawa anorganik sampai senyawa organic makromolekul. Pada Farmakope Indonesia Edisi IV sudah menggunakan KCKT dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemurnian sejumlah 277 obat atau bahan obat (Ditjen, 1995).
C. SPEKTROSKOPI UV-VIS Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar UV dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan electron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
116
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap komponen dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik. Komponenkomponen
spektrofotometri
UV-Vis
meliputi
sumber
sinar,
monokromator, dan sistem optik. a. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel. b. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum. c. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet yaitu: a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Panjang gelombang yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu. b. Pembuatan kurva kalibrasi Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
117
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi. c. Pembacaan absorbansi sampel Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007). 1. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif spektrofotometri dapat dilakukan dengan dua metode yaitu: a. Metode Regresi Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dpat memberikan serapan linier kemudian diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut. b. Metode Pendekatan Analisi Kuantitatif Dengan membandingkan serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan C = As. Cb/ Ab Keterangan: As = Serapan sampel Ab = Serapan standar Cb = Konsentrasi standar C
= konsentrasi sampel
2. Validasi Keamanan dan efikasi suatu produk obat hanya dapat dijamin dengan pengawasan analisis dari kualitasnya. Identitas, kemurnian, kekuatan dan kualitas yang lain dari suatu obat. Validasi adalah suatu Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
118
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunanya (Ermer and Miller, 2005; Harmita, 2004). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007). 3. Akurasi / Kecermatan Akurasi adalah ukuran yang menentukan derajat kedekatan hasil analisis dengan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Akurasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spikedplacebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plsebo (semua campuran reagen yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisi dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standard yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Recoveri dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari analit yang diperkirakan), kemudian dianalisa dengan metode yang akan divalidasi. Dalam metode adisi (penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisi lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar sebenarnya. 4. Presisi/ Keseksamaan Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai Standar Deviation (SD) atau Simpangan Baku Relatif/ Relative Standard Devitiation (RSD) = koefisien keragaman/ Coefisien Variansi (CV) dari serangkaian data (Rohman, 2007). 5. Sensitifitas (LOD dan LOQ) Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
119
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Batas deteksi (LOD) adalah konsentrasi terendah yang masih dapat terdeteksi. Batas deteksi dapat dipeoleh dari kalibrasi yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas kuantitasi (LOQ) adalah jumlah terkecil yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi kriteria cermat (Ermer and Miller, 2005; Rohman, 2007). Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan rumus di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan. Keterangan : Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi) k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi Sb = simpangan baku respon analitik dari blanko SI = Slope (b pada persamaan garis y = a + bx) Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linear dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linear y = ax + b, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x). a. Batas deteksi (LOD) Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka : LOD = (3 Sy/x)/SI b. Batas kuantitasi (LOQ) Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka : LOQ = (10 Sy/x)/SI D. DISOLUSI Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kadalam larutan pada suatu medium. Disolusi menunjukan jumlah bahan obat yang terlarut dalam Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
120
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat secara invitro, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat secara invitro (Syukri, 2002). Laju disolusi atau waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarutkan dalam cairan pada tempat absorpsi, merupakan tahap yang menentukan laju proses absorbsi. Ini bener-benar untuk obatobat yang diberikan secara oral bentuk padat seperti tablet. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intesitas, dan lamarespons, serta kontrol bioavailaibilitas obat tersebut keseluruhan dari bentuk sediaannya (Ansel, 1989). Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan
dalam
masing-
masing
monografi.
Dari
jenis
alat
penggunaannya dari salah satu sesuai dengan yang tertera dalam masingmasing monografi yaitu: a. Tipe keranjang. Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37° ± 0,5°C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. b. Tipe dayung. Bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan salut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
121
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat
berbentuk
spiral
dapat
digunakan
untuk
mencegah
mengapungnya sediaan. Waktu bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dapat diakhiri dalam waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi. Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu yang ditentukan dengan toleransi ± 2% (Dirjen POM, 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan biasanya diklasifikasikan atas tiga kategori yaitu faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat, yang berkaitan dengan formulasi sediaan, dan faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji (Syukri, 2002).
II. METODELOGI A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini meliputi seperangkat High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) (Shimadzu Series LC-20AD) yang terdiri dari pompa, kolom Water Spherisorb ODS1 10 µm (4,6x250mm), injektor dan detektor UV; spektrofotometer UV-VIS, sonifikator; neraca analitik; labu ukur 20 mL dan 50 mL; pipet volume 2 mL, 4 mL, 5 mL dan 25 mL; beker gelas, mortar, stamper, shaker, alat disolusi, tabung reaksi dan bulb. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tablet prednisone (kode: 666/O/P/13), prednisone BPFI, methanol pro analysis, methanol HPLC Grade, syringe filter 0,45 µm, aquadest, etanol
dan
aquabidest steril. B. Cara Kerja 1. Pembuatan
Fase
Gerak
Air:Tetrahidrofuran:Metanol
(688:250:62) Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
122
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Fase
gerak
dibuat
tetrahidrofuran
dengan
(THF)
dan
mencampurkan methanol
HPLC
aquabidest
steril,
Grade
dengan
perbandingan 688:250:62 v/v sebanyak 750 mL. Ukur aquabidest steril sebanyak 516 mL, THF 187,5 mL dan methanol HPLC Grade 46,5 mL. Campurkan semuanya ke dalam beker gelas. Kemudian, fase gerak tersebut disonifikasi selama 15 menit dan siap digunakan sebagai fase gerak di HPLC. 2. Pembuatan Pelarut Metanol:Air (1:1) Pelarut dibuat dengan mencampurkan methanol p.a dan aquadest dengan perbandingan 1:1 v/v yang dibuat sebanyak 900 ml. Masingmasing diukur sebanyak 450 ml dan dicampurkan di dalam beker gelas. Kemudian di stirrer dalam keadaan tertutup selama 15 menit. 3. Larutan Baku Prednison BPFI a) Pembuatan Larutan Baku Prednison BPFI Baku prednisone BPFI ditimbang sebanyak 4 mg, lalu dilarutkan dengan pelarut dalam labu ukur 20 mL dan dikocok hingga larut. Tambahkan pelarut hingga tanda batas. Kemudian di sonifikasi selama 1 menit dan di-shaker selama 15menit (hingga larut). b) Pengenceran Larutan Baku Prednison BPFI Dipipet 2 mL larutan baku prednison diatas menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL. Setelah itu diencerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kemudian di sonifikasi selama 1 menit dan di-shaker selama 15 menit. 4. Pengujian Kesesuaian Sistem Larutan baku prednisone yang telah diencerkan disuntikkan sebanyak 6 kali ke dalam HPLC. Dilihat nilai RSD dari waktu retensi, luas area baku dan factor tailing yang dihasilkan kemudian disesuaikan dengan persyaratannya. 5. Pengujian Penetapan Kadar Tablet Prednison a) Pembuatan Larutan Sampel Ditimbang 20 tablet prednisone dan diserbukkan, Kemudian timbang ditimbang dengan seksama sejumlah serbuk tablet setara Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
123
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
dengan lebih kurang 10 mg prednisone. Serbuk tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan aquadest sebanyak 5 mL. Selanjutnya, di sonifikasi selama 1 menit dan ditambahkan methanol p.a sebanyak 25 mL. Lakukan proses sonifikasi kembali selama 1 menit. Lalu, ditambahkan aquadest sampai tanda batas dan di-shaker. Dipipet 5 mL larutan sampel tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan pelarut (methanol:air) hingga tanda batas. Proses ini dilakukan duplo. b) Analisa Sampel dengan HLPC Sampel
disaring
dengan
menggunakan
syringe
filter
dan
dimasukkan ke dalam wadah sampel khusus untuk HPLC. Lalu, dimasukkan ke dalam HPLC dengan kondisi: a. Fase gerak
: Isokratik: Air:Tetrahidrofuran:Metanol (688:250:62) v/v
b. Fase Diam
: Water Spherisorb ODS1 10 µm (4,6x250mm)
c. Kecepatan Alir : 1 mL/menit (97 kgf/cm2) d. Detektor
: UV dengan λmax = 245 nm
e. Jumlah sampel : 20 µL/injeksi 6. Pengujian Keseragaman Kandungan Tablet Prednison a) Pembuatan Larutan Sampel Diambil 10 tablet prednisone dengan nomor batch yang sama dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Lalu, ditambahkan aquadest sebanyak 5 mL dan disonifikasi selama 1 menit. Selanjutnya, ditambahkan metanol p.a sebanyak 25 mL, di sonifikasi kembali selama ±10 menit atau sampai larut dan di shaker selama 15 menit. Setelah itu, ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Diambil 4 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL yang kemudian diencerkan dengan pelarut (methanol:air = 1:1) hingga tanda batas. b) Analisa Sampel dengan HLPC
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
124
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Sampel
disaring
dengan
menggunakan
syringe
filter
dan
dimasukkan ke dalam wadah sampel khusus untuk hplc. Lalu, dimasukkan ke dalam HPLC dengan kondisi: a. Fase gerak
: Air:Tetrahidrofuran:Metanol (688:250:62) v/v
b. Fase Diam
: Kolom Shim Pack C18 VPS-ODS (250L x 4,6)
c. Kecepatan Alir : 1 mL/menit d. Detektor
: UV dengan λmax = 245 nm
e. Jumlah sampel : 20 µL/injeksi 7. Pengujian Disolusi Tablet Prednison a) Uji Disolusi Aquadest disonifikasi sampai gelembungnya hilang, kemudian diambil 500 mL dan dimasukkan ke dalam tiap vessel (ada 8 vessel). Dilakukan pengecekan suhu media hingga mencapai 37 ± 0,5°C. Dimasukkan tablet prednisone ke dalam vessel (6 buah vessel), lalu dilakukan pengujian dengan kondisi: a. Tipe Alat
: Alat disolusi tipe 2 (pengadukan dengan gayung)
b. Kecepatan
: 50 rpm
c. Waktu
: 30 menit
d. Volume media : 500 mL Setelah 30 menit, larutan hasil disolusi diambil secara otomatis oleh alat injector dan kemudiansiap digunakan untuk pengukuran kadar menggunakan spektrofotomotri UV-VIS b) Pembuatan Baku Prednison BPFI Ditimbang baku sebanyak 5 mg dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan dengan etanol sebanyak
1 mL dan di
sonifikasi hingga larut. Kemudian ditambahkan dengan aquadest hingga tanda batas. Dikocok hingga larut. Selanjutnya, larutan tersebut diambil 2 mL dan dimasukkan ke dalam labuukur 50 mL yang diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas. c) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
125
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Larutan baku prednisone BPFI yang telah dibuat diukur untuk penentuan panjang gelombang maksimum pada kisaran 200-300 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS. d) Pengukuran Kadar Hasil Disolusi Diukur larutan baku prednisone BPFI dan keenam larutan sampel hasil disolusi dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS. Kondisi saat pengukuran, yaitu: blangko menggunakan Aquadest dan λ maksimumnya adalah 244,0 nm. III.HASIL A. Uji Kesesuaian Sistem Perlakuan Baku Prednison 1 Baku Prednison 2 Baku Prednison 3 Baku Prednison 4 Baku Prednison 5 Baku Prednison 6 Rata-Rata % RSD SD
Waktu Retensi 7,759 7,749 7,732 7,722 7,719 7,725 7,734 0,208 0,016
Area
Tinggi
Tailing
933803 935131 935506 931538 931512 931772 933210 0,198 1847
48332 48151 48196 48146 48110 48037 48162 0.205 99
1,375 1,379 1,384 1,380 1,379 1,372 1,378 0,322 0,004
Persyaratan : >RSD : - Area/tinggi tidak lebih dari 2,0% - Waktu Retensi tidak lebih dari 2,0% Tailing faktor : tidak lebih dari 2,0 Kesimpulan : Memenuhi Syarat B. Identifikasi dengan membandingkan RT (retention time) baku dengan RT sampel Bahan
Waktu Retensi
Baku
7,734
Sampel 1
7,736
Sampel 2
7,734
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
126
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Kesimpulan : Identifikasi positif dimana sampel mempunyai RT yang sama dengan baku, jadi dapat disimpulkan bahwa sampel mengandung prednisone. C. Uji Penetapan Kadar Sampel Sampel 1 Sampel 2
RT
Area
7,736 791000 7,734 794000 Rata-Rata
Kadar
% Kadar
4,593 mg 4,624 mg
91,86 % 92,48 % 92,17 %
Persyaratan : % Kadar tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110% Kesimpulan : Memenuhi Syarat D. Uji Keseragaman Kandungan Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7 Sampel 8 Sampel 9 Sampel 10
RT
Area
7,697 835148 7,699 818513 7,702 817086 7,703 830176 7,703 815040 7,699 796058 7,698 827025 7,697 827685 7,699 830243 7,699 849093 Rata-Rata SD AV (Acceptance Value)
% Kadar 99,55 % 97,55 % 97,38 % 98,94 % 97,14 % 94,88 % 98,57 % 98,65 % 98,96 % 101,1 % 98,28 % 1,68 4,25
Persyaratan : Nilai AV ≤ 15,0 Kesimpulan : Memenuhi Syarat E. Uji Disolusi 1) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum - Panjang gelombang maksimum = 244,0 nm Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
127
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
- Absorbansi = 0,3573 Ǻ 2) Penentuan Kadar Sampel Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6
Absorbansi
Konsentrasi
% Zat Aktif Terlarut
0,2899 0,2540 0,2516 0,3341 0,3076 0,3164
0,8150 0,7141 0,7073 0,9393 0,8648 0,8895
64,10 % 56,16 % 55,63 % 73,87 % 68,01 % 69,96 %
Persyaratan : - Tahap 1: Tiap unit ≥ 80+5 % - Tahap 2: -Rata-rata dari 12 tablet tidak lebih kecil dari 80% -Tidak satu unit pun lebih kecil dari 80-15 % -Tahap 3:-Rata-rata dari 24 tablet ≥ 80% -Tidak lebih dari 2 unit sediaan yang < 8015 % -Tidak satu unit pun yang < 80-25 % Kesimpulan : Tidak Memenuhi Syarat IV. PERHITUNGAN A. Pembuatan Fase Gerak Air:Tetrahidrofuran:Metanol (688:250:62) 1. Air
2. Tetrahidrofuran
3. Metanol
B. Uji Penetapan Kadar Prednison Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
128
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
1. Penimbangan Baku Prednison BPFI Prednison BPFI : - No. Kontrol P30/276/10 - Susut Pengeringan = 0,12% - Kadar KCKT = 100,02% Berat Baku + Wadah
=
12,611 mg
Berat Sisa Baku di Wadah =
8,206 mg -
Berat Baku
4,345 mg
=
Baku yang sebenarnya ditimbang: = (100 – Susut Pengeringan)% x Berat Baku x Kadar Baku di KCKT = (100 – 0,12)% x 4,345 mg x 100,02% = 4,341 mg 2. Penimbangan Tablet Prednison Berat Wadah + Tablet = 3070,1 mg Berat Wadah
= 1083,7 mg –
Berat Tablet
= 1986,4 mg/20 tablet
BRT (Berat Rata-Rata Per Tablet)
Berat tablet prednisone yang diambil setelah digerus (setara dengan 10
mg): =
= = 198,64 mg Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
129
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
3. Faktor Pengenceran -Pengenceran Baku
-Pengenceran Sampel
4. Perhitungan Kadar a) Sampel 1 Kadar =
= = 4,593 mg/tablet
% Kadar =
= = 91,86% b) Sampel 2 Kadar =
= = 4,624 mg/tablet
% Kadar = Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
130
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
= = 92,48% c) Rerata Persentase Kadar Sampel Rerata % Kadar Sampel =
= = 92,17% Memenuhi Syarat (90-110%) C. Uji Keseragaman Kandungan 1. Penimbangan Baku Prednison BPFI Prednison BPFI : - No. Kontrol P30/276/10 - Susut Pengeringan = 0,12% - Kadar KCKT = 100,02% Berat Baku + Wadah
=
12,170 mg
Berat Sisa Baku di Wadah
=
8,190 mg -
Berat Baku
=
3,980 mg
Baku yang sebenarnya ditimbang: = (100 – Susut Pengeringan)% x Berat Baku x Kadar Baku di KCKT = (100 – 0,12)% x 3,980 mg x 100,02% = 3,976 mg 2. Faktor Pengenceran - Pengenceran Baku
- Pengenceran Sampel 3. Perhitungan Persentase Kadar Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
131
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
a) Sampel 1 % Kadar =
= = 99,55 % b) Sampel 2 % Kadar =
= = 97,55 % c) Sampel 3 % Kadar =
= = 97,38 % d) Sampel 4 % Kadar =
= = 98,94 % e) Sampel 5 % Kadar =
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
132
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
= = 97,14 % f) Sampel 6 % Kadar =
= = 94,88 % g) Sampel 7 % Kadar =
= = 98,57 % h) Sampel 8 % Kadar =
= = 98,65 % i) Sampel 9 % Kadar =
=
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
133
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
= 98,96 % j) Sampel 10 % Kadar =
= = 101,1 %
k) Rerata Persentase Kadar Rerata % Kadar =
= = 98,28 % 4. Perhitungan Nilai Penerimaan SD = 1,68 AV = | M -
| + (K x S)
= | 98,5 - 98,28| + (2,4 x 1,68) = 4,252 Memenuhi Syarat (Syarat ≤15,0) D. Uji Disolusi 1. Penimbangan Baku Prednison BPFI Prednison BPFI : - No. Kontrol P30/276/10 - Susut Pengeringan = 0,12% - Kadar Spektrofotometi = 99,52% Berat Baku + Wadah
=
16,823 mg
Berat Sisa Baku di Wadah
=
11,878 mg -
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
134
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Berat Baku
=
4,945 mg
Kemurnian Baku (Kb): = (100 – Susut Pengeringan)% x Kadar Baku secara Spektrofotometri = (100 – 0,12)% x 99,52% = 99,40 % 2. Faktor Pengenceran Pengenceran Baku (Fb) 3. Perhitungan Faktor Perkalian (Fk) Fk =
= = 221,1000281 % Keterangan : Fk
= Faktor perkalian
V
= Volume media (mL)
Fu
= Faktor pengenceran sampel
Fb
= Faktor pengenceran baku
Bb = Berat/bobot baku (mg) Kb = Kemurnian baku (%) Ke = Kadar di etiket Ab = Absorbansi baku 4. Perhitungan Persentase Kadar Zat Aktif Terlarut (Dx) a) Sampel 1 Dx = Fk x Au = 221,1000281 % x 0,2899 = 64,10 % b) Sampel 2 Dx = Fk x Au Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
135
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
= 221,1000281 % x 0,2540 = 56,16 % c) Sampel 3 Dx = Fk x Au = 221,1000281 % x 0,2516 = 55,63 % d) Sampel 4 Dx = Fk x Au = 221,1000281 % x 0,3341 = 73,87 % e) Sampel 5 Dx = Fk x Au = 221,1000281 % x 0,3076 = 68,01 % f) Sampel 6 Dx = Fk x Au = 221,1000281 % x 0,3164 = 69,96 % V. PEMBAHASAN Prednison merupakan senyawa golongan kortikosteroid. Prednison memiliki rumus struktur C21H26O5, bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif, hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor- steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis peotein ini akan menghasilkan efek fisiologik steroid. Pada pengujian obat Prednison di Laboratorium Pengujian Obat (Terapetik) dilakukan beberapa pengujian, diantaranya Identifikasi, Penetapan Kadar (PK), Pengujian Keseragaman Sediaan dan Uji Disolusi Obat. Untuk parameter pengujian obat Prednison menggunakan metode Kromatografi Cair Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
136
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Kinerja Tinggi (KCKT)/ High Performance Liquid Chromatography (HPLC), metode Disolusi, dan Metode Spektrofotometri. Uji Penetapan Kadar dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan kurang layak untuk dikonsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan metode KCKT/ HPLC sesuai pada monografi Farmakope Indonesia. Tablet prednison mengandung prednison, C21H26O5 tidak kurang dari dari 90% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Pada Uji Penetapan Kadar Prednison menggunakan Fase Gerak AirTetrahidrofuran (THF) P bebas Peroksida- Metanol P, dengan perbandingan 516: 187,5: 46,5 dalam 750ml yang telah disonikasi. Pemilihan THF sebagai fase gerak, karena efisien, tidak beracun, tidak reaktif, bersifat hirofilik dan hidrofobik sehingga dapat mengikat air dan alkohol pada bagian hidrofiliknya dan melarutkan senyawa- senyawa organik pada bagian hidrofobiknya. Tujuan dilakukan sonikasi untuk menghilangkan gas- gas yang ada di dalam larutan. Fase gerak dalam HPLC adalah berupa zat cair (eluen/ pelarut) yang berfungsi membawa komponen-komponen campuran menuju detector, fasa gerak dapat berinteraksi dengan solute-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan. Pembuatan larutan Baku Prednison menggunakan Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI). Untuk pelarut yang digunakan dalam pengujian obat Prednison, menggunakan Metanol P- Air dengan perbandingan (1: 1) dan dihomogenkan dengan menggunakan Hot Plate Stirrer Bar sekitar 15 menit. KCKT, secara prinsip sama dengan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom. HPLC secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah grafitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 400 atm sehingga lebih cepat. HPLC memperbolehkan penggunaan partikel yang berukuran sangat kecil untuk material terpadatkan dalam kolom yang mana akan memberi luas permukaan yang lebih besar berinteraksi antara fase diam dan molekul- molekul yang melintasinya. Prinsip dasar KCKT, Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
137
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
berdasarkan bantuan pompa fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa diam maka solut-solut tersebut akan keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram kromatografi gas. Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran. Komputer dapat digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran HPLC. Sebelum menggunakan suatu instrument, perlu dilakukan Uji Kesesuaian Sistem (UKS) merupakan salah satu hal yang penting untuk meamstikan suatu sistem berjalan dengan baik dan benar. Uji keseuaian sistem berbeda dengan validasi dimana validasi berkaitan dengan metode modifikasi atau metode baru sedangkan uji kesesuaian sistem berkaitan dengan metode yang sudah ada. Jadi uji kesesuaian sistem bertujuan untuk memeriksa suatu sistem yang akan dipakai. Berdasarkan yang tertera dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, Persyaratan Kadar Tablet Prednison yang diujikan mengandung prednison, C21H26O5 tidak kurang dari dari 90% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dari hasil pengujian yang dilakukan, didapatkan hasil % Kadar tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%. Berarti Tablet Prednison No. 666/O/P/13 Memenuhi Syarat. Parameter Uji yang dilakukan selain Penetapan Kadar, adalah Uji Keseragaman Sediaan yang terdiri dari 2 metode Keseragaman Kandungan dan Keseragaman Bobot. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif. Keseragaman Kandungan berdasarkan pada penetapan kadar dari kandungan zat aktif dalam satuan sediaan untuk menentukan kandungan individu dalam batasan yang ditentukan. Berdasarkan hasil pengujian Penetapan Kadar untuk tablet prednison, mengandung zat aktif 25mg yang merupakan 25% dari bobot Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
138
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
satu tablet. Berdasarkan persyaran FI tablet yang mengandung zat aktif ≥25mg dan ≥25% dari bobot 1 tablet akan diujikan Keseragaman Bobot sedangankan jika zat aktif ≤25mg dan ≤25% dari bobot 1 tablet akan diujikan Keseragaman Kandungannya. Jadi untuk tablet Prednison
hanya dilakukan pengujian
Keseragaman Kandungan. Hasil dari pengujian Keseragaman Kandungan tablet Prednison yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tablet prednison memenuhi standar dengan nilai AV 4,252. Berdasarkan persyaratan Nilai Keberterimaan nilai AV (Acceptance value) adalah ≤15,0. Dari hasil perhitungan nilai penerimaan (AV) dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut memenuhi syarat (Suplemen I FI ed IV, 2009). Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman kandungan dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu mediua. Disolusi menunjukan jumlah bahan obat yang terlarut dalam waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat secara invitro, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat secara invivo. Laju disolusi atau waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarutkan dalam cairan pada tempat absorpsi, merupakan tahap yang menentukan laju proses absorbsi. Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Disolusi terdiri atas 2 tipe, yaitu tipe keranjang (tipe 1) dan tipe dayung (tipe 2), dimana pemilihannya tergantung dari monografi masingmasing bahan. Untuk tablet prednison digunakan tipe 2/tipe dayung. Alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
139
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Media disolusi tablet prednison menggunakan air yang telah disonikasi. Menggunakan campuran pelarut organik- pelarut berair sebagai media disolusi tidak dianjurkan. Air murni digunakan sebagai media disolusi kurang ideal, karena kualitas air beragam tergantung pada sumber air dan nilai pH air yang tidak dapat dikendalikan, dapat berubah selama pengujian tergantung zat aktif dan zat tambahan yang digunakan. Volume media disolusi 500ml air untuk tablet yang mengandung 10mg atau kurang, sedangkan untuk tablet ≥ 10mg menggunakan 900 ml. Jadi, untuk tablet prednison 5mg menggunakan media sebanyak 500ml air. Suhu media yang digunakan 37 0C ±0,5. Sampling dilakukan secara otomatis (autosampling). Uji Disolusi dilakukan selama 30 menit dengan kecepatan 50 rpm. Pengukuran nilai absorban dari hasil uji disolusi menggunakan metode spektrofotmetri UV- Vis dengan menggunakan instrumen UV- Visibel- 1601 Shimadzu. Untuk penentuan panjang gelombang (λ) BPFI Prednison dengan λ maks ± 242nm. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Nilai absorbansi sampel yang diperoleh digunakan untuk menghitung jumlah zat terlarut. Dimana pada perhitungannya nilai tersebut dikalikan dengan faktor pengali yang sudah dihitung sebelumnya. Jumlah zat aktif tablet Prednison yang terlarut dari keenam tablet yang diuji di mana 3 tablet tidak memenuhi persyaratan tahap 3. Berdasarkan persyaratan dalam FI IV yaitu untuk prednison 80%, setiap unit ≥ Q+ 5% (85%). Ketika tahap I tidak memenuhi syarat, maka dilanjutkan ke tahap II dengan kriteria, rata- rata dari tahap I dan II (sebanyak 12 tablet), tidak boleh lebih kecil dari Q (80%) dan tidak 1 unit pun < Q- 15 (65%). Apabila masih TMS (Tidak Memenuhi Syarat), maka dilanjutkan ketahap III (tahap akhir), dengan kriteria penilaian rata- rata dari tahap I, II, dan III ≥ Q, tidak boleh > 2 unit < Q-15% (65%), dan tidak boleh ada 1 unit pun yang < Q-25% (55%). Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
140
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Untuk keenam tablet prednison yang telah diujikan, dapat disimpulkan bahwa Tidak Memenuhi Syarat (TMS) uji disolusi. Dengan hasil tablet 1 = 64,10%, tablet 2= 56,16% dan tablet 3= 55,63%. VI. KESIMPULAN Kesimpulan dari beberapa uji yang telah dilakukan adalah 1. Pada pengujian obat Prednison di Laboratorium Pengujian Obat (Terapetik) dilakukan beberapa pengujian, diantaranya Identifikasi Penetapan Kadar (PK), Pengujian Keseragaman Sediaan dan Uji Disolusi Obat. Untuk parameter pengujian obat Prednison menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)/ High Performance Liquid Chromatography (HPLC), metode Disolusi, dan Metode Spektrofotometri. 2. Kadar Tablet Prednison yang dilakukan didapat hasil % Kadar tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%. Berarti Tablet Prednison No. 666/O/P/13 Memenuhi Syarat. 3. Berdasarkan hasil pengujian Penetapan Kadar untuk tablet prednison, mengandung zat aktif 25 mg yang merupakan 25% dari bobot satu tablet. Berdasarkan persyaran FI tablet yang mengandung zat aktif ≤ 25 mg dan ≤ 25% dari bobot 1 tablet akan diujikan Keseragaman Kandungannya. Jadi untuk tablet Prednison dilakukan pengujian Keseragaman Kandungan. 4. Hasil dari pengujian Keseragaman Kandungan tablet Prednison yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tablet prednison memenuhi standar dengan nilai AV 4,252. Berdasarkan persyaratan Nilai Perterimaan nilai AV (Acceptance value) adalah ≤15,0. Dari hasil perhitungan nilai penerimaan (AV) dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut memenuhi syarat. 5. Jumlah zat aktif tablet Prednison yang terlarut dari keenam tablet yang diuji disolusi, 3 tablet tidak memenuhi persyaratan. Uji disolusi tablet prednisone pada tahap I dapat disimpulkan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak perlu dilakukan pengujian tahap II dan tahap III. Hal ini dikarenakan ada 3 tablet yang < Q-15% (65%) yaitu 64,10%; 56,16%; 55,63%. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
141
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
VII. LITERATUR Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah Farida Ibrahim.Edisi ke 4. Jakarta. Universitas Indonesia. De Lux Putra, E., 2007, Dasar-dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Direktur Jenderal POM, 1995, Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktur Jenderal POM, 2009, Suplemen I Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ermer, J. 2005. Analytical Validation within the Pharmaceutical Environment. Dalam: Ermer, J., dan Miller. J.H.McB., Editors. Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Gandjar, I.G. dan Abdul Rohman., 2007, Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Johnson, E. L. and Steven son, R., 1978. Basic liquid chromatography. Varian, California. Miller, J.N. and J.C. Miller., 2005, Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry. 5th Edition. Pearson Education, Ltd. Snyder, L. R and Kirkland J.J 1979. Introduction to modern liquid chromatography. second edition. John Wiley & Sons.Inc NewYork, Chihester, Briebane, Toronto, Singapore. Syukri, Y., 2002, Biofarmasetika. Yogyakarta: Penerbit UII Press.
TUGAS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BALAI BESAR PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Jl. Tompean, Tegal Rejo Yogyakarta Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
142
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
TANGGAL 16 OKTOBER 2013 SAMPAI 22 OKTOBER 2013
DISUSUN OLEH : Aras Kusnindya Agil Putri
13811075
Andi Ima Kusumawati Mardin
13811077
Dahlia Sari
13811082
Dian Arista Dewi M
13811083
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
143
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "skala" yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat. Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat. Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi, yaitu Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta yang merupakan unit pelaksana teknis Badan POM di daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu bagian yang berperan dalam proses pengawasan obat dan makanan yaitu bidang pengujian mikrobiologi dimana bidang pengujian Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
144
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
mikrobiologi pada Balai Besar POM adalah bidang pengujian yang bertugas melakukan pengujian secara mikrobiologis terhadap sampel obat, pangan, obat tradisional, kosmetika dan alat kesehatan serta Perbekalan Kesehatan Rumah tangga (PKRT) yang beredar di pasaran dan memiliki tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu secara mikrobiologi. B. Fungsi Secara umum bidang pengujian mikrobiologi mempunyai tugas dan fungsi adalah sebagai berikut : a. Menentukan suatu produk memenuhi standar mikrobiologi atau tidak. b. Menentukan suatu produk bermutu dan aman dikonsumsi oleh konsumenn melalui uji mikrobiologis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang memepelajari mikroorganisme. Objek yang biasanya dikaji adal;ah semua makhluk hidup yang perlu dilihat dengan Mikroskop khususnya Bakteri, Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
145
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
fungi, Alga mikroskopi protozoa archaea.Virus juga sering dimasukkan walaupun sebenarnya tidak sepenuhnya dianggap sebagai makhluk hidup(1). Obat Tradisional adalah Bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediian galenik, atau campuran dari bahan- bahan tersebut yang secara tradisonal telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman(2). Kosmetik adalah Bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, diletakkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk memebersihkan, memelihara, menambah daya tarik, atau mengubah rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit(3). Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok,bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik atau campuran(2). Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik. Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menetukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut(4). Angka Lempeng Total Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
146
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar(5). Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 18/MI/10 yaitu untuk pengujian ALT untuk sampel Jamu bentuk serbuk dan MA PPOM 52/MI/12 untuk pengujian ALT pada sampel kosmetik bentuk serbuk dimana pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu 32,5°C selama 48-72 jam). Pada pengujan Angka Lempeng Total digunakan media LB (Letheen Broth) untuk pengujian serbuk jamu dan MLB (Modified Letheen Broth)untuk pengujian serbuk kosmetik sebagai pengencer sampel dan menggunakan PCA (Plate Count Agar)
dan MLA (Modified Letheen Agar) sebagai media padatnya.
Digunakan juga pereaksi khusus Triphenyl Tetrazolium Chloride 0,5 % (TTC).
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
147
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
BAB III METODE PENGUJIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat •
Tabung reaksi
•
Gelas ukur 500 ml
•
Pipet ukur 1 ml, 2 ml, 5 ml dan 10 ml
•
Stomacher
•
Fortex
•
Cawan petri
•
Gelas Erlenmeyer 300 ml dan 500 ml
•
BSC
•
Penangas
•
Magnetic stirrer
•
Timbangan analitik
•
Gunting
•
Kertas timbang
•
Plastik stomacher
•
Pippette aid
•
Autoklaf suhu 121°C selama 15 menit
•
Inkubator suhu 32,5°C
•
Colony counter
2. Bahan •
Letheen broth (LB)
•
Plate Count Agar (PCA)
•
Triphenyl tetrazolium chloride (TTC 0,5%)
•
Modified letheen broth (MLB)
•
Modified letheen agar (MLA)
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
148
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
•
Aquades
•
Jamu serbuk
•
Kosmetik
•
Tween 80
B. Prosedur 1. Pengujian ALT Jamu Serbuk (MA PPOM 18/MI/10) a. Homogenisasi Sampel Sampel secara aseptik ditimbang sebanyak 10 g ke dalam wadah steril yang sesuai, selanjutnya ditambahkan 90 mL LB dikocok homogen, sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1 b. Pengenceran Lima tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 mL LB disiapkan untuk pengenceran. Suspense pengenceran 10-1 hasil homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung LB pertama, dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2. Pengenceran dilanjutkan hingga 10-6 dengan menggunakan pipet steril baru untuk tiap pengenceran. Suspensi dari setiap pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan 15-20 mL media PCA+1% TTC suhu ± 45°C. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji control (blanko), pada satu cawan diisi 1 mL pengencer dan media PCA pada cawan yang lain diisi media PCA. Setelah media memadat, cawan diinkubasi pada 32,5 ± 2,5 °C selama 48-72 jam dengan posisi dibalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. c. Perhitungan Cawan petri dari satu pengenceran dipilih yang menunjukkan jumlah koloni antara 30-300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung dan dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
149
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total dalam tiap gram sampel. Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari pernyataan diatas maka diikuti petunjuk sebagai berikut : 1) Bila salah satu dari cawan petri menunjukkan jumlah koloni kurang dari 30 atau lebih dari 300 koloni, dihitung jumlah rata-rata koloni, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total dalam tiap gram sampel. 2) Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah koloni antara 30-300, maka dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dari 2 kali jumlah koloni rata-rata pengenceran dibawahnya, maka Angka Lempeng Total dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih rendah (Misal pada pengenceran 10 -2) jumlah koloni rata-rata 140, pada pengenceran 10-3 jumlah koloni rata-rata 32, maka dipilih jumlah koloni 140 × 102). Bila hasil perhitungan pada tingkat pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari 2 kali jumlah ratarata pada pengenceran dibawahnya maka Angka Lempeng Total dihitung dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut. (Misal pada 10-2 jumlah koloni rata-rata 240, pada pengenceran 10-3 jumlah koloni rata-rata 41), maka Angka Lempeng Total adalah ;
= 33 × 103 koloni/g 3) Bila tidak satupun koloni tumbuh dalam cawan maka Angka Lempeng Total dinyatakan sebagai < dari satu dikalikan faktor pengenceran terendah. 4) Jika cawan-cawan pada semua pengenceran mempunyai jumlah koloni kurang dari 30, dicatat jumlah koloni yang ada pada Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
150
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
pengenceran terendah (kecuali bila ada spreader). Missal pada pengenceran 10-1 jumlah koloni yang tumbuh 4 dan 6, jumlah koloni rata-rata 5, maka ALT 5 × 10 koloni/g. 5) Jika seluruh cawan menunjukkan jumlah koloni lebih dari 300, dipilih cawan dari tingkat pengenceran tertinggi kemudian dibagi menjadi beberapa sektor (2,4, atau 8), dan dihitung jumlah koloni dari satu sector. Angka Lempeng Total adalah jumlah koloni dikalikan dengan jumlah sektor, kemudian dihitung rata-rata dari kedua cawan dan dikalikan faktor pengenceran. 6) Jumlah koloni rata-rata dari
bagian cawan lebih dari 200, maka
Angka Lempeng Total dinyatakan lebih besar dari 200 × 8 dikalikan dengan faktor pengenceran 7) Perhitungan dan pencatatan hasil Angka Lempeng Total hanya ditulis dalam dua angka. Angka berikutnya dibulatkan ke bawah bila kurang dri 5 dan dibulatkan keatas apabila lebih dari 5. Sebagai contoh : Jumlah koloni 523.000 dibulatkan menjadi 52 × 104, untuk 83.600 dibulatkan menjadi 84 × 103. 8) Jika dijumpai koloni spreader meliputi seperempat sampai setengah bagian cawan, maka dihitung koloni yang tumbuh diluar daerah spreader. Jika 75% dari seluruh cawan mempunyai koloni spreader dengan keadaan seperti diatas, maka dicatat sebagai “Spr”. Untuk keadaan ini harus dicari penyebabnya dan diperbaiki cara kerjanya (pengujian diulang) Jika dijumpai koloni spreader tipe rantai, maka tiap satu deret koloni yang terpisah dihitung sebagai satu koloni, dan bila dalam kelompok spreader terdiri dari beberapa rantai, maka tiap rantai dihitung sebagai satu koloni. 2. Pengujian Angka Lempeng Total pada Kosmetik Bentuk Serbuk (MA PPOM 52/MI/12) a. Homogenisasi Sampel
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
151
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Sampel dengan cara aseptik ditimbang seberat 10 g ke dalam wadah steril yang sesuai. Sampel ditambah 10 ml Tween 80 steril, diaduk homogen. Selanjutnya ditambahkan (8 x 10) ml pengencer, hingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1 dan dikocok homogen b. Pengenceran Disiapkan beberapa tabung yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml MLB. Hasil dari homogenasi pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung MLB pertama, dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2 kemudian buat pengenceran selanjutnya hingga tingkat pengenceran yang diperlukan. Suspensi dari setiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan 15-20ml media MLA + 1% TTC suhu ≤ 48 0C. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji control (blanko). Pada satu cawan diisi 1 ml pengencer dan media MLA, pada cawan yang lain diisi media MLA + 1% TTC. Diamkan cawan sampat memadat tidak lebih dari 10 menit. Setelah media memadat, cawan diinkubasi pada 32,5±2,5 0C selama 72 ± 6 jam dengan posisi dibalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. c. Perhitungan Cawan Petri dalam satu pengenceran dipilih yang menunjukan jumlah koloni antara 30 – 300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total per g sampel menggunakan rumus sebagai berikut N= m / (V x d) N : jumlah mikroba dalam sampel V : volume inokulum yang dimasukan ke dalam masing-masing cawan Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
152
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
m : rata-rata hitungan yang diperoleh dari kedua cawan satu pengenceran d
: faktor pengenceran
Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukan jumlah koloni antara 30 – 300, maka dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya menggunakan rumus sebagai berikut
Dimana, Xc = Bila tidak satupun koloni dalam cawan maka Angka Lempeng Total dinyatakan sebagai N ≤ 1/ (d x V) koloni per g atau per mL sampel. d adalah faktor pengenceran dari suspensi awal dan V adalah 1 (untuk perhitungan metode tuang) Contoh : Hitungan yang diperoleh pada pengenceran 10-1 adalah 0 dan 0 Angka Lempeng Total N ≤ 1/ (d x V) ≤ 1/ (1 x 10-1) ≤ 1/ 0, 1 ≤ 10 Perkiraan Angka Lempeng Total adalah kurang atau sama dengan 10 koloni per g sampel. Jika jumlah koloni kurang dari 30 pada cawan, hasil dinyatakan sebagai berikut : Untuk sampel sedikitnya 1 g volume inokulu m sedikitnya 1 ml, maka Perkiraan Angka Lempeng Total per g sampel adalah N ≤ m/ (V x d) Contoh : Hitungan koloni yang diperoleh pada pengenceran 10-1 adalah 0 dan 3 Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
153
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Perkiraan Angka Lempeng Total N ≤ m / (V x d) ≤ 1,5 / (1 x 10-1) ≤ 15 Perkiraan Angka Lempeng Total adalah kurang atau sama dengan 15 koloni per g atau per mL sampel. d. Persyaratan Angka Lempeng Total jamu bentuk serbuk tidak lebih dari 10 3 koloni/g sampel. e. Hasil Validasi 1. Presisi = 0,25%, n = 10 2. % Recovery = 94,96%, n = 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Tabel Hasil Pengamatan Angka Lempeng Total pada Sampel Obat Tradisional Bentuk Serbuk a) Kode 491 Volume Pengenceran 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 Blangko 1 Blangko 2
Inkubasi Suhu Waktu (°C) (Jam)
Media
Pengamatan I
II
Total
∞ ∞ ∞ 173 8 2
∞ ∞ ∞ 200 42 0
PCA
32,5 ± 25
48-72
PCA + TTC PCA + LB + TTC
32,5 ± 25
48-72
0
∞ ∞ ∞ 373 50 2 0
32,5 ± 25
48-72
0
0
Perhitungan •
Sampel obat tradisional kode 491 ALT sampel kode 491
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
154
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
= 19 × 105 koloni/g sampel (MA PPOM 18/MI/10)
b) Kode 490 Volume Pengenceran 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 Blangko 1 Blangko 2
Inkubasi Suhu Waktu (°C) (Jam)
Media
Pengamatan I
II
Total
∞ ∞ ∞ 235 59 1
∞ ∞ ∞ 212 35 7
PCA
32,5 ± 25
48-72
PCA + TTC PCA + LB + TTC
32,5 ± 25
48-72
0
∞ ∞ ∞ 447 94 8 0
32,5 ± 25
48-72
0
0
Perhitungan •
ALT sampel kode 490 ALT pengenceran 10-4 = 22 × 105 koloni/g ALT pengenceran 10-5
Perbandingan =
sampel (MA
PPOM 18/MI/10) Karena perbandingan yang diperoleh adalah lebih dari 2 maka hasil ALT yang dipilih adalah
2. Tabel Hasil Pengamatan Angka Lempeng Total pada Kosmetik Bentuk Padat a) Kode 1040/K/P Volume Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
Inkubasi
Pengamatan
155
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
10-3 Blangko 1 MLA+MLB 32,5 ± 2,5 Blangko 2 MLA+TTC 32,5 ± 2,5 ALT Sampel Kosmetik bentuk serbuk •
0 72 ± 6 72 ± 6
0
0 0 0
0 0
Serbuk Kosmetik 1 (1040/K/P) Pada semua cawan petri tidak terdapat satupun koloni, jadi Nilai ALT sampel (N) adalah N ≤ 1/ (V × d) N ≤ 1/ (1 × 10-1) N ≤ 1/ 0,1 N ≤ 10 koloni/g sampel (MA PPOM 52/MI/12) Jadi, Perkiraan Angka Lempeng Total adalah ≤ 10 koloni/g sampel
b) Kode 1041/K/P Volume Pengenceran
Media
10-1 10-2 MLA 10-3 Blangko 1 MLA+MLB Blangko 2 MLA+TTC Perhitungan •
Inkubasi Waktu Suhu (°C) (Jam) 32,5 ± 2,5
72 ± 6
32,5 ± 2,5 32,5 ± 2,5
72 ± 6 72 ± 6
Pengamatan I
II
Total
0 0 0
0 0 0
0 0 0 0 0
0 0
Serbuk Kosmetik 2 (1041/K/P) Pada semua cawan petri tidak terdapat satupun koloni, jadi Nilai ALT sampel (N) adalah N ≤ 1/ (V × d) N ≤ 1/ (1 × 10-1) N ≤ 1/ 0,1 N ≤ 10 koloni/g sampel (MA PPOM 52/MI/12) Jadi, Perkiraan Angka Lempeng Total adalah ≤ 10 koloni/g sampel
B. Pembahasan 1. Angka Lempeng Total pada Pengujian Sampel Obat Tradisional Bentuk Serbuk
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
156
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Angka Lempeng Total adalah suatu metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Pada pengujian ini, digunakan jenis sampel obat tradisional yang sama yaitu serbuk tetapi sampelnya yang berbeda dengan masing-masing sampel dibuat duplo. Kemudian dilakukan pembuatan media Plate Count Agar (PCA) yaitu ditimbang PCA sebanyak 13,5 g dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 600 mL kemudian di autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit dan Letheen Broth (LB) yaitu ditimbang sebanyak 7,71 dan dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 mL kemudian di autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit. Homogenisasi sampel dilakukan secara aseptik dengan cara ditimbang sebanyak 10 g ke dalam wadah steril yang sesuai, selanjutnya ditambahkan 90 mL LB dikocok homogen, sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan dengan lima tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 mL LB disiapkan untuk pengenceran. Suspensi pengenceran 10-1 hasil homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung LB pertama, dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2. Pengenceran dilanjutkan hingga 10-6 dengan menggunakan pipet steril baru untuk tiap pengenceran. Suspensi dari setiap pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan 15-20 mL media PCA+1% TTC suhu ± 45°C. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji control (blanko), pada satu cawan diisi 1 mL pengencer dan media PCA pada cawan yang lain diisi media PCA. Setelah media memadat, cawan diinkubasi pada 32,5 ± 2,5 °C selama 48-72 jam dengan posisi dibalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Berdasarkan MA PPOM 18/MI/10 syarat jumlah koloni untuk jamu bentuk serbuk adalah 106 koloni/g dan hasil pengujian angka lempeng total (ALT) yang diperoleh untuk setiap sampel dengan masingmasing pengenceran adalah untuk sampel pertama dengan pengenceran Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
157
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
10-1, 10-2 dan 10-3 yaitu ∞, pada pengenceran 10-4 yaitu 373, 10-5 yaitu 50 dan 10-6 yaitu 2. Untuk sampel kedua dengan pengenceran 10 -1,10-2 dan 103
yaitu ∞, pada pengenceran 10-4 yaitu 447, 10-5 yaitu 94 dan 10-6 yaitu 8. Dari pengamatan yang dilakukan dapat dilihat bahwa jumlah
koloni yang diperoleh dari sampel obat tradisional bentuk serbuk 1 dan 2 masing-masing adalah 1,9×105 koloni/g dan 2,1×105 koloni/g sehingga hasil yang didapatkan melebihi standar keberterimaan yaitu 106 koloni/g sampel. Oleh karena itu, sampel tersebut tidak memenuhi standar keberterimaan mikroba dalam pangan 18/MI/10. 2. Angka Lempeng Total pada Pengujian Sampel Kosmetik Bentuk Serbuk Sterilitas dari
segi
mikrobiologis
pada
sediaan
kosmetik
merupakan masalah penting yang harus diperhatikan, karena sediaan tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama baik dalam proses pembuatan, pendistribusian, maupun penyimpanan selama pemakaian oleh konsumen, yang
memungkinkan
terjadinya
kontaminasi
mikroba.
Terutama apabila ditunjang dengan penggunaan bahan-bahan yang mudah ditumbuhi mikroba dan kurangnya perhatian mengenai syarat-syarat higienis dan sanitasi. Adanya mikroba tertentu dalam sediaan kosmetik sangat tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan infeksi kulit pada konsumennya. Hal ini disebabkan karena, adanya mikroba dalam sediaan kosmetik dapat menyebabkan perubahan-perubahan tertentu, seperti kemunduran bahan aktif dan bahan tambahan lainnya pada sediaan tersebut sehingga dapat mempengaruhi umur lama pemakaiannya. Menghitung atau menentukan banyaknya mikroba dalam suatu bahan (makanan, minuman, dan lain-lain) dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa jauh bahan itu tercemar oleh mikroba. Dengan mengetahui jumlah mikroba, maka dapat diketahui kualitas mikrobiologi dari bahan tersebut. Bahan yang dapat dikatakan baik jika jumlah mikroba yang terkandung dalam bahan tersebut masih di bawah jumlah standar yang ditentukan oleh suatu lembaga. Kandungan mikroba pada suatu Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
158
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
bahan juga sangat menentukan tingkat kerusakannya, serta dapat ditentukan oleh tingkat kelayakan untuk dikonsumsi. Penghitungan
jumlah
mikroorganisme
dengan
cara viabel count atau disebut juga standart plate count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang sesuai. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut. Pada percobaan ini dilakukan percobaan analisa perhitungan kuantitas mikroba dengan menggunakan metode SPC (Standard Plate Counts), metode MPN (Most Probable Count). Secara umum prinsip dari perhitungan cawan adalah apabila sel suatu mikroorganisme yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel mikroorganisme yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel mikroorganisme tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan alat pembesar. Pada percobaan ini dilakukan pengujian terhadap bahan baku, sediaan kosmetik dalah hal ini sampel yang digunakan yaitu bedak tabur. Percobaan
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
bagaimana
tingkat
pertumbuhan jumlah koloni bakteri dan jamur yang ada dalam suatu medium yang telah diinkubasi 72 ± 6 jam. Pertama, melakukan pembuatan media yaitu Modified Letheen Broth (MLB) dan Modified Letheen Agar (MLA). Media ditimbang sebanyak 20,84 g untuk media MLA dan 11,34 g untuk media MLB, kemudian dilakukan penambahan Tween 80 dan dilarutkan dengan Aquadest sebanyak 320 ml untuk MLA dan 300 ml untuk MLB. Media yang sudah dilarutkan disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121 0C selama 15 menit. Kedua, melakukan pembuatan Uji Kontrol (blanko). Blanko dimaksudkan untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer. Pada satu cawan diisi dengan MLA dan satu cawan diisi dengan MLA + MLB. Ketiga, melakukan penyiapan sampel yang akan diuji yaitu bedak tabur 1 dan bedak tabur 2. Sampel Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
159
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
bedak ditimbang sebanyak 10 g, kemudian ditambahkan Tween 80 g sebanyak 10 ml (sesuai dengan berat sampel). Penambahan Tween 80 berfungsi untuk menginaktivasi bahan pengawet dalam sampel agar tidak menghambat atau mempengaruhi pertumbuhan mikroba selama pengujian dilakukan. Setelah itu dilakukan pengeceran dengan MLB, pengenceran yang dilakukan untuk menipiskan konsentrasi mikroorganisme yang terdapat dalam suatu sampel sehingga pertumbuhan koloni tidak terlalu rapat satu sama lain. Keempat, melakukan pengujian pada sampel. Pengujian dilakukan di dalam Bio- Safety Cabinet (BSC). Sampel diambil 1 ml kemudian dimasukkan kedalam tabung yang telah ditambahkan 9 ml Modified Letheen Broth (MLB) hingga memperoleh pengenceran 10-1, kemudian dibuat pengenceran selanjutnya hingga tingkat pengenceran yang diperlukan yaitu 10-2 dan 10-3. Setelah dilakukan pengenceran, suspensi dari setiap pengenceran diambil 1 ml dan dimasukan ke dalam cawan petri secara duplo, kemudian ditambahkan 15-20 ml media MLA + 1% TTC. Cawan petri yang sudah ditambahkan MLA digoyang dan diputar hingga suspensi menyebar merata. Setelah media memadat, cawan yang berisi sampel dan blanko diinkubasi selama 72 ± 6 jam dalam suhu 32,5 ± 2,5 0C. Dari hasil penelitian Uji Cemaran Mikroba pada sediaan kosmetik bedak bentuk serbuk, menunjukan
Perkiraan Angka Lempeng Total
adalah kurang dari atau sama dengan 10 koloni/g sampel. Sampel tersebut dinyatakan memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika yaitu untuk kosmetika yang digunakan pada anak di atas 3 (tiga) tahun, bukan pada area sekitar mata dan membran mukosa pada perhitungan Angka Lempeng Total tidak lebih dari 103 koloni/g atau koloni/mL. Tidak adanya pertumbuhan mikroba pada hasil pengujian dapat disebabkan oleh
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
160
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
a. Zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba seperti karbohidrat dan nitrogen yang terdapat pada bedak sangat kurang, sehingga kemungkinan pertumbuhan mikroba kecil b. Adanya penggunaan pengawet dalam sediaan bedak tabur sehingga menghambat pertumbuhan mikroba dan pada kemasan tidak tercamtum jumlah kadar pengawet yang ditambahkan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan 1. Produk Jamu bentuk serbuk yang melalui pengujian Angka Lempeng Total tidak memenuhi syarat untuk standar mikrobiologi, sedangkan untuk produk Kosmetik bentuk serbuk yang melalui pengujian Angka Lempeng Total memenuhi syarat untuk standar mikrobiologi. 2. Produk Jamu bentuk serbuk yang melalui pengujian Angka Lempeng Total tidak memenuhi syarat untuk standar mikrobiologi sehingga tidak aman untuk dikonsumsi, sedangkan untuk produk Kosmetik bentuk serbuk yang melalui pengujian Angka Lempeng Total memenuhi syarat untuk standar mikrobiologi sehingga aman untuk digunakan oleh konsumen. B. Saran 1. Sebaiknya diadakan pembekalan sebelum mahasiswa terjun langsung ke laboratorium 2. Perlu ada pengarahan khusus mengenai tata cara kerja di laboratorium mikrobiologi Balai Besar POM DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta 2. Dirjen POM, 1994, Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
161
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
3. Depkes RI, 1976, Undang-Undang tentang Kosmetika dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 4. Fardiaz
S,
1993,
Mikrobiologi
Pangan.
Penuntun
Praktek-Praktek
Laboratorium, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor 5. Dirjen POM, 2008, Pedoman Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
162
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
LAPORAN Identifikasi Bahan Kimia Obat Senyawa Kaffein dalam Sediaan Obat Tradisional dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Spektofotodensitometri dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Disusun Oleh: 1. Nurul Dina Martanti
13811084
2. Marisza Tri Nugraheni
13811085
3. Novanda Dwi Putra
13811089
4. Swastika Fadjariah B.
13811093
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2013
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
163
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
BAB 1 PENDAHULUAN A. Tujuan Mengidentifikasi bahan kimia obat senyawa kaffein dalam sediaan obat tradisional
dengan
metode
kromatografi
lapis
tipis
(KLT),
spektofotodensitometri dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). B. Latar Belakang Obat tradisional telah lama dipercaya turun-temurun dapat menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit. Kemajuan ilmu pengobatan yang semakin modern ternyata tidak mematikan pengobatan tradisional yang telah dikenal sebelumnya. Obat tradisional sebagai produk yang sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak masa lampau juga telah menjadi obat alternatif yang sudah diyakini khasiatnya. Harganya yang murah dan efek samping yang rendah menjadi salah satu pertimbangan masyarakat untuk menjadikan obat tradisional sebagai obat. Karena ketersediaan dan kepraktisannya, masyarakat lebih memilih obat tradisional sediaan jadi dari pada mengambil langsung
dari alam dan
mengolahnya sendiri. Selain
obat tradisional sediaan jadi, produk yang sering digunakan
masyarakat adalah produk komplimen. Produk ini sering digunakan sebagai supplemen, menjaga daya tahan tubuh, dan multivitamin. Semakin banyak masyarakat yang membeli produk obat tradisional dan produk komplimen dimanfaatkan oleh beberapa oknum produsen dengan menambahkan BKO (Bahan Kimia Obat) dalam produknya. Hal ini dilakukan agar produknya berefek cepat sehingga obat tradisional cepat terjual. Tidak hanya itu saja, tingginya konsumsi sediaan jadi dan produk komplimen membuat produsen sering menambahkan bahan pengawet yang tidak sesuai standar yang ditetapkan BPOM. Produsen mencari keuntungan tanpa mempedulikan konsumen. Tanpa disadari masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan karena kurang paham tentang efek jangka panjang akibat dari Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
164
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
penggunaan obat tradisional sediaan jadi dan produk komplimen yang sudah mendapat penambahan BKO dan bahan pengawet yang tidak sesuai standar. Untuk menghentikan oknum produsen dalam pengedaran obat tradisional dan produk komplimen tersebut, maka BBPOM mengadakan pengawasan langsung terhadap obat tradisional dan produk komplimen yang beredar di pasaran. Disamping pengawasan langsung tentang cara pembuatan obat tradisional dan produk komplimen agar sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB), BBPOM juga melakukan pengawasan terhadap mutu dan keamanan obat tradisional yang beredar di masyarakat, dengan sampling Obat Tradisional di pasaran dan melakukan pengujian di Laboratorium. Laboratorium Obat Tradisional melakukan pengujian identifikasi BKO untuk menjamin keamanan Obat Tradisional yang beredar di masyarakat. Pengujian identifikasi BKO dan pengawet dilakukan secara KLT dilanjutkan dengan metode Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotodensitometri dan KCKT sebagai penegas.
BAB II Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
165
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
TINJAUAN PUSTAKA 1. Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan / ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral sediaan sari ( galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun termurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Berikut ini merupakan kriteria obat tradisonal supaya dapat diedarkan di masyarakat : a. Secara empirik aman dan bermanfaat bagi manusia b. Bahan obat tradisional dan proses telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan c. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat d. Tidak mengandung bahan yang tergolong narkotik (obat keras)(1) Menurut peraturan pemerintah nomor : KH.00.01. 1.5116 tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat, mengkonsumsi obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat membahayakan kesehatan bahkan dapat mematikan. 2. Bahan Kimia Obat Bahan kimia obat (BKO) adalah senyawa sintesis atau bisa juga produk kimiawi yang berasal dari bahan alam yang umumnya digunakan pada pengobatan modern. Penggunaan BKO pada pengobatan modern selalu disertai takaran atau dosis, atau cara pakai yang jelas dan peringatan-peringatan
akan
bahaya
dalam
penggunaannya.
Meski
demikian, sebagai bahan kimia asing bagi tubuh, tetap saja harus waspada karena banyak kemungkinan terjadinya efek samping. Berdasarkan hasil pengawasan obat tradisional melalui sampling dan pengujian laboratorium oleh Badan POM RI terdapat beberapa obat tradisional yang dicampur dengan bahan kimia obat. Beberapa bahan kimia obat yang ditemukan tercatat antara lain parasetamol, fenil butason, methampiron,
deksametason,
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
CTM,
allopurinol,
sildenafil
sitrat,
166
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
sibutramin hidroklorida, ibuprofen, furosemid, piroksikam, teofilin, kafein, metiltestoteron, natrium diklofenak, asam mefenamat. Kegunaan dan efek samping dari Bahan Kimia Obat tersebut diatas adalah sebagai berikut: a. Parasetamol Mempunyai efek terapi analgesik, antipiretik, antiinflamasi nonsteroid,dan antipirai. Ditemukan pada jamu asam urat, reumatik, pegal linu, flu burung dan pengapuran. Resiko dan efek samping penggunaan paracetamol dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kerusakan hati. b. Fenilbutazon Merupakan anti inflamasi yang kuat, ditemukan pada jamu asam urat, flu tulang, gemuk sehat, rematik, encok, sehat stamina, lemah syahwat, sehat bugar, pegal linu, sakit gigi, ekstra fit dan obat kuat. Resiko dan efek samping adalah mual, muntah, ruam kulit, retensi cairan dan elektrolit (edema), perdarahan lambung, nyeri lambung dengan perdarahan atau perforasi, reaksi hipersensitifitas, hepatitis, nefritis, gagal ginjal, leucoponia, anemi aplastik. c. Methampiron Mempunyai efek terapi analgetik, antipiretik, anti inflamasi nonsteroid, antipirai. Ditemukan pada jamu pegal linu, encok, asam urat, asma ambien, kesehatan/penyembuhan, dan gemuk sehat. Resiko dan efek samping adalah menyebabkan gangguan saluran cerna seperi mual, tinnitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah, pembentukan darah dihambat (anemi aplastik), gangguan ginjal, shock, kematian, dll. d. Deksametason Mempunyai efek terapi sebagai antialergi, antiasma, kortikosteroid, Ditemukan pada jamu asam urat, antiloyo, dan menambah berat badan. Resiko dan efek samping adalah menyebabkan moon face, retensi cairan
dan
elektrolit,
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
hiperglikemia,
gangguan
pertumbuhan,
167
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
osteoporosis, daya tahan terhadap infeksi menurun, miopati, gangguan lambung, ganguan hormon,dll. e. Allopurinol Mempunyai efek terapi analgesik, antipiretik, anti inflamasi nonsteroid, Ditemukan pada jamu asam urat, flu tulang. Resiko dan efek samping adalah menyebabkan ruam kulit, agranulositosis dan anemi aplastik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. f. CTM Mempunyai efek terapi alergi, ditemukan pada jamu gatal-gatal. Resiko dan efek samping adalah menyebabkan mengantuk, sukar menelan, gangguan saluran cerna, pusing, lelah, tinnitus, diplopia, stimulasi susunan syaraf pusat terutama pada anak berupa gelisah, sukar tidur, tremor, kejang. g. Sildenafil sitrat Merupakan senyawa kimia yang menimbulkan efek relaksasi otot polos, ditemukan pada obat tradisional yang mencantumkan klaim khasiat sebagai obat kuat dan penambah vitalitas lelaki. Resiko dan efek samping adalah sakit kepala, pusing, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, renitis, nyeri dada, palpitasi, priapisme, dan kematian. h. Sibutramin hidroklorida Merupakan obat yang bekerja dengan cara menghambat ambilan, norepinefrin, serotonin, dan depomin untuk pengobatan obesitas, Ditemukan pada jamu pelangsing. Resiko dan efek samping adalah hipertensi, denyut jantuing cepat, dan sulit tidur. i. Metil testosteron Merupakan hormon lelaki yang ditemukan pada jamu kuat pria. Resiko dan efek samping adalah sakit kepala, kanker prostat, depresi, mual, cemas, dan perubahan libido.
j. Teofilin Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
168
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Merupakan obat anti asma dan bronkodilator, ditemukan pada jamu sesak nafas. Resiko dan efek samping adalah takikardi, talpitasi, mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala, insomnia, dan aritmia. k. Kaffein Kaffein merupakan senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein ditemukan dalam banyak jenis tanaman seperti Kopi (genus Coffea), Teh atau Cha (Camellia sinensis), Kola, Kakao, kacang kola, Yerba mate (Ilex paraguariensis),Guarana berries (Paullinia cupana), Guayusa (Ilex guayusa) dan Holly Yaupon (Ilexvomitoria). Pada tumbuhan, ia berperan sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan mematikan serangga-serangga tertentu yang memakan tanaman tersebut bahkan dapat membunuh canine atau anjing. Kafein merupakan obat perangsang sistem pusat saraf pada manusia dan dapat mengusir rasa kantuk secara sementara. Kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf. Peranan utama kafein di dalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Dalam dunia medis, kafein yang banyak terkandung dalam minuman yang kita konsumsi hampir setiap hari ini dikenal sebagai trimethylxantine dengan rumus kimia C8H10 N4O2 Minuman yang mengandung kafein, seperti kopi, teh, dan minuman ringan sangat digemari. Kafein merupakan zat psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi
didunia. Secara umum konsumsi
kafein dilakukan dengan ekstraksi bahan-bahan yang mengandung senyawa tersebut. Ekstraksi harus dilakukan dengan berbagai metode dan teknik yang tepat agar dapat memperoleh rendemen kafein maksimal. Kandungan kafein dalam bahan memiliki kadar atau rendemen yang berbeda. Dalam praktikumini, dipelajari cara ekstraksi kafein dan analisis kafein dari berbagai tanaman. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
169
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Kaffein merupakan pemacu susunan syaraf pusat, ditemukan pada jamu sehat segar, pegel linu, gemuk sehat dan kuat lelaki. Resiko dan efek samping adalah diuresis, memacu otot jantung, kurang tidur, cadangan energi terkuras sehingga terjadi kelelahan absolut. l. Piroksikam dan Natrium Diklofenak Merupakan zat anti inflamasi nonsteroid, anti pirai, ditemukan pada jamu asam urat, flu tulang, pegal linu, sakit gigi, nyeri, gemuk sehat, dan jamu sehat khusus pria. Resiko dan efek samping adalah mual, diare, dispepsia, sakit kepala, pusing, vertigo, dan gangguan pendengaran. Berkenaan dengan hasil temuan tersebut, Badan POM RI telah memberikan peringatan keras kepada produsen dan sarana distribusi untuk menarik dan memusnahkan obat tradisional yang dicampur dengan Bahan Kimia Obat (BKO). Kebanyakan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dibuat oleh industri kecil obat tradisional yang belum mempunyai izin, produk obat tradisional belum mempunyai nomor registrasi, atau mencantumkan registrasi fiktif. Beberapa di antaranya telah mempunyai nomor registrasi, dan telah dilakukan pembatalan nomor registrasi. Badan POM
RI telah memuat public warning dan telah
menyebarkan informasi ini kepada masyarakat untuk tidak membeli dan mengonsumsi obat tradisional yang dicampur bahan kimia obat. 3. Pengukuran Kadar Air Metode Karl Fischer Metode Karl Fischer digunakan untuk mengukur kadar air contoh dengan metode volumetri berdasarkan prinsip titrasi. Titran yang digunakan adalah pereaksi Karl Fischer, yaitu campuran iodin, sulfur dioksida, dan piridin dalam larutan metanol. Selama proses titrasi akan terjadi reaksi reduksi iodin oleh sulfur dioksida dengan adanya air. Pereaksi Karl Fischer sangat sensitif terhadap air sehingga dapat diaplikasikan untuk analisis kadar air bahan pangan yang memiliki kandungan air sangat rendah hingga konsentrasi 1 ppm (Faridah et al., 2008). Kelebihan metode ini yaitu memiliki tingkat akurasi dan presisi tinggi, selektivitas pengukuran terhadap kadar air sampel, persiapan Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
170
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
sampel yang mudah, waktu analisis singkat, dapat digunakan untuk menganalisis sampel dengan kadar air sangat rendah (1 ppm) hingga tinggi (100%), sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan atau gas, dan dapat diautomasi(2). 4. Ekstraksi Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponenkomponen dalam campuran(4). a) Ekstraksi padat-cair Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Pada ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar bahan padat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai unjuk kerja ekstraksi atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, yaitu: a. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fase padat dan fase cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang seluas mungkin. b. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju alir bahan ekstraksi c. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi. b) Ekstraksi cair-cair Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
171
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padatcair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin(4). 5. Kromatografi Kromatografi
adalah
suatu
teknik
pemisahan
campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen – komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat(3). a. Kromatografi lapis tipis Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT merupakan salah satu metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan afinitas antara analit dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan. Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk uji kualitatif dan semi kuantitatif suatu senyawa. Pada uji kualitatif, jika sampel mempunyai Rf dan warna yang sama dengan Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
172
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
baku standar, maka kemungkinan besar sampel mengandung senyawa yang sama dengan standar. KLT dapat digunakan untuk: 1) menentukan jumlah komponen dalam campuran 2) memverifikasi identitas suatu zat 3) memantau kemajuan reaksi 4) menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom 5) menganalisis fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi(3)
Keuntungan dari KLT adalah sebagai berikut: 1) KLT merupakan satu satunya metode yang memberikan hasil dalam bentuk sebuah gambar 2) KLT mudah untuk digunakan dibandingkan dengan metode lain. 3) Hasil yang cepat didapat 4) Fleksibel 5) Plate yang sekali pakai, proses pemisahan dapat dioptimalkan untuk porsi sampel yang spesifik. 6) Dapat mendeteksi sample dalam jumlah besar 7) Lebih murah Sedangkan kekurangan dari KLT adalah 1) KLT merupakan sistem yang terbuka, plate yang digunakan terekspos lingkungan (udara, faktor suhu, cahaya, dll). Sampel yang volatil dan yang sensitif memerlukan metode yang spesial untuk mendapatkan hasil yang valid. 2) Kekuatan pemisahan KLT lebih rendah daripada HPLC, terutama sampel yang lebih kompleks seperti obat tradisional. 3) Di dalam KLT terdapat banyak proses pengeringan, KLT tidak cocok untuk sampel yang harus tetap berda pada larutan (seperti biopolimer)(3). b. Liquid Liquid Chromatography (LLC) LLC adalah kromatografi pembagian dimana partisi terjadi antara fase gerak dan fase diam yang kedua-duanya zat cair. Dalam hal ini fase diam tidak boleh larut dalam fase gerak. Umumnya sebagai fase diam digunakan air dan sebagai fase gerak adalah pelarut organik. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
173
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Misalnya pada kromatografi kertas, sebagai fase diam adalah air yang terserap pada serat selulosa dari kertas. c. Liquid Solid Chromatography (LSC) LSC adalah kromatografi penyerapan. Sebagai adsorben digunakan silika gel, alumina, penyaring molekul atau gelas berpori dipak dalam sebuah kolom dimana komponen-komponen campuran dipisahkan dengan adanya fase gerak. Kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis (TLC) serta kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik
pemisahan
yang
masuk
golongan
ini.
HPLC/KCKT
didefinisikan sebagai kromatografi cair yang dilakukan dengan memakai fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga halus yang distribusi ukuranya sempit ( kolom ) dan fase gerak yang dipaksa mengalir dengan laju alir yang terkendali dengan memakai tekanan tinggi sehingga menghasilkan pemisahan dengan resolusi tinggi dan waktu yang relative singkat. HPLC atau KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi; lingkungan; bioteknologi; polimer; dan industri- industri makanan. 6. Densitometri Prinsip
pengukuran
kadar
suatu
senyawa
dengan
sistem
spektrofotodensitometri adalah dengan mengukur absorban maupun fluorosensi dari analit yang menyerap sinar UV. Prinsip kerja spektrofotodensitometri
berdasarkan
interaksi
antara
radiasi
elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator plat dapat diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi. Sumber radiasi pada spektrofotodensitometri ada tiga macam tergantung pada rentang panjang gelombang dan prinsip penentuan. Lampu deuterium dipakai untuk pengukuran pada daerah Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
174
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
ultraviolet (190-400 nm) dan lampu tungsten digunakan untuk pengukuran pada daerah sinar tampak (400-800 nm) sedangkan untuk penentuan secara flouresensi digunakan lampu busur merkuri bertekanan tinggi(3). Penggunaan cara spektrofotodensitometri untuk analisis kuantitatif noda-noda yang dihasilkan dalam kromatografi memberikan beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode sebelumnya, antara lain tidak perlu mengerok noda dari pelat dan mengekstraksi kembali senyawa yang diperiksa, dan dapat mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi pada waktu pengerokan noda dan ekstrasi kembali. Analisis lebih praktis dan lebih reproduksible(3).
BAB III METODE ANALISIS 1. Uji Keseragaman Bobot a. Prinsip: Pemeriksaan penyimpangan bobot terbesar dan terkecil b. Alat: Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
175
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
1. Timbangan analitik 2. Kertas perkamen 3. Pinset 4. Keranjang kapsul/tablet c. Bahan Sampel obat tradisional sediaan kapsul (kode: 513) d. Prosedur: Timbang satu kapsul, keluarkan isi kapsul, bersihkan cangkang kemudian timbang bagian cangkangnya. Hitung bobot isi kapsul, kemudian ulangi penetapan terhadap 19 kapsul yang lain dan hitung bobot rata-rata isi dari 20 kapsul. e. Syarat: •
Kapsul dengan bobot lebih dari 120 mg
Tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari 7,5% dan tidak satu kapsulpun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari 15%. •
Kapsul dengan bobot 120 mg atau kurang
Tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari 10% dan tidak satu kapsulpun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari 20%(1).
2. Uji Waktu Hancur a. Prinsip: Pengujian kehancuran adalah suatu pengujian untuk mengetahui seberapa cepat tablet atau kapsul hancur menjadi agregat atau partikel lebih halus. Pengujian dilakukan berdasarkan asumsi bahwa jika produk hancur dalam periode waktu singkat, misal dalam 5 menit, maka obat akan dilepas dan tidak ada antisipasi masalah dalam hal kualitas produk obat. Waktu hancur Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
176
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
setiap tablet atau kapsul dicatat dan memenuhi persyaratan spesifikasi waktu (dalam 15 menit). b. Alat: Alat terdiri suatu rangkain keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml, termostat untuk memanaskan cairan media antara 35 sampai 39 derajat celcius dan alat untuk menaik turunkan keranjang dalam cairan media pada frekuensi yang tetap antara 29 kali hingga 32 kali per menit melalui jarak tidak kurang dari 5,3 cm dan tidak lebih dari 5,7 cm. Volume cairan dalam wadah sedemikian sehinga pada titik tertinggi gerakan ke atas, kawat kasa berada paling sedikit 2,5 cm dibawah permukaan cairan dan pada gerakan ke bawah berjarak tidak kurang dari 2,5 cm dari dasar wadah. waktu yang diperlukan untuk bergerak ke atas sama dengan waktu yang diperlukan untuk bergerak ke bawah dan perubahan pada arah gerakan merupakan perubahan yang halus, bukan merupakan gerakan yang tiba-tiba dan kasar. Rangkaian keranjang bergerak vertikal sepanjang sumbunya, tanpa gerakan horisontal yang berarti atau gerakan sumbu dari posisi vertikalnya. c. Prosedur:
Masukkan 1 kapsul pada masing-masing tabung dari keranjang, masukkan 1 cakram pada tiap-tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air bersuhu 37 +/- 2 derajat celcius sebagai media. d. Syarat: Sediaan kapsul memiliki waktu hancur tidak lebih dari 15 menit, sediaan pil memiliki waktu hancur tidak lebih dari 60 menit, sediaan tablet memiliki waktu hancur tidak lebih dari 20 menit untuk tablet tidak berselaput dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet berselaput(1).
3. Uji Kadar Air a. Prinsip Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
177
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Analisis kuantitatif kadar air secara titrasi Karl Fischer
b. Alat Karl Fischer Titrator c. Bahan Karl Fischer reagen, Karl Fischer solvent, Methanol, Air d. Prosedur 1) Penyiapan sampel Timbang seksama lebih kurang 500mg sampel, masukkan ke dalam labu ukur 25ml. tambahkan 10 ml methanol, kocok dengan pengocok mekanik selama 1 jam dan endapkan. Ambil beningan 2 ml dengan pipet volum untuk titrasi penetapan kadar air. 2) Pembakuan Reagent Karl Fischer Masukkan 20 ml Karl Fischer solvent dari multi burette ke dalam wadah titrasi, air yang diabsorpsi ke dalam Karl Fischer solvent dititrasi dengan Karl Fischer reagent sampai titik akhir. Timbang seksama sejumlah air ke dalam syringe, teteskan air dari syringe sebanyak 3 tetes (15mg) ke dalam wadah titrasi. Timbang kembali sisa air dalam syringe, selisih penimbangan menunjukkan bobot air yang di titrasi (q ml). segera titrasi dengan Karl Fischer reagent sampai titik akhir, baca penunjuk volum titran (p ml). 3) Titrasi Blangko Ambil metanol dengan pipet volum sebanyak 2 ml, masukkan ke dalam wadah titrasi, segera titrasi sampai titik akhir, baca petunjuk volume digital.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
178
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
4) Titrasi Penetapan Kadar Air Ambil hasil ekstraksi larutan uji (l) dengan pipet volum sebanyak 2 ml. Masukkan ke dalam wadah titrasi dan segera titrasi sampai titik akhir, baca petunjuk volume digital. Hitung kadar air dalam dalam sampel dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Air =
a: volum titran pada titrasi penetapan kadar b: volum titran pada titrasi blangko f: factor kesetaraan 1 ml Reagent Karl Fisher terhadap mg air g: bobot sampel dalam gram e. Syarat Kadar air tidak lebih dari 10%
4. Identifikasi Kaffein dalam Obat Tradisional dengan metode KLT dan KCKT a. Prinsip Analisa
kualitatif
kaffein
secara
kromatografi
lapis
tipis,
spektrofotodensitometri dan kromatografi cair kinerja tinggi setelah diekstraksi dari cuplikan. b. Alat 1) Corong pisah 2) Corong kaca 3) Chamber KLT Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
179
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
4) Shaker 5) Alat timbang 6) Cawan penguap 7) Kompor listrik 8) Sentrifus 9) Hair dryer 10) Pipet tetes 11) Gelas ukur 12) Tabung reaksi 13) Elermeyer 14) Alat spektrofotometri UV-Vis 15) Kromatografi cair kinerja tinggi 16) Pipa kapiler 17) Beaker gelas 18) Labu takar 19) Seperangkat KCKT 20) Pipet volum 21) Bola hisap 22) Alat ultrasonic c. Bahan 1) Sampel 2) Baku Kaffein 3) Etanol 96% 4) Eluen (etil asetat:methanol:ammonia) (85:10:5) 5) Kloroform 6) Eter 7) Aquades 8) NaOH 0,1 N 9) HCl 2 N 10) Lempeng KLT silika gel 11) Kertas saring Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
180
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
12) Dapar phosphate 0,05 M pH 3,1 : Metanol (70:30) d. Prosedur 1) Larutan Uji Sejumlah satu dosis cuplikan yang telah diserbuk halus, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, ditambah air 50 mL, dibasakan dengan natrium hidroksida 1 N hingga pH 9 -10 dan dikocok selama 30 menit dan disaring. Filtrat diasamkan dengan beberapa tetes asam klorida 0,1 N hingga pH 3-4, diekstraksi empat kali, setiap kali dengan 20 mL kloroform. Ekstrak kloroform diuapkan hingga hampir kering, sisa dilarutkan dalam 5,0 mL etanol (A). Dengan cara yang sama dilakukan ekstraksi satu dosis cuplikan yang telah ditambah 10 mg kofein BPFI (B) 2) Larutan Baku Sejumlah lebih kurang 10 mg kofein BPFI ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan etanol hingga tanda (C) 3) Identifikasi a. Cara Kromatografi Lapis tipis Larutan A, B, C masing – masing ditotolkan secara terpisah dan dilakukan kromatografi lapis ipis sebagai berikut: Fase diam : silica gel GF 254 Fase Gerak
: i. etil asetat-metanol-amonia (85:10:5) ii. sikloheksan : kloroform : metanol : asam asetat glasial (60 : 30 : 5 : 5)
Penjenuhan
: kertas saring
Jarak rambat
: 15 cm
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
181
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Volume penotolan: Larutan A, B, dan C masing – masing 25μL Penampak bercak : Cahaya ultraviolet 254 nm, terjadi peredaman flourescensi b. Cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Larutan sampel 1, sampel 2, larutan baku+sampel, dan larutan baku pembanding kaffein yang diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis memperoleh hasil bercak baku dan harga Rf. Bercak baku tersebut ditandai dan dikerok. Hasil kerokan dikocok secara terpisah dalam fase gerak dan disaring. Larutan tersebut masing – masing disaring dengan penyaring membrane berukuran 0,45μm. Sejumlah 20 μl larutan masing – masing disuntikkan ke dalam alat komatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi sebagai berikut: Kolom
:Baja tahan karat, panjang 250 mm, diameter dalam 4,6 mm, isi oktadesilsilana,
Suhu
ukuran partikel isi 10 μm.
: Ruang
Fase gerak : methanol-dapar fosfat 0,05 M pH 3,1 (30:70) Laju aliran : 0,8 mL per menit Detektor
: Ultraviolet pada 255 nm
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
182
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengujian dan Pembahasan 1.
Bobot/Isi
Uji Keseragaman Bobot
Cangkang
Netto
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
Bobot/Isi
Cangkang
Netto
183
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
1
0,613 1
0.0958
0.5193
11
0,6200
0,0948
0.5252
2
0,622 6
0,0930
0.5296
12
0,5761
0,0926
0.4350
3
0,595 8
0,0930
0.5028
13
0,5976
0,0963
0.5013
4
0,593 9
0,0955
0.4984
14
0,5870
0,0931
0.4939
5
0,548 2
0,0960
0.4522
15
0,5982
0,0950
0.5032
6
0,572 3
0,0939
0.4784
16
0,6015
0,0986
0.5029
7
0,602 6
0,0932
0.5094
17
0,5560
0,0941
0.4619
8
0,614 8
0,0927
0.5257
18
0,6230
0,0953
0.5277
9
0,596 0
0,0961
0.4999
19
0,5952
0,0940
0.5012
10
0,597 8
0,0978
0.5000
20
0,6029
0,0964
0.5065
Bobot / isi rata-rata :
0.50115
g
Perhitungan :
Penyimpangan bobot terbesar 1,
(
0.5296
-
0.501 2
)
x 100 % =
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
5.68
%
184
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
0.5012 Penyimpangan bobot terkecil (
0.4522
-
0.501 2
)
x 100 % =
9.77
%
0.501 2
)
x 100 % =
7.83
%
0.501 2
)
x 100 % =
4.54
%
1, 0.5012 (
0.4619
-
2 0.5012 (
0.4784
-
3. 0.5012 Syarat: Tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 7.5% dan tidak satu kapsul pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari 15%. Dari hasil uji keseragaman bobot yang dilakukan terhadap sampel dan perhitungan penyimpangan bobot rata - rata, diperoleh hasil bahwa sampel uji 513 memenuhi persyaratan. 2.
Uji Waktu Hancur Dari uji waktu hancur diperoleh hasil, waktu hancur sampel sediaan kapsul obat tradisional (kode: 513) adalah 5 menit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel uji memenuhi persyaratan waktu hancur untuk sediaan kapsul yaitu ≤ 15 menit.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
185
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
3. Nama
Uji Kadar Air Bobot Factor Titran Kadar air Wadah+contoh Wadah+sisa Contoh pengenceran 0.6445 g 0.1734 g 0.4711 g 10/2 1.097 5.0822 % ml 0.6434 g 0.1730 g 0.4704 g 10/2 1.120 5.2173 % ml Berdasarkan hasil pengukuran kadar air diperoleh untuk sampel uji 1
zat uji 1 2
adalah 5,0822% dan sampel uji 2 adalah 5,2173 %. Persyaratan kadar air untuk sediaan padat (kapsul) adalah kurang dari 10%, maka dapat disimpulkan bahwa sampel memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. 4.
Identifikasi Kaffein dalam Obat Tradisional dengan metode KLT dan KCKT
No Parameter sampel Identifikasi 513/T/P Kaffein
Hasil
Syarat
KLT
Positif
Negatif Bercak pada sampel memiliki Rf dan warna mirip baku kafein
Spektrofotodensito
KCKT
Panjang gelombang dan pola spectra mirip dengan baku kafein
Zat uji mempunyai puncak dengan waktu retensi yang mirip dengan baku kafein
Bahan Kimia Obat (BKO) merupakan senyawa sintesis atau bisa juga produk kimiawi yang berasal dari bahan alam yang umumnya digunakan untuk pengobatan modern. Penggunaan BKO pada pengobatan modern selalu disertai takaran/ dosis, aturan pakai yang jelas dan peringatan-peringatan akan bahaya dalam penggunaannya demi menjaga keamanan penggunannya. Meski demikian, sebagai bahan kimia asing bagi tubuh, tetap saja harus waspada karena banyak kemungkinan terjadinya efek samping.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
186
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Masyarakat mengenal obat tradisional sebagai obat yang berasal dari bahan-bahan alam saja sehingga aman jika digunakan dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, adanya BKO dalam obat tradisional dapat menyebabkan reaksi samping/ efek samping jika digunakan dalam jangka waktu panjang ( biasanya jamu dikonsumsi dalam jangka waktu lama). Obat alam tidak dapat memberikan efek dalam waktu singkat setelah pemakaian. Selain itu penambahan BKO dalam obat tradisional juga memungkinkan terjadinya interaksi antara bahan alam dan bahan kimia yang ditambahkan sehingga dapat membahayakan konsumen. Ciri obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat adalah produk tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan, atau produk mencantumkan nomer registrasi yang palsu dan member efek dalam waktu singkat setelah dikonsumsi. Pada penelitian ini, BKO yang diuji keberadaannya dalam sampel obat tradisional adalah Kaffein yang dianalisis dengan metode kromatografi lapis tipis, spektrofotodensitometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi. 1. Perlakuan pada ekstraksi Pada saat penyiapan larutan uji terdapat perlakuan sampel obat di basakan terlebih dahulu kemudian di asamkan, Tujuan pembasaan ini untuk melarutkan kafein (BKO) di dalam air dalam bentuk garam (1). Pada reaksi dengan basa kuat menghasilkan garam, garam ini bersifat larut dalam air. Kemudian, proses penyaringan ini berfungsi untuk memisahkan filtrat dengan solid. Filtrat kemudian diasamkan, pengasaman bertujuan agar filtrat lebih larut ke dalam pelarut organik. Kemudian dilakukan penambahan kloroform dan diaduk selama kurang lebih setengah jam. Setelah proses pengeringan, kloroform akan menguap dan yang tertinggal adalah ekstrak yang diduga BKO. 2. Kromatografi Lapis Tipis Larutan A yang berisi sampel, larutan B yang berisi baku pembanding,dan
larutan
C
yang
berisi
sampel
yang
kemudian
ditambahkan dengan larutan baku ditotolkan dengan volume penotolan Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
187
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
25μL pada plat KLT, penotolan dilakukan secara tegak lurus menggunakan mikro syringe agar tidak diperoleh bercak melebar yang dapat menyebabkan terjadinya tailing. Kemudian hasil penotolan dibiarkan mengering. Disiapkan eluen berupa etil asetat-metanol-amonia dengan perbandingan (85:10:5) kemudian dimasukan ke dalam chamber. Pada penyiapan fase gerak, pasang kertas saring lalu tuang fase gerak ke dalam chamber lalu chamber ditutup rapat. Fungsi dari perlakuan ini adalah untuk menjenuhkan fase gerak. Setelah fase gerak jenuh, plat KLT dimasukkan ke dalam chamber dan biarkan eluen naik hingga batas, kemudian plat dikeluarkan, dan dibiarkan kering. Plat yang telah kering dari fase gerak kemudian dideteksi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Hasil yang diperoleh dari deteksi sinar UV terlihat bercak penampakan noda yang sejajar antara larutan sampel, larutan sampel yang ditambahkan larutan baku, dan larutan baku pembanding pada plat KLT sehingga dicurigai adanya kandungan BKO yaitu kafein dalam sampel obat tradisional yang sedang diuji. 3. Spektrofotodensitrometri Plat yang telah kering dari fase gerak juga dideteksi dengan densitometer di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 200-400 nm, digunakan range panjang gelombang ini karena akan terjadi pemendaran fluororesensi dari elektron sinar UV pada ikatan-ikatan yang terdapat di dalam BKO pada panjang gelombang tertentu. Hasil yang diperoleh dari deteksi dengan spektrofotodensitometri yaitu terlihat pola spectrum yang serupa antara larutan sampel, larutan sampel yang ditambahkan baku pembanding dan baku pembanding kafein. Puncak spectrum pada larutan sampel terbaca pada serapan panjang gelombang maksimal 275 nm, untuk larutan sampel yang ditambahkan larutan baku terbaca pada serapan panjang gelombang 276 nm, sedangkan puncak spectrum untuk larutan baku pembanding kafein terbaca pada panjang gelombang maksimal 276 Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
188
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
nm. Berdasarkan hasil ini dapat dijelaskan bahwa antara baku pembanding (kaffein) dengan sampel zat uji terbaca pada panjang gelombang yang hampir sama dan memiliki kemiripan pola spectrum, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel zat uji positif mengandung kaffein 4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Metode yang digunakan dalam identifikasi lanjutan dari KLT adalah KCKT. Pada prinsipnya metode KLT dengan KCKT sama namun untuk pemisahan secara KCKT lebih spesifik karena menggunakan kolom dengan ukuran partikel 10 µm. Detektor dalam KCKT ada beberapa macam, diantaranya adalah detector PDA dan detektor UV. Perbedaan kedua detector ini terletak pada proses pembacaan panjang gelombang senyawa uji. Detektor UV hanya mampu membaca dua jenis panjang gelombang dalam range panjang gelombang tertentu, sedangkan pada detector PDA mampu membaca panjang gelombang antara 200-800 nm. Sehingga detector PDA dapat sekaligus melakukan scan dan membaca spectrum peak secara langsung. Setelah melalui proses KLT, bercak pada plat dikerok kemudian dilarutkan pada fase geraknya yaitu methanol : dapar fosfat 0,05M pH 3,1 (30:70) secukupnya. Kemudian larutan disaring dengan filter berukuran 0,45 μm. Hal ini dilakukan supaya tidak ada partikel yang menyumbat kolom pada waktu proses identifikasi dengan KCKT. Fase gerak yang digunakan terlebih dahulu harus didegas dengan gelombang ultrasonik karena gas atau gelembung udara tersebut dapat mempengaruhi tekanan pada kolom sehingga proses identifikasi kurang maksimal. Hasil yang diperoleh pada sampel uji A memiliki waktu retensi 13,700 menit, sampel uji B memiliki waktu retensi 13,740 menit, sampel uji yang ditambahkan baku pembanding baku pembanding memiliki waktu retensi 13,401 menit, sementara baku pembanding (kaffein) mempunyai Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
189
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
waktu retensi 13,683 menit. Berdasarkan hasil tersebut antara sampel uji A dan B memiliki waktu retensi yang mirip dengan waktu retensi baku pembanding kaffein. Demikian juga untuk sampel uji yang ditambahkan baku pembanding memiliki waktu retensi yang mirip dengan baku pembanding kaffein. Baku pembanding kaffein terbaca pada panjang gelombang maksimum 272,68. Untuk zat uji yang ditambahkan dengan baku pembanding terbaca pada panjang gelombang 272,55 dan untuk sampel A dan B terbaca pada panjang gelombang maksimal 272,59. Berdasarkan hasil ini dapat dijelaskan bahwa antara baku pembanding (kaffein) dengan sampel zat uji terbaca pada panjang gelombang yang hampir sama. Demikian juga untuk pola spectrum yang dihasilkan oleh masing-masing larutan, antara baku pembanding, sampel A, sampel B, dan sampel yang ditambahkan baku pembanding memiliki bentuk atau pola spectrum yang mirip. Berdasarkan kesamaan antara hasil waktu retensi, pola spektrum dan panjang gelombang maksimal yang terbaca dapat disimpulkan bahwa sampel zat uji positif mengandung kaffein. Sebelum dilakukan uji sampel, untuk mengetahui kestabilan dan kesiapan sistem dalam analisa KCKT dilakukan uji kesesuaian sistem (UKS) dengan prosentase RSD (Relative Standart Deviation) sebesar tidak lebih dari 2 % dan faktor ikutan (tailing factor atau assymetry) tidak boleh lebih dari 2. Hasil yang diperoleh dari UKS menunjukkan bahwa RSD sebesar 1,600% dan faktor ikutan sebesar 1,014. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem sudah stabil dan siap digunakan untuk analisa KCKT (sistem memenuhi syarat).
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
190
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sediaan obat tradisional kode 513 positif mengandung bahan kimia obat senyawa kaffein berdasarkan identifikasi menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). B. Saran Harus ada tindak lanjut dari pihak yang berwenang untuk melakukan penarikan produk obat tradisional kode 513.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
191
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 1994, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 661/MENKES/SK/VII/94 tentang Persyaratan Obat Tradisional, Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2. Anonim, 2013, Water Determination (Karl Fischer Method), available at : http://www.ffcr.or.jp/zaidan/ffcrhome.nsf/7bd44c20b0dc56264925650200 1b65e9/146fd852cd5e269049256f32001a133e/$file/b43.pdf diakses tanggal : 17 oktober 2013 3. Reich, A., Schibli A., 2006, High Performance Thin – layer Chromatography for the Analysis of Medical Plants, Thieme medical publishers – New York 4. Galichet, L.Y, 2011, Analysis of Drug and Poisons, Pharmaceutical Press, London. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
192
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
5. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 6. IK/ LAB/ IIIa/ M/ 13 tentang Instruksi Kerja Laboratorium Keseragaman Bobot dalam Obat Tradisional Sediaan Kapsul. 7. IK/ LAB/ IIIa/ M/ 34 tentang Instruksi Kerja Laboratorium Waktu Hancur. 8. Anonim, 2008, The United States Pharmacopeial 7th Edition, Twinbrook Parkway, Rockville, USA.
LAPORAN LABORATORIUM KOSMETIKA
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
193
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Disusun Oleh: 1. Irma Septiani
13811098
2. Indira Kusumawati
13811100
3. Melyani Dianita
13811102
4. Dina Afiana
13811103
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2013
A. PENETAPAN KADAR OKTIL METOKSI SINAMAT Pendahuluan
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
194
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk kelangsungan hidupnya. Di sisi lain intensitas cahaya matahari yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada sebagian tubuh manusia. Apabila kulit terpapar cahaya matahari dalam intensitas yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan terjadinya kerusakan kulit. Oleh karena itu perlu upaya untuk melindungi kulit dari sengatan cahaya matahari. Salah satu produk yang banyak digunakan untuk melindungi kulit adalah sediaan tabir surya. Mekanisme kerja tabir surya ada dua macam, yaitu menyerap cahaya matahari dan memantulkan kembali cahaya matahari yang mengenai kulit. Banyak zat aktif yang dipergunakan dalam sediaan tabir surya, salah satu diantaranya adalah oktil metoksisinamat (OMS). Mekanisme kerja bahan ini secara kimiawi adalah dengan mengabsorbsi sinar ultra violet (UV) sehingga menghambat penetrasi sinar UV ke dalam lapisan epidermis kulit. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa OMS dapat mengalami degradasi setelah digunakan (Astuti, 1997).Dengan demikian, perlu adanya penetapan kadar OMS pada sediaan tabir surya yaitu menurut BPOM batas keamanan yang telah ditetapkan yaitu tidak lebih dari 10 %.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
195
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
Sampel Larutan uji A Larutan uji B Larutan Baku
Luas
% Kadar
% Kadar
%
Puncak
OMT
Rata-Rata
RDP
750449
2,394 2,375
1,6
98,28
-
748947
2,356
759785
98,28
Keterangan
Tidak melewati batas kadar (10%)
Standar pembanding
4.2 Pembahasan Saat ini banyak dikembangkan produk kosmetik yang berfungsi sebagai tabir surya, salah satu bahan aktif tabir surya yang biasa digunakan dalam produk kosmetik adalah oktil metoksi sinamat (OMS). Oktil Metoksi Sinamat (OMS) adalah turunan asam sinamat yang merupakan asam lemak tak jenuh. OMS merupakan cairan larut minyak dan dapat dengan mudah didispersikan dalam fase minyak pada sediaan kosmetik. Senyawa ini dapat diaplikasikan pada kebanyakan formula kosmetik. OMS terutama digunakan dalam kosmetik tabir surya karena mekanisme kerjanya dapat mengabsorbsi sinar ultra violet sehingga menghambat penetrasi sinar UV ke dalam lapisan epidermis kulit. Namun penggunaan OMS dalam tabir surya memiliki batasan tertentu yag telah ditetapkan yaitu tidak melebihi 10 %. Hal tersebut dikarenakan sifat OMS yang dapat mengalami degradasi saat adanya UV berlebih dan dapat menyebabkan permasalahan pada kulit pemisahan suatu analit sekaligus menentukan kadarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penetapan kadar oktil metoksi sinamat dengan metode high performance liquid chromatography Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
196
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
(HPLC). Prinsip Dasar HPLC adalah sebuah menggunakan prinsip kromatografi (pemisahan) dengan menggunakan fase gerak cair yang dialirkan melalui kolom yang merupakan fase diam menuju ke detektor dengan bantuan pompa. Sampel dimasukkan ke dalam aliran fase gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan senyawasenyawa dalam kolom akan keluar atas dasar kepolaran yang berbeda, sehingga akan mempengaruhi kekuatan interaksi antara senyawa terhadap fase diam. Senyawa-senyawa yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar terlebih dahulu, dan sebaliknya senyawa yang berinteraksi kuat dengan fase diam akan keluar lebih lama. Senyawa yang keluar dari kolom akan dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk
kromatogram.
Dari
kromatogram
tersebut
akan
dapat
diidentifikasikan waktu retensi (tR) dan luas area/tinggi puncak. Informasi tR digunakan untuk analisis kualitatif, sedangkan informasi luas area atau tinggi puncak untuk analisis kuantitatif. Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam.mengingat kosmetik biasanya digunakan berulang dan dalam jangka waktu lama. Pemilihan HPLC sebagai metode untuk mengetahui seberapa besar kadar OMS dalam suatu sediaan kosmetik adalah HPLC merupakan instrumen yang memiliki kemampuan yang sangat baik dalam hal pemisahan suatu analit yang diinginkan sekaligus menentukan kadar yang terdapat didalamnya. Pengerjaan menggunakan HPLC tidak membutuhkan sampel dan pelarut dalam jumlah banyak, lebih efisien, dan dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan metode pemisahan sampel cair lainnya.
HPLC sangat bermanfaat dalam analisis. HPLC secara
mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. HPLC memperbolehkan penggunaan partikel yang berukuran sangat kecil untuk material terpadatkan dalam kolom yang mana akan memberi luas permukaan yang lebih besar berinteraksi antara fase diam Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
197
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
dan molekul-molekul yang melintasinya. Hal ini memungkinkan pemisahan yang lebih baik dari komponen-komponen dalam campuran. Pada penelitian ini, digunakan fase gerak metanol dan air dengan perbandingan 90 : 10. Perbandingan tersebut digunakan berdasarkan instruksi kerja BPOM, yang artinya setelah dilakukan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada perbandinga fase gerak demikian memberikan hasil yang baik dalam hal pemisahan OMS sehingga kadarnya secara spesifik dapat diketahui. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponenkomponen sampel. Fase diam yang digunakan adalah fase terbalik yaitu kolom silika dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan rantairantai hidrokarbon panjang pada permukaannya secara sederhana yaitu atom karbon 18 (C18). Fase balik HPLC adalah bentuk yang biasa digunakan dalam HPLC. Fase gerak yang sesuai untuk digunakan pada fase terbalik adalah pelarut polar berupa campuran air dan alkohol seperti metanol. Dalam hal ini, akan terdapat atraksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam campuran yang melalui kolom. Atraksi yang terjadi tidak akan sekuat atraksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fase diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu, molekul-molekul polar dalam campuran akan menghabiskan waktunya untuk bergerak bersama dengan pelarut. Sementara senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk atraksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der Waals. Senyawa-senyawa ini juga akan kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan pemutusan ikatan hydrogen sebagaimana halnya senyawa-senyawa tersebut berada dalam molekul-molekul air atau metanol misalnya. Oleh karenanya, senyawa-senyawa ini akan menghabiskan waktu dalam larutan dan akan bergerak lambat dalam kolom. Ini menunjukkan bahwamolekul-molekul polar akan bergerak
lebih cepat
melalui kolom. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
198
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Pada penelitian ini, diawali dengan preparasi alat HPLC dimana dilakukan penyaringan terlebih dahulu kemudian pada HPLC (wadah fasse gerak) dilakukan pengaliran dengan kecepatan sonic fase gerak yang digunakan secara otomatis oleh alat (dikendalikan operator). Tahap ini dilakukan untuk menghindari adanya partikel-partikel kecil dan adanya gas dalam fase gerak , sebab adanya gas yang berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran metanol, air dan larutan bufer secara berturut-turut dialiri pada saat preparasi. Tidak dianjurkan menggunakan larutan bufer setelah metanol karena dikhawatirkan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan seperti pengendapan yang dapat mempengaruhi hasil pemisahan. Selanjutnya, dilakukan pembuatan sampel yaitu krim foundation tabir surya merek tertentu, ditimbang ± 1 gram ( lakukan duplo) dilarutkan dengan metanol ad 50 ml dalam laku ukur 50 ml. Kemudian dibuat suatu larutan pembanding yaitu 9, 7199 mg baku OMS dalam 10 ml metanol pada labu ukur 10 ml (larutan baku induk). Sampel yang digunakan tersebut selanjutnya di sebut larutan uji A dan larutan uji B. Penggunaan duplo pada penelitian untuk menghindari jika terjadi kesalahan, dan dapat dibandingkan hasil keduannya. larutan baku induk merupakan pembanding atau standar untuk dijadika acuan atas hasil larutan yang diuji untuk diketahui kadar OMS di dalamnya. Masingmasing larutan tersebut diencerkan yaitu masing-masing larutan A dan B diambil 1 ml di addengan metanol hingga 50 ml dalam labu ukur, dan 1 ml larutan induk baku OMS dalam 10 ml metanol. Ketiganya masing-masing dimasukan ke dalam vial khusus HPLC dan ditempatkan dalam wadah sampel.
Dilakukan
baseline
terlebih
dahulu
untuk
mengetahui
kestabilannya.saat dilakukan baseline didapatkan bahwa luas area yang dimiliki oleh larutan uji jauh lebih besar dibandingkan dengan larutan baku, sehingga harus dilakukan pembuatan larutan uji dengan kdar pengenceran yang berbeda yaitu 4 ml dalam 50 ml metanol. Setelah memperoleh baseline yang sesuai kemudian dilakukan pengoperasian alata Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
199
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
HPLC, yaitu dimulai dengan proses injeksi otomasis dilakukan oleh alat. Proses injeksi ini menunjukkan bahwa sampel dimasukkan ke dalam aliran fase gerak dengan cara penyuntikan, dan terjadilah proses elusi terusmenerus sampai waktu yang telah ditentukan. Setelah proses injeksi maka terjadi proses elusi secara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi). Hasil dari proses demikian akan diinterpretasikan oleh detektor dimana output akan direkam sebagai rangkaian puncak-puncak, dimana masing-masing puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor dan menerap sinar UV. Output yng diperoleh berupa kadar baku 98,28 %; luas puncak larutan uji A (Lu) 750449; luas puncak larutan uji B (Lu) 748947; dan luas puncak larutan baku (Lb) 759785. Kemudian dilakukan perhitungan persen kadar OMS dalam larutan uji A dan B. Hasilnya yaitu larutan uji A 2, 394 % dan larutan uji B 2,356, ratarata persen kadar OMS kedua larutan uji tersebut adalah 2, 375 %. Hasil demikian menunjukkan bahwa kadar OMS dalam sampel tersebut masih dalam batas yang diperbolehkan karena tidak melewati 10 % (batas yang ditetapkan oleh BPOM sejak tahun 1993). Dikarenakan menggunakan perlakuan duplo pada sampel, maka dihlakukan pula perhitungan RPD (relative percen different) yaitu untuk mengetahui sejauh mana perbedaan hasil keduanya sehingga menjadi hal untuk pertimbangan hasil untuk dapat dipercaya. Hasil RDP keduanya yaitu 1,6 %. RPD untuk OMS tidak boleh melewati 10 %, sehingga data hasil penelitian ini dapat digunakan.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
200
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Kadar oktil metoksi sinamat dalam sediaan krim foundation pada merek yang diujikan dengan metode HPLC menunjukkan kadar yang tidak melebihi batas yang ditentukan yaitu 2, 375 %. 5.2 Saran Berdasarkan prosedur penetapan kadar oktil metoksi sinamat, disarankan untuk membuat beberapa seri pengenceran larutan uji. Hal demikian dimaksudkan untuk mengantisipasi penggunaan sampel dengan konsentrasi berbeda setelah baseline dilakukan. Selain itu, dapat digunakan untuk perbandingan kadar yang
terkandung
dalam
sampel
dengan
beberapa
variasi
pengenceran.
B. IDENTIFIKASI HIDROKUINON Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
201
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
METODE 1. ALAT DAN BAHAN a.
Alat -
Alat timbang
-
Mortar dan stamper
-
Gelas beker
-
Batang pengaduk
-
Labu ukur 25 ml
-
Erlenmeyer
-
Corong
-
Kertas saring whatman
-
Pipet
-
Vial
-
Plat silica gel
b. Bahan -
Sampel kosmetik
-
Ethanol 96 %
-
Toluene
-
Asam Asetat glacial
-
Baku hidrokuinon
2. PROSEDUR a.
Pembuatan Larutan Uji
Sampel dimasukkan ke dalam mortar lalu diaduk
Ditimbang gelas beker kosong, masukkan sampel dalam gelas beker sebanyak 1,5 g lalu ditimbang, dihitung bobot sampel=bobot gelas beker ditambah sampel - bobot gelas beker kosong
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
202
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013 Sampel diencerkan dengan ethanol 96%, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, dan disonikasi
Ditambahkan ethanol 96% sampai tanda batas (Sampel A)
Lakukan kembali hal serupa di atas (Sampel B)
Masing-masing larutan sampel dikocok lalu disaring dengan kertas saring whatman ke dalam erlenmeyer (Sampel A1 & B1)
Dikocok lalu disaring ke dalam vial
b. Pembuatan Larutan Baku Ditimbang seksama labu ukur 25 ml kosong, masukkan baku hidrokuinon dalam labu ukur sebanyak 50 mg lalu ditimbang, dihitung bobot baku (bobot labu ukur ditambah baku - bobot labu ukur kosong)
Diencerkan dengan ethanol 96%, lalu disonikasi
Ditambahkan ethanol 96% sampai tanda batas
c.
Pembuatan larutan Spike sampel
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
203
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Larutan baku 1 ml ditambah larutan uji 1 ml, lalu dicampur d. KLT -
Larutan baku, larutan spike, larutan A, dan B masing-masing sampel ditotolkan secara terpisah dan dilakukan KLTdengan kondisi sebagai berikut: Fase diam
: Silika gel 254
Fase gerak
: toluene : asam asetat glacial (80:20)
Penjenuhan
: dengan kertas saring
Volume penotolan: 20 µL Jarak rambat
: 15 cm
Penampak bercak : cahaya UV 254 nm -
Interpretasi hasil Larutan sampel tidak boleh memberikan bercak dengan warna dan harga Rf yang sama dengan warna dan harga Rf bercak larutan baku dan larutan spike
Disiapkan silica gel dan fase gerak lalu dilakukan penjenuhan fase gerak dalam chamber selam 2 jam
Dimasukkan larutan uji dan baku ke dalam alat ATS
Diatur kondisi penotolanan dalam sistem computer yang terhubung dengan mesin ATS, hidupkan mesin
silica gel yang berisi hasil penotolanan dimasukkan dalam chamber, ditunggu hingga seluruh plat terbasahi Plat yang telah terbasahi ditunggu hingga kering, lalu dideteksi bercak pemisahannya di bawah cahaya UV 254 nm Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
204
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Hasil dan Pembahasan A. Hasil Sampel yang dideteksi tidak mengandung hidrokuinon.
B. Pembahasan Beberapa bahan kimia yang dilarang keberadaannya di dalam sediaan kosmetik salah satunya adalah hidrokuinon. Senyawa ini merupakan senyawa . Hydroquione
berfungsi
untuk
menghambat
pengeluaran
melanin
oleh
melanocytes di lapisan epidermis kulit, sejenis sel yang bertindak menghasilkan melanin. Dengan begitu akan menyebabkan penebalan pada lapisan kolagen dan kulit akan nampak lebih cerah dan lebih putih. Senyawa tersebut tidak boleh digunakan karena penggunaan hidrokuinon dapat menyebabkan oockronosis terhadap orang berkulit gelap. Oockronosis adalah kulit berbintil seperti pasir dan berwarna coklat kebiruan, yang mana penderita akan merasa kulit seperti terbakar dan gatal. Selain itu hidrokuinon dapat terakumulasi dalam ginjal sehingga senyawa ini dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengidentifikasi senyawa hidrokuinon dalam sediaan kosmetik. Metode yang digunakan cukup sederhana yaitu metode KLT karena ruang lingkup yang dibutuhkan hanya sebatas identifikasi senyawa hidrokuinon. Metode lanjutan yang dapat diterapkan jika teridentifikasi senyawa hidrokuinon adalah penggunaan eluaen yang berbeda, kemudian jika diperoleh hasil positif maka dapat dilakukan penetapan kadar hidrokuinon. Prinsip dari metode KLT ini adalah pemisahan yang terjadi akibat interaksi antara senyawa dalam larutan uji dengan fase gerak dan fase diam. Pada penggunaan fase diam dengan silica gel, senyawa yang non polar cenderung akan berinteraksi secara kuat dengan fase gerak yang juga non polar. Sedangkan senyawa yang bersifat polar akan berinteraksi kuat dengan fase diam. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
205
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Pada pengujian ini, larutan yang disiapkan adalah larutan uji saja, sedangkan larutan baku telah disiapkan dan larutan spike dapat dilakukan saat penotolan di plat silica gel. Larutan uji berasal dari beberapa sampel sediaan kosmetik berupa bedak padat, bedak tabor maupun krim foundation. Setiap sampel digerus terlebih dahulu agar sediaan dapat halus sehingga hasil penimbangan tidak berbeda-beda. Setelah sampel disiapkan maka dapat segera ditimbang sebanyak 1,5 g (duplo). Penimbangan sebanyak 1,5 g dilakukan dengan tujuan agar senyawa dapat teridentifikasi dengan metode KLT, yang mana dalam metode tersebut dikenal istilah LOD (Limited of Detection) yang artinya sejumlah minimal kadar dalam sampel yang dapat dideteksi dengan KLT. Setelah itu sampel uji dilakukan pengenceran dalam labu ukur 25 ml kemudian disonikasi. Proses sonikasi merupakan suatu cara penerapan energi ultrasuara untuk memisahkan partikel-partikel yang menempel dalam sampel yang akan disonikasi. Ultrasuara yang digunakan dalam sonikasi merupakan tekanan suara siklik dengan frekuensi yang lebih besar dari pada batas teratas pendengaran manusia. Sonikasi dapat digunakan untuk mempercepat pemisahan partikel dalam sampel, dengan cara memecah interaksi antarmolekul. Sonikasi juga dapat berfungsi untuk menghilangkan gas-gas terlarut dari cairan sampel dengan cara mensonikasi cairan tersebut dalam keadaan vakum. Larutan dilakukan penyaringan kemudian dimasukkan dalam vial yang selanjutnya dapat segera dilakukan penotolan. Pembuatan fase gerak berupa toluene : asam asetat glacial dapat dilakukan sebelum penyiapan larutan uji agar dapat mempersingkat waktu pengujian. Hal ini dikarenakan oleh waktu yang cukup panjang hingga 2 jam pada proses penjenuhan. Pembuatan fase gerak harus dilakukan di dalam lemari asam karena sifat asam kuat yang dimiliki oleh toluene maupun asam asetat glacial. Penotolan dapat dilakukan secara manual dengan mikropipet atau pun dapat dilakukan dalam mesin ATS (Automatic TLC Sampler). Dalam mesin tersebut, penotolan dapat diatur sesuai prosedur yang diinginkan dalam sebuah system computer yang terhubung denga mesin ATS. Penotolan yang terjasi berupa semprotan ke plat KLZT. Beberapa hal yang dapat diatur meliputi jarak penotolan, jenis larutan yang akan ditotolkan, dan volume penotolan. Penotolan Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
206
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
yang dilakukan meliputi penotolan masing-masing larutan uji, penotolan larutan spike berupa campuran larutan uji dengan larutan baku, dan penotolan larutan baku. Hasil penotolan dalam plat KLT di masukkan dalam chamber yang berisi fase gerak. Pada peletakan plat KLT, diusahakan larutan fase gerak tidak goyang agar dapat terjaga kestabilannya. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Fase gerak yang cenderung non polar diharapkan dapat membawa senyawa-senyawa yang larut di dalamya agar terpisah dengan senyawa hidrokuinon. Sehingga senyawa hidrokuinon pada jarak rambat tertentu dapat berikatan dengan fase diam berupa plat silica gel. Hasil penotolan yang telah dijenuhkan, bercak pemisahannya dapat dilihat di bawah cahaya UV 254 nm. Pada pengujian ini terdapat pemisahan yang terjadi namun memiliki harga Rf yang berbeda dengan harga Rf pada bercak larutan baku. Harga Rf pada larutan baku adalah 0,22 sedangkan beberapa senyawa yang terpisah memiliki harga Rf yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa identifikasi senyawa dapat diketahui dari pemisahan yang terjadi, dilihat dari bercak pemisahan dan harga Rf kemudian dibandingkan dengan bercak larutan baku. Jika bercak pemisahan larutan uji memiliki harga Rf yang sama dengan harga Rf larutan baku maka larutan uji kemungkinan besar mengandung senyawa yang diidentifikasi. Namun jika harga Rf berbeda, maka kemungkinan senyawa yang menunjukkan pemisahan merupakan senyawa lain yang larut dalam etanol 96 % dan ikut terelusi dalam fase gerak, serta berinteraksi dengan fase diam pada jarak rambat tertentu. Pada pengujian ini senyawa yang kemungkinan ada dalam bercak pemisahan adalah senyawa pengawet dalam sediaan.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
207
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Periode 16 Oktober – 22 Oktober 2013
Kesimpulan
Pengujian identifikasi senyawa Hidrokuinon dalam sediaan kosmetik bedak pada merek yang diujikan dengan metode KLT tidak menunjukkan adanya hidrokuinon pada masing-masing sampel uji. Bercak pemisahan yang terjadi merupakan bercak yang mengandung senyawa lain.
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia Angkatan XXII
208