LAPORAN HASIL PENELITIAN INDIVIDU
KEMANDIRIAN LOKAL DAN UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MEMBANGUN DAERAH (Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor) Oleh Mohammad Mulyadi
PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2016
Mohammad Mulyadi |2
EXECUTIVE SUMMARY
A.
Latar Belakang Penelitian Pendekatan pembangunan melalui cara pandang kemandirian lokal mengisyaratkan
bahwa semua tahapan dalam proses pemberdayaan diarahkan pada upaya kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Berpegang pada prinsip pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk memandirikan masyarakat dan meningkatkan taraf hidupnya, maka arah pemandirian masyarakat adalah berupa pendampingan untuk menyiapkan masyarakat agar benar-benar mampu mengelola sendiri kegiatannya. Cara pandang “kemandirian lokal” atau kemandirian masyarakat adalah suatu alternatif pendekatan pembangunan yang dikembangkan dengan berbasis pada pergeseran konsepsi pembangunan, serta pergeseran paradigma ilmu pengetahuan. Oleh karena itu diharapkan dapat diposisikan sebagai pendekatan pembangunan bangsa Indonesia, atau minimal sebagai masukan bagi perumusan pendekatan dan atau paradigma pembangunan Indonesia. Perumusan format upaya pemberdayaan masyarakat melalui kemandirian lokal haruslah berbasis pada prinsip dasar, yaitu bagaimana menciptakan peluang bagi masyarakat
untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
kemandirian
masyarakat
untuk
memanfaatkan berbagai peluang yang ada di sekitarnya. Dalam konteks politik, prinsip ini merupakan
wujud
pemberian
pilihan
kepada
masyarakat
dan
juga
meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya. Implementasi prinsip ini jelas tidak harus baku atau standar, akan tetapi akan tergantung pada kondisi masing-masing masyarakat. Kemandirian lokal menunjukkan bahwa pembangunan lebih tepat bila dilihat sebagai proses adaptasi-kreatif suatu tatanan masyarakat dari pada sebagai serangkaian upaya mekanistis yang mengacu pada satu rencana yang disusun secara sistematis, Kemandirian lokal juga menegaskan bahwa organisasi seharusnya dikelola dengan lebih mengedepankan partisipasi dan dialog dibandingkan semangat pengendalian yang ketat sebagaimana dipraktekkan selama ini. Konsepsi
pembangunan
ala
kemandirian
lokal
merekomendasikan
agar
pembangunan dilaksanakan dengan memanfaatkan ketersediaan sumber daya lokal dengan mengacu kepada karakteristik spesifik yang dimiliki. Pembangunan ala kemandirian lokal seyogyanya diarahkan untuk meningkatkan kualitas tatanan yang indikator utamanya adalah
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
Mohammad Mulyadi |3
terjaganya keadilan berpartisipasi bagi semua komponen tatanan serta meningkatnya kapasitas swatata tatanan (Amien, 2005:171). B.
Rumusan Masalah Rendahnya tingkat pembangunan di daerah tentu tidak lepas dari banyaknya
hambatan atau kendala yang ada di daerah. Keterbatasan sumber daya alam dan lemahnya kualitas sumber daya manusia menjadi dua faktor yang diduga cukup berpengaruh terhadap akselerasi pembangunan di daerah. Upaya pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai hambatan tersebut tidak cukup hanya dengan selalu mengandalkan bantuan yang bersumber dari pusat, perlu ada strategi khusus yang harus dilakukan daerah dalam mengatasai rendahnya tingkat pembangunan di daerah. Salah satu strategi yang selama ini cukup efektif dalam mengatasi rendahnya tingkat pembangunan di daerah adalah dengan pemberdayaan masyarakat melalui kemandirian lokal. Berdasarkan hal tersebut, maka pokok masalah yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam bentuk pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah “bagaimana bentuk pemberdayaan masyarakat melalui kemandirian lokal dalam pembangunan daerah?
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk
memberikan
gambaran
secara
menyeluruh
mengenai
upaya
pemberdayaan
masyarakat melalui kemandirian lokal dalam pembangunan daerah di Kota Makassar dan Kota Bogor. Kemandirian lokal yang dimaksud adalah bagaimana pola pengelolaan sumber daya dan interkoneksitas yang tercipta di antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat Kota Makassar dan Kota Bogor.
D.
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan bahan dalam
mengembangkan konsep kemandirian lokal sebagai sebuah potensi yang hidup dan berkembang di masyarakat guna memudahkan pemerintah dalam menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi masalah pembangunan di daerah. Selain itu hasil penelitian
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
Mohammad Mulyadi |4
ini dapat menjadi masukan yang berarti bagi para anggota DPR RI dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan pembangunan daerah melalui kemandirian lokal.
E.
Kajian Pustaka Dalam ilmu sosial, istilah kemandirian (resilience) sering dipersamakan dengan istilah
otonom, tidak tergantung/bebas mengelola diri sendiri, dan keberlanjutan diri. Sedangkan, suatu masyarakat (community/society) terdiri dari person-person dalam wilayah geografi tertentu, memiliki satu atau lebih ikatan bersama, dan saling berinteraksi social (Hillery, 1955 dalam Agusta dan Fujiartanto (ed), 2014:18). Dalam perspektif pembangunan masyarakat, kemandirian masyarakat merupakan suatu keadaan atau kondisi tertentu yang ingin dicapai seorang
individu
atau
kelompok
manusia
yang
tidak
lagi
tergantung
pada
bantuan/kedermawanan pihak ketiga dalam mengamankan kepentingan dirinya (Verhagen, 1996 dalam Agusta dan Fujiartanto (ed), 2014:18). Dari pengertian tersebut, maka kemandirian masyarakat adalah upaya masyarakat dalam memenuhi suatu keadaan atau kondisi yang dicapai tanpa tergantung pada bantuan orang lain. Kemandirian masyarakat dipandang sebagi suatu kondisi yang terbentuk melalui perilaku kolektif masyarakat melakukan perubahan sosial. Perubahan perilau kolektif itu dapat didukung melalui program intervensi masyarakat yang dikembangkan oleh pihak luar (pemerintah) yang mensyaratkan adanya gerakan partisipasi masyarakat. Utnuk itu apabila masyarakat diberi bantuan dana, maka bantuan itu perlu disikapi sebagai stimulasi atau memotivasi untuk membangun diri, membelajarkan diri, serta membangun prakarsa inisiatif secara mandiri. Untuk itu pengembangan kemandirian merupakan bentuk perubahan sosial diri manusia dari situasi tergantung terhadap bantuan menjadi lebih mandiri atas dasar inisiatif dan kreativitas masyarakat setempat (Agusta dan Fujiartanto (ed), 2014:18). Menurut Taylor dan Mckenzie (1992), ada tujuh alasan kenapa inisiatif lokal diperlukan. Dari sisi pemerintah, inisiatif lokal dibutuhkan karena pemerintah belum mampu memberikan pelayanan yang memadai, sementara kemampuan perencanaan pusat juga dalam kondisi lemah. Dari sisi masyarakat lokal, di antaranya adalah karena masih banyaknya sumberdaya yang belum termanfaatkan, yang dipandang akan lebih efektif apabila menggunakan strategi lokal. Pemberdayaan berarti mempersiapkan masyarakat Kelurahan untuk memperkuat diri dan kelompok mereka dalam berbagai hal, mulai dari soal
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
Mohammad Mulyadi |5
kelembagaan, kepemimpinan, sosial ekonomi, dan politik dengan menggunakan basis kebudayaan mereka sendiri. Pendekatan pembangunan melalui cara pandang kemandirian local mengisyaratkan bahwa semua tahapan dalam proses pemberdayaan harus dilakukan secara tendesentralisasi. Upaya pemberdayaan dengan prinsip sentralisasi, deterministik, dan homogen adalah hal yang sangat dihindari. Karena itu upaya pemberdayaan yang berbasis pada pendekatan desentralisasi akan menumbuhkan kondisi otonom, dimana setiap komponen akan tetap eksis dengan berbagai keragaman (diversity) yang dikandungnya.
F.
Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Desain penelitian
dengan pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pendekatan kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi, untuk itu peneliti melakukan participant observation atau pengamatan dengan terlibat langsung serta dialog (wawancara mendalam) di lapangan. Penelitian ini diperlukan informan-informan yang dianggap mampu dan mempunyai kompetensi untuk memberikan informasi tentang masalah penelitian ini. Sumber data lainnya yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau sumber pertama di lapangan sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. Adapun teknik pemilihan informan ditentukan secara purposive sampling. Teknik ini digunakan pada penelitian-penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian. Jadi yang akan diambil sebagai anggota sampel berdasarkan pada pertimbangan yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.
1
Selain itu, teknik snow ball juga digunakan untuk mencari informan lain untuk menggali data berdasarkan informasi yang diberikan oleh informan awal, informan lanjutan 1
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal. 118
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
Mohammad Mulyadi |6
ini benar-benar mengetahui sesuai dengan permasalahan yang ada. Dalam penelusuran teknik snow ball tersebut jumlah informan tidak ditentukan terlebih dahulu karena dalam proses pengumpulan data bila informasi tidak ditemukan lagi, maka peneliti tidak perlu lagi melanjutkan dengan mencari informan baru, maka peneliti harus terus mencari informan baru sampai hasil yang diperolehnya sama. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah upaya penelaahan atas esensi, mencari makna dibalik frekuensi dan variasi (Muhadjir, 2000:6). Secara operasional analisis data kualitatif adalah proses menyusun data (menggolongkannya dalam tema atau kategori) agar dapat ditafsirkan atau diinterpretasikan. Menurut Bogdan dan Biklen (1992:29) analisis data ini dilakukan selama penelitian di lapangan dan setelah selesai pengumpulan data. Analisis data selama pengumpulan data di lapangan penelitian ini dilakukan kegiatan: (1) memantapkan fokus penelitian dan pengumpulan data sesuai dengan fokus tersebut sehingga tidak bias oleh banyak hal yang kelihatan mungkin menarik; (2) wawancara dengan informan dimulai dari pertanyaan yang bersifat umum, kemudian dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih analitik, operasional, fleksibel sesuai dengan kondisi objektif yang dihadapi di lapangan; (3) setiap sesi pengumpulan data direncanakan secara jelas, (4) menjaga konsistensi atas ide dan tema atau fokus penelitian, (5) menuangkan data yang diperoleh dalam catatan lapangan; dan (6) mempelajari referensi yang relevan untuk menambah dan meningkatkan wawasan dan mempertajam analisis peneliti berkaitan dengan apa yang sedang dipelajari.
G.
Lokasi dan Jadwal Penelitian Penelitian yang meliputi aktivitas observasi dan wawancara dilaksanakan di Kota
Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, tanggal
6 April s/d 15 April 2016 dan Kota Bogor
Provinsi Jawa Barat, tanggal 12 Agustus s/d 21 Agustus 2016.
H.
Pembahasan Hasil Penelitian Pemerintah Kota Makassar dan Kota Bogor merupakan salah satu Kota yang
melaksanakan program penanggulangan kemiskinan dengan berbasis pemberdayaan
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
Mohammad Mulyadi |7
masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Rancangan pemberdayaan masyarakat ini diDesain sebagai pengembangan kapasitas yang dimiliki oleh kelompok masyarakat miskin dan kemampuan potensi yang dimiliki oleh para stakeholders seperti organisasi pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Salah satu program Pemerintah Kota Makassar dan Kota Bogor dalam upaya penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan adalah melalui pelatihan keterampilan dasar bagi keluarga miskin. Pelatihan keterampilan dasar bagi keluarga miskin merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan dengan memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga miskin di Kota Makassar dan Kota Bogor. Selain itu, pelatihan keterampilan dasar bagi keluarga miskin ini juga bertujuan untuk dapat meningkatkan tumbuhnya kelompok-kelompok usaha baru di Kota Makassar dan Kota Bogor. Dalam pelaksanaannya, Para peserta dalam program pelatihan keterampilan dasar akan diberi bekal pelatihan dan juga akan mendapatkan pendampingan sehingga para peserta pelatihan keterampilan dasar akan tergabung dalam kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang kemudian akan mendapatkan pendampingan serta bantuan peralatan kerja dan fasilitasi pemasaran agar bisa berproduksi dan memasarkan produknya secara mandiri. Di Kota Makassar, pengembangan Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat merupakan salah satu kegiatan penanggulangan kemiskinan yang cukup efektif untuk mempercepat upaya pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kapasitas masyarakat dan perubahan perilaku secara kolektif masyarakat di lorong-lorong. Untuk
meningkatkan
ketahanan ekonomi masyarakat lorong, menciptakan masyarakat yang berdaya, yang memiliki kualitas yang unggul dan berperan sebagai aktor utama pembangunan di wilayahnya masing-masing. Semua berawal dari langkah kecil, yang seringkali terasa berat untuk dimulai. Namun berbanding terbalik dengan besarnya kemanfaatan yang didapat jika langkah tersebut dilaksanakan. Seperti halnya Program Lorong Garden (Longgar) di Makassar, potret ini dapat dijadikan contoh bahwa sebuah langkah yang dilakukan butuh kesungguhan dari seluruh stakeholders dan yang lebih penting adalah menjaga, memelihara dan mengembangkan yang sudah ada. Karena umumnya, membangun itu lebih mudah daripada menjaganya. Semoga bermanfaat. Sebagai anggota masyarakat apalagi mahkluk sosial, seorang individu tidak mungkin tidak bekerja bersama dengan masyarakat. Karena masyarakat merupakan tempat segala kebutuhan individu berada. Seorang individu tidak akan bisa melepaskan diri dari
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
Mohammad Mulyadi |8
masyarakat. Sebab seorang individu merupakan anggota masyarakat. Oleh karena itu setiap orang harus memiliki sikap ingin bekerjasama dengan masyarakat. Apabila setiap orang memiliki sikap bekerjasama yang baik dengan masyarakat, maka masyarakat akan berkembang menjadi lembaga yang menguntungkan bagi setiap anggota masyarakat. Namun apabila setiap individu tidak mau bekerjasama dengan masyarakat, maka masyarakat dimana tempat individu berada tidak akan mendukung individu bahkan akan terasa membatasi atau mengancam individu. Misalnya lingkungan masyarakat itu menjadi tidak aman, kotor sumber penyakit, dan lain sebagainya. Tanggung jawab bersama dalam masyarakat, menurut sudut pandang sosiologi termasuk ke dalam salah satu bentuk dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dalam kehidupan masyarakat, tanpa interaksi sosial tak mungkin ada kehidupan bersama dalam masyarakat. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam masyarakat. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, saling bicara dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama. Program-program yang saat ini dikerjakan oleh Pemerintah Kota Makassar kaitannya dengan kemandirian lokal adalah pemberdayaan perempuan yang sudah terintegrasi dengan program program industri lorong. Jika dulunya kaum perempuan diberikan pelatihan seperti kursus menjahit dan sebagainya, kini lebih diperluas lagi dengan program usaha kecil menengah yang diharapkan bisa merata di setiap lorong di Kota Makassar. Program industri lorong merupakan penguatan pemberdayaan perempuan. Di mana perempuan
maupun
ibu
rumah
tangga
diberikan
kegiatan
untuk
meningkatkan
perekonomian yang ada di lorong. Salah satu program industri berbasis lorong tersebut yakni pembuatan Batik Lontara. Selain itu, industri lorong yang fokus pada pemberdayaan perempuan tersebut sekaligus mendukung program Makassar sebagai kota layak anak dan nyaman untuk semua. Selain itu, Pemerintah Kota juga memfasilitasi Temu Usaha Kemitraan yang diikuti seratusan pelaku usaha kecil dan menengah, tujuannya untuk meningkatkan kerja sama antarpelaku usaha dan pemerintah. 2 Pada kesempatan Walikota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto memberikan pengetahuan cara memajukan dan mengembangkan usaha yang tangguh dan mandiri dalam menopang ekonomi Kota Makassar. http://makassar.antaranews.com/berita/77082/wali-kota-dorong-iklim-usaha-di-makassar, diakses tanggal 31 Oktober 2016 2
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
Mohammad Mulyadi |9
Menurut Mohammad Ramdhan Pomanto, pertemuan dengan para pengusaha itu membuka peluang bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk bertukar ide dengan akademisi, pemerintah, dan perbankan bagaimana meningkatkan usahanya. Lebih lanjut menurut Walikota Makassar tersebut, kehadiran pengusaha kecil dan menengah selain menopang ekonomi keluarga (rumah tangga) juga memacu pertumbuhan ekonomi di Makassar. "Perlu sinergi antarpemangku kepentingan agar saling memahami. Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil dan menengah," katanya. Forum yang dihadiri pelaku UKM, pemerintah, akademisi, dan perbankan itu diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pelaku UKM dan daya saing produk yang dihasilkan. Pelaku UKM juga bisa memanfaatkan forum ini untuk mendapatkan akses seluasluasnya dan kemudahan dari lembaga perkreditan semisal perbankan untuk mendapatkan modal usaha dengan menaati regulasi yang ada. Program pemberdayaan lorong diharapkan agar seluruh potensi lorong diangkat dan siap membangun lorong-lorong produktif. Program pengembangan lorong ini bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat prasejahtera di Kota Makassar yang terkonsentrasi pada pemukiman padat dan gang sempit. Potensi setiap lorong, kata dia, akan menjadi motor pengerak menggagas lahirnya Badan Usaha Lorong (BULO) yang akan dicanangkan tahun depan (2017). Apapun yang diproduksi warga lorong akan ditampung oleh badan usaha ini sehingga langkah pemberdayaan lebih optimal. Saat ini terdapat 7.525 titik lorong di Kota Makassar dan salah satu usaha lorong yaitu membangun lorong hijau yang produktif, sehingga masyarakat mandiri dalam pemenuhan sayuran sehari-hari. Nantinya diharapkan bisa menjadi lahan bisnis jika telah memiliki keterampilan yang baik dalam bidang pertanian modern secara vertikal dan hidroponik di lorong masing-masing. Salah satu upaya Pemerintah Kota Bogor adalah dengan melakukan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), karena keberadaan mereka sesungguhnya adalah cermin kehidupan dan kekuatan ekonomi suatu daerah. Cermin sebuah tata pergaulan sosial dan budaya masyarakat. Cermin sebuah kota, bahkan lebih dari itu sebagai Cermin peradaban suatu bangsa. Oleh sebab itu sebagai bangsa, dan warga sebuah kota, mestinya pemerintah daerah merasa malu, setidaknya sedikit risih jika melihat dan menyaksikan kondisi kota yang dipenuhi Pedagang Kaki Lima tetapi tidak tertata. Tentu pemerintah daerah amat sedih jika terdapat pasar tradisional yang kumuh, becek, bau dan jorok. Pemerintah daerah juga amat
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
M o h a m m a d M u l y a d i | 10
sedih jika menyaksikan para Pedagang Kaki Lima berdagang dengan tenda seadanya, terlebih jika mereka harus diusir dan dipukuli. Khusus untuk wilayah Kota Bogor, telah dilakukan dibangun sebanyak 3 lokasi PKL dan dua unit pasar tradisional. Perlu dilandaskan bahwa program penataan sarana usaha PKL dan Revitalisasi Pasar Tradisional melalui Koperasi ini diharapkan menjadi solusi dan memberikan manfaat ganda sekaligus.
I.
Kesimpulan dan Saran Masih besarnya dominasi pemerintah dalam proses-proses pembuatan kebijakan,
perencanaan pembangunan, pengganggaran, penyelenggaraan pembangunan menyebabkan masyarakat kurang bahkan kurang mandiri dalam setiap tahapan pembangunan. Dalam banyak kasus, proses-proses penyelenggaraan pemerintah juga ditandai oleh adanya ‘patron-klien’ antara pemerintah, pejabat, dan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan keputusan dan sumber daya lokal untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Masyarakat hanya dilibatkan pada tahapan paling awal sebagai bentuk pencarian legitimasi, tetapi masih sulit untuk memantau status aspirasi mereka di tingkat berikutnya, termasuk ketika telah menjadi dokumen peraturan daerah, perencanaan dan anggaran untuk diimplementasikan. Di sini terbentang hambatan struktural bagi partisipasi masyarakat yang murni (genuine) dan substantif sebagai salah satu tujuan desentralisasi dengan pelaksanaannya. Partisipasi yang dikembangkan baru sebatas partisipasi simbolik, bahkan masih ditemukan partisipasi yang bersifat manipulatif sehingga tidak layak disebut sebagai partisipasi. Hal ini disebabkan karena pemerintah masih memandang bahwa masyarakat bukan elemen penting dalam proses pembuatan kebijakan, perencanaan dan penganggaran karena sudah terwakili di Dewan Perwakilan Rakyat. Klaim ini menyebabkan tidak ada kewajiban dan keinginan yang kuat (terutama dalam level institusional dan operasional) untuk melibatkan masyarakat
dan
memperhatikan
secara
sungguh-sungguh
masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan.
keinginan
dan
harapan
Atas dasar temuan tersebut, sangat
dibutuhkan instrumen kebijakan yang memberikan kewajiban kepada pemerintah untuk menjamin keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan, perencanaan,
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
M o h a m m a d M u l y a d i | 11
penganggaran, pengelolaan aset daerah dan pelayanan publik dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh kebutuhan, aspirasi dan harapan masyarakat Proses
pemberdayaan
mengandung
dua
kecenderungan.
Pertama,
proses
pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya (survival of the fittes). Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kecenderungan atau proses yang pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua atau kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Sesungguhnya di antara kedua proses tersebut saling terkait. Agar kecenderungan primer dapat terwujud, seringkali harus memlaui kecenderungan sekunder terlebih dahulu (Oakley dan marsden, 1984 dalam Hikmat, 2006:44). Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka untuk membangkitkan kemampuan atau keberdayaan masyarakat, maka proses dialog merupakan langkah pertama yang harus dilakukan agar masyarakat dapat lebih terbuka menyampaikan apa yang menjadi kebutuhannya. Konsep pemberdayaan tidak hanya mengarah secara individual ( individual self-
empowerment), tetapi juga secara kolektif ( collective self empowerment). Semua itu harus menjadi bagian dari aktualisasi diri (self actualization) dan koaktualisasi eksistensi manusia dan kemanusiaan. Dengan perkataan lain. Manusia dan kemanusiaanlah yang menjadi tolak ukur normatif, struktural, dan substansial (Hikmat, 2006:46). Berdasarkan pendapat Hikmat tersebut di atas, maka aktualisasi diri yang diperoleh dari upaya pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat membentuk kemandirian lokal di wilayahnya masing-masing. Dalam mengupayakan kemandirian di masyarakat, pemerintah seringkali hanya mengakui dan melibatkan kelompok-kelompok organisasi masyarakat sipil yang berbadan hukum formal (NGO/LSM). Hal ini menyebabkan organisasi masyarakat di tingkat lokal dan atau organisasi yang tidak berbadan hukum misalnya asosiasi petani, kelompok nelayan, kelompok kesenian lokal, kelompok pendidikan, kelompok agama dan asosiasi masyarakat adat
tidak
dilibatkan
dalam
proses-proses
pembuatan
kebijakan,
perencanaan,
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
M o h a m m a d M u l y a d i | 12
penganggaran,
pelayanan
publik
serta
pengelolaan
sumber
daya
alam
dan
aset
negara/daerah. Padahal peran mereka sebagai organisasi sosial, ekonomi dan budaya sangat kongkrit dan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan baik secara ekonomi, sosial maupun budaya. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya tidak hanya melibatkan kelompok-kelompok organisasi masyarakat sipil yang berbadan hukum formal saja dalam program pemberdayaan, tetapi juga kelompok-kelompok yang belum memiliki badan hukum formal. Pemikiran dasar dari perlunya kemandirian lokal adalah bahwa, merealisasikan berbagai kegiatan pembangunan mudah mengalami ancaman kegagalan-kegaglan sepanjang tidak memberdayakan penduduk terkait dalam semua proses yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan pengawasan pembangunan. Hal itulah yang mendorong munculnya suatu dukungan agar ditinggalkannya strategi “top-down” dan sebagai gantinya menghadirkan model interaksi dengan partisipasi yang melahirkan kemandirian lokal. Dengan demikian, kemandirian lokal perlu ditempatkan sebagai bagian terpenting dari proses pembangunan itu sendiri.
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor
M o h a m m a d M u l y a d i | 13
Penelitian Individu “ Kemandirian Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Membangun Daerah.” | Studi Kasus Kota Makassar dan Kota Bogor