LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD PARLIAMENTARY DAYS 3-5 FEBRUARI 2016 PARIS - PERANCIS
I.
PENDAHULUAN DPR RI melalui Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP) menerima undangan dari OECD Global Parlimentary Forum untuk menghadiri acara the 4th OECD Parliamentary Days di Paris, Perancis pada tanggal 3-5 Februari 2016. Pada tahun 1960, 18 negara Eropa beserta Amerika Serikat dan Kanada membentuk Oganization for Economic Cooperation and Development (OECD). OECD didirikan untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. OECD mempromosikan dua prinsip utama, yaitu demokrasi dan free market economy. Saat ini OECD beranggotakan 34 negara yang terdiri dari negara-negara maju dan berkembang. Pada tahun 2007, OECD menawarkan program "enhanced engagement" untuk Indonesia, Brazil, Tiongkok, India, dan Afrika Selatan. Sebagai key partner, Indonesia ikut berkontribusi terhadap upaya menyukseskan program kerja OECD secara komprehensif dan berkelanjutan. Saat ini, OECD terdiri dari 34 negara anggota, yaitu Australia, Austria, Belgia, Kanada, Chili, Czechnya, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Islandia, Irlandia, Israel, Itali, Jepang, Korea, Luxemburg, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat. Dengan mempertimbangkan adanya peningkatan kerja sama antara OECD dan Indonesia, serta posisi Indonesia sebagai salah satu mitra kunci OECD, DPR RI pada tahun 2016 untuk kedua kalinya mengirimkan Delegasi dan menghadiri acara tersebut. A. Dasar Pengiriman Delegasi Partisipasi Delegasi DPR-RI dalam Sidang 4th OECD Parliamentary Days ini didasarkan pada Surat Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 28/PIMP/III/2015-2016 tanggal 19 Januari 2016.
1
B. Susunan Delegasi Adapun nama-nama anggota delegasi adalah sebagai berikut: 1. H. Rofi Munawar, LC Ketua Delegasi/F-PKS 2. Yoseph Umar Hadi Anggota Delegasi/F-PDIP 3. Sartono Hutomo Anggota Delegasi/F-PD Selama mengikuti persidangan, Delegasi didampingi oleh 1 (satu) orang Sekretaris Delegasi dan 1 (satu) orang Tenaga Ahli BKSAP dari Sekretariat Jenderal DPR-RI C. Visi dan Misi Pengiriman Delegasi Visi 1. Memperkuat peran diplomasi DPR RI di level multilateral; 2. Mewujudkan peran aktif DPR RI dalam mendorong kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara serta mitra kerja OECD; 3. Menerapkan komitmen Indonesia dalam mendukung pembangunan berkelanjutan; Misi 1.
2. 3.
Mendukung kerja sama bilateral yang lebih erat antara Indonesia dengan OECD dalam mendorong pembangunan berkelanjutan, termasuk dalam pembahasan isu-isu ekonomi digital, perpajakan, dan pemberdayaan perempuan; Bertukar pengalaman dan informasi serta menjalin komunikasi yang efektif dengan OECD; Mendukung proses demokratisasi dan meminimalisasi kesenjangan pembangunan antara negara-negara maju dan berkembang.
II. AGENDA SIDANG Agenda Sidang 4th Parliamentary Days dan pembicaranya adalah sebagai berikut: 1. Special Session : Launch of “Financing democracy” (Rolf Alter, Director, OECD Public Governance and Territorial Development) 2. OECD Resources for Parliamenty (Anthony Gooch, Director, OECD Directorate for Public affairs and Communications) 3. World Energy Outlook and next steps after COP21 (Fatih Birol, Executive Director, International Energy Agency) 4. P2P or the “Uberisation of the economy?” (Dirk Pilat, Deputy Director, OECD Directorate for Science, Technology and Innovation) 5. Combating terrorist financing (David Lewis, Executive Secretary, Financial Action Task Force)
2
6. Finance and inclusive growth Christian Kastrop, Director, Policy Studies Branch, OECD Economics Departemen Adrian Blundell-Wignall, Acting Director, Special Advisor to the Secretary General for Financial Markets, OECD Directorate for Financial and Enterprise Affairs 7. Using megatrends to prepare for the future already in the present (Angela Wilkinson, OECD Counsellor for Strategic Foresight)
III. ISI LAPORAN A. Jalannya Persidangan Acara the 4th OECD Parliamentary Days dihadiri oleh 114 orang anggota Parlemen dari 36 negara-negara anggota dan mitra kerja OECD. Dalam pembukaan acara, sekjen OECD Angel Gurria menyampaikan bahwa saat ini pemerintahan dan parlemen-parlemen di banyak negara di dunia mengalami krisis kepercayaan (trust issues) dari masyarakatnya. Krisis ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, ketimpangan pendapatan, korupsi, serta kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara. Karena pentingnya mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, Trust Agenda dijadikan isu utama dalam acara Parliamentary Days tahun ini. OECD menekankan tiga hal utama untuk mengembalikan kepercayaan, yakni: INTEGRITAS, dengan meningkatkan usaha pemberantasan korupsi; PRO RAKYAT, dengan mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan rakyat yang bersifat adil, merata, dan berkelanjutan; serta KEPASTIAN, dimana pemerintah harus mampu meminimalisir ketidakpastian dalam beragam bidang seperti ekonomi dan politik. Dari sisi ekonomi, walau telah delapan tahun berlalu, dampak krisis finansial 2008 masih dapat dirasakan hingga saat ini. Pertumbuhan ekonomi dunia masih berjalan sangat lambat dan tidak seimbang. Jika pada awal mula krisis berfokus di negara maju, kini fokus krisis berpindah ke negara-negara berkembang, terutama Tiongkok. Perdagangan global yang sempat mengalami pertumbuhan, kini mengalami stagnasi dan bahkan menurun sejak 2014 yang terkonsentrasi di negara-negara berkembang. Investasi dan arus kredit masih berjalan lambat, serta tingginya tingkat pengangguran menjadi masalah utama di banyak negara maju terutama di Uni Eropa. Hal ini diperburuk dengan situasi terkini dimana terjadinya ketimpangan pendapatan, belum pulihnya negara-negara yang terkena dampak krisis seperti Yunani, masalah keamanan geopolitik dimana masuknya arus imigran dari Timur Tengah dan konflik di beberapa negara seperti di Ukraina. Banyak negara telah menggunakan beragam cara untuk meningkatkan pertumbuhan, baik dengan kebijakan fiskal maupun moneter. Namun saat ini diperlukan satu cara lagi yakni dengan melakukan perubahan struktural. Negara perlu menciptakan kebijakan yang kokoh, 3
terpadu serta berkelanjutan. Dalam melakukan perubahan struktural, negara dapat meningkatkan kualitas pendidikan, mendorong inovasi, serta melakukan reformasi dalam perpajakan. Jika tahun 2015 disebut sebagai “Year of Policies” dimana negara-negara telah sepakat untuk mengatasi beragam permasalahan global sepeti Sustainable Development Goals dan Climate Change, maka pada 2016 disebut sebagai “Year of Implemetations”, tahun untuk mengimplementasikan kesepakatan yang telah dibuat. Terdapat enam agenda dalam the 4th OECD Parliamentary Days yakni Financing Democracy, World Energy Outlook, Uberisation of Economy, Combatting Terrorist Financing, Finance and Inclusive Growth, dan Megatrends. a.
Special Session: Launch Of "Financing Democracy" OECD’s Launch of “Financing Democracy” bertujuan untuk memahami tentang pengaruh uang pada kebijakan publik dan untuk mencegah kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu. Ada beberapa fokus utama dalam diskusi ini, yakni apa saja risiko terkait dengan pendanaan partai politik dan kampanye pemilu? Apakah regulasi yang ada saat ini mencukupi untuk mengatasi risiko tersebut? Serta apa hubungan antara uang dalam politik dengan kebijakan publik? Ketika pembiayaan partai politik dan kampanye pemilu tidak diatur secara memadai dan tidak transparan, maka akan timbul risiko terjadinya konflik kepentingan antara pejabat yang terpilih dengan pemberi donor. Pengalaman di negara-negara anggota OECD telah membuktikan bahwa terdapat risiko bahwa partai dan/atau kandidat yang terpilih, begitu mengisi posisi di pemerintahan, akan lebih memprioritaskan pihak yang menyumbang dana dibandingkan demi kepentingan publik sehingga akan menimbulkan konflik kepentingan yang akan kian mengurangi kepercayaan publik (trust) terhadap pemerintahan. Riset tersebut juga membuktikan, calon yang merupakan petahana (incumbent), memiliki peluang yang lebih besar untuk terpilih kembali. Dalam hal ini negara juga perlu memastikan bahwa calon tersebut tidak memiliki keistimewaan terutama akses terhadap dana publik yang berisiko disalahgunakan. Turunnya kepercayaan publik kepada pemerintahan merupakan hal yang sangat berbahaya. Kepercayaan merupakan ujung tombak dari pemerintahan yang efektif serta kunci utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan sosial. OECD melakukan riset kepada 34 negara anggota serta 2 negara mitra – Brazil dan India untuk menilai transparansi pendanaan partai politik dan kampanye pemilu, mengidentifikasi celah (loophole) dalam peraturan, serta memberikan saran untuk perbaikan. Alokasi pendanaan partai dan pemilu melalui public funding, pendanaan dari pihak swasta, pembatasan maksimal donasi merupakan beberapa tantangan yang dihadapi negara anggota OECD. 4
Untuk menjamin menjamin terciptanya transparansi dan akuntabilitas, diperlukan pengawasan yang ketat, disertai proses pencatatan baik yang tranparan berupa pemasukan maupun pengeluaran tiap parpol maupun kandidat. Organisasi masyarakat juga dapat didayagunakan sebagai pengawas untuk mencegah terjadinya money politics. b.
World Energy Outlook And Next Steps After Cop21 Sektor energi mengalami perubahan tatanan yang drastis dalam dua tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia yang signifikan, turun dari semula mencapai US$112 pada pertengahan tahun 2014 menjadi dibawah US$30 pada awal tahun 2016. Penurunan harga minyak dunia ini dimanfaatkan oleh beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia untuk mengurangi dan melakukan reformasi subsidi bahan bakar. Penurunan harga juga terjadi di gas alam dan batu bara yang diperkirakan akan tetap rendah seiring perlambatan ekonomi China. Selain itu, revolusi gas dan minyak di Amerika Serikat juga telah menyebabkan perubahan tatanan pasar energi dunia. Berdasarkan prediksi International Energy Agency (IEA), harga minyak dunia akan tetap berada di kisaran $50 per barel sampai 2020, sebelum meningkat secara bertahap ke $85 perbarel di tahun 2040. Prediksi ini didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi global yang melambat, kondisi di Timur Tengah yang belum stabil, dan perubahan kebijakan dari negara-negara OPEC. Rendahnya harga minyak dunia akan menjadi tantangan tersendiri bagi inisiatif pengembangan energi terbarukan, mengingat bahan bakar fosil masih merupakan energi yang paling dapat diandalkan untuk saat ini, terutama di negara-negara berkembang. Teknologi untuk menghasilkan energi terbarukan meniadi semakin kompetitif dalam hal harga terutama di beberapa negara, namun demikian masih diperlukan skema dukungan publik yang besar agar dapat menunjang pengembangan teknologi tersebut. Pada bulan November 2015, 180 negara di seluruh dunia menyepakati Paris Agreement pada Conference of Parties (COP21). Kesepakatan Paris menyebutkan negara-negara dunia berkomitmen menjaga ambang batas kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat celcius. Dalam hal ini, peran dari sektor energi untuk mencapai target tersebut tergolong krusial, karena sektor energi menyumbangkan 2/3 dari emisi gas rumah kaca global saat ini. Selain itu, Paris Agreement juga menyepakati bahwa dunia memerlukan investasi sebesar US$13,5 triliun untuk pengembangan teknologi rendah karbon hingga 2030. Terdapat lima poin penting dalam kesepakatan Paris, yaitu: 1. Upaya mitigasi dengan cara mengurangi emisi untuk mencapai ambang batas kenaikan suhu bumi yang disepakati yakni di bawah 2C dan diupayakan ditekan hingga 1,5 C. 2. Sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi secara transparan.
5
3. Upaya adaptasi dengan memperkuat kemampuan negara-negara untuk mengatasi dampak perubahan iklim. 4. Memperkuat upaya pemulihan akibat perubahan iklim, dari kerusakan. 5. Bantuan dan pendanaan dari negara maju untuk negara berkembang dalam membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Anggota delegasi Indonesia, Bapak Yoseph Umar Hadi menyampaikan intervensi. Beliau menggarisbawahi pentingnya negara-negara dunia untuk mematuhi Paris Agreement yang disepakati dalam COP21 tahun lalu di Paris. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 29 persen (business as usual) dan hingga 41 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Indonesia menekankan pentingnya untuk mempromosikan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Beliau juga menjelaskan bahwa di Indonesia, terdapat banyak sumber energi alternatif yang dapat dimanfaatkan, seperti geothermal, tenaga air, tenaga matahari dan biofuel yang belum dimanfaatkan secara maksimal. c.
Peer To Peer (P2p) Or "Uberisation" Of The Economy “Uberisasi” merupakan istilah yang berkembang di Prancis untuk menjelaskan fenomena baru yang disebut sharing economy. Sharing economy memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menawarkan barang dan jasa melalui platform berbasis internet maupun aplikasi. Kemunculan Uber pada tahun 2009, yang kini merupakan perusahaan start-up termahal di dunia dengan valuasi mencapai US$50 milyar, telah mengubah cara tradisional dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Sharing economy memiliki beberapa kelebihan: setiap orang dapat menghasilkan uang dari asset yang dimiliki (misalnya pemilik kendaraan dapat mencari penghasilan melalui Uber atau pemilik apartemen dapat menyewakan melalui AirBnB); perusahaan kecil kini mampu mengiklankan produknya secara luas dengan biaya murah berkat Internet; dan juga sharing economy lebih ramah lingkungan. Contohnya, dengan semakin banyaknya dan terjangkaunya Uber, masyarakat tidak perlu membeli kendaraan yang menimbulkan polusi. Kehadiran sharing economy juga mengguncang inovasi dan kompetisi di pasar. Taksi tradisional harus mencari cara baru untuk menarik penumpang. Hotel-hotel kini terdesak oleh kehadiran AirBnB yang kini memiliki nilai pasar lebih mahal dari jaringan hotel Hilton. Di sisi lain, konsumenlah yang diuntungkan karena memiliki lebih banyak pilihan. Di sisi lain terdapat juga dampak negatif. Misalnya, rawan terjadinya konflik dengan pelaku usaha tradisional. Banyak terjadi konflik antara pengemudi taksi tradisional dengan pengemudi Uber di berbagai negara. Sharing economy juga menciptakan tantangan lain terutama untuk pembuat kebijakan. Aturan legal, perpajakan, keamanan data, privasi pengguna, dan asuransi, merupakan beberapa tantangan baru yang timbul. 6
Permasalahan pajak juga perlu dipertimbangkan. Pemerintah Perancis pada akhir tahun 2015 berhasil meyakinkan dan bekerja sama dengan Airbnb untuk membayar sejumlah pajak dari ruang/kamar tersewa. Kerjasama pajak antar negara juga diperlukan guna menanggulangi kemungkinan penghindaran pajak yang dilakukan oleh pengusaha yang menggunakan metode Uber. Selain itu kerjasama pajak harus dapat memberikan pembagian pajak secara adil dan berimbang untuk negara tujuan target pasar. d.
Combating Terrorist Financing Salah satu cara untuk mencegah terjadinya aksi terorisme ialah dengan memutus aliran dana yang terindikasi akan digunakan untuk aksi terror. Sebelumnya, negara-negara di dunia lebih berfokus untuk menangkap para pelaku teroris (follow the suspects), namun kini juga difokuskan untuk mencari asal pendanaan (follow the money). Pergeseran dalam pendekatan untuk memerangi terorisme disebabkan karena sudah ada banyak fakta yang ditemukan selama penyelidikan jika sumber dana sering berasal dari akun yang tidak dikenal atau dicurigai dari hasil tindakan illegal. Hal ini sangat penting karena patut dicurigai bagaimana gerakan-gerakan teror yang baru seperti ISIS maupun Boko Haram mampu menjelma menjadi kekuatan yang sangat besar dalam waktu singkat. Dunia perlu mencari tahu siapa dalang utama dibalik mereka terutama yang memberikan bantuan finansial. Karena mustahil ISIS maupun Boko Haram mampu mendanai jaringannya yang begitu luas serta mempersenjatai pasukannya, tanpa memiliki sokongan finansial yang kuat. Untuk mengawasi arus pendanaan teroris, pada tahun 1989 dibentuk Financial Action Task Force (FATF) atas inisiatif negara-negara G7. Tujuan dibentuknya FATF adalah untuk menetapkan standar dan mempromosikan implementasi datam bidang hukum, perundang-undangan, dan operasional yang efektif untuk penanggulangan tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme. FATF melakukan pemonitoran terhadap perkembangan negara-negara dalam mengimplementasikan Rekomendasi FATF; melakukan kajian terhadap teknik-teknik pencucian uang dan pendanaan terorisme serta upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangannya (counter-measures); serta mempromosikan adopsi dan implementasi kepada negara anggota. Untuk memutus aliran dana sebelum mencapai ke teroris, dibutuhkan aturan legislasi yang ketat serta peningkatan kerjasama secara domestik dan internasional. FATF telah bekerjasama dengan banyak organisasi internasional, seperti PBB, IMF, Bank Dunia, serta Bank Sentral negara-negara di seluruh dunia.
e.
Finance And Inclusive Growth Krisis finansial pada 2008 telah membuka mata kita tentang besarnya dampak lembaga keuangan, baik positif maupun negatif. Krisis yang awalnya bermula dari sektor keuangan 7
kemudian menjalar ke beragam aspek yang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sisi baiknya adalah krisis tersebut telah mendorong negara-negara di dunia untuk mereformasi kebijakannya agar krisis tidak berulang. Harga komoditas-komoditas utama eperti bijih besi, tembaga, aluminium, emas dan minyak terus mengalami penurunan yang tajam sejak 2012. Penurunan harga dipicu oleh perlambatan ekonomi dari China yang sangat memengaruhi kinerja ekonomi negaranegara yang bergantung terhadap ekspor seperti Indonesia, Brasil, dan Afrika Selatan. Penurunan tersebut ikut memengaruhi mata uang dari ketiga negara diatas yang mengalami depresiasi yang cukup besar terhadap US$. Untuk kembali meningkatkan pertumbuhan ekonomi, negara-negara di dunia dapat menggunakan mekanisme pendanaan (finance) melalui tiga cara, yakni: 1. Mengalokasikan modal dengan lebih efisien dan professional untuk mencegah krisis finansial 2008 terulang kembali. 2. Memfasilitasi perdagangan internasional. 3. Menerapkan kebijakan moneter yang tepat. OECD melakukan penelitian untuk melihat dampak beragam tipe pendanaan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. OECD menggunakan tiga pengukuran: (i) nilai tambah dari kegiatan pendanaan, (ii) penyaluran kredit bank, dan (iii) kapitalisasi pasar saham. Salah satu hasil penemuan yang menarik adalah pendanaan melalui pasar saham lebih mampu mendorong pertumbuhan daripada pemberian kredit bank. Kenaikan 10 persen kapitalisasi di pasar saham mampu mendorong pertumbuhan sebesar 0,2%. Di sisi lain, dalam jangka panjang, kenaikan 10 persen kredit bank justru menurunkan pertumbuhan sebesar 0,3%. Namun dalam jangka pendek, pemberian kredit baru dapat meningkatkan pertumbuhan hingga titik tertentu. Ketika pemberian kredit melebihi ambang batas (threshold), pemberian kredit justru akan memperlambat pertumbuhan sebagaimana yang terjadi sebelum krisis 2008. Ambang batas kredit tersebut berbeda-beda antar negara tergantung dari struktur keuangan negara bersangkutan, peraturan, serta keterkaitan antar lembaga finansial. Anjloknya pasar saham di Amerika Serikat yang dipicu oleh bangkrutnya Lehmann Brothers menjadi bukti dikarenakan komplek dan saling terkaitnya industri finansial disana. Krisis finansial 2008 dipicu oleh bangkrutnya Lehmann Brothers, salah satu firma investasi terbesar yang merupakan institusi finansial too-big-too-fail (TBTF) dimana kebangkrutan mereka memiliki dampak sangat besar terhadap perekonomian. Pemerintah AS menyalurkan dana bantuan (bail out) untuk mencegah Lehmann Brothers dari kebangkrutan. Namun hal tersebut tetap tidak mampu mencegah runtuhnya pasar finansial, anjloknya harga saham, dan mendorong negara-negara memasuki masa resesi. Kebijakan too-big-too-fail masih menjadi perdebatan. Penelitian OECD menemukan bahwa negara yang menerapkan kebijakan TBTF justru lebih memperburuk pertumbuhan dibanding dengan yang tidak. Bank yang TBTF memiliki kecendrungan untuk mengambil 8
risiko yang lebih besar karena mereka merasa memiliki jaminan bahwa pemerintah akan membantu andaikan terjadi krisis. OECD juga mengidentifikasi bahwa pendanaan melalui obligasi lebih mampu memicu pertumbuhan dibandingkan melalui pemberian kredit bank. Buruknya kualitas kredit bank juga dapat kian memperburuk pertumbuhan. Kita dapat melihat kasus sebelum krisis finansial 2008 meletus di Amerika Serikat dimana bank sangat mudah memberikan pinjaman kepada individu atau organisasi yang memiliki catatan kredit yang buruk. Sebagai kesimpulan, OECD memberikan beberapa rekomendasi langkah-langkah yang dapat dilakukan agar proses financing dapat menghasilkan pertumbuhan yang inklusif. Yang pertama adalah dengan memperkuat kontrol kebijakan makro seperti mencegah terjadi pemberian kredit secara berlebihan serta melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perbankan. Yang kedua adalah dengan mengurangi subsidi terhadap institusi finansial yang too-big-too-fail yang terbukti gagal mencegah krisis 2008. Yang terakhir adalah dengan reformasi perpajakan. Peraturan pajak di banyak negara OECD mendorong perusahaan untuk memperoleh pendanaan melalui hutang, yang memiliki risiko lebih besar, bukan menggunakan saham. Negara dapat melakukan reformasi pajak untuk mengurangi yang disebut debt-bias dimana perusahaan memiliki lebih banyak hutang dibanding saham (high debt to equity ratio). f.
Using Megatrends To Prepare For The Future Already In The Present Dunia saat ini senantiasa berubah secara sangat cepat. Memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan merupakan suatu kemustahilan, namun kita dapat mengamati trend apa saja yang saat ini sedang terjadi untuk memperkirakan perubahan besar apa saja yang akan terjadi di masa mendatang. OECD mendefinisikan Megatrends sebagai suatu trend baru yang besar dan memiliki dampak luas pada beragam aspek kehidupan. OECD mengklasifikasikan Megatrends menjadi lima aspek besar, yang dinamakan sebagai “OECD Five 'P's megatrends framework”: 1. PEOPLE Ketidaksetaraan gender, ketimpangan pendapatan, populasi yang terus bertambah dan kian menua, serta kencangnya laju urbanisasi dimana semakin banyak orang yang pindah dari desa ke kota yang dapat menimbulkan masalah sosial dan ekonomi jika tidak diatasi dengan seksama merupakan beberapa isu utama yang akan dihadapi banyak negara di masa mendatang. 2. PLANET Isu utama berupa perubahan iklim, kerusakan keanekaragaman hayati, kekurangan akses terhadap air bersih (yang memengaruhi 40% penduduk bumi pada 2050), peningkatan kebutuhan akan energi (diperkirakan meningkat 37% pada 2040), serta ketahanan pangan (apakah bumi mampu menyediakan pangan untuk 9 miliar penduduk 9
pada 2050). Melalui COP21, negara-negara di seluruh dunia telah bersepakat bekerja sama untuk mencegah terjadinya kenaikan suhu iklim yang dapat memberikan dampak negatif sangat besar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. 3. PRODUCTIVITY Kekuatan ekonomi mulai bergeser dari barat utara menuju timur selatan, tingginya tingkat pengangguran (1 miliar pencari kerja pada 2025), kejahatan cyber yang makin marak, serta tingginya biaya sosial (biaya kesehatan akan meningkat dua kali lipat seiring makin menuanya populasi) menjadi beberapa isu penting. Negara berkembang seperti Indonesia, India, Brasil akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia dalam beberapa tahun mendatang. Banyak tantangan serta kesempatan yang harus kita hadapi. 4. POLICY Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan (survei mencatat hanya 25% yang percaya pada pemerintahan), tingginya tingkat korupsi (kerugian global mencapai US$1 triliun),dan isu imigran yang masuk ke Eropa akibat krisis di Timur Tengah menjadi isu hangat yang terjadi di negara-negara OECD. 5. PROGRESS Maraknya paham ekstrimisme, mulai timbulnya kesadaran akan lingkungan, serta isu pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. B. Partisipasi Delegasi DPR-RI Terdapat enam agenda dalam the 4thOECD Parliamentary Days yakni Financing Democracy, World Energy Outlook, Uberisation of Economy, Combatting Terrorist Financing, Finance and Inclusive Growth, dan Megatrends. Delegasi Indonesia memberikan sejumlah masukan dan kontribusi dalam beberapa agenda acara. Delegasi DPR RI, bapak Yoseph Umar Hadi menyampaikan bahwa Indonesia tidak luput dari krisis kepercayaan oleh masyarakatnya. Beliau menanyakan kepada forum, langkahlangkah apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan tersebut. OECD menekankan tiga hal utama untuk mengembalikan kepercayaan, yakni: INTEGRITAS, dengan meningkatkan usaha pemberantasan korupsi; PRO RAKYAT, dengan mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan rakyat yang bersifat adil, merata, dan berkelanjutan; serta KEPASTIAN, dimana pemerintah harus mampu meminimalisir ketidakpastian dalam beragam bidang seperti ekonomi dan politik. Sementara itu dalam sesi “World Energy Outlook”, Delegasi Indonesia menggarisbawahi pentingnya negara-negara dunia untuk mematuhi Paris Agreement yang disepakati dalam COP21 tahun lalu di Paris. Indonesia menekankan pentingnya untuk mempromosikan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Dipaparkan pula bahwa di Indonesia terdapat banyak sumber energi alternatif yang belum dimanfaatkan secara maksimal, seperti geothermal, tenaga air, tenaga matahari dan biofuel. 10
Indonesia merupakan satu-satunya perwakilan dari Asia yang menghadiri acara ini. Dengan menyampaikan sejumlah intervensi dalam beberapa agenda, kehadiran Delegasi DPR RI telah ikut memberikan kontribusi dan memperkaya jalannya diskusi serta kian mempererat hubungan antara DPR RI dengan OECD sebagai organisasi internasional yang kerap bekerjasama dengan pemerintah Indonesia.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan partisipasi Delegasi DPR RI ke acara the 4th OECD Parliamentary Days pada tanggal 3-5 Februari 2016, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Delegasi DPR RI telah berpartisipasi aktif dalam berbagai diskusi yang diselenggarakan selama rangkaian acara the 4th OECD Parliamentary Days. Indonesia juga merupakan satu-satunya perwakilan dari Asia yang menghadiri acara ini. 2. Dengan menyampaikan sejumlah intervensi dalam beberapa agenda, kehadiran Delegasi DPR RI telah ikut memberikan kontribusi dan memperkaya jalannya diskusi serta kian mempererat hubungan antara DPR RI dengan OECD sebagai organisasi internasional yang kerap bekerjasama dengan pemerintah Indonesia. B. Saran Dengan adanya sambutan baik dari OECD terhadap partisipasi Delegasi DPR RI, kiranya DPR RI dapat terus berkomitmen untuk mempererat kerja sama dengan OECD dan berpartisipasi aktif dalam acara-acara OECD yang akan datang. V. PENUTUP A. Keterangan Lampiran
Statement of Indonesian Delegation Dokumentasi Foto
B. Kata Penutup Partisipasi Delegasi DPR RI dalam the 4th OECD Parliamentary Days diharapkan dapat mengoptimalkan peran DPR RI dalam second-track diplomacy dan mendukung kerja sama yang lebih erat antara Indonesia dengan OECD. Sebagai tindak lanjut dari kunjungan Delegasi DPR RI, BKSAP juga diharapkan untuk dapat memaksimalkan perannya sebagai Alat Kelengkapan Dewan yang memiliki fungsi untuk membina, menjalin, dan mengembangkan hubungan kerja sama dengan Parlemen negara lain maupun dengan organisasi internasional. Sehubungan dengan banyaknya isu-isu pembangunan 11
berkelanjutan yang didiskusikan dalam OECD, diharapkan agar kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara anggota dan mitra kerja OECD dapat terus dikembangkan, bukan hanya di level eksekutif (G to G), namun juga di level legislatif, dan antar masyarakat. Demikianlah pokok-pokok Laporan Delegasi DPR-RI Sidang the 4th OECD Parliamentary Days di Paris, Perancis yang telah berlangsung pada tanggal 3-5 Februari 2016. Laporan ini dilampiri dengan dokumen terkait lainnya. Saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan untuk melaksanakan tugas yang mulia bagi bangsa dan negara Indonesia. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Maret 2016 Ketua Delegasi DPR RI,
H. Rofi Munawar, Lc A-115
12
13
14
15