KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) BAGI DOSEN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK KESEHATAN DI INDONESIA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2013
363.72 Ind k
Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kurikulum dan Modul Pelatihan STBM bagi Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan di Indonesia - Jakarta : Kementerian Kesehatan RI 2013 ISBN 978-602-235-467-3 1. Judul
I. SANITATION - EDUCATION II. COMMUNITY HEALTH SERVICES
Kata PengaNtar Direktur Jenderal PP&PL Kemenkes
Pemerintah Indonesia melakukan upaya percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi yang layak. Tahun 2005, pendekatan Community-Led Total Sanitation (CLTS) diujicobakan di 6 kabupaten dan selanjutnya direplikasi pada tahun 2006 dan 2007. Hasilnya, pada tahun 2007 ada 680 desa yang telah mendeklarasikan kondisi terbebas dari praktek buang air besar sembarangan (BABS) atau biasa disebut Open Defecation Free (ODF). Ini memperlihatkan bahwa pendekatan subsidi dan penyediaan sarana fisik (hardware), yang sebelumnya dilakukan pemerintah, ternyata tidak mampu menjamin perubahan perilaku masyarakat maupun meningkatkan akses sanitasi. Tahun 2009, pemerintah menekankan perhatian kepada aspek sanitasi dan higiene dengan memasukkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010 – 2014) prioritas 3 bidang kesehatan memprioritaskan upaya preventif dan promotif terpadu melalui peningkatan akses air minum 67% dan sanitasi 75% pada tahun 2014. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam pencapaian target MDGs 2015. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan yang cukup efektif untuk mempercepat akses terhadap sanitasi yang layak melalui perubahan perilaku secara kolektif dan pemberdayaan masyarakat. Saat ini, STBM telah banyak diadopsi oleh berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah di Indonesia seperti Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, WES-UNICEF, WSP-World Bank, IUWASH, High Five, Plan Indonesia, WVI, Simavi, USDP, YPCII, CD Bethesda, Yayasan Dian Desa dan lain-lain. STBM yang mengutamakan pendekatan perubahan perilaku membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hasil studi kerjasama antara Bappenas dan Bank Dunia (2012) menunjukan bahwa dalam jangka pendek, dibutuhkan 12.000
i
tenaga sanitasi profesional, termasuk diantaranya tenaga terdidik yang baru lulus dari universitas (new intake) dan dalam jangka menengah diperlukan tambahan 18.000 tenaga sanitasi profesional. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan berupaya untuk mengintegrasikan program STBM ke dalam sistem pendidikan kesehatan, khususnya pada jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan. Diharapkan para lulusan nantinya akan memiliki keterampilan di bidang pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan perubahan perilaku dan mampu berkontribusi dalam percepatan pencapaian target MDG 7C dan pembangunan kesehatan nasional khususnya untuk memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat mandiri dan berkeadilan. Terima kasih kami sampaikan kepada WSP-World Bank, WES-UNICEF, SHAW-SIMAVI, USDP, Plan Indonesia, IUWASH, High Five, WVI, dan semua pihak yang telah mendukung tersusunnya modul STBM bagi dosen jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan di Indonesia Semoga modul ini bermanfaat. Jakarta, 21 November 2013 Direktur Jenderal PP dan PL
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
ii
Daftar Isi Kata Pengantar Direktur Jenderal PP & PL Kemenkes i Daftar Isi iii BAGIAN 1. KURIKULUM PELATIHAN STBM BAGI DOSEN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKES DI INDONESIA BAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Filosofi Pelatihan 2 BAB II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI 4 A. Peran 4 B. Fungsi 4 C. Kompetensi 4 BAB III. TUJUAN PELATIHAN 5 A. Tujuan Umum 5 B. Tujuan Khusus 5 BAB IV. STRUKTUR PROGRAM 6 BAB V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN 7 BAB VI. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN 18 BAB VII. PESERTA, PELATIH DAN PENGENDALI PELATIHAN 22 A. Peserta 22 B. Pelatih/ Fasilitator/ Instruktur 22 C. Pengendali Pelatihan (Master of Training) 22 BAB VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN 23 A. Penyelenggara 23 B. Tempat Penyelenggaraan 23 BAB IX. EVALUASI 24 BAB X. SERTIFIKAT 26
iii
BAGIAN 2. MODUL PELATIHAN STBM BAGI DOSEN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKES DI INDONESIA Modul MD.1. Kebijakan dan Strategi Nasional STBM 1 Modul MI.1. Konsep Dasar Pendekatan STBM 14 Modul MI.2. Pelaksanaan STBM 41 Modul MI.3. Pemicuan di Komunitas 83 Modul MP.1. Membangun Komitmen Belajar (BLC) 106 Modul MP.2. Rencana Tindak Lanjut (RTL) 120
iv
KURIKULUM
Pelatihan STBM bagi Dosen Jurusan Kesling Poltekes di Indonesia
Bagian 1 KURIKULUM PELATIHAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) BAGI DOSEN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK KESEHATAN DI INDONESIA
2
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut STBM merupakan pendekatan dan paradigma baru pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian pembangunan milenium (MDGs) tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2015. Diharapkan pada tahun 2025, Indonesia bisa mencapai sanitasi total untuk seluruh masyarakat, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia. Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang higiene dan layak. Perubahan perilaku BAB merupakan pintu masuk perubahan perilaku santasi secara menyeluruh. Atas dasar pengalaman keberhasilan CLTS, pemerintah Indonesia menyempurnakan pendekatan CLTS dengan aspek sanitasi lain yang saling berkaitan yang ditetapkan sebagai 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT). Pendekatan STBM terdiri dari tiga komponen yang harus dilaksanakan secara seimbang dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif. Dalam pelaksanaannya, STBM membutuhkan sumber daya manusia terampil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hasil studi kerjasama antara Bappenas dan Bank Dunia (2012) menunjukkan bahwa dalam jangka pendek,
1
dibutuhkan 12.000 tenaga sanitasi profesional, termasuk diantaranya tenaga terdidik yang baru lulus dari institusi pendidikan dan dalam jangka menengah diperlukan tambahan 18.000 tenaga sanitasi profesional1. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan berupaya untuk meningkatkan kompetensi tenaga dosen Politeknik Kesehatan (Poltekes) jurusan kesehatan lingkungan (Kesling) melalui pelatihan-pelatihan yang terakreditasi. Melalui jalur pendidikan, Kemenkes mengintegrasikan pendekatan STBM ke dalam institusi pendidikan kesehatan, khususnya di jurusan Kesehatan Kesling, Poltekes. Sehingga diharapkan para lulusan nantinya akan memiliki keterampilan di bidang pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan perubahan perilaku dalam program-program pemerintah yang menggunakan pendekatan STBM. Untuk melaksanakan upaya penguatan kapasitas pelaksana program STBM melalui jalur pendidikan formal di bidang kesehatan, maka perlu dilakukan pelatihan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) bagi dosen-dosen jurusan Kesling di Poltekes. Diharapkan dosen yang telah dilatih nantinya dapat mengintegrasikan pendekatan STBM ke dalam mata kuliah yang telah disepakati, diantaranya mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan DasarDasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan. Untuk menyelenggarakan pelatihan tersebut, maka perlu disusun Kurikulum dan Modul Pelatihan STBM bagi dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekes. Kurikulum dan modul tersebut selanjutnya dapat dipergunakan sebagai acuan dalam melakukan pelatihan STBM bagi dosen Jurusan Kesling Poltekes di seluruh Indonesia.
B. Filosofi Pelatihan Pelatihan STBM bagi dosen jurusan kesehatan lingkungan di Poltekes ini diselenggarakan dengan menggunakan filosofi pelatihan sebagai berikut : 1. Berorientasi kepada profesionalisme, yaitu : a. Sesuai dengan kemampuan dan keahliannya di bidang kesehatan lingkungan. 1 PT. Qipra Galang Kualita, Sanitation Personnel: Capacity Development Strategy, Final Report of the Sanitation Training and Capacity Study, Jakarta: 2012.
2
2.
3.
4.
5.
b. Sesuai kewenangan dan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) serta tanggung jawab atas pekerjaannya. Prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogi), dimana selama pelatihan peserta berhak untuk : a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya dalam hal pengajaran, pemberdayaan masyarakat, perubahan perilaku, dan STBM. b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya, sejauh berada di dalam konteks pelatihan. c. Diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap proses pembelajaran. d. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk: a. Mendapatkan 1 paket bahan belajar tentang STBM. b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi pembelajaran dengan berbagai metode, melakukan umpan balik, dan menguasai materi STBM. c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya, baik secara visual, auditorial maupun kinestetik (gerak). d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masingmasing tentang STBM, dan saling berbagi pengetahuan maupun pengalaman antar peserta maupun fasilitator. e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka. f. Melakukan evaluasi dan dievaluasi. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk : a. Mengembangkan keterampilannya langkah demi langkah dalam memperoleh kompetensi yang diharapkan. b. Menunjukkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat diukur c. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mencapai kompetensi yang diharapkan pada akhir pelatihan. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk: a. Melakukan experimentasi berbagai kasus dalam menterjemahkan 3 komponen dan 5 pilar STBM. b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu bersama-sama dengan fasilitator.
3
BAB II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI Peserta yang telah menyelesaikan pelatihan ini, mempunyai peran dan fungsi serta kompetensi sebagai berikut :
A. Peran Setelah selesai mengikuti pelatihan ini, maka peserta berperan sebagai dosen jurusan kesling di Poltekes yang memahami pendekatan STBM.
B. Fungsi Dalam melakukan perannya tersebut, maka peserta mempunyai fungsi sebagai dosen jurusan kesling di Poltekes yang dapat mengintegrasikan pendekatan STBM ke dalam mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan.
C. Kompetensi Untuk melaksanakan peran dan fungsi tersebut, maka peserta memiliki kompetensi dalam hal : 1. Menjelaskan kebijakan dan strategi nasional STBM. 2. Menjelaskan konsep dasar pendekatan STBM. 3. Melakukan pelaksanaan STBM. 4. Melakukan pemicuan di komunitas.
4
BAB III. TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum Setelah selesai mengikuti pelatihan ini, peserta mampu memahami konsep dasar dan pelaksanaan STBM untuk diintegrasikan ke dalam mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan.
B. Tujuan Khusus Setelah selesai mengikuti pelatihan ini, peserta mampu : 1. Menjelaskan kebijakan dan strategi nasional STBM. 2. Menjelaskan konsep dasar pendekatan STBM. 3. Melakukan pelaksanaan STBM. 4. Melakukan pemicuan dikomunitas.
5
BAB IV. STRUKTUR PROGRAM Untuk mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan tersebut, maka disusun materi pelatihan dengan struktur program yang terdiri dari materi dasar, materi inti dan materi penunjang dengan jumlah keseluruhan jam pelajaran (JP) sebanyak 34 JP seperti yang tertera pada struktur program sebagai berikut :
No A
MATERI
T
JML
MATERI DASAR 1. Kebijakan dan Strategi Nasional STBM Subtotal A :
2
0
0
2
2
0
0
2
B
MATERI INTI
B
1. Konsep Dasar Pendekatan STBM
2
4
0
6
2. Pelaksanaan STBM
4
6
0
10
3. Pemicuan di Komunitas.
1
3
6
10
7
13
6
26
1. Membangun Komitmen Belajar (BLC)
1
2
0
3
2. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
1
2
0
3
Subtotal C :
2
4
0
6
Total (A+B+C) :
11
17
6
34
Subtotal B : C C
MATERI PENUNJANG
Keterangan : T = Teori ; P = Penugasan ; PL = Praktik Lapangan 1 JP @ 45 menit
6
WAKTU P PL
1. Menjelaskan arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi di Indonesia,
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
1. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di Indonesia a. Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan sanitasi, b. Arah kebijakan dan strategi STBM.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
• CTJ • Curah Pendapat
Metode
• Bahan tayang (slide ppt), • LCD projector, • Komputer / laptop, • Modul.
Media dan Alat Bantu
7
• Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Sanitasi, Jakarta: 2003, • Setneg RI, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, Jakarta: 2005, • Depkes RI, Kepmenkes No. 852/2008, tentang Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008,
Referensi
Nomor : MD.1 Judul Materi : Kebijakan dan Strategi Nasional STBM Waktu : 2 JP (T=2 jp; P=0 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan dan strategi nasional STBM.
BAB V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
2. Peran dan Strategi STBM a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C, b. Strategi STBM, c. Pemetaan peran dan tanggung jawab stakeholder di masingmasing tingkatan.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
2. Menjelaskan peran dan strategi STBM.
• CTJ • Curah Pendapat
Metode • Bahan tayang (slide ppt), • LCD projector, • Komputer / laptop, • Modul.
Media dan Alat Bantu
• Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008, • Setneg RI, Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta: 2009, • Kemenkes RI, Renstra 20102014, Jakarta: 2010, • Kemenkes RI, Buku Profil Program Penyehatan Lingkungan Ditjen P2PL, Jakarta: 2013. Update STBM, www.stbmindonesia.org.
Referensi
8
1. Pengertian STBM a. Pengertian STBM, b. Tujuan STBM, c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi, d. Konsep STBM.
2. Tiga Komponen Pokok STBM a. Peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi, b. Peningkatan penyediaan/suplai sanitasi, c. Penciptaan lingkungan yang kondusif.
2. Menjelaskan komponen STBM,
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1. Menjelaskan pengertian STBM,
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
• Bahan tayang (slide ppt), • LCD projector, • Komputer / laptop, • Flipchart, • Spidol, • Meta plan, • Kain tempel, • Modul.
• CTJ • Putar film • Curah Pendapat
• CTJ • Curah Pendapat
Media dan Alat Bantu
• Bahan tayang (slide ppt / film), • LCD projector, • Komputer/ laptop, • Flipchart, • Spidol, • Meta plan, • Kain tempel, • Modul.
Metode
9
• Kar, Kamar, Working Paper 184, Subsidy or Self-Respect? Total Community Sanitation in Bangladesh, Institute for Development Studies, September 2003. • Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film Awakening Change, Community Led Total Sanitation in Indonesia, Jakarta: 2006, • Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta: 2009,
Referensi
Nomor : MI.1 Judul Materi : Konsep Dasar Pendekatan STBM Waktu : 6 JP (T=2 jp; P=4 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami konsep dasar STBM.
4. Prinsip-Prinsip STBM a. Tanpa subsidi, b. Masyarakat sebagai pemimpin, c. Tidak menggurui / memaksa, d. Totalitas seluruh komponen masyarakat.
5. Pilar Perubahan Perilaku STBM dan Tangga Perubahan Perilaku a. Tangga Sanitasi, b. Tangga perubahan perilaku visi STBM.
5.Menjelaskan pilar perubahan perilaku pada STBM dan tangga Perubahan Perilaku.
3. Lima Pilar STBM a. Pengertian, b. Penyelenggara Pelaksanaan 5 Pilar STBM, c. Manfaat Pelaksanaan 5 pilar STBM, d. Tujuan Pelaksanaan 5 pilar STBM.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
4. Menjelaskan Prinsip-Prinsip STBM,
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) 3. Menjelaskan lima pilar STBM,
• CTJ • Curah Pendapat • Diskusi
• Diskusi • Penugasan • Tanya jawab
• CTJ • Curah Pendapat
Metode
• Bahan tayang (slide ppt), • LCD projector, • Komputer / laptop, • Flipchart, • Spidol, • Meta plan, • Kain tempel, • Panduan diskusi kelompok, • Modul.
• Bahan tayang (slide ppt), • LCD projector, • Komputer / laptop, • Flipchart, • Spidol, • Meta plan, • Kain tempel, • Modul. • Bahan tayang (slide ppt), • LCD projector, • Komputer / laptop, • Flipchart, • Spidol, • Meta plan, • Kain tempel, • Panduan penugasan, • Modul.
Media dan Alat Bantu
10
• Kemenkes RI, Modul Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman, Dit. PL, Jakarta: 2012, • Kemenkes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional, Jakarta: 2012, • Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013, Update STBM, www. stbm-indonesia.org, Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23, www.ampl. or.id.
Referensi
1. Menjelaskan konsep dasar pemicuan,
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
1. Konsep Dasar Pemicuan a. Pengertian pemicuan, b. Maksud dan tujuan pemicuan, c. Tahapan kegiatan pemicuan.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
• • CTJ Pemutaran film
Metode
• • • • • • •
•
Bahan tayang (slide ppt/ film), LCD projector, Komputer / laptop, Flipchart, Spidol, Meta plan, Kain tempel, Modul.
Media dan Alat Bantu
11
• WSP, Film Memicu Perubahan Menuju Sanitasi Total di Maharashta, India, New Delhi: 2004, • Depkes RI, Film Tahapan Pemicuan CLTS, Kenongo, Jakarta: 2005,
Referensi
Nomor : MI.2 Judul Materi : Pelaksanaan STBM Waktu : 10 JP (T=4 jp; P=6 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pelaksanaan STBM di komunitas.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan 2. Pra-Pemicuan a. Persiapan teknis dan logistik untuk menciptakan suasana yang kondusif sebelum pemicuan, b. Observasi kebiasaan PHBS masyarakat, c. Persiapan pemicuan : penyusunan jadwal, pemilihan lokasi, dll., d. Instrumen pendukung untuk melaksanakan proses pemicuan di komunitas.
3. Langkah-Langkah Pemicuan : a. Alur penularan penyakit (diagram F), b. Alat-alat utama dalam penerapan penilaian kondisi desa secara partisipatif, c. Elemen pemicuan dan faktor penghambat pemicuan, d. Yang boleh dan tidak boleh dalam pemicuan.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) 2. Merencanakan Pemicuan,
3. Melakukan langkah- langkah pemicuan menggunakan metode CLTS,
CTJ Diskusi kelompok Simulasi
• • •
•
CTJ Diskusi kelompok Simulasi
• •
Metode
•
•
• • • • • • •
•
•
•
• • • • • • •
•
Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, Komputer / laptop, Flipchart, Spidol, Meta plan, Kain tempel, Lembar panduan diskusi kelompok, Lembar panduan Simulasi, Modul.
Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, Komputer / laptop, Flipchart, Spidol, Meta plan, Kain tempel, Lembar panduan diskusi kelompok, Lembar panduan Simulasi, Modul.
Media dan Alat Bantu
12
• Depkes RI, Modul Pelatihan Stop BABS, Dit. PL, Jakarta: 2008 • Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013. • Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: 2013.
Referensi
5. Menjelaskan kegiatan paska pemicuan.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) 4. Mempraktekkan alat alat dengan metode CLTS,
5. Kegiatan Paska Pemicuan : a. Tangga sanitasi untuk 5 pilar STBM, b. Penyediaan suplai sanitasi dan pemasaran sanitasi, c. Membangun komitmen masyarakat dengan menuangkan ke dalam RTL, d. Pendampingan dan monitoring, e. Promosi PHBS yang berkelanjutan.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan 4. Alat-alat Pada Metode CLTS Simulasi
CTJ Diskusi kelompok
•
• •
Metode
•
• • • • • • •
•
•
• • • • • • •
•
Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, Komputer / laptop, Flipchart, Spidol, Meta plan, Kain tempel, Lembar panduan diskusi kelompok, Modul.
Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, Komputer / laptop, Flipchart, Spidol, Meta plan, Kain tempel, Lembar panduan Simulasi, Modul.
Media dan Alat Bantu
Referensi
13
2. Pemicuan di masyarakat
3. Diskusi pleno dengan masyarakat
3. Melakukan diskusi pleno dengan masyarakat,
1. Persiapan Pemicuan di Masyarakat a. Persiapan lapang, b. Pembentukan kelompok, praktek kerja lapang / tim pemicu, c. Penyiapan alat dan bahan, d. Penyusunan strategi (panduan praktek lapang) dan simulasi kelompok.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
2. Melakukan pemicuan di masyarakat,
1. Melakukan persiapan pemicuan di masyarakat,
Setelah mengikuti materi ini peserta latih mampu:
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Praktik
CTJ Curah pendapat Diskusi
•
• • •
CTJ Diskusi Kelompok
• •
Metode
•
•
•
•
•
• • • • •
Flipchart, Spidol, Meta plan, Kain tempel, Alat-alat dan bahan untuk pemicuan, Data dasar kondisi lokasi yang akan dipicu, Lembar panduan diskusi, Lembar panduan observasi, Panduan pemicuan/ praktik, Format Laporan PKL,
Media dan Alat Bantu
•
14
Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: 2013.
Referensi
Nomor : MI.3 Judul Materi : Pemicuan d Komunitas. Waktu : 10 JP (T=1 jp; P=3 jp; PL=6 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pemicuan di komunitas.
5. Evaluasi Hasil Pemicuan
5. Melakukan evaluasi terhadap proses pemicuan yang telah dilaksanakan.
Penulisan laporan
Tanya jawab Diskusi Umpan Balik
•
• • •
Metode
•
•
• Laporan temuan lapangan / PKL, Lembar evaluasi pemicuan, Modul.
Media dan Alat Bantu
Referensi
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1. Perkenalan
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Mengenal sesama warga pembelajar pada proses pelatihan,
•
Bahan tayang (slide ppt), Flipchart,
• CTJ • Curah pendapat
•
Media dan Alat Bantu
Metode
Referensi
Nomor : MP.1 Judul Materi : Membangun Komitmen Belajar (BLC) Waktu : 3 JP (T=1 jp; P=2 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar dalam rangka menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif selama proses pelatihan berlangsung.
4. Laporan Hasil Pemicuan
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
4. Menyusun laporan hasil pemicuan di masyarakat,
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
15
5. Kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas
5. Merumuskan kesepakatan bersama tentang kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas, 6. Membentuk organisasi kelas.
6. Organisasi kelas
4. Norma kelas dalam pembelajaran
3. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan 2. Pencairan (ice breaking)
4. Merumuskan kesepakatan norma kelas yang harus dianut oleh seluruh warga pembelajar selama pelatihan berlangsung selama pelatihan berlangsung,
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) 2. Menyiapkan diri untuk belajar bersama secara aktif dalam suasana yang kondusif, 3. Merumuskan harapanharapan yang ingin dicapai bersama baik dalam proses pembelajaran maupun hasil yang ingin dicapai di akhir pelatihan,
• Diskusi kelompok
• CTJ • Curah pendapat • Diskusi kelompok
• CTJ • Curah pendapat • Diskusi kelompok
• CTJ • Curah pendapat • Diskusi kelompok
• Permainan
Metode
•
•
• • • •
Spidol, Meta plan, Kain tempel, Jadwal dan alur pelatihan, Norma/tata tertib standar pelatihan, Panduan permainan.
Media dan Alat Bantu
16
• Munir, Bederal, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu Perilaku, Jakarta : 2001, • Depkes RI, Kumpulan Games dan Energizer Pusdiklat Kesehatan, Jakarta: 2004, • LAN RI dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika Kelompok, Jakarta: 2010.
Referensi
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menyusun rencana program pembelajaran (RPP) dengan melengkapi pendekatan STBM ke dalam mata kuliah Promosi Kesehaan, Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan. 2. Menyajikan RTL
2. Penyajian RTL
1. Ruang Lingkup RTL: Penyusunan RPP untuk melengkapi pendekatan STBM ke dalam mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
•
• • Latihan, Diskusi kelompok, Pleno (penyajian RPP).
Metode
• • •
Kain tempel, Lembar RPP LCD Projector
Media dan Alat Bantu
17
Kemkes RI, Kurikulum Program D3 dan D4 Jurusan Kesehatan Lingkungan, Jakarta: 2010.
Referensi
Nomor : MP.2 Judul Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL) Waktu : 3 JP (T=1 jp; P=2 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut proses belajar mengajar dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan STBM.
BAB VI. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN PEMBUKAAN PRE TEST
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
E V A L U A S I
Wawasan 1. Kebijakan dan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) METODE: CTJ, curah pendapat
Pengetahuan dan Keterampilan 1. Konsep Dasar STBM 2. Pelaksanaan STBM 3. Pemicuan di Komunitas METODE : CTJ, Curah Pendapat, Diskusi, Simulasi, Role Play, Penugasan, Praktik, Pemutaran Film.
PRAKTIK KERJA LAPANGAN RENCANA TINDAK LANJUT POST TEST PENUTUPAN
18
Rincian rangkaian alur proses pelatihan sebagai berikut: 1. Pembukaan Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut: a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan dan penjelasan program pelatihan. b. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang perlunya pelatihan dan dukungannya terhadap program STBM. c. Perkenalan peserta secara singkat. 2. Pelaksanaan Pre-Test Pelaksanaan pre-test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman awal peserta terhadap materi yang akan diberikan pada proses pembelajaran. 3. Membangun Komitmen Belajar Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti proses belajar mengajar selanjutnya dan menciptakan komitmen terhadap norma-norma kelas yang disepakati bersama oleh seluruh peserta serta membentuk struktur kelas sebagai penghubung antara peserta, MOT, dan panitia penyelenggara. Kegiatannya antara lain: a. Penjelasan oleh pelatih tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan dalam materi membangun komitmen belajar. b. Perkenalan antara peserta dan para pelatih dan panitia penyelenggara pelatihan, dan juga perkenalan antar sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta terlibat secara aktif. c. Mengemukakan kebutuhan/harapan, kekhawatiran dan komitmen masing-masing peserta selama pelatihan.
18 19
d. Kesepakatan antara para pelatih, penyelenggara pelatihan dan peserta dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas, kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya. 4. Pengisian Wawasan Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini, sebagai berikut adalah: Kebijakan dan Strategi Pembangunan Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). 5. Pemberian Pengetahuan dan Keterampilan Pemberian materi keterampilan dari proses pelatihan mengarah pada kompetensi keterampilan yang akan dicapai oleh peserta. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan serta aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu metode ceramah tanya jawab, studi kasus, diskusi kelompok, bermain peran, tugas baca, simulasi, presentasi, dan latihan- latihan tentang konsep dasar dan fasilitasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dengan menggunakan kurikulum dan modul pelatihan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat untuk dosen jurusan Kesling, Poltekes di Indonesia. 6. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang Tujuan dari Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang ini adalah agar peserta mampu menerapkan peran dan fungsinya sebagai dosen jurusan Kesling di Poltekes yang dapat mengintegrasikan pendekatan STBM ke dalam mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan.
20
7. Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap hari dengan cara melakukan review terhadap kegiatan proses pembelajaran yang sudah berlangsung sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya. Proses umpan balik juga dilakukan dari pelatih ke peserta berdasarkan penjajagan awal melalui pre-test, pemetaan kemampuan dan kapasitas peserta, penilaian penampilan peserta, baik di kelas maupun di lapangan. 8. Rencana Tindak Lanjut (RTl) Masing-masing peserta menyusun rencana tindak lanjut hasil pelatihan berupa rencana melakukan proses belajar mengajar dan mengevaluasi mata kuliah integrasi peningkatan kebutuhan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di kampus masing-masing. 9. Post-Test Post-test dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta dapat menyerap materi selama pelatihan. Selain post-test, dilakukan evaluasi kompetensi yaitu penilaian terhadap kemampuan yang telah didapat peserta melalui penugasanpenugasan dan praktik lapang. 10. Penutupan Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan masukan dari peserta ke penyelenggara dan pelatih untuk perbaikan pelatihan yang akan datang. Dalam penutupan dilakukan laporan hasil evaluasi penyelenggaraan pelatihan termasuk terhadap fasilitator, narasumber, peserta maupun penyelenggara sendiri oleh ketua panitia penyelenggara. Selanjutnya pelatihan ditutup dengan resmi oleh pejabat yang berwenang.
21
BAB VII. PESERTA, PELATIH & PENGENDALI PELATIHAN A. Peserta 1. Kriteria Peserta: -
Dosen mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan, - Berbasis pendidikan minimal D3 Kesling. 2. Jumlah Peserta Jumlah peserta dalam satu kelas maksimal 30 orang.
B. Pelatih/ Fasilitator/ Instruktur Pelatih adalah tim pelatih/ fasilitator STBM dari Kementerian Kesehatan dan praktisi STBM dari berbagai instansi dan proyek pendukung STBM, dengan memenuhi salah satu kriteria berikut ini: a. Memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman serta terlibat dalam kegiatan STBM. b. Memiliki pengalaman menjadi pelatih untuk STBM. c. Widyaiswara sesuai dengan bidang keahlian yang dimilikinya. d. Pejabat struktural yang membidangi sanitasi dan penyehatan lingkungan.
C. Pengendali Diklat (Master Of Training) Pengendali diklat adalah orang yang mengatur proses kegiatan pelatihan dari awal sampai akhir pelaksanaan pelatihan. Persyaratan: a. b. c. d. e.
22
Mengetahui program STBM, Merancang kerangka acuan, Menguasai materi secara garis besar, Pernah mengikuti pelatihan MOT, atau Pernah mengikuti Training of Trainer (TOT).
BAB VIII. PENYELENGGARA & TEMPAT PENYELENGGARAAN
A. Penyelenggara Penyelenggara pelatihan STBM bagi dosen jurusan Kesling, Poltekes, adalah: 1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, Badan PPSDM Kesehatan, 2. Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Badan PPSDM Kesehatan, 3. Balai Pelatihan Kesehatan Nasional, Badan PPSDM Kesehatan, 4. Balai Pelatihan Kesehatan di tingkat Provinsi.
B. Tempat Penyelenggaraan Tempat penyelenggaraan pelatihan akan dilaksanakan pada lokasilokasi dimana program STBM berada.
23
BAB IX. EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan dalam pelatihan ini meliputi : 1. Evaluasi terhadap peserta melalui : a. Penjajagan awal melalui pre-test, b. Pemahaman peserta terhadap materi yang telah diterima (post-test), c. Evaluasi kompetensi yaitu penilaian terhadap kemampuan yang telah didapat peserta melalui penugasan-penugasan dan praktik lapang. 2. Evaluasi terhadap pelatih/ fasilitator/ narasumber Evaluasi terhadap pelatih/ fasilitator/ narasumber ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh penilaian yang menggambarkan tingkat kepuasan peserta terhadap kemampuan pelatih dalam menyampaikan pengetahuan dan atau keterampilan kepada peserta dengan baik, dapat dipahami dan diserap oleh peserta, yang meliputi:
24
1.
Penguasaan materi,
2.
Ketepatan waktu memulai dan mengakhiri pembelajaran,
3.
Sistematika penyajian materi,
4.
Penggunaan metode dan alat bantu pembelajaran,
5.
Empati, gaya dan sikap terhadap peserta,
6.
Penggunaan bahasa dan volume suara,
7.
Pemberian motivasi belajar kepada peserta,
8.
Pencapaian Tujuan Pembelajaran (TPU/TPK),
9.
Kesempatan tanya jawab,
10. Kemampuan menyajikan, 11. Kerapihan berpakaian, 12. Kerjasama antar Tim Pengajar. 3. Evaluasi terhadap penyelenggaraan pelatihan Evaluasi terhadap penyelenggaraan pelatihan dilakukan oleh peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Obyek evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis, yang meliputi: a. Tujuan pelatihan, b. Relevansi program pelatihan dengan tugas, c. Manfaat setiap materi bagi pelaksanaan tugas peserta di tempat kerja, d. Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi, e. Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan, f. Pelayanan sekretariat panitia terhadap peserta, g. Pelayanan akomodasi dan lainnya, h. Pelayanan konsumsi, i.
Pelayanan komunikasi dan informasi.
25
BAB X. SERTIFIKAT
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, kepada setiap peserta yang telah mengikuti pelatihan dengan ketentuan kehadiran 95 % dari keseluruhan jumlah jam pelatihan (34JP), dan dinyatakan lulus berdasarkan hasil evaluasi pelatihan akan diberikan sertifikat yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI dengan angka kredit 1 (satu) yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang atas nama Menteri Kesehatan dan oleh panitia penyelenggara.
26
MODUL
Pelatihan STBM bagi Dosen Jurusan Kesling Poltekes di Indonesia
BAGIAN 2 MODUL PELATIHAN STBM BAGI DOSEN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK KESEHATAN DI INDONESIA
Modul MD.1. Kebijakan dan Strategi Nasional STBM I. DESKRIPSI SINGKAT
1
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
2
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
2
IV. BAHAN BELAJAR 2 V. METODE PEMBELAJARAN
3
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
3
VII. URAIAN MATERI 4 POKOK BAHASAN 1: ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI DI INDONESIA 4 a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
4
b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM
5
POKOK BAHASAN 2: PERAN DAN STRATEGI STBM 6 a. Peran STBM dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs Tujuan 7C
6
b. Strategi STBM 7 c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder di Masing-Masing Tingkatan
10
VIII. REFERENSI 13
30
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
MODUL MD.1.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT I. DESKRIPSI SINGKAT Modul Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ini disusun untuk membekali peserta agar dapat memahami kebijakan dan stategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dalam kaitannya dengan keberhasilan pembangunan kesehatan manusia Indonesia. STBM merupakan pendekatan dan paradigma pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang saniter dan layak. STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2015. Selanjutnya, pada tahun 2025, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki akses sanitasi dasar yang layak dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kesehariannya, sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia 2005-2025. Pendekatan STBM terdiri dari tiga komponen yang harus dilaksanakan secara seimbang dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif. Penerapan STBM dilakukan dalam naungan 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
1
(CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan dan strategi nasional STBM. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menjelaskan arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi di Indonesia, 2. Menjelaskan peran dan strategi STBM.
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1: Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di Indonesia a. Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan sanitasi. b. Arah kebijakan dan strategi STBM. B. Pokok Bahasan 2: Peran dan Strategi STBM a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C. b. Strategi STBM. c. Pemetaan peran dan tanggung jawab stakeholder di masingmasing tingkatan.
IV. BAHAN BELAJAR Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, komputer / laptop, dan modul.
2
| KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
V. METODE PEMBELAJARAN CTJ dan curah pendapat.
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 2 jam pelajaran (T= 2 jp, P= 0 jp, PL= 0 jp) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh peserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: A. Langkah 1: Pengkondisian (20 menit) 1. Perkenalkan diri dan tawarkan untuk memulai dengan pencairan suasana. 2. Sampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan, metode dan waktu yang digunakan untuk pembahasan, 3. Gali pendapat peserta tentang kebijakan STBM dan mendiskusikannya. Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif, 4. Berdasarkan pendapat peserta, fasilitator menjelaskan tentang kebijakan STBM. B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (60 menit) 1. Sampaikan pokok bahasan: • Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di Indonesia. • Peran dan Strategi STBM. 2. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan halhal yang kurang jelas, dan berikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta. 3. Berikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar peserta juga terjadi diskusi dan interaksi yang baik.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
3
C. Langkah 3: Rangkuman (10 menit): 1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain. 2. Minta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah disediakan. 3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tercapainya TPU dan TPK sesi ini.
VII. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI DI INDONESIA a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat terwujud. Selanjutnya dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes) Tahun 2010-2014 yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.HK.03.01/160/1/2010 ditetapkan bahwa Visi Kemenkes adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Adapun Misi Kemenkes adalah : 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani; 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
4
| KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan kesehatan, khususnya bidang air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Berdasarkan hasil studi Indonesian Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, sebanyak 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar sembarangan. Lebih lanjut berdasarkan studi Basic Human Services di Indonesia, kurang dari 15% penduduk Indonesia yang mengetahui dan melakukan cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu kritis. Kondisi ini berkontribusi terhadap tingginya angka diare yaitu 423 per seribu penduduk pada tahun 2006 dengan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52. Untuk memperbaiki capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Untuk itu, pemerintah merubah pendekatan pembangunan sanitasi nasional dari pendekatan sektoral dengan penyediaan subsidi perangkat keras yang selama ini tidak memberi daya ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi, menjadi pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan perilaku higienis. Pada tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation (CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten. Pada tahun 2006, ujicoba ini telah berhasil menciptakan 160 desa bebas buang air besar sembarangan (open defecation free-ODF), sehingga pada tahun 2006, pemerintah mencanangkan gerakan sanitasi total dan kampanye cuci tangan pakai sabun nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF dan pada tahun 2008 pemerintah menetapkan kebijakan nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 852/MENKES/SK/IX/2008. b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
5
masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan STBM memiliki indikator outcome dan indikator output. Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut : a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (SBS). b. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga. c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar. d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar. e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar. POKOK BAHASAN 2. PERAN DAN STRATEGI STBM a. Peran STBM dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs Tujuan 7C STBM adalah pendekatan yang digunakan dalam program nasional pembangunan sanitasi di Indonesia yang dipilih untuk: memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses sanitasi dasar yang layak dan berkesinambungan. Komitmen pemerintah tersebut tercantum dalam pencapaian target pembangunan millennium (Millenium Development Goal), khususnya target 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2015. Komitmen pemerintah terkait sanitasi lainnya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
6
| KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
Panjang Nasional (RPJPN) adalah sanitasi total untuk seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2025. Kontribusi STBM dalam MDGs, terlihat pada tabel di bawah:
Goal 7
Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup Menurunkan hingga separuhnya proporsi rumah tangga
Target tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan 10 berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015 Baseline 1993
INDIKATOR
Capaian 2010*)
Target MDGs 2015
Proposi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak (Kota dan Desa)
Kota
50.58% 50.58%
42.51%
75.29%
Desa
31.61%
45.85%
65.81%
Total
37.73%
44.19%
68.87%
Proposi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak (Kota dan Desa)
Kota
53.64%
72.78%
76.82%
Desa
11.10%
38.50%
55.55%
Total
24.81%
55.54%
62.41%
*) BPS, Susenas Tabel 1: Tujuan MDG
b. Strategi STBM Untuk mencapai kondisi sanitasi total, STBM memiliki 6 strategi, yaitu : 1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment)
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
7
Prinsip : • Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnnya dalam meningkatkan perilaku higienis dan saniter. Pokok Kegiatan : • Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya secara berjenjang, • Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah, • Meningkatkan kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan swasta. 2. Peningkatan kebutuhan (demand creation) Prinsip : • Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukung terciptanya sanitasi total. Pokok Kegiatan : • Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan dan pelaksanaan sosialisasi pengembangan kebutuhan, • Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan buruk sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan perilaku komunitas, • Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan biaya sarana sanitasi yang sehat. • Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat, • Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total. 3. Peningkatan penyediaan suplai (supply improvement) Prinsip :
8
| KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
•
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pokok Kegiatan : • Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan sarana sanitasi, • Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi, lembaga keuangan dan pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi, • Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi untuk pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna. 4. Pengelolaan pengetahuan (knowledge management) Prinsip : • Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran sanitasi lokal. Pokok Kegiatan : • Mengembangkan dan mengelola pusat data dan informasi, • Meningkatkan kemitraan antar program-program pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam peningkatan pengetahuan dan pembelajaran sanitasi di Indonesia, • Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dalam kurikulum pendidikan. 5. Pembiayaan Prinsip : • Meniadakan subsidi untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar. Pokok kegiatan : • Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri, • Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong),
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
9
•
Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi komunal. 6. Pemantauan dan evaluasi Prinsip : • Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi. Pokok kegiatan : • Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh masyarakat, • Pemerintah daerah mengembangkan sistem pemantauan dan pengelolaan data, • Mengoptimumkan pemanfaatan hasil pemantauan dari kegiatan-kegiatan lain yang sejenis, • Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem pemantauan berjenjang. Dari 6 (enam) strategi tersebut, 3 (tiga) strategi pertama merupakan strategi utama dalam pelaksanaan STBM. Tiga strategi ini disebut Komponen Sanitasi Total. c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder di Masing-Masing Tingkatan STBM dilakukan di semua tingkatan dengan memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi, sehingga keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM dapat tercapai.
10
| KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
Persiapan STBM Tingkat Pusat
1. Riset pasar tingkat provinsi dan kajian terhadap lingkungan pendukung pada 1. Penyiapan NSPK (Norma, Standar, kabupaten/kota Pedoman, Kriteria) sasaran 2. Advokasi dan 2. Membangun strategi komunikasi ke pemasaran kemitraan pemerintah daerah dan kebijakan 3. Menggali potensi bekerjasama dengan pembiayaan stakeholder provinsi 4. Mengembangkan 3. Mengidentifikasi peningkatan kapasitas berbagai pilihan institusi 5. Mengembangkan sistem pembiayaan bersama pemantauan, evaluasi dan kabupaten/kota dalam pengelolaan pengetahuan pengelolaan anggaran
Persiapan STBM Tingkat Provinsi
Tahapan pelaksanaan STBM :
Pelaksanaan Tingkat Kabupaten/ Kota dan Kecamatan
1. Advokasi dan sosialisasi program STBM kepada stakeholder kecamatan 2. Menyusun rencana dan implementasi komunikasi perubahan perilaku 3. Membangun kemampuan penyediaan/ suplai lokal untuk melaksanakan strategi pemasaran yang dipilih 4. Mengakomodasi permintaan masyarakat dalam proses STBM 5. Membangun kapasitas kabupaten/kota dan kecamatan untuk mengimplementasikan rencana pelaksanaan, pemantauan dan pengelolaan pengetahuan, termasuk pemantauan dan verifikasi akses sanitasi sesuai indikator (contoh:verifikasi SBS untuk pilar 1)
Persiapan STBM Tingkat Kabupaten/ Kota
1. Advokasi kepada pemerintah kabupaten/ kota dengan melibatkan SKPD terkait dan kecamatan 2. Penyusunan strategi pengelolaan program STBM kabupaten/kota meliputi, komitmen, rencana aksi, segmentasi/ zoning/clustering/ pentahapan rencana penerapan strategi pemasaran, rencana pemantauan, pengelolaan bantuan dan rencana strategi pelaksanaan, pemantauan, rencana pengelolaan bantuan, rencana pengelolaan pengetahuan serta anggaran 1-5 tahun 3. Bersama instasi kecamatan mengidentifikasi dan mulai melaksanakan mekanisme pemicuan berdasarkan kepeminatan
11
Tabel 2: Tahapan Pelaksanaan STBM
1. Memfasilitasi pengelolaan pengetahuan dan pemantauan lintas kabupaten/kota 2. Advokasi dalam rangka perluasan dan pengembangan program
Pelaksanaan - Tingkat Pusat dan Provinsi
1. Pelaksanaan peningkatan permintaan selaras dengan pemicuan di masyarakat 2. Pelaksanaan rencana pemantauan - mengenalkan metode pemantauan partisipatif oleh masyarakat melalui pemicuan 3. Mengoperasikan sistem verifikasi sesuai indikator masing-masing pilar
Pelaksanaan - Tingkat Kecamatan dan desa/ kelurahan
Tugas dan fungsi pemangku kebijakan (stakeholder) dalam menfasilitasi penyelenggaraan STBM di setiap tingkatan, digambarkan pada bagan dibawah: Tugas dan Fungsi Pusat Tugas dan Fungsi Provinsi
Tugas dan Fungsi Kabupaten
Tugas dan Fungsi Kecamatan
Tugas dan Fungsi Puskesmas/Mitra LSM di tingkat masyarakat Gambar 1: Tupoksi STBM a. Advokasi kebijakan program, penggalian pendanaan, koordinasi dan penyediaan bantuan teknis b. Penyiapan NSPK, modul pelatihan, sistem monitoring dan evaluasi a. Advokasi program, pendanaan dan koordinasi b. Menyapkan panel pelatih master STBM provinsi c. Pemantauan dan fasilitasi pembelajaran d. Bekerjasama dengan lembaga riset pasar untuk mengembangkan strategi pemasaran & komunikasi perubahan perilaku
12
a. Mengelola dan memantau program b. Advokasi dan komunikasi kepada Bupati/ DPRD untuk pendanaan dan dukungan program. c. Mengorganisir pelatihan fasilitator STBM d. Memfasilitasi wirausaha sanitasi melayani konsumen warga ekonomi rendah. a. Memicu masyarakat & melakukan pendampingan tindak lanjut pasca pemicuan. b. Memantau, melaporkan data secara regular ke kabupaten, verifikasi ODF. c. Melakukan fasilitasi kepada masyarakat dalam memilih teknologi sanitasi. d. Melakukan fasilitasi di antara masyarakat yang dipicu dan wirausaha sanitasi
| KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
VIII. REFERENSI 1. Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Sanitasi, Jakarta: 2003, 2. Setneg RI, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, Jakarta: 2005, 3. Depkes RI, Kepmenkes No. 852/2008, tentang Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008, 4. Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008, 5. Setneg RI, Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta: 2009, 6. Kemenkes RI, Renstra 2010-2014, Jakarta: 2010, 7. Kemenkes RI, Buku Profil Program Penyehatan Lingkungan Ditjen P2PL, Jakarta: 2013. 8. Update terkait STBM juga dapat diakses melalui www.stbmindonesia.org
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
13
Konsep Dasar Pendekatan STBM
MODUL MI.1.
Modul MI.1. : KONSEP DASAR PENDEKATAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)
Modul MI.1. Konsep Dasar Pendekatan STBM I. DESKRIPSI SINGKAT
14
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
14
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
15
IV. BAHAN BELAJAR 16 V. METODE PEMBELAJARAN
16
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
16
VII. URAIAN MATERI 17 POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM
17
a. Pengertian STBM
17
b. Tujuan STBM 21 c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi
21
d. Konsep STBM 23 POKOK BAHASAN 2: KOMPONEN STBM
26
a. Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi
26
b. Peningkatan Layanan Penyediaan/Suplai
26
c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif
27
POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM
28
a. Pengertian
28
b. Penyelenggara Pelaksanaan 5 Pilar STBM
29
c. Manfaat Pelaksanaan 5 Pilar STBM
29
d. Tujuan Pelaksanaan 5 Pilar STBM
30
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
POKOK BAHASAN 4 : PRINSIP-PRINSIP STBM
30
a. Tanpa Subsidi. 30 b. Masyarakat Sebagai Pemimpin
30
c. Tidak Menggurui / Memaksa
30
d. Totalitas Seluruh Komponen Masyarakat
31
POKOK BAHASAN 5 : PILAR PERUBAHAN PERILAKU STBM DAN TANGGA PERUBAHAN PERILAKU
32
a. Tangga Sanitasi 32 b. Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM
32
VIII.REFERENSI 34 IX. LAMPIRAN 34 Lembar Penugasan 35 a. Pembelajaran Penerapan STBM
35
b. Komponen STBM 37 c. Kaitan Tiga Komponen 39
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
MODUL MI.1.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM I.
DESKRIPSI SINGKAT Modul Konsep Dasar Pendekatan STBM ini disusun untuk membekali peserta agar memahami pengertian, komponen-komponen, dan prinsipprinsip dasar pendekatan STBM secara lebih rinci dan mendalam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, baru 55,60% penduduk Indonesia yang memiliki akses sanitasi yang layak, yang terbagi antara 72,54% di perkotaan dan 38,97% di perdesaan. Angka ini masih jauh dari target MDG Indonesia yaitu 62,40% atau 76,82% di perkotaan dan 55.55% di perdesaan. Dari target RPJMN bidang kesehatan untuk mencapai 20.000 desa Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) pada tahun 2014, usaha keras masih sangat diperlukan. Berdasarkan data Kemenkes, hingga Juni 2013, baru 12.543 desa yang sudah ODF (SBS). Oleh karena itu, pemahaman terkait konsep dasar pendekatan STBM menjadi sangat penting agar peserta pelatihan bisa memahami secara utuh, untuk selanjutnya dapat memfasilitasi penerapan STBM di masyarakat, termasuk mengajarkan materi ini kepada mahasiswamahasiswa Poltekes.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami konsep dasar pendekatan STBM. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menjelaskan pengertian STBM, 2. Menjelaskan komponen STBM,
14
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
3. Menjelaskan lima pilar STBM, 4. Menjelaskan prinsip-prinsip STBM, dan 5. Menjelaskan pilar perubahan perilaku pada STBM dan tangga perubahan perilaku.
III.
POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1: Pengertian STBM a. b. c. d.
Pengertian STBM, Tujuan STBM, Sejarah program pembangunan sanitasi, Konsep STBM.
B. Pokok Bahasan 2: Komponen STBM a. Peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi, b. Peningkatan penyediaan/suplai sanitasi, c. Penciptaan lingkungan yang kondusif. C. Pokok Bahasan 3: Lima Pilar STBM a. b. c. d.
Pengertian, Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM, Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM, Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM.
D. Pokok Bahasan 4: Prinsip-prinsip STBM a. b. c. d.
Tanpa subsidi, Masyarakat sebagai pemimpin, Tidak menggurui/memaksa, Totalitas seluruh komponen masyarakat.
E. Pokok Bahasan 5: Pilar Perubahan Perilaku STBM dan Tangga Perubahan Perilaku a. Tangga sanitasi, b. Tangga perubahan perilaku visi STBM.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
15
IV.
BAHAN BELAJAR Bahan tayang (slide ppt, film CLTS dan STBM), LCD projector, komputer/laptop, fliptchart, spidol, meta plan, kain tempel, panduan penugasan, panduan diskusi kelompok, dan modul.
V.
METODE PEMBELAJARAN Ceramah tanya jawab, putar film, curah pendapat, diskusi, dan penugasan.
VI.
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 6 jam pelajaran (T=2 jp, P= 4 jp, PL = 0 jp) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:
A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit) 1. Penyegaran dan pencairan suasana, 2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan keterampilan yang ingin dicapai melalui sesi ini, 3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan, 4. Menggali pendapat peserta tentang konsep dasar pendekatan STBM dan mendiskusikannya. Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif, 5. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan tentang konsep dasar pendekatan STBM. B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (240 menit) 1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan: • Pengertian STBM, • Tiga Komponen Pokok STBM,
16
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
• • •
Lima Pilar STBM, Prinsip-prinsip STBM, Pilar Perubahan Perilaku pada STBM dan Tangga Perubahan Perilaku. 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta. 3. Fasilitator memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar peserta juga terjadi diskusi dan interaksi yang baik. 4. Fasilitator menugaskan peserta untuk melakukan diskusi kelompok tentang: a. Pembelajaran Penerapan STBM (90 menit), b. Komponen STBM (60 menit), c. Kaitan Tiga Komponen STBM (30 menit). C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit): 1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain. 2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah disediakan. 3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan bahwa TPU dan TPK sesi telah tercapai.
VII.
URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM a. Pengertian STBM STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Definisi Operasional STBM • Kondisi Sanitasi Total adalah kondisi ketika suatu komunitas (i) tidak buang air besar sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii)
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
17
• •
•
•
• • •
•
•
18
mengelola air minum dan makanan yang aman; (iv) mengelola sampah dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman. Sanitasi dalam dokumen ini meliputi kondisi sanitasi total di atas. Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga. Berbasis masyarakat adalah kondisi yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab dalam rangka menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, kesejahteraan, serta menjamin keberlanjutannya. ODF (Open Defecation Free) atau SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak buang air besar di sembarang tempat, tetapi di fasilitas jamban sehat. Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan secara benar dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun yang dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran pembuangan air limbah. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT) adalah suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya, serta pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga yang meliputi 6 prinsip Higiene Sanitasi Pangan: (1) Pemilihan bahan makanan, (2) Penyimpanan bahan makanan, (3) Pengolahan bahan makanan, (4) Penyimpanan makanan, (5) Pengangkutan makanan, dan (6) Penyajian makanan. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT) adalah proses pengelolaan sampah dengan aman pada tingkat rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang dan mendaur
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
•
• •
•
•
•
•
• •
ulang. Pengelolaan sampah yang aman adalah pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan, pendaurulangan atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT) adalah proses pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peningkatan kebutuhan sanitasi adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kebutuhan menuju perubahan perilaku yang higienis dan saniter. Peningkatan penyediaan sanitasi adalah meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses terhadap produk dan layanan sanitasi yang layak dan terjangkau dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi. Penciptaan lingkungan yang kondusif adalah menciptakan kondisi yang mendukung tercapainya sanitasi total, yang tercipta melalui dukungan kelembagaan, regulasi, dan kemitraan antar pelaku STBM, termasuk di dalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan, institusi keagamaan dan swasta. Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu keluarga, biasanya sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan keterbatasan lahan. Verifikasi adalah proses penilaian dan konfirmasi untuk mengukur pencapaian seperangkat indikator yang dijadikan standar. LSM/NGO adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
19
dari kegiatannya. • Natural leader merupakan anggota masyarakat baik individu maupun kelompok masyarakat, yang memotori gerakan STBM di masyarakat tersebut. • Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan rencana yang disusun dan disepakati oleh masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator. • Pemicuan adalah upaya untuk menuju perubahan perilaku masyarakat yang higiene dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode partisipatory berprinsip pada pendekatan CLTS (CommunityLed Total Sanitation) • Desa/kelurahan yang melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan intervensi pendekatan STBM dan dijadikan target antara karena untuk mencapai kondisi sanitasi total dibutuhkan pencapaian kelima pilar STBM. Ada 3 indikator desa/kelurahan yang melaksanakan STBM: (i) Minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam desa/kelurahan tersebut; (ii) Ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi intervensi STBM seperti disebutkan pada poin pertama, baik individu (natural leader) ataupun bentuk komite; (iii) Sebagai respon dari aksi intervensi STBM, masyarakat menyusun suatu rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmen-komitmen perubahan perilaku pilar-pilar STBM, yang telah disepakati bersama; misal: mencapai status SBS. • Desa/Kelurahan ODF(Open Defecation Free) / SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat , yaitu, mencapai perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar STBM • Desa/Kelurahan STBM, selain menyandang status ODF, 100% rumah tangga memiliki dan menggunakan sarana jamban yang ditingkatkan dan telah terjadi perubahan perilaku untuk pilar lainnya seperti memiliki dan menggunakan sarana cuci tangan pakai sabun dan 100% rumah tangga mempraktikan penanganan yang aman untuk makanan dan air minum rumah tangga. • Desa/kelurahan Sanitasi Total selain menyandang status Desa STBM/ ODF++, 100% rumah tangga melaksanakan praktik pembuangan
20
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
sampah dan limbah cair domestik yang aman, yaitu desa/kelurahan yang telah mencapai perubahan perilaku kolektif terkait seluruh Pilar 1-5 STBM, artinya Kondisi Sanitasi Total. b. Tujuan STBM Tujuan program STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat yang meliputi 3 komponen yaitu penciptaan lingkungan yang mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, serta peningkatan penyediaan sanitasi serta pengembangan inovasi sesuai dengan konteks wilayah. c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi Jauh sebelum Indonesia merdeka, program sanitasi sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan catatan pejabat VOC Dampier, pada tahun 1699 masyarakat Indonesia sudah terbiasa mandi ke sungai dan buang air besar di sungai dan di pinggir pantai, sedangkan pada masa itu, masyarakat di Eropa dan India masih menggunakan jalanjalan kota atau air tergenang untuk BAB. Di tahun 1892, HCC Clockener Brouson mencatat bahwa orang Indonesia terbiasa mandi 3 kali sehari, menggunakan bak, menyabun, membilas dan mengeringkan badannya. Pada akhir tahun 1800-an, pemerintah Belanda sudah membuat sambungan air ke rumah-rumah di kawasan komersial di Jakarta dan membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Bandung pada tahun 1916. Selanjutnya di tahun 1930, mantri higiene Belanda, Dr. Heydrick melakukan kampanye untuk BAB di kakus. Dr. Heydrick sendiri dikenal sebagai mantri kakus. Di tahun 1936, didirikanlah sekolah mantri higiene di Banyumas. Siswa mendapatkan pendidikan 18 bulan sebelum mereka diterjunkan ke kampung-kampung untuk mempromosikan hidup sehat dan melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit. Setelah merdeka, pemerintah mencanangkan program Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga (SAMIJAGA) melalui Inpres No. 5/1974. Untuk mendapatkan sumber daya manusia dalam melaksanakan program-program tersebut, Kementerian Kesehatan mendirikan sekolah-sekolah kesehatan lingkungan, yang sekarang dikenal dengan
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
21
nama Politeknik Kesehatan (Poltekes). Periode 1970-1997, pemerintah melakukan beragam program pembangunan sanitasi. Program-program tersebut umumnya dilakukan dengan pendekatan keproyekan, sehingga faktor keberlanjutannya sangat rendah. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan rendahnya peningkatan akses sanitasi masyarakat. Hasil studi ISSDP mencatat hanya 53% dari masyarakat Indonesia yang BAB di jamban yang layak pada tahun 2007, sedangkan sisanya BAB di sembarang tempat. Lebih jauh hal ini berkorelasi dengan tingginya angka diare dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih. Dengan mempertimbangkan kebutuhan keberlanjutan program dan tingkat keberhasilan yang ingin dicapai, pemerintah melakukan perubahan pendekatan pembangunan sanitasi, dari keproyekan menjadi keprograman. Pada tahun 2008, pemerintah mencanangkan program nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Secara ringkas, perbedaan pendekatan pembangunan sanitasi sebelum dan saat ini terlihat pada tabel di bawah ini: Program-Program Terdahulu (biasanya Target Oriented)
Kecenderungan Saat Ini
Perkembangan jumlah sarana Subsidi Model-model sarana disarankan oleh pihak luar
Perubahan perilaku dan kesehatan Solidaritas sosial Model-model sarana digagas dan dikembangkan oleh masyarakat
Sasaran utama adalah kepala keluarga Top down (dari atas ke bawah)
Sasaran utama adalah masyarakat desa secara utuh Bottom up (dari bawah ke atas) Fokus pada: berhentinya BAB di sembarang tempat
Fokus pada: jumlah jamban Pendekatannya bersifat ‘blue print’
Pendekatannya lebih fleksibel.
Tabel 3: Kecenderungan Pelaksanaan Program Air dan Sanitasi di Indonesia
22
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
d. Konsep STBM Konsep STBM diadopsi dari konsep Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di Indonesia. Sebelum memahami konsep dan prinsip STBM, berikut dijelaskan secara singkat konsep CLTS. CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan mulai berkembang pada tahun 2001. Pendekatan ini awalnya diujicobakan di beberapa komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara luas di negara tersebut. Salah satu negara bagian di India yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi pendekatan CLTS ke dalam program pemerintah secara masal yang disebut dengan program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti Cambodia, Afrika, Nepal, dan Mongolia juga telah menerapkan CLTS. Pendekatan ini berawal dari sebuah penilaian dampak partisipatif air bersih dan sanitasi yang telah dijalankan selama 10 tahun oleh Water Aid. Salah satu rekomendasi dari penilaian tersebut adalah perlunya mengembangkan sebuah strategi untuk secara perlahan-lahan mencabut subsidi pembangunan toilet. Ciri utama pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan model standar jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat. Pada dasarnya CLTS adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali. Gambaran tentang CLTS dapat diperoleh melalui film tentang implementasi CLTS di Propinsi Maharashtra di India dan pengembangan CLTS di Indonesia (Awakening). Community Led (dipimpin masyarakat) tidak hanya dipakai dalam bidang sanitasi, tetapi dapat juga diterapkan dalam hal lain seperti dalam pendidikan, pertanian, dan lain-lain. Prinsip yang terpenting dari CLTS adalah: • Inisiatif masyarakat, • Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
23
kolektif adalah kunci utama, • Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam pendekatan ini. • Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya akan muncul “natural leader”. Dasar dari CLTS adalah tiga pilar utama Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu: 1. Attitude and Behaviour Change (perubahan perilaku dan kebiasaan) 2. Sharing (berbagi) 3. Method (metode)
Personal
Profesional
Perilaku dan kebiasaan
Proses Berbagi
Institusional
Penerapan Metode
Gambar 2: Tiga Pilar Utama PRA Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS, namun dari ketiganya yang paling penting adalah “perubahan perilaku dan kebiasaan” (Attitude and Behavior Change)”, karena jika perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan pernah mencapai tahap “berbagi (sharing)” dan sangat sulit untuk menerapkan “metode” yang tepat.
24
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana didalamnya meliputi perilaku personal atau individual, perilaku institusional atau kelembagaan dan perilaku profesional atau yang berkaitan dengan profesi. Salah satu perilaku dan kebiasaan yang harus berubah adalah perilaku fasilitator, diantaranya: •
Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok yang berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang “upper-lower” harus dirubah menjadi “pembelajaran bersama”, bahkan menempatkan masyarakat sebagai “guru” karena masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu.
•
Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk “memberi” sesuatu tetapi “menolong” masyarakat untuk menemukan sesuatu.
•
Bahasa tubuh (gesture); sangat berkaitan dengan pandangan upper lower. Bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai pengetahuan atau keterampilan yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari. Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara berpikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah berubah maka “sharing” akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk mengatakan tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan untuk melakukan sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat secara bersama-sama melakukan analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat tersebut. Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah diterapkan (proses pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara mereka sudah ada keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan misalnya kendala teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi mereka untuk mencapai perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara memberikan alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif mana yang akan digunakan, semuanya harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
25
Konsep-konsep inilah yang kemudian diadopsi oleh STBM dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia. Konsep STBM menekankan pada upaya perubahan perilaku yang berkelanjutan untuk mencapai kondisi sanitasi total melalui pemberdayaan masyarakat. POKOK BAHASAN 2: TIGA KOMPONEN POKOK STBM Pendekatan STBM merupakan interaksi yang saling terkait antara ketiga komponen pokok sanitasi, yang dilaksanakan secara terpadu, sebagai berikut: a. Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi Komponen peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi merupakan upaya sistematis untuk mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan saniter, berupa: • Pemicuan perubahan perilaku, • Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi secara langsung, • Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya, • Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku, • Memfasilitasi terbentuknya komite/ tim kerja masyarakat, • Mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/ institusi melalui mekanisme kompetisi dan benchmark kinerja daerah. b. Peningkatan Layanan Penyediaan/ Suplai Sanitasi Peningkatan penyediaan sanitasi yang secara khusus diprioritaskan untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi perdesaan, yaitu: • Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau, • Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi perdesaan, • Mengembangkan kapasitas pelaku pasar sanitasi termasuk wirausaha sanitasi lokal,
26
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
• Mempromosikan pelaku usaha sanitasi dalam rangka memberikan akses pelaku usaha sanitasi lokal ke potensi pasar (permintaan) sanitasi on site potensial. c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif. Komponen ini mencakup advokasi kepada para pemimpin pemerintah, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam membangun komitmen bersama untuk melembagakan kegiatan pendekatan STBM yang diharapkan akan menghasilkan: • Komitmen pemerintah daerah menyediakan sumber daya untuk melaksanakan pendekatan STBM menyediakan anggaran untuk penguatan intitusi, • Kebijakan dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK Bupati, Perda, RPJMD, Renstra, dan lain-lain, • Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi, menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber daya dari pemerintah maupun non-pemerintah, • Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan kegiatan peningkatan kapasitas, • Adanya sistem pemantauan hasil kinerja dan proses pengelolaan pembelajaran. Komponen peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi dapat dilaksanakan terlebih dulu untuk memberikan gambaran kepada masyarakat sasaran tentang resiko hidup di lingkungan yang kumuh, seperti mudah tertular penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang tidak higienis, lingkungan yang kotor dan bau, pencemaran sumber air terutama air tanah dan sungai, daya belajar anak menurun, dan kemiskinan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi adalah Community Led Total Sanitation (CLTS) yang mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran secara kolektif dan mampu membangun sarana sanitasi secara mandiri sesuai kemampuan. Peningkatan layanan penyediaan sanitasi dilakukan untuk mendekatkan pelayanan jasa pembangunan sarana sanitasi dan memudahkan akses oleh masyarakat, menyediakan bebagai tipe sarana
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
27
yang terjangkau oleh masyarakat dan opsi keuangan khususnya skema pembayaran sehingga masyarakat yang kurang mampu memiliki akses terhadap sarana sanitasi yang sehat. Pendekatan ini dapat dilakukan tidak hanya dengan melatih dan menciptakan para wirausaha sanitasi, namun juga memperkuat layanan melalui penyediaan berbagai variasi/ opsi jenis sarana yang dibangun, sehingga dapat memenuhi harapan dan kemampuan segmen pasar. Infomasi yang rinci, akurat dan mudah dipahami oleh masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung promosi sarana sanitasi yang sehat yang dapat disediakan oleh wirausaha sanitasi dan hal ini dapat disebarluaskan melalui jejaring pemasaran untuk menjaring konsumen. Kedua komponen tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme pasar bila mendapatkan dukungan dari pemerintah yang dituangkan dalam bentuk regulasi, kebijakan, penganggaran dan pendekatan yang dikembangkan. Bentuk upaya tersebut adalah penciptaan lingkungan yang kondusif untuk mendukung kedua komponen berinteraksi. Ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan lingkungan yang kondusif antara lain: • Kebijakan, • Kelembagaan, • Metodologi pelaksanaan program, • Kapasitas pelaksanaan, • Produk dan perangkat, • Keuangan, • Pelaksanaan dengan biaya yang efektif, • Monitoring dan evaluasi.
POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM a. Pengertian Lima Pilar STBM terdiri dari : 1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan.
28
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. 3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMMRT) Suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya, serta pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga yang meliputi 6 prinsip Higiene Sanitasi Pangan: (1) Pemilihan bahan makanan, (2) Penyimpanan bahan makanan, (3) Pengolahan bahan makanan, (4) Penyimpanan makanan, (5) Pengangkutan makanan, (6) Penyajian makanan. 4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Proses pengelolaan sampah yang aman pada tingkat rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang dan mendaur ulang. Pengelolaan sampah yang aman adalah pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan, pendaurulangan atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan. 5. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga. Proses pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. b. Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM adalah masyarakat, baik yang terdiri dari individu, rumah tangga maupun kelompok-kelompok masyarakat. c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM Adanya lima pilar STBM akan membantu masyarakat untuk mencapai tingkat higiene yang paripurna, sehingga akan menghindarkan mereka dari kesakitan dan kematian akibat sanitasi yang tidak sehat. Perubahan perilaku pada pilar pertama, buang air besar pada tempat yang layak, merupakan pintu masuk bagi perilaku hidup bersih dan sehat lainnya yang ada pada pilar 2, 3, 4 dan 5.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
29
d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM Dibaginya pelaksanaan STBM di bawah naungan lima pilar akan mempermudah upaya mencapai tujuan akhir STBM, tidak hanya untuk meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik tetapi juga merubah dan mempertahankan keberlanjutan praktik-praktik budaya hidup bersih dan sehat. Sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM Prinsip-prinsip STBM adalah : a. Tanpa subsidi. Masyarakat tidak menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain untuk menyediakan sarana sanitasi dasarnya. Penyediaan sarana sanitasi dasar adalah tanggung jawab masyarakat. Sekiranya individu masyarakat belum mampu menyediakan sanitasi dasar, maka diharapkan adanya kepedulian dan kerjasama dengan anggota masyarakat lain untuk membantu mencarikan solusi. b. Masyarakat sebagai pemimpin Inisiatif pembangunan sarana sanitasi hendaknya berasal dari masyarakat. Fasilitator maupun wirausaha sanitasi hanya membantu memberikan masukan dan pilihan-pilihan solusi kepada masyarakat untuk meningkatkan akses dan kualitas higiene dan sanitasinya. Semua kegiatan maupun pembangunan sarana sanitasi dibuat oleh masyarakat. Sehingga ikut campur pihak luar tidak diharapkan dan tidak diperbolehkan. Dalam praktiknya, biasanya akan tercipta naturalnatural leader di masyarakat. c. Tidak menggurui/memaksa STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara menggurui dan memaksa mereka untuk mempraktikkan budaya higiene dan sanitasi, apalagi dengan memaksa mereka membeli jamban atau produk-produk STBM. d. Totalitas seluruh komponen masyarakat
30
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
Seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahanperencanaan-pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan. Keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci keberhasilan STBM. Secara lebih rinci, keempat prinsip diatas bisa dipahami dari perbedaan antara sistem kejar target/ proyek dengan STBM yang dapat dilihat pada tabel dibawah: Kriteria
Sistem Kejar Target (Proyek)
STBM
Input dari luar masyarakat
Subsidi benda-benda untuk jamban
Pemberdayaan masyarakat
Model
Model ditentukan
Muncul inovasi lain dari masyarakat.
Cakupan
Sebagian
Menyeluruh
Indikator keberhasilan
Menghitung jamban
Tidak ada lagi kebiasaan BAB di sembarang tempat
Bahan yang digunakan
Semen, porselen, batu bata, dan lain-lain
Bisa dimulai dengan bambu, kayu, dan lain-lain
Biaya
Berkisar antara Rp. 500.000-1.000.000 per model
Relatif lebih murah
Pemanfaat
Yang punya uang
Waktu yang dibutuhkan
Seperti yang ditargetkan oleh proyek
Motivasi utama
Subsidi / bantuan
Harga diri
Oleh organisasi luar / formal
Oleh masyarakat melalui hubungan persaudaraan, perkawanan dan lain-lain
Model penyebaran
Masyarakat yang sangat miskin Ditentukan oleh masyarakat
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
31
Sistem Kejar Target (Proyek)
Kriteria Keberlanjutan
STBM
Sulit untuk dipastikan
Dipastikan oleh masyarakat
Sanksi bila melakukan BAB sembarangan
Tidak ada
Disepakati oleh masyarakat. Contoh denda Rp. 1.000.000 di desa Jombe, kecamatan Turatea, kab. Jeneponto
Tipe monitoring
Oleh proyek
Oleh masyarakat (bisa harian, bulanan, mingguan)
Tabel 4: Perbedaan Pendekatan Proyek dan STBM POKOK BAHASAN 5: PILAR PERUBAHAN PERILAKU a. Tangga Sanitasi Tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Dalam STBM, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaannya, misalnya kebiasaaan BAB atau CTPSnya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan. Seringkali pemikiran masyarakat memandang sarana sanitasi seperti jamban adalah sebuah bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat animo masyarakat untuk membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya tetap berlanjut. b. Tangga perubahan perilaku visi STBM Langkah-langkah perkembangan visi STBM terkait dengan perubahan perilaku higiene dan sanitasi masyarakat (terlihat dalam gambar 3). Belajar dari pengalaman global, diketahui perilaku higiene
32
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
tidak dapat dipromosikan untuk seluruh rumah tangga secara bersamaan. Promosi perubahan perilaku kolektif harus berfokus pada satu atau dua perilaku yang berkaitan pada saat bersamaan.
Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM
Masyarakat sudah mempraktekkan perilaku Higiene sanitasi secara permanen (5 pilar STBM) (5 pilar STBM)
• Adanya upaya peningkatan kualitas sanitasi • Terjadinya perubahan perilaku higiene lainnya di masyarakat (pilar 2-5) (pilar 2-5) • Adanya pemantauan dan evaluasi
• 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status SBS (terverifikasi) mengubah • Adanya rencana untuk mengubah perilaku Higiene lainnya • Adanya aturan dari masyarakat untuk menjaga status SBS • Adanya pemantauan dan verifikasi secara berkala • Adanya proses pemicuan • Adanya Komite/”Natural Leaders” • Adanya Rencana Aksi Masyarakat • Adanya Pemantauan terus menerus • Tersedianya supply
Gambar 3: Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
33
VIII.
REFERENSI
1. Kar, Kamar, Working Paper 184, Subsidy or Self-Respect? Total Community Sanitation in Bangladesh, Institute for Development Studies, September 2003. 2. Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film Awakening Change, Community Led Total Sanitation in Indonesia, Jakarta: 2006. 3. Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta: 2009. 4. Kemenkes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional, Jakarta: 2012. 5. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013. 6. Update STBM, www.stbm-indonesia.org 7. Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23, www.ampl.or.i
34
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
IX.
LAMPIRAN
Lembar Penugasan A.
Pembelajaran Penerapan STBM Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 90 menit. Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
a. Pembelajaran • Ajukan pertanyaan kepada peserta program/proyek apa saja yang memfasilitasi penerapan STBM yang sedang atau pernah dilaksanakan di kabupaten/wilayah kerja peserta. • Sepakatilah dengan peserta 3-4 program/proyek pelaksana STBM yang akan diambil pembelajarannya, dan juga 1-2 narasumber yang memahami program/proyek tersebut. • Minta peserta berbagi dalam 3-4 kelompok sesuai program/proyek yang akan didiskusikan. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok seimbang. • Minta setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan program/ proyek yang menjadi pilihannya (selama 20 menit) dengan pokokpokok kajian, sebagai berikut: • Capaian ODF/SBS dibandingkan dengan target? dan kenapa capaiannya seperti itu? • Kesinambungan program (replikasi atau penyebarluasan ke wilayah lain)? Dan kenapa kondisinya seperti itu? • Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas plano, dan jika sudah selesai, menempelkannya di dinding atau kain tempel. • Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, mintalah masing-masing kelompok mempresentasikan secara singkat hasil diskusinya selama 5 menit. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi, tetapi bukan pertanyaan diskusi. • Dari hasil diskusi pleno, Pemandu memfasilitasi penyimpulan diskusi refleksi pelaksanaan STBM. Penyimpulan jangan terlalu difokuskan pada hasil diskusi yang membahas mengenai “kenapa”, karena akan dibahas pada diskusi selanjutnya.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
35
Poin kunci untuk pemandu: Ada 2 kemungkinan hasil diskusi peserta tentang pembelajaran penerapan STBM: 1. Jawaban Pesimis, yaitu target ODF/SBS sulit tercapai dan penerapan STBM tidak berkesinambungan atau tidak di replikasi, dan 2. Jawaban Optimis, yaitu target ODF/SBS akan tercapai dan penerapan STBM berkesinambungan atau akan menyebar ke wilayah lain. b. Diskusi Faktor Pendukung dan Penghambat 1. Sebagai pengantar diskusi, pemandu mengangkat kembali hasil diskusi sebelumnya bahwa ada 2 kondisi berbeda yaitu a) optimis, target tercapai dan penerapan STBM berkesinambungan, dan b) pesimis, target sulit tercapai dan penerapan STBM tidak berkesinambungan. 2. Pemandu meminta peserta kembali ke kelompok diskusi semula untuk mendiskusikan hal-hal berikut selama 20 menit: a. Apa yang menjadi faktor pendukung untuk kondisi yang optimis?
3.
4.
5.
6.
36
b. Apa yang menjadi faktor penghambat bagi kondisi yang pesimis? Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas metaplan dengan warna yang berbeda untuk jawaban faktor pendukung dan faktor penghambat. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menyiapkan kain tempel dengan 2 kolom terpisah dengan judul ”faktor pendukung” dan ”faktor penghambat” dalam kertas metaplan panjang. Mintalah salah satu kelompok untuk menempelkan terlebih dahulu jawaban faktor pendukung. Kemudian kelompok lain menambahkan jika ada jawaban yang berbeda. Lakukan hal yang sama untuk jawaban faktor penghambat. Lakukan proses klarifikasi dan penyepakatan dengan peserta jika ada beberapa jawaban yang kurang pas atau tidak jelas.
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
c. Penutup 1. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat. B. Komponen STBM Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 60 menit. Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok: 1. Pemandu menanyakan apakah peserta pernah mendengar mengenai komponen STBM. Mintalah 2-3 peserta untuk menjelaskan mengenai komponen STBM. 2. Tuliskan poin-poin kunci jawaban peserta ke dalam kertas plano.
Poin kunci untuk pemandu: • • •
Pilih peserta yang sudah mengenal 3 komponen STBM Giring diskusi untuk menyepakati 3 komponen STBM berikut: demand, supply dan enabling Jika muncul komponen lain tanyakan pada peserta apakah komponen tersebut berdiri sendiri atau bagian dari dari salah komponen tersebut.
3. Peserta diminta untuk kembali dalam kelompoknya untuk mendiskusikan hal-hal berikut dengan menggunakan hasil diskusi tentang faktor pendukung dan penghambat: •
Kegiatan apa saja yang diperlukan untuk memunculkan factor pendukung dan mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan STBM?
4. Mintalah kelompok menulis kegiatan-kegiatan tersebut pada kertas metaplan. 5. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menuliskan 3 komponen STBM (demand, supply, enabling) dalam kertas metaplan dan menempelkan pada kain tempel di 3 tempat berbeda yang berbentuk segitiga.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
37
Ilustrasi:
6. Pemandu meminta kelompok untuk menempelkan kegiatankegiatan yang sudah diidentifikasi per komponen. Mulailah dengan komponen demand, mintalah peserta untuk mengidentifikasi kegiatan mana yang masuk komponen demand, ingatkan peserta mengenai pengertian demand dari diskusi sebelumnya. 7. Lanjutkan proses diatas untuk komponen supply dan enabling. 8. Lakukan klarifikasi agar tidak terjadi pengelompokan yang kurang tepat.
Poin kunci untuk pemandu:
• Kegiatan Demand adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penumbuhan kebutuhan terhadap sanitasi (perubahan perilaku), misalnya: pemicuan, promosi kesehatan dan sanitasi, pendampingan tindak lanjut, dll. • Kegiatan Supply adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan penyediaan layanan sanitasi (sanitation marketing), misalnya: memfasilitasi pemilihan opsi teknologi jamban sehat, menciptakan wirausaha sanitasi, menghubungkan masyarakat dengan wirausaha sanitasi, dll. • Kegiatan Enabling adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penciptaan dan penguatan lingkungan pendukung (dukungan dan keterlibatan para pelaku), misalnya: advokasi kebijakan dan pendanaan, peningkatan kapasitas (pelatihan, fasilitasi pembelajaran), pemantauan, dll.
38
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
9. Jika sebagian komponen memiliki kegiatan yang terbatas, pemandu dapat meminta peserta untuk menambahkan kegiatan dalam komponen tersebut, atau pemandu dapat juga menambahkan dengan terlebih dahulu meminta tanggapan dan konfirmasi peserta. 10. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang kegiatan-kegiatan untuk 3 komponen STBM. C. Kaitan Tiga Komponen Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit. Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok: 1. Pemandu memulai sesi belajar dengan menanyakan apakah kegiatan-kegiatan di masing-masing komponen dapat berdiri sendiri? Kenapa? 2. Mintalah 4-5 peserta untuk menanggapi dengan singkat (catatan untuk pemandu: jika ada peserta yang menjawab bisa, biarkan jangan ditanggapi dulu). 3. Ajaklah peserta untuk mengetes jawaban mereka dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: •
Jika tim fasilitator melakukan pemicuan dengan baik dan masyarakat terpicu, namun pada saat bersamaan Bupati meluncurkan program bantuan jamban. Apakah upaya pemicuan akan berhasil?
•
Jika masyarakat sudah terpicu untuk berubah dan ingin segera membuat jamban sendiri, namun material untuk jamban sulit diperolah atau harganya sangat mahal. Apakah upaya perubahan perilaku tidak terhambat?
•
Jika pemerintah daerah sudah termotivasi untuk mendukung percepatan program STBM, namun kondisi wilayahnya sulit dan belum tersedia opsi teknologi jamban yang terjangkau. Apakah tujuan programnya akan berhasil?
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
39
4. Dari hasil curah pendapat dengan tiga pertanyaan diatas, pemandu menanyakan kembali, apakah peserta masih ragu bahwa tiga komponen STBM saling terkait dan tidak dapat dipisahkan? 5. Tegaskan kembali keterkaitan komponen STBM dengan membuat tulisan dalam kartu ketiga komponen STBM dan menempelkan di kain dalam bentuk segitiga besar. 6. Dari visualisasi ketiga komponen tersebut, ajak peserta melakukan análisis bersama: o Komponen mana saja sudah dan belum dilaksanakan? o Mengapa itu terjadi? o Bagaimana seharusnya? 7. Minta 2-3 peserta untuk memberikan tanggapannya. 8. Pemandu memfasilitasi penyimpulan dengan menegaskan kembali bahwa dalam penerapan STBM ketiga komponen harus diterapkan secara terintegrasi. Pemandu dapat memotivasi peserta untuk mulai dari sekarang menerapan ketiga komponen STBM secara lengkap. 9. Penutup. Pemandu memberikan salam penutup.
40
| KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
MODUL MI.2.
Pelaksanaan STBM
Pelaksanaan STBM
Modul MI.2. :
Modul MI.2. Pelaksanaan STBM I.
DESKRIPSI SINGKAT
41
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
41
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
41
IV. BAHAN BELAJAR 42 V. METODE PEMBELAJARAN
42
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
43
VII. URAIAN MATERI 44 POKOK BAHASAN 1 : KONSEP DASAR PEMICUAN
44
a. Pengertian Pemicuan
44
b. Maksud dan Tujuan Pemicuan
44
c. Tahapan Kegiatan Pemicuan 45 POKOK BAHASAN 2 : PRA PEMICUAN
45
a. Persiapan Teknis dan Logistik untuk Menciptakan Suasana yang Kondusif Sebelum Pemicuan
45
b. Observasi Kebiasaan PHBS Masyarakat
45
c. Persiapan Pemicuan : Penyusunan Jadwal, Pemilihan Lokasi, dll. 46 d. Instrumen Pendukung untuk Melaksanakan Proses Pemicuan di Komunitas
47
POKOK BAHASAN 3 : LANGKAH-LANGKAH PEMICUAN
48
a. Alur Penularan Penyakit (diagram F)
48
b. Alat-Alat Utama dalam Penerapan Penilaian Kondisi Desa Secara Partisipatif
PELAKSANAAN STBM
50
c. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan
51
d. Yang Boleh dan Tidak Boleh Dalam Pemicuan
53
POKOK BAHASAN 4 : ALAT-ALAT PADA METODE CLTS
54
POKOK BAHASAN 5 : PASKA PEMICUAN
54
a. Tangga Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM
54
b. Penyediaan Suplai Sanitasi dan Pemasaran Sanitasi
58
c. Membangun Komitmen Masyarakat dengan Menuangkan ke Dalam RTL
58
d. Pendampingan dan Monitoring
58
e. Promosi PHBS yang Berkelanjutan
73
VIII.REFERENSI 73 IX. LAMPIRAN 74 LEMBAR KERJA 74 a. Panduan Melakukan Demo Alur Kontaminasi (Diagram F)
74
b. Panduan Diskusi Kelompok Penggunaan Diagram F untuk Memutus Alur Penularan Penyakit
77
c. Panduan Simulasi Upper dan Lower dalam STBM
80
d. Panduan Bermain Peran dalam Demonstrasi Alat-Alat Utama CLTS 82
PELAKSANAAN STBM
MODUL MI.2.
PELAKSANAAN STBM
I.
DESKRIPSI SINGKAT Keberhasilan STBM ditentukan oleh perubahan perilaku masyarakat untuk menerapkan perilaku sanitasi yang sehat dan berkelanjutan, yang didukung oleh tiga komponen pokok STBM, yaitu peningkatan kebutuhan, penyediaan suplai, dan lingkungan yang kondusif. Untuk itu, diperlukan fasilitator-fasilitator yang terampil dalam menerapkan pendekatan STBM ketika memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam melakukan pemicuan STBM di komunitas.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pelaksanaan STBM di komunitas. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu : 1. Menjelaskan konsep dasar pemicuan, 2. Merencanakan pemicuan, 3. Menjelaskan langkah langkah pemicuan menggunakan metode CLTS, 4. Mempraktekkan alat alat dengan metode CLTS, 5. Menjelaskan kegiatan pasca pemicuan.
III.
POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok bahasan 1: Konsep Dasar Pemicuan a. Pengertian pemicuan, b. Maksud dan tujuan, c. Tahapan kegiatan.
41
| PELAKSANAAN STBM
B. Pokok Bahasan 2: Pra Pemicuan a. Persiapan teknis dan logistik untuk menciptakan suasana yang kondusif sebelum pemicuan , b. Observasi kebiasaan PHBS masyarakat, c. Persiapan pemicuan: penyusunan jadwal, pemilihan lokasi, dll, d. Instrumen pendukung untuk melaksanakan proses pemicuan di komunitas. C. Pokok Bahasan 3: Langkah-langkah Pemicuan a. Alur penularan penyakit (diagram F), b. Alat-alat utama dalam penerapan penilaian kondisi desa secara partisipatif : (i) transect walk, (ii) diskusi kelompok terfokus (focus group discussion /FGD), dan (iii) pemetaan sosial. c. Elemen pemicuan dan faktor penghambat pemicuan, dan d. Yang boleh dan tidak boleh dalam pemicuan. D. Pokok Bahasan 4: Alat-Alat Pada Metode CLTS E. Pokok Bahasan 5: Kegiatan Paska Pemicuan a. Tangga sanitasi untuk 5 pilar STBM, b. Penyediaan suplai sanitasi dan pemasaran sanitasi, c. Membangun komitmen masyarakat dengan menuangkan ke dalam RTL, d. Pendampingan dan monitoring, e. Promosi PHBS yang berkelanjutan.
IV.
BAHAN BELAJAR Bahan tayang (slide ppt/ film Memicu Peubahan dan Tahapan Pemicuan), LCD projector, komputer/ laptop, flipchart, spidol, metaplan, kain tempel, lembar panduan diskusi kelompok, lembar panduan simulasi, dan modul.
V.
METODE PEMBELAJARAN Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, curah pendapat, simulasi, dan pemutaran film. PELAKSANAAN STBM |
42
VI.
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 10 jam pelajaran (T= 4 jp, P= 6 jp, PL= 0 jp) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:
A. Langkah 1: Pengkondisian (30 menit) 1. Penyegaran dan pencairan suasana, 2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan keterampilan yang ingin dicapai melalui sesi ini, 3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan, 4. Menggali pendapat peserta tentang prinsip-prinsip dan teknik pelaksanaan STBM di komunitas, dan mendiskusikannya. Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif, B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Pembahasan (390 menit) 1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan: a. Konsep dasar pemicuan, b. Merencanakan pemicuan dengan menciptakan suasana kondusif dan menyiapkan instrumen pendukung untuk melaksanakan proses pemicuan di komunitas, c. Menjerapkan langkah langkah pemicuan menggunakan metode CLTS, d. Mempraktekkan alat alat dengan metode CLTS, e. Memahami aktivitas dan tindak lanjut kegiatan pasca pemicuan. 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
43
| PELAKSANAAN STBM
3. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan diskusi kelompok, simulasi, dan curah pendapat. 4. membagi peserta ke dalam 4 kelompok dan meminta mereka untuk bermain peran terkait pelaksanaan STBM di masyarakat. 5. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi kelompok dan simulasi yang dilakukan. C. Langkah 3: Rangkuman (30 menit): 1. Fasilitator merangkum sesi pembelajaran. 2. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain. 3. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah disediakan. 4. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tercapainya TPU dan TPK sesi ini.
VII.
URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1 : KONSEP DASAR PEMICUAN a. Pengertian Pemicuan. Pemicuan adalah kegiatan bersama masyarakat untuk memfasilitasi masyarakat melakukan analisa terkait perilaku mereka dalam melakukan buang air besar. b. Maksud dan Tujuan Pemicuan Maksud pemicuan adalah masyarakat secara bersama-sama bisa menyadari bahaya kebiasaan buang air besar sembarangan dan merasa jijik melakukan kebiasaan BABS, meskipun mereka hanya melakukan BABS satu hari saja. Tujuannya adalah agar masyarakat mau berubah perilakunya dari buang air besar sembarangan menjadi buang air besar di jamban yang higienis dan layak. Sering kali dalam pemicuan, masyarakat berkomentar mengenai
PELAKSANAAN STBM |
44
sulitnya mengubah kebiasaan BABS karena beberapa alasan klise seperti: Kita ini orang miskin dan tidak mampu untuk membangun jamban. Apakah Anda bisa membantu untuk membangun jamban? kami akan berhenti melakukan BABS secepatnya dan kami akan segera membangun lubang, dll. Oleh karena itu pemicuan dilakukan bersama-sama sekelompok masyarakat agar masyarakat yang sudah terpicu dapat dengan cepat mengambil keputusan secara kolektif untuk menghentikan kebiasaan BABS. c. Tahapan Kegiatan Pemicuan Kegiatan pemicuan dilakukan secara bertahap, yang terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu kegiatan pra-pemicuan, saat pemicuan dan pasca pemicuan. Penjelasan lebih detail akan dijabarkan pada pokok bahasan berikutnya. POKOK BAHASAN 2: PRA PEMICUAN a. Persiapan Teknis dan Logistik untuk Menciptakan Suasana Kondusif Sebelum Pemicuan Persiapan lapangan menjadi bagian yang terpisah dengan persiapan penyelenggaran pelatihan. Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada pemerintah daerah/desa/dusun yang akan digunakan sebagai lokasi praktek kerja lapangan dan menjelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama kunjungan lapangan Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah daerah/desa/ dusun antara lain: • Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta, • Kegiatan di lapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah praktik, produk yang akan diserah kepada pemerintah daerah/desa/ dusun untuk ditindaklanjuti, • Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah/desa/dusun pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya, • Logistik yang disediakan.
45
| PELAKSANAAN STBM
b. Observasi Kebiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Masyarakat Sebelum melakukan pemicuan di masyarakat, peserta hendaklah sudah memiliki informasi dan data-data dasar terkait perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat. Untuk itu peserta pelatihan sebaiknya sudah melakukan observasi (peninjauan) maupun diskusi dengan masyarakat di lokasi pemicuan untuk mendapatkan informasi. Beberapa informasi yang perlu dicari adalah: • Jumlah KK / kependudukan dibedakan kaya, sedang, miskin, • Pendidikan dan pekerjaan masyarakat setempat, • Kondisi geografis, • Kepemilikan jamban : cemplung terbuka, cemplung tertutup, leher angsa, • Ada tidaknya aliran sungai, kolam, rawa, • Tradisi/ budaya : karakter, tokoh masyarakat, • Ada tidaknya program sanitasi 3 tahun terakhir (proyek/pemberian subsidi jamban). c. Persiapan Pemicuan: Penyusunan Jadwal, Pemilihan Lokasi, dll. Pemicuan akan dilakukan secara berkelompok. Setiap kelompok akan terdiri dari minimal 6 orang peserta. Sebelum melakukan pemicuan kelompok hendaklah mempersiapkan diri dengan menyusun rencana kerja, menyusun panduan dan berlatih. Sebelum ke lapangan, kelompok bisa meminta wakil dari komunitas atau panitia untuk menjelaskan lokasi praktik lapang dan gambaran awal lokasi, dan rencana keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawah, kendaraan, rute perjalanan, dll.). Setiap kelompok hendaknya memiliki anggota dan pembagian tugas sebagai berikut: Fasilitator Utama; yang menjadi motor utama proses fasilitasi, 1 orang, Assisten Fasilitator: membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi, Pencatat Proses; bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan dokumentasi /pelaporan program,
PELAKSANAAN STBM |
46
Penjaga Alur proses fasilitasi; bertugas mengontrol agar proses sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kodekode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi, Penata Suasana/Pengaman; menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi, misalnya dengan mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye sanitasi, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan, yel-yel, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau mengganggu proses, dsb. d. Instrumen Pendukung untuk Melaksanakan Proses Pemicuan di Komunitas Urutan dalam fasilitasi sebenarnya tidak dibakukan, namun pemetaan sosial harus dilakukan pertama kali. Pemetaan sosial sebaiknya dilakukan di lahan (halaman) terbuka. Peta sosial yang dibuat masyarakat, kemudian digambarkan kembali di atas kertas plano. Pemicuan bisa dilakukan di ruang terbuka maupun tertutup, asal bisa mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll., yang bisa memicu masyarakat untuk berubah. Beberapa kegiatan bisa dilakukan pada proses pemicuan. Untuk pemicuan pilar 1 STBM, Stop Buang Air Besar Sembarangan, tim pemicu bisa mengajak masyarakat melakukan kegiatan mencari tinja, menghitung tinja, dan demonstrasi air yang terkena tinja. Untuk pilar 2 STBM, Cuci Tangan Pakai Sabun, tim pemicu bisa mengajak masyarakat bermain alur penularan penyakit (diagram F) dan simulasi cuci tangan pakai sabun. Tim pemicu bisa menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan pemicuan yang akan dilakukan, baik untuk pilar 1, 2, 3, 4, ataupun 5. Sebelum melakukan pemicuan, tim pemicu perlu mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan, seperti tepung, dedak, botol air mineral, puzzle simulasi diagram F, sabun, ember, kertas metaplan, spidol, kertas potong, lem, dll. Peserta perlu mendiskusikan lebih detail dengan anggota kelompok mengenai alat yang diperlukan sesuai dengan kondisi dan rencana proses melakukan pemicuan di masyarakat.
47
| PELAKSANAAN STBM
POKOK BAHASAN 3: LANGKAH-LANGKAH PEMICUAN a. Alur Penularan Penyakit (Diagram F) Laporan WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa sekitar 1,1 juta anak usia di bawah lima tahun meninggal karena diare. Sementara UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal karena diare. Kematian diare pada balita di negara-negara berkembang mencapai 1,5 juta jiwa. Data di Indonesia menunjukkan diare adalah pembunuh balita kedua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Di Indonesia setiap tahun 100.000 balita meninggal karena diare. Penyebab utama diare adalah bakteri Eschericia coli selanjutnya disingkat menjadi E. Coli. E. Coli adalah tipe bakteri fecal coliform yang biasanya terdapat pada alat pencernaan binatang dan manusia. Adanya E. Coli di dalam air adalah indikasi kuat adanya kontaminasi adanya kotoran manusia dan hewan.
Gambar 4: Alur Penularan Penyakit (Diagram F)
PELAKSANAAN STBM |
48
Penyebaran kuman diare dapat dipahami dengan menggunakan Diagram F. Diagram F pertama kami ditemukan oleh E.G.Wagner dan J.N. Lanoix pada tahun 1958. Diagram F menggambarkan bagaimana bakteri E.Coli yang ada di dalam kotoran manusia dan hewan bisa masuk ke dalam tubuh manusia. Kotoran manusia dan hewan bisa masuk ke perut melalui beberapa cara, antara lain melalui tangan (fingers), air (fluid), dan lalat (flies). Lalat sering hinggap di kotoran manusia dan hewan. Pada saat hinggap di makanan, lalat menempelkan kotoran manusia dan hewan ke makanan dan minuman yang tidak ditutup dengan baik, yang bisa menyebabkan diare. Makanan dan minuman yang tidak ditutup rapat, juga bisa terkena udara yang mengandung kuman penyakit dan bisa menyebabkan diare. Kotoran manusia yang berserakan ataupun tidak dibuang ke saluran yang benar, dapat mencemari air. Jika langsung diminum, air tersebut bisa berbahaya. Sehabis buang air besar / buang air kecil, tangan kita juga bisa mengandung kuman penyakit diare, yang bisa masuk ke tubuh kita jika kita tidak membersihkan tangan. Perilaku buang air besar sembarangan merupakan perilaku yang dapat membantu penyebaran bakteri E. Coli. Saat turun hujan E.coli dapat terbawa ke sumber-sumber air misalnya ke sungai, danau, dan air bawah tanah. Jika sumber-sumber air ini tidak diolah dengan baik maka E.coli akan masuk ke dalam makanan dan minuman kita. Kuman penyakit yang terdapat dalam tinja, tidak sengaja masuk ke dalam mulut. Bagaimana kita bisa mencegah penyakit diare tersebut? 1. Pembuatan jamban sehat, sehingga lalat tidak dapat menyentuh kotoran manusia. 2. Pengelolaan air minum mulai dari sumber sampai siap untuk diminum. 3. Mengolah makanan dengan benar serta menutup makanan. 4. Mencuci tangan menggunakan sabun pada waktu-waktu penting. Panduan melakukan demo alur kontaminasi (Diagram F) dan mencegah (blocking) untuk memutus alur penularan penyakit, terlampir.
49
| PELAKSANAAN STBM
b. Alat-Alat Utama Dalam Penerapan Penilaian Kondisi Desa Secara Partisipatif Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah “pemicuan” setelah sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri. Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa alat PRA yang diperlukan, seperti: Pemetaan, yang bertujuan untuk mengetahui/melihat peta wilayah BAB masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca pemicuan, setelah ada mobilisasi masyarakat). Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya. Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Simulasi air yang telah terkontaminasi; mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Diskusi Kelompok Terfokus (FGD); bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi: o FGD untuk menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang BAB di sembarang tempat selama 1 hari, 1 bulan, dan dalam 1 tahun. o FGD tentang privacy, agama, kemiskinan, dan lain-lain. Adapun alat PRA yang digunakan dalam proses monitoring, diantaranya: Pemetaan dan skoring pemetaan, untuk melihat akses masyarakat terhadap tempat-tempat BAB (dengan cara membandingkan antara akses sebelum pemicuan dan akses yang terlihat pasca pemicuan dan tindak lanjut masyarakat). Penilaian (rating scale) atau keyakinan (convenient), yang bertujuan untuk: PELAKSANAAN STBM |
50
o Melihat dan mengetahui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan antara yang dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan sekarang ketika sudah BAB di tempat yang tetap dan tertutup). o Mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan tangga sanitasi di masyarakat. c. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan Dalam pemicuan di masyarakat terdapat beberapa faktor yang harus dipicu sehingga target utama yang diharapkan dari pendekatan STBM yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat dapat tercapai. Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi dalam suatu komunitas, diantaranya: o Perasaan jijik, o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang, o Perasaan takut sakit, o Perasaan takut berdosa, o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan. Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang digunakan untuk pemicuan faktor-faktor tersebut. Hal-Hal yang Harus Dipicu
51
Alat yang Digunakan
Rasa jijik
• Transect walk • Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan / beras, wudlu, dll
Rasa malu
• Transect walk (mengelaborasi pelaku BAB sembarangan) • FGD (terutama untuk perempuan)
| PELAKSANAAN STBM
Hal-Hal yang Harus Dipicu
Takut sakit
Aspek agama Privacy Kemiskinan
Alat yang Digunakan FGD: • Perhitungan jumlah tinja • Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data puskesmas • Alur kontaminasi Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu sendiri. FGD (terutama dengan perempuan) Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan masyarakat “termiskin”. Tabel 5: Elemen Pemicuan
Dalam memicu elemen-elemen di atas, di dalam suatu komunitas biasanya ada juga faktor-faktor penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah terbiasa dengan subsidi, sementara dalam pendekatan STBM tidak ada unsur subsidi sama sekali. Berikut adalah beberapa hal yang biasanya menjadi penghambat pemicuan di masyarakat, dengan alternatif solusi untuk mengurangi atau mengatasi faktor penghambat tersebut. Hal-Hal yang Menjadi Penghambat Pemicuan di Masyarakat Kebiasaan dengan subsidi / bantuan
Solusi Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apa-apa, kita tidak membawa bantuan
Faktor gengsi; malu untuk membangun jamban yang sangat sederhana (ingin jamban permanen)
Gali model-model jamban menurut masyarakat dan jangan memberikan 1 pilihan model jamban
Tidak ada tokoh panutan
Munculkan natural leader, jangan mengajari dan biarkan masyarakat mengerjakannya sendiri.
Tabel 6: Faktor Penghambat Pemicuan PELAKSANAAN STBM |
52
d. Yang Boleh Dan Tidak Boleh Dalam Pemicuan Dalam STBM, faktor penentu keberhasilan dan kegagalan (dapat diterapkan dan tidaknya) pendekatan ini sangat tergantung dari masyarakat. Meskipun bukan merupakan kesalahan fasilitator jika masyarakat “menolak” untuk mengimplementasikan pendekatan STBM dalam komunitas mereka, namun peran fasilitator sangat berpengaruh.Sehingga, ada beberapa hal yang harus dihindari oleh fasilitator dan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan saat memfasilitasi masyarakat. Misalnya: JANGAN LAKUKAN
Menawarkan subsidi
Mengajari Menyuruh membuat jamban
53
LAKUKAN Memicu kegiatan setempat. Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada subsidi dalam kegiatan ini. Jika masyarakat bersedia maka kegiatan bisa dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa menerimanya, hentikan proses. Memfasilitasi Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa kondisi mereka, yang memicu rasa jijik dan malu dan mendorong orang dari BAB di sembarang tempat menjadi BAB di tempat yang tetap dan tertutup.
Memberikan alat-alat atau petunjuk kepada orang perorangan
Melibatkan masyarakat dalam setiap pengadaan alat untuk proses fasilitasi.
Menjadi pemimpin, mendominasi proses diskusi. (selalu menunjukkan dan menyuruh masyarakat melakukan ini dan itu pada saat fasilitasi).
Fasilitator hanya menyampaikan “ pertanyaan sebagai pancingan” dan biarkan masyarakat yang berbicara/ diskusi lebih banyak. (Masyarakat yang memimpin)
Memberitahukan apa yang baik dan apa yang buruk
Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
| PELAKSANAAN STBM
JANGAN LAKUKAN Langsung memberikan jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan masyarakat
LAKUKAN Kembalikan setiap pertanyaan dari masyarakat kepada masyarakat itu sendiri, misalnya: “jadi bagaimana sebaiknya menurut bapak/ibu?”
Tabel 7: Yang Boleh Dan Tidak Boleh Dalam Pemicuan
POKOK BAHASAN 4: ALAT-ALAT/METODE CLTS Pada bagian ini peserta akan mempraktikkan cara-cara menggunakan alat-alat dan metode CLTS. Lihat panduan penggunaan. POKOK BAHASAN 5: KEGIATAN PASKA PEMICUAN a. Tangga Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Dalam STBM, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaan sanitasinya, seperti buang air besar, maka sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan. Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat animo masyarakat untuk membangun sarana sanitasi, seperti jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya tetap berlanjut. Pada prinsipnya sebuah jamban yang saniter dan layak terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak konstruksi dan
PELAKSANAAN STBM |
54
kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah (landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman dari terperosok kepada lubang kotoran, aman saat membuang hajat (malam hari/saat hujan/ aman digunakan oleh orang jompo). Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika. Definisi jamban sehat (improved latrine) mengacu kepada definisi dalam Joint Monitoring Program (JMP), dengan batasan sebagai berikut:
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi syarat : • Tidak mengkontaminasi badan air. • Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja. • Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau serangga vektor lainnya termasuk binatang. • Menjaga buangan tidak menimbulkan bau. • Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna. Tangga Perubahan Perilaku Pilar-Pilar STBM. Kondisi perilaku masyarakat yang menjadi sasaran intervensi pelaksanaan STBM tentunya berbeda satu dengan yang lainnya. Sasaran perubahan perilaku dalam STBM ada 5 pilar perilaku yaitu : • Menghentikan kebiasaan BAB sembarangan, • Membiasakan cuci tangan pakai sabun dengan air yang mengalir, • Mengelola air minum dan makanan secara aman, • Mengelola sampah rumah tangga secara aman • Mengelola air limbah cair dengan aman.
55
| PELAKSANAAN STBM
Pencapaian masyarakat pada status sanitasi total adalah “pada kondisi masyarakat yang telah mencapai 5 pilar STBM. Status sanitasi total tentunya tidak dicapai sekaligus, tapi memerlukan tahapan proses. Tangga perubahan perilaku STBM dengan dapat menggambarkan proses pencapaian tahapan status untuk mencapai suatu komunitas masyarakat yang telah bersanitasi total. Desa/Kelurahan mencapai status ODF/Stop BABS Parameter desa/kelurahan dikatakan telah mencapai status ODF/SBS adalah: • Semua masyarakat BAB hanya di jamban yang sehat dan membuang tinja/kotoran bayi hanya kejamban yang sehat (termasuk di sekolah), • Tidak terlihat tinja/kotoran manusia di lingkungan sekitar, • Ada penerapan sangsi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadiaan BAB disembarang tempat, • Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuat oleh masyarakat untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat, • Ada upaya strategi yang jelas untuk mencapai Sanitasi Total. Desa/kelurahan Mencapai Status Sanitasi Total Indikator untuk mencapai Sanitasi Total sebagai berikut :
No.
1
Pilar STBM
Stop Buang Air Besar Sembarangan
Indikator Keberhasilan Terkait Dengan Perilaku
Indikator Keberhasilan Terkait Dengan Akses
Indikator Keberhasilan
Jumlah dan persentase penduduk tidak buang air besar sembarangan
• Jumlah dan persentase rumah tangga menggu nakan jamban sehat • Jumlah desa/ kelurahan di kabupaten /kota yang mencapai Stop BABS/ ODF, dievaluasi setiap tahun setelah deklarasi ODF
100%
PELAKSANAAN STBM |
56
Indikator Keberhasilan Terkait Dengan Perilaku
Indikator Keberhasilan Terkait Dengan Akses
Indikator Keberhasilan
Cuci Tangan Pakai Sabun
Setiap anggota keluarga cuci tangan pakai sabun pada waktu kritis
• Jumlah dan persentase rumah tangga memiliki dan menggunakan sarana untuk melakukan CTPS • Setiap institusi pendi dikan dan kesehatan mempunyai sarana untuk melakukan CTPS
100%
3
Pengelolaan Air Minum/ Makanan yang Aman (PAMM RT)
• Jumlah dan persentase rumah tangga yang me lakukan penge lolaan air dengan aman • Jumlah dan persentase rumah tangga yang melakukan pengelolaan makanan dengan aman
• Jumlah dan persentase rumah tangga yang mempunyai sarana untuk melakukan pengelolaan air minum dengan aman, • Jumlah dan persentase rumah tangga yang memiliki sarana untuk melakukan pengelolaan makanan dengan aman
100%
4
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT)
Setiap rumah tangga melaku kan pengelolaan sampah dengan aman
Setiap rumah tangga dapat melakukan akses terhadap sarana pengelolaan sampah
100%
5
Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT)
Jumlah dan persentase rumah tangga yang mengelola limbah cair dengan aman
Jumlah dan persentase rumah tangga yang mempunyai saran pengelolaan limbah cair yang aman
100%
No.
2
Pilar STBM
Tabel 8. Indikator Sanitasi Total
57
| PELAKSANAAN STBM
b. Penyediaan Suplai Sanitasi dan Pemasaran Sanitasi Setelah masyarakat terpicu dan mau berubah, secara otomatis masyarakat akan membutuhkan sarana sanitasi yang higienis dan layak. Perlu dicatat bahwa tidak semua masyarakat memiliki akses dan kemampuan keuangan untuk menyediakan sarana sanitasi yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, setelah dilakukan pemicuan, wirausaha sanitasi diundang untuk menyediakan opsi-opsi pilihan sarana sanitasi yang dibutuhkan masyarakat dengan proses pembiayaan yang juga sesuai dengan kemampuan masyarakat. Keberadaan wirausaha sanitasi akan mendekatkan suplai sanitasi kepada masyarakat dan mempermudah perwujudan niat mereka untuk merubah perilaku. c. Membangun Komitmen Masyarakat dengan Menuangkan ke Dalam RTL Setelah dilakukan pemicuan, komitmen-komitmen masyarakat untuk berubah harus dituliskan ke dalam metaplan atau dokumen lainnya untuk mempermudah fasilitator mendampingi masyarakat mewujudkan keinginannya, sekaligus untuk memonitor dan mengadvokasi mereka untuk segera bertindak. d. Pendampingan dan Monitoring Pendampingan dilaksanakan untuk memperkuat keyakinan masyarakat tentang komitmen yang telah dibangun melalui perubahan perilaku secara kolektif yang diaplikasikan dengan upaya individu dalam upaya mewujudkannya. Disamping itu, dalam keadaan tertentu masyarakat membutuhkan mitra untuk melakukan dialog dalam upaya mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Pada saat itu diperlukan pendampingan untuk melakukan dialog dan mewujudkan komitmen masyarakat. Oleh karena itu, fasilitator datang kembali untuk mendampingi masyarakat melakukan monitoring terhadap progress dari rencana tindak lanjut yang mereka buat. Pendampingan dilakukan berdasarkan komitmen dengan masyarakat dan disesuaikan dengan proses alur pemberdayaan.
PELAKSANAAN STBM |
58
Pemicuan untuk membangkitkan rasa butuh masyarakat terhadap sarana sanitasi melalui perubahan perilaku secara kolektif Monitoring terhadap progress yang telah dicapai oleh masyarakat
Evaluasi terhadap rencana tindak lanjut dan dilakukan pemicuan ulang bila diperlukan
Tabel 9: Alur dan Proses Pendampingan Masyarakat
Membangun komitmen dengan masyarakat terhadap rencana tindak lanjut yang telah disepakati
PELAKSANAAN STBM |
Verifikasi dan deklarasi ODF untuk menyatakan bahwa wilayah tersebut telah bebas dari buang air sembarangan
Alur dan Proses pendampingan masyarakat sebagai contoh untuk perubahan perilaku menghilangkan Buang Air Besar Sembarangan (BABS):
59
Identifikasi masalah
• Identifikasi masalah dengan menggunakan diagram F tentang alur kontaminasi • Komitmen masyarakat mengembangkan kegiatan cuci tangan pakai sabun
• Pembentukan kelompok binaan (1kader untuk 10KK) sesuai dengan kondisi lapangan • Pengenalan program CTPS kepada masyarakat melalui kelompok binaan
Pelembagaan masyarakat
60
desa CTPS bila penduduk sudah menerapkan CTPS sebagai kebiasaan dan menerapkan sebagai bagian dari sikap hidup
deklarasi
dan
Verifikasi
PELAKSANAAN STBM |
• Monitoring melalui keluarga binaan yang menggunakan alat yang telah dibagikan • memberikan penghargaan (reward) dalam bentuk stiker pada keluarga binaan yang telah melaksanakan CTPS yang diidentifikasikan dengan pemenuhan kriteria • Melaporkan progress melalui sistem yang telah dikembangkan
Monitoring progress
Tabel 10: Tahapan Pendampingan
Penguatan kapasitas CTPS
• Pendampingan penguatan kapasitas tentang CTPS melalui media sosial masyarakat • Pemicuan CTPS di sekolah dan pengenalan sarana cuci tangan di sekolah yang tepat guna dengan menempatkan guru sekolah sebagai pembina
Proses pemicuan juga perlu diitegrasikan dengan perilaku cuci tangan pakai sabun. Terutama ditujukan pada ibuibu dan anak-anak sekolah sebagai kelompok sasaran sehingga kedua kelompok tersebut dapat berinteraksi melalui kegiatan di sekolah dan di lingkungan rumah. Pentahapan pendampingan dapat dilaksanakan sebagai berikut:
Keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan apakah mempengaruhi perubahan yang diinginkan atau tidak, tidak akan terjadi apabila kita tidak melakukan monitoring. Informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses dan pendekatan kegiatan, dan bahan perencanaan ke depan. Monitoring dan evaluasi program STBM melalui Sistem Informasi Monitoring dilaksanakan secara umum melalui tahapan, yaitu pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data dan informasi, dan pelaporan dan pemberian umpan-balik. Tahapan ini terjadi di masing-masing tingkatan. Monitoring program STBM sedapat mungkin dapat dilakukan secara mandiri dan partisipatif oleh masyarakat sendiri, dan diharapkan peran aktif dari natural leader yang muncul dan organisasi masyarakat seperti PKK, kelompok dasa wisma, dan lainnya. Namun demikian tetap diharapkan peran aktif dari petugas PUSKESMAS/ Sanitarian sebagai fasilitator dan katalisator di tingkat kecamatan/desa dalam mengelola data dan informasi hasil monitoring kegiatan kesehatan lingkungan ini. Bila di tingkat kabupaten terdapat proyek terkait STBM sedang berjalan, fungsi monitoring ini akan diperkuat dengan memanfaatkan sumber daya tenaga konsultan/fasilitator di tingkat kabupaten untuk melakukan alih pengetahuan dan pembinaan, baik terhadap para petugas PUSKESMAS/Sanitarian maupun langsung kepada masyarakat (natural leader / organisasi masyarakat yang berperan aktif). Adapun gambaran sederhana dari pelaksanaan monitoring program STBM seperti pada tabel 11 berikut.
61
| PELAKSANAAN STBM
Pelaporan bulanan. Verifikasi STBM.
Memantau perkembangan pemicuan di masyarakat Permintaan verifikasi STBM
Mencatat kemajuan dan memperbaharui dalam peta sosial terhadap perubahan yang terjadi
Data dasar STBM (misal melalui peta sosial), berisi akses sanitasi di masyarakat
Aksi yang dilakukan
Pelaporan
Pelaporan bulanan. Pelaporan tahunan Bahan untuk publikasi
Disseminasi kepada lintas program terkait dan sektor AMPL
Feedback kepada staf puskesmas
Analisis data: perbaikan kegiatan dan perencanaan kedepan
Konsolidasi data melalui SMS gateway
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
Kabupaten/ Kota
4
Penilaian kinerja per tahun (Benchmarking) program sanitasi kabupaten/kota
Evaluasi tahunan kompetitif melalui media massa (contoh JPIP)
Disseminasi kepada lintas program terkait dan sektor AMPL
Workshop review pembelajaran tahunan dan analisis komparatif pencapaian hasil antar kabupaten/ kota
DInas Kesehatan Provinsi
Provinsi
5
62
Penilaian kinerja per tahun (Benchmarking) program sanitasi propinsi.
Konsolidasi untuk pencapaian MDG.
Disseminasi kepada lintas program terkait dan sektor AMPL
Rakornas STBM: review tahunan dan analisis komparatif pencapaian hasil antar propinsi.
Kementerian Kesehatan
Pusat
6
PELAKSANAAN STBM |
Tabel 11 Alur Pikir Tata Laksana Monitoring dan Pelaporan dari Masyarakat Hingga Tingkat Pusat
Mengkompilasi update progress pemicuan Memverifikasi klaim STBM dan melaporkan hasil verifikasi Feedback temuan Mengirim laporan pemantauan via SMS
Melalui pemicuan masyarakat ataupun secara khusus ada upaya untuk melakukan pengumpulan data dasar STBM oleh kabupaten/ kota
Staf Puskesmas
Kecamatan
3
Natural leader/ Komite
Desa/ Kelurahan
2
Fasilitator
1
Pelaku pemantauan
Tingkatan
Tahap
Pelaku
Peran
Penanggung Jawab
Pusat
Melakukan pemantauan rutin terhadap pencapaian kinerja kabupaten/KBBI terhadap program sanitasi yang berjalan Memberikan umpan balik terhadap hasil analisis data dan informasi monitoring tersebut Melakukan sharing informasi antar kabupaten/ provinsi Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap provinsi dan kabupaten yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5 pilar)
Staf Kemenkes membidangi Program STBM
Provinsi
Melakukan pemantauan rutin terhadap pencapaian kinerja kabupaten terhadap program sanitasi yang berjalan Menganalisis data dan informasi hasil monitoring, dan memberikan umpan balik terhadap hasil analisis data dan informasi monitoring tersebut Melakukan sharing informasi antar kabupaten Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap kabupaten yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5 pilar)
Staf Dinkes membidangi Program STBM
Kabupaten
Merekam/entry data dan informasi hasil monitoring ke dalam database Melakukan pemantauan rutin terhadap indikator-indikator tertentu yang harus dilakukan oleh tim kabupaten Menganalisis data dan informasi hasil monitoring Memberikan umpan balik terhadap hasil analisis data dan informasi monitoring Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap kecamatan yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5 pilar)
Staf Dinkes membidangi Program STBM
Tabel 12 Peran dan Fungsi Pelaku dalam pelaksanaan Monitoring Program STBM
63
| PELAKSANAAN STBM
Pelaku
Resource Agency (RA)
Kecamatan
Masyarakat
Penanggung Jawab
Peran Melakukan bimbingan kepada pelaku di kabupaten, kecamatan dan masyarakat dalam pelaksanaan monitoring keluaran program STBM Membantu kecamatan dalam melakukan pengumpulan data dan informasi monitoring di tingkat masyarakat Membantu kabupaten dalam menganalisis data dan informasi hasil monitoring Memonitor keefektifan kegiatan Program melalui sistem monitoring rutin Melakukan pengumpulan data dan informasi monitoring di tingkat masyarakat Melakukan verifikasi dan sertifikasi hasil monitoring yang dilakukan oleh masyarakat, sebelum dikirimkan ke kabupaten untuk direkam/ di-entri dalam database. Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap komunitas yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5 pilar)
Melakukan monitoring mandiri terhadap hasil perkembangan kegiatan Program STBM
Fasilitator Kabupaten
Petugas PUSKESMAS/ Sanitarian
Natural leader/ Organisasi Masyarakat
Tabel 13 Peran dan Fungsi Pelaku dalam pelaksanaan Monitoring Program STBM 1. Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat/ desa Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat akan lebih bertumpu kepada indikator monitoring yang mudah dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat itu sendiri, antara lain terkait: 1. Pengumpulan data dasar terkait indikator 5 pilar perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, yaitu: a) data akses awal jumlah masyarakat yang memiliki dan menggunakan jamban sehat, memiliki dan menggunakan
PELAKSANAAN STBM |
64
jamban tidak sehat, jumlah masyarakat yang masih numpang ke jamban tetangga atau umum dibedakan menurut jenis jamban sehat dan tidak sehat, dan terakhir masih BAB di sembarang tempat; b) data akses awal jumlah keluarga (termasuk anggota keluarga di dalamnya) yang telah terbiasa cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu kritis; c) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola air minumnya dengan aman; d) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola sampahnya dengan aman; e) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola limbah cair rumah tangganya dengan aman. 2. Proses pemicuan perubahan perilaku buang air besar masyarakat, Indikator yang direkam antara lain: a) peningkatan akses masyarakat kepada penggunaan sarana jamban sehat; b) kebersihan lingkungan sekitar rumah keluarga; c) peningkatan perubahan perilaku pilar lainnya. 3. Pendataan tukang yang terkait dengan jasa dan layanan sanitasi, Pendataan ini bertujuan untuk menjaring informasi jumlah tukang yang beredar di desa bersangkutan yang memiliki pengalaman dan/atau keterampilan membangun/ memperbaiki sarana jamban. Berikut dibawah ini disajikan beberapa model pelaksanaan monitoring yang dapat dilakukan di tingkat masyarakat. Waktu Pelaksanaan Monitoring perkembangan perubahan perilaku BAB dan pembuangan kotoran anak bawah tiga tahun (batita) Persiapan: Pelaku
Cara Pelaksanaan
•
Masyarakat •
65
Pihak kabupaten/ kecamatan/ desa menyediakan kertas spot berwarna (merah, kuning, hijau), dengan yang mudah terlihat dari jarak pandang cukup jauh, misal: bentuk bulat dengan diameter 15 cm; bentuk bujursangkar dengan ukuran 15 cm X 15 cm. Menginformasikan penggunaan kertas berwarna kepada masyarakat setelah proses pemicuan awal atau saat monitoring lanjutan. Kertas merah (jamban numpang), kuning (jamban blm sehat), hijau (jamban sehat).
| PELAKSANAAN STBM
Setiap saat ada perubahan perilaku yang terjadi pada komunitas tersebut.
Pelaku
Waktu Pelaksanaan
Cara Pelaksanaan •
Untuk aspek PHBS lain, seperti cuci tangan, pengelolaan dan penyimpanan air minum dan makanan, pengelolaan limbah RT dapat mengikuti pola monitoring mandiri untuk perilaku BAB di jamban. Untuk efektivitas monitoring dapat menggunakan “kartu sehat”
Pelaksanaan monitoring: •
Masyarakat
• •
•
Masyarakat yang telah berupaya berubah perilaku untuk tidak BAB di sembarang tempat (termasuk membuang kotoran anak batita tidak sembarangan), menempelkan tanda kertas spot di depan rumah mereka pada tempat yang tampak dari pandangan orang yang berdiri di depan atau melalui rumah tersebut. Warna yang ditempel sesuai kondisi perkembangan upaya perubahan perilaku mereka. Pada kertas tersebut dapat dituliskan tanggal mereka melakukan perubahan tersebut. Apabila pada keluarga tertentu ada peningkatan perubahan perilaku dengan ditandai perubahan warna kertas spot yang ditempel. Tempel warna baru diatas warna lama, sehingga informasi warna awal masih ada. Natural leader atau komite secara berkala memperbaharui informasi tersebut dalam peta masyarakat (tanpa mengganggu informasi baseline)
Setiap saat ada perubahan perilaku yang terjadi pada komunitas tersebut.
Tabel 14 Model Monitoring di Masyarakat Telah dijelaskan sebelumnya bahwa monitoring di tingkat masyarakat ini menggunakan pendekatan partisipatif dan mengangkat peran aktif masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri. Oleh karena itu, penting sekali bahwa selama proses kegiatan STBM, fasilitator kabupaten membantu meningkatkan kapasitas masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri melalui on the job training. 2. Pelaksanaan monitoring di tingkat Puskesmas/ kecamatan Pelaksanaan monitoring di tingkat Puskesmas/ kecamatan akan lebih
PELAKSANAAN STBM |
66
bertumpu kepada mengumpulkan perkembangan informasi di tingkat desa dan menjaring indikator monitoring yang terjadi di tingkat Puskemas/ kecamatan, antara lain sebagai berikut:
Pelaku
Cara Pelaksanaan
Waktu Pelaksanaan
1. Perekaman monitoring perkembangan perubahan perilaku BAB dan pembuangan kotoran anak batita (kemajuan pemicuan), perilaku cuci tangan pakai sabun, serta pilar lainnya Persiapan: • Pihak kecamatan/ Puskesmas menyiapkan dan memahami pengisian format monitoring perkembangan perubahan perilaku pilar-pilar STBM (pilar 1 hingga pilar 5).
Fasilitator pemicu (Kecamatan/ Puskesmas)
67
Contoh pelaksanaan monitoring: • Mengacu kepada peta sosial masyarakat, informasi perkembangan hasil pemicuan (akses masyarakat kepada jamban) dipindahkan kedalam format LB-1. • Melakukan kunjungan ke rumah tangga yang telah melakukan perubahan (berdasarkan perkembangan data pada peta sosial) untuk mengamati kondisi dan pemeliharaan jamban dan lingkungan sekitarnya (lihat panduan transeck walk). Penting: Monitoring perkembangan perubahan perilaku masyarakat terkait kebiasaan BAB, sekaligus sebagai kegiatan verifikasi ODF per rumah tangga, yang digunakan sebagai dasar verifikasi status ODF suatu komunitas.
| PELAKSANAAN STBM
Perekaman data dasar (baseline) di awal dan kemajuan hasil pemicuan dilakukan bulanan (misal: minggu keempat setiap bulannya)
Pelaku
Waktu Pelaksanaan
Cara Pelaksanaan
2. Monitoring status ODF yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi ODF) Persiapan: − Masyarakat melalui natural leader atau komite Tim menginformasikan pihak Puskesmas untuk kecamatan dilakukan verifikasi status ke-ODF-an mereka (akan bersama lebih baik bila penginformasian dilakukan melalui masyarakat. surat pernyataan yang diketahui oleh kepala desa). − Tim kabupaten menyiapkan stiker atau papan ODF.
Sebaiknya dilakukan begitu menerima informasi dari masyarakat bersangkutan
Pelaksanaan monitoring:
Tim kecamatan bersama masyarakat.
− Tim kecamatan melakukan pengecekan informasi total masyarakat yang sudah berubah perilakunya. Dengan alat bantu peta sosial dan ceklist jamban, tim mengunjungi rumah masyarakat dan mencocokkan warna kertas spot (kaitkan dengan proses monitoring no.1). Rekaman hasil verifikasi dicantumkan dalam format LB-2. − Tim melakukan penilaian terhadap total akses masyarakat. Hasilnya diinformasikan kepada masyarakat. Bila telah mencapai 100% akses, tim dapat menempelkan stiker atau menempatkan papan ODF dengan diisi tanggal kapan mereka mencapai ODF dan verifikasi dilakukan.
Sebaiknya dilakukan begitu menerima informasi dari masyarakat bersangkutan
PELAKSANAAN STBM |
68
Pelaku
Cara Pelaksanaan
Waktu Pelaksanaan
3. Monitoring status Desa STBM yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi Desa STBM) Persiapan:
Tim kecamatan bersama masyarakat.
− Masyarakat melalui natural leader atau komite menginformasikan pihak Puskesmas untuk dilakukan verifikasi status ke-STBM-an mereka (akan lebih baik bila penginformasian dilakukan melalui surat pernyataan yang diketahui oleh kepala desa). − Tim kabupaten menyiapkan stiker atau papan pencapaian Desa STBM.
Begitu menerima informasi dari masyarakat bersangkutan
Pelaksanaan monitoring:
Tim kecamatan bersama masyarakat.
− Tim kecamatan melakukan pengecekan informasi total masyarakat yang sudah berubah perilakunya. Dengan alat bantu peta sosial dan ceklist capaian 5 pilar STBM, tim mengunjungi rumah masyarakat dan mencocokkan warna kertas spot (kaitkan dengan proses monitoring no.1). Rekaman hasil verifikasi dicantumkan dalam format rekam pilar-1 sampai pilar-5 STBM. − Tim melakukan penilaian terhadap total akses masyarakat. Hasilnya diinformasikan kepada masyarakat. Bila telah mencapai 100% akses kelima pilar STBM, tim dapat menempelkan stiker atau menempatkan papan Desa STBM dengan diisi tanggal kapan mereka mencapai status tersebut dan verifikasi dilakukan.
69
| PELAKSANAAN STBM
Begitu menerima informasi dari masyarakat bersangkutan
Pelaku
Waktu Pelaksanaan
Cara Pelaksanaan
4. Investasi jamban oleh masyarakat Persiapan: Menyiapkan dan memahami cara pengisian format LB-3. Pelaksanaan: Fasilitator pemicu (Kecamatan/ Puskesmas)
• •
Kegiatan ini dapat dilaksanakan saat fasilitator pemicu memperbaharui (updating) informasi kemajuan pemicuan. Pada saat kunjungan ke rumah tangga, dapat menanyakan kepada keluarga bersangkutan perkiraan biaya untuk membangun jamban. (untuk membantu dapat melakukan perkiraan bahan yang digunakan dan tenaga yang dikeluarkan)
5. Pendataan tukang terkait jasa dan layanan sanitasi Persiapan:
Fasilitator pemicu bekerja sama dengan Natural leader (NL)/ komite
Menyiapkan dan memahami cara pengisian format LT-3. Pelaksanaan: •
•
Pendataan awal tentang tukang yang ada di komunitas/ desa tersebut sebagai data dasar, dilakukan selang 1 – 2 minggu setelah pemicuan awal Pembaharuan pendataan tukang dilakukan setiap 3 bulan, baik ada pengurangan (karena pindah atau bekerja diluar) atau penambahan jumlah tukang
PELAKSANAAN STBM |
70
Pelaku
Cara Pelaksanaan
Waktu Pelaksanaan
6. Monitoring mandiri terhadap dampak yang dirasakan Persiapan: • Masyarakat bekerja sama dengan pihak Puskesmas/ kecamatan/ kabupaten
Masyarakat membuat tulisan gambaran kondisi masyarakat sebelum intervensi (pemicuan awal) dilakukan
Pelaksanaan monitoring: • •
Masyarakat membuat tulisan perubahan kondisi masyarakat yang dirasakan setelah intervensi (pemicuan awal) dilakukan. Hasil tulisan masyarakat ini dapat didokumentasi secara elektornik dan dipublikasi dalam media daerah lokal hingga situs AMPL.
Minimal 6 bulan setelah ODF
Persiapan: •
Tim kecamatan
Pelaksanaan monitoring: • •
71
Membuat pemberitahuan kepada setiap desa agar mempersiapkan hasil capaian kegiatan program sanitasi di masing-masing wilayah
Kegiatan review dan sharing hasil capaian program sanitasi dapat dilakukan melalui forum komunikasi tingkat kecamatan Kegiatan review dan sharing ini dapat diikutkan/ dititipkan dalam kegiatan rutin di tingkat kecamatan yang meng-agenda-kan pertemuan kemajuan desa.
| PELAKSANAAN STBM
Berkala per triwulan (pada pertemuan regular yang ada di kecamatan)
Pelaku
Waktu Pelaksanaan
Cara Pelaksanaan
7. Pendataan toko dan produsen produk sanitasi Persiapan: •
Menyiapkan dan memahami cara pengisian format pendataan toko dan produsen produk sanitasi
Pelaksanaan: Tim Puskesmas/ kecamatan
•
• •
Tim mengidentifikasi dan memetakan toko bangunan dan produsen produk sanitasi yang ada di wilayah kerja Puskesmas/ kecamatan bersangkutan Tim membagi tugas kunjungan ke toko bangunan dan/atau produsen produk sanitasi Petugas mewawancarai pemiliki toko dan/atau produsen produk sanitasi dan mengisi informasi yang dijaring sesuai dengan format LT-2A dan 2B.
Pendataan dilakukan secara berkala per triwulan
8. Pendataan kegiatan peningkatan kapasitas (capacity building) Tim Puskesmas/ kecamatan
Persiapan: •
Menyiapkan dan memahami cara pengisian format pendataan kegiatan peningkatan kapasitas (format LT-5)
9. Monitoring institusionalisasi sistem monitoring • Tim Puskesmas/ kecamatan
Pihak Puskesmas/ kecamatan mencatat dan mengkompilasi data komunitas yang menggunakan peta sosial atau instrumen lainnya dalam memonitor pencapaian ODF dan perilaku cuci tangan pakai sabun oleh seluruh masyarakat Tabel 15 Contoh Mekanisme Monitoring STBM
PELAKSANAAN STBM |
72
e. Promosi PHBS yang Berkelanjutan. Perubahan perilaku perlu terus dipromosikan agar masyarakat tetap mempraktikkan budaya perilaku hidup bersih dan sehat. Biasanya setelah masyarakat terbiasa, masyarakat akan otomatis berubah ke perilaku yang lebih baik tersebut, namun dalam jangka panjang jika perubahan perilaku tidak terus dipromosikan, maka sangat mungkin sekali masyarakat akan lupa dan kembali ke praktik budaya hidup yang tidak sehat. Promosi bisa dilakukan melalui berbagai cara seperti melalui iklan, penyebaran media komunikasi, ataupun melalui kegiatan-kegiatan formal dan informal di masyarakat.
VIII.
REFERENSI
1. WSP, Film Memicu Perubahan Menuju Sanitasi Total di Maharashta, India, New Delhi: 2004, 2. Depkes RI, Film Tahapan Pemicuan CLTS, Kenongo, Jakarta: 2005, 3. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013. 4. Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: 2013.
73
| PELAKSANAAN STBM
IX.
LAMPIRAN
LEMBAR KERJA a. Panduan Melakukan Demo Alur Kontaminasi (Diagram F) Peserta pelatihan diharapkan dapat: • Mengidentifikasi penyakit-penyakit berbasis lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang buruk, dampak serta upaya pencegahannya. • Gambaran bagaimana tinja dapat masuk ke mulut manusia • Menggali alasan kenapa perilaku STBM belum maksimal
TUJUAN
:
WAKTU
:
30 menit
METODE
:
• Demo alur kontaminasi (Diagram F) • Diskusi interaktif (dapat dilakukan berkelompok)
ALAT/TOOLS/MEDIA
:
HAND OUT
:
INDIKATOR PENCAPAIAN TUJUAN
:
PERSIAPAN PENTING FASILITATOR
:
Kertas plano, spidol, kain tempel, kertas metaplan, gambar-gambar dalam Diagram F Setiap kelompok bisa menggunakan set gambar diagram F Set gambar Diagram F sudah disiapkan sejumlah kelompok diskusi
PELAKSANAAN STBM |
74
PROSES:
75
NO.
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
1.
Sampaikan salam pembuka dan yel-yel yang sudah disepakati di awal kemudian menjelaskan pokok bahasan pada sesi ini. Sampaikan tujuan dari pokok bahasan, alokasi waktu dan metode yang akan digunakan.
Pokok Bahasan dipahami oleh peserta
3’
2.
Bagi peserta pelatihan ke dalam kelompokkelompok kecil misalnya; pembagian kelompok dapat dibagi berdasarkan: 1) Kelompok Masyarakat Desa ODF 2) Kelompok Masyarakat Desa Non ODF 3) Sekolah dari lingkungan ODF 4) Sekolah dari lingkungan Non ODF Catatan : Jika peserta masih belum mengenal STBM sama sekali maka kelompok dibagi secara bebas.
Terbagi kelompok diskusi
2’
3.
Tanyakan kepada peserta “apakah salahsatu anggota keluarga pernah kena diare?” dan tanyakan “bagaimana perasaannya”?, dan “tindakan apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain”?. Hal ini untuk membangkitkan emosi (takut anaknya kena penyakit, kehilangan anaknya karena tidak tertolong) agar lebih peduli dengan keadaan lingkungannya, agar tidak tercemar.
Tergali akibat-akibat penyakit diare.
3’
| PELAKSANAAN STBM
NO.
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
Minta masing-masing kelompok untuk mendiskusikan alur penularan penyakit. Penjelasan awal; bagaimana kotoran
4.
manusia yang merupakan sumber penyakit (seperti: diare, kulit, pernafasan/ISPA, tipus, penyakit mata, disentri, polio, kecacingan) dapat masuk ke dalam mulut. Tampilkan/gambar kotoran manusia di sebelah kiri dan gambar mulut di sebelah ujung kanan. Beberapa kelompok dapat dibekali dengan gambar-gambar diagram F, sementara kelompok lain dapat dibiarkan berdiskusi sesuai pengetahuan dan pengamatan masing-masing, untuk kemudian dituangkan dalam bentuk gambar. Hal ini nanti dapat menjelaskan kepada peserta pelatihan bahwa tanpa dibekali gambar-gambar (Diagram F), peserta dapat menggambarkan Alur Kontaminasi.
5
Hasil diskusi dapat ditempel di dinding (kain tempel, jika ada) dan masing-masing perwakilan kelompok menjelaskan hasilnya (masing-masing selama 3 menit). Pada tahap ini fasilitator dapat membahas bagaimana banyak jalur yang mungkin menjadikan tinja akhirnya masuk ke mulut misalnya: • Tinja dapat meresap ke sumber air sumur melalui tanah • BAB di sungai menyebabkan sumber air tercemar, dipakai untuk mandi, gosok gigi, mencuci makanan • Lalat yang membawa kotoran ke makanan • Tangan setelah dipergunakan untuk cebok, tetapi tidak CTPS
Peserta bisa menyusun Diagram alur penularan penyakit
10’
Hasil diskusi tersampaikan kepada kelompok lain
10’
PELAKSANAAN STBM |
76
NO.
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
6
Fasilitator akan menggali kembali bagaimana caranya agar tinja tidak masuk ke mulut (hal tersebut yang dinamakan pencegahan), agar penyakit-penyakit seperti Diare, ISPA, dan Cacingan dapat dicegah. Pencegahan tersebut akan dibahas pada pokok bahasan berikutnya.
Terbangun wacana memutus alur penularan penyakit
2’
B. Panduan Diskusi Kelompok Penggunaan Diagram F Untuk Memutus Alur Penularan Penyakit TUJUAN
:
Peserta dapat menjelaskan perilaku baik/cara pencegahan / blocking untuk menghindari penyebaran penyakit.
WAKTU
:
25 menit
METODE
:
ALAT/TOOLS/MEDIA
:
Diskusi interaktif, Kertas Plano, spidol, kain tempel, kertas metaplan, alur penularan penyakit (hasil diskusi peserta)
HAND OUT
:
Diagram F dan Blocking-nya.
INDIKATOR PENCAPAIAN TUJUAN
:
Diagram pencegahan / blocking yang dibuat peserta untuk memutus alur penularan penyakit
PERSIAPAN PENTING FASILITATOR
:
Diagram F hasil diskusi kelompok sebagai acuan diskusi blocking
PROSES: NO 1.
2.
77
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
Pemandu menyambungkan pokok bahasan sesi ini dengan sesi berikutnya. Sampaikan tujuan, waktu yang dibutuhkan dan metode yang akan digunakan. Pemandu meminta peserta pelatihan (berdasarkan kelompok diskusi diagram F) untuk menambahkan gambar blocking/ pencegahan pada gambar Diagram F yang telah dibuat sebelumnya.
Peserta tahu bahwa sesi ini berhubungan erat dengan sesi sebelumnya
2’
Teridentifikasi blocking dari masingmasing kelompok
5’
| PELAKSANAAN STBM
NO
LANGKAH Secara bergantian perwakilan setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya (maksimal 3 menit). Simpulkan bersama alur mana saja yang bisa diblocking.
3.
Pada sesi ini fasilitator diharapkan lebih mengembangkan pertanyaanpertanyaan sehingga dapat menggali pengetahuan blocking lebih banyak dari peserta pelatihan tanpa harus menggurui peserta.
OUTPUT
WAKTU
Hasil diskusi kelompok tersampaikan ke peserta lain
9’
Peserta paham bahwa untuk memutus alur penularan penyakit tidak cukup hanya dengan BAB di jamban
5’
Tanyakan kembali “jika masyarakat telah BAB di Jamban apakah masih mungkin tinja masuk ke mulut?” Kemungkinan jawabannya adalah: masih mungkin, jika;
4.
• Jarak lubang penampungan tinja dengan Jamban terlalu dekat, maka tinja dapat meresap melalui tanah ke sumber air (minimal jaraknya 1015 meter, kecuali di daerah cadas, tergantung lapangan/lingkungannya atau telah menggunakan septic-tank yang betul-betul kedap air). • Melalui jari tangan, jika setelah cebok tidak Cuci Tangan Pakai Sabun, maka Blocking kedua dengan CTPS. Jari tangan yang terkena kotoran tinja harus dicuci dengan air mengalir dan sabun sebelum kita mengambil makanan (setelah BAB, setelah dari kebon/sawah).
PELAKSANAAN STBM |
78
NO 4.
LANGKAH • Blocking/pencegahan ketiga adalah Mengelola makanan dan minuman, misal dengan mencuci, menutup makanan dan mencuci wadahnya, juga memasak air untuk minum.
OUTPUT Peserta paham bahwa untuk memutus alur penularan penyakit tidak cukup hanya dengan BAB di jamban
WAKTU 5’
Catatan: Yang paling penting dan mudah dilakukan adalah pencegahan melalui CTPS dan bagaimana upaya peserta bersama-sama untuk berkomitmen membentuk kebiasaan CTPS menjadi budaya sehari-hari dan ditularkan kepada orang terdekatnya. Cerita pengalaman di Jombang: Fasilitator berkunjung ke sekolah dan bertanya apakah anak-anak melakukan CTPS di sekolah, di sekolah tersebut ada fasilitas, dan para siswa sangat paham akan pentingnya CTPS, tetapi tidak ada sabun tersedia disana. Setelah berdiskusi dengan gembira dan tanpa paksaan, para murid sepakat untuk iuran dan membeli sabun, kemudian dipakai bersama-sama di sekolah mereka.Hal tersebut menjadi pembelajaran bahwa anak siswa SD-pun dapat mandiri dan tidak perlu meminta dari sekolah/guru.
Penyegaran:
5
Setelah sesi di atas, peserta pelatihan umumnya mulai jenuh. Fasilitator diharapkan dapat menghilangkan kejenuhan dengan cara memberikan acara selingan PENYEGARAN (ice breaking). Bisa menggunakan cara pada tabel di bawah
Peserta kembali Fresh
Tujuan: • Menghilangkan kelelahan • Membuat peserta kembali segar dan bersemangat untuk sesi selanjutnya Metode: Mendengarkan dan menyanyi bersama lagu CTPS dan teks lagu ditayangkan melalui tulisan besar pada kertas plano atau melalui Power Point. Catatan Fasilitator: Metode ini juga dapat dikembangkan ketika pola pembelajaran CTPS kepada anak-anak yang dapat dilakukan melalui lagu (dengan cara gembira dan ceria)
79
| PELAKSANAAN STBM
4’
NO
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
Langkah-langkah: 1. Fasilitator dapat memutar lagu CTPS yang diperdengarkan kepada seluruh peserta pelatihan, ditayangkan bersama teks lagu tersebut 2. Peserta diminta untuk menghafalkan lagu tersebut, dan meminta peserta untuk membuat kreasi lagu masingmasing terkait perilaku /kebiasaan CTPS. Contohnya: (disadur dari lagu ayo Tepuk Tangan) Kalau kau mau sehat cuci tangan Kalau kau mau sehat cuci Tangan Cuci Tangan Pakai sabun dengan air mengalir Cuci Tangan Pakai Sabun…! Lagu tersebut dapat diajarkan dan dinyanyikan bersama-sama di kelas.
C. Panduan Simulasi Upper dan Lower dalam STBM NO.
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
1.
Ajak peserta menyepakati pengertian “upper” dan “lower”
Kesepakatan pengertian “upper” dan “lower”
10’
2.
Bagi peserta menjadi 3 kelompok, masingmasing kelompok akan membahas sedikitnya 5 point siapa yang dianggap upper dan lower (LP C.4.2)
Peserta memahami konsep upper lower
10’
3.
Setelah mendiskusikan minta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan dan kelompok lain menanggapi atau memberi masukan
Peserta mampu mengidentifikasi tingkatan /upper lower
10’
4.
Di akhir diskusi sepakati bahwa dalam pendekatan CLTS cara pandang tersebut harus diubah sehingga tidak ada pendapat siapa upper dan siapa lower
Perubahan cara pandang peserta dalam pendekatan CLTS berdasar pada pemahaman upper lower
5’
PELAKSANAAN STBM |
80
NO.
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
5.
Setelah diskusi pleno 1 selesai minta kelompok yang sama untuk membuat skenario melalui bahasa tubuh (gesture) yang menggambarkan kegiatan top down, partisipatif dan bersahabat. (LP C.4.3)
Peserta memahami beberapa kegiatan dalam memfasilitasi
10’
6.
Minta masing-masing kelompok untuk menampilkan skenarionya dan kelompok lain menjadi pengamat
Peserta mampu menampilkan gesture
15’
7.
Di setiap akhir penampilan, tanyakan pada kelompok pengamat apa yang menjadi karakteristik bahasa tubuh yang ditampilkan
Peserta mampu mengidentifikasi gesture yang ditampilkan
15’
Peserta dapat mengiden tifikasi sikap dan kebiasaan mana yang paling sesuai dengan CLTS serta merubah sikap dan kebiasaan ketika memfasilitasi komunitas
5’
8.
Pada diskusi pleno, tanyakan pada peserta bahasa tubuh seperti apa yang sesuai dengan pendekatan CLTS (berdasarkan pemahaman bahwa tidak ada upper lower)
LP. C.4.2 Kelompok I Diskusikan minimal 5 point siapa/apa saja yang disebut “upper” dan siapa/apa saja yang disebut “lower” dari sisi PERSONAL Kelompok II Diskusikan minimal 5 point siapa/apa saja yang disebut “upper” dan siapa/apa saja yang disebut “lower” dari sisi INSTITUSIONAL Kelompok III Diskusikan minimal 5 point siapa/apa saja yang disebut “upper” dan siapa/apa saja yang disebut “lower” dari sisi PROFESIONAL
81
| PELAKSANAAN STBM
LP. C.4.3 KELOMPOK I Buatlah skenario dan peragakan fragmen (sandiwara tanpa kata-kata, hanya gerak tubuh) yang menggambarkan sikap tubuh FRIENDLY (RAMAH) KELOMPOK II Buatlah skenario dan peragakan fragmen (sandiwara tanpa kata-kata, hanya gerak tubuh) yang menggambarkan sikap tubuh TOP DOWN KELOMPOK III Buatlah skenario dan peragakan fragmen (sandiwara tanpa kata-kata, hanya gerak tubuh) yang menggambarkan sikap tubuh PARTISIPATIF D. Panduan Bermain Peran dalam Demonstrasi Alat-Alat Utama CLTS 1. Mintalah sekitar 10 – 15 orang peserta (laki-laki dan perempuan) secara sukarela untuk berperan sebagai warga masyarakat suatu dusun dan mereka rata-rata masih melakukan praktek buang air besar sembarangan. Demo ini akan difasilitasi fasilitator pelatihan (Pelatih). 2. Sebelum proses dimulai, mintalah kepada peserta yang lain untuk menyimak proses simulasi dengan cermat, dan bila perlu mencatat langkah-langkahnya serta kata-kata kunci penting dalam proses ini. 3. Demo dimulai dengan Pemetaan Sosial, sehingga tergambarkan: batas wilayah pemukiman dan lahan pertanian/usaha, sebaran rumah warga, lokasi jamban dan BAB terbuka, akses setiap rumah terhadap jamban atau lokasi BAB terbuka, lokasi dan jenis sumber air minum dan air untuk keperluan rumah tangga lainnya, serta informasi lain yang relevan. 4. Lanjutkan dengan simulasi Transect dalam bentuk yang sederhana, dengan tekanan pada kunjungan ke lokasi BAB terbuka, dan tekankan bahwa tidak seorang pun boleh menutup hidungnya saat kunjungan ini. 5. Lanjutkanlah simulasi: Menghitung jumlah tinja (per hari, minggu, bulan, tahun), alur kontaminasi (Diagram F), kontaminasi air bersih, kontaminasi air minum, dan gangguan privacy pada perempuan serta pandangan agama tentang BAB terbuka.
PELAKSANAAN STBM |
82
6. Bangunlah suasana klimaks dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan bertingkat dalam rangka mendorong perubahan: “Bagaimana perasaan saudara-saudara hidup dengan suasana seperti ini? Apakah saudara-saudara ingin berubah?” Bilamana komunitas menyatakan tak akan berubah, kembangkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih tajam untuk memicu rasa malu –takut penyakit – rasa bersalah, dst. Bila tetap tidak ada perubahan sikap, (ini upaya akhir) lanjutkan dengan pernyataan: “Terima kasih atas pelajaran yang saudara-saudari berikan kepada saya. Ini sangat berharga. Saya akan pulang, dan menuliskan pengalaman ini kemudian menceritakannya kepada teman-teman saya di desa saya, bahwa ternyata masyarakat disini masih senang berak di kebun/ sungai/ semak-semak. Dan bila diijinkan, sayapun akan memuat cerita ini di surat kabar atau majalah”. 7. Bila ternyata masyarakat terlihat tergugah dan terpicu, lanjutkanlah dengan proses memfasilitasi perencanaan oleh masyarakat, dengan pertanyaan-pertanyaan bertingkat: o Siapa saja yang akan memulai perubahan? (semua orang yang mau berubah dicatat dalam kertas. o Dalam bentuk apa? o Kapan dimulai? Kapan selesai? o Kapan masyarakat mentargetkan komunitas ini bebas dari kebiasaan BAB di tempat terbuka? 8. Tegaskanlah pada bagian akhir simulasi ini, bahwa perwakilan masyarakat (sekitar 6 orang dari setiap dusun) akan diundang dalam lokakarya di kabupaten untuk membagikan pengalamannya kepada peserta lokakarya. Simulasi berakhir.
83
| PELAKSANAAN STBM
Modul MI.3. : MODUL MI.3.
Pemicuan di Komunitas
PEMICUAN DI KOMUNITAS
Modul MI.3. Pemicuan di Komunitas I.
DESKRIPSI SINGKAT
83
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
83
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
83
IV. BAHAN BELAJAR 84 V. METODE PEMBELAJARAN
84
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
84
VII. URAIAN MATERI 85 POKOK BAHASAN 1: PERSIAPAN PEMICUAN DI MASYARAKAT
85
a. Persiapan Lapang 85 b.
Pembentukan Kelompok / Tim Pemicu
85
c. Penyiapan Alat dan Bahan 86 d.
Pembagian Peran Pada Kelompok
86
POKOK BAHASAN 2 : PEMICUAN DI MASYARAKAT
89
POKOK BAHASAN 3 : DISKUSI PLENO DENGAN MASYARAKAT
90
POKOK BAHASAN 4 : LAPORAN HASIL PEMICUAN
91
POKOK BAHASAN 5 : EVALUASI HASIL PEMICUAN
92
VIII.REFERENSI 93 IX. LAMPIRAN 94 LEMBAR KERJA 94 A. Pedoman PKL 94
84
B. Diskusi Kelompok Menyusun Laporan
97
C. Panduan Diskusi Pleno Dengan Masyarakat dan Para Pihak
99
D. Panduan Menyusun RTL dan Komitmen Bersama
102
PEMICUAN DI KOMUNITAS
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
MODUL MI.3.
PEMICUAN DI KOMUNITAS I.
DESKRIPSI SINGKAT Sesi ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan peserta dalam menerapkan pendekatan STBM, sehingga kegiatan ini dilakukan dalam diskusi dan praktik di kelompok. Sesi praktik lapang diawali dengan pembentukan kelompok, dilanjutkan dengan persiapan lapang, simulasi dalam kelompok, refleksi dan review proses serta hasil dari kegiatan praktik lapang tersebut dalam bentuk laporan.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pemicuan di komunitas. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Pada akhir sesi ini peserta mampu: 1. Melakukan persiapan pemicuan di masyarakat, 1. Melakukan pemicuan di masyarakat, 2. Melakukan diskusi pleno dengan masyarakat, 3. Menyusun laporan hasil pemicuan di masyarakat, 4. Melakukan evaluasi terhadap proses pemicuan yang telah dilaksanakan.
III.
POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
A. Pokok Bahasan 1: Persiapan Pemicuan di Masyarakat a. Persiapan lapang, b. Pembentukan kelompok/ tim pemicu,
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
83
c. Penyiapan alat dan bahan, d. Pembagian peran pada kelompok. B. Pokok Bahasan 2: Pemicuan di Masyarakat C. Pokok Bahasan 3: Diskusi Pleno dengan Masyarakat D. Pokok Bahasan 4: Laporan Hasil Pemicuan E. Pokok Bahasan 5: Evaluasi Hasil Pemicuan
IV.
BAHAN BELAJAR Flipchart, spidol, meta plan, kain tempel, Lembar panduan diskusi, Lembar panduan observasi, Panduan Pemicuan/Praktik, Format Laporan PKL, Laporan temuan lapangan/PKL, Lembar evaluasi pemicuan
V.
METODE PEMBELAJARAN CTJ, praktik, curah pendapat, penulisan laporan, diskusi, diskusi kelompok dan umpan balik.
VI.
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 10 Jam pelajaran (T= 1 jp, P= 3jp, PL= 6 jp) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: A. Langkah 1 (45 menit) 1. Persiapan Lapang, 2. Penyusunan strategi. B. Langkah 2 (270 menit) 1. Pelaksanaan Pemicuan, 2. Diskusi Pleno dengan masyarakat. C. Langkah 3 (135 menit): 1. Penyusunan laporan hasil pemicuan, 2. Penyampaian hasil laporan secara pleno, 3. Kesimpulan.
84
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
VII.
URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1: PERSIAPAN PEMICUAN DI MASYARAKAT a. Persiapan Lapang Persiapan lapang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan persiapan penyelenggaran pelatihan. Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada pemerintah daerah yang akan digunakan sebagai lokasi praktek kerja lapangan dan menjelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama kunjungan lapangan termasuk proses pemberdayaan masyarakat. Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah daerah/desa/dusun antara lain: • Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta, • Kegiatan di lapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah praktik, produk yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti, • Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya, • Logistik yang disediakan. b. Pembentukan Kelompok Praktek Kerja Lapang / Tim Pemicu • TUJUAN: Tersusunnya kelompok-kelompok praktik lapangan yang komposisinya mencakup seluruh komponen tim. • WAKTU: 30 menit • METODE: Pemilihan demokratis. • MATERI : ----• ALAT BANTU : Kertas plano • PROSES: 1. Jelaskanlah kepada peserta, bahwa akan dilaksanakan Praktik Kerja Lapang Fasilitasi STBM di masyarakat. Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil (catatan: untuk kepentingan praktik kerja lapang idealnya anggota kelompok tidak lebih dari 6 orang). Setiap kelompok diharapkan merupakan gabungan dari
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
85
individu-individu yang mewakili berbagai komponen yang ada (berdasarkan bidang keahlian, unsur instansi atau lokasi kerja, dan seterusnya), sehingga diharapkan semua kelompok memiliki kapasitas yang berimbang. 2. Laksanakanlah proses pembentukan/pembagian kelompok, dengan cara membentuk barisan memanjang ke belakang sesuai jumlah kelompok yang disepakati. Penting untuk membagi peserta berdasar komposisi (gender) dan unsur peserta. Misal, peserta dari bidang kesehatan mengambil tempat dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda, selanjutnya dari unsur teknis, bidang perencanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula aspek gender, sehingga tidak terjadi sebaran tidak merata jenis kelamin tertentu. 3. Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok. c. Penyiapan Alat dan Bahan Setiap kelompok mempersiapkan alat dan bahan yang akan dibawa untuk PKL, seperti dedak, tepung, kertas metaplan, spidol, air, sabun, dll. d. Penyusunan Strategi/ Panduan Praktek Lapang dan Simulasi Kelompok Setiap kelompok membuat panduan pemicuan di masyarakat dan melalukan simulasi agar mereka bisa melakukan pemicuan di masyarakat. Berikut penjelasan lebih rinci bagaimana membuat strategi panduan pemicuan dimasyarakat. • TUJUAN: 1. Tersusunnya panduan praktik lapang 2. Peserta siap memfasilitasi proses pemicuan STBM di masyarakat. • WAKTU : Maksimum 90 menit • METODE: Simulasi Penugasan dan pendampingan. • MATERI:
86
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
Komposisi tim dalam memfasilitasi pemicuan STBM di komunitas Panduan Fasilitasi pemicuan STBM di Komunitas • ALAT BANTU: Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial Kertas potong (metaplan) Kertas plano Spidol besar dan kecil Flagband Ember berisi air bersih Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas) Video camera • PROSES: 1. Jelaskanlah bahwa peserta akan melaksanakan praktek kerja lapang. Oleh karena itu setiap kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan dan berlatih bila perlu). Berikanlah gambaran tentang komposisi tim fasilitasi yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi STBM di komunitas, sebagai berikut: o Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya 1 orang o Co – facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan dokumentasi/ pelaporan program o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi.
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
87
o Environment Setter
: penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi, misalnya dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye sanitasi, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau mengganggu proses, dsb. 2. Panitia menjelaskan lokasi praktik lapang dan gambaran awal jika tersedia, rencana keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa, kendaraan, alur perjalanan, dll.) 3. Berikanlah penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dan dampingilah sesuai dengan keperluan. Berpakaian yang bersahaja guna menghidari kesan upper-lower, perlu berpakaian seperti yang dikenakan oleh masyarakat yang akan dikunjungi. 4. Bila masih ada cukup waktu, lakukan bermain peran fasilitasi STBM di masyarakat. Minta salah satu kelompok untuk menjadi tim fasilitator dan peserta lainnya sebagai masyarakat (10 – 15 orang). • CATATAN PENTING: Dalam fasilitasi sebenarnya, urutan tidaklah dibakukan, namun pemetaan sosial semestinya dilakukan pertama Lokasi pemetaan sosial sebaiknya di lahan terbuka (halaman), namun hasilnya harus segera dipindahkan ke kertas plano Lokasi pemicuan dengan alat-alat seperti alur kontaminasi, menghitung tinja, dll. tidaklah harus di ruang pertemuan tertutup, tetapi sebaiknya di lokasi-lokasi yang bisa mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll.
88
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
POKOK BAHASAN 2: PEMICUAN DI MASYARAKAT • TUJUAN: 1. Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan berkomitmen untuk memecahkannya secara swadaya. 2. Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sanitasi di komunitas. 3. Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat. • WAKTU: 4 jam di masyarakat • METODE: Praktek Lapang : • Pemetaan • Transeck • Fokus Group Discussion untuk melakukan pemicuan dan rencana tindak lanjut untuk mendukung individu yang telah terpicu. • Alur kontaminasi Pemantauan : Observasi dan asistensi terhadap praktek fasilitasi yang dilakukan peserta. • MATERI: - Buku catatan - Alat dokumentasi seperti kamera - Spidol - Kertas flipchart • ALAT BANTU: - Tali rafia/plastik - Powder/tepung berwarna : 3-4 warna • PROSES: Karena kegiatan praktik kerja lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil (bukan simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir. Fungsi pelatih yang melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar proses dan hasil fasilitasi yang dilakukan peserta benar dan optimal. Langkah-langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati dengan para peserta yang memfasilitasi di tingkat komunitas, agar
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
89
proses dan hasil sesuai yang diharapkan namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus memfasilitasi komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya didampingi oleh 1-2 fasilitator yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut. • CATATAN PENTING (Agar disesuaikan dengan jadwal pelatihan masing-masing): Ingatkanlah, bahwa perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau total 12 orang per desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) diundang dan akan dijemput (jam 09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya (kondisi sanitasi hingga saat ini) dan rencana ke depan kepada seluruh peserta pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan, sekaligus makan siang bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa sekitar jam 14.00 dari tempat pelatihan. Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas (plano) sebagai bahan presentasi masyarakat. POKOK BAHASAN 3: DISKUSI PLENO DENGAN MASYARAKAT • TUJUAN: 1. Dipahaminya rencana kegiatan masyarakat oleh seluruh komponen tim pemicuan. 2. Meningkatnya motivasi masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan yang mereka susun. 3. Disepakatinya komitmen semua pihak untuk keberhasilan pencapaian rencana kegiatan masyarakat. • WAKTU: Maksimum 90 menit • METODE: Presentasi masyarakat Diskusi pleno Feedback (umpan balik) progresif • MATERI: Presentasi kondisi sanitasi saat ini dan rencana ke depan dari setiap komunitas.
90
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
• ALAT BANTU: Sesuai keperluan. • PROSES: 1. Jelaskanlah kepada seluruh partisipan tentang tujuan sesi ini, khususnya tujuan 1 dan 3. Persilakanlah kepada wakil masyarakat yang akan memulai presentasi untuk mempresentasikan kondisi sanitasi di komunitasnya dan rencana mereka ke depan (waktu tersedia sekitar 15 menit untuk setiap kelompok). Jika diperlukan berikan kesempatan kepada peserta yang telah memfasilitasi kemarin untuk menambahkan. 2. Pada setiap akhir presentasi kelompok, lakukanlah penegasanpenegasan untuk meningkatkan motivasi masyarakat, misalnya: mengajak peserta memberi tepuk tangan, menegaskan tentang tanggal bebas dari BAB terbuka untuk setiap komunitas, menunjukkan para natural leader yang akan memotori gerakan masyarakat, dll. 3. Pada akhir sesi berikanlah penegasan-penegasan untuk membangun komitmen bersama semua pihak dalam upaya pencapaian bebas dari BAB terbuka di tingkat yang lebih luas. Hasil pleno yang telah disepakati bersama dengan masyarakat, diserahkan oleh kelompok kepada pejabat yang berwenang di daerah untuk dilakukan tindak lanjut sesuai dengan rencana. Diharapkan pemerintah daerah dapat menindaklanjuti sesuai proses yang telah terjadi dan dapat menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh masyarakat. POKOK BAHASAN 4: LAPORAN HASIL PEMICUAN • TUJUAN: 1. Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktek lapang setiap kelompok. 2. Tersusunnya laporan proses dan hasil praktek lapang setiap kelompok. • WAKTU: Maksimum 60 menit
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
91
• METODE: Diskusi kelompok • MATERI: Hasil praktik lapang. • ALAT BANTU: Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta • PROSES: 1. Jelaskanlah, bahwa esok hari sebelum bertemu dengan masyarakat akan dilakukan pembelajaran/refleksi temuan praktek lapang. Untuk itu setiap kelompok perlu menyusun laporan yang menggambarkan proses dan hasil serta pembelajaran yang diperoleh dari praktek lapang tersebut. Berikan penegasan, bahwa peserta boleh berkreasi dalam menyajikan laporannya. Untuk membantu dalam memetik pembelajaran, berikanlah penjelasan tentang analisis yang bisa membantu menemukan pembelajaran dimaksud, misalnya: analisa SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman). 2. Persilahkanlah masing-masing kelompok melaksanakan tugasnya. Fasilitator pendamping di lapang setiap kelompok, tetaplah mendampingi agar tugas benar-benar terselesaikan dengan baik. • CATATAN PENTING: Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator yang mendampingi dalam praktek lapang.
POKOK BAHASAN 5: EVALUASI HASIL PEMICUAN Pembelajaran dan evaluasi dari Praktik Kerja Lapang (hasil pemicuan) • TUJUAN: 1. Ditemukannya item-item pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses memfasilitasi STBM selanjutnya. 2. Ditemukannya item-item pembelajaran yang spesifik lokal yang perlu dikembangkan dalam rangka optimalisasi STBM.
92
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
• WAKTU: Maksimum 60 menit • METODE: Presentasi kelompok Diskusi pleno • MATERI: Laporan praktek lapang masing-masing kelompok • ALAT BANTU: Sesuai keperluan presentasi • PROSES: 1. Jelaskanlah tujuan dari sesi ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang tersedia untuk setiap kelompok hanya sekitar 15 menit (5 menit presentasi dan 10 menit untuk diskusi penajaman). 2. Berikanlah kesempatan kepada kelompok yang ingin memulai presentasi dan tanya jawab pendalaman khususnya tentang pembelajaran yang diperoleh (total 25 menit), lanjutkan sampai seluruh kelompok mempresentasikan laporannya. 3. Diskusikanlah secara pleno tentang pembelajaran bersama yang diperoleh, khususnya tentang ‘apa yang seharusnya dilakukan’, ‘apa yang seharusnya dihindari’ serta ‘apa yang spesifik bisa dikembangkan di daerah setempat’.
VIII. 1.
REFERENSI Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Teknik Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: 2013
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
93
IX.
LAMPIRAN
LEMBAR KERJA A. Pedoman PKL
• Masyarakat memahami permasalahan sanitasi
TUJUAN
:
WAKTU
:
di komunitasnya dan berkomitmen untuk memecahkannya secara swadaya • Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sanitasi di komunitasnya • Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat. 4 jam.
1) Praktik di komunitas oleh kelompok-kelompok dengan alat/tools (Pemetaan, Transect, FGD, Simulasi, Pemilihan demokratis) 2) Pemantauan dan umpan balik lapangan oleh Pemandu: Observasi dan asistensi terhadap praktik fasilitasi yang dilakukan peserta.
METODE
:
ALAT/TOOLS/ MEDIA
:
• set kit untuk praktik lapangan
:
• Panduan Pemicuan CLTS di Komunitas • Outline penulisan pembelajaran dan pelaporan
HAND OUT
lapangan.
94
INDIKATOR PENCAPAIAN TUJUAN
:
Ada kesepakatan dan komitmen perubahan perilaku di komunitas lokasi pemicuan
PERSIAPAN PENTING FASILITATOR
:
Media/bahan untuk praktek lapang sudah dipersiapkan sehari sebelumnya
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
PROSES: No
LANGKAH
Output
1
Masing-masing kelompok mempersiapkan bahan dan alat pemicuan. Pemandu menyemangati setiap kelompok dengan yel-yel secara bergantian. Pastikan semua anggota kelompok lengkap dan dalam kondisi siap praktik di lapangan
• Bahan dan alat siap • Mental dan semangat peserta meningkat
2.
Masing-masing kelompok menuju lokasi pemicuan
Sampai di lokasi pemicuan
3.
Tim menyampaikan maksud dan tujuan kepada kepala desa, toma atau toga .
Terjalin keakraban dan diterima dengan baik.
4.
Tim melakukan pemicuan di komunitas.
Perubahan perilaku masyarakat.
5.
Tim memfasilitasi proses diskusi (FGD)
Membangun komitmen.
6.
Tim memfasilitasi dalam proses penyusunan Rencana konkret tercapainya target ODF
7.
Tim menganalisa faktor yang mendukung dan menghambat program, pembelajaran, strategi yang digunakan dan menuangkan dalam flipchart (LP.E.2)
Draft pembelajaran untuk dipresentasikan dalam pleno
8.
Tim kembali ke lokasi pelatihan.
Sampai ke lokasi pelatihan.
Waktu 15’
30’ 15’ 110’ 15’ 15’
Target ODF jelas 15’
25’
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
95
LP E.2 Beberapa tugas yang harus dilakukan pada praktek di komunitas : 1. Tugas Tim Pemicu (didiskusikan bersama kelompok setelah kembali ke lokasi pelatihan): a. Tahapan pemicuan b. Faktor yang menghambat proses pemicuan (dari internal/ fasilitator atau prosesnya) c. Faktor yang mendukung proses pemicuan d. Pembelajaran yang dapat diambil Hasil diskusi dituangkan dalam kertas flipchart/plano 2. Tugas Masyarakat (dampingi perwakilan masyarakat) untuk menuliskan hasil pemicuan pada flipchart yang meliputi : a. Jumlah peserta yang hadir (L/P) saat pemicuan b. Total KK dalam satu komunitas c. Total KK yang BAB di jamban sehat, jamban tidak sehat, sharing dan OD (masih sembarangan) e. Jumlah KK terpicu (Tulis nama dan tanggal berapa akan berubah) f. Susunan Komite beserta nama-namanya g. Rencana konkret/ Rencana Tindak lanjut h. Target SBS Komunitas i. Salinan peta sosial (komunitas) CATATAN PENTING: •
96
Karena kegiatan praktik lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil (bukan simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir. Fungsi fasilitator/ pelatih yang melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar proses dan hasil fasilitasi yang dilakukan peserta benar dan optimal. Langkah-langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati dengan para peserta yang memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai yang diharapkan namun
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus memfasilitasi komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya didampingi oleh 1-2 fasilitator/ pelatih yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut. •
Ingatkanlah, bahwa esok hari perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau total 12 orang per desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) diundang dan akan dijemput (jam 09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya (kondisi sanitasi hingga saat ini) dan rencana ke depan kepada seluruh peserta pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan, sekaligus makan siang bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa sekitar jam 14.00 dari tempat pelatihan.
•
Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas (plano) sebagai bahan presentasi masyarakat. B. Diskusi Kelompok Menyusun Laporan
TUJUAN
:
1. Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktik lapang setiap kelompok 2. Tersusunnya laporan proses dan hasil praktik lapang setiap kelompok
WAKTU
:
Maksimum 120 menit
METODE
:
Diskusi kelompok
ALAT/TOOLS/ MEDIA
:
Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta
HAND OUT
:
Hasil praktik lapang
INDIKATOR PENCAPAIAN TUJUAN
:
Ada kesepakatan dan komitmen perubahan perilaku di komunitas lokasi pemicuan
PERSIAPAN PENTING FASILITATOR
:
Media/bahan untuk praktik lapang sudah dipersiapkan sehari sebelumnya
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
97
PROSES:
No
LANGKAH
Output • Peserta paham pokok bahasan pada sesi ini
1
Jelaskan Pokok Bahasan pada sesi ini, tujuan yang diharapkan, alokasi waktu yang dibutuhkan dan metode yang akan digunakan. Tempel kembali tugas tim yang harus diselesaikan paska praktik lapangan dan beri penjelasan ulang.
2.
Minta masing-masing kelompok menyusun laporan hasil proses pemicuan secara lengkap. Pastikan Pemandu atau panitia pendamping praktik lapang tetap mendampingi agar penyusunan laporan sesuai dengan yang diharapkan
Diperoleh laporan hasil praktik lapang masingmasing kelompok
90’
3.
Laporan praktik masing-masing kelompok di tempel di sticky cloth (akan dipresentasikan pada saat refleksi hasil praktik lapang)
Laporan masingmasing kelompok tertempel di sticky cloth
15’
• Semua tim mengetahui tugas kelompoknya
Waktu
15’
CATATAN PENTING: Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator yang mendampingi dalam praktik lapangan supaya bisa membantu memberikan umpan balik.
98
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
C. Panduan Diskusi Pleno Dengan Masyarakat dan Para Pihak
TUJUAN
:
• Dipahaminya rencana kegiatan masyarakat oleh seluruh komponen tim kabupaten. • Meningkatnya motivasi masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan yang mereka susun. • Disepakatinya komitmen semua pihak untuk keberhasilan pencapaian rencana kegiatan masyarakat.
WAKTU
:
Maksimum 120 menit
METODE
:
• Presentasi masyarakat • Diskusi pleno • Feedback progresif.
ALAT/TOOLS/ MEDIA
:
1. Semua visual hasil pemicuan ditempel di dinding. 2. Matriks kompetisi antar kelompok.
HAND OUT
:
-
INDIKATOR PENCAPAIAN TUJUAN
:
Rencana kongkrit dari masing-masing komunitas dalam mewujudkan ODF
:
• Ruangan sudah diseting sedemikian rupa untuk dinamisnya proses pleno • Matriks kompetisi antar komunitas sudah disiapkan sebelumnya • Audio (pelantang suara) dipastikan sudah berfungsi
PERSIAPAN PENTING FASILITATOR
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
99
PROSES : No
100
Langkah
Output
Waktu
1.
Pemandu mengatur ruangan untuk lokasi pertemuan dengan wakil masyarakat. (Ruangan harus dipastikan menarik dan dinamis untuk proses pleno)
Ruangan siap digunakan
2.
Pemandu menunjuk 2 orang peserta yang diperankan sebagai MC untuk memandu dengan dibriefing terlebih dahulu sebelum acara pleno dilakukan (apa tugas mereka pada setiap tahapan proses pleno).
Ada keterlibatan peserta dalam proses memfasilitasi pelaksanaan Pleno
3.
Masing-masing tim pemicu menyambut wakil komunitas dan mengajak masuk ke ruang kelas diiringi dengan musik yang bersemangat dan tepuk tangan dari semua yang hadir. MC mempersilahkan mereka foto bersama fasilitator pemicu yang datang ke wilayahnya secara bergantian (pastikan semua wakil masyarakat bisa foto bersama).
Penghargaan untuk wakil komunitas
5‘
4.
Tim pemicu memandu wakil komunitas untuk memastikan kelengkapan bahan presentasi.
Hasil visual siap di presentasikan
10’
5.
MC mengucapkan selamat datang dan menjelaskan tujuan mereka diundang dan membangun komitmen bahwa semua akan menghargai siapapun yang melakukan presentasi termasuk anak sekolah.
Pemahaman tujuan pertemuan oleh komunitas
5‘
6.
Perwakilan masing-masing komunitas mempresentasikan hasil diskusi dan rencana tindak lanjut pasca pemicuan sementara Pemandu mempersiapkan bagan untuk bahan penilaian.
Komitmen dan rencana pasca pemicuan
50’
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
5‘
No
Output
Waktu
Masing-masing komunitas menilai rencana dan strategi komunitas lain menggunakan bahan yang sudah disediakan sebelumnya dengan penekanan bahwa yang masih mengharap bantuan tidak memperoleh nilai sama sekali. (LP.E.4)
Memicu komunitas lain
25’
8.
MC memicu kembali komunitas yang belum berkomitmen ODF dan mendorong percepatan bagi komunitas yang sudah mempunyai komitmen.
Pemantapan komitmen baru untuk ODF secepatnya dan tidak berharap subsidi
40‘
9.
MC meminta komunitas yang mau berubah lebih cepat maju kedepan kelas untuk diberi tepuk tangan dan selamat serta foto bersama sebagai penghargaan. Tanyakan “siapa lagi yang mau menyusul?”
Reward/ Penghargaan untuk kampiun
15‘
10.
MC meminta komunitas didampingi tim pemicu memperbaiki strategi dan menyusun rencana tindak lanjut.
Strategi dan RTL pasca pemicuan.
15‘
11.
MC memberikan salam, ucapan terima kasih, dan memberikan applaus diiringi musik yang bersemangat.
Semangat mendorong perubahan.
10’
7.
Langkah
LP E.4 Indikator Penilaian : Komunitas Kategori A
Komunitas B
Komunitas C
Komunitas D
Komunitas E
****
*****
Adanya komite
******
*****
******
Rencana tindak lanjut dan strategi
******
*****
******
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
101
Jumah warga yang terpicu
******
****
******
****
*****
Target ODF
******
***
***
**
*****
Mengharap Bantuan dari pihak Luar
*
Kategori
Tertinggi
Terendah
Ket
Adanya komite Rencana tindak lanjut dan strategi Jumah warga yang terpicu Target ODF Mengharap Bantuan dari Pihak Luar D. Panduan Menyusun RTL dan Komitmen Bersama
102
TUJUAN
:
1. Membangun komitmen kerja paska pemicuan 2. Memastikan agenda-agenda yang harus dikembangkan tim kabupaten untuk menuju sanitasi total 3. Mendorong transparansi kabupaten dalam mengawal proses-proses di komunitas paska pemicuan 4. Mengidentifikasi strategi pencapaian ODF, reward dan pengembangan strategi kabupaten menuju sanitasi total
WAKTU
:
240 menit
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
METODE
:
Diskusi kelompok dan pleno
ALAT/TOOLS/MEDIA
:
Training kit
HAND OUT
:
INDIKATOR PENCAPAIAN TUJUAN
:
Rencana tindak lanjut dari masing-masing kecamatan (sesuai dengan kemampuan kecamatan dan kabupaten, realistis)
PERSIAPAN PENTING FASILITATOR
:
Memastikan rencana tindak lanjut peserta sesuai dengan potensi dan kemampuan kabupaten ataupun kecamatan
PROSES : NO.
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
1.
Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok kecamatan dan kelompok kabupaten
Terbagi kelompok diskusi
5’
2.
Fasilitator menyampaikan bahwa RTL ini bisa menjadi satu acuan bagi kesinambungan program STBM di daerahnya masing-masing, baik dari dukungan anggaran maupun jenis kegiatan yang akan dilaksanakan.
Peserta paham tentang apa yang harus dilakukan
5’
3.
Fasilitator meminta penanggung jawab kabupaten menjelaskan gambaran dan rencana besar ke depan terkait pelaksanaan program STBM (mekanisme dan biaya)
Adanya dasar dalam menyusun RTL
10’
4.
Fasilitator meminta Peserta mendiskusikan secara rinci, terstruktur, jelas, dan menyeluruh serta realistis bersama kelompoknya RTL dengan bahasan seperti (LP. F.2).
Tersusun RTL
15’
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
103
NO.
LANGKAH
OUTPUT
WAKTU
Untuk dukungan STBM di sekolah, pastikan juga bahwa setiap kelompok menyusun RTL untuk sekolah.
5.
Gali kemungkinan memonitor hasil pemicuan dimasa depan misalnya: Membiasakan diri CTPS harus terus menerus diingatkan, bentuk kegiatannya antara lain: di sekolah: • Murid diberi PR untuk membuat prakarya sarana yang nantinya akan dipakai di rumah. • Gambar bertema Cuci Tangan, bagaimana cara CTPS, akibat jika tidak CTPS, atau gambar kuman, telapak tangan dll. • Gambar adalah media yang paling disukai anak kelas 1-5. • Gambar CLTS dengan tugas membuat cerita lingkungan bersih, kebiasaan BAB sembarangan, cara/kebiasaan CTPS. • Mengunjungi guru TK dan SD, praktek bersama guru dan murid • Mengembangkan lagu CTPS bersama murid dengan referensi lagu popular • Murid memonitor keluarganya CTPS, kemudian berkembang ke tetangganya • Kalender CTPS (usulan PKK), bisa di sekolah dan di rumah tangga, terutama di dasawisma/Posyandu yang telah jalan. Contoh tabel monitoring CTPS. Waktu Penting CTPS Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Sebelum Makan
Setelah BAB
Sebelum memasak
Setelah bermain
√
√
√
√
Beri contreng (√) jika setiap hari telah melakukan kegiatan CTPS. Waktu pentingnya dapat ditentukan bersama.
104
Rencana STBM Sekolah
| PEMICUAN DI KOMUNITAS
15
NO.
LANGKAH
6.
Masing-masing kelompok menempelkan hasil diskusinya pada sticky clothes dengan metode Delphi, kelompok lain mengamati dan memberi input atau mengklarifikasi.
OUTPUT Koreksi hal-hal yang belum sempurna dan realistis.
WAKTU
15’
LP F. 2 Komponen utama yang harus ada dalam format RTL adalah: 1. Jenis kegiatan termasuk bentuk-bentuk kegiatan pelibatan masyarakat dan komunitas sekolah 2. Tujuan kegiatan 3. Lokasi kegiatan 4. Waktu pelaksanaan 5. Strategi 6. Target kegiatan 7. Biaya kegiatan 8. Penanggungjawab kegiatan 9. Strategi khusus untuk pelibatan sekolah
PEMICUAN DI KOMUNITAS |
105
Modul MP.1. : MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) MODUL MP.1.
Membangun Komitmen Belajar (BLC)
Modul MP.1. Membangun Komitmen Belajar (BLC) I. DESKRIPSI SINGKAT
106
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
106
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
107
IV. BAHAN BELAJAR 107 V. METODE PEMBELAJARAN
107
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
107
VII. URAIAN MATERI 110 VIII.REFERENSI 115 IX. LAMPIRAN 116
100
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
| MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
MODUL MP.1.
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) I. DESKRIPSI SINGKAT Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas (in class training), akan bertemu sekelompok orang yang belum saling mengenal sebelumnya, dan berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang sosial budaya, pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku yang berbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi sejak awal pelatihan, kemungkinan besar akan dapat mengganggu kesiapan peserta dalam memasuki proses pelatihan yang bisa berakibat pada terganggunya kelancaran dari proses pembelajaran selanjutnya. Membangun komitmen Belajar (BLC) merupakan salah satu metode atau proses untuk mencairkan kebekuan tersebut. BLC juga mengajak peserta mampu mengemukakan harapan harapan mereka dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses pembelajaran. Membuat kontrol kolektif dan strutur organisasi kelas. Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua peserta untuk berperan serta dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati norma yang dibangun berdasarkan perbauran nilai-nilai yang dianut dan disepakati.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar dalam rangka menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif selama proses pelatihan berlangsung. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Mengenal sesama warga pembelajar pada proses pelatihan 2. Menyiapkan diri untuk belajar bersama secara aktif dalam suasana yang kondusif.
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) |
106
3. Merumuskan harapan- harapan yang ingin dicapai bersama baik dalam proses pembelajaran maupun hasil yang ingin dicapai di akhir pelatihan. 4. Merumuskan kesepakatan norma kelas yang harus dianut oleh seluruh warga pembelajar selama pelatihan berlangsung selama pelatihan berlangsung. 5. Merumuskan kesepakatan bersama tentang kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas. 6. Membentuk organisasi kelas.
III. POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut : Pokok Bahasan 1 : Perkenalan Pokok Bahasan 2 : Pencairan Pokok Bahasan 3 : Harapan-Harapan Dalam Proses Pembelajaran dan Hasil yang Ingin Dicapai Pokok bahasan 4.: Norma Kelas dalam Pembelajaran Pokok bahasan 5 : Kontrol Kolektif dalam Pelaksanaan Norma Kelas Pokok bahasan 6 : Organisasi Kelas
IV. BAHAN BELAJAR Modul BLC, flipchart, spidol, meta plan, kain tempel, jadwal dan alur pelatihan, panduan permainan, papan tulis, dan norma / tata tertib standar pelatihan.
V. METODE PEMBELAJARAN CTJ, Curah Pendapat dan permainan.
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :
107
| MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
Langkah 1. Penyiapan proses pembelajaran (20 menit) 1. Kegiatan Fasilitator a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas a. Fasilitator menyampaikan salam dengan menyapa peserta dengan ramah dan hangat. b. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan memperkenalkan diri, Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan. c. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang building learning commitment (blc) dengan metode curah pendapat (brainstorming). d. Menyampaikan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam BLC dan menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus dari BLC. e. Menyampaikan alur proses pelatihan.yang akan dilalui selama pelatihan. 2. Kegiatan Peserta a. Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan, b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator, c. Memperkenalkan diri dan asal institusinya. Langkah 2 : Review kegiatan BLC 1. Kegiatan Fasilitator a. Menjelaskan petunjuk kegiatan-kegiatan (games) yang akan dimainkan. b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih belum jelas. c. Memberikan jawaban / menjelaskan lebih detil jika ada pertanyaan yang diajukan oleh peserta 2. Kegiatan Peserta a. Mendengar, mencatat dan mempersiapkan diri mengikuti games yang akan dimainkan. b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. c. Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) |
108
Langkah 3 : Pendalaman kegiatan BLC. 1. Kegiatan Fasilitator a. Meminta kelas dibagi menjadi beberapa kelompok (4 kelompok) dan setiap kelompok akan diberikan tugas diskusi kelompok, yaitu membahas harapan, kekhawatiran dan solusinya di masing-masing kelompok. b. Menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris dan penyaji. c. Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil dikusi untuk dipresentasikan. d. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses diskusi. 2. Kegiatan Peserta a. Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris dan penyaji. b. Mendengar, mencatat dan bertanya terhadap hal-hal yang masih belum jelas kepada fasilitator. c. Melakukan proses diskusi sesuai dengan masalah yang ditugaskan oleh fasilitator dan menuliskan hasil dikusi pada kertas flipchart untuk dipresentasikan. Langkah 4 : Penyajian dan pembahasan hasil diskusi kelompok 1. Kegiatan Fasilitator a. Dari masing-masing kelompok diminta untuk melakukan presentasi dari hasil diskusi yang telah dilakukan sebelumnya. b. Memimpin proses tanggapan (tanya jawab). c. Memberikan masukan-masukan dari hasil diskusi. d. Memberikan klarifikasi dari pertanyaan-pertanyaan yang belum dimengerti jawabannya d. Merangkum hasil diskusi. e. Meminta perwakilan kelas untuk menunjuk seorang ketua kelas dan sekretarisnya, yang akan memimpin proses membuat komitmen pembelajaran melalui norma-norma kelas yang disepakati bersamasama beserta pembuatan kontrol kolekifnya.
109
| MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
2. Kegiatan Peserta a. Mengikuti proses penyajian kelas. b. Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh fasilitator. c. Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari masing – masing pokok bahasan yang telah dipresentasikan dengan baik. d. Ketua dan sekretaris kelas secara bersama dengan peserta membuat kesepakatan (norma) kelas sebagai bentuk komitmen pembelajaran beserta kontrol kolektif yang disepakati bersama. Langkah 5 : Rangkuman dan evaluasi hasil BLC 1. Kegiatan Fasilitator a. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses kegiatan membangun komitmen pembelajaran. b. Menyimpulkan dan memperjelas norma-norma kelas yang sudah disepakati bersama peserta. c. Mengakhiri kegiatan BLC dengan mengucapkan salam dan permohonan maaf serta memberikan apresiasi dengan ucapan terima kasih kepada peserta. 2. Kegiatan Peserta a. Bersama fasilitator merangkum poin-poin penting dari hasil proses kegiatan membangun komitmen pembelajaran. b. Mendengar dan menyepakati hasil dari norma kelas yang telah dibuat. c. Membalas salam fasilitator.
VII. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1: PERKENALAN Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan suasana kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti merupakan pilihan prioritas dalam kehidupannya. Mungkin saja kehadirannya di pelatihan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, harus menuruti ketentuan / persyaratan. Mungkin juga terjadi, pada saat pertama hadir sudah memiliki anggapan merasa sudah tahu semua yang akan dipelajari MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) |
110
atau membayangkan kejenuhan yang akan dihadapi. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses pencairan (unfreezing). Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya. Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul institusinya dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan dengan menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling sedikit untuk memperkenalkan teman-temannya. Meminta peserta yang belum disebut namanya untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh peserta saling berkenalan, diikuti juga oleh panitia untuk memperkenalkan dirinya. POKOK BAHASAN 2: PENCAIRAN Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar. Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya duduk di tengah lingkaran. Peserta yang duduk di tengah lingkaran diminta memberi aba-aba, agar peserta yang disebut identitasnya pindah duduk, misalnya dengan menyeru: ”Semua peserta berbaju merah pindah” Pada keadaan tersebut akan terjadi pertukaran tempat duduk dan saling berebut antar peserta. Hal tersebut menggambarkan suasana “storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan kelompok. Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang berbaju batik dan lain-lain. Lakukan permainan tersebut selama 10 – 15 menit, tergantung situasi dan kondisi. Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam
111
| MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
permainan tersebut serta pengalaman belajar apa yang diperolehnya. Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama peserta, agar terjadi proses yang dinamis. POKOK BAHASAN 3: HARAPAN-HARAPAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN DAN HASIL YANG INGIN DICAPAI Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5 – 6 orang, kemudian menjelaskan tugas kelompok tersebut. Masing-masing kelompok akan menentukan harapan terhadap pelatihan ini serta kekhawatiran dalam mencapai harapan tersebut. Juga didiskusikan bagaimana solusi (pemecahan masalah) untuk mencapai harapan tersebut serta menghilangkan kekhawatiran yang akan terjadi selama pelatihan. Mula-mula secara individu, kemudian hasil setiap individu dibahas dan dilakukan kesepakatan sehingga menjadi harapan kelompok. Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Dan peserta dari kelompok lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan bila ada. Fasilitator memandu peserta untuk membahas harapan dan kekhawatiran dari setiap kelompok tersebut sehingga menjadi harapan kelas yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil pemaparan diskusi seluruh kelompok maka disepakati bersama fasilitator untuk menentukan ketua kelas dan sekretaris yang akan memandu peserta secara bersama-sama untuk merumuskan norma-norma kelas yang akan disepakati bersama. Peserta difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan komitmennya untuk metaati norma kelas tersebut. Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien. Komitmen belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/ kelompok/ kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan/ pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu/ kelompok/ kelas, karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) |
112
memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara keseluruhan. Dengan membangun komitmen belajar makan para peserta akan berupaya untuk mencapai harapan yang diinginkannya dalam setiap proses pembelajaran. Dalam hal ini harapan peserta adalah kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menetukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir. POKOK BAHASAN 4 : NORMA KELAS DALAM PEMBELAJARAN Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/ permainan, penugasan individu dan diskusi kelompok, yang pada intinya adalah untuk mendapatkan komitmen belajar, harapan, norma kelas dan kontrol kolektif. Proses BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya. Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga dengan demikian para peserta dengan sendirinya sadar akan peran dan tanggung jawabnya dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang dilaksanakan pada pelatihan tersebut. Norma kelas merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan sehari hari kelompok/ masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma dalam suatu
113
| MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
pelatihan,adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/ fasilitator dan panitia). POKOK BAHASAN 5: KONTROL KOLEKTOF DALAM PELAKSANAAN NORMA KELAS Ketua kelas dan sekretaris beserta fasilitator memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau melanggar norma yang telah disepakati agar komitmen yang dibangun menjadi lebih kuat. Tuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa dibaca oleh semua peserta. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga aktif dalam melakukan brainstorming, sehingga dapat dirumuskan sanksi yang disepakati kelas. Kontrol kolektif merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati atau dilanggar. POKOK BAHASAN 6: ORGANISASI KELAS Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya, saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga tercipta suasana/ lingkungan pembelajaran yang kondusif. Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dari semua proses dan hasil pembelajaran selama sesi ini. Fasilitator memberi ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan BLC. Fasilitator meminta peserta untuk berdiri membentuk lingkaran sambil berpegangan tangan, dan mengucapkan ikrar bersama untuk mencapai harapan kelas dan mematuhi norma yang telah disepakati. Dan untuk mengakhiri sesi diminta kepada peserta secara bersama-sama untuk bertepuk tangan. Fasilitator mengucapkan salam dan mengajak semua peserta saling bersalaman.
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) |
114
VIII. RANGKUMAN Dengan melakukan building learning commitment (BLC) yang didahului dengan proses perkenalan dan dilanjutkan proses pencairan (unfreezing / ice breaking) maka akan didapatkan komitmen peserta dalam melaksanakan proses pembelajaran selanjutnya dengan baik berdasarkan dari normanorma kelas yang dibuat oleh peserta sendiri. Adapun untuk keberhasilan proses BLC ini diperlukan adanya partisipasi aktif dari seluruh peserta pelatihan.
IX. REFERENSI 1. Pusdiklat Departemen Kesehatan RI, 2001. Membangun Komitmen Belajar.
2. Departemen Kesehatan RI, 2005. Modul TOT Pelatihan Pengelola Program Kesehatan Indera Penglihatan.
3. Departemen Kesehatan RI, 2006. Modul TOT Pelatihan Pengelola Program Kesehatan Indera Pendengaran.
4. Departemen Kesehatan RI, Badan PPSDM Kesehatan, Kurikulum & Modul Pelatihan Fasilitator Tingkat Puskesmas Pengembangan Desa Siaga, Jakarta, 2007
dalam
5. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PP&PL, Modul Pelatihan Bagi Pelatih PSN DBD dengan pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku (COMBI), 2007
6. Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project, Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas, Jakarta, 2010.
115
| MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
X. Lampiran: Permainan untuk Perkenalan dan Pencairan Suasana Perkenalan dan Pencairan Suasana (Masuk kedalam dinamika kelompok untuk perkenalan) Untuk memfasilitasi proses perkenalan dan pencairan suasana, fasilitator dapat melakukan kegiatan interaktif melalui berbagai cara, seperti pada contoh berikut: Deskripsi singkat: Perkenalan merupakan proses yang sangat penting dalam suasana pelatihan untuk menciptakan suasana akrab dan dinamika positif. Fasilitator harus menyiapkan suasana agar para peserta, termasuk fasilitator, dapat saling mengenal satu sama lain. Proses perkenalan yang dinamis dapat mencairkan suasana, menciptakan kondisi belajar yang mendukung dimana para peserta dapat dengan leluasa mengungkapkan gagasan, ide dan pengalamannya, serta berbagi untuk memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dan masalah kesehatan secara umum. Proses belajar akan lebih kaya dengan pembuktian yang ada di masyarakat. Metode: Permainan Kreatif Waktu: 20 menit Tujuan o Mencairkan situasi kaku dan saling mengenal antar peserta sehingga mudah untuk bekerjasama o Terjadinya interaksi antar individu dalam kelompok secara lebih mendalam dan dinamis. o Terbentuknya sikap kesetiakawanan, keterbukaan dan kebersamaan antar seluruh peserta. Alat Bantu (tergantung kepada permainan yang digunakan). Misalnya: a. Spidol
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) |
116
b. Kertas Plano c. Kertas metaplan d. Bola Plastik/Bola yang terbuat dari kertas Koran Langkah-langkah: Acara perkenalan bisa dilakukan dengan beberapa cara, berikut ini 2 alternatif yang bisa digunakan: • Alternatif 1: Bagilah seluruh partisipan (peserta, fasilitator dan panitia) menjadi beberapa kelompok (5-6 kelompok). Pada setiap kelompok, setiap individu memperkenalkan dirinya kepada anggota kelompok lainnya (nama lengkap, nama panggilan dan lembaga asalnya serta bisa ditambahkan hal-hal lain seperti: tanggal lahir, status perkawinan, jumlah anak, hobi, bintang film yang disukai, dll.). Perkenalan bisa dilanjutkan ke tingkat pleno, misalnya dengan cara meminta kesediaan perwakilan kelompok untuk memperkenalkan seluruh anggota kelompoknya. Jika seluruh anggota kelompok telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan seluruh partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan pelatihan. Puncak acara perkenalan dapat dilakukan dengan menanyakan: siapa yang paling banyak hafal nama partisipan? Untuk itu, mintalah kepada partisipan yang mengatakan paling banyak hafal nama partisipan untuk membuktikan kemampuannya menghafal nama partisipan dengan cara menyebut nama dan menunjuk orangnya satu per satu. • Alternatif 2: Mintalah partisipan berpasang-pasangan. Disarankan untuk berpasangan dengan partisipan lain yang belum/kurang dikenal dan saling memperkenalkan diri (nama lengkap, nama panggilan, lembaga asal, tanggal lahir, status perkawinan, jumlah anak, dsb.). Setelah setiap pasangan selesai saling memperkenalkan diri, mintalah mereka untuk memperkenalkan ke tingkat pleno dengan cara setiap orang memperkenalkan secara rinci tentang pasangannya. Jika seluruh pasangan telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan seluruh partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan pelatihan. Puncak acara perkenalan dapat dilakukan dengan menanyakan: siapa yang paling banyak hafal nama partisipan? Untuk itu, mintalah kepada
117
| MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
partisipan yang mengatakan paling banyak hafal nama partisipan untuk membuktikan kemampuannya menghafal nama partisipan dengan cara menyebut nama dan menunjuk orangnya satu per satu. Pencairan suasana ditujukan untuk membangun hubungan antar partisipan yang kondusif (suasana kesetaraan: tidak kaku, tidak formal, tidak ada sekat-sekat) untuk mencapai tujuan pelatihan dalam tingkat optimal. Pada akhir session ini, pastikanlah bahwa seluruh partisipan sudah saling mengenal dan memiliki hubungan yang akrab.
CATATAN: Ada kemungkinan beberapa partisipan tidak mau terlibat dalam perkenalan dan pencairan suasana ini. Ajaklah mereka secara persuasif (dengan melibatkan partisipan lainnya) agar mereka mau terlibat. Jangan paksa mereka, tetapi jangan pula membatalkan proses karena beberapa individu tidak bersedia terlibat. Untuk mempercepat perkenalan, peserta diminta menulis nama panggilan dan asal instansi pada secarik kertas dengan spidol dan ditempelkan pada dada sebelah kiri.
Untuk membangun komitmen belajar, langkah-langkah kegiatan pembelajaran dapat juga dikombinasikan dengan langkah-langkah yang biasa digunakan dalam pelatihan-pelatihan STBM. Khusus langkah 4 (30 menit), dapat dilakukan dengan cara: 1. Fasilitator membuat gambar telapak tangan raksasa di lantai 2. Fasilitator menanyakan kepada peserta berapa besar tingkat pemahamannya terhadap materi. 3. Fasilitator meminta para peserta menempatkan dirinya pada salah satu jari yang dipilih sesuai penilaian terhadap diri sendiri terkait materi yang ditanya.
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) |
118
Masing-masing Jari dapat diartikan: 1. Jempol: sudah tahu CLTS dan sudah trampil dalam memicu, dan mampu untuk menularkan pengetahuan CLTS kepada orang lain. 2. Telunjuk: sudah pernah melakukan pemicuan, program STBM pendekatannya CLTS 3. Jari Tengah: Tahu tentang prinsip-prinsip CLTS, tahu tentang instrumennya, dan juga tahu tentang elemen-elemennya, dan apa saja yang membuat orang mau berubah 4. Jari manis: Tahu (dari membaca) dan pernah mendengar (dari teman), tahu prinsip-prinsipnya, tetapi tidak tahu tentang elemen-elemennya 5. Kelingking: baru dengar, tau kepanjangan, belum tahu sama sekali
119
| MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
Modul MP.2. : RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
MODUL MP.2.
Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Modul MP.2. Rencana Tindak Lanjut (RTL) I. DESKRIPSI SINGKAT
120
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
120
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
121
IV. BAHAN BELAJAR 121 V. METODE PEMBELAJARAN
121
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
121
VII. URAIAN MATERI 122 VIII.REFERENSI 125 IX. LAMPIRAN 126 a. Pedoman Penyusunan RTL 126 b. RPP (RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN)
121
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
| RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
126
MODUL MP.2.
RENCANA TINDAK LANJUT
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Fungsi peserta pelatihan adalah sebagai tenaga pendidik yang dapat mengintegrasikan pendekatan STBM ke dalam mata kuliah promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan dasar-dasar pemecahan masalah kesehatan lingkungan. Modul ini memastikan bahwa dosen sebagai peserta akan menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP) dengan melengkapi pendekatan STBM ke dalam mata kuliah promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan dasar-dasar pemecahan masalah kesehatan lingkungan. RPP tersebut menjadi bagian dari rencana tindak lanjut yang disusun setiap dosen dan akan menjadi pegangan untuk mengintegrasikan dalam mata kuliah yang akan diajarkannya dan dilaksanakan di tempat tugas masing-masing.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Selama mengkuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut proses belajar mengajar dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan STBM. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Pada mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menyusun RPP dengan melengkapi pendekatan STBM ke dalam mata kuliah promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan dasar-dasar pemecahan masalah kesehatan lingkungan. 2. Membuat RPP. 3. Menyajikan RTL.
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) |
120
III.
POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1: Ruang Lingkup RTL B. Pokok Bahasan 2: RPP C. Pokok Bahasan 3: Penyajian RTL
IV.
BAHAN BELAJAR
Lembar RPP (Rencana Program Pembelajaran), LCD projector, kain tempel.
V.
METODE PEMBELAJARAN Latihan, Diskusi kelompok, Pleno (penyajian RPP).
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran (T= 0jp, P= 3jp, PL: 0jp) @45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut: A. Langkah 1 : 1. Fasilitator memperkenalkan diri 2. Fasilitator menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus 3. Menggali pendapat peserta tentang pengertian dan ruang lingkup dan langkah-langkah RTL 4. Berdasarkan pendapat peserta, fasilitator menjelaskan pentingnya RTL 5. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan peserta tersebut
121
| RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
B. Langkah 2: 1. Peserta dibagi kelompok berdasarkan tempat kerja 2. Masing-masing kelompok menyusun RTL. C. Langkah 3: 1. Fasilitator memilih wakil kelompok untuk menyajikan RTLnya, diupayakan seluruh kelompok mendapatkan kesempatan untuk menyajikan RTLnya secara bergantian 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta lainnya untuk menanggapi penyajian RTL yang disajikan 3. Fasilitator menyampaikan simpulan tentang RTL yang telah disusun peserta 4. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan TPU dan TPK telah tercapai. 5. Fasilitator memberikan apresiasi kepada peserta.
VII.
URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1: RUANG LINGKUP RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) Pengertian RTL merupakan suatu dokumen yang menjelaskan tentang kegiatan - kegiatan yang akan dilakukan, setibanya peserta di wilayah kerja masing-masing dengan memperhitungkan hal-hal yang telah ditetapkan berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada. Oleh karena itu RTL memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Terarah Setiap kegiatan yang dicantumkan dalam RTL hendaknya terarah untuk mencapai tujuan. 2. Jelas Isi rencana mudah dimengerti dan ada pembagian tugas yang jelas antara orang-orang yang terlibat di dalam masing-masing kegiatan. 3. Fleksibel Mudah disesuaikan dengan perkembangan situasi. Oleh karena itu RTL mempunyai kurun waktu relatif singkat.
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) |
122
Tujuan RTL adalah agar peserta latih / institusi memiliki acuan dalam menindaklanjuti suatu kegiatan pelatihan. Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal: 1. Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan, 2. Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai, 3. Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan, 4. Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan, 5. Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan, 6. Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari setiap kegiatan, 7. Menetapkan besar biaya dan sumbernya. POKOK BAHASAN 2: RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP) Dalam RPP akan dibuat berdasarkan format sebagai berikut yaitu : 1. Nama Matakuliah
: ……………………………….
2. Kode/SKS
: …………/… SKS
3. Prasyarat
: (nama mata kuliah yang jadi syarat)
4. Status Matakuliah
: Pilihan/Wajib (coret yang tidak sesuai)
5. Deskripsi Singkat Matakuliah 6. Tujuan Pembelajaran 7. Hasil Pembelajaran (Learning outcomes - LO) 8. Materi Pembelajaran atau Pokok Bahasan atau Topik (bisa dipilih terminologi yang sesuai) 9. Evaluasi yang Direncanakan 10. Bahan, Sumber Informasi, dan Referensi POKOK BAHASAN 3: PENYAJIAN RENCANA TINDAK LANJUT Berdasarkan hasil analisis kemudian disusun RTL dengan langkah-langkah sebagai berikut:
123
| RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
1. Identifikasi dan buat perumusan yang jelas dari semua kegiatan yang akan dilaksanakan (apa/what). Pada saat menentukan kegiatan hendaknya mereview modul Pelatihan STBM bagi Dosen Jurusan Kesling Poltekes. 2. Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan. 3. Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan. 4. Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan setiap kegiatan (bagaimana/how). 5. Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan (kapan/when), dan tentukan lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan (tempat/where). 6. Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada setiap kegiatan. (How much) 7. Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan bertanggung jawab kepada siapa (siapa/who). Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut: 1. Kegiatan yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar hal ini terealisasi maka di identifikasi kegiatan kegiatan apa yang diperlukan. 2. Tujuan adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah di rumuskan secara konkrit dan terukur. 3. Sasaran yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang direncanakan.
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) |
124
4. Cara/Metode yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai. 5. Waktu dan Tempat Dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan suatu kegiatan dimulai sampai kapan berakhir. Apabila dimungkinkan sudah dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk mempermudah dalam persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam melakukan evaluasi. Sedangkan dalam menetapkan tempat, seyogyanya menunjukkan lokasi atau alamat kegiatan akan dilaksanakan 6. Biaya Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai. 7. Pelaksana / penanggung jawab yaitu personal / tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting karena personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut mengetahui dan melaksanakan kewajiban.
VIII.
REFERENSI Kemkes RI, Kurikulum Program D3 dan D4 Jurusan Kesehatan Lingkungan, Jakarta: 2010.
125
| RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
IX.
Lampiran :
LEMBAR KERJA A. Pedoman Penyusunan RTL 1. Peserta dibagi kelompok menurut asal Poltekes masing-masing 2. Masing-masing kelompok menyusun RPP (lihat Format). 3. Jenis kegiatan B. RPP (Rencana Program Pembelajaran) 1. Nama Matakuliah : ………………………………. 2. Kode/SKS : …………/… SKS 3. Prasyarat : (nama mata kuliah yang jadi syarat) 4. Status Matakuliah : Pilihan/Wajib (coret yang tidak sesuai) 5. Deskripsi singkat Matakuliah ……………………………………………………………………………………................................. ......................................................................................................................... Jelaskan secara singkat mengenai amanah kompetensi lulusan yang akan dibangun oleh matakuliah ini, isi mata kuliah, metoda pembelajaran, dan metoda penilaian (cukup satu atau dua paragraf saja) .……………………………… …………………………………………………….................................................................. ............................................................................. 6. Tujuan pembelajaran ……………………………………………………………………………………................................. ......................................................................................................................... Jelaskan atau uraikan secara singkat mengenai tujuan umum mata kuliah yang diajarkan. Dalam menyusun tujuan pembelajaran ini harus mengakomodasikan kompetensi lulusan yang akan dibangun melalui matakuliah ini. ………………………………………………………………………………….................................... ......................................................................................................................... 7. Hasil pembelajaran (Learning outcomes - LO) ……………………………………………………………………………………................................. ......................................................................................................................... RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) |
126
Bagian ini adalah merupakan bagian terpenting dalam RPKPS. Hasil pembelajaran (Learning outcome, LO) adalah rumusan yang jelas dan ringkas tentang kemampuan/kompetensi mahasiswa setelah mengikuti proses pembelajaran matakuliah ini. Dalam penulisan hasil pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: • Kompetensi ranah KSA (kognitif, ketrampilan, afektif) yang akan dibangun oleh matakuliah ini. • Rumusan hasil pembelajaran harus bisa diobservasi dan SMART (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Timely) • Penulisan hasil pembelajaran dari sisi kemampuan yang akan dicapai oleh mahasiswa. • Gunakan kalimat aktif dan se-spesifik mungkin. Hindari istilah yang samar seperti ‘know’ (mengetahui), ‘learn’ (mempelajari), ‘comprehend’ (memahami) ‘study’ (belajar), dan ‘understand’ (memahami).2 Hasil pembelajaran merupakan basis untuk merancang, memonitor, dan mengevaluasi program pembelajaran. ……………………………………………………………………………………................................. ......................................................................................................................... 8. Materi Pembelajaran atau Pokok Bahasan atau Topik (bisa dipilih terminologi yang sesuai) ……………………………………………………………………………………................................. ......................................................................................................................... 9. Evaluasi yang direncanakan ……………………………………………………………………………………................................. ......................................................................................................................... 10. Bahan, sumber informasi, dan referensi
2 Lihat UCE Birmingham Guide to Learning Outcomes: http://www. ssdd.bcu.ac.uk/outcomes/
127
| RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
Minggu ke
Pokok bahasan
Sub Pokok bahasan Metode Pembelajaran
(Footnotes) 1 Lihat kerangka monitoring keluaran program STBM
Capaian Pembelajaran
11. Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Yang dilakukan mahasiswa
Yang dilakukan dosen Media ajar
Metode assessment
128
Pustaka
PELAKSANAAN STBM |
Rumusan assessment
TIM PENYUSUN
Kementerian Kesehatan Direktorat Penyehatan Lingkungan, Dit.Jen PP&PL: •
Eko Saputro, SKM, MKM, Kasubdit PASD
•
Siti Nur Ayu, SKM, MKM, Kasi Standarisasi, PASD
•
Yulita Suprihatin, SKM, M.Kes, Staf PASD dan
•
Koordinator Sekretariat STBM Nugroho SKM, Staf PASD
Badan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia: •
Vermona Marbun, SKP, MKM, Kasubdit Pelatihan, Pusdiklatnakes
•
Mujayanto, SKM, MKM, Staf Subdit Pelatihan, Pusdiklatnakes
•
Yan Bani Luza Prima Wangsa, Dr, MKM, Widyaiswara, BBPK Ciloto
Politeknik Kesehatan Kemenkes:
129
•
DR. Sumihardi, SKM, M.Kes, Ketua Forkom Kesehatan Lingkungan, Poltekes Padang
•
Kusrini Wulandari, SKM, M.Kes, Poltekes Jakarta II
•
Agus Dwi Pramono, SKM, MKM, Poltekes Jakarta II
•
Bambang Yulianto, SKM, M.Kes, Poltekes Bandung
•
Lagiono, SKM, M.Kes, Poltekes Purwokerto
•
Sarjito Eko Windiarsa, SKM, MP, Poltekes Yogyakarta
•
Setiawan, SKM, M.Si, Poltekes Surabaya
•
Nyoman Purna, S.Pd, M.Si, Poltekes Denpasar
| TIM PENYUSUN
TIM PENYUSUN
Pengurus Pusat HAKLI •
Sujono, SKM, MSPH
Sekretariat STBM •
Catur Adi Nugroho, ST, Asisten Staf Ahli Bidang Capacity Building
•
Paramita Dau, ST, Asisten Staf Ahli Bidang Knowledge Management
•
Rani Rahmafuri, SKM, Sekretaris Bilingual
•
Rahma Simamora, A.md, S.Kom, Asisten Staf Pengembangan Media Edukasi Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar
mitra stbm •
Ir. Nyoman Oka, MM, CB Specialist Consultant, WSP, Bank Dunia
•
Rahmi Kasri, S.Sos, M.Phil, Institutional Rural Sanitation Consultant, WSP, Bank Dunia
•
Ontoseno Mahartodjo Oepojo, Dr. M.Si, LO Consultant, WESUNICEF
TIM PENYUSUN |
130
KEMENTERIAN KESEHATAN RI, 2013 ISBN 978-602-235-467-3
9786022354673