Sekretariat Pokja REDD Berau. Jl. Anggur No.265 Tanjung Redeb, Berau. Telp. 21232 www.karbonhutanberau.org
KUNJUNGAN DUTA BESAR AMERIKA SERIKAT KE BERAU
ika beberapa waktu lalu hanya stafnya saja yang berkunjung ke Berau, tapi kali ini (19/04/2011) yang datang adalah Dubesnya langsung. Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Scott Marciel berkesempatan berkunjung ke Berau selama 2 hari. Dengan didampingi oleh 6 orang staff Kedubes, beliau juga mengikut sertakan 9 orang yang merupakan orang-orang kunci dari beberapa perusahaan besar seperti BNI46, Cargill, Bumi Resource, PT Berau Coal, PT Mars, PT Smart.
J
khas Berau. Dalam jamuan ini, Bupati menyampaikan apresiasinya atas kunjungan Dubes USA ke Kabupaten Berau. Hal ini memberikan peluang bagi Berau untuk dapat menunjukkan komitmennya dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber daya alam yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Berau kepada dunia internasional. Sebagai ucapan terima kasih dan selamat datang, Scott diberikan sebuah mandau dan topi adat Dayak oleh Bupati.
Rombongannya tiba di bandara Kalimarau Berau Selasa malam 19/04/2011, dan langsung diterima oleh Makmur HAPK (Bupati Berau) di kediamannya sekaligus menjamu dengan hidangan malam malam
Pada Rabu 20/04/2011 pagi, semua rombongan sudah bersiap di Hotel Bumi Segah untuk memulai perjalanan menuju Kawasan Lindung Sungai Lesan di Kecamatan Kelay. Iring-iringan pun (bersambung ke hal. 14)
Inside Issue: Penajaman Rencana Strategis PKHB . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rapat Kerja Pokja REDD dengan Bupati Berau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hari Menanam Seratus Ribu Pohon Dalam Rangka Kegiatan Kaltim Green Kabupaten Berau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . Berau Siap Implementasikan REDD+ Skala Kabupaten . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Magang dan Pelatihan Metode-Metode Perhitungan Karbon . . . . . . . . . . . . .
2 3 4 5 6
Kabupaten Berau Menjadi Daerah Pembelajaran REDD+ dari tim UKP4/Satgas REDD+ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 Talkshow Lestari Alamku di RRI Pro 1 Samarinda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 Konsultasi Nasional Stranas REDD+ . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . 11 Mengelola Kebun Karet Untuk Kehidupan yang Lebih Baik . . . . . . . . . . . . . . . 12 Kunjungan Tim Global Komparative Study CIFOR tentang REDD Ke Berau . . . 13
Volume X11
Hal. 2
PENAJAMAN RENCANA STRATEGIS PKHB
P
ada pertengahan Desember 2010 lalu, POKJA REDD Berau melakukan refleksi terhadap draft Rencana Strategis PKHB di Pulau Derawan. Dari diskusi tersebut, disepakati untuk mempertajam draft renstra hingga pada strategi di tingkat tapak. Oleh karenanya bersama dengan para pihak mulai dengan unsur swasta yang bergerak di bidang kehutanan (HPH) hingga perkebunan termasuk unsur masyarakat yang diwakili oleh forum-forum masyarakat, POKJA REDD kembali melakukan penajaman renstra PKHB melalui beberapa seri diskusi terfokus. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 4-12 Januari 2011 di Hotel Derawan Indah Tanjung Redeb. Keseluruhan sesi diskusi terfokus penajaman materi strategi program per tapak dari draft dokumen Rencana Strategis PKHB, dibuka oleh Ketua Pokja REDD Berau, Bapak Ir. Suparno Kasim pada hari pertama. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan beberapa hal sebagai landasan proses diskusi antara lain PKHB merupakan respon atas isu internasional tentang perubahan iklim, maka relasinya tidak bisa dilepaskan dari kerangka tindakan di tingkatan internasional, nasional, dan sub-nasional (baik di tingkat provinsi maupun kabupaten). PKHB adalah salah satu bentuk program nyata dalam upaya pembangunan berwawasan lingkungan dan pembangunan rendah emisi, terutama pada sektor kehutanan di Kabupaten Berau. Oleh karenanya konsolidasi dengan program sejenis lainnya dan integrasi PKHB dengan RPJMD merupakan keharusan mutlak. Dengan program yang memiliki wawasan tingkatan Kabupaten, juga harus disadari bahwa PKHB memiliki konsekuensi kebutuhan atas keterlibatan seluruh pihak dalam pengelolaannya, baik pemerintah, korporasi, LSM dan masyarakat. Harus disadari bahwa PKHB merupakan ruang bagi seluruh komponen untuk dapat bekerja bersama dalam
mendorong pembangunan berkelanjutan Kabupaten Berau. Oleh karenanya keterlibatan dan masukan seluruh pihak dalam diskusi terfokus untuk penajaman strategi PKHB sangat diperlukan. Pada akhirnya, masyarakat harus menjadi penerima manfaat yang utama. Pengurangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan menjadi tujuan akhir dari PKHB. Oleh karenanya pelibatan masyarakat dalam setiap level program menjadi prinsip PKHB, misalnya: pengembangan alternatif mata pencaharian ekonomi masyarakat terutama di sekitar kawasan hutan. Juga penting untuk dilakukan upaya pengembangan mekanisme yang adil dalam proses distribusi manfaat dan alokasi insentif bagi seluruh komponen yang terlibat di PKHB ini. Kegiatan penajaman ini dibagi menjadi beberapa seri diskusi sesuai dengan tema yang spesifik. Pada hari pertama (4 Jan 2011), diskusi dilakukan bersama dengan praktisi kehutanan baik manajer maupun staff lapangan yang membahas strategi pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan pada kawasan hutan produksi. Selanjutnya pada hari kedua (5 Jan 11), diskusi dengan tema yang sama namun dilakukan di kawasan hutan lindung. Diskusi ini dilakukan bersama dengan unsur SKPD Pemkab Berau yang terkait dengan pengelolaan hutan (bersambung ke hal. 14)
Volume X11
Hal. 3
RAPAT KERJA POKJA REDD DENGAN BUPATI BERAU
S
udah menjadi salah satu tugas Kelompok Kerja (POKJA) REDD Kabupaten Berau dalam memberikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan fungsi serta masukan kepada Pemerintah Kabupaten Berau terkait dengan program yang akan dilaksanakan di Berau. Untuk itu, secara khusus POKJA REDD Berau melakukan rapat kerja yang dipimpin oleh Bupati Berau pada 20 Januari 2011 di ruang rapat Semama SETDA Berau. Rapat ini dihadiri oleh kurang lebih 20 orang peserta yang sebagian besar merupakan anggota POKJA REDD Berau. Ada dua agenda utama yang akan disampaikan oleh POKJA REDD Berau, yaitu pertama, penyampaian pelaksanaan tugas dan fungsi serta rekomendasi POKJA dalam pengembangan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Kedua, penyampaian perkembangan pembentukan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) di Kabupaten Berau. Perkembangan POKJA REDD Sejak terbentuk dua tahun yang lalu (2008) telah banyak hal positif yang dilakukan POKJA REDD Berau terutama membantu Pemerintah Daerah dalam mengembangkan program REDD dimana hingga Desember 2010 ada dua capaian penting yaitu penyusunan rancangan strategis program karbon hutan Berau dan ditunjuknya Kabupaten Berau sebagai salah satu lokasi percontohan atau Demonstration Activities (DA) penerapan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emission from Deforestation and forest Degradation/REDD) di Indonesia melalui kerjasama Pemerintah RI dengan Pemerintah Jerman. Rancangan rencana strategis merupakan upaya implementasi Pembangunan Rendah Emisi yang dapat dilakukan oleh Kabupaten Berau disusun berdasarkan pada hasil kajian terhadap berbagai isu penting seperti penyusunan Data Serial, Reference Emission Level (REL), Baseline carbon stock, pelibatan masyarakat, kajian hukum dan kelembagaan, mekanisme pendanaan, strategi-strategi pada berbagai tipe lahan. Inisiatif program REDD+ yang dikembangkan di Kabupaten Berau antara lain adalah Program Karbon
Hutan Berau dan Program ForClime (Forest and Climate Change Program). Kedua program ini secara bersamasama telah dikembangkan oleh POKJA REDD Kabupaten Berau dengan para pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan sumber daya alam termasuk kalangan swasta dan lembaga swadaya masyarakat; Berdasarkan hasil kajian dan analisis yang dilakukan oleh POKJA REDD Kabupaten Berau disampaikan beberapa rekomendasi yaitu pertama, semangat dan komitmen Pemerintah Republik Indonesia terkait dengan isu perubahan iklim perlu diakomodir ke dalam RPJMD Kabupaten Berau Periode 2011-2015 yang kemudian dijabarkan ke dalam arah kebijakan terutama pada bidang tata ruang, kehutanan dan lingkungan hidup. Kedua, Integrasi pola dan strategi kegiatan pengelolaan sumber daya alam yang rendah emisi sebagaimana telah disusun dalam Rancangan Rencana Strategis PKHB dapat menjadi referensi ke dalam RPJMD Kabupaten Berau sebagai upaya mendukung pelaksanaan Demonstration Activities (DA) REDD+ di Kabupaten Berau. Pembangunan KPH di Berau Dinas Kehutanan Kabupaten Berau telah melakukan analisis dan kajian yang kemudian mengusulkan rancang bangun KPH di Berau menjadi 4 (empat) KPH Produksi tingkat kabupaten. Hingga saat ini telah disetujui rancang bangun KPH yang diusulkan Berau tersebut. Pada bulan Nopember 2010, juga telah keluar surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor 649 tahun 2010 yang isinya menetapkan salah satu KPH Produksi di Berau Barat sebagai KPH Model. Dengan penetapan KPH Model di Kabupaten Berau maka dapat (bersambung ke hal. 15)
Volume X11
Hal. 4
HARI MENANAM SERATUS RIBU POHON DALAM RANGKA KEGIATAN KALTIM GREEN KABUPATEN BERAU
Y
el-yel “Kaltim Green” yang disampaikan Bupati Berau Makmur HAPK. dalam sambutannya dibalas teriakan “YES” dengan semangat oleh ratusan peserta dan undangan pada acara puncak gerakan penanaman 100 ribu pohon di Kabupaten Berau. Acara puncak penanaman 100 ribu pohon yang dilakukan hari ini 29/01/2011 dilaksanakan di kompleks Pesantren Al Ikhsan, Tanjung Redeb. Kegiatan penanaman satu juta pohon yang digagas oleh Provinsi Kalimantan Timur dilakukan melalui program Kaltim Green. Berau yang kebagian 100 ribu pohon kemudian melakukan penanaman di berbagai wilayah di Kabupaten Berau. Seluruh kecamatan yang ada di Berau kebagian untuk melakukan penanaman ini. Pelaksaan ini sendiri di masing-masing kecamatan dibantu oleh mitra kerja baik yang di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan yang ada dalam wilayah kecamatan tersebut.
Untuk di wilayah Tanjung Redeb acara penanaman ini dipusatkan di halaman sekolah Yayasan pasantren Al-Ikhsan Tanjung Redeb. Pesantren ini memiliki lahan yang tidak seluruhnya rimbun. Ada bukit kecil yang sesuai untuk dilakukan penanaman, ditambah lagi halaman sekolah yang ada di kompleks tersebut. Diperkirakan, untuk halaman Pesantren Al Ikhsan, tak kurang dari 2000 pohon dari berbagai jenis yang ditanam. Untuk jenis pohon yang ditanam ini antara lain bibit trembesi, mahoni serta tanaman keras lainnya seperti karet dan buah -buahan. Tak hanya di halaman sekolah maupun perumahan santri, penanaman ini juga dilakukan di bukit sekitar pesantren tersebut. Pada acara penanaman ini dilakukan penanaman pohon buah oleh bupati Berau yang kemudian diikuti oleh Pejabat Muspida Berau, Kepala Dinas, Perusahaan Swasta, dan LSM yang ada di Kabupaten Berau. (*mf)
Volume X11
Hal. 5
BERAU SIAP IMPLEMENTASIKAN REDD+ SKALA KABUPATEN
K
abupaten Berau mengukuhkan komitmennya untuk mendukung upaya pengurangan emisi baik di tingkat nasional maupuan internasional melalui peresmian Dewan Pengarah Program Karbon Hutan Berau (PKHB) yang dilaksanakan oleh Bupati Berau, H. Makmur HPAK pada tanggal 10 Maret 2011 di Berau. Pada kesempatan yang sama, Bupati juga mengesahkan Rencana Strategis PKHB yang merupakan panduan resmi pelaksanaan program bagi seluruh mitra pelaksana. PKHB merupakan program percontohan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus) berskala kabupaten yang pertama di Indonesia. Melalui program ini Berau mengembangkan model pembangunan berbasis pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan yang rendah emisi. Dewan Pengarah PKHB akan menjadi kelembagaan resmi yang berfungsi untuk memberikan arahan dan kebijakan strategis pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta menyelaraskan PKHB dengan program pemerintah, terutama di tingkat kabupaten. Acara pengesahan Dewan Pengarah dan Rencana Strategis PKHB dipimpin langsung oleh Bupati Berau dan dihadiri oleh anggota Dewan Pengarah yang mewakili pemangku kepentingan utama dari Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur, Kementerian Kehutanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Dalam Negeri. Bupati Berau menyampaikan bahwa pengesahan Dewan Pengarah dan Rencana Strategis menjadi momentum penting, karena dengan demikian Berau menjadi kabupaten pertama yang siap untuk mengimplementasikan program REDD+ berskala kabupaten di Indonesia. PKHB menawarkan suatu peluang untuk memperlihatkan bagaimana REDD+ dapat diterapkan dalam suatu wilayah berbasis kabupaten (district wide based) dengan kompleksitas yang cukup tinggi. Implementasi berskala kabupaten akan banyak memberikan pembelajaran untuk penerapan REDD+ baik di tingkat nasional maupun global. PKHB merupakan salah satu dari empat Program
Percontohan REDD+ di Indonesia yang telah diluncurkan oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 6 Januari 2010 di Jakarta. Program ini merupakan kemitraan antara Pemerintah Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur, Kementerian Kehutanan, The Nature Conservancy (TNC) dan berbagai lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat serta lembaga donor lainnya untuk bersama-sama mengembangkan program percontohan pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan, serta peningkatan stok karbon melalui kegiatan pengelolaan hutan secara lestari, konservasi hutan dan rehabilitasi hutan. Program ini dirancang untuk mencapai pengelolaan sumberdaya hutan dan sumber daya alam yang berkelanjutan di Kabupaten Berau. Dengan program ini diharapkan Kabupaten Berau dapat mencapai sasaran pembangunannya dengan tetap mengelola sumber daya alamnya secara berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan visi misi Berau untuk mempertahankan kelestarian hutan. Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Kementerian Kehutanan RI, Ir. Sumarto Suharno, MM, menyatakan bahwa Kementerian Kehutanan sangat mendukung PKHB sebagai salah satu dari Demonstration Activities REDD+ di Indonesia. Program ini akan mengurangi emisi yang disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan, meningkatkan cadangan karbon serta mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan atau Sustainable Forest Management. Selain memberikan apresiasi dan dukungan nyata pada PKHB, Kementerian Kehutanan (bersambung ke hal. 16)
Volume X11
Hal. 6
MAGANG DAN PELATIHAN METODE-METODE PERHITUNGAN KARBON.
P
erhitungan emisi karbon merupakan salah satu aspek penting di dalam skema REDD. Oleh karenanya, sangat diperlukan data-data yang akurat dan diambil menggunakan metode yang tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing Negara yang akan masuk dalam skema REDD.. Dengan penggunaan metode yang tepat diharapkan dapat meningkatkan akurasi dalam perhitungan emisi gas rumah kaca (GRK) sehingga dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (Measurable, Reportable and Verifiable/ MRV). Saat ini Indonesia belum memiliki standar sistem penghitungan emisi karbon yang digunakan secara nasional, skala regional ataupun areal tertentu, khususnya penghitungan emisi karbon berbasis lahan. Penghitungan emisi karbon nasional berbasis lahan di Indonesia menjadi sangat penting karena : • Untuk mengetahui emisi karbon nasional maupun
regional berbasis lahan • Untuk mengetahui stok karbon nasional maupun regional • Untuk mengetahui perubahan emisi akibat penggunaan
lahan • Untuk mendapatkan kompensasi internasional dalam
peranannya mengatasi emisi karbon dunia • Dapat
melakukan pengontrolan kegiatan-kegiatan berbasis lahan yang menyebabkan emisi karbon, dan lainlain.
Sekala yang telah bekerjasama dengan Pemkab Kabupaten Berau dalam penyediaan data spatial menyelenggarakan pelatihan penghitungan karbon dengan menggunakan sistem informasi geografis . Pelatihan dan magang ini diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan para pengambil kebijakan dan para teknisi yang berkaitan dengan tata ruang wilayah, pengelolaan hutan, perkebunan,pertanian, dan penggunaan lahan lainnya. Pelatihan dan magang ini diselenggarakan dalam dua tahap, sebagai berikut: 1. Pelatihan untuk philosofi penghitungan karbon, meliputi: komponen data yang digunakan, analisis, evaluasi, dan monitoring yang dilakukan selama 3 hari. Metode perhitungan karbon yang disampaikan yaitu National Carbon Accounting System (NCAS), Carbon Accounting Simulation Software (CASS), The Open Source Impacts of REDD+ Incentives Spreadsheet (OSIRIS). 2. Magang untuk aplikasi teknis bagi
para staf teknis dengan menggunakan metoda system informasi geografis yang dilakukan selama 7 hari. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengenalkan dan menyediakan informasi, pengetahuan dan teknologi tentang metode pengukuran dan pengembangan perhitungan karbon tersimpan dan serapan GRK di berbagai macam penggunaan lahan. Sehingga diharapkan peserta dapat mengenal dan memahami konsep perhitungan karbon secara teknis, mengetahui pentingnya potensi karbon, serta dapat menentukan kerangka metode yang sesuai dengan daerah masing-masing. Peserta yang mengikuti pelatihan ini dari Kalimantan Timur, Kabupaten Berau Adji Rachmad (Sekretariat Pokja Redd Berau), John Andreys (Dinas Kehutanan Berau), juga ada beberapa peserta yang berasal dari Kalimantan Barat diantaranya Iin Nisa (Bapedda) dan Veronika, sedangkan sebagai instruktur adalah Eko Ridarso (Senior RS-GIS) dan Riri. Selama kegiatan peserta diperkenalkan metode-metode perhitungan karbon dan bersimulasi bagaimana mengolah data, memasukkan data, menganalisi data dan bagaimana menyimpulkan hasil yang diperoleh berdasarkan dengan data-data yang tersedia sebagai bahan latihan. Sekilas tentang metode-metode perhitungan karbon National Carbon Accounting System (NCAS) Salah satu sistem penghitungan karbon nasional yang sudah diakui oleh UNFCCC (konvensi PBB untuk perubahan iklim) adalah sistem penghitungan karbon nasional di Australia, lebih dikenal dengan istilah NCAS (National Carbon Accounting System). NCAS adalah sebuah sistem terdepan yang digunakan untuk menghitung emisi gas rumah kaca berbasis lahan. Berikut tampilan dari program NCAS:
Volume X11
Hal. 7
Open Source Impact of REDD (OSIRIS) OSIRIS adalah yang dapat diakses secara gratis, opensource tool spreadsheet, berbasiskan Ms Excel. Osiris diharapkan dapat mendukung UNFCCC tentang REDD+ dengan memungkinkan pengguna untuk membandingkan pengurangan emisi, pencegahan deforestasi. OSIRIS menghitung nilai-nilai ini berdasarkan kondisi pasar lokal dan global, serta aturan REDD yang diusulkan (seperti tolok ukur untuk pengurangan karbon dan standar kelayakan). Berikut tampilan OSIRIS:
UN-REDD System Program REDD PBB (UN-REDD), menawarkan dukungan secara ekstensif bagi negara berkembang untuk menghadapi isu deforestasi dan degradasi hutan. Program tersebut menawarkan pembangunan kapasitas, membantu merancang strategi nasional dan menguji pendekatan nasional serta perencanaan kelembagaan untuk mengawasi dan melakukan verifikasi pengurangan hilangnya hutan. UN-REDD beroperasi di sembilan negara: Bolivia, Republik Demokratik Kongo, Indonesia, Panama, Papua Nugini, Paraguay, Tanzania, Vietnam dan Zambia. Proyek percontohan sudah dimulai di beberapa kawasan hutan tropis dan akan dilakukan kajian secara khusus bagaimana praktek REDD akan berhasil dalam penerapannya. Metode UN-REDD peserta diajarkan bagaimana memperoleh data-data seperti data citra, kemudian dengan menggunakan software Arcgis 9.3 dan ArcView 3.3 peserta diajarkan bagaimana mengetahui nilai karbon pada tingkat kawasan. Untuk simulasinya peserta mencoba menghitung karbon di kawasan PT.Sumalindo Lestari Jaya HTI. (*adji) 13 16 00 00
1318 00 00
P ETA EST IM A SI PER HI TU NG AN KAR BO N DI P T SU M AL I N DO L J 4 H TI KABU P ATE N BE R AU
N W
1:2500 00
E S
Le ge nd a ; Kab. B era u
Model Carbon Accounting Simulation Software (CASS) Model CASS mensimulasikan stok karbon antara komponen utama dari siklus karbon, termasuk vegetasi, bahan tanaman yang membusuk (serasah), tanah , dan karbon yang berada dalam produk kayu yang dipanen, misalnya kertas dan konstruksi bahan.
1 6 0 0 0 0
0 0 0 0 6 1
# #
1 4 0 0 0 0
0 0 0 0 4 1
13 16 00 00
Berikut tampilan CASS:
Su mbe r Peta : 1. Ba se map Te m atik , 1:2 50.00 0 De par tem en Ke hu ta nan , 2 006 2. Ba ta s A dm in is tr as i, B a ped da B erau d an K alim a ntan Tim u r, 20 05 3. Pe ta Pr ov ins i K alim an ta n Tim ur , B a ko su rtan al, 200 4 4. Ko ns es i HPH d an H TI, D inas K ehu ta na n Be ra u, 200 8 5. R en ca na Ta ta Rua ng W ilaya h P ro pinsi (R TR W P), B PKH IV K altim , 200 5 6. C itr a La ndsa t 7 Tah un 19 99 - 201 0 7. D ataset S ek ala, 20 09
1318 00 00
PT. Sum a lin do LJ 4 H TI Esti m asi Pe rh itu nga n K arb on 21 - 11 82 118 3 - 15 61 156 2 - 21 52 215 3 - 29 75 297 6 - 40 51
Volume X11
Hal. 8
KABUPATEN BERAU MENJADI DAERAH PEMBELAJARAN REDD+ DARI TIM UKP4/ SATGAS REDD+
S
enin, 23 Mei 2011, waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, saat pesawat twin otter yang membawa tim UKP4 mendarat di bandara kalimarau. Ketua Pokja REDD Berau, Suparno Kasim telah menanti di ruang VIP bandara dan langsung mengajak tim untuk menikmati hidangan sarapan pagi khas Berau. Tak menunggu terlalu lama, setelah selesai menikmati hidangan tersebut, tim langsung berangkat ke Hulu Sungai Segah, tepatnya menuju kampung Long Pay dan Long Laai. Sebagai informasi, seharusnya tim ini tiba pada minggu (24 Mei 2011) pada sore hari namun disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak mendukung memaksa pesawat kembali ke Balikpapan. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian tugas Satgas REDD+ yang dibentuk oleh Presiden RI melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2010 dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Satgas REDD+ ini diberikan mandat penuh untuk mengelola berbagai kegiatan persiapan implementasi dari letter of intent (LOI) antar Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Norwegia dalam pengembangan upaya menurunkan
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Sebagai salah satu kabupaten yang mengembangkan program penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) pada skala kabupaten di Indonesia, Kabupaten Berau menjadi salah satu daerah pembelajaran penting pengembangan program REDD terutama pada tahap readiness phase. Pemerintah Kabupaten Berau telah menunjukkan komitmennya untuk melakukan upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan melalui pengelolaan hutan dan lahan yang lebih baik. Upaya ini kemudian banyak dibahas dalam satu Kelompok Kerja (POKJA) REDD yang dibentuk pada pertengahan tahun 2008. Terobosan dilakukan dengan visi penerapan strategi pembangunan rendah emisi dalam skala kabupaten. Tim yang berjumlah 10 orang dipimpin oleh William Sabandar yang sebagai Staf Khusus Provinsi Percontohan untuk Satgas REDD+. Didalam tim juga diikuti oleh perwakilan dari kantor Pendukung REDD+ Kalimantan Tengah beberapa rekan media nasional. Kunjungan dilaksanakan pada Senin-Rabu, 23-25 Mei 2011 dengan agenda utama melakukan
Volume X11
kunjungan lapangan ke kawasan yang menjadi kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Model Berau Barat, melihat kegiatan operasional HPH yang dilakukan untuk mendapatkan sertifikasi, serta tentunya berdiskusi dengan para pemangku kepentingan seperti masyarakat, kalangan swasta dan pemerintah daerah. Dengan didampingi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Berau beserta anggota POKJA REDD Berau, tim banyak berdiskusi tentang perkembangan pembangunan KPH Model di Kabupaten Berau sebagai salah satu upaya peningkatan tata kelola di sektor kehutanan. Juga disampaikan tantangan serta hambatan yang dihadapi dalam pembangunan ini. Yang menarik dalam pembangunan KPH Model ini, dimana kawasannya meliputi hulu sungai segah dan kelay, juga terdapat k e l o m p o k masyarakat yang tergabung dalam Badan Pengelola Hulu Segah. Badan Pengelola ini pada dasarnya adalah sebuah forum dari beberapa kampung yang ada di hulu segah dan bekerjasama dengan salah satu PT Sumalindo Jaya IV untuk melakukan pengelolaan sumber daya hutan secara bersamasama. Adanya forum ini juga menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam menghadapi setiap usulan pengelolaan hutan atau kawasan yang masuk di dalam wilayah administratifnya. Sebagaimana juga ditemukan oleh Satgas REDD/UKP4 dimana terjadi deforestasi dan degradasi dilapangan yang ternyata dilakukan oleh beberapa pengusaha yang tidak bertanggung jawab. Sekitar + 4.000 ha lahan telah dibuka untuk areal perkebunan sawit tetapi sampai sekarang lokasi tersebut belum dilakukan penanaman kepala sawit. Hal inilah mengapa masyarakat di kawasan hulu segah lebih berhati-hati lagi ketika ada investor yang masuk ke wilayah administratif mereka. Inisiatif pengelolaan bersama masyarakat juga menjadi salah satu strategi pelibatan masyarakat dalam program REDD+ agar masyarakat juga mendapatkan manfaat secara langsung adanya program ini. Dalam diskusi dengan Pokja REDD Berau dan
Hal. 9
beberapa lembaga swadaya masyarakat di Berau, tim Satgas REDD+ juga membahas peran dari masingmasing pihak pada program REDD ini., Memang diharapkan semua pihak akan terlibat secara langsung dalam program. Mengingat ternyata deforestasi dan degradasi hutan tidak hanya terjadi di kawasan hutan saja (hutan produksi dan hutan lindung) tetapi juga terjadi pada kawasan non hutan. Sehingga dengan keterlibatan semua pihak tentunya akan meningkatkan efektifitas upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Pada hari terakhir, tim UKP4/Satgas REDD+ dengan didampingi oleh TNC dan Sekretariat POKJA REDD Berau melakukan kunjungan ke PT. Rizki Kacida Reana untuk melihat proses pengelolaan hutan lestari yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah penerapan praktek pembalakan ramah lingkungan atau lebih dikenal dengan Reduce Impact L o g g i ng / R I L da n pengelolaaan kawasan Konservasi Mangrove yang masuk dalam areal konsesi. Penerapan pengelolaan hutan lestari oleh unit-unit manajemen pemegang ijin konsesi juga merupakan salah strategi yang dikembangkan dalam program REDD di Kabupaten Berau. Seluruh rangkaian kunjungan ini memberikan gambaran bagi Satgas REDD+ bagaimana Pemerintah Kabupaten Berau mencoba melakukan upaya untuk menyelaraskan menyelaraskan antara kebutuhan pembangunan yang membutuhkan ruang tetapi tetap memperhatikan lingkungannya dan pelestarian sumber daya alam. Hal ini juga dianggap sebagai langkah berani dari Pemerintah Kabupaten Berau oleh Tim Satgas REDD+. Ada banyak pembelajaran yang menarik dalam mengembangkan dan mempersiapkan program REDD+ pada skala kabupaten terutama dari yang dilakukan oleh Kabupaten Berau. Hal ini tentunya akan menjadi bahan masukan bagi Satgas REDD+ dalam menyusun berbagai kebijakan terkait dengan upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. (*adj).
Volume X11
Hal. 10
TALKSHOW LESTARI ALAMKU DI RRI Pro 1 SAMARINDA
P
erubahan iklim saat ini su d a h m e r u p a ka n permasalahan global, Indonesia pun saat ini tengah merasakan akibatnya. Bagi Indonesia, perubahan iklim merupakan ancaman yang serius. Krisis pangan karena kekeringan, rusaknya infrastruktur karena banjir, pulau-pulau yang tenggelam dan rusaknya daerah pesisir karena peningkatan permukaan laut merupakan aneka dampak perubahan iklim yang telah terjadi. Aktivitas manusia diyakini telah menimbulkan penumpukan karbon dioksida dan gas-gas rumah kaca (GRK) lainnya secara pesat di atmosfer. Kondisi itu menyebabkan terjadinya pemanasan global yang dapat memicu perubahan iklim yang sangat drastis. Karenanya Indonesia berkomitmen menurunkan emisinya minimal 26% di tahun 2020 dengan berbagai strategi yang salah satunya adalah penerapan program REDD+ di Indonesia. Konsep REDD ini pun coba dikembangkan di Kabupaten Berau melalui Program Karbon Hutan Berau (PKHB). Berkaitan dengan hal ini, RRI Pro 1 Samarinda yang mempunyai acara rutin tiap Jumat sore pukul 15.30 – 16.30 wita dengan Rubrik “Lestari Alamku” bekerja sama dengan Sekretariat Pokja REDD Provinsi Kaltim untuk mengangkat topik PKHB ini. Untuk itu Sekretariat Pokja REDD Berau diundang hadir sebagai nara sumber. Dalam acara 1 jam ini penyiar Bang Haris memberikan pertanyaan seputar PKHB seperti apa itu PKHB, apa tujuan dan visinya, bagaimana strategi yang dikembangkan serta capaian yang telah diraih. Sepanjang acara terdapat tiga penelpon yang berasal dari Palaran, dan Samarinda. Penelpon memberikan apresiasi yang baik terhadap program yang dikembangkan. Salah satu penelpon Pak Bambang dari Palaran bahkan telah lama mengenal berau dan kondisi hutannya. Beliau menyampaikan masukan agar tetap menjaga kondisi tutupan hutan yang saat ini masih baik, selain itu juga mengingatkan akan tambang yang juga ada di berau
agar dapat diawasi dengan baik dan jangan sampai dekat dengan pemukiman sebagaimana yang terjadi di Samarinda. Di akhir sesi acara, narasumber juga menyampaikan hubungan antar PKHB dengan Kaltim Green sebagai salah satu wujud pelaksanaan program propinsi di daerah.(*mf)
Acara “Lestari Alamku” di RRI Pro 1 Samarinda Ini Dapat Anda Ikuti Setiap Hari Jumat Pukul 15.30 16.30 Wita Melalui Jalur 97,6 FM atau Melalui Streaming Internet di http://49.0.5.132:8100/ listen.pls
Volume X11
Hal. 11
KONSULTASI NASIONAL STRANAS REDD+
S
trategi Nasional REDD+ sangat diperlukan sebagai acuan bagi implementasi kegiatan REDD+ di tingkat nasional serta memberikan arahan bagi strategi daerah agar dapat menjawab permasalahan dan tantangan di tingkat sub nasional. Berdasarkan Keppres No. 19/2010 mengenai Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ (Satgas REDD+), Satgas REDD+ bertugas antara lain memastikan adanya strategi nasional (Stranas) REDD+ yang dapat mengatasi akar masalah penyebab deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut. Mengingat bahwa pengelolaan hutan dan lahan gambut bersifat lintas sektoral, Stranas REDD+ perlu bersifat komprehensif dan hanya dapat diimplementasikan melalui kerja sama dengan para pihak terkait. Proses penyusunan strategi nasional REDD+ telah dimulai oleh Bappenas yang juga meliputi proses konsultasi regional di 7 regio. Proses tersebut telah menghasilkan suatu rancangan dokumen strategi nasional REDD+ yang kemudian diserahkan kepada Satgas REDD+ pada bulan November 2010. Srategi nasional REDD+ hanya dapat diimplementasikan secara konkret melalui kerja sama oleh berbagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu, saat ini dilakukan upaya finalisasi lebih lanjut dari dokumen strategi nasional REDD+ agar dokumen yang ada bersifat lebih komprehensif dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak terkait. Konsultasi nasional merupakan salah satu mekanisme penting untuk menjangkau pemangku kepentingan di tingkat sub nasional maupun nasional. Konsultasi yang dilaksanakan pada tanggal 5-6 Maret 2011 di Jakarta ini merupakan kelanjutan dari konsultasi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Bappenas pada tahun 2010. Tujuan konsultasi nasional adalah: 1) mengkomunikasikan rancangan strategi nasional dan 2) mendapatkan masukan mengenai contoh-contoh keberhasilan (best practices) di tingkat sub nasional melalui diskusi kelompok terfokus (FGD). Contohcontoh keberhasilan ini akan menjadi refleksi bagi implementasi strategi nasional. FGD ini akan difokuskan pada 5 aspek, yaitu: 1) kelembagaan dan kebijakan, 2) pembagian manfaat (benefit sharing), 3) penegakan hukum dan peraturan, 4) pengelolaan kawasan, dan 5) keberlanjutan dari contoh-contoh tersebut sejak peluncuran inisiatif/kegiatan. Strategi nasional REDD+ didasarkan pada 5 pilar utama yaitu: 1) Meluncurkan sistem kelembagaan REDD+, 2) Menelaah dan memperkuat kerangka hukum dan
peraturan, 3) Meluncurkan program strategis, 4) Melakukan perubahan paradigma dan budaya kerja, dan 5) Melibatkan masyarakat hutan dan berbagai pemangku kepentingan. Mengingat bahwa strategi Nasional REDD+ akan menjadi acuan bagi pelaksanaan REDD+ di tingkat nasional maupun bagi penyusunan strategi di tingkat sub nasional, maka proses penyusunan Strategi Nasional akan berjalan efektif dan inklusif dengan keterlibatan pemangku kepentingan di tingkat nasional maupun sub nasional. Lebih penting lagi, masukan yang bersifat lebih konkret dari pemangku kepentingan di tingkat sub nasional akan membuat dokumen strategi nasional memiliki tingkat implementasi yang lebih tinggi. Sebagai salah satu contoh dalam fase persiapan implementasi REDD di Indonesia, Kabupaten Berau diberi kesempatan untuk menyampaikan proses yang berlangsung dalam pengembangan Program Karbon Hutan Berau. Pemaparan disampaikan langsung oleh Ketua POKJA REDD Berau yang juga sekaligus merupakan Asisten Administrasi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Bapak Suparno Kasim. Dalam pemaparannya, diiuraikan visi dan misi dari PKHB; tujuan strategis yang akan dicapai dalam waktu lima tahun; tahapan program serta berbagai strategi yang akan dilaksanakan dalam upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Dari proses yang berlangsung pembelajaran yang dapat dipetik antara lain a) program dikembangkan dengan melibatkan berbagai pihak baik ditingkat kabupaten, propinsi, nasional dan internasional termasuk swasta dan masyarakat; b) Berbagai studi dan pengembangan strategi yang kemudian terangkum dalam renstra PKHB; c) PKHB dikembangkan dengan tidak hanya berorientasi pada pasar karbon tetapi lebih pada upaya perbaikan tata kelola hutan. Selain itu, contoh lain yang dijadikan pembelajaran dalam konsultasi nasional ini juga disampaikan dari kalangan swasta yang berkomitmen untuk konservasi seperti PT SMART, pengelola Taman Nasional Alas Purwo, Yayasan Petak Danum, dan pelaksanaan PHPL di PT Sari Bumi Kusuma. Melalui kegiatan seperti ini tentunya akan sangat berarti bagi Berau dalam menyampaikan berbagai pembelajaran yang dapat dipetik. Juga menjadi pemicu semangat Pemerintah Daerah untuk terus menunjukkan komitmen kuatnya dengan bekerjasama dengan semua pihak demi kelestarian sumber daya alam di Kabupaten Berau. (*iw)
Volume X11
Hal. 12
MENGELOLA KEBUN KARET UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK Catatan perjalanan dan diskusi tim NORAD-Sekretariat POKJA REDD dengan masyarakat di Kecamatan kelay
M
entari sudah ada di atas kepala saat tim tiba di kampung Sidobangen, Kecamatan Kelay. Dengan penuh antusias, kami disambut oleh kelompok petani karet di pondok sederhana. Dalam suasana santai, diskusi pun mengalir. Diawali dengan penjelasan singkat oleh bapak Rohman sebagai ketua kelompok tentang bagaimana kelompok petani karet ini terbentuk, latar balakang dan tujuan terbentuknya, termasuk rencana ke depan. Pada dasarnya anggota dari kelompok yang berjumlah 10 orang ini merupakan mantan karyawan PT Belantara Pusaka yang masih bertahan di kampung Sidobangen setelah perusahaan HTI tersebut tidak aktif lagi. Sejak awal bekerja sebagai karyawan, masyarakat sudah diberikan bibit karet oleh perusahaan untuk ditanam pada lahan masyarakat,namun bibit yang diberikan tidak cukup baik dalam menghasilkan karet. Maklum, komoditas utama dari perusahaan adalah tanaman untuk kayu kertas seperti akasia dan gmelina. Berbekal pengalaman yang sudah ada, beberapa petani melakukan penelitian mandiri untuk mencari bibit karet yang unggul. Penelitian ini dilakukan secara sederhana dengan melakukan metode stem antara bibit yang sudah ditanam sebelumnya dengan bibit yang diperoleh dari daerah lain. Untuk mendukung upaya ini, petani juga menyediakan lahan sekitar + 1 hektar sebagai area ujicoba pengembangan bibit unggul ini. Selain itu, bekerjasama dengan TNC dan Perkumpulan Menapak membantu dengan menyediakan bibit unggul yang diambil dari Sumbawa beserta pendampingan dan penguatan kelompok. Ke depan, kelompok ini berharap dapat membantu masyarakat di kampung lain dalam hal penyediaan bibit karet unggul dan pendampingan antar petani. Hal ini sudah mulai dilakukan dengan membantu masyarakat kampung Lesan Dayak dalam pengembangan kebun karet skala rumah tangga di wilayahnya. Kenapa masyarakat memilih karet sebagai sumber ekonominya?. Faktor nilai ekonomis dari karet menjadi salah satu alasan. Tentu saja, bila dibandingkan dengan kelapa sawit misalnya, harga jual karet lebih stabil dan petani tidak tergantung dengan hanya satu pengumpul saja. Petani dapat bebas memilih pengumpul dengan harga yang kompetitif. Dari sisi penutupan lahan (land cover) tentunya perkebunan karet juga berkontribusi dalam meningkatkan tutupan lahan di Kabupaten Berau jika memang benar-benar dikelola dengan baik. Hal tentunya sejalan dengan upaya Pemerintah
Kabupaten yang melaksanakan program karbon hutan Berau dimana juga berupaya meningkatkan tutupan hutan dan lahan sebagai penyerap dan penyimpan karbon potensial. Berbagai informasi ini terungkap dalam diskusi dengan tim NORAD-TNC-Sekretariat POKJA REDD dan Perkumpulan Menapak yang dilakukan pada tanggal 10-12 April 2011. Kunjungan dan diskusi ini selain dilakukan di Kampung Sidobangen, juga dilakukan di Kampung Lesan Dayak dan Long Duhung. Bersama dengan masyarakat kampung Long Duhung, tim banyak mendiskusikan bagaimana masyarakat kampung melakukan berbagai upaya perencanaan tata guna lahan serta pengembangan sumber ekonomi dan energi alternatif. Masyarakat Long Duhung telah menyusun perencanaan tata guna lahan kampungnya dengan memperhatikan perkembangan dan kebutuhan masyarakat ke depan. Masyarakat mengidentifikasi dan merencanakan kawasan kelola masyarakat baik untuk perkebunan, perburuan, perladangan hingga kawasan lindung desa. Pengembangan sumber ekonomi alternatif dilakukan dengan mengembangkan peternakan skala rumah tangga yang dikelola dengan sistem bergulir. Dari bibit ayam yang diberikan nantinya akan dikembalikan kepada pengelola yang juga berasal dari masyarakat sendiri. Kemudian akan disalurkan kepada anggota masyarakat lainnya. Selain ayam, juga dikembangkan kolam-kolam ikan air tawar seperti ikan mas dan ikan nila. Dengan perencanaan yang baik diharapkan dapat menurunkan tekanan terhadap kawasan hutan secara lebih baik. Hal ini juga harus didukung kerjasama yang kuat dengan perusahaan yang beraktifitas di kampung Long Duhung.(*iw)
Volume X11
Hal. 13
KUNJUNGAN TIM GLOBAL COMPARATIVE STUDY CIFOR TENTANG REDD KE BERAU.
P
rogram Karbon Hutan Berau (PKHB) yang digagas Kabupaten Berau sebagai komitmen untuk mendukung upaya pengurangan emisi baik di tingkat nasional maupun internasional, merupakan salah satu program percontohan REDD+ di Indonesia. Melalui program ini Berau mengembangkan model pembangunan berbasis pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan yang rendah emisi. Pelaksanaan program ini diperkuat dengan Rencana Strategis PKHB yang merupakan panduan resmi pelaksanaan program bagi seluruh mitra. Kelembagaan resmi untuk pengelolaan program ini pun sudah dibentuk, berupa Dewan Pengarah PKHB, yang berfungsi untuk memberikan arahan dan kebijakan strategis pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta menyelaraskan PKHB dengan program pemerintah, terutama di tingkat kabupaten. Inisiatif besar Kabupaten Berau ini mendapat apresiasi dari Tim CIFOR (Center for International Forestry Research) yang sedang melakukan Global Comparative Study mengenai REDD di beberapa negara termasuk Indonesia. Tokoh-tokoh Kabupaten Berau pun dipilih sebagai responden untuk kegiatan ini. Salah satu komponen dalam penelitian tersebut adalah menekuni inisiatif kebijakan dan strategi nasional, dengan melakukan analisa mengenai jejaring kebijakan berdasarkan survei dan wawancara langsung terhadap pelaku kunci dalam proses kebijakan nasional REDD di Indonesia. Tokoh kunci yang terlibat dalam proses audiensi ini terutama dalam pengembangan Program REDD di Kabupaten Berau dipilih Bupati Berau Drs. H. Makmur HAPK sebagai Kepala Pemerintahan Kab. Berau, Ketua Pokja REDD Berau Ir.Suparno Kasim yang juga sekaligus Asisten Adm. Pembangunan dan Kesra SETDA Berau, dan Hamzah, S.Hut dari staff Dinas Kehutanan Berau. Tim CIFOR yang tiba di Kabupaten Berau pada tanggal
23 Mei 2011 terdiri dari Dr. Moira Moelliono dan Levania Santoso. Terkait studi CIFOR ini dan pelaksanaan Program REDD di Kabupaten Berau, tim menggali informasi terkait dengan sikap dan pilihan kebijakan PKHB dan Pokja REDD Berau berkaitan dengan Program REDD ini. Kemudian bagaimana pandangan atau pemikiran, termasuk kepentingan dan kegiatan Pokja REDD sehubungan dengan perdebatan REDD. Bupati Berau menyediakan waktu khusus untuk audiensi ini dengan didampingi Sekretaris Daerah Berau H Ibnu Sina Asyari, Kepala BLH Berau Drs. Basri Sahrin, dan Asisten II Pemkab Berau Ir. Suparno Kasim. Bupati Berau memberikan pendapat mengenai tantangan utama yang muncul dari strategi kebijakan REDD dan peluang-peluang yang muncul dari kebijakan REDD. Bupati juga diminta menilai aspek tata kelola dari proses konsultasi dalam strategi nasional REDD. Ketua Pokja REDD Berau memberikan penilaian terhadap kebijakan terkait REDD dan arahan kebijakan dari segi efektivitas, efisiensi biaya, kesetaraan dan pembagian manfaat tambahan lainnya. Tim CIFOR menyampaikan bahwa hasil penelitian dan analisis pada study ini diharapkan menjadi bahan masukan dalam merancang kebijakan menyangkut REDD secara efektif, efisien dan berkeadilan. (mf)
Volume XII
Hal. 14
Sambungan Penajaman ………………… dari Hal.2
Kunjungan Dubes AS ………………… dari Hal.1
lindung. Sebagai informasi bahwa Berau memiliki kawasan hutan lindung seluas + 360.356,79 ha, namun belum dikelola secara maksimal. Jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan ini tentunya bisa menjadi modal dasar bagi pengelolaan kawasan hutan lindung.
berjalan perlahan menyusuri jalan menuju kampung Muara Lesan yang ditempuh dalam 2,5 jam. Kondisi jalan yang rusak tidak menghambat perjalanan rombongan. Setiba di kampung Muara Lesan, rombongan segera bersiap untuk menaiki ketinting yang sudah disiapkan oleh masyarakat kampung Muara Lesan dan Lesan Dayak. Sekitar 1 jam berketinting, rombongan tiba di Stasiun Riset Sungai Lesan yang terletak di tepi sungai Lesan dan sekaligus pintu masuk kawasan lindung.
Pembahasan strategi pengurangan emisi pada kawasan perkebunan bersama beberapa perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Berau dilakukan pada hari ketiga (6 Jan 2011). Mendorong penerapan praktek pengelolaan kawasan perkebunan secara lestari menjadi bahasan utama. Juga bagaimana membangun forum komunikasi antar pihak dalam isu perkebunan juga mengemuka. Di sesi diskusi berikutnya pada 11 Jan 2011, dibahas strategi pada kawasan kelola masyarakat (KKM). Sehingga, terdapat tiga tingkat pelibatan masyarakat. Pertama, pelibatan masyarakat secara menyeluruh dalam strategi lintas isu/sektor; kedua, pelibatan masyarakat pada masing-masing strategi tapak dan ketiga, pelibatan masyarakat dalam tapak Kawasan Kelola Masyarakat. Namun, diskusi tidak mampu menyepakati dan mengambil konsensus bersama atas definisi dan ruang lingkup KKM dalam konteks PKHB. Pada akhirnya, strategi pelibatan masyarakat difokuskan pada tingkat pertama dan kedua. Pada sesi terakhir yang dilaksanakan pada 12 Jan 11, dibahas strategi pada kawasan mangrove. Disadari bahwa kawasan yang berada di kawasan pesisir Berau juga memiliki potensi dalam upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Selain sebagai kawasan yang mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang besar kawasan ini juga rentan terhadap kerusakan. Berbagai masukan dan informasi penting yang diperoleh selama proses penajaman renstra ini kemudian dijadikan dasar dalam penyusunan rencana strategis program karbon hutan Berau. (*iw)
Scott dan rombongan mendapatkan suguhan dari masyarakat Lesan Dayak berupa bubur putih sebagai ucapan selamat datang dan permohonan keselamatan selama berada di kawasan ini. Selama di kawasan, rombongan melakukan berbagai aktifitas seperti trekking di jalur penelitian pakan orangutan hingga ke menara pengamatan sejauh + 4km. Rombongan juga disuguhi atraksi menyumpit dan cara pengambilan madu secara tradisional oleh masyarakat Lesan Dayak. Dalam kondisi yang seadanya karena memang kawasan ini jauh dari fasilitas memadai seperti listrik, apalagi signal telepon, tidak membuat rombongan jenuh. Justru dengan kondisi ini, Scott dan rombongan dapat melepaskan semua penat pekerjaan yang tentunya menyita waktu dan fikiran. Hanya mata kamera saja yang terus merekam setiap obyek dan moment penting selama di kawasan menjadi hiburan sendiri bagi semua rombongan yang ikut. Bagi Berau, kunjungan ini menjadi penting mengingat saat ini sedang gencar-gencarnya Berau melaksanakan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan melalui program karbon hutan Berau yang tentunya akan sangat memerlukan dukungan dari semua pihak. Dengan kunjungan ini, komitmen ini dapat disampaikan kepada dunia internasional melalui Dubes USA di Indonesia. Perwakilan dari beberapa perusahaan juga telah berjanji untuk mendukung Berau dalam melaksanakan program perlindungan dan konservasi sumber daya alam yang akan diwujudkan dalam program-program lanjutan. (*iw)
Volume XII
Hal. 15
Sambungan Rapat Kerja Pokja…………… dari Hal.1 dikembangkan model pengelolaan yang juga akan didukung melalui pendanaan yang berasal dari kerjasama Pemerintah RI dengan Pemerintah Jerman. Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan KPH antara lain adalah masih adanya perbedaan persepsi dalam melihat KPH sebagai upaya pengelolaan di tingkat daerah. Hal ini diupayakan dengan tetap melakukan diskusi dan koordinasi intensif dengan tim tata ruang kabupaten agar tetap sejalan dengan apa yang menjadi tujuan daerah. Selain itu tantangan lain adalah pendanaan pembangunan KPH. Untuk menjawab tantangan ini, pendanaan dapat diperoleh melalui kerjasama Pemerintah RI dengan Jerman melalui program ForClime untuk proses pembangunan dalam 5 (lima) tahun. Pemerintah pusat juga telah berkomitmen untuk membantu dalam pembangunan KPH Model karena ini merupakan salah program prioritas dari kementerian kehutanan. Arahan dan Masukan Menanggapai laporan dan rekomendasi yang disampaikan oleh POKJA REDD Kabupaten Berau, secara khusus Bapak Bupati memberikan arahan dan masukan sebagai berikut:
Komitmen ini dilakukan untuk kepentingan masyarakat Berau secara khusus dan juga untuk Indonesia secara umum. Walaupun hingga sekarang belum masuk ke dalam program perdagangan karbon (carbon trade); Pemerintah Kabupaten Berau tetap pada komitmennya. Insentif dari perdagangan karbon dapat dianggap sebagai tambahan keuntungan dari upaya yang telah dilakukan selain perlindungan dan kelestarian sumber daya alam. Perlunya mendorong percepatan penetapan peta RTRW Kabupaten Berau secara khusus mengingat dengan penunjukan sebagai lokasi percontohan REDD+ di Berau kepada Kementerian Kehutanan RI sehingga banyak program yang dapat segera dijalankan; Mendukung pembangunan KPH di Kabupaten Berau sebagai upaya pengelolaan hutan secara lestari. (*iw)
INPRES MORATORIUM HUTAN
Rekomendasi terhadap arah kebijakan pada di bidang tata ruang, kehutanan dan lingkungan hidup dapat diwujudkan dalam bentuk program nyata agar tidak hanya semboyan saja yang muncul tetapi berupa program konkrit yang dapat dilakukan. Hal ini dapat dikonsultasikan dengan SKPD terkait untuk dapat dipertajam kembali dalam arah kebijakannya dan agar dapat masuk ke dalam RPJMD 2011- 2015;
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menandatangani Instruksi Presiden terkait penundaan (moratorium) pemberian izin baru bagi hutan alam primer dan lahan gambut serta penyempurnaan tata kelola hutan dan gambut. Menurut Sekretaris Kabinet Dipo Alam, dalam Inpres ini bukan hanya mengatur soal penundaan izin namun juga program riil penurunan emisi akibat dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Inpres dikeluarkan setelah dilakukan kajian mendalam sehingga tidak terjadi pertentangan dengan aturan lainnya.
Pelibatan secara aktif Universitas Mulawarman dalam pengembangan program-program konservasi dan perlindungan sumber daya hutan dan perikanan sehingga ada juga peningkatan sumber daya manusia di Kabupaten Berau melalui alih pengetahuan dan tehnologi;
“Ditandatangani dan dikeluarkan, 20 Mei 2011. Sebenarnya sudah diteken kemarin, tapi dipaskan dengan hari kebangkitan nasional. Kita tentu akan adakan monitoring Inpres dan Perpres. Bila ada kekurangan akan kita evaluasi lagi,” kata Dipo saat menggelar konfrensi pers di kantornya, Jumat (20/5).
Pelibatan Dinas Perikanan dan Kelautan terutama dalam pengelolaan kawasan mangrove yang menjadi salah satu lokasi program; Perlu diperhatikan secara khusus tentang pelibatan masyarakat secara aktif di dalam program sehingga dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di dalam maupun di sekitar hutan;
Kebijakan moratorium yang tertuang dalam Inpres nomor 10 tahun 2011 ini akan diberikan kepada 10 pejabat terkait. Yakni Menhut, Mendagri, Men KLH, Kepala UKP4, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Bakorsutranal, Ketua Satgas REDD+, seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota se Indonesia.
Komitmen Berau dalam perlindungan sumber daya alamnya melalui program ini diharapkan juga dapat diperhatikan oleh pemerintah di daerah lain. (*iw)
Untuk mendapatkan softcopy-nya, silahkan unduh di web karbonhutanberau.org melalui link http://bit.ly/ inpress10-2011
Volume XII
Hal. 16
Sambungan Berau Siap Implementasikan………… dari Hal.5 berharap PKHB dapat menjadi percontohan bagi kabupaten-kabupaten lain. Demonstration Activities REDD+ di Kabupaten Berau dapat menghasilkan beberapa alternatif pembelajaran tentang metodologi, teknologi dan kelembagaan yang efektif dan efisien bagi program karbon hutan lainnya di tingkat subnasional. Program karbon hutan ini diharapkan dapat mendorong perbaikan tata kelola sumber daya alam di kabupaten Berau dan daerah lainnya di Indonesia atau bahkan di dunia. PKHB akan menjadikan masyarakat sebagai faktor dominan pembangunan. Tingkat keikutsertaan masyarakat dalam program ini akan merupakan indikator tingkat keberhasilan program. Selain berfokus pada hutan lindung, hutan produksi dan lahan perkebunan atau pertanian, PKHB juga akan mencakup kegiatan hidup masyarakat termasuk dalam skala rumah tangga. Dengan penerapan PKHB masyarakat akan didorong untuk melakukan praktik-praktik yang lebih ramah lingkungan misalnya hemat listrik, pemanfaatan sampah organik, pertanian organik, serta mengembangkan persemaian dan penanaman pohon skala rumah tangga, budidaya lebah madu, pembinaan habitat dan populasi satwa serta pemanfaatan energi alternatif misalnya mikro hidro. PKHB mulai dikembangkan sejak tahun 2008. Mulai tahun 2011 PKHB akan memulai tahapan percontohan selama lima tahun sebagai bagian dari periode persiapan (readiness), untuk kemudian diikuti dengan penerapan pengurangan emisi karbon secara menyeluruh pada skala kabupaten yang dimulai pada tahun 2016. Program
Redaksi Updates Media & Komunikasi Sekretariat Pokja REDD Berau faJRi— Iwied— Adji— Emi
ini menerapkan strategi pembangunan rendah karbon melalui perbaikan pengelolaan dari berbagai macam sistem penggunaan lahan yang dapat mengurangi emisi karbon dan menciptakan mekanisme pendanaan jangkapanjang dalam rangka mendukung pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Tujuan strategis dan sasaran program pada tahapan percontohan lima tahun adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan dan penyempurnaan perencanaan, terutama terkait dengan penataan ruang, penatagunaan lahan, dan proses perijinan pemanfaatan ruang pada tingkat kabupaten, 2. Pengurangan emisi dan peningkatan stok karbon sekitar 10 juta ton CO2 selama periode lima tahun ke depan atau berkurang sedikitnya 10% dari Business As Usual (BAU) atautanpa rencana aksi, khususnya dari sektor kehutanan dan perubahan lahan. 3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat bagi 5.000 orang masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan. 4. Perlindungan ekosistem yang bernilai tinggi, keanekaragaman hayati dan fungsi daerah aliran sungai di sedikitnya pada 400.000 ha daerah aliran sungai Kelay dan Segah serta pada habitat orangutan Kalimantan. 5. Peningkatan kapasitas lembaga publik dan para pemangku kepentingan, terutama dalam aspek sumber daya manusia dan keberlanjutan pendanaannya. 6.Pembelajaran dan replikasi atas pelaksanaan tahap percontohan REDD+ berskala kabupaten, baik ke level nasional maupun internasional. (***)
Updates Versi Online dapat Anda Akses melalui Web:
www.karbonhutanberau.org Informasi lebih lanjut mengenai REDD Program, kontak :
Ir. Suparno Kasim Ketua Umum Pokja REDD Berau Email:
[email protected] Iwied Wahyulianto Koordinator Sekretariat POKJA REDD Kab. Berau Jln. Anggur No 265 Tanjung Redeb, Berau Telp/Fax. 0554 - 21232 Email:
[email protected] Hamzah As-Saied Dinas Kehutanan Kab. Berau Jl. Pulau Sambit No 1 Tanjung Redeb Email:
[email protected]
Fakhrizal Nashr Manajer Berau Program The Nature Conservancy JL. Cempaka No. 7 - RT 07/RW 07 Berau 77311 Tel. +62 - 554 23388; Hp.: +62-812-5408141 Email :
[email protected] Achmad Pribadi Direktur Berau Program The Nature Conservancy JL. Cempaka No. 7 - RT 07/RW 07 Berau 77311 Tel. +62 - 554 23388; Hp.: +62-818-753931 Email :
[email protected]
Photo-Photo: Fajri (hal 1, 3, 4, 10), Adji (hal 2, 8, 9), Iwied (hal 5, 12)