TERM OF REFERENCE KUNJUNGAN KERJA PANJA RUU TENTANG ADVOKAT KE NEGARA AMERIKA SERIKAT A. Latar Belakang Adanya perubahan UUD NRI Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman (judicative power). Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) mengatur bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Sejalan dengan ketentuan tersebut, salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang mengatur bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Sejalan dengan ketentuan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum maka salah satu prinsip penting adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dalam usaha memperkuat prinsip tersebut maka salah satu substansi penting perubahan UUD NRI Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Ketentuan badan-badan lain tersebut dipertegas oleh Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, salah satunya adalah Advokat. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang
1
bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Sejalan dengan perubahan UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, dan beberapa undang-undang yang baru, serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan maka Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk undang-undang yang baru. UU Advokat yang telah diundangkan selama lebih kurang dari 10 (sepuluh) tahun, dalam perjalanan implementasinya banyak menemui masalah. Sejak diundangkan, tercatat ada lebih kurang 9 (sembilan) permohonan uji materiil atas UU Advokat di Mahkamah Konstitusi (MK), dan dari kesembilan permohonan tersebut, terdapat 2 (dua) permohonan yang dikabulkan oleh MK. Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2004 yang menyatakan bahwa Pasal 31 UU Advokat bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 2
Putusan MK berikutnya terkait dengan permasalahan keberadaan organisasi advokat yang telah menimbulkan friksi antaradvokat, baik secara organisasi maupun individu. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) UU Advokat bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa “di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya” tidak dimaknai bahwa “Pengadilan Tinggi atas perintah undang-undang wajib mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”. Selain dua hal tersebut, permasalahan lain yang timbul antara lain ketentuan mengenai advokat yang diangkat menjadi pejabat negara, persyaratan pengangkatan advokat, pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik, kewajiban memberikan jasa hukum cuma-cuma, dan peran serta masyarakat. Berkaitan dengan advokat yang diangkat menjadi pejabat negara, UU Advokat menyatakan bahwa advokat tersebut tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama
memangku
jabatan,
namun
dalam
praktiknya
ketentuan
ini
tidak
dilaksanakan secara konsisten. Advokat yang menjadi pejabat negara memang tidak secara aktif berkantor di kantor hukumnya, namun nama kantor tersebut tetap menggunakan nama advokat yang bersangkutan, demikian pula dalam berkas pembelaan masih tercantum nama advokat tersebut. Pembaruan Undang-Undang tentang Advokat tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Advokat sebagai lembaga penegak hukum yang melaksanakan kekuasaan kehakiman harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Advokat sebagai salah satu lembaga penegak hukum diharapkan untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Advokat untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut di atas. 3
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Advokat
sebagai
salah satu lembaga penegak hukum yang melaksanakan kekuasaan kehakiman harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan meng-indahkan kaidah-kaidah keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Advokat juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan negara serta melindungi kepentingan masyarakat. Dalam Prolegnas Prioritas tahun 2013, RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, masuk dalam daftar RUU yang diprioritaskan. Berdasarkan Prolegnas tersebut, RUU tersebut disusun oleh Badan Legislasi DPR. Dalam perkembangannya, ada beberapa perubahan substansi yang mengakibatkan struktur dan/atau materi muatan mengalami perubahan secara total. Beberapa perubahan dimaksud, antara lain mengenai: a. sistem pendidikan profesi dan ujian bagi advokat; b. batasan usia bagi seseorang yang akan menjadi advokat; c. tata cara pemagangan bagi advokat; d. tata cara pengangkatan dan pengambilan sumpah bagi advokat; e. mekanisme pengawasan advokat; f. pengaturan mengenai praktik advokat asing di Indonesia; g. pengaturan mengenai kode etik advokat; h. kelembagaan organisasi advokat; i.
tata cara penjatuhan sanksi bagi advokat;
j.
tata cara cuti atau pemberhentian sementara bagi advokat yang menjadi pejabat negara atau daerah;dan
k. hal-hal lain terkait perubahan substansi tersebut diatas. Secara teknis, perbandingan antara UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan RUU tentang Advokat, diperoleh hasil sebagai berikut: 4
KETENTUAN
BAB
PASAL
AYAT
UU 18/2003
13
36
90
RUU
12
37
85
Perbedaan jumlah bab, pasal, dan ayat tersebut mengakibatkan sistematika undangundang menjadi berubah. Adapun mengenai materi muatan undang-undang, dalam RUU banyak perubahan dalam rumusan dan substansi. Jika dibandingkan dengan UU Nomor 18 Tahun 2003, mulai Pasal 1 sampai dengan Pasal 36 mengalami perubahan. Akibatnya, dengan adanya perubahan itu menyebabkan esensi atas UU Nomor 18 Tahun 2003 tentu berubah drastis. Berdasarkan hal itu, sesuai dengan Lampiran II Angka 237 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), maka RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Advokat, diubah menjadi RUU tentang Advokat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. sistematika peraturan perundang-undangan berubah; b. materi muatan undang-undang berubah lebih dari 50%; atau c. esensinya berubah. Dengan demikian, saat ini penyusunan ruu dimaksud merupakan penggantian sekaligus penyempurnaan terhadap berbagai ketentuan yang ada mengenai advokat.
B. Tujuan dan Sasaran Tujuan utama dari kunjungan kerja ke luar negeri ini adalah untuk memperluas wawasan dan pandangan atas segala hal yang berhubungan dengan pengaturan mengenai Advokat, dan mencari model atau contoh dari negara lain yang dapat diadaptasikan di Indonesia sehingga pengaturan mengenai Advokat dapat lebih komprehensif lagi. Selain itu, pengimplementasian dari studi banding juga bermanfaat untuk membandingkan peraturan perundang-undangan negara lain dan belajar segala hal
5
yang berkaitan dengan Advokat yang kemudian dapat diadaptasikan dalam pengaturan RUU tentang Advokat di Indonesia. Di dunia, dikenal tiga bentuk organisasi advokat. Pertama, Single Bar Association, yakni hanya ada satu organisasi advokat dalam suatu yurisdiksi (wilayah hukum dalam suatu negara). Kedua, Multi Bar Association, yakni terdapat beberapa organisasi advokat yang masing-masing tegak berdiri sendiri. Serta ketiga, Federation of Bar Associaton, yakni organisasi-organisasi advokat yang ada bergabung/bersatu dalam federasi di tingkat nasional. Dalam hal ini, sifat keanggotaannya adalah ganda, pada tingkat lokal dan nasional. Berdasarkan saran, pertimbangan, dan informasi yang diperoleh Badan Legislasi dari berbagai narasumber pada saat rapat dengar pendapat atau rapat dengar pendapat umum di Badan Legislasi DPR, disarankan untuk melakukan kunjungan kerja ke negara Amerika Serikat. Dipilihnya negara tersebut karena negara itu mempunyai banyak pengalaman dan mapan dalam mengembangkan profesi advokat. Berikut diuraikan secara singkat mengenai profil perkembangan profesi advokat di negara Amerika Serikat, yaitu sebagia berikut: Di Amerika Serikat, profesi advokat merupakan profesi yang mulia. Demikian mulianya, bahkan beberapa presiden Amerika Serikat juga merupakan seorang advokat, termasuk presiden yang saat ini menjabat yakni Barack Obama. Keluhuran profesi advokat karena didukung oleh sistem pendidikan hukum yang ketat dan terstandarisasi. Di Amerika Serikat, seseorang yang mendapat kesempatan menempuh pendidikan hukum dan menjadi seorang ahli hukum (baik advokat, jaksa, atau hakim) memiliki kebanggaan yang luar biasa dan status sosial yang tinggi. Apalagi jika yang bersangkutan lulusan dari fakultas hukum yang terkemuka seperti Fakultas Hukum Harvard, dan lain sebagainya. Ketatnya sistem pendidikan yang ditetapkan dan pembinaan profesi yang baik dari masyarakat maupun negara menjadikan profesi hukum merupakan suatu profesi yang banyak dicita-citakan oleh pelajar Amerika Serikat. Saat ini, khusus untuk profesi advokat, dibina dan diawasi oleh suatu lembaga organisasi yang bernama America Bar Association (ABA). Suatu organisasi yang 6
didirikan sejak tahun 1878 dan merupakan organisasi advokat tetua di dunia yang memiliki banyak pengalaman dan/atau jejaring kelembagaan secara luas, baik nasional maupun internasional. Organisasi ABA tersebut menaungi lebih kurang dari 400.000
(empat ratus ribu) advokat dan membawahi/berafilisasi dengan puluan
organisasi advokat dan/atau organisasi profesi hukum lainnya, antara lain: a. Asosiasi Penasihat Hukum Asuransi Jiwa; b. Asosiasi Hukum Laut Amerika Serikat; c. Asosiasi Pengacara Wanita Tingkat Nasional; d. Asosiasi Pengacara Imigrasi Amerika; e. Asosiasi Sekolah Hukum Amerika; f. Perhimpunan Advokat-Hakim; g. Asosiasi Pengacara Bantuan Hukum Tingkat Nasional; dan h. Konferensi Para Hakim Ketua. ABA berkomitmen untuk meningkatkan, dan memajukan penegakan hukum di seluruh Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Mendukung profesi hukum dengan sumber daya praktis bagi para profesional hukum sekaligus meningkatkan administrasi peradilan, akreditasi sekolah hukum, kode etik model yang membangun, dan banyak lagi. Keanggotaan ABA terbuka untuk pengacara, mahasiswa hukum, dan pihak-pihak lain-lain yang tertarik pada hukum dan profesi hukum. Kantor pusat nasional ABA adalah di Chicago, dan ABA memiliki juga kantor khusus di Washington DC. Terkait dengan hal tersebut di atas, direncakan kunjungan Badan Legislasi DPR ke Amerika Serikat ditujukan kepada:
1. Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat. Kunjungan ke KBRI di AS untuk mengetahui sejauh mana perkembangan mengenai hubungan diplomatik antara RI dan Amerika Serikat, khususnya dalam hal pembangunan hukum atau penegakan hukum. Hal-hal apa saja yang sudah dicapai dan hal-hal apa saja yang belum dicapai. Selain itu, kunjungan ke KBRI juga dilakukan untuk mengetahui secara mendalam pembangunan hukum di Amerika Serikat dalam perspektif Indonesia. 7
2. Kementerian Kehakiman Amerika Serikat (US-Department of Justice). Kunjungan ke Kementerian Kehakiman Amerika Serikat untuk mengetahui secara jelas mengenai pembangunan hukum yang telah, sedang, dan akan dilakukan di Amerika Serikat. Mengingat Menteri Kehakiman Amerika Serikat merupakan jabatan rangkap yang ex officio dengan Jaksa Agung, maka menarik untuk dikunjungi karena posisi Jaksa Agung Amerika Sertikat merupakan advokat/pengacara negara. Posisi ini ada kemiripan dengan jabatan Jaksa Agung RI dimana Jaksa Agung RI juga berkedudukan sebagai advokat/pengacara negara. Untuk itu terkait dengan RUU tentang Advokat, delegasi mengharapkan ada masukan mengenai kedudukan advokat/pengacara di Amerika Serikat. Di samping itu, kunjungan ini juga untuk mendapatkan masukan, dan informasi mengenai perkembangan profesi advokat di Amerika Serikat, mulai dari sistem pendidikan, rekrutmen, sampai dengan pekerjaannya.
3. Mahkamah Agung Amerika Serikat (US-Supreme Court). Kunjungan ke Mahkamah Agung Amerika Serikat untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara profesi advokat dengan lembaga peradilan. Di samping itu, kunjungan ini juga diharapkan jika menungkinkan untuk dapat mengetahui bagaimana proses acara persidangan di lembaga tersebut dalam menangani suatu perkara.
4. DPR/Kongres Amerika Serikat (US-Congress). Kunjungan ke DPR/Kongres Amerika Serikat untuk mengetahui apakah ada atau tidak suatu undang-undang khusus yang mengatur masalah advokat secara spesifik, mulai dari pendidikannya sampai dengan pelaksanaan profesinya. Di samping itu juga, kunjungan ke lembaga ini dimaksudkan untuk mencari data dan informasi berkenaan dengan proses legislasi di tempat tersebut. Termasuk dalam hal ini upaya penguatan kelembagaan DPR/Kongres agar dapat menghasilkan produk legislasi yang banyak dan berkualitas.
8
5. Asosiasi Bar Amerika Serikat (American Bar Association). Kunjugan ke Asosiasi Bar Amerika Serikat (American Bar
Association)
dimaksudkan untuk mengetahui secara detail mengenai profesi advokat di Amerika Serikat, antara lain mengenai pendidikan, rekrutmen, penataan organisasi profesi, sampai dengan penegakan kode etik profesi advokat. Kunjungan ke tempat ini juga untuk mendapatkan data dan informasi secara akurat mengenai bagaimana Asosiasi Bar Amerika Serikat (American Bar Association) dibentuk dan dikelola sehingga menjadi suatu organisasi profesi yang berwibawa, kuat, dan mempunyai banyak relasi di dunia. C. Pokok-pokok Permasalahan Kunjungan kerja ke Amerika Serikat sebagaimana dimaksud di atas, yang dilakukan terhadap institusi atau lembaga dimaksud, juga untuk memperdalam beberapa substansi RUU yang membutuhkan masukan dan pendalaman melalui kunjungan kerja ke luar negeri ini dalam rangka penyempurnaan substansi yang akan diatur yang meliputi: a. sistem pendidikan profesi dan ujian bagi advokat; b. batasan usia bagi seseorang yang akan menjadi advokat; c. tata cara pemagangan bagi advokat; d. tata cara pengangkatan dan pengambilan sumpah bagi advokat; e. mekanisme pengawasan advokat; f. pengaturan mengenai praktik advokat asing di Indonesia; g. pengaturan mengenai kode etik advokat; h. kelembagaan organisasi advokat; i.
tata cara penjatuhan sanksi bagi advokat;
j.
tata cara cuti atau pemberhentian sementara bagi advokat yang menjadi pejabat negara atau daerah;dan
k. hal-hal lain terkait perubahan substansi tersebut di atas.
9
TERM OF REFERENCE KUNJUNGAN KERJA PANJA RUU TENTANG ADVOKAT KE NEGARA JEPANG D. Latar Belakang Adanya perubahan UUD NRI Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman (judicative power). Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) mengatur bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Sejalan dengan ketentuan tersebut, salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang mengatur bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Sejalan dengan ketentuan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum maka salah satu prinsip penting adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dalam usaha memperkuat prinsip tersebut maka salah satu substansi penting perubahan UUD NRI Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Ketentuan badan-badan lain tersebut dipertegas oleh Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, salah satunya adalah Advokat. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang 10
bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Sejalan dengan perubahan UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, dan beberapa undang-undang yang baru, serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan maka Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk undang-undang yang baru. UU Advokat yang telah diundangkan selama lebih kurang dari 10 (sepuluh) tahun, dalam perjalanan implementasinya banyak menemui masalah. Sejak diundangkan, tercatat ada lebih kurang 9 (sembilan) permohonan uji materiil atas UU Advokat di Mahkamah Konstitusi (MK), dan dari kesembilan permohonan tersebut, terdapat 2 (dua) permohonan yang dikabulkan oleh MK. Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2004 yang menyatakan bahwa Pasal 31 UU Advokat bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 11
Putusan MK berikutnya terkait dengan permasalahan keberadaan organisasi advokat yang telah menimbulkan friksi antaradvokat, baik secara organisasi maupun individu. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) UU Advokat bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa “di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya” tidak dimaknai bahwa “Pengadilan Tinggi atas perintah undang-undang wajib mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”. Selain dua hal tersebut, permasalahan lain yang timbul antara lain ketentuan mengenai advokat yang diangkat menjadi pejabat negara, persyaratan pengangkatan advokat, pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik, kewajiban memberikan jasa hukum cuma-cuma, dan peran serta masyarakat. Berkaitan dengan advokat yang diangkat menjadi pejabat negara, UU Advokat menyatakan bahwa advokat tersebut tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama
memangku
jabatan,
namun
dalam
praktiknya
ketentuan
ini
tidak
dilaksanakan secara konsisten. Advokat yang menjadi pejabat negara memang tidak secara aktif berkantor di kantor hukumnya, namun nama kantor tersebut tetap menggunakan nama advokat yang bersangkutan, demikian pula dalam berkas pembelaan masih tercantum nama advokat tersebut. Pembaruan Undang-Undang tentang Advokat tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Advokat sebagai lembaga penegak hukum yang melaksanakan kekuasaan kehakiman harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Advokat sebagai salah satu lembaga penegak hukum diharapkan untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Advokat untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut di atas. 12
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Advokat
sebagai
salah satu lembaga penegak hukum yang melaksanakan kekuasaan kehakiman harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan meng-indahkan kaidah-kaidah keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Advokat juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan negara serta melindungi kepentingan masyarakat. Dalam Prolegnas Prioritas tahun 2013, RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, masuk dalam daftar RUU yang diprioritaskan. Berdasarkan Prolegnas tersebut, RUU tersebut disusun oleh Badan Legislasi DPR. Dalam perkembangannya, ada beberapa perubahan substansi yang mengakibatkan struktur dan/atau materi muatan mengalami perubahan secara total. Beberapa perubahan dimaksud, antara lain mengenai: l.
sistem pendidikan profesi dan ujian bagi advokat;
m. batasan usia bagi seseorang yang akan menjadi advokat; n. tata cara pemagangan bagi advokat; o. tata cara pengangkatan dan pengambilan sumpah bagi advokat; p. mekanisme pengawasan advokat; q. pengaturan mengenai praktik advokat asing di Indonesia; r. pengaturan mengenai kode etik advokat; s. kelembagaan organisasi advokat; t. tata cara penjatuhan sanksi bagi advokat; u. tata cara cuti atau pemberhentian sementara bagi advokat yang menjadi pejabat negara atau daerah;dan v. hal-hal lain terkait perubahan substansi tersebut diatas. Secara teknis, perbandingan antara UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan RUU tentang Advokat, diperoleh hasil sebagai berikut: 13
KETENTUAN
BAB
PASAL
AYAT
UU 18/2003
13
36
90
RUU
12
37
85
Perbedaan jumlah bab, pasal, dan ayat tersebut mengakibatkan sistematika undangundang menjadi berubah. Adapun mengenai materi muatan undang-undang, dalam RUU banyak perubahan dalam rumusan dan substansi. Jika dibandingkan dengan UU Nomor 18 Tahun 2003, mulai Pasal 1 sampai dengan Pasal 36 mengalami perubahan. Akibatnya, dengan adanya perubahan itu menyebabkan esensi atas UU Nomor 18 Tahun 2003 tentu berubah drastis. Berdasarkan hal itu, sesuai dengan Lampiran II Angka 237 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), maka RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Advokat, diubah menjadi RUU tentang Advokat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut: d. sistematika peraturan perundang-undangan berubah; e. materi muatan undang-undang berubah lebih dari 50%; atau f. esensinya berubah. Dengan demikian, saat ini penyusunan ruu dimaksud merupakan penggantian sekaligus penyempurnaan terhadap berbagai ketentuan yang ada mengenai advokat.
E. Tujuan dan Sasaran Tujuan utama dari kunjungan kerja ke luar negeri ini adalah untuk memperluas wawasan dan pandangan atas segala hal yang berhubungan dengan pengaturan mengenai Advokat, dan mencari model atau contoh dari negara lain yang dapat diadaptasikan di Indonesia sehingga pengaturan mengenai Advokat dapat lebih komprehensif lagi. Selain itu, pengimplementasian dari studi banding juga bermanfaat untuk membandingkan peraturan perundang-undangan negara lain dan belajar segala hal
14
yang berkaitan dengan Advokat yang kemudian dapat diadaptasikan dalam pengaturan RUU tentang Advokat di Indonesia. Di dunia, dikenal tiga bentuk organisasi advokat. Pertama, Single Bar Association, yakni hanya ada satu organisasi advokat dalam suatu yurisdiksi (wilayah hukum dalam suatu negara). Kedua, Multi Bar Association, yakni terdapat beberapa organisasi advokat yang masing-masing tegak berdiri sendiri. Serta ketiga, Federation of Bar Associaton, yakni organisasi-organisasi advokat yang ada bergabung/bersatu dalam federasi di tingkat nasional. Dalam hal ini, sifat keanggotaannya adalah ganda, pada tingkat lokal dan nasional. Berdasarkan saran, pertimbangan, dan informasi yang diperoleh Badan Legislasi dari berbagai narasumber pada saat rapat dengar pendapat atau rapat dengar pendapat umum di Badan Legislasi DPR, disarankan untuk melakukan kunjungan kerja ke negara Jepang. Dipilihnya negara tersebut karena negara itu mempunyai banyak pengalaman dan mapan dalam mengembangkan profesi advokat. Berikut diuraikan secara singkat mengenai profil perkembangan profesi advokat di negara Jepang, yaitu sebagai berikut: Sistem pengangkatan seorang advokat di negara Jepang dilakukan secara ketat dan terpadu dengan sistem penegak hukum lainnya, seperti jaksa dan hakim. Hal ini dimaksudkan agar melalui mekanisme yang ketat tersebut, mampu dihasilkan aparatur penegakan hukum yang profesional. Berikut diuraikan secara singkat mengenai mekanisme seleksi tersebut: a. Tahap Ujian Setelah mahasiswa lulus dari universitas, dengan pembidangan utama (major) di bidang hukum, yang bersangkutan dapat memasuki profesi hukum (legal profession) sebagai advokat (private attorney), jaksa (public prosecutor), atau hakim (judge), yang dimulai dengan proses judicial examination (ujian hukum) atau National Bar Examination yang diselenggarakan secara nasional. National Bar Examination diselenggarakan dalam 2 (dua) tahap yaitu First Examination (Ujian Pertama) dan Second Examination (Ujian Kedua).
15
b. Tahap Pemagangan Apabila National Bar Examination atau Judicial Examination di atas telah dilalui, calon profesional hukum mempunyai status sebagai judicial/legal apprentice yang akan memasuki masa pemagangan atau pelatihan. Satu tahap yang harus dilalui oleh judicial/legal apprentice untuk dapat memilih apakah dia akan menjadi advokat (private attorney), jaksa (public prosecutor) atau hakim (judge) adalah mengikuti pemagangan dan pelatihan yang dikelola dan diselenggarakan oleh The Legal Training and Research Institute yang berada di bawah Mahkamah Agung (Supreme Court). Tujuan utama pemagangan ini adalah untuk mendapat budaya, kehormatan dan kapasitas sebagai profesional hukum dan untuk mengakui misi profesi hukum. The
Legal
Training
and
Research
Institute
mempersiapkan
dan
menyelenggarakan pemagangan yang berlangsung kurang lebih satu setengah tahun, yang dibagi dalam beberapa tahap, yaitu Initial Training, Field Training, Final Training dan Final Qualifying Examination.
Terkait dengan hal tersebut di atas, direncakan kunjungan Badan Legislasi DPR ke Jepang ditujukan kepada:
6. Kedutaan Besar RI di Jepang. Kunjungan ke KBRI di Jepang untuk mengetahui sejauh mana perkembangan
mengenai hubungan diplomatik antara RI dan Jepang,
khususnya dalam hal pembangunan hukum atau penegakan hukum. Hal-hal apa saja yang sudah dicapai dan hal-hal apa saja yang belum dicapai. Selain itu, kunjungan ke KBRI juga dilakukan untuk mengetahui secara mendalam pembangunan hukum di Jepang dalam perspektif Indonesia.
7. Kementerian Kehakiman Jepang Kunjungan ke Kementerian Kehakiman Jepang untuk mengetahui secara jelas mengenai pembangunan hukum yang telah, sedang, dan akan dilakukan di Jepang. Di samping itu, kunjungan ini juga untuk mendapatkan 16
masukan, dan informasi mengenai perkembangan profesi advokat di Jepang, mulai dari sistem pendidikan, rekrutmen, sampai dengan pekerjaannya.
8. Mahkamah Agung Jepang Kunjungan ke Mahkamah Agung Jepang untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara profesi advokat dengan lembaga peradilan. Di samping itu, kunjungan ini juga diharapkan jika menungkinkan untuk dapat mengetahui bagaimana proses acara persidangan di lembaga tersebut dalam menangani suatu perkara.
9. DPR/Parlemen Jepang Kunjungan ke DPR/Parlemen Jepang untuk mengetahui apakah ada atau tidak suatu undang-undang khusus yang mengatur masalah advokat secara spesifik, mulai dari pendidikannya sampai dengan pelaksanaan profesinya. Di samping itu juga, kunjungan ke lembaga ini dimaksudkan untuk mencari data dan informasi berkenaan dengan proses legislasi di tempat tersebut. Termasuk dalam hal ini upaya penguatan kelembagaan DPR/Parlemen agar dapat menghasilkan produk legislasi yang banyak dan berkualitas.
10. Asosiasi Advokat Jepang Kunjugan ke Asosiasi Advokat Jepang dimaksudkan untuk mengetahui secara detail mengenai profesi advokat di Jepang, antara lain mengenai pendidikan,
rekrutmen,
penataan
organisasi
profesi,
sampai
dengan
penegakan kode etik profesi advokat. Kunjungan ke tempat ini juga untuk mendapatkan data dan informasi secara akurat mengenai bagaimana Asosiasi Advokat Jepang dibentuk dan dikelola sehingga menjadi suatu organisasi profesi yang berwibawa, kuat, dan mempunyai banyak relasi di dunia. F. Pokok-pokok Permasalahan Kunjungan kerja ke Jepang sebagaimana dimaksud di atas, yang dilakukan terhadap institusi atau lembaga dimaksud, juga untuk memperdalam beberapa
17
substansi RUU yang membutuhkan masukan dan pendalaman melalui kunjungan kerja ke luar negeri ini dalam rangka penyempurnaan substansi yang akan diatur yang meliputi: b. sistem pendidikan profesi dan ujian bagi advokat; l.
batasan usia bagi seseorang yang akan menjadi advokat;
m. tata cara pemagangan bagi advokat; n. tata cara pengangkatan dan pengambilan sumpah bagi advokat; o. mekanisme pengawasan advokat; p. pengaturan mengenai praktik advokat asing di Indonesia; q. pengaturan mengenai kode etik advokat; r. kelembagaan organisasi advokat; s. tata cara penjatuhan sanksi bagi advokat; t. tata cara cuti atau pemberhentian sementara bagi advokat yang menjadi pejabat negara atau daerah;dan u. hal-hal lain terkait perubahan substansi tersebut di atas.
Diharapkan dalam kunjungan kerja tersebut menambah wawasan bagi Anggota Panja dalam melakukan penyusunan RUU tentang Advokat.
18