Surat Terbuka Akhir Tugas Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat (2010-‐2013) Dr. Dino Patti Djalal
Saudara-‐saudaraku, Pertama, saya dan keluarga mengucapkan Selamat Tahun Baru 2014 kepada seluruh rakyat Indonesia di tanah air, kepada seluruh diaspora Indonesia dan kepada seluruh sahabat kita di Amerika Serikat. Pada tanggal 31 Desember 2013, saya secara resmi mengakhiri penugasan saya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat yang ke-‐17 (periode 2010 -‐ 2013). Dalam upacara sederhana di KBRI Washington DC, saya menyerahkan laporan kinerja kepada Kuasa Usaha Ad-‐Interim, Adam Mulawarman Tugio. Untuk tahun anggaran 2013, pengeluaran KBRI Washington DC dibawah kepemimpinan saya adalah sekitar 97,03 % dari alokasi anggaran yang tersedia. Tahun 2012 lalu, KBRI Washington DC mencetak skor terbaik (98,71 %) dari perwakilan-‐perwakilan RI di seluruh dunia dalam penggunaan dana anggaran yang dialokasikan. Secara pribadi, penugasan saya sebagai Duta Besar di Amerika Serikat menyimpan makna yang tersendiri. Hal ini karena saya di tahun 1980 memulai "karir" saya sebagai tukang cuci piring dan pembersih gudang di gedung KBRI
1
Washington DC yang sama di mana saya kemudian menjadi Duta Besar. Untuk naik dari dapur yang pengap di lantai basement ke ruang Duta Besar di lantai dasar diperlukan waktu sekitar 30 tahun, dan setiap tangga saya lalui dengan kerja keras. Selain sebagai tukang cuci piring di KBRI, saya waktu itu juga belajar dan bekerja di berbagai tempat -‐ sebagai pelatih tenis, pelayan restoran, usher bioskop, petugas gymnasium dll. Semua pengalaman ini membuat saya lebih memahami cara berpikir orang Amerika, dan hal ini sangat membantu ketika saya di kemudian hari sebagai Duta Besar harus memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia dalam konteks budaya politik dan sosial Amerika Serikat. Alhamdulillah, saya mengakhiri penugasan saya dalam kondisi hubungan Indonesia -‐ Amerika Serikat yang solid, bahkan saya bisa katakan dalam kondisi terbaik dalam sejarah hubungan bilateral RI-‐AS. Ukuran yang paling gamblang adalah sejak tahun 2010 hubungan Jakarta – Washington DC mempunyai pijakan baru: Deklarasi Kemitraan Komprehensif. Secara diplomatis dan politis, kesepakatan Kemitraan Komprehensif RI-‐AS ini memberikan Indonesia sejumlah keuntungan. Pertama, AS mengakui Indonesia sebagai negara yang strategis, baik bagi AS maupun bagi percaturan kawasan dan internasional. Hal ini jauh beda dari masa sekitar krisis moneter 1998 dan awal transisi demokrasi, ketika Indonesia sempat dipandang dunia internasional sebagai "messy state" dan pesakit Asia. Kedua, AS sepenuhnya mengakui dan mendukung NKRI dan menegaskan tidak mendukung gerakan separatis manapun di Indonesia. Hal ini penting mengingat sejarah hubungan Indonesia -‐ AS di tahun 1960-‐an yang penuh gejolak. Ketiga, AS mengakui prinsip "kemitraan yang sejajar" (equal partnership). Ini berarti terlepas dari perbedaan kapasitas dan kekuatan kedua negara, Indonesia dan Amerika Serikat akan selalu berinteraksi atas dasar saling menghormati dan tidak ada satupun hal yang dapat dipaksakan satu pihak kepada pihak yang lain. Keempat, hubungan bilateral RI-‐AS kali ini tidak lagi bersifat sempit namun bersifat komprehensif karena mencakup berbagai sektor kerjasama, dan dipacu bukan lagi oleh situasi krisis namun oleh peluang dan kepentingan bersama (opportunity-‐driven and common interests). Kemitraan Komprehensif RI-‐AS berdampak positif bagi diplomasi bebas aktif Indonesia karena kalau kita secara simultan dapat membangun hubungan yang erat dengan negara-‐negara besar seperti AS, Tiongkok, India, Rusia, Jepang, Uni Eropa, maka politik luar negeri kita akan semakin berotot dan lebih luas ruang geraknya. Pengalaman menunjukkan bahwa tantangan terbesar dalam hubungan bilateral RI-‐AS adalah bagaimana merangkul Kongres AS. Untuk itu, pada 14 November 2013, saya ikut meluncurkan Kaukus Indonesia di Kongres AS yang terdiri dari 26 anggota Kongres AS. Kaukus Indonesia ini diketuai secara bipartisan oleh Congressman Partai Demokrat dari Washington State, Mr. Jim McDermott dan Congressman Partai Republik dari Florida Mr. Vern Buchanan. Ketua Komisi
2
Luar Negeri AS, Ed Royce -‐ yang juga adalah anggota dari Kaukus Indonesia -‐ pada bulan Agustus tahun 2013 yang lalu telah mengunjungi Indonesia dan menjadi tamu kehormatan dalam resepsi kenegaraan tanggal 17 Agustus 2013 di Istana Negara -‐-‐ ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah hubungan bilateral Ketua Komisi Luar Negeri Kongres AS mengunjungi Indonesia. Selain itu, untuk memajukan profil Indonesia, KBRI Washington DC telah memprakarsai 3 kali presentasi publik di Kongres AS dengan tema: (1) pengalaman negara-‐negara yang melakukan transisi demokrasi (16 April 2013); (2) kompatibilitas antara demokrasi dan Islam (14 Juli 2011); dan (3) pentingnya kerukunan dan solidaritas global antara para pemeluk agama Samawi atau Abrahamic Faiths -‐ Islam, Kristen, Yahudi -‐ di abad ke-‐21 (29 Februari 2012). Semua hearing ini mencerminkan bahwa Indonesia tidak lagi berada dalam posisi defensif di Kongres AS dan telah menjadi pelopor internasional dalam memajukan pemahaman yang lebih baik tentang Islam di Kongres. Ini tentunya tidak berarti Kongres AS tidak lagi kritis terhadap Indonesia, namun yang jelas sahabat Indonesia di Kongres AS semakin banyak. Saya berharap momentum ini dapat terus dijaga, dan karena itu saya telah meminta kepada Kementerian Luar Negeri agar jajaran diplomat Indonesia yang secara khusus berurusan dengan Kongres AS dapat ditambah. Untuk lebih mendekatkan komunitas pakar strategis kedua negara, KBRI Washington DC juga menyelenggarakan US-‐Indonesia Think Tank Conference di Jakarta pada 16-‐17 Juli 2012 yang mempertemukan para pakar dari berbagai thinktank dan lembaga riset AS dan Indonesia dalam suatu dialog yang intensif. Hubungan RI-‐AS akan kosong melompong kalau tidak membawa manfaat yang nyata bagi rakyat Indonesia. Ketika saya menjadi Duta Besar akhir tahun 2010, catatan resmi Pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa investasi AS di Indonesia sekitar tahun 2004 -‐ 2012 adalah sekitar USD $ 7 milyar. Namun ketika diadakan kajian independen antara (Kadin AS) United States Chamber of Commerce bekerjasama dengan AmCham Indonesia, USAID, Universitas Paramadina dan Universitas Gajah Mada, ternyata investasi AS tahun 2004-‐2012 yang sebenarnya bernilai jauh lebih besar, yakni USD$ 65 milyar, atau hampir sekitar 10 kali lipat dari yang diperkirakan. Lebih dari itu, untuk 3-‐5 tahun ke depan, diperkirakan akan ada tambahan investasi AS sebesar USD $ 61 milyar. Dengan kata lain, investasi AS dari 2004-‐2017, secara total berpotensi mencapai USD $ 126 milyar -‐ suatu angka yang cukup spektakuler. Dampak dari investasi AS ini terhadap pertumbuhan ekonomi, pemasukan negara dari pajak, lapangan kerja, teknologi, ekonomi daerah dan kesejahteraan rakyat sangat signifikan. Saya juga berpandangan bahwa investasi AS berdampak baik bagi perjuangan anti-‐korupsi di Indonesia, karena AS mempunyai Undang-‐undang yang sangat ketat mengenai praktek anti-‐korupsi dalam berbisnis di suatu negara, dan perusahaan-‐perusahan AS sangat peka terhadap UU ini karena yang melanggar dapat dikenakan sanksi yang berat. Dalam rangka mendorong momentum kerjasama ekonomi, KBRI Washington DC telah memprakarsai berbagai kegiatan. Tahun 2011, kedua Pemerintah memulai proses Commercial Dialogue untuk meningkatkan peluang-‐peluang kerjasama ekonomi. Tahun 2012, dengan segala jerih payah, akhirnya kita berhasil
3
mendapat komitmen Boeing untuk melakukan kerjasama dan kolaborasi strategis dengan pemerintah Indonesia, sehingga Indonesia tidak saja hanya membeli pesawat udara komersial namun juga mendapat keuntungan dalam bentuk komitmen bantuan peningkatan Regulatory and Flight Safety, Industrial Development dan Aviation Industry Growth. Tahun 2013, KBRI Washington DC melakukan Conference on Corporate Social Responsibility (CSR) di Jakarta untuk mendorong perusahaan-‐perusahaan besar AS untuk meningkatkan kontribusi sosialnya bagi rakyat Indonesia. Sementara itu, perdagangan RI-‐AS Januari – November tahun 2013 yang lalu, mencapai USD $ 25,7 milyar, meningkat sekitar 7 % dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kerjasama RI -‐ AS di bidang pendidikan juga mengalami kemajuan. Kini telah terbentuk konsorsium 12 universitas RI dan AS -‐ 6 Universitas dari Indonesia, dan 6 dari AS -‐ yang menjadi motor peningkatan kerjasama pendidikan dan riset antara kedua negara. Telah ada juga program "twinning" dimana siswa Indonesia dapat menyelesaikan program kuliahnya 2 tahun di Indonesia dan 2 tahun di Amerika. Sementara itu, Kedutaan Amerika di Jakarta melaporkan bahwa pemberian visa untuk mahasiswa Indonesia yang ingin belajar ke AS terus meningkat. Pemerintah Indonesia sendiri juga telah meningkatkan pemberian beasiswa bagi PNS Indonesia yang ingin belajar di AS dan memberikan alokasi 100 beasiswa Dharma Siswa kepada sejumlah pelajar AS untuk belajar di Indonesia. KBRI Washington DC telah aktif merintis dan mendorong terbentuknya Persatuan Mahasiswa Indonesia Amerika Serikat (PERMIAS) Nasional se-‐AS, sehingga menyatukan kelompok-‐kelompok PERMIAS yang selama ini terpencar di kota-‐kota di AS. KBRI Washington DC juga telah menyelenggarakan program "Generasi-‐21" (tahun 2011 dan 2012), yang mengundang siswa-‐siswa Indonesia terbaik di AS untuk bertukar pikiran mengenai berbagai tantangan bangsa di abad ke-‐21. KBRI Washington DC telah mendorong gerakan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional dengan mengundang ilmuwan Indonesia dari berbagai Negara untuk bertemu di Amerika pada tahun 2012 untuk berembuk mengenai masalah-‐masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dan solusi-‐solusinya. Bagi para pelajar Indonesia yang berprestasi di Amerika, mulai dari pelajar tingkat Primary School hingga PhD, KBRI Washington DC memberikan penghargaan tahunan berupa "Ambassador Award for Academic Excellence". Terlepas dari semua capaian ini, saya merasa kerjasama pendidikan RI-‐AS masih dibawah potensi. Saya menghimbau agar para orang-‐tua dan instansi di Indonesia terus jeli memanfaatkan berbagai peluang pendidikan yang masih menganga lebar di Amerika, termasuk dengan memanfaatkan masuk ke Universitas di AS melalui jalur Community College (untuk 2 tahun pertama) yang proses pendaftaran masuknya lebih mudah dan lebih murah. Hubungan antar-‐militer RI-‐AS -‐ setelah sempat lama mengalami restriksi serius dari AS -‐ kini sudah kembali normal. Kini, ada 110 perwira TNI yang belajar di AS, dan sejak tahun 2010 telah ada sekitar 25 latihan bersama antara TNI dan militer AS. Tahun 2012, AS telah memberikan Indonesia 24 pesawat F-‐16 tanpa dipungut biaya (melalui fasilitas Excess Defense Articles) dan kini pesawat-‐ pesawat tempur F-‐16 tersebut tsb sedang diremajakan dan dimoderenkan dengan biaya dari Pemerintah Indonesia. Kongres AS juga telah menyetujui penjualan helikopter Apache -‐ salah satu helikopter militer AS yang paling
4
canggih -‐ kepada Pemerintah Indonesia. Pertukaran kunjungan pejabat militer dan pertahanan terus berlangsung secara intens, dan tahun 2012 Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono melakukan kunjungan resmi ke AS, dan ini merupakan kunjungan Panglima TNI ke-‐AS yang pertama sejak tahun 1995 Pada bulan Februari sampai Juli 2012, KRI Dewaruci mengadakan pelayaran ke Amerika Serikat, dalam rangka meningkatkan hubungan persahabatan antara Indonesia dan Amerika Serikat, sekaligus menjadi peserta dalam festival Operation Sail 2012. Pelayaran keliling dunia KRI Dewaruci dengan nama operasi “Kartika Jala Krida Operation Sail 2012” sebagai salah satu bentuk Naval Diplomacy yang juga bersinergi dengan membawa kampanye pariwisata “Wonderful Indonesia”. Kerjasama penegakan hukum juga berjalan baik. Walaupun tidak ada perjanjian ekstradisi antara pemerintah AS dan Indonesia, tahun2012 Atase Polisi KBRI dan US ICE (Immigration Custom Enforcement), suatu badan penegak hukum Federal AS, dibawah Homeland Security telah bekerjasama melakukan penangkapan dan pemulangan tersangka koruptor yang telah merugikan negara Rp 1,9 triliun dan terpidana 20 tahun, Sherny Kojongian, dari San Francisco ke Indonesia. Selama menjadi Duta Besar, saya memperkenalkan konsep "Hybrid Hyper Hip" sebagai semboyan KBRI Washington DC. Jujurnya, banyak orang termasuk diplomat KBRI sendiri yang sempat terperangah dengan semboyan organisasi yang tidak lazim ini. Namun dengan semboyan ini, saya melihat kreatifitas diplomat Indonesia di Amerika Serikat jadi meningkat. Dalam rangka merintis kinerja yang "Hybrid Hyper Hip" ini, KBRI Washington DC telah melakukan sejumlah kegiatan unik. Saya dan seluruh diplomat Indonesia di AS terus berikhtiar untuk men-‐duniakan budaya Indonesia di wilayah kerja kami. Untuk promosi batik, kami sejak 2011 meluncurkan American Batik Design Competition yang mendorong komunitas desain Amerika untuk merancang batik a’la Amerika. Kontes ini telah 2 kali dilakukan (tahun 2011 dan 2013) dan akibatnya, kini sudah ada sejumlah batik Amerika dengan kualitas yang diakui oleh komunitas batik Indonesia sendiri. Di Chicago, juga sudah ada program mengajar proses membatik kepada guru-‐guru seni agar mereka dapat mengajarkannya pada siswa-‐siswa mereka. Untuk promosi angklung, tahun 2012, KBRI Washington DC telah sukses memprakarsai pemecahan rekor Guinness Book of World Record for the Largest Angklung Ensemble sebanyak 5182 peserta yang berasal dari beragam bangsa di National Monument, di jantung ibukota AS. Untuk promosi pencak silat, kami bangga karena, atas upaya diaspora Indonesia, Pencak Silat kini sudah resmi masuk kurikulum The American University di Washington DC -‐ mungkin ini yang pertama kalinya di dunia. Untuk promosi gamelan, di akhir tahun 2013, KBRI Washington DC memprakarsai Festival Marathon Gamelan yang pertama di AS dengan menghadirkan 17 kelompok gamelan dari berbagai penjuru AS dan juga dari tanah air.
5
Untuk promosi kuliner Indonesia, tanggal 25 Januari 2012 sekitar 50.000 siswa di 126 Sekolah Dasar di Washington DC sepanjang hari menyantap masakan Indonesia di kantin-‐kantin sekolah mereka, termasuk opor ayam, nasi uduk beras merah, orak-‐arik dan pisang bakar. Ini adalah hasil kerjasama KBRI Washington DC dengan District of Columbia Public School/DCPS. KBRI Washington DC juga memprakarsai Indonesia Culinary Competition untuk mendorong komunitas Amerika bereksperimen membuat resep makanan Indonesia yang dikembangkan sesuai dengan selera Amerika. Kami juga telah membangun patung Dewi Saraswati setinggi 5 meter di jalan bergengsi Massachusetts Avenue, dan akibatnya kini KBRI Washington DC menjadi "obyek turis" karena banyak orang yang melewati KBRI biasanya langsung berfoto di depan patung tersebut. Sejak awal penugasan saya di Washington DC, saya telah menyatakan akan menempuh jalur-‐jalur baru yang selama ini relatif belum terjamah oleh diplomasi Indonesia, yakni jalur Wall Street, jalur Hollywood dan jalur Silicon Valley. Untuk jalur Wall Street, KBRI Washington DC pada bulan September tahun 2012 untuk pertama kalinya menyelenggarakan "Indonesia Investment Day" di Wall Street yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejumlah Menteri Kabinet Indonesia dan perusahaan-‐perusahaan besar AS dan internasional. Dalam kesempatan yang sama, Presiden SBY juga mengadakan CEO Breakfast Meeting dengan pemimpin sejumlah perusahaan dunia yang jumlah total asetnya mencapai USD$ 1 triliun. Untuk jalur Hollywood, untuk pertama kalinya ada film produksi Hollywood, "The Philosopher" yang lokasi shootingnya sepenuhnya dilakukan di Indonesia, dan mengikut-‐sertakan beberapa bintang film muda Indonesia. Saya juga gembira melihat bahwa Indonesia kini semakin dilirik industri film Hollywood, termasuk oleh sutradara legendaris Michael Mann bersama bintang film Chris Hempsworth yang beberapa bulan lalu melakukan shooting di Indonesia. Kita perlu terus menggaungkan kepada industri film Hollywood bahwa biaya produksi film di Indonesia jauh lebih murah dibanding di AS, dan indusri perfilman Indonesia juga dapat menjadi mitra produksi yang handal. Untuk Silicon Valley, saya gembira bahwa kini pejabat-‐pejabat Indonesia sering mengunjungi Silicon Valley. Sementara itu, inovator terkemuka AS asal Indonesia, Dr. Sehat Sutarja dari Marvell telah beberapa kali bertemu dengan Presiden SBY dan terus berupaya membantu mendorong inovasi IT di Indonesia. KBRI Washington DC juga telah memprakarsai International Conference on Futurology (tahun 2011 dan 2012) yang menampilkan pakar-‐pakar Amerika dan Indonesia untuk membahas berbagai trend global ke depan. Saya juga sangat gembira melihat bangkitnya diaspora Indonesia. Saya melihat diaspora Inoonesia sebagai "great mini Indonesia", suatu komunitas besar yang penuh kebhinekaan dan padat prestasi, padat modal, padat karya, padat jaringan, padat aset. Pada tanggal 6-‐8 Juli 2012, KBRI Washington, seluruh KJRI di-‐AS dan berbagai komunitas diaspora Indonesia, menoreh sejarah dengan
6
menyelenggarakan Kongres Diaspora Indonesia yang pertama di Los Angeles. Kongres ini menghasilkan Deklarasi Diaspora Indonesia, dan pembentukan Indonesian Diaspora Network di berbagai kota dan negara. Telah terbentuk pula Indonesia Diaspora Business Council (IDBC) dan Indonesia Diaspora Foundation (IDF). Semenjak itu, ratusan komunitas kecil diaspora Indonesia di berbagai penjuru dunia kini mulai mempunyai semangat dan identitas sebagai Diaspora Indonesia, dan "diaspora Indonesia" telah resmi menjadi kebijakan Pemerintah Indonesia. Momentum ini harus terus dijaga. Saya menghimbau agar IDN, IDF dan IDBC secara organisasi dapat menjaga netralitas dalam pemilu Indonesia 2014. Hal ini penting agar IDN, IDF dan IDBC dapat terus menjadi aset nasional, dan agar proses diaspora terus mendapat dukungan bipartisan dari seluruh parpol di Indonesia. Terlepas dari semua capaian ini, pekerjaan rumah kita masih banyak, proses diaspora masih belum sepenuhnya self-‐sustaining dan masih memerlukan dukungan Pemerintah Indonesia. Walaupun ekonomi global masih mengalami stagnasi, namun sedikit demi sedikit ekonomi AS -‐ ekonomi terbesar di dunia -‐ mengalami pertumbuhan sebesar 2% tahun lalu. Hal ini membuat kita cukup optimis mengenai peningkatan hubungan perdagangan RI -‐ AS. Saat ini volume perdagangan kedua Negara mencapai sekitar $ 26 Milliar per tahunnya, namun ini sebenarnya masih dibawah potensi mengingat pasar kedua negara yang sangat besar. Kerjasama teknik juga meningkat : sejak tahun 2010 sebanyak 7 orang peneliti kakao Indonesia telah mengikuti training di AS. Sementara AS juga terus bekerjasama untuk meningkatkan produktivitas dan pemasaran komoditi kakao, kopi dan sayuran Indonesia. Ada juga kerjasama swasta AS dengan petani kita untuk mendukung gerakan penanaman jagung seluas 1000 hektar di Jawa Timur, dan Bulog telah melakukan kesepakatan dengan Negara Bagian Pennsylvania untuk perdagangan kedelai. Pada saat ini sedang difinalkan kerjasama untuk peningkatan produksi dan kualitas kentang dengan University of Idaho, dan diharapkan sudah bisa berjalan tahun 2014. Walaupun hubungan bilateral di segala bidang semakin meningkat, masih ada sejumlah tantangan yang perlu dicermati. Di kalangan diaspora Indonesia, terdapat sejumlah warga Indonesia di Philadelphia, California, New York, Florida dan lainnya, yang "hidup keras" -‐-‐ status hukumnya tidak jelas, gaji kecil, pulang malu, tinggal juga sulit. Di bidang investasi, para investor AS masih mengeluh mengenai iklim investasi Indonesia, peraturan yang berbelit-‐belit dan penegakan hukum. Sektor perdagangan juga menghadapi sejumlah sengketa. Untuk isu kelapa sawit, Pemri terus memperjuangkan agar akses pasar produk minyak sawit untuk bio fuel tidak terganggu dan dapat masuk alam program RFS (Renewable Fuel Subsidy). Perlu dicatat bahwa ditengah sengketa dagang tersebut terutama yang berkaitan dengan kelapa sawit, kita menyaksikan bahwa ekspor produk kelapa sawit kita pada tahun 2013 meningkat 5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Demikian pula eksport biji kakao yg mengalami perlakuan automatic detention sejak tahun 1992, kini mulai mencair meskipun belum secara resmi dicabut.
7
Tahun 2012-‐2013, KBRI Washington DC turut memperjuangkan agar impor udang beku AS lolos dari tuduhan subsidi yang diusung oleh asosiasi penghasil udang dalam negeri AS. Tahun 2011-‐2012, Pemri juga memenangkan kasus diskriminasi terhadap produk rokok kretek Indonesia versus menthol AS di pasar AS. Beberapa kasus “trade remedies” lain yang dialami Indonesia di pasar AS, misalnya produk MSG, OCTG, kertas. AS sendiri saat ini mempersengketakan mekanisme importasi produk hortikultura dan hewan/produk hewan Indonesia, dan hal ini kini dibahas dalam Dispute Setlement Body WTO. Dalam mengatasi sengketa-‐sengketa dan berbagai masalah tersebut, kita harus selalu kepala dingin, dan menang strategi, bukan menang emosi. Disini, saya berpendapat sudah waktunya Pemerintah Indonesia membentuk suatu unit Pemerintah yang didukung dengan pendanaan yang memadai untuk secara khusus menangani kasus-‐kasus sengketa perdagangan dan investasi internasional yang dipastikan akan semakin meningkat. Di akhir penugasan ini, saya banyak berhutang budi kepada berbagai pihak. Terima kasih kepada Presiden SBY yang telah memberikan saya kepercayaan dan anugerah sebagai Duta Besar, dan selalu memberikan akses dan arahan kepada saya. Salut untuk Menlu Marty Natalegawa dan seluruh jajaran Kemlu, dan juga kepada para Menteri, pejabat Pemerintah dan anggota DPR dan DPD yang selama ini membantu kami -‐-‐ terutama rekan-‐rekan di Komisi 1 DPR yang dulu meluluskan saya sewaktu hearing pencalonan Dubes. Apresiasi yang tinggi saya berikan kepada komunitas pengusaha, LSM, akademisi, wartawan, budayawan dan rohaniwan baik dari Indonesia maupun AS yang selama ini berhubungan baik dengan saya. Saya juga menghargai Pemerintah dan Kongres Amerika Serikat yang menjadi mitra saya dalam membangun hubungan bilateral RI-‐AS baik dalam kondisi senang maupun sulit. Salam hormat saya kepada seluruh diaspora Indonesia yang telah memberikan begitu banyak inspirasi bagi kita semua. Dan kepada seluruh staf KBRI Washington DC yang selama ini memberikan sumbangsihnya yang terbaik, dan kepada seluruh KJRI di-‐AS, saya ucapkan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam. Terima kasih juga kepada istri saya Rosa yang sangat mendukung penugasan saya, dan dalam 3 tahun terakhir menjadi Presiden Muslim Women's Association dan kini adalah Presiden dari Indonesia-‐US Women's Council. Saya juga sangat bersyukur dengan anak-‐anak kami Alexa, Keanu dan Chloe yang tawa riangnya setiap hari membuat segala beban saya menjadi ringan. Segala capaian yang kita cetak selama saya menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat adalah hasil jerih payah bersama, dan segala kesalahan yang terjadi di KBRI Washington DC adalah tanggung-‐jawab saya sebagai pimpinan. Akhir kata, saya dan keluarga mohon maaf sekiranya dalam pelaksanaan kegiatan serta tugas-‐tugas terdapat kesalahan dan kekhilafan. Saya telah berangkat bersama istri dan anak-‐anak saya ke Jakarta untuk mengikuti Konvensi Capres Partai Demokrat. Garis perjalanan saya ke depan saya serahkan kepada Allah SWT. Yang bisa saya janjikan adalah bahwa dalam kapasitas apapun saya akan terus memberikan dedikasi yang terbaik kepada rakyat Indonesia, karena saya yakin Indonesia ditakdirkan menjadi raksasa Asia di abad ke-‐21.
8
Sampaikan salam hormat saya kepada keluarga anda. Semoga Indonesia terus jaya, dan semoga Tuhan memberkahi kita semua. Jakarta, Januari 2014 Salam, Dr. Dino Patti Djalal Duta Besar Twitter : @dinopattidjalal
9