PURBA et al. Kualitas sensori dan komposisi asam lemak daging itik lokal jantan dengan suplementasi Santoquin, vitamin E dan C
Kualitas Sensori dan Komposisi Asam Lemak Daging Itik Lokal Jantan dengan Suplementasi Santoquin, Vitamin E dan C dalam Ransum MAIJON PURBA1, E.B. LACONI2, P.P. KETAREN1, C.H. WIJAYA3 dan P.S. HARDJOSWORO2 2
1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Rasamala Darmaga, Bogor 3 Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor
(Diterima dewan redaksi 16 Desember 2009)
ABSTRACT PURBA, M., E.B. LACONI, P.P. KETAREN, C.H. WIJAYA and P.S. HARDJOSWORO. 2010. Sensory quality and fatty acids composition of male local duck meat with Santoquin, vitamin E and C suplementation in ration. JITV 15(1): 47-55. Fishy odor is one of off odor attributes local duck meat. Off odor reduces consumer preference on duck meat. This experiment was conducted to evaluate effect of fish meal levels and antioxidant in diets on the off odor intensity and fatty acid composition of local duck meat. The experiment was designed based on 2x3factorial experiment. The first factor was two fish meal level: low (TIR) and high (TIT), and second factor was three antioxidant level: none, 150 ppm santoquin (Sq) + 400 IU vitamin E (VE), and 400 IU vitamin E (VE) + 250 mg vitamin C (VC)/kg diet. One hundred and twenty MA (Mojosari♂ x Alabio♀) day old male duck were allocated into six treatments: (1) TIR, (2) TIR + 150 ppm Sq + 400 IU VE, (3) TIR + 400 IU VE + 250 mg VC (4) TIT, (5) TIT + 150 ppm Sq + 400 IU VE, and (6) TIT + 400 IU VE + 250 mg VC. Off odor intensity on raw and boiled meat, and fatty acid composition in boiled duck meat were used as parameters. The result indicated that fish meal levels did not significantly (P>0.05) affect the off odor intensity in raw and boiled meat. However, antioxidants supplementation significantly (P<0.05) reduced off odor intensity in both raw and boiled meat. Antioxidants supplementation in diet prevented the unsaturated fatty acids from lipid oxidation in boiled meat. This experiment suggests that supplementation of 150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E or 400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C to the duck diets were effective in reducing off odor and hence increased the sensory quality of duck meat. Key words: Local Duck, Antioxidants, Fish Meal, Fatty Acids, Quality Sensory ABSTRAK PURBA, M., E.B. LACONI, P.P. KETAREN, C.H. WIJAYA dan P.S. HARDJOSWORO. 2010. Kualitas sensori dan komposisi asam lemak daging itik lokal jantan dengan suplementasi Santoquin, vitamin E dan C dalam ransum. JITV 15(1): 47-55. Bau amis dianggap sebagai salah satu atribut off odor yang terkandung pada daging itik lokal. Off odor tersebut menyebabkan sebagian masyarakat enggan untuk mengkonsumsinya. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh level tepung ikan dan antioksidan dalam ransum terhadap penurunan intensitas off odor dan komposisi asam lemak daging itik lokal jantan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x3, faktor pertama dua level tepung ikan yaitu: tepung ikan rendah (TIR) dan tepung ikan tinggi (TIT), faktor kedua adalah tiga level antioksidan yaitu: (kontrol; 150 ppm Santoquin (Sq) + 400 IU vitamin E (VE); 400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C (VC). Seratus dua puluh ekor anak itik MA jantan dibagi dalam 6 perlakuan, 4 ulangan masing-masing 5 ekor per ulangan. Keenam perlakuan adalah: (1) TIR tanpa antioksidan; (2) TIR + 150 ppm Sq + 400 IU VE; (3) TIR + 400 IU VE + 250 mg VC; (4) TIT tanpa antioksidan; (5) TIT + 400 IU VE + 250 mg VC; (6) TIT + 400 IU VE + 250 mg VC. Peubah yang diukur adalah intensitas off odor pada daging itik segar dan rebus dan komposisi asam lemak daging itik rebus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap intensitas off odor, akan tetapi pengaruh suplementasi antioksidan 100 ppm Santoquin + 400 IU vitamin E atau 400 IU Vitamin E + 250 mg vitamin C nyata (P<0,05) menurunkan off odor pada daging itik segar maupun rebus. Suplementasi antioksidan mampu menghambat oksidasi lipid khususnya asam lemak tidak tidak jenuh pada daging itik rebus. Suplementasi 150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E atau 400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C cukup efektif menurunkan intensitas off odor yang sekaligus meningkatkan kualitas sensori daging itik segar maupun rebus. Kata kunci: Itik Lokal, Antioksidan, Tepung Ikan, Asam Lemak, Kualitas Sensori
PENDAHULUAN Populasi itik di Indonesia cukup tinggi, bahkan menempati urutan ketiga di dunia setelah China dan Vietnam. SCHULER dan PINGEL (2005) melaporkan
bahwa selama 2004, China adalah negara yang paling tinggi sebagai penghasil daging itik. Total produksi daging itik yang dihasilkan oleh negara Cina mencapai 2.260.000 ton. Adapun produksi daging itik di Indonesia dalam tahun yang sama hanya sebesar 22.000
47
JITV Vol. 15 No. 1 Th. 2010: 47-55
ton, berada di urutan ke-9 tingkat dunia setelah Jerman (45.000 ton) dan Malaysia (102.000 ton). Apabila dibandingkan antara produksi daging itik dengan produksi daging ayam lokal, produksi daging itik di Indonesia selama 2005 masih tergolong rendah. Ditjennak (2006) melaporkan bahwa produksi daging itik di Indonesia hanya 21.351 ton, sedangkan jumlah produksi daging ayam lokal telah mencapai 301.427 ton. Data informasi Departemen Perdagangan yang dirangkum oleh tabloit AGRINA (2008), sejak 2001 hingga 2006 melaporkan bahwa total daging bebek peking beku yang masuk ke Indonesia sekitar 669 ton. Sumber daging bebek tersebut berasal dari China, USA, Singapore dan Malaysia. Hal ini memberi peluang dan harapan bahwa itik, sebagai salah satu potensi sumberdaya lokal dapat dijadikan sumber protein tinggi untuk masyarakat . Kualitas daging itik lokal yang beredar di masyarakat hingga saat ini umumnya masih rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya bau amis, anyir atau bau yang lainnya yang disebut sebagai off odor. Adanya off odor tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat merasa enggan untuk mengkonsumsi daging itik lokal. GRAY et al. (1996) menyatakan bahwa oksidasi lipid menghasilkan bau tengik (rancid) dan merupakan faktor utama penyebab menurunnya kualitas daging. Pengaruh oksidasi lipid tersebut selain menghasilkan odor dan flavor yang menyimpang dari normal, kandungan nutrisi daging tersebut juga menjadi menurun. Off odor pada daging itik dapat disebabkan oleh dua proses berbeda yaitu: (1) pemeliharaan, (2) pengolahan daging (pasca panen). Off odor dan off flavor pada daging itik ditentukan oleh berbagai faktor, salah satu yang utama adalah ransum. Pakan yang mengandung ikan, algae dan lemak hewan/ikan dapat meningkatkan off odor dan off-flavor pada daging unggas. Pakan yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi cenderung mempermudah terbentuknya komponen volatil hasil degradasi lemak yang menghasilkan komponen volatil seperti heksanal, dekadienal dan dekanal. Komponen-komponen tersebut sangat berperan menyebabkan off odor dan off-flavor pada daging itik. Komponen-komponen volatil tersebut menurut HUSTIANI et al. (2001) dan RANDA (2007) dapat menghasilkan bau tengik, langu, fatty dan fishy pada daging. Sebagian besar komponen volatil pada daging itik rebus merupakan hasil terjadinya degradasi lemak. Pemberian antioksidan sebagai feed suplement dalam ransum adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu sensori daging itik. Beberapa peneliti terdahulu melaporkan bahwa antioksidan merupakan komponen yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah reaksi oksidasi radikal
48
bebas dalam oksidasi lipid (GORDON, 2001; MASLAROVA, 2001; SOUTHON dan FAULKS, 2001; SURAI, 2003; BARROETA, 2007). Antioksidan menurut SOUTHON dan FAULKS (2001), dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu (1) antioksidan sintetik, diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia, dan (2) antioksidan alami, hasil ekstrak bahan alami. Contoh antioksidan sintetik menurut SOUTHON dan FAULKS, (2001) maupun SURAI (2003) antara lain: Butil Hidroksil Toluen (BHT), Butil Hidoksil Anisol (BHA), Tert-Butyl Hidroksi Quinon (TBHQ) dan Santoquin (Ethoxiquin). Adapun contoh antioksidan alami antara lain adalah: vitamin A, E, C, karotenoid, flavonoid dan minyak esensial (MASLAROVA dan HELNONEN, 2001; SOUTHON dan FAULKS, 2001; SURAI, 2003). RANDA (2007) melaporkan bahwa penggunaan minyak kelapa dalam ransum meningkatkan off-flavor pada daging itik. Off-flavor tersebut dapat dikurangi dengan menyertakan vitamin E sebanyak 400 IU/kg dan vitamin C 250 mg/kg dalam ransum. BOU, et al. (2006) melaporkan bahwa suplementasi α-tokoferol asetat dalam ransum ayam broiler dengan dosis 150 mg/kg selama 32 hari, dapat meningkatkan stabilitas oksidatif daging ayam. Selanjutnya BOU, et al. (2006) juga melaporkan bahwa suplementasi α-tokoferol asetat dan vitamin C dengan dosis 225 dan 110 mg/kg dapat meningkatkan skor sensori (aroma dan mengurangi bau tengik) sehingga penerimaan konsumen semakin meningkat. RUIZ et al. (2001) melaporkan bahwa suplementasi vitamin E (α-tokoferyl asetat) sebanyak 200 mg/kg menyebabkan kualitas sensori daging ayam yang direbus menjadi meningkat. Santoquin adalah salah satu bahan antioksidan yang baik dan sesuai sebagai bahan ransum suplemen untuk ternak unggas dan ternak lainnya termasuk hewan kesayangan dan ikan (HUNG et al. 1981). Santoquin (ethoxiquin) sebagai antioksidan sintetik sudah lama digunakan, dan telah dilaporkan bahwa antioksidan ini dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi lipid maupun komponen-komponen lipid yang dapat larut dalam ransum ternak (WALDROUP et al. 1961; BARTOV dan BORNSTEIN, 1981; HARMS et al. 1984; CABEL dan WALDROUP, 1989). Santoquin dapat pula berfungsi untuk menjaga kualitas ransum sehingga pemanfaatan nutrisi oleh ternak dapat maksimal. CABEL et al. (1988) melaporkan bahwa suplementasi 125 ppm santoquin (ethoxyquin) dalam ransum, selain dapat memperbaiki efisiensi ransum dan pertambahan bobot hidup pada ayam broiler, juga dapat memproteksi pakan dari kerusakan akibat reaksi oksidasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung ikan level tinggi dan rendah dengan suplementasi antioksidan dalam pakan terhadap kualitas sensori dan komposisi asam lemak pada daging itik lokal.
PURBA et al. Kualitas sensori dan komposisi asam lemak daging itik lokal jantan dengan suplementasi Santoquin, vitamin E dan C
MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 3 dengan faktor pertama dua level tepung ikan rendah dan tinggi serta faktor kedua kombinasi antioksidan yaitu 150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E; dan 400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C. Susunan enam kombinasi ransum perlakuan adalah sebagai berikut: R1 : R2 : R3 : R4 : R5 : R6 :
Tepung ikan rendah (TIR) tanpa antioksidan Tepung ikan rendah (TIR) + 150 ppm Santoquin + 400 IU Vitamin E Tepung ikan rendah (TIR) + 400 IU Vitamin E + 250 mg Vitamin C Tepung ikan tinggi (TIT) tanpa antioksidan Tepung ikan tinggi (TIT) + 150 ppm Santoquin + 400 IU Vitamin E Tepung ikan tinggi (TIT) + 400 IU Vitamin E + 250 mg Vitamin C
Setiap perlakuan diulangi empat kali dan setiap ulangan terdiri dari lima ekor itik umur sehari. Anak itik umur sehari sebanyak 120 ekor ditimbang dan dialokasikan ke dalam perlakuan secara acak. Itik dipelihara di kandang kawat dari umur 1-3 minggu dengan alat pemanas listrik. Pada umur 4 minggu, seluruh anak itik dipindahkan ke kandang litter berbentuk petak dengan ukuran 5 x 1 x 0,60 m, dan setiap petak ditaburi sekam dengan ketebalan sekitar 5 cm sebagai bahan dasar litter. Tempat pakan terbuat dari papan dan tempat air minum terbuat dari bahan peralon yang diletakkan di atas bilah bambu agar air dan feses itik tidak membasahi litter. Ransum yang diberikan dalam bentuk mash dan disesuaikan dengan kebutuhan itik pedaging rekomendasi NRC, (1994) maupun KETAREN (2006). Bahan ransum diperoleh dari salah satu poultry shop di Bogor. Bahan-bahan ransum yang digunakan dicampur dengan menggunakan alat mixer agar bahan pakan tersebut dapat bercampur secara homogen. Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Bahan dan komposisi serta kandungan gizi ransum perlakuan disajikan dalam Tabel 1. Suplementasi antioksidan ke dalam ransum dilakukan sejak itik berumur 1-10 minggu, sehingga suplementasi antioksidan berlangsung selama 9 minggu. Jenis antioksidan yang digunakan sebagai bahan suplemen adalah santoquin, vitamin E dan C yang diperoleh dari salah satu industri pakan di Tangerang. Peubah yang diukur mencakup: intensitas off odor (aroma fishy) pada daging itik segar dan rebus melalui uji sensori dan komposisi asam lemak daging itik rebus. Pada umur 10 minggu itik dipotong untuk diambil daging bagian paha kanan dan kiri tanpa kulit untuk keperluan uji sensori dan analisa komposisi asam-asam
lemak. Uji sensori dilakukan untuk menganalisis nilai intensitas off odor (aroma fishy/ bau amis) daging bagian paha tanpa kulit dari itik segar maupun daging itik rebus. Perebusan dilakukan selama 40 menit menurut HUSTIANY (2001) untuk menghasilkan komponen volatil yang lebih banyak. Ukuran panjang, lebar dan tinggi setiap potongan daging adalah 1 x 1 x 1 cm. Panelis yang digunakan dalam uji ini adalah panelis agak terlatih (semi terlatih) sebanyak 25 orang sesuai metode RAYAHU (1998). Seluruh panelis bertugas untuk mencium setiap sampel yang disajikan dan merekam intensitas off odor (aroma fishy) yang dihasilkan lalu mencatat skor ke dalam formulir yang disediakan. Skor intensitas off odor yang ditetapkan dalam uji sensori ini adalah skor 1 - 4, dimana angka 1 merupakan nilai intensitas off odor yang paling rendah sedangkan angka 4 merupakan nilai intensitas off odor (aroma fishy) yang paling tinggi. Asam lemak dianalisis menggunakan metode Association of Officila Analytical Chemist (AOAC, 1984) maupun IUPAC, (1988). Prosedur analisis dilakukan dengan bantuan instrumen kromatografi gas (GC) dari tipe GC-9AM Shimadzu dan tipe Hewlet Packard (HP) 6890 series. Adapun kondisi alat GC yang digunakan sebagai berikut: Kolom DEGS (Dietilene Glikol Sukcianat), panjang kolom 4 m, suhu initial 150oC, suhu final 180oC, suhu injek 200oC, suhu detektor 250oC, Detektor (FID), dan gas pembawa adalah hidrogen. Data dianalisis dengan prosedur General Linear Model (GLM) dengan bantuan program Statistical Analisys System (SAS, ver. 6.12, 1997), dan apabila dari hasil analisis terdapat pengaruh nyata dari perlakuan akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (STEEL dan TORRIE, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas off odor daging paha itik segar Pengaruh perlakuan pakan dan suplementasi antioksidan terhadap intensitas off odor (aroma fishy) pada daging paha itik segar dicantumkan pada Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pakan tidak nyata (P > 0,05) berpengaruh terhadap penurunan intensitas aroma fishy. Rataan intensitas off odor pada perlakuan pakan dengan kadar tepung ikan tinggi adalah (2,33 ± 0,30) dan perlakuan pakan dengan kadar tepung ikan rendah adalah (2,00 ± 0,32). Pakan yang mengandung tepung ikan maupun minyak ikan dapat meningkatkan off odor, off-flavor pada daging unggas. BOU et al. (2004) melaporkan bahwa penggunaan minyak ikan sebanyak 2,5% menghasilkan daging ayam dengan asam eicosapentanoic acid dan asam docosahexanoic acid menjadi dua kali lipat
49
JITV Vol. 15 No. 1 Th. 2010: 47-55
Tabel 1. Bahan dan komposisi ransum perlakuan itik lokal selama 10 minggu penelitian Ransum perlakuan
Bahan (%)
Tepung Ikan Rendah (TIR)
Tepung Ikan Tinggi (TIT)
Dedak
24,28
35,20
Jagung
41,50
42,20
Bungkil Kedelai
14,70
0,00
Tepung Ikan
8,20
18,35
Methionin
0,09
0,00
Lisin
0,18
0,00
Premiks
0,25
0,25
Minyak sawit
7,50
4,00
Dikalsium posphat
2,50
0,00
Kapur
0,80
0,00
100,00
100,00
17,49
17,51
3.124,22
3.100,56
Serat kasar (%)
3,78
3,73
Methionin (%)
0,45
0,47
Lisin (%)
1,14
1,12
Kalsium (%)
1,50
1,27
Fosfor (%)
1,27
1,23
Lemak (%)
13,58
12,13
Total
Kandungan gizi (% BK) Protein (%) EM (kkal/kg)
Tabel 2. Nilai rataan intensitas off odor daging paha itik segar dengan suplementasi antioksidan dalam ransum yang diberi level tepung ikan tinggi dan rendah Antioksidan
Ransum perlakuan
Rataan
Kontrol
SqE
VEC
TIR (8%)
2,00 ± 0,32
1,65 ± 0,24
1,50 ± 0,18
1,72 ± 0,32
TIT (18%)
2,33 ± 0,30
1,55 ± 0,15
1,50 ± 0,14
1,79 ± 0,38
Rataan
2,16 ± 0,40a
1,60 ± 0,34b
1,50 ± 0,30b
Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05) TIR = Tepung ikan level rendah (8%) TIT = Tepung ikan level tinggi (18%) SqE = Santoquin + Vitamin E ; VEC = Vitamin E + C
50
PURBA et al. Kualitas sensori dan komposisi asam lemak daging itik lokal jantan dengan suplementasi Santoquin, vitamin E dan C
dibandingkan dengan penambahan minyak ikan sebesar 1,25%. Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh suplementasi antioksidan nyata (P < 0,05) menurunkan intensitas off odor pada daging itik segar. Suplementasi SqE dan VEC menurunkan intensitas off odor dari 2,16 (kontrol) menjadi 1,60 dan 1,50. Akan tetapi pengaruh antioksidan (150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E) dan (400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C) tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa suplementasi (150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E) atau (400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C) efektif menurunkan intensitas off odor sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas sensori pada daging itik segar. Kombinasi dari masing-masing perlakuan tersebut (santoquin + vitamin E atau vitamin E + C) dapat direkomendasikan untuk menurunkan intensitas off odor pada daging itik lokal. Uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara perlakuan pakan dengan antioksidan terhadap penurunan off odor pada daging itik segar. Hal ini memberi indikasi bahwa perlakuan pakan dan antioksidan tidak saling bergantung dalam menentukan intensitas off odor pada daging itik segar. Penelitian penggunaan santoquin, vitamin E maupun C sebagai antioksidan bagi ternak unggas khususnya pada ayam telah lama dilakukan. Suplementasi santoquin dan vitamin E dalam ransum broiler mampu meningkatkan konsentrasi α-tokopherol dalam plasma darah (LAURIDSEN et al. 1995). Kombinasi 150 ppm santoquin dengan 30 mg vitamin E menyebabkan status vitamin E dalam tubuh ayam broiler semakin meningkat (LAURIDSEN et al. 1995). BOU et al. (2006) melaporkan bahwa suplementasi vitamin E dan C selain dapat meningkatkan kualitas sensori, juga mampu mengurangi bau tengik pada daging broiler. Off odor berkurang dengan adanya komponen antioksidan yang terkandung di dalam ketiga jenis antioksidan tersebut. Penurunan intensitas off odor dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian RANDA (2007), bahwa suplementasi vitamin E (400 IU/kg) dikombinasikan dengan 250 mg vitamin C dapat menurunkan intensitas off odor pada daging itik lokal. Intensitas off odor daging paha itik rebus Pengaruh perlakuan pakan dan suplementasi antioksidan terhadap intensitas off odor pada daging paha itik rebus dicantumkan pada Tabel 3. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pakan tidak nyata (P > 0,05) terhadap intensitas off odor pada daging itik rebus. Nilai intensitas off odor dengan perlakuan pakan kadar tepung ikan rendah (8%) dan kadar tepung ikan tinggi (18%) masing-masing adalah 1,95 dan 1,81 (Tabel 3).
Tabel 3 menunjukkan bahwa suplementasi antioksidan nyata (P < 0,05) menurunkan intensitas off odor pada daging itik rebus, sama halnya seperti pada daging itik segar. Suplementasi SqE dan VEC menurunkan intensitas off odor dari 2,22±0,22 (kontrol) menjadi 1,78±0,31 dan 1,65±0,61 pada daging itik rebus. Pengaruh suplementasi 150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E atau 400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C tidak berbeda nyata (P > 0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi 150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E maupun 400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C efektif menurunkan intensitas off odor yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas sensori pada daging itik rebus. Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa pengaruh antioksidan dalam menurunkan intensitas off odor bukan saja efektif pada daging itik segar akan tetapi juga pada daging itik rebus. Uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara perlakuan pakan dengan antioksidan terhadap penurunan intensitas off odor (aroma fishy) pada daging itik rebus. Hal ini memberi indikasi pula bahwa perlakuan pakan dan antioksidan tidak saling mempengaruhi dalam perubahan intensitas off odor (aroma fishy) pada daging itik rebus. Hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi bahwa untuk menurunkan intensitas off odor khususnya aroma fishy pada daging itik rebus, maka suplementasi vitamin E + C dengan dosis masing-masing 400 IU dan 250 mg/kg atau 150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E dapat digunakan untuk menurunkan intensitas off odor dalam pakan yang mengandung kadar tepung ikan rendah (8%) atau tinggi (18%). Rataan nilai intensitas off odor pada setiap perlakuan kontrol (tanpa antioksidan) pada daging itik segar maupun rebus tampak lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan suplementasi antioksidan. Lebih tingginya intensitas off odor pada daging itik tanpa suplementasi antioksidan diduga kuat berasal dari tepung ikan yang dikonsumsi itik. Aroma fishy yang berasal dari tepung ikan tersebut setelah mengalami proses pencernaan lalu diserap oleh usus halus dan selanjutnya digunakan untuk membentuk jaringan termasuk daging. Pengaruh lainnya kemungkinan besar disebabkan oleh terjadinya reaksi oksidasi lipid pada daging karena tidak adanya komponen antioksidan yang ditambahkan ke dalam pakan. Akibat adanya proses oksidasi lipid tersebut juga dapat menghasilkan off odor pada daging itik. Pakan yang mengandung ikan dapat meningkatkan off odor dan off-flavor pada daging unggas. Pakan yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi cenderung mempermudah terbentuknya komponen volatil yang sangat berperan menyebabkan off odor dan off-flavor pada daging itik.
51
JITV Vol. 15 No. 1 Th. 2010: 47-55
Tabel 3. Nilai rataan intensitas aroma fishy daging paha itik rebus dengan suplementasi antioksidan dalam ransum yang diberi level tepung ikan tinggi dan rendah. Ransum perlakuan
Antioksidan Kontrol
SqE
VEC
Rataan
TIR (8%)
2,33 ± 0,13
1,80 ± 0,16
1,73 ± 0,15
1,95 ± 0,37
TIT (18%)
2,10 ± 0,12
1,75 ± 0,21
1,57 ± 0,21
1,80 ± 0,36
Rataan
2,22 ± 0,22a
1,78 ± 0,31b
1,65 ± 0,61b
Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05) TIR = Tepung ikan level rendah (8%) TIT = Tepung ikan level tinggi (18%) SqE = Santoquin + Vitamin E VEC = Vitamin E + C
ALIANI dan FARMER, (2005) melaporkan bahwa konsentrasi lipid, komponen-komponen kimia yang ada dalam daging dapat berubah oleh pengaruh perebusan. Beberapa hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa perlakuan pemanasan terhadap daging akan mempengaruhi off odor, off flavor pada daging (HEAT dan REINECCIUS, 1986; MOTRAM, 1991; WU dan LIOU, 1992). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian RANDA (2007) yang menyatakan bahwa intensitas off odor pada daging itik lokal menurun (lebih rendah) dengan suplementasi vitamin E dan C dalam ransum. RUIZ et al. (2001) melaporkan bahwa suplementasi vitamin E (α-tokoferyl asetat) sebanyak 200 mg/kg mampu menurunkan bau tengik pada daging ayam yang direbus setelah disimpan selama 1 dan 4 hari dibandingkan dengan kontrol. Senada dengan RUIZ et al. (2001), BOU et al. (2001) melaporkan bahwa suplementasi vitamin E dengan dosis 225 mg/kg selain dapat menurunkan bau tengik (rancid), skor penerimaan konsumen terhadap daging broiler juga semakin meningkat. Komposisi Asam Lemak Persentase komposisi asam lemak daging itik rebus yang diberi ransum perlakuan dengan suplementasi SqE dan VEC selama 9 minggu dicantumkan dalam Tabel 4. Total komposisi asam lemak tidak jenuh (ALTJ) untuk seluruh perlakuan tampak lebih tinggi bila dibandingkan dengan total komposisi asam lemak jenuh (ALJ). Rasio komposisi ALTJ terhadap ALJ berkisar antara 1,10 hingga 3,41, dimana rasio komposisi yang paling rendah adalah perlakuan R3 (1,10), sedangkan yang paling tinggi adalah perlakuan R6 (3,41). Agar dapat bertumbuh dengan baik hewan unggas umumnya membutuhkan jenis-jenis pakan yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Tepung ikan selain sumber protein yang tinggi, juga memiliki asamasam amino essensial yang sangat diperlukan oleh itik. Pakan yang mengandung asam lemak tidak jenuh
52
umumnya bersifat labil, menghasilkan bau tengik karena lipid yang ada dalam pakan akan mudah mengalami kerusakan akibat terjadinya oksidasi lipid. Apabila pakan tersebut dikonsumsi oleh itik maka dapat mempengaruhi pertumbuhan, kualitas daging yang dihasilkan juga menjadi menurun. Daging yang mengalami proses oksidasi lemak akibat tidak adanya senyawa antioksidan yang dicampur dalam pakan dapat menimbulkan bau yang menyimpang dari normal. Tabel 4 memperlihatkan bahwa perlakuan suplementasi antioksidan tampak mengubah komposisi ALTJ khususnya pada perlakuan R2, R4, R5 dan R6. Total komposisi ALTJ pada perlakuan tersebut semakin bertambah dengan adanya suplementasi antioksidan. Komposisi ALTJ yang paling tinggi setelah adanya suplementasi antioksidan ditemukan pada perlakuan R6 (400 IU vitamin E+250 mg vitamin C). Komposisi asam lemak tidak jenuh pada daging itik rebus khususnya linoleat (C18:2) tampak semakin bertambah dengan adanya suplementasi antioksidan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi vitamin E + C tampak lebih efektif untuk menghambat proses oksidasi yang dapat berkontribusi terhadap pembentukan off odor pada daging itik. Hal ini juga memberi gambaran bahwa asam lemak linoleat (C18:2) pada daging itik rebus tetap stabil oleh senyawa antioksidan yang terkandung di dalamnya. Linoleat (C18:2) merupakan kelompok poly unsaturated fatty acid (PUFA) yang ada pada daging unggas. Komposisi asam lemak linoleat (C18:2) yang semakin bertambah dengan adanya suplementasi antioksidan dalam ransum sejalan dengan hasil penelitian BOU et al. (2006) yang melaporkan bahwa suplementasi vitamin E dalam ransum dapat meningkatkan komposisi Unsaturated Fatty Acid (PUFA) pada daging ayam yang direbus. Penggunaan vitamin E sebagai antioksidan yang mampu menghambat oksidasi lipid juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti lainnya. REBOLE et al. (2006)
PURBA et al. Kualitas sensori dan komposisi asam lemak daging itik lokal jantan dengan suplementasi Santoquin, vitamin E dan C
Tabel 4. Komposisi asam-asam lemak daging itik rebus dengan suplementasi santoquin + vitamin E dan vitamin E + C dalam ransum. Jenis asam lemak
Komposisi (%) berdasarkan ransum perlakuan R1
R2
R3
R4
R5
R6
- Laurat (C12:0)
8,54
1,13
12,51
0,45
0,58
5,75
- Miristat (C14:0)
4,80
1,45
6,43
1,36
1,36
2,96
- Palmitat (C16:0)
24,57
24,99
22,34
25,80
26,02
19,77
- Stearat (C18:0)
0,06
0,42
0,12
0,03
3,16
Total ALJ
37,97
27,99
41,28
27,73
27,99
31,64
- Oleat (C18:1)
54,47
57,68
40,36
60,78
60,15
68,60
2,24
2,46
4,95
2,46
3,38
5,11
56,71
60,15
45,31
63,24
63,53
73,71
1,49
2,15
1,10
2,28
2,27
3,41
- Linoleat (C18:2) Total ALTJ Ratio ALTJ/ALJ
-
- (Tidak terdeteksi) ALTJ=Asam Lemak Tidak Jenuh ALJ =Asam Lemak Jenuh R1=TIR tanpa antioksidan (kontrol); R2= TIR +150 ppm Sq+400 IU Vit E R3=TIR + 400 IU Vit E+250 mg Vit C; R4=TIT tanpa antioksidan (kontrol) R5=TIT+150 ppm Sq+400 IU Vit E; R6=TIT+400 IU Vit E+250 mg Vit C
melaporkan bahwa suplementasi vitamin E (α-tokoferylacetat) dengan dosis 200 mg/kg ransum merupakan level yang paling efektif untuk memproteksi terjadinya oksidasi lipid pada daging ayam. BOU et al. (2004) melaporkan bahwa ransum yang diberi minyak ikan dengan level 1,25 dan 2,5% + 140 mg α-tokopheryl asetat mampu menghambat reaksi oksidasi lipid pada daging ayam. SMET et al. (2008) melaporkan bahwa suplementasi dengan level 200 IU/kg vitamin E dalam ransum dapat menurunkan oksidasi lipid pada ayam broiler lebih baik dibandingkan dengan level suplementasi 100 IU/kg vitamin E. Suplementasi αtokoferyl acetat dalam ransum dapat meningkatkan kandungan vitamin E dalam daging. Fungsi vitamin E menurut SMET et al. (2008) lebih efektif untuk menghambat reaksi oksidasi lipid setelah terjadi reaksi hidrolisis pada saluran pencernaan. Hal yang sama dilaporkan pula oleh GONI et al. (2007), konsentrasi Malondialdehyde (MDA) atau oksidasi lipid pada daging dada maupun paha ayam pedaging strain Cobb yang diberi berbagai level zat polyphenol dari kulit dan biji anggur dengan suplementasi vitamin E lebih rendah dibandingkan kontrol. Konsentrasi vitamin E di dalam jaringan hati menurut GONI et al. (2007) semakin meningkat. Komposisi asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi dengan adanya suplementasi antioksidan menunjukkan bahwa pada perlakuan tersebut tidak terjadi reaksi oksidasi lipid. Nilai komposisi asam lemak tidak jenuh pada perlakuan kontrol (tanpa antioksidan) malahan
tampak lebih rendah. Hal ini memberi gambaran bahwa telah terjadi reaksi oksidasi lipid mengakibatkan semakin rendahnya komposisi asam lemak tidak jenuh pada perlakuan kontrol. Bila dihubungkan dengan nilai intensitas off odor baik pada daging segar maupun rebus yang lebih tinggi pada perlakuan kontrol. Hal ini juga semakin memperkuat bahwa reaksi oksidasi lipid dapat berkontribusi terhadap pembentukan off odor pada daging itik. BOU et al. (2001) melaporkan bahwa oksidasi lipid merupakan faktor yang paling utama penyebab off odor dan off flavor pada daging. Tabel 4 memperlihatkan bahwa dengan adanya suplementasi santoquin+ vitamin E maupun kombinasi antara vitamin E dan C tampak saling bekerjasama (bersinergi) untuk meghambat terjadinya reaksi oksidasi lipid yang menyebabkan off odor pada daging itik segar. Selain dapat menghambat proses oksidasi lipid pada daging, sinergisme komponen antioksidan yang terkandung pada santoquin+vitamin E maupun vitamin E+C dapat dengan efektif mempertahankan stabilnya lemak maupun asam-asam lemak pada daging paha itik. GORDON (1990) menyatakan bahwa berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan mempunyai dua peran penting, yaitu (1) sebagai pemberi atom hidrogen yang disebut antioksidan primer, dan (2) berfungsi sebagai antioksidan sekunder yaitu memperlambat laju oksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai otooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke dalam bentuk yang lebih stabil. Suplementasi santoquin dengan vitamin E maupun
53
JITV Vol. 15 No. 1 Th. 2010: 47-55
vitamin E dengan C dalam pakan tampaknya dapat saling bekerjasama untuk mencegah reaksi oksidasi lipid sebagai penyebab timbulnya off odor pada daging itik lokal. KESIMPULAN Suplementasi 150 ppm santoquin + 400 IU vitamin E maupun 400 IU vitamin E + 250 mg vitamin C dalam pakan yang mengandung tepung ikan mampu menurunkan intensitas off odor pada daging itik segar maupun rebus yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas sensori daging itik lokal. Suplementasi antioksidan mampu menghambat oksidasi lipid pada daging itik rebus.
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2006. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian RI. Jakarta. GHAFFARI, M., M. SHIVAZAD, M. ZAGHARY and R. TAHERKHANI. 2007. Effect different level of metabolizable energy and formulation of diet based on digestible and total amino acid requirements on performance of male broiler. Int. J. Poult. Sci. 6: 276279. GONI, I., A. BRENES, C. CENTENO, A. VIVEROS, F. SAURACALIXTO, A. REBOLE, I. ARIJA and R. ESTEVEZ. 2007. Effect of dietary grape pomace and vitamin E on growth performance, nutrient digestibility, and susceptibility to meat lipid oxidation in chickens. Poult. Sci. 86: 508516.
DAFTAR PUSTAKA
GORDON, M.H. 1990. The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro. In: B.J.F. Hudson (Ed). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.
AGRINA. Tabloid, edisi Agustus 2008. http//www.deptan. go.id. infoexecutif.makro/ html/table 10.htm. Diakses tgl. 24 November 2009.
GORDON, M.H. 2001. The Development of Oxidative Rancidity in Foods. In: J. POKORNY, N. YANISHLIEVA dan M. GORDON (Eds). Antioxidants in Food. CRC Press Boca Raton Boston New York, Washington, DC.
ALIANI, M and L.J. FARMER. 2005. Precursors of chicken flavor. Determination on some flavor precursors in chicken muscle. J. Agric. Food Chem. 53: 6067-6072.
GURR, M.I., J.L. HARWOOD and K.N. FRAYN. 2002. Lipid Biochemistry. 5th Ed. Oxford: Blackwell Science. pp. 159-161.
ASSOCIATION of OFFICIAL ANALYTICAL CHEMIST (AOAC). 1984. Official Methods of Analysis. Ed ke-14. Virginia: AOAC.
GRAY, J.I., E.A. GOMAA and D.J. BUCKLEY. 1996. Oxidative quality and shelf life of metas. Meat Sci. 43: S111-S123.
BARROETA, A.C. 2007. Nutritive value of poultry meat: relationship between vitamin E and PUFA. World’s Poult. Sci. J. 63: 277-284. BARTOV, I. and S. BORNSTEIN. 1981. Stability of Abdominal Fat and Meat of Broilers: Combined Effect of Dietary Vitamin E and Synthetic Antioxidants. Poult. Sci. 60: 1840-1845. BOU, R., F. GUARDIOLA, A. GRAU, S. GRIMPA, A. MANICH, A. BARROETA and R. CODONY. 2001. Influence of dietary fat source, α-tocopherol, and ascorbic acid supplementation on sensory quality of dark chicken meat. Poult. Sci. 80: 800-807. BOU, R., F. GUARDIOLA, A. TRES, A.C. BARREOTA and R. CODONY. 2004. Effect of dietary fish oil, α-tocopherol acetate, and zinc supplementation on the composition and consumer acceptability of chicken meat. Poult. Sci. 83:282-292. BOU, R., S. GRIMPA, F. GUARDIOLA, A.C. BARROETA and CODONY R. 2006. Effects of various fat sources, alpha tocopheryl acetate, and ascorbic acid supplements on fatty acid composition and alpha-tocopherol content in raw and vacuum-packed, cooked dark chicken meat. Poult. Sci. 85: 1472-1481. CABEL, M.C., P.W. WALDROUP, W.D. SHERMER and D.F. CALLABOTA. 1989. Effect of ethoxyquin feed preservative and peroxide level on broiler performance. Poult. Sci. 67: 1725-1730.
54
HARMS, R.H., R.E. BURESH and B.L. DAMRON. 1984. The in vivo Benefit of Ethoxyquin for Egg Yolk Pigmentation. Poult. Sci. 63: 1156-1160. HEAT, H.B and G. REINECCIUS. 1986. Flavor Chemistry and Technology. New York: Avi Book. HUNG, S.S.O., C.Y. CHO and S.J. SLINGER. 1981. Effect of oxidized fish oil, DL-α-Tocopheryl Acetate and Ethoxyquin supplementation on the vitamin E nutrition of rainbow trout (Salmo gairdneri) fed practical diets. J. Nutr. 111: 648-657. HUSTIANY, R. 2001. Identifikasi dan Karakterisasi Komponen Off Odor pada Daging Itik. Tesis. Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pangan, IPB. Bogor. IUPAC. 1988. Standard Methods for the Analysis of Oils, Fats and Derivatives. Oxford: Blackwell Scientific. KETAREN, P.P. 2006. Peran itik sebagai penghasil telur dan daging nasional. Wartazoa 17: 117-127. LAURIDSEN, C., K. JAKOBSEN and T.K. HANSEN. 1995. The influence of of diatery ethoxyquin on the vitamin E status in broilers. Arc Tierernahr. http://www/ ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?Db=PubMed&cmd=show DetailView&TermTes 9 Maret 2007. LEESON, S., L. CASTON and J.D. SUMMERS. 1996. Broiler response to dietary energy. Poult. Sci. 75: 529-535. LEWIS, P.D., G.C. PERRY, L.J. FARMER and R.L.S. PATTERSON. 1997. Responses of two genotypes of chickens to the diets and stocking densities typical of UK and label
PURBA et al. Kualitas sensori dan komposisi asam lemak daging itik lokal jantan dengan suplementasi Santoquin, vitamin E dan C
rouge production systems. Performance, behaviour and carcass composition. Meat Sci. 45: 501-516. MASLAROVA, N.V.Y. 2001. Inhibiting Oxidation. In: POKORNY, J., N. YANISHLIEVA dan M. GORDON (Eds). Antioxidants in Food. CRC Press Boca Raton Boston New York, Washington, DC. pp. 22-84. MASLAROVA, N.V.Y. and I.M. HELNONEN. 2001. Sources of Natural Antioxidants: Vegetables, Fruits, Herbs, Spices and Teas. Antioxidants in Food. CRC Press Boca Raton Boston New York, Washington, DC. Hlm 210-249. MOTRAM, D.S. 1991. Meat. In: Maarse, H. (Ed). Volatile Compounds in Food and Beverages. New York: Marcel Dekker. pp. 107-165. th
NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9 Revised Edition. Washington, D.C: National Academy Press. RANDA, S.Y. 2007. Bau Daging dan Performa Itik Akibat Pengaruh Perbedaan Galur dan Jenis Lemak serta Kombinasi Komposisi Antioksidan (Vitamin A, C, dan E) dalam Pakan. Disertasi. Fakultas Peternakan, Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. RAHAYU, W.P. 1998. Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. REBOLE, A., M.L. RODRIGUEZ, L.T. ORTIZ, C. ALZUETA, C. CENTENO, C. VIVEROS, A. BRENES and I. ARIJA. 2006. Effect of dietary high-oleic acid sunflower seed, palm oil and vitamin E supplementation on broiler performance, fatty acid composition and oxidation susceptibility of meat. Br. Poult. Sci. 47: 581-591.
RUIZ, J.A., L. GUERRERO, J. ARNAU, M.D. GUARDIA and E. ESTEVE-GARCIA. 2001. Descriptive sensory analysis of meat from broilers fed diets containing vitamin E or βcarotene as antioxidants and different supplemental fats. Poul. Sci. 80: 976-982. SAS, 1997. SAS/STAT Guide for Personal Computers. Ver: 6.12 Edit. SAS Institute Inc. Cary, NC. SCHULER, L. and H. PINGEL. 2006. Waterfowl industry in Europe. Pros. Lokakarya Nasional Unggas Air II. Ciawi, 16-17 Nopember 2005. Kerjasama antara Puslitbang Peternakan, MIPI dan Fapet IPB, Bogor. hlm. 000-000. SOUTHON, S. and R. FAULKS. 2001. Predicting the Bioavailability of Antioxidants in Food: The Case of Carotenoids. In: POKORNY, J., N. YANISHLIEVA and M. GORDON (Eds). Antioxidants in Food. CRC Press Boca Raton Boston New York, Washington, DC. pp. 124140. STEEL, R.G.D dan J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. (Principles and Procedures of Statistics). Terjemahan: B. SUMANTRI. Cetakan ke-3, PT. Gramedia, Jakarta. SURAI, P.F. 2003. Natural Antioxidants in Avian Nutrition and Reproduction. Nottingham, University Press. Manor Farm, Main Street Thrumpton, Nottingham, NG11OAX, UK. WU, C.M. and S.E. LIOU. 1992. Volatile components of waterboiled duck meat and catonese style roased duck. J. Agric. Food Chem. 40: 838-841.
55