KUALITAS FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS DENGAN PENGGUNAAN BUBUK ROSELLA DAN ANGKAK SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN ALAMI PENGGANTI NITRIT
SKRIPSI DWI NOVI LIANA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN Dwi Novi Liana. D14063011. 2010. Kualitas Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis Frankfurters dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt. M.Si. Pembimbing Anggota : Bramada Winiar Putra, S.Pt. Daging merupakan salah satu pangan asal hewan yang banyak dikonsumsi masyarakat dan mudah rusak. Salah satu produk olahan daging adalah sosis. Frankfurters merupakan salah satu jenis produk makanan yang berbentuk sosis. Nitrit adalah salah satu bahan tambahan yang biasa digunakan sebagai pengawet dan penstabil warna merah daging pada sosis, namun penggunaan nitrit dapat menimbulkan nitrosamin yang bersifat toksik, penyebab kanker. Pengembangan yang dilakukan dalam pembuatan sosis saat ini, selain dari segi rasa juga mulai diteliti dari segi kesehatan konsumen, sehingga produsen mulai melirik menggunakan bahan alami sebagai bahan campuran sosis. Sumber nabati yang berpotensi sebagai sumber zat warna dan pengawet alami antara lain adalah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L) dan beras merah cina atau angkak. Penggunaan rosella dan angkak sebagai bahan tambahan alami, diharapkan dapat menjadi alternatif dalam pengurangan penggunaan nitrit dan menjadi langkah awal inovasi teknologi pembuatan sosis frankfurters yang menyehatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, sifat kimia dan uji organoleptik sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi bubuk rosella dan angkak sebagai bahan tambahan alami pengganti nitrit. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Mei 2010 di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Pangan Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan pada penelitian ini adalah sosis dengan kombinasi bubuk rosella dan angkak dengan taraf yang berbeda 1% rosella : 0,75% angkak dan 1% rosella : 0,5% angkak dan 0, 0125% nitrit sebagai kontrol, serta sebagai periode adalah waktu pembuatan (periode 1, 2, dan 3). Peubah yang diamati adalah sifat fisik (nilai pH, DSA, stabilitas emulsi, stabilitas warna, kekenyalan, dan rendemen), sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat) dan uji hedonik (parameter warna, rasa, aroma, tekstur, kekenyalan, dan penampakan umum). Hasil penelitian menunjukan bahwa, sosis dengan menggunakan kombinasi bubuk rosella dan angkak dengan konsentrasi yang berbeda menghasilkan nilai pH lebih rendah dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit). Nilai daya serap air (DSA) (1% rosella : 0,5% angkak) lebih rendah dibandingkan dengan nilai DSA sosis kontrol (nitrit), sedangkan nilai DSA (1% rosella : 0,75% angkak) tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit). Nilai stabilitas emulsi, kekenyalan, dan rendemen sosis rosella dan angkak tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit). Stabilitas warna sosis angkak dan rosella berbeda dengan sosis nitrit. Sifat kimia sosis rosella dan angkak tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit) kecuali pada kadar abu. Penerimaan
panelis terhadap sosis angkak dan rosella menunjukan hasil tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit) terhadap warna dan aroma. Tekstur dan kekenyalan sosis angkak dan rosella berbeda dan tidak disukai dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit), sedangkan warna dan aroma disukai. Panelis lebih menyukai rasa sosis 1% rosella : 0,5% angkak dibandingkan dengan sosis 1% rosella : 0,75% angkak, namun berbeda dengan sosis kontrol (nitrit). Kata Kunci : Sosis frankfurters, nitrit, rosella, angkak.
ii
ABSTRACT Physical, Chemical Characteristic, and Organoleptic Test of Frankfurters Sausage with Rosella and Anka Powder As Natural Subsitution for Nitrite Liana, D. N., I. I. Arief and B. W. Putra Objective of this research was to observe physical and chemical characteristic and organoleptic test of frankfurters sausage used the roselle and anka powder as natural substitution for nitrite. This research used different combination of roselle and anka powder: 1% of roselle and 0.75% of anka, 1% of roselle and 0.5% of anka, and 0.0125% of nitrite as a control. Observed variables were the physical characteristics (pH value, Water Holding Capacity (WHC), emultion stability, color stability, juicyness, and rendement), chemical characteristics (water, ash, fat and carbohydrate content) and hedonic test (color, taste, flavor, texture, juicyness parameter and general appearance). The observations were analyzed using randomized block design with three blocks of period. The result showed that sausage which use the different combination of anka and roselle had real effect to pH value, WHC, color stability and ash content of the sausage, meanwhile, the emultion stability, juicyness, rendement and other chemical characteristics were not effected. Hedonic test result of this sausage showed real effect to texture, taste, juicyness parameter and general appearance. Acceptance mode value of the panelists were about 'did not like' to 'like'. Sausage with the combination of 1% of roselle and 0.75% of anka showed a higher value in pH value and WHC than the combination of 1% of roselle and 0.5% of anka sausage. Keywords: frankfurters sausage, nitrite, roselle, anka.
KUALITAS FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS DENGAN PENGGUNAAN BUBUK ROSELLA DAN ANGKAK SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN ALAMI PENGGANTI NITRIT
DWI NOVI LIANA D14063011
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi :
Kualitas Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis Frankfurters dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit
Nama
:
Dwi Novi Liana
NIM
:
D14063011
Menyetujui, Pembimbing Utama,
(Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si.) NIP: 19750304 199902 2 001
Pembimbing Anggota,
(Bramada Winiar Putra, S.Pt.) NIP: 19801102 200501 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas peternakan IPB
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 24 Agustus 2010
Tanggal Lulus : 2 September 2010
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 November 1987 di Talang Padang, Lampung. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ahmad Hamdan Saidani dan Ibu Sri Suryani. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri 1 Banding Agung dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjut tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Talang Padang. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) periode 20072008 sebagai anggota divisi Hubungan Luar. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Lampung di IPB, periode 2006-2007. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di PT. Tanduran Sari dan BPPT Sapi Potong Ciamis, Jawa Barat, pada Tahun 2008. Bidang akademik, penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) pada tahun 2008/2009 dan 2009/2010 serta menjadi peserta Penulisan Karya Ilmiah (PKMP) IPB dan didanai oleh Dikti tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mahasiswa ekstensi dan reguler Fakultas Peternakan IPB tahun 2010.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim, Alhamdulillah dengan rasa puji dan syukur penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Kualitas Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis Frankfurters dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik, sifat kimia dan organoleptik sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi bubuk rosella dan angkak sebagai bahan tambahan alami pengganti nitrit. Hal ini mengingat bahwa fungsi nitrit sebagai antimikroba, namun dapat menghasilkan nitrosamin yang berbahaya bagi kesehatan manusia karena bersifat toksik, sehingga diperlukan suatu alternatif bahan antimikroba agar sosis memiliki daya simpan yang lama, namun tidak mengganggu kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya. Pemanfaatan sumber nabati yang berpotensi sebagai sumber zat warna dan pengawet alami seperti rosella dan angkak diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk inovasi teknologi pembuatan sosis yang menyehatkan. Penulis menyadari bahwa banyak sekali kekurangan yang ada di dalam skripsi ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ......................................................................................................
i
ABSTRACT ………………………………………………………………….....
iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................
v
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR . …………………………………………………………
vii
DAFTAR ISI. …………………………………………………………………...
viii
DAFTAR TABEL................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………...
xii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………....
xiii
PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan ......................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
3
Daging ...................................................................................................... Sosis Sapi Frankfurters............................................................................ Bahan-bahan Pembuat Sosis .................................................................... Daging Gandik ............................................................................. Bahan Pengisi ............................................................................... Es atau Air Es ............................................................................... Nitrit ............................................................................................. Garam ........................................................................................... Sodium Tripolifosfat (STPP) ....................................................... Lemak ........................................................................................... Bumbu .......................................................................................... Selongsong Sosis .......................................................................... Bahan Pewarna Makanan Alami .............................................................. Angkak ......................................................................................... Rosella .......................................................................................... Sifat Fisik Sosis........................................................................................ Daya Serap Air (DSA) Sosis ........................................................ Nilai pH Sosis .............................................................................. Kekenyalan Daging ...................................................................... Stabilitas Emulsi........................................................................... Stabilitas Warna ........................................................................... Sifat Kimia Sosis...................................................................................... Kadar Air ...................................................................................... Kadar Protein ...............................................................................
3 4 5 5 5 5 6 6 7 7 7 8 8 8 9 11 11 11 12 12 12 13 13 13
Kadar Lemak ................................................................................ Kadar Abu .................................................................................... Kadar Karbohidrat ........................................................................ Sifat Organoleptik ....................................................................................
13 13 13 14
METODE ..............................................................................................................
15
Lokasi dan Waktu .................................................................................... Materi ....................................................................................................... Rancangan Percobaan ............................................................................... Prosedur ................................................................................................... Pembuatan Rosela Bubuk dan Angkak Bubuk ............................ Proses Pembuatan Sosis Frankfurters .......................................... Peubah yang Diamati ............................................................................... Nilai pH Sosis .............................................................................. Stabilitas Warna ........................................................................... Stabilitas Emulsi........................................................................... Kekenyalan ................................................................................... Rendemen ..................................................................................... Daya Serap Air ............................................................................. Kadar Air ...................................................................................... Kadar Protein ............................................................................... Kadar Lemak ................................................................................ Kadar Abu .................................................................................... Kadar Karbohidrat ........................................................................ Uji Organoleptik...........................................................................
15 15 15 17 17 17 19 20 20 20 21 21 21 21 22 22 23 23 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
24
Nilai Rendemen Sosis Frankfurters......................................................... Sifat Fisik Sosis Frankfurters .................................................................. Nilai pH ........................................................................................ Nilai Daya Serap Air (DSA) ........................................................ Nilai Lemak yang Terlepas .......................................................... Nilai Kekenyalan .......................................................................... Nilai Stabilitas Warna .................................................................. Intensitas Kecerahan (Nilai L) ........................................ Intensitas Warna Merah (Nilai a) ..................................... Intensitas Warna Kuning (Nilai b) ................................... Sifat Kimia Sosis Frankfurters ................................................................ Kadar Air ...................................................................................... Kadar Abu .................................................................................... Kadar Lemak ................................................................................ Kadar Protein ............................................................................... Kadar Karbohidrat ......................................................................... Uji Organoleptik ...................................................................................... Warna ........................................................................................... Aroma ........................................................................................... Tekstur.......................................................................................... Kekenyalan ...................................................................................
25 26 26 27 29 30 31 31 31 33 33 33 35 36 37 37 38 39 40 40 41
ix
Rasa .............................................................................................. Penampakan Umum .....................................................................
41 42
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
43
Kesimpulan .............................................................................................. Saran.........................................................................................................
43 43
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
46
LAMPIRAN.........................................................................................................
50
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Nutrien Daging Sapi Mentah ......................................................................
3
2. Nutrien Sosis Daging Sapi ..........................................................................
4
3. Komposisi Kimiawi Angkak ......................................................................
8
4. Kelompok Utama Antosianin .....................................................................
11
5. Persentase Bahan-Bahan Sosis terhadap Berat Daging ..............................
19
6. Hasil Analisis Sifat Fisik Sosis Frankfurters .............................................
25
7. Hasil Analisis Sifat Kimia Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah dan Bobot Kering...............................................................................................
34
8. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Frankfurters .........................................
39
9. Nilai Modus Uji Hedonik Sosis Frankfurters .........................................
39
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Struktur Dasar Antosianin ..........................................................................
10
2. Skema Proses Pembuatan Sosis ..................................................................
18
3. Sosis Frankfurters Perlakuan dan Kontrol .................................................
24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Analisis Ragam Nilai pH Sosis Frankfurters ....................................
51
2. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai pH Sosis Frankfurters ................................................................................................
51
3. Hasil Analisis Ragam Daya Mengikat Air (DMA) Sosis Frankfurters......
51
4. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai DMA Sosis Frankfurters ................................................................................................
51
5. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Emulsi Sosis Frankfurters ......................
51
6. Hasil Analisis Ragam Kekenyalan Sosis Frankfurters...............................
52
7. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna (L) Sosis Frankfurters………….
52
8. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas Warna (L) Sosis Frankfurters .....................................................................
52
9. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna (a) Sosis Frankfurters ..................
52
10. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas Warna (a) Sosis Frankfurters .....................................................................
52
11. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna (b) Sosis Frankfurters .................
53
12. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas Warna (b) Sosis Frankfurters .....................................................................
53
13. Hasil Analisis Ragam Rendemen Sosis Frankfurters.................................
53
14. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sosis Frankfurters..................................
53
15. Hasil Analisis Ragam Kadar Protein Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah ................................................................................................
53
16. Hasil Analisis Ragam Kadar Protein Sosis Frankfurters dalam Bobot Kering...............................................................................................
54
17. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah ................................................................................................
54
18. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Sosis Frankfurters dalam Bobot Kering...............................................................................................
54
19. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah ...........................................................................................................
54
20. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Sosis Frankfurters dalam Bobot Kering .........................................................................................................
55
21. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah ................................................................................................
55
22. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Sosis Frankfurters dalam Bobot Kering...............................................................................................
55
23. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Warna Sosis Frankfurters .................
55
24. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Tekstur Sosis Frankfurters ...............
56
25. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Tekstur Sosis Frankfurters .........................................................................
56
26. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Kekenyalan Sosis Frankfurters ..................................................................
56
27. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Kekenyalan Sosis Frankfurters ..................................................................
56
28. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Rasa Sosis Frankfurters....................
56
29. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Rasa Sosis Frankfurters ..............................................................................
57
30. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Aroma Sosis Frankfurters ................
57
31. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Penampakan Umum Sosis Frankfurters ................................................................................................
57
32. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Penampakan Umum Sosis Frankfurters .....................................................
57
33. Contoh Format Lembar Kuisioner Uji Hedonik .........................................
58
34. Gambar Proses Awal Pencacahan Bahan Utama ........................................
59
35. Gambar Penambahan Rosella dan Angkak .................................................
59
36. Gambar Akhir Proses Pelumatan Sosis Rosella dan Angkak .....................
59
37. Gambar Adonan Sosis Rosella dan Angkak ...............................................
60
38. Gambar Adonan Sosis Kontrol (nitrit)........................................................
60
39. Gambar Pemasukan Sosis ke dalam Selongsong dan Pengikatan ..............
60
40. Gambar Proses Pemasakan Sosis ................................................................
61
41. Gambar Sosis Frankfurters dengan 1% Rosella : 0,75% Angkak……….
61
42. Gambar Sosis Frankfurters dengan 1% Rosella : 0,5% Angkak………... 43. Gambar Sosis Frankfurters dengan Nitrit ..................................................
61 62
44. Gambar Sosis Frankfurters dengan Pewarna Makanan .............................
62
45. Gambar Pengukuran DMA Sosis ................................................................
63
46. Gambar Pengukuran Nilai pH Sosis ...........................................................
63
47. Gambar Bunga Rosella Kering ...................................................................
63
48. Gambar Beras Angkak ................................................................................
64
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu pangan asal hewan yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan asam amino essensial yang cukup dan seimbang. Daging termasuk ke dalam kategori produk asal hewan yang mudah rusak, oleh karena itu diperlukan pengolahan daging untuk memperlama daya simpan daging dan meningkatkan kualitas daging agar aman dikonsumsi oleh masyarakat. Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang telah lama dikonsumsi oleh masyarakat. Frankfurters merupakan salah satu jenis produk makanan yang berbentuk sosis. Produk olahan sosis sedang dikembangkan, baik dari segi bumbu maupun dari segi jenis ternak yang dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan dasar pembuatan sosis. Daging yang umum digunakan sebagai bahan baku sosis adalah daging sapi, tetapi saat ini ada juga sosis yang dibuat dari bahan dasar daging lain, seperti daging ayam, daging kelinci, daging domba, dan daging kambing. Peningkatan daya simpan sosis dapat dilakukan dengan penambahan bahan tambahan makanan yang memiliki fungsi antimikroba dan antioksidan, salah satu bahan tambahan makanan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah nitrit. Nitrit dapat berfungsi sebagai preservatif mikrobial yang mempunyai pengaruh bakteriostatik dan sebagai agensia yang mampu memperbaiki flavor, serta mampu menstabilkan warna merah pada daging. Penggunaan nitrit yang berlebih ternyata dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan manusia, karena nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik. Pengembangan pembuatan produk sosis yang sehat mulai diteliti dengan menggunakan bahan tambahan makanan alami yang dapat berfungsi sebagai agen antimikroba dan antioksidan. Pemanfaatan sumber nabati yang berpotensi sebagai sumber zat warna dan pengawet alami seperti rosella dan angkak diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk inovasi teknologi pembuatan sosis yang menyehatkan. Angkak memiliki sifat antimikroba dan berwarna merah. Rosella memiliki sifat antioksidan yang kuat dan berwarna merah. Perpaduan kedua bahan alami tersebut diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan produk sosis untuk
1
mengurangi penggunaan nitrit sehingga didapatkan produk olahan daging seperti sosis yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik, sifat kimia dan organoleptik sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi bubuk rosella dan angkak sebagai bahan tambahan alami pengganti nitrit.
2
TINJAUAN PUSTAKA Daging Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama penyusun daging. Daging juga tersusun dari jaringan ikat, epitel, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak, jadi daging tidak sama dengan otot (Soeparno, 2005). Daging menurut SNI-01-3947-1995 merupakan urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bibir, hidung dan telinga, yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Dipandang dari segi nutrisi, daging adalah sumber asam amino esensial yang sangat baik dan sedikit mineralmineral tertentu (Lawrie, 2003). Tabel 1. Nutrien Daging Sapi Mentah Nutrien
Jumlah (%)
Protein
20
Lemak
11
Karbohidrat
0
Air
68
Vitamin dan Mineral
<1
Sumber : Gaman dan Sherrington (1992)
Kandungan gizi daging secara umum terdiri atas protein, air, lemak, karbohidrat dan mineral (Aberle et al., 2001). Berbeda dengan daging segar, daging olahan mengandung lebih sedikit protein dan air, dan lebih banyak lemak dan mineral. Kenaikan persentase mineral daging olahan disebabkan penambahan bumbu-bumbu dan garam, sedangkan kenaikan nilai kalorinya disebabkan penambahan karbohidrat dan protein yang berasal dari biji-bijian, tepung dan susu skim (Soeparno, 2005). Komposisi nutrisi daging sapi mentah dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Sosis Sapi Frankfurters Dewan Standarisasi Nasional (1995) pada SNI 01-3820-1995 menyatakan bahwa sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Kadar protein sosis minimal 13,0% (% b/b), kadar lemak maksimal 25,0% (% b/b), dan kadar maksimal 67,0% air (% b/b) (Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Komposisi nutrisi sosis daging sapi menurut Dewan Standardisasi Nasional (1995) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nutrien Sosis Daging Sapi Nutrien
Persentase (%)
Air
Maks 67,0
Protein
Min 13,0
Abu
Maks 3,0
Lemak
Maks 25,0
Karbohidrat
Maks 8
Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1995)
Nama sosis dalam perdagangan sering dikaitkan dengan nama tempat asal pembuatan sosis tersebut seperti di Berlin dengan Berliner sausage, di Thuringer dengan Thuringer sausage, di Genoa dengan Genoa salami, di Bologna dengan nama Bologna sausage serta Frankfurt dengan Frankfurters sausage (Rust, 1987). Menurut Cross dan Overby (1988), pada prinsipnya, sosis diklasifikasikan berdasarkan pada perlakuan suhu pemasakan yang berkenaan dengan produk atau bahan mentahnya, yaitu: (1) sosis mentah (Rohwurst) yang tidak mengalami pemasakan, contohnya Bratwurst, sosis fermentasi dan sosis fermentasi kering seperti salami; (2) sosis matang (Bruhwurst) yang dimasak setelah diformulasikan, contohnya Frankfurters dan Bologna; (3) sosis masak (Kochwurst) yang dimasak dahulu sebelum diformulasikan, contohnya Liversausage, Braunschweiger dan Bloodsausage. Daging yang banyak digunakan untuk membuat sosis adalah daging penutup (top side), pendasar gandik (silver side), lemusir (cube roll), paha depan (chuck), dan daging iga (rib meal). Sebenarnya hampir semua jenis daging dari bagian karkas dapat digunakan, namun karena perbedaan kandungan lemak dan jaringan ikat tiap 4
bagian daging maka penggunaannya disesuaikan dengan mutu produk yang dihasilkan (Effie, 1980). Bahan-bahan Pembuat Sosis Bahan baku yang digunakan untuk membuat sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging, es atau air es, garam, dan lemak atau minyak, sedangkan bahan tambahan yaitu bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap dan bahan makanan lain yang diizinkan. Formulasi menurut Soeparno (2005) adalah untuk menghasilkan daging proses dengan penampakan yang kompak, cita rasa dan sifat fisik yang stabil dan seragam. Penambahan bahan penyedap dan bumbu terutama ditujukan untuk menambah atau meningkatkan flavor. Daging Gandik Otot merupakan komponen utama penyusun daging. Daging juga tersusun dari jaringan ikat, epitel, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak (Soeparno, 2005). Daging gandik (Silver side) menurut Bahar (2003), memiliki karakteristik lemak yang sedikit (permukaan), jumlah jaringan ikat sedikit, dan kandungan protein yang lebih tinggi. Bahan Pengisi Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi berfungsi memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki sifat irisan, mengurangi proses penyusutan selama proses pemasakan, peningkatan cita rasa dan mereduksi biaya produksi (Soeparno, 2005). Salah satu bahan pengisi yang sering digunakan dalam pengolahan daging adalah tepung tapioka. Tapioka merupakan sumber karbohidrat yang cukup tinggi dengan kandungan karbohidrat 86,9 g dalam 100 g bahan. Komposisi utama tapioka menurut Direktorat Gizi (1995) adalah kadar air 12,0% bahan basah, kadar protein 0,15% bahan kering, lemak 0,3% bahan kering dan abu 0,3% bahan kering. Es atau Air Es Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada pembuatan sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis
5
adalah 20-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es (Aberle et al., 2001). Penambahan air pada produk sosis berfungsi untuk (1) meningkatkan keempukan dan juice daging, (2) menggantikan sebagian air yang hilang selama prosesing terutama selama pemasakan, (3) melarutkan protein yang mudah larut dalam air, dan (4) menjaga temperatur produk (Soeparno, 2005). Nitrit Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki warna daging. Perbaikan warna daging, untuk sosis masak dianjurkan penggunaannya sebanyak 3-50 ppm (Ockerman, 1983). Kadar nitrit yang diizinkan pada produk akhir daging proses adalah 200 ppm. Dosis nitrit yang lebih dari 15-20 g/kg berat badan akan menimbulkan kematian (Aberle et al., 2001). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/ PER/ IX/ 88 batas maksimum nitrit (dalam bentuk NaNO3) yang digunakan untuk sosis masak adalah 156 ppm. Dosis letal dari nitrit pada orang dewasa bervariasi antara 0,7 dan 6 g NO2(atau sekitar10 sampai 100 mg NO2-/kg) (Argonne National Laboratory, 2005). Jenis bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada sosis berdasarkan SNI 010222-1995 adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium nitrat (500 mg/kg), kalium nitrit (125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/kg), serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis pewarna yang biasa digunakan pada sosis adalah eritrosin dan merah allura, masingmasing dengan kadar maksimal 300 mg/kg (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Nitrosamin adalah senyawa kimia yang dapat memproduksi kanker (karsinogenik). Nitrosamin dapat terbentuk di dalam bahan-bahan makanan tertentu seperti daging cured yang mengandung nitrit, bila nitrit membentuk grup nitroso (-N=O) yang secara kimiawi terikat pada atom nitrogen amonia pada senyawa organik tertentu, misalnya amina-amina sekunder (-NR2H). Pembentukan nitrosamin dalam produk daging proses dapat dicegah jika nitrit tidak ditambahkan di dalam campuran produk (Soeparno, 2005). Garam Garam menurut Romans et al. (1994), memiliki tiga fungsi penting, yaitu meningkatkan citarasa produk, pengekstraksi protein, dan pengawet. Garam menurut Buckle et al. (1987) mempunyai fungsi, yaitu (1) meningkatkan citarasa, (2) pelarut protein yaitu miosin sehingga dapat menstabilkan emulsi daging, (3) sebagai 6
pengawet, karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat kebusukan dan (4) untuk meningkatkan daya mengikat air yang biasanya dipadukan dengan alkali fosfat. Menurut Xiong dan Mikel (2001), umumnya sosis komersial mengandung 1,5-2,5% garam yang ditambahkan. Sodium Tripolifosfat (STPP) Fungsi penambahan alkali fosfat pada produk daging adalah (1) meningkatkan pH daging dan mengakibatkan meningkatnya daya mengikat air, (2) fosfat dan garam mempunyai fungsi sinergis sehingga mempengaruhi daya mengikat air, (3) dapat menurunkan penyusutan makanan karena dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan, (4) meningkatkan keempukan dan memudahkan pengirisan, (5) menstabilkan warna dan keseragaman, (6) menghambat ketengikan karena fosfat memiliki sifat sebagai antioksidan, dan (7) selain dapat meningkatkan mutu produk daging, juga harganya relatif murah (De Freitas et al., 1997). Menurut Soeparno (2005) fungsi Sodium Tripolifosfat adalah untuk meningkatkan daya ikat air oleh protein daging, mereduksi pengkerutan daging, menghambat ransiditas oksidatif bersama-sama asam askorbat, dan dapat memperbaiki tekstur. Menurut Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI 01-0222-1995, penggunaan bahan tambahan makanan seperti STPP pada pembuatan produk daging olahan adalah 3 g/kg (anhidrat). Menurut Pearson dan Tauber (1984), konsentrasi STPP yang dapat ditolerir oleh tubuh tanpa ada gangguan fisiologis adalah 0,5%. Lemak Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa lezat, mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk yang dihasilkan (Pearson dan Tauber, 1984). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995 kandungan lemak sosis maksimal 25% b/b. Bumbu Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk meningkatkan cita rasa (Soeparno, 2005). Menurut Aberle et al. (2001), fungsi bumbu yaitu sebagai pemberi cita rasa, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan. Bumbu atau rempah-rempah yang digunakan
7
dalam pembuatan sosis frankfurters adalah bawang putih, jinten, lada, jahe, ketumbar, dan pala. Selongsong Sosis Selongsong atau casing sosis terdapat dalam dua macam, yaitu selongsong alami dan buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak seperti sapi, domba, dan babi. Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga perlu dilakukan penggaraman yang diikuti dengan pembilasan (Hui et al., 2001). Bahan Pewarna Makanan Alami Angkak Red Fermented Rice (RFR) dikenal juga dengan nama angkak merupakan hasil fermentasi beras yang menggunakan kapang Monascus purpureus (Permana et al., 2004). Angkak umumnya digunakan untuk memberi warna pada produk-produk seperti anggur, keju, kedelai, sayuran, pasta ikan dan kecap ikan. Disamping sebagai pewarna, angkak dapat pula digunakan untuk mengawetkan daging karena mempunyai sifat antibakteri dan komponen aktif yang bertanggung jawab atas penghambatan bakteri ini adalah monaskidin (Wong dan Koehler, 1981). Komposisi kimiawi pada angkak dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimiawi Angkak Kandungan
Jumlah (%)
Air
7-10
Pati
53-60
Nitrogen
2,4-2,6
Protein kasar
15-16
Lemak kasar
6
Abu
0,9-1
Sumber : Wong dan Koehler (1981)
Masalah utama
dalam penggunaan zat pewarna alami adalah stabilitas
pigmen. Pewarna alami sangat sensitif terhadap suhu, cahaya, keasaman, udara dan perubahan aktivitas air (Wong dan Koehler, 1981). Sutrisno (1987) telah melakukan penelitian terhadap sifat fisik pigmen angkak. Kesimpulan yang 8
diperoleh dari hasil penelitiannya adalah pigmen angkak yang dipengaruhi oleh sinar matahari, sinar ultraviolet, pH, suhu dan indikator. Pengaruh suhu akan menyebabkan zat warna mengalami dekomposisi dan berubah strukturnya, sehingga dapat terjadi pemucatan, pada pH 9,2 pigmen angkak paling stabil bila dibandingkan dengan pH 7 dan pH 3. Pemanasan pada suhu 100 oC selama satu jam tidak mengakibatkan kerusakan yang nyata terhadap pigmen angkak. Hasil penelitian Fabre et al. (1993) menyatakan bahwa pigmen angkak dapat mewarnai sosis. Semakin banyak pigmen angkak yang ditambahkan, maka intensitas warna merah sosis semakin tinggi, selain itu dijelaskan lebih lanjut bahwa penambahan angkak justru memperbaiki tekstur dan flavor. Pengujian angkak sebagai subtitusi nitrit pada sosis daging sapi telah dilakukan oleh Justiawan (1997). Hasil pengujian organoleptik menunjukkan dari segi warna dan penampakan penelis lebih menyukai sosis daging sapi dengan jumlah penambahan angkak 2.5 g/kg daging. Rosella Sejak awal tahun 1970, rosella telah menarik perhatian sebagai sumber pewarna makanan alami yang potensial. Kelopak bunga rosella mengandung vitamin A, vitamin C, dan asam amino, dari sejumlah asam amino yang diperlukan oleh tubuh, 18 diantaranya terdapat di dalamnya (Maryani dan Kristiana, 2005). Rosella temasuk ke dalam divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae, Kelas: Dycotyledonae, Bangsa: Malvales, Suku: Malvaceae, Marga: Hibiscus, Jenis: Hibiscus sabdariffa L. Kelopak bunga rosella mempunyai efek farmakologis yang cukup lengkap, seperti antibakteri, antiseptik, antiradang, menurunkan panas, mencegah gangguan jantung, kanker darah, dan menstimuli gerak peristaltik usus (Kustyawati dan Ramli, 2008). Antosianin merupakan pigmen alami yang memberi warna merah pada kelopak bunga rosella dan mempunyai sifat antioksidan yang kuat. Zat aktif yang paling berperan dalam kelopak bunga rosella meliputi gossypetin, antosianin, dan glukosida hibiscin (Kustyawati dan Ramli, 2008). Kandungan asam askorbat dan betakarotin merupakan sumber antioksidan yang sangat efektif dalam menangkal berbagai radikal bebas. Kelopak kering bunga rosella menghasilkan 1,5 % (b/b) pigmen antosianin (Gradinaru et al., 2003). Pigmen antosianin pada kelopak bunga
9
rosella tersebut telah banyak dimanfaatkan sebagai pewarna makanan yang berwarna merah. Antosianin memiliki sifat mudah larut dalam air dan merupakan suatu gugusan glikosida yang terbentuk dari gugus aglikon dan glikon (Markakis, 1982). Antosianin sangat stabil pada pH rendah (2-4) dan berwarna merah, pada pH 4-6 antosianin berwarna ungu, pada pH 7-8 berwarna biru, dan kemudian berwarna kuning pada pH>8 (Branen et al., 2002). Struktur dasar antosianin adalah ion flavilium. Ion ini memiliki tujuh sisi gugus yang berbeda seperti pada Gambar 1. Sisi gugus tersebut dapat berupa atom hidrogen, gugus hidroksil atau metoksi. Beberapa jenis antosianin dengan kombinasi gugus yang berbeda dapat dilihat pada (Tabel 4). Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula, jumlah satuan gula, dan letak ikatan gulanya. Molekul gula ini dapat mengganggu kestabilan molekul antosianin. Perbedaan struktur antosianin, yaitu pada bentuk terasilasi dan jenis kopigmen, menunjukkan stabilitas yang bagus dan memiliki kemampuan yang bagus untuk digunakan sebagai pewarna alami yang stabil (Jackman dan Smith, 1996).
R1
R2
R7
R3
R5
R4 R5
Gambar 1. Ion Flavilium, Struktur Dasar Antosianin (Jackman dan Smith, 1996)
10
Tabel 4. Beberapa Kelompok Utama Antosianin R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
Warna
Capesinidin
OCH3
OH
OCH3
OH
OCH3
H
OH
merah kebiruan
Delphinidin
OH
OH
OH
OH
OH
H
OH
ungu biru
Europinidin
OCH3
OH
OH
OH
OCH3
H
OH
merah kebiruan
Hirsutidin
OCH3
OH
OCH3
OH
OH
H
Malvidin
OCH3
OH
OCH3
OH
OH
H
OH
Ungu
OH
OH
OH
OH
OCH3
H
OH
merah kebiruan
Rosinidin
OCH3
OH
H
OH
OH
H
Triacetidin
OH
OH
OH
H
OH
H
Anthocyanin
Pulchellidin
OCH3 merah kebiruan
OCH3 Merah OH
Merah
Sumber: Jackman dan Smith (1996)
Sifat Fisik Sosis Daya Serap Air (DSA) Sosis Muchtadi dan Sugiono (1992), menyatakan bahwa daya serap air (DSA) menunjukan kemampuan daging untuk mengikat air bebas. Sifat ini sangat penting dalam pembuatan produk emulsi daging, seperti sosis dan bakso. Produk sosis dan bakso diperlukan DSA yang tinggi. Daya serap air dapat mempengaruhi mutu sosis. Daya serap air rendah pada pH isoelektrik protein antara 5,4-5,5. Daya serap air akan meningkat pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging. Daya serap air yang tinggi mengakibatkan sedikit air yang hilang selama proses pemasakan sosis, menyebabkan keempukan dan tekstur sosis menjadi lebih baik, sebaliknya daya serap air rendah menyebabkan rendemen sosis rendah dan teksturnya kurang baik (Soeparno, 2005). Menurut Melody et al. (2004), bahwa daya serap air dipengaruhi oleh kondisi pada saat postmortem. Nilai pH Sosis Salah satu faktor penting yang harus diketahui dalam semua produk pangan olahan khususnya produk olahan daging adalah pH. Nilai pH sosis dipengaruhi oleh
11
bahan-bahan yang digunakan, terutama pH daging yang digunakan. Nilai pH berpengaruh terhadap sifat-sifat produk yang dihasilkan, yaitu masa simpan, DMA, tekstur, stabilitas emulsi, kekenyalan, dan warna produk. Nilai pH dari suatu produk berkaitan dengan protein daging yang terlarut serta ikut mempengaruhi DMA dari suatu produksi emulsi. Nilai pH yang lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik dapat meningkatkan daya mengikat airnya (Soeparno, 2005). Kekenyalan Daging Faktor yang mempengaruhi kekenyalan daging digolongkan menjadi faktor antemortem (genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, dan umur) dan faktor postmortem (metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, dan pH daging). Bertambahnya penggunaan tapioka menjadikan sosis lebih kenyal (Gadiyaram dan Kannan, 2004). Menurut Moedjiharto (2003) pembentukan kekenyalan berkaitan dengan daya elastisitas dan berhubungan dengan kemampuan pengikatan air oleh pati dan kelarutan protein miosin, campuran dengan lemak, gula, garam, dan pati. Stabilitas Emulsi Stabilitas emulsi yang baik adalah yang memiliki nilai mendekati 100% artinya volume bagian yang terpisah semakin kecil sehingga sistem emulsi tersebut semakin stabil. Salah satu faktor penentu mutu sosis adalah stabilitas emulsi (Alexandra et al., 1999). Stabilitas emulsi sosis merupakan bentuk kemampuan dari protein dalam sosis untuk mempertahankan emulsi yang terbentuk. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengelmusi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi. Stabilitas Warna Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Hasil dari pengujian ini akan didapatkan nilai dari derajat kecerahan (L), tingkat kemerahan dan kehijauan (nilai a) dan tingkat kekuningan dan kebiruan (nilai b) (AOAC, 1995).
12
Sifat Kimia Sosis Kadar Air Kadar air merupakan komponen bahan makanan yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Semakin rendah kadar air suatu bahan pangan, maka semakin tinggi daya tahan bahan tersebut (Winarno, 2002). Menurut Aberle et al. (2001), kadar air sosis mempunyai kisaran nilai 45-50 persen dari berat akhir produk daging dan sebagian besar kadar air disumbang oleh daging yang digunakan. Kadar Protein Kadar protein suatu bahan makanan sering digunakan untuk menentukan mutu suatu bahan makanan (Winarno, 2002). Menurut Rompins (1998), kadar protein sosis dipengaruhi oleh jumlah dan jenis daging, dan jumlah dan jenis bahan pengisi dan pengikat yang ditambahkan. Kadar protein sosis menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995 yaitu minimum sebesar 13%. Kadar Lemak Lemak dalam bahan makanan dapat berfungsi sebagai penambah citarasa dan sumber kalori. Suhardjo dan Kusharto (1992) mengatakan bahwa sebanyak satu gram lemak menghasilkan sembilan kalori, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan empat kalori per gramnya. Menurut Soeparno (2005), kadar lemak mempengaruhi keempukan, juice daging dan kelezatan sosis. Kadar lemak sosis menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995 yaitu maksimal 25%. Kadar Abu Kadar abu suatu bahan pangan menunjukan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu sosis frankfurters sebesar 2,7% dan Bologna sebesar 3,3% (Golden et al., 2005). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995 kadar abu sosis yaitu maksimal 3%. Kadar Karbohidrat Kabohidrat merupakan salah satu sumber energi dalam tubuh. Karbohidrat dalam pembuatan produk makanan mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan seperti rasa, warna, dan tekstur (Winarno, 2002). 13
Menurut Golden et al. (2005) kadar karbohidrat sosis frankfurters sebesar 2,7%, sedangkan menurut Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI 01-3820-1995 kadar karbohidrat sosis yaitu maksimal 8%. Sifat Organoleptik Sifat mutu subjektif pangan disebut organoleptik atau indrawi karena penilaiannya menggunakan organ indra manusia. Kadang-kadang juga disebut sifat sensorik karena penilaiannya berdasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indra. Palatabilitas panelis dapat ditujukan melalui uji organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma, kekenyalan, dan tekstur (Soekarto, 1990). Menurut Soekarto (1990), tujuan dari uji hedonik atau uji kesukaan yaitu untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu secara umum, misalnya rasa, aroma, warna, dan tekstur. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan secara langsung. Kadang-kadang penilaian ini memberikan hasil yang sangat teliti.
14
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Pangan Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan April sampai Mei 2010. Materi Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging sapi dari bangsa Brahman Cross bagian gandik (Silver side) yang dibeli dari Pasar AnyarBogor, tepung tapioka, susu skim, minyak sayur, es batu, bawang bombay, bawang putih, Sodium Tripolyposphat (STPP), lada bubuk, pala bubuk, garam, akuades, jahe, ketumbar bubuk, penyedap rasa dan selongsong (casing), bahan tambahan alami; rosella bubuk (1%) dan angkak bubuk (0,75% dan 0,5%) dan bahan tambahan makanan (nitrit 0,0125%). Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua macam, yaitu peralatan untuk pembuatan sosis dan peralatan untuk analisis fisik dan kimia pada sosis. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sosis adalah alat penggiling daging sekaligus pencampur adonan (food processor), stuffer, termometer, kompor gas, timbangan digital, pisau, label, spatula, tali kasur, serta peralatan memasak, sedangkan peralatan yang dipergunakan untuk analisis fisik dan kimia meliputi Instron type 5542 (untuk uji kekenyalan), pH meter, tabung Sentrifuse, labu Kjelhdahl, tabung van Gulik, Penetrometer, Chromameter, labu ukur, penangas air, sentrifuse, waterbatch, tabung babcock, dan peralatan untuk uji organoleptik. Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan pada penelitian ini adalah sosis dengan kombinasi bubuk rosella dan angkak dengan taraf yang berbeda (1% : 0,75%) dan (1% : 0,5%) serta penggunaan nitrit 0,0125% sebagai kontrol, sebagai periode adalah waktu pembuatan (periode 1, 2, dan 3). Model matematika yang digunakan pada penelitian ini adalah : Yij = μ + αi + βj + εij
15
Keterangan : Yij = respon percobaan akibat pengaruh penambahan bubuk rosella dan angkak ke-i (kontrol dan bubuk rosella : angkak dengan taraf [(1% : 0,75% dan (1% : 0,5%)] pada periode ke-j (j = 1, 2, 3) μ
=
αi =
nilai tengah umum pengaruh perbandingan kombinasi bubuk rosella dan angkak level kei terhadap sosis
ε ij = pengaruh galat percobaan pada unit percobaan ke-i dalam kombinasi perlakuan ke-j. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Analysis of Variance = ANOVA), jika pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1997). Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan konsumen. Hasil penilaian oganoleptik dianalisis dengan metode non parametrik sesuai petunjuk Kruskal Wallis (Gasperz, 1989). Apabila hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji banding rataan ranking (multiple comparison of mean rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Rumus Gibbons : |Ri – Rj| ≤ [K (N+1)/6]0.01 Jika |Ri – Rj| lebih besar dari Z [K(N+1)/6]0.01, maka perbedaan Rid an Rj adalah nyata pada taraf α. Keterangan : K = jumlah level dalam perlakuan (1, 2, 3) N = jumlah total data (jumlah panelis x jumlah sampel) Ri = jumlah peringkat dalam contoh ke-i Rj = jumlah peringkat dalam contoh ke-j Z = nilai Z yang kemudian dicari pada tabel Z
16
Prosedur Pembuatan Rosela Bubuk dan Angkak Bubuk Pertama-tama kelopak bunga rosella yang telah kering digerus hingga halus seperti bubuk halus. Bubuk angkak diperoleh dari beras merah Cina yang telah difermentasi oleh bakteri Monascus purpureus. Perbandingan komposisi antara rosella dan angkak pada adonan sosis adalah sebesar 1% rosella bubuk dengan angkak bubuk 0,75% serta rosella bubuk 1% dengan angkak bubuk 0,5% dari bobot adonan. Proses Pembuatan Sosis Frankfurters Daging sapi segar bagian gandik dibersihkan dari bagian lemak, kemudian dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil. Daging yang sudah dipotong-potong kecil dimasukkan ke dalam food processor (kapasitas 5 kg) bersama dengan 1/3 bagian es batu, 3% garam, 10% lemak, dan 0,5% STPP, kemudian digiling hingga halus ± selama 1,5 menit, setelah itu, ditambahkan 10% susu skim, 5% minyak nabati, 1% bawang putih, 1% bawang bombay, 1% merica, 0,5% jahe, 0,4% ketumbar, 0,5% pala, 0,6% penyedap rasa, 25% tepung tapioka dan sisa es batu serta bahan tambahan (perlakuan) ke dalam adonan. Persentase bahan dapat dilihat pada (Tabel 5). Adonan kemudian dimasukkan ke dalam selongsong sosis dengan menggunakan stuffer. Sosis yang telah dimasukkan ke dalam selongsong diikat dengan tali agar adonan menjadi padat dan tidak keluar dari casing. Sosis kemudian direbus selama 45 menit pada suhu 65-70 oC. Proses pembuatan sosis dapat dilihat pada Gambar 2.
17
300 gram daging dibersihkan lemak permukaannya, dipotong kecil-kecil, kemudian dimasukkan ke dalam food processor Ditambahkan 25% es batu, lemak 10%, 3% garam dan 0.3% STPP Penggilingan 1 selama 90 detik
Ditambahkan 15% es batu, 25% tepung tapioka, 10% susu skim, 1% bawang putih, 0,5% merica, 0,5% jahe, 0,5% pala, 0,4% ketumbar, dan penyedap rasa 0,6%.
Penggilingan ke 2 selama 90 detik
Adonan dibuat dengan menambahkan bahan tambahan sebagai perlakuan. Perlakuan pertama (1% bubuk rosella dan 0,75% bubuk angkak), kedua (1% bubuk rosella dan 0,5% bubuk angkak), dan ketiga (bahan tambahan nitrit 0,0125%).
Adonan yang terbentuk dimasukkan ke dalam selongsong dengan menggunakan stuffer.
Perebusan sosis (65-70 oC selama 45 menit)
Analisa sifat fisik, kimia, dan uji organoleptik
Gambar 2. Skema Proses Pembuatan Sosis
18
Peubah yang Diamati Peubah yang diamati untuk mengetahui sifat fisik sosis yaitu pH, daya mengikat air, stabilitas emulsi, stabilitas warna dan kekenyalan. Sifat kimia sosis yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar karbohidrat. Penilaian Organoleptik dilakukan untuk mengetahui palatabilitas sosis meliputi : warna, rasa, aroma, tekstur, kekenyalan, dan penampakan umum. Tabel 5. Persentase Bahan-Bahan Sosis terhadap Berat Daging
Daging
Persentase (%) -
Total Penggunaan (gram) 1000
Lemak
10
100
Minyak
5
50
Susu Skim
10
100
Tapioka
25
250
Garam
3
30
STPP
0,5
5
Es
40
400
Bawang Putih
1
10
Bawang Bombay
1
10
Merica
1
10
Jahe
0,5
5
Pala
0,5
5
Ketumbar
0,4
4
Penyedap Rasa
0,6
6
Nama Bahan
Total Adonan
1985
Rosella
1
19,85
Angkak
0,75
14,89
Angkak
0,5
9,93
0,0125
0,25
Nitrit/ Sendawa
19
Nilai pH Sosis Sosis diukur dengan menggunakan pH-meter dikalibrasi dengan larutan buffer dengan nilai pH 7 dan 4. Sampel ditimbang 5 gram, kemudian ditambah aquades 50 ml, setelah itu sampel diblender selama satu menit, sampel dipindahkan ke dalam gelas ukur, pH-meter dicelupkan ke dalam sampel kira-kira 2-4 cm. Nilai pH diperoleh dengan membaca skala tersebut (AOAC, 1995). Stabilitas Warna (AOAC, 1995) Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Hasil dari pengujian ini akan didapatkan nilai dari derajat kecerahan (L), tingkat kemerahan dan kehijauan (nilai a) dan tingkat kekuningan dan kebiruan (nilai b). Nilai L berkisar antara 0 sampai 100 dan dinyatakan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai L. Nilai a mempunyai kisaran -80 sampai 100, dimana nilai negatif menunjukan warna hijau sedang nilai positif menunjukan warna merah. Nilai b mempunyai kisaran -80 sampai 70, dimana nilai positif menunjukan warna kekuningan sedang nilai negatif menunjukkan warna kebiruan. Stabilitas Emulsi (Sams, 2001) Metode yang digunakan merupakan modifikasi metode Paley Fat Bottle yaitu dengan tabung Babcock. Sampel berupa sosis dihancurkan, lalu ditimbang sebanyak 9 gram. Sampel dimasukkan ke dalam tabung, kemudian ditambahkan air hingga mencapai ¾ volume tabung. Setelah itu dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 85oC (selama 35 menit), kemudian di sentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm lalu ditambahkan air bersuhu 70oC hingga mencapai leher tabung dan dilakukan sentrifuse lagi selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan air lagi hingga lemak dapat dibaca dalam skala tabung sehingga volume dapa diketahui. Tabung kemudian disentrifuse lagi selama 1 menit. Jumlah lemak yang terlepas dibaca pada skala dan dinyatakan dalam ml. Stabilitas emulsi diindikasikan berdasarkan jumlah lemak yang terlepas, semakin tinggi volume lemak yang terlepas, maka kestabilan emulsi semakin rendah.
20
Kekenyalan Menurut (Wirakartakusumah, 1998) kekenyalan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Kekenyalan yang diuji adalah kekenyalan produk sosis. Pengukuran kekenyalan menggunakan alat Instron tipe 5542. Penekanan sosis dilakukan dua kali, penekanan pertama hanya sampai sosis tepat akan pecah, sensor pada alat akan bekerja dan menarik kembali penekanan secara otomatis, lalu dilakukan penekanan kedua, respon dari kekenyalan yang diperoleh diterapkan dalam bentuk grafik dengan skala. Nilai kekenyalan merupakan perbandingan nilai puncak grafik pertama dengan nilai puncak grafik kedua, satuan milimeter (mm). Rendemen Menurut (AOAC, 1995) nilai rendemen dianalisa untuk melihat efisiensi proses pembuatan sosis. Persentasi rendemen dihitung dengan menggunakan rumus: Rendemen = bobot produk olahan x 100% Bobot adonan Daya Serap Air (DSA) Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukan ke dalam tabung reaksi (tabung sentrifusi). Air sebanyak 10 ml ditambahkan, dikocok dengan vortex mixer, lalu didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, kemudian disentrifusi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Volume supernatan diukur dengan gelas ukur 10 ml. Air yang terserap dihitung yaitu selisih air mula-mula (10 ml) dengan volume supernatan yang dinyatakan dalam g/g dengan asumsi berat jenis air adalah 1 (g/ml) (Fardiaz et al., 1992). Pengujian Kadar Air (AOAC, 1995) Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 15 menit dan didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Sebanyak lima gram sampel dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama enam jam. Cawan yang berisi sampel yang telah dikeringkan selanjutnya dipindahkan ke dalam eksikator, lalu didinginkan kemudian ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut:
21
Kadar air (% bb) =
Berat air yang menguap (gram) × 100% Berat awal sampel (gram)
Pengujian Kadar Protein (AOAC, 1995) Kadar protein diukur dengan metode mikro Kjelhdahl, yaitu sebanyak 0,2 gram contoh sosis dibungkus dalam kertas saring yang telah diketahui beratnya kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjelhdahl 150 ml. Batu didih, selenium, serta 10 ml H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam labu dan didestruksi sampai fitrat jernih, umumnya selama 30 menit. Labu Kjelhdahl kemudian didiamkan sampai dingin dan ke dalam labu ditambahkan 110-120 ml aquades. Sebanyak 5 ml larutan tersebut ditambahkan 10 ml NaOH dan destilasi selama 5 menit., kemudian destilasi ditampung ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml brom kresol hijau, selanjutnya dilakukan titrasi dengan 0,01 N KH(IO3)2. Kadar protein dihitung dengan rumus : Kadar protein (% bb) =
(ml titran - ml blangko) x ab x 14 × 100% Berat contoh (gram)
Keterangan : a = faktor pengencer = 120 ml aquades yang ditambahkan 5 ml titran b = faktor konversi protein daging = 6,25 Kadar protein (% bk) =
100 x % bb Kadar Protein 100 - Kadar Air
Pengujian Kadar Lemak (AOAC, 1995) Mula-mula disiapkan kertas saring yang telah kering oven (gunakan kertas saring bebas lemak) lalu dibuat dalam bentuk selongsong. Sampel sekitar 2-5 gram dimasukan dalam selongsong lalu ditutup dengan kapas. Selongsong penyaring berisi sampel dimasukkan ke dalam alat soxhlet. Pelarut lemak (klorofom) sebanyak 100200 ml dimasukkan ke dalam labu didihnya. Ekstraksi dilakukan dengan menyalakan pemanas hot plate dan air pada bagian kondensornya dialirkan. Ekstraksi dilakukan selama lebih kurang 6 jam, setelah itu, selongsong yang berisi sampel yang telah diekstraksi diambil, kemudian dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC . Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak (titik didih lemak lebih besar dari 105 °C, sehingga tidak menguap dan tinggal di dalam wadah). Selongsong kemudian dimasukan ke dalam eksikator selama 15 menit. Lemak yang tinggal di dalam wadah dihitung beratnya. Kadar lemak dihitung dengan rumus :
22
Kadar lemak (% bb) =
Berat lemak (g) x 100% Berat sampel (g)
Kadar lemak (% bk) =
100 x % bb Kadar Lemak 100 - Kadar Air
Pengujian Kadar Abu (AOAC,1995) Mula-mula cawan porselen dikeringkan ke dalam oven selama 1 jam pada suhu 100°-105°C, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit. Sampel kering oven sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam cawan. Cawan kemudian dipanaskan dengan hot plate atau pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, lalu dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperatur 600-700°C dan dibiarkan beberapa lama sampai bahan berubah menjadi abu putih. Lama pembakaran sekitar 3-6 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit. Kadar abu (% bb) =
Berat abu (g) x 100% Berat sampel (g)
Kadar abu (% bk) =
100 x % bb Kadar Abu 100 - Kadar Air
Pengujian Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995) Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan rumus : Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - % kadar air - % kadar lemak - % kadar protein % kadar abu. Kadar karbohidrat (% bk) =
100 x % bb Kadar Karbohidrat 100 - Kadar Air
Uji Organoleptik (Soekarto, 1990) Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik atau kesukaan. Penelitian ini menggunakan 50 orang panelis yang diminta untuk menilai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sampel yang disajikan. Penilaian yang dilakukan meliputi warna, aroma, tekstur, kekenyalan, rasa, dan penampakan umum.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Daging merupakan produk pangan asal hewan yang memiliki kandungan gizi yang lengkap untuk kebutuhan manusia. Hal tersebut menyebabkan daging menjadi salah satu media yang sangat baik untuk perkembangan mikroorganisme, oleh karena itu diperlukan pengolahan lebih lanjut untuk tetap menjaga mutu daging itu sendiri. Sosis merupakan salah satu produk hasil olahan daging yang sangat populer di masyarakat. Hal ini dikarenakan sosis memiliki rasa yang lezat, tekstur yang kenyal dan warna yang menarik. Sosis dalam SNI 01-3820-1995 adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Menurut Cross dan Overby (1988), sosis frankfurters termasuk ke dalam kelompok sosis matang yaitu sosis yang dimasak setelah diformulasikan. Perbedaan sosis frankfurters yang dibuat dalam penelitian ini adalah penggunaan pewarna alami yaitu angkak dan rosella sebagai perlakuan dan nitrit serta pewarna buatan sebagai kontrol yang dapat dilihat pada Gambar 3.
a
b
c
d
Gambar 3. Sosis Frankfurters Perlakuan dan Kontrol Keterangan: a = Sosis Sapi dengan 1% Bubuk Rosella dan 0,75% Angkak b = Sosis Sapi dengan 1% Bubuk Rosella dan 0,5% Angkak c = Sosis Sapi dengan Pewarna Makanan Buatan (tidak dianalisis fisik dan kimia) d = Sosis Sapi dengan Nitrit
24
Pemilihan jenis daging merupakan langkah awal yang sangat menentukan produk akhir sosis. Jenis daging ini berhubungan pada saat proses pembuatan dari sosis itu sendiri. Perbedaan jenis daging ini dipengaruhi oleh banyaknya aktivitas yang dialami oleh otot tersebut. Perbedaan aktivitas ini akan berpengaruh pada pH dari daging tersebut yang tentunya akan berpengaruh pula pada hasil akhir dari produk sosis itu sendiri. Bila daging yang digunakan memiliki karakteristik yang memenuhi kriteria baik dan memiliki pH normal, maka akan dihasilkan sosis yang baik pula. Daging yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging has dalam (gandik/ silver side) yang sedikit mengandung lemak namun kaya akan protein daging. Nilai pH awal daging yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5,4. Hasil analisis sifat fisik sosis frankfurters dengan menggunakan kombinasi bubuk rosella dan angkak dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Sifat Fisik Sosis Frankfurters Perlakuan Peubah
Nitrit
1% Rosella :
1% Rosella :
(Kontrol)
0,75% Angkak
0,5% Angkak
pH
6,30 ± 0,11a
5,91 ± 0,09b
5,85 ± 0,10b
DSA (%)
12,50 ± 2,59a
12,00 ± 3,23a
9,33 ± 4,84b
Lemak yang Terlepas* (ml)
0,58 ± 0,20
0,83 ± 0,26
0,92 ± 0,20
Kekenyalan (%)
33,92 ± 8,75
49,76 ± 15,26
50,90 ± 12,83
Intensitas Warna Kecerahan (L) (%)
51,01 ± 0,68a
37,93 ± 1,67b
39,71 ± 2,42b
Intensitas Warna Merah (a) (%)
5,89 ± 0,56c
17,02 ± 1,58a
15,14 ± 0,98b
Intensitas Warna Kuning (b) (%)
16,59 ± 0,82a
10,02 ± 1,43b
10,38 ± 1,03b
Rendemen (%)
71,54 ± 4,10
72,74 ± 3,06
74,23 ± 1,42
Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris peubah yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). *Jumlah lemak yang terlepas tinggi menunjukan stabilitas emulsi rendah.
Nilai Rendemen Sosis Frankfurters Rendemen menunjukkan seberapa banyak bahan matang yang mampu dihasilkan dari bahan mentah yang telah mengalami proses pemasakan. Suatu produk yang telah mengalami proses pemasakan dapat mengalami penyusutan bobot. 25
Semakin tinggi rendemen yang dihasilkan menunjukkan rendahnya kehilangan yang terjadi selama proses pengolahan (Indriyani, 2007). Nilai rendemen dari sosis rosella dan angkak dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rataan rendemen pada sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi bubuk rosella dan angkak (1% : 0,75% dan 1% : 0,5%) serta nitrit adalah 72,84%. Nilai rendemen untuk masing-masing perlakuan adalah 72,74% ± 3,06 untuk sosis frankfurters dengan kombinasi rosella dan angkak (1% : 0,75%), sebesar 74,23%±1,42 untuk frankfurters dengan kombinasi rosella dan angkak (1% : 0,5%), dan 71,54% ± 4,10 untuk sosis menggunakan nitrit. Nilai rendemen pada sosis rosella dan angkak dengan konsentrasi yang berbeda sama dengan sosis kontrol (nitrit). Rendemen menurut Ockerman (1983), dapat dipengaruhi oleh penambahan garam dan STPP. Penambahan garam memperluas ruang antar filamen dalam protein miofibril dan miofibril akan mengembang setelah berikatan dengan air sehingga air dapat ditahan di dalam daging dan air yang dikeluarkan selama pengolahan dan pemasakan dalam jumlah sedikit. Penambahan fosfat juga mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan sehingga berpengaruh terhadap nilai rendemen (Indriyani, 2007). Penambahan garam dan STPP dalam pembuatan sosis ini tidak dibedakan pada semua perlakuan sehingga nilai rendemen yang didapatkan tidak berbeda pula. Sifat Fisik Sosis Frankfurters Nilai pH Sosis Frankfurters Nilai pH suatu produk merupakan faktor penting yang harus diketahui dalam semua produk pangan olahan khususnya produk olahan daging. Nilai pH sangat berpengaruh terhadap kualitas sosis yang dihasilkan, misalnya daya mengikat air (DMA), tekstur, stabilitas emulsi, kekenyalan, dan warna sosis (Abadi, 2004). Nilai pH sosis frankfurters pada kombinasi rosella : angkak dan nitrit dapat dilihat pada Tabel 6.
26
Nilai rataan pH pada sosis frankfurters dengan perlakuan kombinasi rosella dan angkak yang berbeda berkisar antara 5,85 - 5,91. Nilai pH ini masih termasuk ke dalam nilai kisaran menurut Rust (1987) yang menyatakan bahwa produk olahan daging seperti sosis memiliki nilai pH berkisar antara 5,8-6,2. Berdasarkan hasil penelitian Justiawan (1997) sosis dengan pewarnaan angkak dengan 2,5 gram angkak nilai pH nya adalah 6,06. Nilai pH yang didapatkan pada penelitian ini lebih rendah karena sosis dalam penelitian ini tidak hanya ditambahkan dengan angkak tetapi juga ditambah dengan rosella. Penambahan 1% rosella : 0,75% angkak dan 1% rosella : 0,5% angkak memiliki nilai pH yang tidak berbeda, namun lebih rendah (P<0,05) dibandingkan sosis kontrol (nitrit). Kombinasi angkak dan rosella dapat menggantikan penggunaan nitrit apabila dilihat dari nilai pH-nya dikarenakan nilai pH yang didapatkan berada diantara nilai kisaran untuk nilai pH produk olahan sosis menurut Rust (1987), yaitu antara 5,8-6,2. Hal ini dapat terjadi karena terdapat perbedaan sifat dari kedua jenis bahan tambahan alami ini. Rosella yang memiliki rasa asam memiliki nilai pH normal dibawah 7 sedangkan angkak yang berasa pahit memiliki sifat basa nilai pHnya diatas 7. Nilai pH yang didapatkan pada sosis yang mengalami perlakuan ini lebih cenderung pada pH asam dikarenakan kadar penambahan rosella yang lebih banyak dibandingkan dengan kadar penambahan angkak. Nilai pH menurut Abadi (2004) dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan, terutama pH daging yang digunakan. Daging yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pH ± 5,4. Bahan lain yang digunakan pada penelitian ini seperti rosella menurut Branen et al. (2002), antosianin sangat stabil pada pH rendah (2-4) dan berwarna merah, pada pH 4-6 antosianin berwarna ungu, pada pH 7-8 berwarna biru, dan kemudian berwarna kuning pada pH>8 dan angkak menurut Sutrisno (1987) pada pH 9,2 pigmen angkak paling stabil bila dibandingkan dengan pH 7 dan pH 3. Kombinasi antara dua bahan tersebut merupakan salah satu penyebab berpengaruhnya pH dalam hasil penelitian sosis frankfurters ini, karena keduanya saling menutupi dalam hal pH. Nilai Daya Serap Air (DSA) Sosis Frankfurters Daya serap air (DSA) menunjukan kemampuan daging untuk mengikat air bebas. Sifat ini sangat penting dalam pembuatan produk emulsi daging, seperti sosis
27
dan bakso. Produk sosis dan bakso diperlukan DSA yang tinggi (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Daya serap air dapat mempengaruhi mutu sosis. Daya serap air yang tinggi mengakibatkan sedikit air yang hilang selama proses pemasakan sosis, menyebabkan keempukan dan tekstur sosis menjadi lebih baik, sebaliknya daya serap air rendah menyebabkan rendemen sosis rendah dan teksturnya kurang baik (Soeparno, 2005). Nilai DSA sosis frankfurters pada kombinasi rosella:angkak dan nitrit terdapat pada Tabel 6. Nilai rataan DSA pada sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi bubuk rosella dan angkak (1% : 0,75% dan 1% : 0,5%) berkisar antara 9,33%-2,00% dan DSA sosis nitrit (kontrol) adalah 12,50%. Sosis dengan penambahan 1% rosella dan 0,75% angkak tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), namun nilai DSA-nya lebih rendah. Sosis 1% rosella dan 0,5% angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit) dan sosis 1% rosella dan 0,75% angkak. Tinggi dan rendahnya nilai DSA yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Daya mengikat air menurun dari pH tinggi sekitar 7-10 sampai pada pH titik isoelektrik protein-protein daging 5,0-5,1, pada pH isoelektrik ini protein daging tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya minimal. Nilai pH yang lebih tinggi dari pH isoelektrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi banyak ruang untuk molekul air (Soeparno, 2005). Nilai DSA sosis frankfurters dengan pemberian kombinasi rosella dan angkak (1% dan 0,75%) sebesar 12,00% ± 3,22, sedangkan pada pemberian kombinasi rosella dan angkak (1% dan 0,5%) sebesar 9,33% ± 4,84. Nilai DSA yang dimiliki oleh sosis frankfurters dengan menggunakan nitrit adalah 12,50% ± 2,59. Daya Mengikat Air (DSA) dipengaruhi oleh pH, pH yang lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging akan meningkatkan daya ikat air (Soeparno, 2005). Titik isoelektrik daging adalah 5,5 (Lawrie, 2003). Nilai DSA juga dipengaruhi dengan suhu pemasakan. Temperatur pemasakan yang tinggi menurut Christensen et al. (2000) dapat mempengaruhi nilai dan tingkat perubahan struktur protein pada daging. Protein sarkoplasmik hamper menurut Soeparno (2005), mengalami denaturasi sempurna pada temperatur 60 oC. Protein
28
yang terdenaturasi menyebabkan protein daging lebih terbuka dan banyak air bebas, sehingga akan menghasilkan DSA rendah. Nilai Lemak yang Terlepas pada Sosis Frankfurters Salah satu faktor penentu mutu sosis menurut Alexandra et al. (1999) adalah stabilitas emulsi. Kestabilan emulsi diukur dengan memberikan sentrifugasi pada produk sosis, dan kadar minyak yang terlepas menunjukkan nilai kestabilan emulsi sosis yang dihasilkan. Semakin tinggi jumlah minyak yang terlepas maka emulsi yang dihasilkan semakin tidak stabil dan mudah pecah, artinya stabilitas emulsi yang dihasilkan akan semakin rendah dan berpengaruh terhadap tekstur sosis. Jumlah lemak yang terlepas dari sosis dengan penambahan kombinasi rosella dan angkak dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rataan lemak yang terlepas pada sosis frankfurters dengan penambahan kombinasi bubuk rosella dan angkak (1% : 0,75% dan 1% : 0,5%) berkisar antara 0,83 - 0,92 ml dan nitrit (kontrol) sebesar 0,58 ml. Menurut Dianingtyas (2001) sosis hati sapi dengan penambahan angkak 0,5% dan 1% memiliki nilai stabilitas emulsi berturut-turut sebesar 0,22 dan 0,23 ml. Merujuk pada Dianingtyas (2001), stabilitas emulsi sosis frankfurters pada penelitian ini nilainya lebih rendah dibandingkan dengan nilai stabilitas emulsi sosis hati sapi dengan penambahan 0,5% dan 1% angkak, hal ini karena perbedaan bahan dasar yang digunakan dan kombinasi angkak dan rosella yang diberikan. Nilai lemak yang terlepas pada sosis frankfurters dengan pemberian kombinasi rosella dan angkak (1% dan 0,75%) sebesar 0,83 ml ± 0,26, sedangkan pada pemberian kombinasi rosella dan angkak (1% dan 0,5%) sebesar 0,92 ml ± 0,20. Nilai lemak yang terlepas yang dimiliki oleh sosis frankfurters dengan menggunakan nitrit adalah 0,78 ml ± 0,26. Menurut Soeparno (2005), stabilitas emulsi lemak dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi, ukuran partikel lemak, pH, jumlah dan tipe protein yang larut, dan viskositas emulsi, ditambahkan pula bahwa temperatur dan waktu proses yang berlebihan dapat merugikan pembentukan emulsi yang ada hubunganya dengan denaturasi protein yang larut, penurunan viskositas emulsi dan melelehnya partikel lemak. Nilai lemak yang terlepas yang cenderung rendah pada pemberian bubuk rosella dan angkak diduga disebabkan oleh perlakuan mekanik pada saat pengolahan,
29
yaitu pada saat penggilingan ataupun pada saat pemasakan. Stabilitas emulsi yang maksimum menurut Soeparno (2005) dicapai dengan pencacahan dan pelumatan pada suhu 3-11
o
C. Suhu saat penggilingan yang melebihi 11
o
C dapat
mengakibatkan emulsi mudah rusak. Suhu adonan yang terlalu tinggi akan menyebabkan kerusakan emulsi sehingga protein akan pecah dan tidak dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi (Soeparno, 2005). Nilai Kekenyalan Sosis Frankfurters Kekenyalan adalah sifat fisik produk dalam hal daya tahan untuk tidak pecah akibat gaya tekan. Nilai kekenyalan dari sosis dengan perlakuan kombinasi rosella dan angkak dapat dilihat pada Tabel 6. Sifat kenyal atau elastis merupakan sifat reologi pada produk pangan plastis yang bersifat deformasi. Sifat deformasi sendiri adalah kemampuan memulihkan titik-titik dalam suatu bahan pangan. Tingkat kekenyalan menunjukkan tekstur yang berhubungan dengan struktur otot daging dan jumlah air dalam sosis serta dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan pada proses pembuatan sosis (Soekarto, 1990). Tingkat kekenyalan ini juga akan sangat berpengaruh pada tingkat penerimaan konsumen terhadap produk sosis ini. Nilai kekenyalan sosis frankfurters berdasarkan (Tabel 6) pada sosis dengan konsentrasi penggunaan bubuk rosella 1% dan angkak 0,75% adalah 49,76%, sosis dengan konsentrasi bubuk rosella 1% dan angkak 0,5% sebesar 50,90%, dan nilai kekenyalan sosis kontrol (nitrit) adalah 33,92%. Penambahan kombinasi bubuk rosella dan angkak pada sosis penelitian ini tidak berbeda dengan kekenyalan sosis kontrol (nitrit), namun nilai kekenyalan sosis rosella dan angkak lebih tinggi dibandingkan
dengan
sosis
kontrol
(nitrit).
Menurut
Moedjiharto
(2003)
pembentukan kekenyalan berkaitan dengan daya elastisitas dan berhubungan dengan kemampuan pengikatan air oleh pati dan kelarutan protein miosin, campuran dengan lemak, gula, garam, dan pati. Gadiyaram dan Kannan (2004), menambahkan bahwa faktor yang mempengaruhi kekenyalan daging dapat digolongkan menjadi faktor antemortem (genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, dan umur) dan faktor postmortem (metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, dan pH daging).
30
Nilai Stabilitas Warna Sosis Frankfurters Warna suatu bahan pangan mempunyai peranan penting dalam penentuan mutu serta mempunyai daya tarik untuk konsumen sehingga konsumen dapat memberi kesan suka atau tidak suka dengan cepat. Warna pada produk makanan tertentu merupakan faktor penentu kerusakan serta petunjuk tingkat mutu dan pedoman proses pengolahan (Soekarto, 1990). 1) Intensitas kecerahan (Nilai L) sosis Frankfurters Nilai L menunjukan tingkat kecerahan pada produk. Parameter L mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam, semakin tinggi nilai L maka warna produk semakin cerah (Soekarto, 1990). Adapun nilai intensitas kecerahan sosis frankfurters rosella:angkak dapat dilihat pada Tabel 6. Sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,75% angkak mempunyai tingkat kecerahan paling rendah dibandingkan dengan sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,5% angkak yang masing-masing bernilai 37,93 dan 39,71, hal ini disebabkan penggunaan konsentrasi bubuk angkak yang digunakan lebih banyak pada sosis 1% rosella : 0,75% angkak. Kesan warna merah agak gelap yang dimunculkan lebih tampak dari angkak. Antosianin merupakan pigmen alami yang memberi warna merah pada kelopak bunga rosella (Kustyawati dan Ramli, 2008) dan angkak sendiri memiliki warna merah yang sedikit lebih gelap dari pada rosella. Nilai kecerahan (L) hasil penelitian Dianingtyas (2001) pada konsentrasi angkak 0,5% dan 1% adalah 5,83 dan 5,84 lebih rendah dibandingkan dengan nilai kecerahan (L) sosis rosella dan angkak, hal ini disebabkan oleh perbedaan bahan dasar yang digunakan, yaitu antara hati yang memiliki warna merah agak gelap dan daging gandik yang berwarna merah pucat. Hasil tingkat kecerahan (Nilai L) untuk sosis dengan pewarna buatan adalah 43,96. Nilai ini juga lebih rendah dibandingkan dengan nilai kecerahan sosis dengan penggunaan nitrit, namun lebih tinggi dibandingkan dengan sosis rosella dan angkak. 2) Intensitas warna merah (Nilai a) sosis Frankfurters Nilai a menunjukkan tingkat warna merah pada produk. Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. 31
Semakin tinggi nilai a, maka warna produk akan semakin merah. Nilai intensitas warna merah sosis frankfurters rosella : angkak dapat dilihat pada Tabel 6. Sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,75% angkak, 1% bubuk rosella : 0,5% angkak, dan sosis kontrol (nitrit) memiliki nilai intensitas warna merah (Nilai a) masing-masing sebesar 17,02, 15,14, dan 5,89. Sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,75% angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit) dan sosis 1% bubuk rosella : 0,5% angkak, namun nilai intensitas warna merahnya paling tinggi dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit) dan sosis 1% bubuk rosella : 0,5% angkak. Sosis 1% bubuk rosella : 0,5% angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), namun nilai intensitas warna merahnya lebih tinggi dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit). Sosis dengan pewarna makanan memiliki nilai intensitas warna merah (Nilai a) sebesar 25,93, dengan demikian sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,75% angkak memiliki intensitas warna merah lebih rendah dibandingkan dengan sosis dengan pewarna makanan, hal ini karena warna merah dari pewarna makanan itu sendiri berwarna merah cerah sedangkan pigmen warna merah yang berasal dari rosella dan angkak lebih berwarna merah tua. Hasil penelitian Justiawan (1997), warna merah sosis pada penggunaan angkak 2,5 gram adalah 11,31. Hasil penelitian Dianingtyas (2001), intensitas warna merah sosis hati dengan penambahan angkak 0,5% dan 1% masing-masing sebesar 15,47 dan 16,36. Intensitas warna merah sosis frankfurters dengan kombinasi rosella dan angkak yang dihasilkan pada penelitian ini nilainya lebih besar dibandingkan dengan sosis hasil penelitian Justiawan (1997) dan Dianingtyas (2001), hal ini karena penambahan campuran antara rosella dan angkak yang menghasilkan warna lebih merah. Perbedaan warna sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak dengan konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3. Warna merah yang dihasilkan dapat pula dipengaruhi oleh bahan dasar yang digunakan, seperti bagian daging sapi yang digunakan. Penelitian ini menggunakan daging sapi bagian gandik karena daging sapi bagian ini memiliki warna merah yang lebih pucat. Warna pucat tersebut disebabkan oleh rendahnya aktivitas otot pada bagian daging ini, oleh karena itu penggunaan daging bagian gandik pada pembuatan sosis dengan penambahan rosella dan angkak diharapkan dapat lebih memunculkan pewarnaannya. Pewarnaan sosis dengan menggunakan pewarna alami rosella dan
32
angkak, pada prinsipnya sama seperti zat pewarna lain yang dapat mewarnai suatu bahan. 3) Intensitas Warna Kuning (Nilai b) Sosis Frankfurters Nilai b menunjukkan intensitas warna kuning pada produk. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning. Semakin tinggi nilai b, semakin tinggi pula warna kuning pada produk sosis yang dihasilkan. Nilai intensitas warna kuning pada produk sosis frankfurters dapat dilihat pada Tabel 6. Sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,75% angkak, 1% bubuk rosella : 0,5% angkak, dan sosis kontrol (nitrit) memiliki nilai intensitas warna kuning (Nilai b) masing-masing sebesar 10,02, 10,38, dan 16,59. Intensitas warna kuning (Nilai b) pada sosis rosella dan angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), namun nilai intensitas warna kuning sosis rosella dan angkak lebih rendah dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit), hal ini disebabkan oleh pigmen warna merah tua yang berasal dari rosella dan angkak yang sangat mendominasi penampakan warna dari sosis yang dihasilkan. Intensitas warna kuning (Nilai b) pada sosis yang menggunakan pewarna makanan, yaitu sebesar 21,47, dengan demikian sosis dengan pewarna makanan memiliki intensitas warna kuning yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis rosella dan angkak. Sifat Kimia Sosis Frankfurters Selain sifat fisik yang tampak atau dapat dirasakan langsung oleh indera manusia, sifat kimia juga sangat penting untuk mengetahui kualitas dari produk yang dihasilkan. Sifat kimia sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak, tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), kecuali pada kadar abu. Sifat kimia yang dihasilkan mengacu pada SNI 01-3820-1995 tentang syarat mutu sosis. Hasil analisis sifat kimia sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak ini dapat dilihat pada (Tabel 7) yang dinyatakan dengan satuan persentase bobot basah dan bobot kering. Kadar Air Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan makanan tersebut. Kandungan air dapat dihitung sekitar 45-60 % dari berat akhir produk daging olahan. Sebagian besar kadar air pada
33
produk olahan daging menurut Aberle et al. (2001), berasal dari bahan baku utama yaitu daging. Kadar air dalam sosis juga dapat dipengaruhi oleh penambahan air dan bahan-bahan yang ditambahkan yang banyak mengandung air. Hasil rata-rata pengukuran terhadap kadar air sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Sifat Kimia Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah dan Bobot Kering Perlakuan
Peubah 1
2
3
(% bb) Kadar Air
64,62 ± 0,84
64,55 ± 1,13
64,59 ± 0,71
Kadar Abu
2,22 ± 0,21
1,95 ± 0,03
1,94 ± 0,06
Kadar Lemak
8,35 ± 2,59
6,53 ± 1,73
6,19 ± 3,66
Kadar Protein
15,49 ± 3,23
17,41 ± 0,84
18,13 ± 3,58
Kadar Karbohidrat
9,33 ± 2,59
9,57 ± 2,27
9,15 ± 2,73
(% bk) Kadar Abu
6,29 ± 0,73a
5,51 ± 0,15b
5,49 ± 0,23b
Kadar Lemak
23,47 ± 6,86
18,54 ± 5,37
17,54 ± 10,55
Kadar Protein
43,91 ± 9,85
49,13 ± 2,35
51,26 ± 10,37
Kadar Karbohidrat
26,33 ± 7,10
26,84 ± 5,46
25,71 ± 7,17
Keterangan : -
Superscript yang berbeda pada baris peubah yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). 1= Sosis kontrol (nitrit), 2= Sosis 1%Rosella : 0,75%Angkak, 3= Sosis 1%Rosella : 0,5%Angkak
Kadar air sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak pada penelitian ini memiliki rataan 64,55 - 64,59 dalam % bobot basah. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995, kadar air maksimal untuk sosis adalah 67%. Kadar air sendiri sangat berhubungan dengan nilai daya mengikat air dari produk tersebut. Kadar air ini juga sangat berpengaruh pada daya simpan yang akan berdampak pada perkembangan mikroorganisme. Nilai kadar air dari sosis dengan penambahan angkak dan rosella, masih dibawah batas maksimal dari nilai
34
yang ditetapkan SNI, hal ini berarti sosis yang dihasilkan memenuhi syarat mutu sosis. Kadar air sosis sangat erat hubungannya dengan jumlah air yang ditambahkan saat proses pembuatan sosis serta kemampuan pengikatan air oleh protein daging. Soeparno (2005) menyatakan bahwa tingkat pengikatan air yang tinggi akan mengurangi pelepasan air selama pemasakan, dengan demikian kadar air sosis akan tinggi, begitu pula sebaliknya. Menurut Smith (2001), retensi air merupakan kemampuan matriks protein untuk menahan air atau menyerap air yang ditambahkan karena pengaruh luar seperti pemasakan. Kemampuan mengikat air oleh protein ini juga dipengaruhi oleh pH dan temperatur. Kadar Abu Kadar abu suatu bahan pangan menunjukan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu sosis Frankfurters sebesar 2,7% dan Bologna sebesar 3,3 % (Golden et al., 2005). Kadar abu sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar abu sosis dapat menggambarkan total besarnya kandungan mineral garam yang terkandung di dalamnya. Garam merupakan bahan dengan kandungan abu paling tinggi dibandingkan dengan bahan lain yang digunakan oleh suatu produk olahan daging, dalam penelitian ini diberikan konsentrasi garam yang sama pada setiap perlakuan. Rataan kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 1,94 - 2,22 dalam % bobot basah, sedangkan berdasarkan bobot kering berkisar antara 5,49% – 5,51%. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995, kadar abu maksimal untuk sosis adalah 3 % dalam bobot basah, dengan begitu kadar abu dalam penelitian ini masih sesuai dengan syarat mutu sosis yang berlaku. Kadar abu sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,75% angkak dan 1% bubuk rosella : 0,5% angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), namun lebih rendah dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit), hal ini bisa dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang ada di dalam bahan nabati yang ditambahkan, seperti rosella dan angkak serta penggunaan garam. Menurut Winarno (2002), kadar abu dipengaruhi oleh persentase bahan organik, kadar pemakaian garam dalam makanan, kadar air, kadar protein daging, dan kadar lemak. Menurut Soeparno (2005) bahwa
35
daging yang mengandung lemak yang rendah maka relatif mengandung mineral yang tinggi. Daging gandik menurut Bahar (2003) memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu hanya di permukaannya saja, sehingga dapat dikatakan bahwa daging gandik relatif memiliki kandungan mineral yang tinggi. Nitrit sebagai garam sodium atau potasium mengandung kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan rosella dan angkak. Kadar Lemak Salah satu kriteria mutu sosis yang baik adalah kadar lemaknya yang rendah. Lemak dalam bahan makanan dapat berfungsi sebagai penambah citarasa dan sumber kalori (Suhardjo dan Kusharto, 1992). Menurut Soeparno (2005), kadar lemak mempengaruhi keempukan, juice daging dan kelezatan sosis. Kadar lemak sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar lemak sosis frankfurters dalam penelitian ini memiliki rataan 6,19 6,53 dalam % bobot basah, sedangkan berdasarkan bobot kering berkisar antara 17,54% – 18,54%. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 013820-1995, kadar lemak maksimal untuk sosis adalah 25% dalam bobot basah, dengan demikian kadar lemak dalam penelitian ini masih berada di bawah syarat mutu maksimal lemak sosis yang ditetapkan. Lemak pada produk sosis disumbangkan dari lemak daging serta dari penambahan lemak/ minyak pada saat pembuatan sosis dan dalam penelitian ini menggunakan daging bagian gandik yang memiliki kandungan lemak yang lebih sedikit serta dilakukan proses pembuangan lemak sebelum daging dicacah. Penambahan 1% rosella : 0,75% angkak dan 1% rosella : 0,5% memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap kadar lemak sosis kontrol (nitrit), namun nilai kadar lemak sosis rosella dan angkak lebih rendah dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit), baik dalam persentase bobot basah maupun pada bobot kering. Kadar lemak sangat berpengaruh terhadap stabilitas emulsi yang terjadi. Kandungan lemak yang rendah menyebabkan protein daging sebagai bahan pengelmusi dapat menyelubungi lemak dengan baik.
36
Kadar Protein Kadar protein suatu bahan makanan sering digunakan untuk menentukan mutu suatu bahan makanan (Winarno, 2002). Menurut Rompins (1998), kadar protein sosis dipengaruhi oleh jumlah dan jenis daging, dan jumlah dan jenis bahan pengisi dan pengikat yang ditambahkan. Protein dalam produk sosis berfungsi sebagai emulsifier. Kadar protein sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain sebagai sumber energi, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur. Kandungan protein pada produk akhir yang dihasilkan tentu saja berpengaruh terhadap kualitas produk terutama sosis sebagai produk daging yang banyak mengandung protein. Sosis yang bermutu tinggi memiliki kandungan protein yang tinggi. Rataan kadar protein yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 15,49 18,13 dalam % bobot basah, sedangkan berdasarkan bobot kering berkisar antara 43,91% – 51,26%. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 013820-1995, kadar protein minimal untuk sosis adalah 13% dalam bobot basah, dengan demikian kadar protein yang dihasilkan dalam penelitian ini berada di atas syarat minimal mutu sosis yang berlaku. Penambahan 1% rosella : 0,75% angkak dan 1% rosella : 0,5% memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap kadar protein sosis kontrol (nitrit), namun lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein sosis kontrol (nitrit). Protein terutama protein daging pada sosis mempunyai dua fungsi utama yaitu menyelimuti lemak yang ditambahkan serta mengikat air. Kemampuan dan kecukupan protein sangat berpengaruh terhadap stabilitas emulsi produk yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar protein yang dihasilkan, maka dapat meningkatkan stabilitas emulsi sosis frankfurters karena protein sebagai emulsifier, dapat menyelubungi lemak dengan baik (Soeparno, 2005). Kadar Karbohidrat Kabohidrat merupakan salah satu sumber energi dalam tubuh. Karbohidrat dalam pembuatan produk makanan mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan seperti rasa, warna, dan tekstur (Winarno, 2002).
37
Kadar karbohidrat sosis frankfurters dengan penambahan rosella dan angkak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Rataan kadar karbohidrat dalam penelitian ini adalah 9,15 - 9,57 dalam % bobot basah, sedangkan berdasarkan bobot kering berkisar antara 25,71% - 26,84%. Sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,75% angkak, 1% bubuk rosella : 0,5% angkak memberikan pengaruh yang tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,5% angkak memiliki kadar karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995, kadar karbohidrat untuk sosis adalah maksimal 8% bobot basah, dengan demikian kadar karbohidrat dalam penelitian ini berada di atas batas maksimal syarat mutu sosis yang ditetapkan. Kadar karbohidrat dapat juga dipengaruhi oleh penggunaan tepung tapioka di dalam adonan sosis, karena tapioka merupakan sumber karbohidrat yang cukup tinggi dengan kandungan karbohidrat 86,9 g dalam 100 g bahan (Direktorat Gizi, 1995). Uji Organoleptik Sifat mutu subjektif pangan disebut organoleptik atau indrawi karena penilaiannya menggunakan organ indra manusia. Kadang-kadang juga disebut sifat sensorik karena penilaiannya berdasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indra. Palatabilitas panelis dapat ditujukan melalui uji organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma, kekenyalan, dan tekstur (Soekarto, 1990). Uji organoleptik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji hedonik. Tujuan dari uji hedonik atau uji kesukaan yaitu untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu secara umum, misalnya rasa, aroma, warna, dan tekstur. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan secara langsung. Kadang-kadang penilaian ini memberikan hasil yang sangat teliti (Soekarto, 1990). Uji hedonik dalam penelitian ini menggunakan 50 orang panelis semi terlatih. Parameter yang dinilai adalah warna, rasa, aroma, tekstur, kekenyalan, dan penampakan umum. Skor nilai kesukaan dimulai dari nilai 1 (sangat tidak suka) sampai nilai 5 (sangat suka). Hasil uji hedonik sosis frankfurters dapat dilihat pada (Tabel 8) untuk nilai rataan dan (Tabel 9) untuk nilai modusnya.
38
Tabel 8. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Frankfurters dengan Perlakuan Kombinasi Rosella dan Angkak yang Berbeda Perlakuan Penilaian
Nitrit (Kontrol)
1% Rosella: 0,75% Angkak
1% Rosella: 0,5% Angkak
Warna
3,2
3,4
3,0
Pewarna Makanan* 3,5
Aroma
3,5
3,4
3,6
3,5
Tekstur
3,8a
3,0b
3,0b
4a
Kekenyalan
3,5a
2,8b
2,9b
4a
Rasa
3,7ab
3,1bc
3,0c
4a
Penampakan umum
3,5ab
3,3ab
3,0b
4a
Keterangan :
-
1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= netral, 4= suka, 5= sangat suka Superscript yang berbeda pada baris parameter yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) * Sebagai pembanding, tidak dianalisis nutrisi/ kimia
Tabel 9. Nilai Modus Uji Hedonik Sosis Frankfurters dengan Perlakuan Kombinasi Rosella dan Angkak yang Berbeda Perlakuan Penilaian Warna
Nitrit (Kontrol) 3
1% Rosella: 0,75% Angkak 4
1% Rosella: 0,5% Angkak 4
Pewarna Makanan* 4
Aroma
4
4
4
4
Tekstur
4
2
2
4
Kekenyalan
4
2
2
4
Rasa
4
3
4
4
Penampakan umum
4
3
3
4
Keterangan :
- 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= netral, 4= suka, 5= sangat suka - * Sebagai pembanding, tidak dianalisis nutrisi/ kimia
Warna Warna suatu bahan pangan mempunyai peranan penting dalam penentuan mutu serta mempunyai daya tarik untuk konsumen sehingga konsumen dapat memberi kesan suka atau tidak suka dengan cepat (Soekarto dan Hubies, 1993). Warna sosis dapat dipengaruhi oleh jenis daging yang digunakan. Menurut Soeparno (2005), faktor yang mempengaruhi warna daging adalah pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres, pH, dan oksigen. Faktor-faktor ini 39
dapat mempengaruhi penentu utama warna daging, yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Nilai rata-rata penilaian warna pada uji hedonik sosis rosella dan angkak, yaitu antara 3,0 - 3,4 dan sosis kontrol (nitrit) 3,2. Sosis dengan penambahan rosella dan angkak yang berbeda terhadap warna tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit) dan juga sosis pembanding (pewarna makanan), namun warna sosis rosella dan angkak lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit). Aroma Aroma suatu produk dapat dinilai dengan cara pembauan. Pembauan disebut juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enak makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh (Soekarto dan Hubies, 1993). Menurut Winarno (2002), aroma produk daging olahan dapat dipengaruhi oleh jenis, lama, dan temperatur pemasakan, selain itu aroma produk olahan daging juga dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan dan pemasakan produk olahan daging terutama bumbunya. Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ini memiliki bau yang khas, seperti lada putih, jahe, ketumbar, pala, bawang putih, dan bawang bombay. Nilai rata-rata penilaian aroma sosis adalah antara 3,4 - 3,6 untuk sosis rosella dan angkak dan 3,5 untuk sosis kontrol (nitrit). Aroma sosis dengan penambahan bubuk rosella dan angkak (P<0,05) tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit) dan juga sosis pembanding (pewarna makanan), namun aroma sosis rosella dan angkak disukai oleh panelis. Tekstur Tekstur merupakan halus atau tidaknya suatu irisan pada saat disentuh dengan jari oleh panelis. Aspek yang dinilai pada kriteria tekstur adalah kasar serta halusnya produk yang dihasilkan. Tekstur suatu bahan makanan dapat dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jenis jumlah karbohidrat, serta protein (Fardiaz et al., 1992). Nilai rata-rata untuk penilaian tekstur sosis 1% rosella : 0,75% angkak dan sosis 1% rosella : 0,5% angkak adalah 3,0 dan 3,8 untuk sosis kontrol (nitrit). 40
Tekstur sosis rosella dan angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit) dan juga sosis pembanding (pewarna makanan), namun tekstur sosis rosela dan angkak tidak disukai dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit) dan juga sosis pembanding (pewarna makanan), hal ini mungkin disebabkan oleh penambahan rosella dan angkak sebagai bahan tambahan alami yang menghasilkan tekstur yang tidak seperti sosis komersil yang ada dipasaran seperti dengan menggunakan nitrit. Sosis kontrol (nitrit) memiliki tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan sosis dengan penambahan rosella dan angkak. Kekenyalan Kekenyalan adalah sifat fisik produk dalam hal daya tahan untuk tidak pecah akibat gaya tekan. Sifat kenyal atau elastis merupakan sifat reologi pada produk pangan plastis yang bersifat deformasi. Tingkat kekenyalan menunjukan tekstur yang berhubungan dengan struktur otot daging dan jumlah air dalam sosis serta dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan pada proses pembuatan sosis (Soekarto, 1990). Nilai rata-rata kekenyalan sosis frankfurters untuk sosis rosella dan angkak berkisar antara 2,8 - 2,9 dan nilai rataan kekenyalan sosis kontrol (nitrit) adalah 3,5. Kekenyalan untuk sosis dengan penambahan 1% rosella : 0,75% angkak tidak berbeda dengan sosis 1% rosella : 0,5% angkak, namun berbeda dan lebih rendah dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit) dan juga sosis pembanding (pewarna makanan). Kekenyalan sosis rosella dan angkak tidak disukai dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit) dan sosis pembanding (pewarna makanan). Rasa Rasa merupakan salah satu faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Indra yang berperan dalam menentukan rasa adalah indra pencicip yang dapat membedakan empat rasa utama yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 2002). Rasa sosis juga dipengaruhi oleh daging yang digunakan, bumbu-bumbu, dan bahan-bahan yang ditambahkan selama pengolahan. Pemberian bumbu-bumbu dan kombinasi rosella dan angkak memberikan rasa yang khas pada sosis yang 41
dihasilkan. Nilai rata-rata rasa berkisar antara 3,0 – 3,1 untuk sosis rosella dan angkak dan 3,7 untuk sosis kontrol (nitrit). Sosis dengan penambahan 1% rosella : 0,5% angkak tidak berbeda dengan sosis 1% rosella : 0,75% angkak, namun lebih disukai dibandingkan dengan sosis 1% rosella : 0,75% angkak. Sosis dengan penambahan 1% rosella : 0,5% angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), sedangkan sosis 1% rosella : 0,75% angkak tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit). Penampakan Umum Penampakan umum merupakan pertimbangan terakhir konsumen dalam menerima suatu produk baru. Penampakan umum merupakan kesimpulan dari beberapa faktor yang saling mempengaruhi dan sulit dipisahkan satu sama lain, seperti warna, aroma, tekstur, dan rasa (Soekarto dan Hubies, 1993). Nilai rata-rata penampakan umum sosis dengan penambahan 1% rosella : 0,5% angkak dan sosis 1% rosella : 0,5% angkak masing-masing adalah 3,0 dan 3,3. Penilaian penampakan umum untuk sosis dengan penambahan 1% rosella : 0,75% angkak tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), namun panelis lebih menyukai penampakan umum sosis kontrol (nitrit) dibandingkan dengan sosis 1% rosella : 0,75% angkak. Sosis 1% rosella : 0,5% angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), namun panelis lebih menyukai penampakan umum sosis kontrol (nitrit) dan sosis pembanding (pewarna makanan) dibandingkan dengan sosis 1% rosella : 0,5% angkak, hal ini mungkin disebabkan oleh faktor produk baru dan produk lama yang sudah biasa dikonsumsi dan dijumpai oleh panelis.
42
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kualitas fisik sosis nitrit lebih baik daripada sosis angkak dan rosella untuk kualitas pH dan DSA, namun untuk kualitas warna merah, sosis angkak dan rosella lebih baik dibandingkan dengan sosis nitrit. Angkak dan rosella dapat dijadikan sebagai pewarna sosis. Sifat kimia sosis rosella dan angkak tidak berbeda dengan sosis nitrit, kecuali pada kadar abu. Penerimaan panelis tidak berbeda antara sosis nitrit dan sosis rosella : angkak (1% rosella : 0,75% angkak dan 1% rosella : 0,5% angkak) terhadap warna dan aroma. Panelis lebih menyukai rasa sosis 1% rosella : 0,5% angkak dibandingkan dengan sosis 1% rosella : 0,75% angkak. Subtitusi rosella dan angkak yang terbaik adalah pada kombinasi 1% rosella : 0,5% angkak. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada pembuatan sosis frankfurters dengan menggunakan rosella dan angkak untuk mendapatkan sifat fisik dan kimia yang lebih baik.
43
UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahirrahmanirrohim Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat hidayah dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis Frankfurters dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Program Mayor Produksi Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: Ayah dan ibu tercinta yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya, kakak (Oke Haril Suryadi, ST.), kedua adikku M. Rizki Oktarlis Setia Budi dan Rama Sanjaya, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan yang tiada henti selama penulis menjalani kuliah hingga penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih kepada Ibu Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. selaku dosen pembimbing utama dan bapak Bramada Winiar Putra, S.Pt. selaku dosen pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran saat memberikan bimbingan dan masukan selama berlangsungnya penelitian dan penulisan skripsi ini. Dr. Ir. Rarah Ratih Adji Maheswari, DEA selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan nasehat yang sangat berguna kepada penulis selama perkuliahan. Ir. Hj. Komariah, M.Si., Ir. Lilis Khotijah, M.Si. dan Ir. Lucia Cyrilla, M.Si. selaku dosen penguji Ujian Akhir Sarjana saya yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan perbaikan pada penulisan skripsi saya, serta Bapak/ Ibu dosen panitia seminar dan panitia sidang yang telah membantu pelaksanaan dan perbaikan proposal penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf akademik Departemen IPTP dan INTP Fakultas Peternakan, IPB yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas
44
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih kepada Edit Lesa Aditia, S.Pt., Dudi Firmansyah, S.Pt. dan seluruh teknisi Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan IPB yang telah membantu terlaksananya penelitian. Pak Taufik sebagai teknisi Laboratorium Pangan Pusat Antar Universitas (PAU) IPB yang telah membantu selama penelitian. Ucapan terima kasih kepada teman satu tim penelitian (Amalia M. S. S dan Jacobus Glen), dan Nurrul Hikmah yang telah membantu dan menemani selama penelitian. Keluarga besar IPTP 43 terima kasih atas dukungan, kekompakan dan kekeluargaan yang telah diberikan selama menimba ilmu di Fakultas Peternakan ini. Rayogi Suryantoro yang senantiasa memberikan dukungan dan bantuan baik waktu dan tenaga selama pelaksanaan penelitian, penulisan proposal dan skripsi. Temanteman satu kos R-Z (Lana, Minal, Eli, Kak Umi, Ika, Nurma, Nurrul, Anna, dan Erika) yang senantiasa memberikan semangat dan lingkungan yang kondusif selama penulisan skripsi, serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tulisan ini, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf jika ada hal yang kurang berkenan dalam penulisan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010 Penulis
45
DAFTAR PUSTAKA Abadi, A. 2004. Sifat fisik dan organoleptik sosis daging sapi dengan kombinasi minyak jagung dan wortel (Daucus Carota L.) yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aberle, E. D., Forrest J. C, Gerral D. E & Mills E. W. 2001. Principle of Meat Science. Fourth Ed. Kendall/Hunt Publishing Company, America. Alexandra, T., S. S. Kismono., & E. B. Laconi. 1999. Stabilitas emulsi dan pertambahan mikroba sosis ayam pada berbagai lama curing di suhu kamar selama penyimpanan dingin. Jurnal Media Peternakan. 22 (1): 25-32. AOAC. 1995. Official Method of Analysis. Association of Analytical Chemist, Washington D.C. Argonne National Laboratory, EVS. Nitrate and Nitrite. Human Health Fact Sheet.. 2005. Available from: http://www.epa.gov/OGWDW/dwh/c-ioc/nitrates.html. [25 Februari 2010] Bahar, B. 2003. Panduan Praktek Memilih Produk Daging Sapi. Penerbit: PT.Gramedia Pustaka, Jakarta. Branen, A. L., P. M. Davidson., S. Salminen & J. H. Thorngate. 2002. Food Additives Second Edition. Marcel Dekker Inc., New York. Buckle, K. A., R. A.Edward., G. H. Fleet & M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Christensen, M., P. Purslow & L. M. Larsen. 2000. The Effect of cooking temperature on mechanical properties of whole meat, single muscle fibres and perimysial connective tissue. J. Meat Sci. 55: 301-307. Cross, H.R & A.j. Overby. 1988. Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Sci. Publ. B. V., Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo. De Freitas, Z., J. G. Sebranek, D. G. Olson & J. M. Carr. 1997. Freeze or thaw stability of cooked pork sausage as affected by salt, phosphate, pH and caragenan. J. Food Sci. 62 : 551. Dewan Standarisasi Nasional Indonesia. 1995. Syarat Mutu Sosis. SNI 01-02221995. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional Indonesia. 1995. Sosis Daging. SNI 01-3820-1995. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dewan Standarisasi Indonesia. 1995. Daging Sapi/Kerbau SNI 01-3947-1995. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dianingtyas, E. 2001. Sifat fisik dan daya terima sosis hati sapi dengan penggunaan pigmen angkak sebagai pewarna alami. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Direktorat Gizi. 1995. Daftar komposisi bahan makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
46
Effie. 1980. Pembuatan sosis ikan cucut (Centroscymus coelolepsi). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fabre, C. E., A.L. Santerre, M.O. Loret, R. Baberian, A. Oareileux, G. Gomma & P.J Blanc. 1993. Production and food application of the red pigments of Monascus rubber. J. Food Sci. 58: 1099-1102. Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. W. Hariantono & N. L. Puspita. 1992. Teknik analisis sifat kimia dan fungsional komponen pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gadiyaram, K. M. & G. Kannan. 2004. Comparison of textural properties of low-fat chevon, beef, pork, and mixed-meat sausage. J. Animal Sci. 34 (1) : 212-214. Gaman, P. M. & K. B Sherrington. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Terjemahan; M. Gardjito, S. Naruki, Murdiati, & Sardjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gaspersz, V. 1989. Metode Perancangan. CV Armico, Bandung. Gibbons, J. D. 1975. Non Parametric Methods for Quantitive Analysis. Alabama. Golden, D. A., M. J. Loessner., & J. M. Jay. 2005. Modern food microbiology. 7th edition. Springer, New York. Gradinaru, G., C. G. Biliaderis, S. Kallithraka, P. Kefalas, & C. G. Viguera. 2003. Thermal stability of Hibiscus sabdariffa L. Anthocyanins in solution and solid state: effects of copigmentation and glass transition. J. Food Sci. 83: 432-436. Hui, Y. H., W. K. Nip, R. W. Rogers, & O. A. Young. 2001. Meat Science and Applications. Marcel Dekker Inc., USA. Indriyani, B. 2007. Karakteristik sosis sapi dengan menggunakan bahan dasar tepung daging sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jackman, R. L. & J. L. Smith. 1996. Anthocyanins and Betalains. Di dalam: Hendry, G. A. F. & J. D. Houghton (eds). Natural Food Colorants. Blackie Academic and Professional, London. Justiawan, R. M. 1997. Pemanfaatan pigmen angkak untuk subtitusi nitrit dalam pembuatan sosis daging sapi dan pengaruhnya terhadap Bacillus stearothermophillus. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kustyawati, M. E. & S. Ramli. 2008. Pemanfaatan hasil tanaman hias rosella sebagai bahan minuman. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II; (VIII) : 127-135, 17-18 Nov 2008. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Lampung. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Markakis, P. 1982. Anthocyanin as food additives. Di dalam: Anthocyanins as food colors. Academic Press, New York.
47
Maryani, H. & L. Kristiana. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosella. Agromedia Pustaka, Surabaya. Melody, J. L., S. M. Lonergan, L. J. Rowe, T. W. Huiatt, M. S. Mayes & E. HuffLonergan. 2004. Early postmortem biochemical factors influence tenderness and water-holding capacity of three porcine muscles. J. Animal Sci. 82:11951205. Moedjiharto, T. J. 2003. Evaluasi fisikokimia sosis tempe-dumbo. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 16 (2) : 164-168. Muchtadi, T. R. & Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10th Edition. Dept. of Animal Science. The Ohio State University and The Ohio Agricultural Research and Development Centre, Ohio. Pearson, A. M. & F. M. Tauber. 1984. Processed Meat. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, CT. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/ PER/ IX/ 88. 1988. Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Permana, D. R., S. Marzuki, & D. Tisnadjaja. 2004. Analisis kualitas produk fermentasi beras (Red Fermented Rice) dengan Monascus purpureus 3090. Biodiversitas. 5 (1) : 7-12. Romans, J. R., W. J. Costello, C. W. Carlson, M. L. Greaser & K. W. Jones. 1994. The Meat We Eat. 13th Edition. Interstate Publishers Inc., Illinois. Rompins, J. E. G. 1998. Pengaruh kombinasi bahan pengikat dan bahan pengisi terhadap sifat fisik kimia serta palatabilitas sosis sapi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rust, R. E. 1987. Sausage Products. In: Price and B.S. Scheiwegert. 1987. The Science of Meat and Meat Products. W. H. Freeman and Company, San Fransisco. Sams, A. R. 2001. Poultry Meat Processing. CRC Press, New York. Smith, A. R. 2001. Functional Properties of Muscle Protein In Processed Poultry Product. In: Poultry Meat Processing. CRC Press, New York. Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Soekarto, S. T. & M. Hubies. 1993. Metode Penelitian Indrawi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1997. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan. B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
48
Suhardjo & C. M. Kusharto. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutrisno, A.D. 1987. Pembuatan dan peningkatan kualitas zat warna merah alami yang dihasilkan oleh Monascus purpureus sp.di dalam : Risalah Seminar Bahan Tambahan Kimiawi, Fardiaz, S., Dewanti, R. & Budiyanto, S. Jakarta, Indonesia. Oktober 3-4. 1986. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wirakartakusumah, M. A. 1998. Aplikasi Instron UTM-5542. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor Wong, H. C. & P. E. Koehler. 1981. Mutant of Monascus pigment production. J. Food Sci. 46: 956-957. Xiong, Y. L. & W. B. Mikel. 2001. Meat and Meat Products. Dalam: Hui, Y. H., W. K. Nip, R. W. Rogers, & O. A. Young. Meat Science and Aplications. Marcel Dekker Inc., USA.
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Nilai pH Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 0,740 0,127 0,027 0,894
KT 0,370 0,063 0,002
Fhit 176,86 30,28
P 0,00** 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 2. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai pH Sosis Frankfurters PERLAKUAN nitrit 1% Rosella : 0,75% Angkak 1% Rosella : 0,5% Angkak
Rataan 6.0000 5.1667 5.0000
Homogeneous Groups A B B
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Daya Mengikat Air (DMA) Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 34,778 174,111 28,722 237,611
KT 17,389 87,056 2,209
Fhit 7,87 39,40
P 0,01* 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01) * = berpengaruh nyata (P<0,05)
Lampiran 4. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai DMA Sosis Frankfurters PERLAKUAN nitrit 1% Rosella : 0,75% Angkak 1% Rosella : 0,5% Angkak
Rataan 12.500 12.000 9.333
Homogeneous Groups A A B
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Emulsi Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 0,361 0,028 0,722 1,111
KT 0,181 0,014 0,056
Fhit 3,25 0,25
P 0,07 0,78
51
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Kekenyalan Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 1081,500 467,800 1902,300 3451,500
KT 540,700 233,900 146,300
Fhit 3,70 1,60
P 0,054 0,240
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna Kecerahan (L) Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 603,950 28,390 17,220 649,560
KT 301,980 14,190 1,320
Fhit 227,98 10,72
P 0,00** 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 8. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas Warna Kecerahan (L) Sosis Frankfurters PERLAKUAN nitrit 1% Rosella : 0,5% Angkak 1% Rosella : 0,75% Angkak
Rataan 50.500 39.333 37.500
Homogeneous Groups A B B
Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna Merah (a) Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 426,050 8,070 10,780 444,890
KT 213,020 4,040 0,830
Fhit 257,01 4,87
P 0,00** 0,03*
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01) * = berpengaruh nyata (P<0,05)
Lampiran 10. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas Warna Merah (a) Sosis Frankfurters PERLAKUAN 1% Rosella : 0,75% Angkak 1% Rosella : 0,5% Angkak nitrit
Rataan 16.833 14.333 5.667
Homogeneous Groups A B C
52
Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna Kuning (b) Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 163,455 16,641 2,290 182,385
KT 81,727 8,320 0,176
Fhit 463,99 47,24
P 0,00** 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 12. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas Warna Kuning (b) Sosis Frankfurters PERLAKUAN nitrit 1% Rosella : 0,5% Angkak 1% Rosella : 0,75% Angkak
Rataan 16.000 10.000 9.500
Homogeneous Groups A B B
Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Rendemen Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 4 8
JK 10,900 5,170 51,220 67,290
KT 5,450 2,580 12,810
Fhit 0,43 0,20
P 0,68 0,83
Lampiran 14. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sosis Frankfurters SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 0,013 8,561 3,920 12,494
KT 0,007 4,281 0,302
Fhit 0,02 14,20
P 0,98 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam Kadar Protein Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 22,432 69,810 50,046 142,288
KT 11,216 34,905 3,850
Fhit 2,91 9,07
P 0,09 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
53
Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam Kadar Protein Sosis Frankfurters dalam Bobot Kering SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 171,340 731,330 318,870 1221,550
KT 85,670 365,670 24,53
Fhit 3,49 14,91
P 0,06 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 17. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 16,234 78,041 37,348 131,623
KT 8,117 39,021 2,873
Fhit 2,83 13,58
P 0,10 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 18. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Sosis Frankfurters dalam Bobot Kering SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 120,990 622,770 313,410 1057,170
KT 60,500 311,390 24,110
Fhit 2,51 12,92
P 0,12 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 19. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 0,301 0,112 0,123 0,536
KT 0,150 0,056 0,009
Fhit 15,92 5,93
P 0,00** 0,02*
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01) * = berpengaruh nyata (P<0,05)
54
Lampiran 20. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Sosis Frankfurters dalam Bobot Kering SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 2,508 1,859 1,172 5,539
KT 1,254 0,930 1,090
Fhit 13,91 10,31
P 0,00** 0,00
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 21. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 0,533 95,092 1,577 97,202
KT 0,266 47,546 0,121
Fhit 2,20 391,87
P 0,15 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 22. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Sosis Frankfurters dalam Bobot Kering SK Perlakuan Periode Galat Total
Db 2 2 13 17
JK 3,800 639,150 18,97 661,920
KT 1,900 319,580 1,46
Fhit 1,30 219,04
P 0,31 0,00**
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 23. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Warna Sosis Frankfurters Perlakuan
N
Median
Ave Rank
Z
1% Rosella:0,75% Angkak
50
4,000
110,0
1,34
1% Rosella:0,5% Angkak
50
3,000
92,5
-1,13
Nitrit (kontrol)
50
4,000
112,2
1,65
Pewarna Buatan
50
3,000
87,4
-1,85
Overall
200
H = 7,74
DF = 3
P = 0,052
55
Lampiran 24. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Tekstur Sosis Frankfurters Perlakuan
N
Median
Ave Rank
Z
1% Rosella:0,75% Angkak
50
3,000
77,3
-3,27
1% Rosella:0,5% Angkak
50
4,000
119,1
2,62
Nitrit (kontrol)
50
4,000
131,1
4,32
Pewarna Buatan
50
3,000
74,5
-3,67
H = 42,09
DF = 3
P = 0,000
Overall
200
Lampiran 25. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Tekstur Sosis Frankfurters Perlakuan Pewarna Makanan nitrit 1% Rosella : 0,75% Angkak 1% Rosella : 0,5% Angkak
Rataan 131.10 119.09 77.310 74.500
Homogeneous Groups A A B B
Lampiran 26. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Kekenyalan Sosis Frankfurters Perlakuan
N
Median
Ave Rank
Z
1% Rosella:0,75% Angkak
50
3,000
74,8
-3,62
1% Rosella:0,5% Angkak
50
4,000
113,3
1,81
Nitrit (kontrol)
50
4,000
134,9
4,86
Pewarna Buatan
50
3,000
79,0
-3,04
Overall
200
H = 40,42
DF = 3
P = 0,000
Lampiran 27. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Kekenyalan Sosis Frankfurters Perlakuan Pewarna Makanan nitrit 1% Rosella : 0,5% Angkak 1% Rosella : 0,75% Angkak
Rataan 134.92 113.31 78.960 74.810
Homogeneous Groups A A B B
Lampiran 28. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Rasa Sosis Frankfurters Perlakuan
N
Median
Ave Rank
Z
1% Rosella:0,75% Angkak
50
3,000
83,7
-2,37
1% Rosella:0,5% Angkak
50
4,000
113,9
1,88
Nitrit (kontrol)
50
4,000
125,6
3,54
Pewarna Buatan
50
3,000
78,9
-3,05
Overall
200
H = 26,27
DF = 3
P = 0,000
56
Lampiran 29. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Rasa Sosis Frankfurters Perlakuan Pewarna Makanan nitrit 1% Rosella : 0,75% Angkak 1% Rosella : 0,5% Angkak
Rataan 125.59 113.86 83.700 78.850
Homogeneous Groups A AB BC C
Lampiran 30. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Aroma Sosis Frankfurters Perlakuan
N
Median
Ave Rank
Z
1% Rosella:0,75% Angkak
50
3,500
95,3
-0,73
1% Rosella:0,5% Angkak
50
4,000
100,8
0,05
Nitrit (kontrol)
50
3,500
97,3
-0,45
Pewarna Buatan
50
4,000
108,6
1,14
Overall
200
H = 1,81
DF = 3
P = 0,613
Lampiran 31. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Penampakan Umum Sosis Frankfurters Perlakuan
N
Median
Ave Rank
Z
1% Rosella:0,75% Angkak
50
3,000
93,0
-1,05
1% Rosella:0,5% Angkak
50
4,000
106,3
0,82
Nitrit (kontrol)
50
4,000
120,8
2,86
Pewarna Buatan
50
3,000
81,9
-2,62
Overall
200
H = 14,28
DF = 3
P = 0,003
Lampiran 32. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Penampakan Umum Sosis Frankfurters Perlakuan Pewarna Makanan nitrit 1% Rosella : 0,75% Angkak 1% Rosella : 0,5% Angkak
Rataan 120.75 106.30 93.030 81.920
Homogeneous Groups A AB AB B
57
Lampiran 33. Contoh Format Lembar Kuisioner Uji Hedonik LEMBAR KUISIONER UJI HEDONIK Nama Panelis : Tanggal : Nama Produk : Sosis Frankfurters Instruksi
: Berikan penilaian Anda terhadap sampel sosis berikut berdasarkan tingkat kesukaan, tanpa membandingkan antar sampel.
Keterangan : 1 = sangat tidak suka 2
= tidak suka Kriteria
3 = netral
5 = sangat suka
4 = suka
505
Kode Sampel 275
312
Warna Aroma Tekstur Kekenyalan Rasa Penampakan umum ~ Terima Kasih ~
58
Laampiran 34. Gambar Proses Awal Pencacahan Bahan Uttama
Laampiran 35. Gambar Penambahann Rosella daan Angkak
A Prosess Pelumatan n Sosis Roseella dan Angkak Laampiran 36. Gambar Akhir
59
Laampiran 37. Gambar Adonan A Sosiis Rosella dan d Angkak
Laampiran 38. Gambar Adonan A Sosiis Kontrol (n nitrit)
S ke dallam Selongssong dan Peengikatan Laampiran 39. Gambar Pemasukan Sosis
60
Laampiran 40. Gambar Proses Pemaasakan Sosiss
gan 1% Rosella : 0,75% % Angkak Laampiran 41. Gambar Sosis Frankffurters deng
Laampiran 42. Gambar Sosis Frankffurters deng gan 1% Rosella : 0,5% Angkak
61
Laampiran 43. Gambar Sosis Frankffurters deng gan Nitrit
Laampiran 44. Gambar Sosis Frankffurters deng gan Pewarnaa Makanan
62
Laampiran 45. Gambar Pengukuran DMA Sosiss
Laampiran 46. Gambar Pengukuran Nilai N pH So osis
Laampiran 47. Gambar Bunga B Rosellla Kering
63
Lampiran 48. Gambar Beras Angkak
64