SIFAT MIKROBIOLOGI SOSIS FRANKFURTER DENGAN PENGGUNAAN ANGKAK DAN ROSELA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN ALAMI SUBTITUSI NITRIT
SKRIPSI AMALIA MIRA TSANIYAH SYUDHLY
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN Amalia Mira Tsaniyah Syudhly. D14063559. 2010. Sifat Mikrobiologi Sosis Frankfurter dengan Penggunaan Angkak dan Rosela sebagai Bahan Tambahan Alami Subtitusi Nitrit. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S. Pt. M. Si. Pembimbing Anggota : Bramada Winiar Putra, S. Pt. Sosis merupakan salah satu jenis produk olahan daging yang sedang dikembangkan, baik dari segi bumbu maupun dari jenis ternak yang diambil dagingnya untuk bahan pembuatan sosis. Nitrit merupakan salah satu zat pengawet yang digunakan dalam proses pengawetan daging/sosis, dapat bereaksi dengan protein daging manghasilkan nitrosamin penyebab penyakit kanker. Penggunaan bahan tambahan yang bersumber dari tanaman alami yang berkhasiat dapat dijadikan alternatif pengganti nitrit sebagai bahan pengawet dan pewarna pada produk pangan. Rosela merupakan tanaman yang mengandung zat warna antosianin dengan kadar yang relatif tinggi, sehingga mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami untuk bahan pangan sedangkan angkak merupakan pengawet dan pewarna makanan alami yang diperoleh dari hasil proses fermentasi dengan menggunakan kapang Monascus purpureum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi bahan tambahan alami terbaik antara rosela dan angkak sebagai bahan pengganti nitrit terhadap kualitas mikrobiologi pada sosis Frankfurter. Penelitian ini menggunakan daging sapi segar sebagai bahan dasar pembuatan sosis, yang diperoleh dari pasar Anyar dan merupakan hasil pemotongan dari RPH Bubulak. Angkak dan rosela dalam bentuk bubuk ditambahkan ke dalam pembuatan sosis Frankfurter. Perlakuan pada penelitian ini yaitu pengaruh pemberian bahan tambahan alami pangan pada sosis Frankfurter dengan taraf perlakuan yang terdiri dari penambahan kombinasi 1% rosela dengan 0,5% angkak, penambahan kombinasi 1% rosela dengan 0,75% angkak dan penambahan nitrit sebagai kontrol. Peubah yang diamati adalah analisis total populasi mikroba (TPC), jumlah total Bakteri Asam Laktat (BAL), analisis kuantitatif bakteri Escherischia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kombinasi 1% rosela dengan 0,75% angkak menghasilkan kualitas mikrobiologi sosis Frankfurter yang sama dengan sosis yang menggunakan nitrit. Nilai total mikroba (TPC) untuk sosis dengan taraf perlakuan tersebut sebesar 5,24 log cfu/g, E. coli sebesar 3,08 log cfu/g dan S. aureus sebesar 2,15 log cfu/g. Kesimpulan yang dapat diambil adalah dari segi kualitas mikrobiologi, penambahan rosela dan angkak pada produk sosis sebesar 1% dan 0,75% dapat dijadikan sebagai alternatif subtitusi nitrit pada sosis daging. Kata-kata kunci : Sosis Frankfurter, nitrit, angkak, rosela.
ABSTRACT Microbial Characteristic of Frankfurter Sausage with Angkak and Rosella as Natural Nitrite Substitution Syudhly, A. M. T., I. I. Arief and B.W. Putra Sausage is one of animal products being developed nowadays starting from beef cattle as source of meat as the main ingredient and also seasoning as complementary to make the product more acceptable and safe to be consumed by the society. Sodium nitrite which is commonly used as sausage colorant and preserver is found hazardous towards human’s health because of its ability to react with meat protein and form a nitrosamine which is the cause of cancer. Natural plant-based colorant and preserver can be used for nitrite substitution. Rosella is a plant which contains a lot of antocianin, and has potency to be used as natural food colorant. Angkak is a food preserver and food colorant obtained from fermentation of rice by Monascus purpureum. This experiment was aimed to found natural substance is ingredients to substitute the sausage colorant, the substance are rosella and angkak. The best combination formulas of the ingredients were examined towards microbial activity of Frankfurters Sausage. In the experiment, fresh beef was obtained from Anyar market which was originated from Bubulak Slaughtering House was used as main ingredient of the sausage. Angkak and rosella powders were added during the making of frankfurters sausage. The additional of angkak and rosella were a combination of 1% rosella with 0.5% angkak, combination of 1% rosella with 0.75% angkak and sausage with nitrite addition as control. Variables observed were the total microbial population, total lactic acid bacteria population, quantitative population of Escherischia colii and Staphylococcus aureus. The result showed that addition of 1% of rosella and 0.75% of angkak produced the sausage with same microbial quality as the nitrite sausage. Total Plate Count for sausage with that treatment level were 5.42 log cfu/g, 4,25 log cfu/g for lactic acid bacteria, 3.08 log cfu/g for E. coli, and 2.5 log cfu/g for S. aureus. In conclusion, the addition of 1% of rosella and 0.75 % of angkak could be an alternative substitution of nitrite for meat sausage. Keyword(s) : Frankfurters sausage, nitrite, angkak, rosella.
SIFAT MIKROBIOLOGI SOSIS FRANKFURTER DENGAN PENGGUNAAN ANGKAK DAN ROSELA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN ALAMI SUBTITUSI NITRIT
AMALIA MIRA TSANIYAH SYUDHLY D14063559
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi :
Sifat Mikrobiologi Sosis Frankfurter dengan Penggunaan Angkak dan Rosela sebagai Bahan Tambahan Alami Subtitusi Nitrit
Nama
: Amalia Mira Tsaniyah Syudhly
NIM
: D14063559
Menyetujui :
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
(Irma Isnafia Arief, S.Pt. M.Si) NIP. 19750304 199902 2 001
(Bramada Winiar Putra, S.Pt) NIP. 1980102 200501 1 001
Mengetahui :
Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc) NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 6 Agustus 2010
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1988 di Raha, Sulawesi Tenggara. Penulis ini adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Syukur Dachlan, SP dan Lilis Lisnawati. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri 1 Raha dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Raha. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Raha pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2006. Penulis aktif dalam organisasi
Himpunan
Mahasiswa
Ilmu
Produksi
dan
Teknologi
Peternakan
(HIMAPROTER) sebagai wakil ketua, periode tahun 2008-2009. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Koperasi Persusuan Bandung Selatan (KPBS) pada tahun 2008 dan di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang pada tahun 2009. Penulis juga pernah mengikuti lomba PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) bidang penelitian dengan judul Peningkatan Keamanan Pangan Sosis Frankfurter dengan Penggunaan Rosela dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit. PKM-P tersebut lolos seleksi IPB dan dibiayai oleh DIKTI tahun 2010.
15
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Peternakan, IPB. Penggunaan bahan pengawet dalam skala industri telah banyak bahkan semakin banyak dilakukan pada produk pangan, sehingga banyak kekhawatiran mengenai kualitas produk makanan yang beredar di masyarakat saat ini. Bahan pengawet yang digunakan guna memperpanjang umur simpan suatu produk makanan merupakan bahan kimia yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan pada produk pangan asal hewani adalah nitrit. Angkak dan rosela diperkirakan mampu menjadi alternatif sebagai bahan pengawet alami makanan menggantikan nitrit. Skripsi berjudul ”Kualitas Mikrobiologi Sosis Frankfurter dengan Penggunaan Angkak dan Rosela sebagai Bahan Tambahan Alami Subtitusi Nitrit” diharapkan mampu memberikan sejumlah informasi kepada para pembaca mengenai pengaruh penambahan angkak dan rosela terhadap kualitas sosis Frankfurter sehingga dapat diaplikasikan secara nyata pada berbagai produk pangan asal hewan lainnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, sehingga berharap banyak masukan dan kritikan yang sifatnya membangun, dapat diberikan demi melengkapi kekurangan dari skripsi ini. Semoga hasil penelitian mengenai penggunaan angkak dan rosela pada sosis Frankfurter dapat memberikan pengetahuan tambahan kepada setiap pembaca.
Bogor, Juli 2010
Penulis
16
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ......................................................................................................
i
ABSTRACT ........................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................
v
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
xi
PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan .....................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
3
Mikrobiologi Daging .............................................................................. Sosis Frankfurter ..................................................................................... Kelopak Bunga Rosela............................................................................. Angkak ..................................................................................................... Bakteri ......................................................................................................
3 5 8 10 11
METODE .............................................................................................................
13
Lokasi dan Waktu ................................................................................... Materi Penelitian ...................................................................................... Rancangan Percobaan .............................................................................. Prosedur ................................................................................................... Proses Pembuatan Sosis Frankfurter ................................................. Analisis Sifat Mikrobiologi .............................................................. Uji kualitas Mikrobiologi Daging ......................................... Uji kualitas Mikrobiologi Sosis ............................................ Analisis Kuantitatif Total Plate Count (TPC) ...................... Analisis Kuantitatif Bakteri Asam Laktat (BAL) ................. Analisis Kuantitatif Staphylococcus aureus ......................... Analisis Kuantitatif Escherischia coli ..................................
13 13 13 14 14 16 16 16 16 17 18 18
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................
19
Mikrobiologi Daging ...............................................................................
19 17
Kualitas Mikrobiologi Sosis Frankfurter ................................................ Jumlah Total Plate Count (TPC) pada Sosis Frankfurter .......... Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Sosis Frankfurter ..... Jumlah Escherischia coli pada Sosis Frankfurter .......................... Jumlah Staphylococcus aureus pada Sosis Frankfurter ..................
21 25 27 28 30
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
36
Kesimpulan ............................................................................................ Saran ......................................................................................................
36 36
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
38
LAMPIRAN ........................................................................................................
41
18
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Segar ...............................
3
2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Sosis Daging ................................
5
3. Komposisi Kimia Tepung Tapioka ..................................................................
6
4. Komposisi Kimia Rosela Jenis Hibiscuss Sabdariffa L dalam 100 gram........
8
5. Komposisi Kimiawi Angkak ...........................................................................
9
6. Hasil Analisis Mikrobiologi pada Daging Segar .............................................
17
19
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kelopak Bunga Rosela ...................................................................................
7
2. Angkak .............................................................................................................
9
3. Staphylococcus aureus …… ...........................................................................
11
4. Escherischia coli .............................................................................................
12
5. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis Frankfurter ........................................
15
6. Sosis Frankfurter ..........................................................................................
20
7. Pengaruh Penambahan Zat Tambahan Alami terhadap TPC (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter .............................................................................................
23
8. Pengaruh Penambahan Zat Tambahan Alami terhadap Jumlah BAL (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter ............................................................................................
28
9. Pengaruh Penambahan Zat Tambahan Alami terhadap E. coli (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter ......................................................................................................
29
10. Pengaruh Penambahan Zat Tambahan Alami terhadap S. aureus (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter...................................................................................
31
11. Perbedaan Jumlah Bakteri S. aureus dan E. coli (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter dengan Penambahan Zat Tambahan Alami pada Taraf Perlakuan yang Berbeda ..................................................................................
33
20
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Jumlah Total Mikroba (cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan.........................................................................................................
42
2. Jumlah Total Mikroba (log cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan.........................................................................................................
42
3. Hasil Analisis Ragam Penambahan Jenis Bahan Tambahan terhadap Jumlah Total Mikroba (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter .............................
42
4. Jumlah Total Bakteri Asam Laktat (cfu/g) pada Tiap Tingkat Pengenceran Sosis Frankfurter ............................................................................................
43
5. Jumlah Bakteri Escherischia coli (cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan ....................................................................................
43
6. Jumlah Bakteri Escherischia coli (log cfu/g) Sosis Frankfurter pada Taraf Perlakuan ...............................................................................................
43
7. Hasil Analisis Ragam Penambahan Jenis Bahan Tambahan terhadap Jumlah Escherischia coli (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter ........................
44
8. Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus (cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan .............................................................................................
44
9. Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus (log cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan.....................................................................................
44
10. Hasil Analisis Ragam Penambahan Jenis Bahan Tambahan terhadap Jumlah Staphylococcus aureus (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter ..............
45
11. Pengujian Total Populasi Mikroba (TPC) .....................................................
45
12. Pengujian Bakteri Escherischia coli .............................................................
46
13. Pengujian Bakteri Staphylococcus aureus ....................................................
47
14. Pengujian Total Bakteri Asam Laktat (BAL) .................................................
48
21
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pangan pada saat ini masih banyak yang menggunakan zat tambahan buatan yang peruntukannya bukan untuk bahan pangan. Hal ini sangat merugikan konsumen karena dapat mengganggu kesehatan. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan pengawet yang berfungsi untuk memperlambat kerusakan makanan, baik yang disebabkan oleh mikroba pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara mencegah, menghambat, menghentikan proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan. Salah satu produk makanan yang mudah rusak adalah daging. Pengawet dapat digunakan untuk penyimpanan yang lama. Salah satu produk makanan yang berasal dari daging ternak adalah sosis. Sosis merupakan salah satu jenis produk olahan daging yang sedang dikembangkan, baik dari segi bumbu maupun dari jenis ternak yang diambil dagingnya untuk bahan pembuatan sosis. Nitrat dan nitrit merupakan salah satu zat pengawet yang digunakan dalam proses pengawetan daging/produk olahannya (sosis) untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet untuk daging/sosis, ternyata menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik. Nitrosamin diduga merupakan salah satu senyawa yang dapat menyebabkan kanker. Sementara itu masih banyak tanaman yang berpotensi sebagai sumber zat warna dan pengawet alami. Kelopak bunga rosela mengandung zat warna antosianin dengan kadar yang relatif tinggi, sehingga kelopak bunga rosela mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami untuk bahan pangan, sedangkan beras merah Cina atau angkak merupakan pengawet dan pewarna makanan alami dan aman. Jika dari kedua tanaman tersebut dikombinasikan sebagai bahan tambahan alami dan ditambahkan ke dalam produk pangan, maka akan menciptakan produk sosis yang berkhasiat berkhasiat bagi kesehatan.
22
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kombinasi bahan tambahan alami antara rosela dan angkak sebagai bahan pengganti nitrit terhadap kualitas mikrobiologi pada sosis Frankfurter.
23
TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging Daging mudah sekali mengalami kerusakan secara mikrobiologis karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi dan banyak mengandung vitamin dan mineral. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam daging diantaranya kandungan air, pH, potensi oksidasi reduksi, ketersediaan nutrisi dan ada atau tidaknya substansi penghambat. Nilai pH ultimat pada daging segar yaitu berkisar antara 5,4-5,6, sedangkan pH yang menguntungkan bagi mikroorganisme sekitar 5,3-6,5 (Aberle et al., 2001). Sementara itu, kadar air yang tinggi antara 68%-75% pada daging dapat menyebabkan perkembangan mikroorganisme perusak atau pembusuk (Soeparno, 1998). Dewan Standarisasi Nasional (1995) menentukan batas maksimum cemaran mikroorganisme dalam daging untuk menjaga keamanan pangan. Batas maksimum cemaran mikroba pada daging dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging No
Jenis cemaran mikroba
Batas maksimum cemaran mikroba (cfu/g) Daging segar/beku
Daging tanpa tulang
1.
Angka lempeng total bakteri
1 x 104
1 x 104
2.
Escherischia coli*
5 x 101
5 x 101
3.
Clostridium sp.
0
0
4.
Salmonella sp.**
Negatif
Negatif
2
5.
Coliform
1 x 10
1 x 102
6.
Enterococci
1 x 102
1 x 102
7.
Staphylococcus aureus
1 x 101
1 x 101
8.
Campylobacter sp.
0
0
9.
Listeria sp.
0
0
Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif
Kebanyakan nilai bakteri dapat berkembang biak pada pH optimum yaitu pH netral (pH 7,0). Nilai pH daging segar pada saat pemotongan biasanya berkisar antara 5,3-6,5. Beberapa tipe mikroorganisme dapat memulai pertumbuhan pada kisaran pH tersebut, 24
tapi telah ditunjukkan bahwa daging pada pH 6,5 akan lebih cepat membusuk dibandingkan daging pada keadaan pH 5,3 (Price dan Schweigert, 1971). Klasifikasi organisme berdasarkan keadaan temperatur hidupnya, menurut Price dan Schweigert (1971), diantaranya : 1. Psychrophiles, membutuhkan temperatur optimum -2-7 0C. 2. Mesophiles, membutuhkan temperatur optimum pada 10-40 0C. 3. Thermophilles, membutuhkan temperatur optimum pada 43-66 0C. Sosis Frankfurter Sosis merupakan salah satu jenis produk olahan daging kominusi yang biasanya dibumbui atau diberi rasa pedas untuk menghasilkan beberapa rasa yang intensif (Hui et al., 2001). Daging digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan sosis karena memiliki daya ikat terhadap air dan memiliki daya mengemulsi lemak (Wilson, 1984). Sosis dapat diklasifikasi ke dalam beberapa jenis yaitu 1) sosis segar, memiliki karakteristik berasal dari daging segar, tidak dicuring, kominusi, dibumbui, bahan dimasukkan ke dalam casing, dan harus dimasak hingga matang sebelum disajikan, contoh : sosis segar daging babi Bratwurst, 2) sosis masak yaitu sosis dengan karakteristik daging dapat dicuring atau tidak dicuring, kominusi, dibumbui, bahan dimasukkan ke dalam casing, dimasak dan kadang-kadang diasap, dan disajikan dingin, contoh : sosis liver, keju liver, 3) sosis fermentasi (kering dan sosis semi kering) memiliki karakteristik berasal dari daging curing, fermentasi udara kering, memungkinkan diasap sebelum dikeringkan, dan disajikan kering, contoh : genoa, salami, pepperoni, Lebanon bologna, summer sosis dan “urutan” sosis Bali 4) sosis emulsi, memiliki karakteristik berasal dari daging segar, dicuring atau tidak dicuring, bahan dimasukkan ke dalam casing, diasap atau dimasak, dan harus dimasak penuh sebelum dihidangkan, contoh : Frankfurter, Bologna, Knockwurst, dan Bruhwurst (Bull, 1951 dan Essien, 2003). Frankfurters adalah emulsi kompleks yang terdiri atas droplet lemak (fase diskontinuitas) dan protein myofibrilar (pelarut garam) yang merupakan fase kontinuitas dan lapisan droplet lemak (Sams, 2001). Syarat mutu sosis daging diatur dalam SNI NO 01-3820-1995, diantaranya batas cemaran mikroba di dalamnya. Batas cemaran mikroba pada sosis daging menurut 25
Standarisasi Nasional Indonesia (1995) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Sosis No
Jenis cemaran mikroba
Satuan
Persyaratan
1.
Angka lempeng total bakteri
Koloni/g
1 x 105
2.
Escherischia coli
APM/g
<3
3.
Clostridium perifringens
-
Negatif
4.
Salmonella
-
Negatif
5.
Enterococci
Koloni/g
1 x 102
7.
Staphylococcus aureus
Koloni/g
1 x 102
SNI 01‐3820‐1995
Bahan-bahan Pembuatan Sosis Frankfurter Bahan-bahan dalam pembuatan sosis tentunya memiliki fungsi tersendiri agar sosis memiliki rasa yang berbeda dan lebih gurih dari yang beredar di pasaran pada umumnya (Soeparno, 1998). Daging. Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Hampir semua bagian daging dapat dijadikan sebagai bahan pembuat sosis. Bagian daging gandik memiliki jumlah jaringan ikat sedikit, lemak hanya terdapat pada permukaan daging dan kandungan protein yang lebih tinggi (Bahar, 2003). Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi. Susu skim dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan sosis karena susu skim bersifat adhesive dan dapat menambah nilai gizi sosis Frankfurter. Salah satu bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis adalah tepung tapioka. Tapioka memiliki sifat amilopektin karena sebagian besar mengandung amilopektin (Wilson et al., 1981). Komposisi kimia dari tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 3.
26
Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan Komponen
Kadar
Kalori Air
164 kal 62,50 g
Fosfor
40 mg
Karbohidrat
34 g 33 mg
Kalium Sumber : Hardiansyah dan Briawan (2000)
Es dan air es. Fungsi air es adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut dalam air dan membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam (Soeparno, 1994). Nitrit. Aktivitas antibakteri nitrit telah diuji dan ternyata efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, yang dikenal sebagai bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Nitrit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, dan Staphylococcus aureus pada daging yang diproses. Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses curing daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil (Bull, 1951). Proses penghambatan nitrit terhadap pertumbuhan sel bakteri yaitu dengan cara mengganggu proses respirasi bakteri, menghambat transport aktif dan penyerapan oksigen (Tompkin, 1993). Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan banyak keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Nitrosodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan bersifat karsinogen kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada beberapa organ tikus percobaan (Astawan, 2008). Batas maksimum nitrit yang digunakan untuk sosis masak adalah 156 ppm (Justiawan, 1997). Menurut Branen dan Davidson (1983), pada pH 5,6-5,8 nitrit paling optimal sebagai antibakteri dan pada pH di bawah 5,3 nitrit menjadi kurang stabil. Nitrit pada konsentrasi rendah menunjukkan aktivitas penghambatan dengan kerja mengikat
27
komponen dalam proses transfer elektron dalam respirasi, komponen yang dihambat misalnya sitokrom. Garam. Garam mempunyai fungsi (1) meningkatkan citarasa, (2) pelarut protein yaitu miosin sehingga dapat menstabilkan emulsi daging, (3) sebagai pengawet, karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat kebusukan dan (4) untuk meningkatkan daya mengikat air yang biasanya dipadukan dengan alkali fosfat (Buckle, 1987). Sodium Tripolifosfat (STPP). Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan (Wilson, 1981). Lemak. Price dan Schweigert (1987) menyatakan, bahwa penambahan lemak ini bertujuan untuk mendapatkan produk yang kompak, memiliki tekstur yang empuk, rasa dan aroma yang baik. Sosis matang harus mengandung lemak yang tidak melebihi dari 30 %. Bumbu. Bumbu digunakan dalam produksi sosis untuk memberi kontribusi dalam cita rasa dari daging yang telah dicampurkan. Beberapa bumbu mempunyai fungsi sebagai bakteriostatik dan antioksidan, seperti bawang putih (Lawrie, 1988). Kelopak Bunga Rosela Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) adalah tanaman yang berkembang biak dengan biji, bermanfaat untuk kesehatan antara lain meningkatkan stamina tubuh, mengandung vitamin C dan mineral essensial yang cukup tinggi yang mampu menangkal radikal bebas penyebab kanker (Maria dan Sulastri, 2008). Kelopak bunga rosela dapat dilihat pada Gambar 1.
28
Gambar 1. Kelopak bunga rosela (http://tehrosellamerah.blogspot.com)
Warna merah pada rosela disebabkan pigmen antosianin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan asam askorbat dan betakarotin merupakan sumber antioksidan yang sangat efektif dalam menangkal berbagai radikal bebas. Elemen penting lainnya dalam kelopak bunga rosela adalah grossypeptin, anthocyanin dan gluside hibiscin.
Selain itu kelopak bunga rosela merah juga mengandung asam organik,
polisakarida, dan flavonoid (Rahayu et al., 1999). Khasiat rosela diperoleh dari reaksi senyawa-senyawa kimia yang ada pada tanaman tersebut. Komposisi kimia dari bunga Rosela jenis H. sabdariffa L dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Rosela Jenis H. Sabdariffa L dalam 100 g Komposisi Protein Lemak Serat Kalsium Fosfor Besi Karoten Tiamin Riboflavon Niasin Sumber : Amanda dan Prima (2008)
Jumlah 1,14 g 2,61 g 12,0 g 1,26 mg 273,2 mg 8,98 mg 0,029 mg 0,117 mg 0,277 mg 3,76 mg
Khasiat rosela yaitu dapat menurunkan tekanan darah (hipotensif), antikejang saluran pernafasan, anti cacing (antelmintik), dan antibakteri. Ekstrak air dan zat warna merahyang terkandung dalam tanaman rosela mempunyai efek letal terhadap Mycobacterium tuberculosis, penyebab penyakit TBC (Maryani dan Kritiana, 2005). 29
Wianti et al, (2008) menyebutkan bahwa kandungan senyawa kimia dalam kelopak bunga rosela untuk TBC yaitu campuran asam sitrat dan asam malat 13%, anthocianin (Hydroxyflavone) dan Hibiscin 2%, asam askorbat (vitamin C) 0,004%-0,005%, protein (6,7% BS dan 7,9% BK), flavonol glucoside hibiscritin, flavonoid gossypetine, hibiscetine dan sabdaretine, delphinidine 3-monoglucoside, cyanidin 3-monoglucoside dan delphinidine. Angkak Angkak atau beras merah merupakan produk yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan menggunakan kapang Monascus purpureum. Penggunaan angkak dapat digunakan sebagai pengganti nitrit dalam pengawetan daging. Penggunaan beberapa bahan pewarna sintetis pada makanan seperti azorubin atau tartrazin telah dibatasi penggunaannya karena dapat menyebabkan alergi. Angkak dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Beras merah Cina atau Angkak (http:// health.detik.com) Angkak yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami pada makanan memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah alergi. Pengaruh sinergis dari pigmen angkak dapat menurunkan kolesterol darah dapat diamati dari konsumsi sosis yang berkualitas tinggi yang dapat meningkatkan kesehatan manusia. Jenis substrat, suhu, pH dan kelembaban merupakan faktor-faktor penting untuk menunjukkan perbedaan hasil dari metabolisme angkak (Patcharee et al., 2007). M. purpureus adalah kapang utama pada angkak. Kapang menghasilkan pigmen yang tidak toksik dan tidak mengganggu sistem kekebalan tubuh. Intensitas pigmen merah yang dihasilkan kapang Monascus sp dapat hidup tergantung pada nutrisi dan
30
kondisi lingkungannya (Patcharee et al., 2007). Komposisi kimia dari angkak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Kimiawi Angkak Kandungan
Jumlah (%)
Air
7-10
Pati
53-60
Nitrogen
2,4-2,6
Protein kasar
15-16
Lemak kasar
6-7
Abu Sumber : Steinkraus K. H (1977).
0,9-1
M. purpureus juga diketahui menghasilkan senyawa lovastatin. Senyawa lovastatin menghambat sintetis kolesterol karena menghambat aktivitas HMGCoA reduktase enzim penentu biosintesis kolesterol (Ernawati et al., 2006). Hasil penelitian Kuswanto (1994) dibuktikan bahwa pigmen angkak tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri patogen, yaitu Staphylococcus aureus. Sementara itu, sifat antimikroba dari pigmen angkak ini diterapkan oleh Justiawan (1997) bahwa pigmen angkak cukup efektif menghambat pertumbuhan mikroba, hal ini berkaitan dengan kandungan antibiotik yang dimiliki pigmen angkak, yaitu monaskidin. Mekanisme penghambatan bakteri oleh monaskidin pada prinsipnya sama dengan mekanisme penghambatan oleh antibiotik lainnya, yaitu menghambat sintesa komponen penyusun dinding sel. Fardiaz et al, (1988) menambahkan bahwa kerusakan dinding sel biasanya diikuti dengan lisis sel. Pengaruh pigmen angkak dalam menghambat pertumbuhan jumlah Total plate count (TPC) mikroba pada produk daging telah diuji oleh Rojsuntornkitti et al, (2010) melalui penelitian tentang salami daging babi yang diberi perlakuan tambahan 0,1 g/100g angkak bubuk, menunjukkan hasil total mikroba sebesar 9.22-9.30 log CFU/g.
31
Bakteri Bakteri digolongkan menjadi dua, yaitu bakteri yang menguntungkan (BAL) dan bakteri yang merugikan (mikroba patogen). Mikroba-mikroba patogen dapat digolongkan dalam mikroba bakteri perusak makanan (Fardiaz, 1992). Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) memiliki sifat Gram positif, tidak membentuk spora dan dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang. Pada umumnya bakteri asam laktat bersifat katalase negatif, non motil atau sedikit motil, mikroaerofilik sampai anaerob, toleran terhadap asam, kemoorganotrofik dan membutuhkan suhu mesofilik (Fardiaz, 1992) . Jay (1996) menyatakan bahwa bakteri asam laktat bersifat mesofilik dan termofilik, beberapa dapat tumbuh pada suhu 5 0C dan suhu maksimum 45 0C, dapat bertahan pada pH 3,2 dan pada pH yang lebih tinggi 9,6 serta beberapa bakteri asam laktat dapat tumbuh pada kisaran pH yang sangat sempit (4,0-4,5). Bakteri yang termasuk kelompok BAL adalah Aerococcus, Allococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus (Oktavia et al., 2008). Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat, mampu menghasilkan asam laktat, hidrogen peroksida, antimikroba sehingga dapat dijadikan sebagai bakteri probiotik. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. Zat antibakteri dan asam yang terbentuknya maka akan menghambat pertumbuhan bakteri pathogen seperti Salmonella dan E. coli. Selama proses ini, sel kekebalan dan antibodi akan bekerja bersama dalam aliran darah untuk menghentikan sebaran virus dan bakteri jahat (Pato, 2003). Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh kepadatan BAL, strain BAL, dan komposisi media (Rostini, 2007) Staphylococcus aureus S. aureus merupakan bakteri Gram positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur. Menurut 32
Davidson dan Branen (1983), bakteri Gram positif mempunyai dinding sel dengan komposisi lipid rendah (1%-4%), dan hanya mempunyai satu lapisan peptidoglikan. Peptidoglikan ini mempunyai ikatan silang yang jauh kurang ekstensif dibandingkan dengan peptidoglikan pada dinding sel bakteri gram positif. Kandungan lipid yang rendah pada bakteri gram positif, menyebabkan dinding sel menjadi mudah terdehidrasi selama perlakuan dengan etanol pada prosedur pewarnaan (Pelczar et al., 1986). Bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif dan membutuhkan nitrogen organik (asam amino) untuk pertumbuhannya. S. aureus membutuhkan aw optimum 0,990-0,995, sedangkan suhu optimum pertumbuhannya adalah 35-38 oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,09,8 dengan pH optimum 7,0-7,5 (Fardiaz, 1983). Bentuk dari S. aureus dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. S.aureus (http://saureus.mlst.net) Escherischia coli E. coli tergolong dalam famili Enterobacteriaceae dan termasuk bakteri gram negatif, berbentuk batang, tumbuh pada suhu 10-40 0C, aktivitas air (aw) optimum untuk tumbuh yaitu 0,96 (Fraizer dan Westhoff, 1983). Bakteri Gram-negatif memiliki dinding sel yang kompleks atau berlapis dan terdiri atas 3 lapisan yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa peptidoglikan (Davidson dan Branen, 1983). Peptidoglikan tersebut ada dalam jumlah yang sedikit sekitar 10% berat kering (Pelczar et al., 1986). Bakteri Gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing yaitu pada lapisan lipopolisakarida. lapisan lipopolisakarida
33
juga disebut endotoksin, merupakan bagian penting dari membran luar dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Gram negatif (Davidson dan Branen, 1983). Bakteri gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi (11%-22%) daripada yang dikandung bakteri gram positif. Karakteristik dari dinding sel pada bakteri tersebut menyebabkan bakteri gram negatif lebih rentan terhadap antibiotik-antibiotik seperti streptomisin (Pelczar et al., 1986). Bakteri E. Coli digunakan sebagai organisme indikator, karena jika terdapat dalam jumlah yang banyak maka menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami pencemaran (Gamman dan Sherington, 1992). Bakteri E. coli dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. E. coli (http://www.lintasberita.com/go/226395)
34
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2010 sampai dengan Mei 2010. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Materi Alat yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah food processor, stuffer, casing (selongsong), kantong plastik tahan panas (HDPE), peralatan dapur (talenan, pisau, baskom kecil, panci, pengaduk, dan lain-lain). Alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah tabung ulir, kapas, aluminium foil, karet gelang, tabung scott, mikropipet, tip biru, cawan Petri, autoclave, pembakar Bunsen, kantong plastik tahan panas (HDPE), oven, termometer dan inkubator. Bahan-bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah daging sapi segar bagian gandik (silverside), tepung tapioka, susu skim, minyak sayur, es batu, bawang putih, Sodium Tripolifosfat (STPP), lada bubuk, pala bubuk, garam, rosela bubuk dan angkak bubuk, sedangkan untuk analisa mikrobiologi, bahan yang digunakan adalah media Plate Count Agar (PCA), media Eosyn Methylen Blue Agar (EMBA), media Vogel Johnson Agar (VJA) dengan Kalium Tellurit 1%, media de Man Ragosa sharp Agar (MRSA) dan NaCl 0,85%. Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan untuk mengetahui kombinasi antara rosela dan angkak sebagai subtitusi nitrit pada sosis Frankfurter yaitu rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan pemberian jenis bahan tambahan,yang terdiri dari 3 kelompok secara duplo. Tiga taraf perlakuan yang digunakan yaitu kombinasi 1% rosela : 0,5% angkak, kombinasi 1% : 0,75% angkak dan nitrit, sedangkan periode pembuatan sebagai kelompok. Model Matematika yang digunakan pada penelitian ini adalah : Yij = μ + Bi + αj + εij 35
Keterangan : Yij = Respon percobaan akibat pengaruh penambahan zat tambahan alami ke-j pada kelompok ke-i Bi
= pengaruh kelompok ke-i
μ
= nilai tengah umum
αj
= pengaruh penambahan zat tambahan alami level ke-j terhadap sosis Frankfurter.
εij = pengaruh galat percobaan pada unit percobaan ke-i dalam kombinasi perlakuan ke-j. Data diolah dengan analisis ragam (Analysis of Variance = ANOVA). Jika didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji bilangan nyata terkecil (BNT) (Steel dan Torrie, 1995). Prosedur Proses Pembuatan Sosis Frankfurter Pembuatan sosis Frankfurter dimulai dari penyiapan daging sapi segar dan dlakukan deboning (pemisahan daging dari sisa tulang) dan pemisahan dari lemak (trimming). Daging yang telah dibersihkan dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam food processor untuk digiling. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan food processor dan dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama yaitu daging sapi 300 gram, 5% minyak sayur, 10% lemak, 30% es batu, 3% garam, taraf perlakuan (kombinasi 1% rosela bubuk dan 0,5% angkak bubuk; 1% rosela bubuk dan 0,75% angkak bubuk; nitrit) dan 0,3% STPP (Sodium Trifosfat) digiling selama 2 menit. Tahap kedua adalah penambahan 10% cacahan es batu, 5% tepung tapioka, 10% susu skim, 1% bawang putih, 1% bawang bombay, 0,5% bubuk jahe, 0,5% ketumbar, dan 0,5% pala yang digiling selama 4 menit. Kombinasi angkak dan rosela sebagai subtitusi nitrit ditambahkan ke dalam adonan sosis dalam bentuk bubuk yang diencerkan dengan 1% air untuk masing-masing kombinasi.
Kombinasi angkak dan rosela yang ditambahkan pada masing-masing
adonan sosis yaitu kombinasi 1% rosela : 0,5% angkak dan kombinasi 1% rosela : 0,75% angkak, selain itu tanpa penambahan angkak dan rosela (nitrit) pada adonan sosis dijadikan sebagai sosis kontrol. Kombinasi antara angkak dan rosela ditentukan 36
berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya dan acuan dari hasil penelitian Justiawan (1997). Proses penggilingan dilakukan dua kali bertujuan agar adonan yang dihasilkan lebih homogen. Adonan dimasukkan ke dalam stuffer untuk diisi ke dalam selongsong (casing) kemudian direbus selama 60 menit pada suhu 65-70 0C. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. 300 gram daging dibersihkan lemak permukaannya, dipotong kecil-kecil, kemudian dimasukkan ke dalam food processor
Ditambahkan 30% es batu, 3% garam, 5% minyak, 10% lemak, dan 0,3% STPP.
Penggilingan 1 selama 2 menit
Ditambahkan 10% es batu, 25% tepung tapioka, 10% susu skim, 1% bawang bombay, 1% bawang putih, 0,4% ketumbar, 0,6% penyedap rasa, 1% merica, 0,5% jahe, dan 0,5% pala.
Penggilingan 2 selama 4 menit
Adonan yang terbentuk dimasukkan dalam selongsong (cassing)
Perebusan sosis 65-70 0C (suhu internal) selama 60 menit
Analisis mikrobiologi Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis Frankfurter
37
Analisis Sifat Mikrobiologi Peubah yang diamati untuk mengetahui sifat mikrobiologi sosis Frankfurter yaitu pengujian terhadap TPC, total Bakteri Asam Laktat (BAL), populasi Escherischia coli dan Staphylococcus aureus. Uji Kualitas Mikrobiologi Daging Sebelum dilakukan analisis mikrobiologi, sampel daging segar dipersiapkan terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut: sebanyak 5 gram daging dimasukkan ke dalam plastik steril lalu ditambahkan 45 ml larutan pengencer steril (NaCl 0,85%), kemudian dihomogenisasi hingga diperoleh campuran yang homogen dengan konsentrasi 0,1 g/ml. Sampel ini kemudian diencerkan dengan larutan pengencer sesuai dengan kebutuhan dan siap untuk perhitungan TPC, BAL, E. coli dan S. aureus. Uji Kualitas Mikrobiologis Sosis Frankfurter Sebelum
dilakukan
analisis
mikrobiologi,
sampel
sosis
Frankfurter
dipersiapkan terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut : sebanyak 5 gram sampel sosis Frankfurtes dimasukkan ke dalam plastik steril lalu ditambahkan 45 ml larutan pengencer steril (NaCl 0,85%), kemudian dihomogenisasi hingga diperoleh campuran yang homogen dengan konsentrasi 0,1 g/ml. Sampel ini kemudian diencerkan dengan larutan pengencer sesuai dengan kebutuhan dan siap untuk plating. Total Bakteri Asam Laktat (American Public Health Association, 1992) Sebanyak 5 gram sampel sosis yang telah disiapkan diencerkan menggunakan 45 ml NaCl 0,85% steril, lalu dipipet secara aseptik sebanayak 1 ml lalu dimasukkan ke tabung yang berisi media pengencer NaCl 0,85% 9 ml yang selanjutnya disebut pengenceran 10-1, sebanyak 1 ml diambil dari tabung pengenceran 10-1 dimasukkan ke tabung ke 2 yang berisi NaCl 0,85% 9 ml yang selanjutnya disebut pengenceran 10-2, kemudian dilakukan prosedur yang sama sampai pengenceran 10-5. Media tumbuh yang digunakan adalah de Man Ragosa Sharp Agar (MRS-A) lalu pengenceran 10-3 sampai pengenceran 10-5 dipupukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam dan dihitung
populasinya. Koloni yang berwarna putih atau kekuning-kuningan merupakan koloni bakteri asam laktat. Analisis Total Plate Count (Bakteriological Analytical Manual, 2001). Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml larutan sampel yang sudah homogen tersebut dengan menggunakan pipet steril kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml (NaCl) larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-1 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan pipet pada pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 sebanyak 1 ml larutan sampel dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril. Media agar ditambahkan ke dalam cawan Petri dengan metode tuang sebanyak 15 ml dan dihomogenkan sampai merata. Cawan tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37 °C selama 24 jam. Koloni mikroba yang terbentuk dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC) dengan rumus sebagai berikut : CFU/g = Keterangan :
∑ N cawan (n1 + (0,1 x n2)) x d
N = Jumlah koloni yang berbeda dalam kisaran hitung (TPC : 25-250 koloni). n1= Jumlah cawan pertama yang koloninya dapat dihitung pada setiap pengenceran. n2= Jumlah cawan kedua yang koloninya dapat dihitung pada setiap pengenceran. d = Tingkat pengenceran berbeda. Analisis Kuantitatif Association, 1992)
Staphylococcus
aureus
(American
Public
Health
Sebanyak 1 ml dari larutan pengencer pertama yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer NaCl sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran dilakukan sampai 10-3. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari masing-masing tabung pengenceran (berdasarkan 3 pengenceran terakhir yaitu 10-1, 10-2, dan 10-3) dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo. Media Vogel Johnson Agar
(VJA) yang ditambah dengan kalium tellurit 1% dimasukkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±15 ml dan dihomogenkan membentuk angka 8. Cawan tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37 0C selama 24 jam. Koloni S. aureus berwarna hitam yang dikelilingi warna kuning. Analisis Kuantitatif Escherischia coli (American Public Health Association, 1992) Sebanyak 1 ml dari larutan pengencer pertama yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer NaCl sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran dilakukan sampai 10-3. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari masing-masing tabung pengenceran (berdasarkan 3 pengenceran terakhir yaitu 10-1, 10-2, dan 10-3) dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media Eosyn Methylen Blue Agar (EMBA) ditambahkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang sebanyak 15 ml dan dihomogenkan membentuk angka 8. Cawan tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37 0C selama 24 jam. Koloni E. coli berwarna hijau metalik jika diletakkan di bawah sinar matahari atau sinar lampu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Mikrobiologi Daging Wilson (1981) menjelaskan bahwa daging digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan sosis karena memiliki daya ikat terhadap air dan memiliki daya mengemulsi lemak. Daging yang digunakan harus melewati uji kualitas mikrobiologi terlebih dahulu karena hal ini penting untuk menentukan keamanan dari daging dan produknya. Uji mikrobiologi juga dilakukan untuk mengetahui populasi awal total mikroba atau Total Plate Count (TPC), Staphylococcus aureus, dan Escherischia coli, sehingga nanti dapat diketahui apakah pengolahan dan pengawetan dapat mereduksi jumlah bakteri yang terdapat pada daging tersebut. Bakteri-bakteri tersebut diketahui terdapat secara alami pada daging sapi segar dan apabila jumlahnya melebihi batas aman konsumsi maka akan menimbulkan penyakit. Populasi total mikroba (TPC), S. aureus, dan E. coli dalam daging segar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Mikrobiologi pada Daging Segar Peubah
Jumlah (cfu/gram)
TPC
1,5 x 106
E.coli
5,2 x 104
S.aureus
8,0 x 102
Tabel 6 menunjukkan bahwa populasi total mikroba, E. coli dan S. aureus pada daging telah melebihi batas cemaran maksimum menurut SNI NO 01-6366-2000 yaitu 1 x 104 koloni/g untuk total mikroba, 5 x 101 untuk E. coli dan 1 x 101 koloni/g untuk S. aureus. Populasi total mikroba yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh adanya bakteri asam laktat alami pada daging dan bakteri pencemar lain yang mengkontaminasi daging selama proses pemotongan ternak di RPH, distribusi dan penjualan di pasar. Tingginya populasi E. coli menandakan bahwa pada saat pemotongan, distribusi dan penjualan, para pekerja di Rumah Potong Hewan (RPH) Bubulak dan pedagang di pasar Anyar tidak menerapkan sanitasi yang baik karena
E. coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator pencemaran dalam sanitasi. Hal ini telah dijelaskan oleh Gamman dan Sherington (1992) bahwa E. coli digunakan sebagai organisme indikator, karena jika terdapat dalam jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami pencemaran. Organisme indikator merupakan kelompok bakteri yang keberadaannya di makanan di atas batasan jumlah tertentu, yang dapat menjadi indikator suatu kondisi yang terekspos sehingga dapat mengintroduksi organisme hazardous (berbahaya) yang bersifat patogen ataupun toksigen. Populasi yang besar dari S. aureus juga menandakan bahwa adanya kontaminasi dari pekerja dan pedagang beserta peralatan yang digunakan untuk pemotongan. pekerja di RPH Bubulak biasanya tidak memperhatikan sanitasi saat pemotongan, dengan cara tidak menggunakan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh pedagang dan pembeli di pasar sehingga dapat mempertinggi jumlah populasi bakteri tersebut dengan menyentuh daging secara langsung ketika hendak memilih daging yang akan dibelinya. Daging segar yang digunakan pada penelitian ini mempunyai nilai pH sebesar 5,43. Nilai tersebut sesuai dengan nilai pH daging ultimat menurut Aberle et al, (2001) yaitu 5,4-5,6. Nilai pH ultimat daging segar menurut Lawrie (1988) adalah nilai pH yang dicapai setelah glikogen otot menjadi habis atau setelah glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan glikolitik. Menurut Soeparno (1998), pH ultimat daging merupakan kondisi yang sangat mempengaruhi pertumbuhan sebagian besar bakteri. Bakteri S. aureus dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dan E.coli dapat tumbuh pada pH 4,0-9,0 (Fardiaz, 1983), sehingga kedua bakteri ini dapat tumbuh pada daging segar yang digunakan. Bakteri S. aureus dan E. coli berdasarkan keadaan temperatur hidupnya menurut Price dan Schweigert (1971), diklasifikasikan kedalam kelompok bakteri Mesophiles, yaitu kelompok bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 10-40 0C.
Kualitas Mikrobiologi Sosis Frankfurter Sosis menurut Hui et al, (2001) merupakan salah satu jenis produk olahan daging kominusi yang biasanya dibumbui atau diberi rasa pedas untuk menghasilkan beberapa rasa yang intensif. Sosis merupakan bahan pangan yang berasal dari daging sehingga produk ini dapat dengan mudah mengalami kerusakan baik secara kimia, fisik dan mikrobiologi. Sosis yang diuji kualitas mikrobiologinya terdiri dari sosis dengan penambahan kombinasi 1% rosela : 0,5% angkak, sosis dengan kombinasi 1% rosela : 0,75% angkak, dan sosis tanpa penambahan angkak dan rosela (nitrit). Ketiga sosis tersebut masing masing dapat dilihat pada tampilan Gambar 6.
a
b
c Gambar 6. Sosis Frankfurter Keterangan : 6.a=Sosis Frankfurter dengan penambahan kombinasi 1% rosela : 0,5% angkak; 6.b=Sosis Frankfurter dengan penambahan kombinasi 1% rosela : 0,75% angkak; 6.c=Sosis Frankfurter dengan penambahan nitrit.
Gambar 6 menunjukkan perbandingan warna sosis yang berbeda pada tiap sosis Frankfurter, warna sosis pada Gambar 6.a dan 6.b memiliki warna yang lebih merah dibandingkan dengan sosis pada Gambar 6.c, hal ini disebabkan oleh pigmen warna yang bersumber dari angkak dan rosela. Senyawa kimia pada rosela dan angkak memiliki fungsi sebagai antimikroba, yang juga merupakan fungsi dari nitrit sebagai bahan pengawet pada produk pangan. Menurut Maryani dan Kritiana (2005), pemanfaatan tanaman rosela berkaitan dengan fungsinya sebagai antimikroba telah dibuktikan melalui penelitian bahwa kandungan senyawa kimia rosela dapat mematikan bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu bakteri penyebab penyakit TBC. Kandungan senyawa kimia tersebut antara lain campuran asam sitrat dan asam malat, anthocianin (Hydroxyflavone) dan hibiscin, asam askorbat, flavonol glucoside hibiscritin, flavonoid gossypetine, hibiscetine dan sabdaretine, delphinidine 3monoglucoside, cyanidin 3-monoglucoside,serta delphinidine (Wianti et al., 2008). Selain itu menurut Rahayu et al, (1999) rosela memiliki khasiat tambahan sebagai antiseptik, aprodisiak (meningkatkan gairah seksual), astringen, demulcent (menetralisir asam lambung), digestif (melancarkan pencernaan), diuretik, purgatif, onthelmintic (anti cacing), refrigerant (efek mendinginkan), resolvent, sedatif, stomachic, tonik, antikanker, batuk, dyspepsia (sakit maag), dysuria (sakit buang air kecil), demam, hangover (kembung perut), heart ailmen, hipertensi (darah tinggi), neurosis, sariawan, dan mencegah penyakit hati. Penggunaan rosela sebagai bahan kombinasi pengganti nitrit pada sosis diharapkan memberikan keuntungan untuk mengatasi terjadinya proses oksidasi berupa ketengikan pada sosis, dengan adanya antosianin sebagai sumber antioksidan, yang dapat menangkal radikal bebas jika dikonsumsi sebagai produk pangan. Menurut Rahayu et al, (1999) asam askorbat dan betakarotin merupakan sumber antioksidan yang paling efektif dalam menangkal berbagai radikal bebas. Proses ketengikan merupakan reaksi yang terjadi antara radikal bebas dengan oksigen. Ketersedian oksigen di dalam proses oksidasi secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada sosis dalam jangka waktu tertentu, sehingga dengan adanya sumber antioksidan yang berasal dari rosela dapat mengatasi hal tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam produk pangan menurut Soeparno (1998) adalah potensi oksidasi-reduksi.
Angkak merupakan bahan tambahan alami yang aman dikonsumsi oleh manusia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai angkak sebagai subtitusi nitrit pada daging dan sosis diantaranya yaitu penggunaan angkak menurut Patcharee et al, (2007) dapat digunakan sebagai pengganti nitrit dalam pengawetan daging. Penambahan angkak sebesar 0,5% dan 0,75% pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Justiawan (1997) dengan kesimpulan bahwa konsentrasi pigmen angkak 7,5 g cukup efektif dalam menghambat pertumbuhan sel bakteri B. stearothermophilus bahkan konsentrasi 40 ppm nitrit yang dimodifikasi dengan 5,0 g angkak lebih baik penghambatannya daripada konsentrasi 125 ppm nitrit. Selain itu, hasil penelitian Justiawan (1997) menunjukkan bahwa pigmen angkak cukup efektif menghambat pertumbuhan mikroba, hal ini berkaitan dengan kandungan antimikroba yang dimiliki pigmen angkak, yaitu monaskidin. Mekanisme penghambatan bakteri oleh monaskidin menurut Justiawan (1997), pada prinsipnya sama dengan mekanisme penghambatan oleh antimikroba lainnya, yaitu
menghambat
sintesa
komponen
penyusun
dinding
sel,
sehingga
menyebabkan dinding sel tersebut mudah mengalami lisis dikarenakan telah terbentuk suatu struktur tanpa dinding sel yang disebut protoplast. Hal yang sama dikemukan oleh Fardiaz et al, (1988) bahwa kerusakan dinding sel biasanya diikuti dengan lisis sel. Rosela dan angkak sebagai pengganti nitrit pada produk pangan memiliki fungsi sebagai bahan pengawet dan bahan pewarna alami makanan. Warna dijelaskan oleh Wilson et al, (1981) merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kualitas dari sosis. Warna merah pada kelopak bunga rosela menurut Maria dan Sulastri (2008), disebabkan oleh pigmen antosianin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan sehingga mampu menangkal radikal bebas penyebab kanker. Hasil warna merah pada rosela akan sangat stabil pada pH asam sehingga dalam penggunaannya sebagai bahan tambahan alami sosis pada penelitian ini dikombinasikan dengan angkak atau biasa disebut beras merah. Angkak menurut Patcharee et al., (2007) dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami pada makanan yang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah alergi. Pigmen merah pada angkak diperoleh dari hasil reaksi kapang Monascus purpureum melalui proses fermentasi. Menurut
Ernawati et al, (2006) M. purpureus juga diketahui
menghasilkan senyawa lovastatin. Senyawa lovastatin menghambat sintetis kolesterol karena menghambat aktivitas HMGCoA reduktase enzim penentu biosintesis kolesterol. Oleh karena itu, baik angkak dan rosela tidak hanya dapat berfungsi sebagai antimikroba, tetapi memiliki fungsi tambahan yaitu berkhasiat untuk penghambat kolesterol. Penambahan angkak dan rosela dalam produk sosis diharapkan dapat menjadikan produk olahan daging yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pengawet makanan yang biasanya digunakan dalam pembuatan sosis adalah nitrit. Penggunaan nitrit di dalam makanan memiliki keuntungan sebagai bahan stabilitas warna daging (curing) dan sebagai antimikroba. Bull (1951) menjelaskan bahwa fungsi penambahan nitrit pada proses curing daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil, sedangkan fungsi nitrit sebagai bahan antimikroba yaitu dapat menghambat pertumbuhan sel bakteri yaitu dengan cara mengganggu proses respirasi bakteri. Meskipun fungsi nitrit sangat penting, namun penggunaannya sebagai bahan tambahan di dalam makanan perlu dibatasi karena menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia. Astawan (2008) menjelaskan bahwa dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit di dalam daging bereaksi dengan asam amino daging dapat membentuk nitrosamine yang bersifat toksik dan karsinogenik. Nitrosodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan bersifat karsinogen kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada beberapa organ tikus percobaan yang digunakan. Oleh karena itu, melalui penelitian ini dapat menjadi acuan untuk mencari bahan tambahan alami yang lebih aman sebagai pengganti nitrit di dalam makanan.
Jumlah Total Plate Count (TPC) pada Sosis Frankfurter Kualitas mikrobiologi dari sosis Frankfurtes dapat dilihat dari populasi total mikroba (TPC) yang terkandung di dalam sosis tersebut. Hasil analisis populasi total mikroba dari sosis Frankfurter dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengaruh Penambahan Zat Tambahan Alami terhadap TPC (log cfu/g) pada Sosis Frankfurters dalam Taraf Perlakuan. P1=Sosis Nitrit (kontrol); P2=Sosis dengan Kombinasi 1% Rosela : 0,5% Angkak; P3=Sosis dengan Kombinasi 1% Rosela : 0,75% Angkak. Populasi total mikroba mencerminkan jumlah keseluruhan mikroba pada sosis Frankfurter. Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai rataan total populasi mikroba pada masing-masing sosis yaitu untuk sosis tanpa penambahan angkak dan rosela (nitrit) sebesar 5,57 log cfu/g, sebesar 5,88 log cfu/g untuk rataan 1% rosela : 0,5% angkak dan 5,24 log cfu/g untuk rataan 1% rosela : 0,75% angkak. Hasil analisis ragam dari penambahan zat tambahan tersebut pada sosis menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap total populasi mikroba. Hal ini berarti bahwa pemberian kombinasi angkak dan rosela pada sosis Frankfurter memiliki daya hambat yang sama dengan sosis nitrit terhadap jumlah total populasi bakteri (TPC) sehingga dapat dijadikan sebagai subtitusi nitrit pada sosis tersebut.
Walaupun hasil analisis ragam tidak berbeda nyata, namun pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa dengan pemberian angkak sebesar 0,75% yang dikombinasikan dengan 1% rosela menunjukkan ada kecenderungan angkak dan rosela pada persentase tersebut memiliki daya hambat lebih baik terhadap pertumbuhan populasi total mikroba (TPC) sosis Frankfurter dibandingkan sosis dengan kombinasi 1% rosela dan 0,5% angkak serta sosis nitrit sebagai kontrol. Kecenderungan tersebut dapat dilihat dari pemberian angkak sebesar 0,25% pada sosis Frankfurters dapat menghambat pertumbuhan total mikroba sebesar 0,64 log cfu/g. Hasil ini diperoleh dari selisih rataan TPC pada sosis kombinasi 1% rosela : 0,5% angkak dengan sosis kombinasi 1% rosela : 0,75% angkak. Pengaruh pigmen angkak dalam menghambat pertumbuhan jumlah Total plate count (TPC) mikroba pada produk daging yang telah diuji oleh Rojsuntornkitti et al, (2010) melalui penelitian terhadap jumlah total mikroba salami daging babi yang diberi perlakuan tambahan 0,1 g/100g angkak bubuk, menunjukkan hasil TPC sosis dengan perlakuan tersebut sebesar 9,22-9,30 log cfu/g. Total mikroba yang terdapat pada sosis Frankfurter, telah melebihi batas cemaran maksimum yang telah ditetapkan oleh SNI NO 01-3820-1995 yaitu 1 x 104 koloni/g untuk total mikroba. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah total mikroba (TPC) pada daging segar yang juga telah melebihi batas cemaran mikroba. Jumlah total mikroba pada daging segar yang diperoleh sebesar 1,5 x 106 koloni/g, setelah diolah menjadi produk sosis menurun menjadi 5,61 log cfu/g atau 4,07 x 105 koloni/g. Penurunan jumlah total populasi mikroba yang terjadi dapat dipengaruhi proses pengolahan dengan pemasakan dan penambahan bahan-bahan pembuatan sosis sehingga dapat mereduksi jumlah mikroba yang terdapat pada daging tersebut. Selain itu, pH sosis juga mempengaruhi tingginya jumlah pertumbuhan mikroba pada sosis tersebut. Nilai pH sosis yang diukur pada penelitian ini untuk masing-masing sosis Frankfurter dengan taraf perlakuan yang berbeda secara berurutan yaitu 6,3 untuk sosis nitrit (sosis kontrol), 5,8 untuk nilai pH sosis yang diberi tambahan 1% rosela : 0,5% angkak dan 5,9 untuk nilai pH sosis yang diberi tambahan 1% rosela : 0,75% angkak. Nilai rataan total populasi mikroba (TPC) pada sosis nitrit lebih tinggi daripada nilai rataan TPC sosis dengan penambahan kombinasi 1% rosela : 0,75% angkak
yang merupakan kombinasi dengan penambahan persentase angkak tertinggi, disebabkan oleh nilai pH sosis nitrit sebesar 6,3. Nilai pH tersebut kurang optimal bagi nitrit sebagai antimikroba. Menurut Branen dan Davidson (1983), pada pH 5,65,8 nitrit paling optimal sebagai antibakteri namun pada pH di bawah 5,3 nitrit menjadi kurang stabil. Persentase angkak paling tinggi (0,75%) yang dikombinasikan dengan 1% rosela tidak menyebabkan penurunan pH bahkan nilai pH yang dicapai pada kombinasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan 0,5% angkak yang dikombinasikan dengan 1% rosela. Namun dengan nilai pH yang dicapai pada kombinasi tersebut menunjukkan hasil bahwa angkak dengan pemberian pada persentase paling tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 0,64 log cfu/g. Hasil pengamatan terhadap kadar air sosis Frankfurter yang diukur pada penelitian ini yaitu sebesar 63,72%-65,44%. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995, kadar air maksimal untuk sosis adalah sebesar 67%, dengan begitu kadar air dalam penelitian ini masih sesuai dengan syarat mutu sosis.
Kadar air sosis yang tinggi dapat mempengaruhi peningkatan jumlah pertumbuhan mikroorganisme dalam produk tersebut. Kadar air sosis pada penelitian ini masih berada di bawah kadar air bagi perkembangan pesat mikroorganisme. Kadar air sekitar 68%-75% menurut Soeparno (1994) merupakan nilai kadar air yang dapat menyebabkan perkembangan pesat bagi mikroorganisme. Jumlah Total Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Sosis Frankfurter Nilai
pH
yang
diperoleh
pada
masing-masing
sosis
Frankfurter
mempengaruhi kualitas mikrobiologi dari sosis tersebut. Nilai rataan pH ketiga sosis pada taraf perlakuan yang berbeda yaitu sebesar 6,02. Nilai tersebut mendekati pH netral sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan mikroba termasuk di dalamnya adalah kelompok bakteri penghasil asam laktat. Bakteri asam laktat (BAL) menurut Fardiaz (1992), memiliki sifat Gram positif, tidak membentuk spora dan dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang. Pada umumnya bakteri asam laktat bersifat katalase negatif, non motil atau sedikit motil, mikroaerofilik sampai anaerob, toleran terhadap asam, kemoorganotrofik dan membutuhkan suhu mesofilik.
Bakteri asam laktat dapat berkembangbiak pada tiap sosis yang diberi taraf perlakuan berbeda, dikarenakan nilai pH dari masing-masing sosis termasuk kedalam kisaran pH kelompok BAL dapat hidup berkembang biak. Jay (1996) menyatakan bahwa bakteri asam laktat dapat bertahan pada pH 3,2 dan pada pH yang lebih tinggi 9,6 serta beberapa bakteri asam laktat dapat tumbuh pada kisaran pH yang sangat sempit (4,0-4,5). Bakteri Asam Laktat yang dapat hidup berkembang biak pada sosis Frankfurter mempengaruhi jumlah nilai populasi mikroba (TPC) pada sosis tersebut. Hasil perhitungan kuantitatif terhadap jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) terdapat pada sosis Frankfurter dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengaruh Penambahan Zat Tambahan Alami terhadap Jumlah Total Bakteri Asam Laktat (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter dalam Taraf Perlakuan. A=Sosis Nitrit (kontrol); B=Sosis dengan Kombinasi Rosela dan Angkak. Gambar 8 menunjukkan jumlah total Bakteri Asam Laktat (BAL) pada sosis yang diberi tambahan nitrit sebesar 4,74 log cfu/gram, sedangkan jumlah BAL pada sosis yang diberi tambahan angkak dan rosela sebesar 4,25 log cfu/g. Jumlah total Bakteri Asam Laktat pada sosis yang diberi tambahan nitrit cenderung lebih tinggi dari sosis yang diberi tambahan kombinasi angkak dan rosela. Hal ini disebabkan karakteristik dari dinding sel kelompok Bakteri Asam Laktat (BAL) yang termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram positif, yaitu memiliki dinding sel dengan kandungan lipid lebih sedikit (1%-4%) dan struktur sel yang lebih sederhana daripada bakteri Gram negatif sehingga memudahkan untuk senyawa angkak dan rosela dapat menyebabkan lisisnya sel dari bakteri tersebut. Walaupun dari hasil
tersebut, jumlah BAL pada sosis yang diberi tambahan angkak dan rosela lebih sedikit daripada jumlah BAL pada sosis dengan penambahan nitrit, nilai tersebut cenderung sama dengan nilai dari jumlah BAL pada sosis nitrit. Jumlah Escherischia coli pada Sosis Frankfurter Bakteri E. coli merupakan indikator dari kontaminasi kotoran. E. coli merupakan bakteri Gram negatif, tumbuh optimal pada suhu 37 0C, tetapi dapat tumbuh optimal pada suhu 10-40 0C (Fraizer dan Westhoff, 1983). Selain itu, E. coli digunakan sebagai organisme indikator, karena jika terdapat dalam jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami pencemaran. Hasil analisis bakteri E. Coli pada sosis Frankfurter dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 9. Pengaruh Penambahan Zat Tambahan Alami terhadap Jumlah Bakteri E. coli (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter dalam Taraf Perlakuan. P1=Sosis Nitrit (kontrol); P2=Sosis dengan Kombinasi 1% Rosela : 0,5% Angkak; P3=Sosis dengan Kombinasi 1% Rosela : 0,75% Angkak. Gambar 9 menunjukkan hasil bahwa nilai rataan jumlah populasi bakteri E. coli pada sosis Frankfurter pada taraf perlakuan 1% rosela : 0,5% angkak, 1% rosela : 0,75% angkak dan tanpa penambahan angkak dan rosela masing-masing sebesar 3,26 log cfu/g, 3,08 log cfu/g dan 3,04 log cfu/g. Jika dibandingkan dengan jumlah populasi E. coli pada daging segar sebesar 5,2 x 104 koloni/gram, jumlah rataan E. coli sosis lebih kecil yaitu sebesar 3,13 log cfu/g atau 1,34 x 103 koloni/g. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan daging segar menjadi sosis yang melalui proses pemasakan. Suhu pemasakan yang digunakan untuk sosis Frankfurter
berkisar antara 65-70 0C. Suhu tersebut merupakan suhu yang dianjurkan dalam memasak produk emulsi seperti sosis, dikarenakan untuk mengurangi hilangnya kandungan gizi dan pecahnya emulsi yang terbentuk pada sosis akibat tingginya suhu pemasakan. Namun suhu pemasakan 65-70 0C tidak dapat mematikan mikroba secara umum, sehingga pada sosis Frankfurter yang dianalisis sifat mikrobiologinya menunjukkan bahwa masih terdapat mikroba yang dapat tumbuh baik mikroba patogen maupun mikroba perusak makanan. Hasil analisis ragam diperoleh bahwa penambahan zat tambahan kombinasi angkak dan rosela pada sosis Frankfurter tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bakteri E. coli, dapat ditunjukkan dengan nilai rataan yang relatif sama pada masing-masing sosis yang diberi taraf perlakuan yang berbeda. Sosis dengan penambahan 1% rosela dengan 0,75% angkak mempunyai kecenderungan jumlah populasi E. coli lebih kecil dibandingkan dengan sosis yang diberi kombinasi 1% rosela dengan 0,5% angkak. Hal tersebut menunjukkan angkak sebesar 0,75% memiliki kecenderungan menghambat E. coli lebih baik daripada angkak sebesar 0,5%. Jika dibandingkan dengan jumlah rataan koloni bakteri S. aureus, jumlah bakteri E. coli lebih banyak terdapat pada tiap sosis yang diberi taraf perlakuan yang berbeda, hal ini berarti jumlah pertumbuhan E. coli yang dihambat lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri S. aureus pada masing-masing sosis tersebut. Hal ini disebabkan mikroba patogen memiliki sensitivitas yang berbeda-beda yaitu beragamnya tingkat resistensi dinding sel tiap mikroba terhadap aktivitas penghambatan antimikroba alami. Bakteri E. coli menurut Fraizer dan Westhoff (1983) merupakan bakteri Gram negatif. Menurut Davidson dan Branen (1983), bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang kompleks atau berlapis dan terdiri atas 3 lapisan yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa peptidoglikan. Bakteri Gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing yaitu pada lapisan lipopolisakarida. Lapisan lipopolisakarida juga disebut endotoksin, merupakan bagian penting dari membran luar dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Gram negatif. Pernyataan tersebut mendasari bahwa pada zat antimikroba yang ada di dalam pigmen angkak (monaskidin) dan rosela sebagai
perlakuan yang diberikan pada sosis Frankfurter, belum cukup efektif dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif. Konsentrasi dari kombinasi tertinggi antara rosela dan angkak yang digunakan pada sosis Frankfurter masing-masing adalah 1% dan 0,75%, tetapi kombinasi tersebut belum dapat menghambat pertumbuhan E.coli lebih baik dari penambahan nitrit, dapat dilihat dari jumlah rataan koloni E.coli pada sosis nitrit lebih kecil (3,04 log cfu/g) daripada sosis dengan penambahan kombinasi 1% rosela : 0,5% angkak dan sosis dengan kombinasi 1% rosela : 0,75% angkak. Hal ini disebabkan oleh persentase dari rosela maupun angkak yang kurang tinggi, sehingga menyebabkan hasil kombinasi ini belum bereaksi secara optimal di dalam sosis. Jumlah Staphylococcus aureus pada Sosis Frankfurters Fardiaz (1992) menjelaskan bahwa bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat anaerobik fakultatif, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur. Bakteri ini merupakan bakteri patogen dan dapat menyebabkan keracunan pangan sehingga perlu diketahui keberadaannya pada bahan pangan atau produk olahannya. Hasil analisis kuantitatif S. aureus pada sosis Frankfurter yang diberi taraf perlakuan yang berbeda, dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pengaruh Penambahan Zat Tambahan Alami terhadap Jumlah Bakteri S. aureus (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter dalam Taraf Perlakuan. P1=Sosis Nitrit (kontrol); P2=Sosis dengan Kombinasi 1% Rosela : 0,5% Angkak; P3=Sosis dengan Kombinasi 1% Rosela : 0,75% Angkak.
Gambar 10 menunjukkan nilai rataan jumlah bakteri S. aureus pada taraf perlakuan 1% rosela : 0,5% angkak, 1% rosela : 0,75% angkak dan tanpa penambahan angkak dan rosela (nitrit) masing-masing sebesar 2,37 log cfu/g, 2,15 log cfu/g dan 2,58 log cfu/g. Penambahan rosela dan angkak terendah pada sosis Frankfurter yaitu dengan perbandingan 1% : 0,5% menghasilkan nilai rataan sebesar 2,37 log cfu/g. Hasil tersebut sudah mendekati nilai rataan yang dihasilkan dari penambahan nitrit yaitu sebesar 2,58 log cfu/g. Hasil rataan jumlah bakteri S. aureus pada tiap sosis telah melewati batas cemaran mikroba pada sosis menurut SNI 013820-1995 yaitu sebesar 1 x 102 koloni/g. Rataan jumlah bakteri S. aureus sosis Frankfurter lebih kecil dibandingkan dengan rataan jumlah bakteri S. aureus pada daging segar. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pengolahan yang diantaranya melewati proses pemasakan sehingga dapat mereduksi jumlah bakteri pada daging sebelum mengalami pengolahan. Penambahan zat tambahan tidak berpengaruh terhadap jumlah bakteri S. aureus pada sosis Frankfurter, maka penambahan rosela dan angkak ternyata dapat menggantikan penggunaan nitrit pada sosis tersebut. Sama halnya dengan pemberian 0,75% angkak yang dikombinasikan dengan 1% rosela pada sosis Frankfurter (Gambar 8), memiliki kecenderungan sebagai antimikroba yang lebih baik daripada nitrit dan 1% rosela yang dikombinasikan dengan 0,5% angkak. Jumlah rataan koloni bakteri S. aureus pada tiap sosis yang diberi taraf perlakuan berbeda (Gambar 10) lebih sedikit daripada jumlah koloni E. coli (Gambar 9). Perbedaan jumlah bakteri tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Perbedaan Jumlah Bakteri S. aureus dan E. coli (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter dengan Penambahan Zat Tambahan Alami dalam Taraf perlakuan. P1=Sosis Nitrit (kontrol); P2=Sosis dengan Kombinasi 1% Rosela : 0,5% Angkak; P3=Sosis dengan Kombinasi 1% rosela : 0,75% Angkak. Gambar 11 menunjukkan bahwa S. aureus lebih sensitif dibandingkan dengan E. coli, yang berarti semakin banyak jumlah S. aureus yang dapat lebih dihambat pertumbuhannya pada sosis yang diberi perlakuan. Hal ini disebabkan S. aureus merupakan bakteri Gram positif yang komposisi dinding selnya lebih sederhana daripada bakteri Gram negatif. Pigmen angkak yang bereaksi dengan mikroba tersebut akan merusak dinding sel mikroba dengan senyawa aktif antimikroba (monaskidin) sehingga dinding sel mikroba mudah mengalami lisis. Hasil yang diperoleh mengenai perbandingan jumlah koloni bakteri E. coli dan S. aureus pada sosis Frankfurter menunjukkan bahwa senyawa antimikroba dari kombinasi angkak dan rosela sebagai subtitusi nitrit cukup efektif untuk menghambat bakteri-bakteri Gram positif dibandingkan Gram negatif. Hal ini berarti bahwa senyawa antimikroba angkak dan rosela dapat melisis dinding sel bakteri yang memiliki kandungan lipid yang rendah. Menurut Davidson dan Branen (1983), bakteri Gram positif memiliki komposisi dinding sel dengan kandungan lipid yang lebih rendah (1%-4%) dibandingkan dengan komposisi pada dinding sel bakteri Gram negatif, dan hanya mempunyai satu lapisan peptidoglikan. Menurut Pelczar et al, (1986) peptidoglikan pada bakteri Gram positif mempunyai ikatan silang yang jauh lebih ekstensif terhadap permeabilitas dinding sel jika diberi perlakuan alkohol pada prosedur pewarnaan, dibandingkan peptidoglikan pada dinding sel bakteri
Gram negatif. Hubungan dari pernyataan tersebut bahwa semakin sedikit lipid yang terekstraksi oleh senyawa antimikroba maka semakin rendah tingkat permeabilitas dinding sel yang menyebabkan pori-pori dinding sel mengecil sehingga dinding sel bakteri Gram positif menjadi mudah terdehidrasi oleh senyawa kimia angkak dan rosela. Walaupun kandungan lipid pada dinding sel bakteri Gram positif lebih rendah, tetapi bakteri tersebut memiliki dinding sel yang lebih tebal daripada dinding sel bakteri Gram negatif. Populasi S. aureus sebenarnya sudah melebihi batas maksimum cemaran pada sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 yaitu 1 x 102 koloni/g. Hal ini disebabkan pada daging segar pun populasi S. aureus sudah tinggi melebihi batas cemaran maksimum yang telah ditentukan oleh SNI 01-6366-2000, dan kemungkinan juga disebabkan oleh kontaminasi selama proses pengolahan, yang penerapan sanitasinya tidak seluruhnya sama dengan sistem sanitasi yang diterapkan oleh SNI. Keberadaan bakteri ini pada daging dan produk daging menandakan terjadinya kontaminasi oleh pekerja, tempat pemotongan dan ternak asal sehingga bakteri ini dijadikan sebagai organisme indikator sanitasi proses produksi (Fardiaz, 1989). Koloni S. aureus yang dihitung pada cawan, berwarna hitam dikelilingi efek hallo berwarna kuning, hal ini disebabkan adanya manitol yang terkandung pada media spesifik yang digunakan yaitu media Vijean Johnson Agar (VJA). Fardiaz (1989) menjelaskan bahwa koloni S. aureus pada media VJA akan terlihat berwarna hitam dikelilingi oleh areal kuning yang menunjukkan adanya fermentasi manitol.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penambahan 0,75% angkak dan 1% rosela terhadap jumlah total mikroba (TPC), total Bakteri Asam Laktat (BAL), S. aureus, dan E. coli mampu membuat sosis Frankfurter mempunyai kualitas mikrobiologi yang sama dengan nitrit sehingga dapat dijadikan sebagai subtitusi nitrit. Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan zat tambahan alami antara rosela dan angkak dengan dosis yang lebih tinggi terhadap sifat kualitas mikrobiologi pada sosis Frankfurter.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya yang begitu besarnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, tidak sedikit bantuan, bimbingan, serta perhatian yang diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, saudara, dan keluarga besar di Sulawesi Tenggara atas doa, dukungan, pengorbanan dan kasih sayang yang tiada henti. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Irma Isnafia Arief , S.Pt. M.Si sebagai pembimbing utama sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik dan Bramada Winiar Putra, S. Pt selaku dosen pembimbing anggota, yang penuh tanggung jawab dan sabar untuk meluangkan waktu membimbing, mengarahkan dan mengoreksi penulisan proposal hingga skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Niken Ulupi, MS, Ir. Anita Sardiana, M.Rur.Sc, dan Ir. Lucia Cyrilla ENDS, M.Si selaku dosen penguji ujian sarjana atas saran dan kritikan membangun untuk penulisan skripsi ini. Terima kasih pula kepada sahabat dan teman-teman istimewa Ari Haryadi Imsyar, Ridha Mulyani, Yuliana, Evi Pujiastuti, Ratna Budi Wulandari, Dewi Sunaryo, Noni Puspita, teman-teman se-tim penelitian maupun PKMP Jacobus Glen, Dwi Noviliana, Muhammad Sarwar Khan dan Yuni Wijayanti serta teman-teman seperjuangan IPTP 43 lainnya atas kebersamaan, bantuan, dorongan, perhatian dan kasih sayangnya. Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc dan civitas akademika FAPET IPB atas dorongan dan kerjasamanya. Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan kerjasamanya. Semoga segala dukungan, bantuan, saran dan nasehat yang telah diberikan mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Bogor, Juli 2010 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Aberle., H. B. Forrest, J. C., E. D. Hendrick., M. D. Judge & R. A. Merkel. 2001. Principle of Meat Science. 4th Edit. Kendal/Hunt Publishing Co., Washington D.C. Amanda & Prima. 2008. Khasiat Teh Rosella. http://Amandaprima.Blogsome/2008/ 10/02/ khasiat – teh – rosella/. [Diakses tanggal 25 Februari 2010]. APHA (American Public Health Association). 1992. Standard Method for the Examination of Dairy Products. 16th Edition. Porth City Press, Washington DC. Astawan, M. 2008. Bahaya laten sepotong sosis. http://antmanganji.wordpress.com/200811/11/bahaya laten sepotong sosis/. [26Februari2010]. Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic plate count.http:/Cfsan.Fdagov/abam/bam.Html. [Diakses tanggal 21 Desember 2009]. Bahar, B. 2003. Panduan Praktek Memilih Produk Daging Sapi. Penerbit : PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Branen, A. L & P.M. Davidson. 1983. Antimicrobial in Foods. Marcel Dekker Inc. New York. Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo. UI Press. Jakarta. Bull, S. 1951. Meat For the Table. Agricultural Experiment Station University of Illinois. McGraw-Hill Book Company., Urbana. Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 1995. SNI-01-3947-1995. Bakso daging. Estándar Nasional Indonesia, Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 1995. SNI 01-6366-2000. Batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Essien, E. 2003. Sausage Manufacture Principles and Practice. Woodhead Publishing Limited. CRC Press. Washington DC., New York. Ernawati. K., N. Suharna, & N. Nurhidayat. 2006. Kandungan pigmen dan lovastatin pada angkak merah kultival bah butong & BP 1804 IFG yang difermentasikan dengan Monascus purpureus Jmba. ISSN : 1412-033X. Fardiaz, Sa. 1983. Keamanan Pangan Jilid I. jurusan TPG, Fateta, IPB, Bogor. Fardiaz, Sb., Suliantari, & D. Ratih. 1988. Senyawa Antimikroba. Laboratorium Mikrobiologi Pangan Perpustakaan Antar Universitas Pangan & Gizi. Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, Sc. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia utama. Jakarta. Frazier, WC & D. C. Westhoff. 1983. Food Microbiology 4th ed. Mc Graw Hill Publ Co. Ltd., New York.
Gaman ,P. M and Sherington. 1992. The science of food : An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Thirt Edition. Pergamon Press. New York. Hardinsyah dan Dodik Briawan. 2000. Daftar Kandungan Gizi Bahan Makanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Http://health.detik.com/read/2010/03/17/180040/1319825/766/angkak-lebih-cocokuntuk-sakit-kolesterol-dibanding-db. (Diakses tanggal19 juli 2010). Http://saureus.mlst.net. (Diakses tanggal 19 Juli 2010). Http://tehrosellamerah.blogspot.com. (Diakses tanggal 19 Juli 2010). Http://www.lintas berita. com/go/226395. (Diakses tanggal 19 Juli 2010). Hui. H. Y., W. Kit. Mp, Robert W, & Rogers. 2001. Meat Science and Applications. Marcel Dekker, Inc. New York. Jay, J. M. 1996. Modern Food Microbiology, 5th edition. Chapman and Hall, New York. Justiawan, R. M. 1997. Pemanfaatan pigmen angkak untuk subtitusi nitrit dalam pembuatan sosis daging sapi dan pengaruhnya terhadap Bacillus stearothermophillus. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kuswanto. 1994. Pengaruh pigmen angkak terhadap pertumbuhan beberapa mikroba patogen dan perusak makanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lawrie, R. 1988. The Structural Basic of Water-Holding in Meat. Development in Meat Science – 4. Elsevier Applied Science. London and New York. Maria, E. K & S. Ramli. 2008. Pemanfaatan hasil tanaman hias rosela sebagai bahan minuman. http://lemlit.unila.ae.id/file/arsip 2009/SATEK 2008/versi PDF/bidang 8/VIII-13.pdf. [Diakses tanggal 25 Februari 2010]. Maryani, H & Kristiana. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosela. http://www.rosellatea.blogspot.com. [Diakses tanggal 10 Juni 2010]. Oktavia. L, D. P. Nugroho, N. Utaminingtyas. 2008. Potensi bakteri asam laktatyang diisolat sebagai perlindungan terhadap kanker usus. http://bioindustri.blogspot.com/2008/05/bakteri-asam-laktat-yang-diisolasidari_21.html. [Diakses pada tanggal 7 Agustus 2010]. Pactharee, P., P. Renu, A. Phianmongkol & Noppol, L. Review of angkak production (Monascus purpureus). Chiang Mai J. Sci. 2007; 34 (3) : 319-328. Pato, U. 2003. Potensi bakteri asam laktat diisolasi dari dadih untuk menurunkan resiko penyakit kanker. http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol5(2)/Usman.pdf. [Diakses tanggal 7 Agustus 2010].
Pelczar, Michael J & E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Price, J.F & B. S. Schweigert. 1971. The Science of Meat and Meat Products. Second Edition. A Series of Books in Agricultural Animal Science. W. H. Freeman and Company., San Fransisco. Rahayu, M.Si., R. W. Ashadi, Mardiah,. Arifah & H. Sawarni. 1999. Budi Daya & Pengolahan Rosela. Penerbit : AgroMedia Pustaka ISBN : 979-006-231-1. Rojsuntornkitti, K., Jittrepotch, N., Kongbangkerd, T. & Kraboun, K. 2010. Substitution of nitrite by Chinese red broken rice powder in Thai traditional fermented pork sausage (Nham). Thailand. International Food Research Journal 17: 153-16. Rostini, I. 2007. Peranan bakteri asam laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap masa simpan filet nila merah pada suhu rendah. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran. Jatinangor. Sams, A. R. 2001. Poultry Meat Processing. CRC Press, Boca Raton, London, New York, Washington DC. Soeparnoa. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soeparno b . 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta. Standarisasi Nasional Indonesia. SNI-01‐3820‐1995. Sosis Daging. foodnutrisys.com/SNI/SNI_Sosis_daging_new.pdf. [Diakses tanggal 5 Juli 2010]. Steel, R. G. D. Dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi kedua. Terjemahan B. Sumantri. PT. Gramedia, Jakarta. Steinkraus K. H. 1977. Chinese Red Rice Angkak. Di dalam : Hand Book of Indegenous Fermented Foods. (ed). Marcel Dekker., New York. Tompkin, R. B. 1983. Nitrite. Di dalam : A. L. Branen and P.M. Davidson (Ed). 1983. Antimicrobial in Foods. Marcel Dekker Inc., New York. Wianti. A, Y. N. Sari & I. A. Harahap. 2008. Si bunga merah anti- TBC. http://radioppidunia.com/PKM ROSELLA.new.pdf. [Diakses tanggal 25 Februari 2010]. Wilson, N. R. P. 1981. Meat and Meat Products. London : Applied Science publishers.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah Total Mikroba (cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan. Kelompok
Taraf Perlakuan (cfu/g) A
B
C
1
1,4 x 106
5,3 x 106
3,3 x 105
2
1,2 x 105
6,9 x 105
3,0 x 105
3
3,1 x 105
1,2 x 105
1,2 x 105
Rataan
3,7 x 105
7,6 x 105
1,7 x 105
Keterangan : A=Sosis Nitrit (kontrol); B=Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; C=Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak. Lampiran 2. Jumlah Total Mikroba (log cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan. Kelompok
Taraf Perlakuan (log cfu/g) A
B
C
1
6,15
6,72
5,18
2
5,08
5,84
5,47
3
5,49
5,08
5,08
Rataan
5,57 ± 0,589
5,88 ± 0,820
5,24 ± 0,202
Keterangan : A=Sosis Nitrit (kontrol); B=Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; C=Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak. Lampiran 3. Analisis Ragam Penambahan Jenis Bahan Tambahan terhadap Jumlah Total Mikroba (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter. Sumber Keragaman
Derajat Bebas Perlakuan 2 Kelompok 2 Galat 4 Total 8 Ket: tidak berpengaruh nyata (P>0,05).
Jumlah Kuadrat 0,608 1,007 1,005 2,62
Kuadrat Tengah 0,304 0,503 0,251
F
P
1,21 2,00
0,388 0,250
Lampiran 4. Jumlah Total Bakteri Asam Laktat (cfu/g) pada Tiap Tingkat Pengenceran Sosis Frankfurter. Sosis
Tingkat Pengenceran
(Taraf Perlakuan)
P3
P4
P5
Nitrit
125 x 103*
14 x 104
6 x 105
19 x 103
7 x 104
2 x 105
40 x 103*
10 x 104
4 x 105
23 x 103
9 x 104
4 x 105
Angkak dan rosela
Keterangan : * jumlah koloni yang termasuk dalam kisaran 25-250 koloni/g berdasarkan Standard Plate Count (SPC). Lampiran 5. Jumlah Koloni Bakteri Escherischia coli (cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan. Kelompok
Taraf Perlakuan (cfu/g) A
B
C
1
1,2 x 103
1,2 x 103
7,1 x 103
2
2 x 103
1,4 x 104
7,3 x 102
3
5,5 x 102
3,6 x 102
3,5 x 102
Rataan
1,09 x103
3,7 x 103
3,7 x 102
Keterangan : A=Sosis Nitrit (kontrol); B=Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; C=Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak. Lampiran 6. Jumlah Koloni Bakteri Escherischia coli (log cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan Kelompok
Taraf Perlakuan (log cfu/g) A
B
C
1
3,08
3,07
3,85
2
3,3
4,15
2,86
3
2,74
2,56
2,54
Rataan
3,04 ± 0,282
3,26 ± 0,811
3,08 ± 0,682
Keterangan : A=Sosis Nitrit (kontrol); B=Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; C=Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak.
Lampiran 7. Analisis Ragam Penambahan Jenis Bahan Tambahan terhadap Jumlah Koloni Bakteri Escherischia coli (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter. Sumber Keragaman
Derajat Bebas Perlakuan 2 Kelompok 2 Galat 4 Total 8 Ket: tidak berpengaruh nyata (P>0,05).
Jumlah Kuadrat 0,084 1,21 1,19 2,49
Kuadrat Tengah 0,042 0,605 0,298
F
P
0,14 2,03
0,873 0,247
Lampiran 8. Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus (cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan. Kelompok
Taraf Perlakuan (cfu/g) A
B
C
1
4,7 x 102
2,2 x 102
2,7 x 102
2
5,9 x 102
3,3 x 103
2,6 x 102
3
2,1 x 102
1,8 x 101
4,1 x 101
Rataan
3,8 x 102
2,3 x 102
1,4 x 102
Keterangan : A=Sosis Nitrit (kontrol); B=Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; C=Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak. Lampiran 9. Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus (log cfu/g) Sosis Frankfurter pada Tiap Taraf Perlakuan. Kelompok
Taraf Perlakuan (log cfu/g) A
B
C
1
2,67
2,34
2,43
2
2,77
3,52
2,41
3
2,32
1,25
1,61
Rataan
2,58 ± 0,236
2,37 ± 1,13
2,15 ± 0,467
Keterangan : A=Sosis Nitrit (kontrol); B=Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; C=Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak.
Lampiran 10. Analisis Ragam Penambahan Zat Tambahan terhadap Jumlah Koloni Bakteri Staphyloccus aureus (log cfu/g) pada Sosis Frankfurter. Sumber Keragaman
Derajat Bebas Perlakuan 2 Kelompok 2 Galat 4 Total 8 Ket: tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
Jumlah Kuadrat 0,286 2,12 1,006 3,41
Kuadrat Tengah 0,143 1,06 0,251
F
P
0,57 4,21
0,606 0,104
Lampiran 11. Gambar Pengujian Total Populasi Mikroba (TPC)
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan : 11.a= TPC Daging Segar; 11.b=TPC Sosis Nitrit (kontrol), 11.c=TPC Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; 11.d=TPC Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak.
Lampiran 12. Gambar Pengujian Bakteri Escherischia coli
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan : 12.a= E. coli Daging Segar; 12.b= E. coli Sosis Nitrit (kontrol), 12.c= E. coli Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; 12.d= E. coli Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak.
Lampiran 13. Gambar Pengujian Bakteri Staphylococcus aureus
(a)
(c)
(b)
(d)
Keterangan : 13.a= S. aureus Daging Segar; 13.b= S. aureus Sosis Nitrit (kontrol), 13.c= S. aureus Sosis 1% Rosela : 0,5% Angkak; 13.d= S. aureus Sosis 1% Rosela : 0,75% Angkak.
Lampiran 14. Gambar Pengujian Total Bakteri Asam Laktat (BAL)
(a)
(b)
Keterangan : 14.a= BAL Sosis Nitrit (kontrol); 14.b= BAL Sosis Rosela Angkak.