Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
POTENSI PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SUKUN TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN FISIK SOSIS KUDA (Effect of Breadfruit Flour on Chemical and Physical Quality of Horse Sausage) LILIS SURYANINGSIH Fakultas Peternakan UNPAD, Jl. Raya Bandung - Sumedang km 21, Jatinangor 45363
ABSTRACT The objective of this study was to observe the effect of breadfruit flour percentage on the chemical (protein and moisture content) and physical (the value of tenderness) quality of horse sausage. This research was carried out experimentally based on completely randomized design with four treatments (10% of tapioca flour as control and breadfruit flour 10, 15, 20%) in five repeations. Anova test was applied to find out the effect and Tukey test was applied to find out the differences between each treatment. Results showed that the average protein content of horse sausage with the addition of breadfruit flour 10, 15 and 20% respectively were 16.5, 15.8 and 14.7%, meaning that the protein content of horse sausage produced was higher than the Indonesian National Standard (SNI) 1995, i.e. 13% protein content. Moisture content of horse sausage with the use of 10% tapioca flour, which is used as a control did not differ significantly from the use of 10 to 15% breadfruit flour but significantly different from the addition of 20% breadfruit flour. The use of breadfruit flour of 10, 15, and 20% resulted in moisture content of: 60.1, 58.1 and 56.1% respectively. Value of horse sausage tenderness with the use of starch of 10%, used as control was significantly different from the use of breadfruit flour at 10 to 20%. The use of breadfruit flour at 10, 15 and 20% resulted in tenderness respectively was 68.5 mm/g/10sec., 62.9 mm/g/10 sec. and 55.1 mm/g/10 sec. Key Words: Horse Sausage, Breadfruit Flour, Protein Content, Moisture Content, Tenderness ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan tingkat presentase penggunaan tepung buah sukun terhadap kualitas kimia (kadar protein dan kadar air ) dan fisik (nilai keempukan) sosis kuda. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakukan (tepung tapioka 10% sebagai kontrol dan tepung buah sukun 10, 15 dan 20%) dan setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan sidik ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein sosis kuda dengan penambahan tepung buah sukun 10, 15 dan 20% masing-masing adalah 16,5; 15,8 dan 14,7% berarti bahwa kadar protein sosis kuda yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia 1995 yaitu kadar proteinnya 13%. Kadar air sosis kuda dengan penggunaan tepung tapioka sebesar 10% yang digunakan sebagai kontrol tidak berbeda nyata dengan penggunaan tepung buah sukun sebesar 10 sampai 15% tetapi berbeda nyata dengan penambahan tepung buah sukun 20%. Penggunaan tepung buah sukun sebesar 10, 15 dan 20% menghasilkan kadar air 60,1; 58,1% dan 56,1%, nilai keempukan sosis kuda dengan penggunaan tepung tapioka sebesar 10% yang digunakan sebagai kontrol berbeda nyata dengan penggunaan tepung buah sukun sebesar 10 sampai 20%. Penggunaan tepung buah sukun sebesar 10; 15 dan 20% masing masing adalah 68,5; 62,9 dan 55,1 mm/g/10 detik. Kata Kunci: Sosis Kuda, Tepung Buah Sukun, Kadar Protein, Kadar Air, Nilai Keempukan
442
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENDAHULUAN Daging merupakan salah satu kebutuhan manusia yang dihasilkan dari ternak yang bernilai gizi tinggi. Protein daging mempunyai daya cerna yang lebih baik dibandingkan dengan protein nabati, sehingga meningkatkan konsumsi protein berasal dari ternak sangatlah penting. Salah satu usaha untuk menunjang ke arah kecukupan protein yaitu dengan dilakukannya usaha dengan cara pengolahan. Salah satu produk olahan daging yang cukup disukai masyarakat adalah sosis dan umumnya terbuat dari daging sapi dan dapat juga dibuat dari daging kuda. Dalam pembuatan sosis semua jenis daging ternak dapat digunakan termasuk jeroan, bibir, tetelan dan daging yang bermutu rendah. Pada prinsipnya semua jenis ternak dan bagian daging dapat digunakan dalam pembuatan sosis bila dicampur dengan sejumlah bahan lain (ROMANS et al., 1994). Daging kuda cocok dibuat sosis karena mempunyai flavor yang kurang disukai apabila dikonsumsi secara daging utuh maka dengan dibuatnya sosis akan meningkatkan konsumsi daging kuda. Padahal daging kuda dikenal mempunyai kandungan protein relatif tinggi (18,5%) dengan kandungan lemak rendah (3%) (ANONIM 2002, EVANOVSKY dan FOSTER 1997). Sosis didefinisikan sebagai daging giling yang dicampur dengan bumbu-bumbu dan dimasukkan dalam selongsong sebagai wadahnya atau sosis merupakan salah satu produk makanan yang dapat digunakan sebagai sumber protein hewani (WILSON, 1981; PRICE dan SCHWEIGERT, 1987). Selain daging dalam pembuatan sosis ini diperlukan bahan tambahan lain yaitu tepung yang berfungsi sebagai bahan pengisi (filler). Tepung yang digunakan berupa sumber karbohidrat dengan kandungan pati yang cukup tinggi. Maksud penambahan bahan pengisi dalam pembuatan sosis menurut KRAMLICH (1973) dan FORREST, et al. (1975) adalah meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan flavor, mengurangi pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakteristik irisan produk dan mengurangi biaya formulasi. Tepung yang biasa digunakan sebagai bahan pengisi pada pembuatan sosis adalah tepung yang berasal dari serealia atau umbi-umbian, seperti tepung terigu atau tapioka.
Sumber karbohidrat dari buah-buahan masih relatif tertinggal pemanfaatannya dibandingkan dengan bahan pangan sumber karbohidrat asal serealia atau umbi-umbian. Salah satu jenis buah-buahan yang potensial dikembangkan sebagai sumber karbohidrat ialah sukun (Artocarpus communis). Sukun belum diusahakan secara intensif akan tetapi memberikan harapan untuk menunjang program substitusi alternatif pangan dan gizi, memanfaatkan lahan kosong dan meningkatkan ketahanan pangan (WIDOWATI, 2001). Tepung sukun mengandung 84,03% karbohidrat sedangkan tepung tapioka dan terigu mengandung karbohidrat masing-masing sebesar 87,7% dan 77,3%. Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan dapat mensubstitusi penggunaan terigu dari 50 sampai 10% tergantung jenis produknya. Tepung buah sukun telah dimanfaatkan dalam pembuatan berbagai jenis makanan seperti cake sukun, bubur sumsum, pastel, frest role cake, nastart, roti, mie dan lain-lain (WIDOWATI, 2001). Tepung buah sukun memiliki kandungan karbohidrat yang hampir sama dengan tepung tapioka bahkan lebih besar kandungan karbohidratnya daripada terigu. Produk makanan olahan yang berasal dari tepung buah sukun memiliki rasa yang tidak kalah dengan produk makanan lainnya sehingga cukup disukai oleh konsumen. BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian yang digunakan adalah daging kuda lokal bagian paha (round) dari kuda jantan umur 7 tahun, tepung tapioka, tepung buah sukun, lemak (minyak goreng), bumbu-bumbu (bawang putih, merica, pala, jahe dan penyedap rasa), susu skim, STTP (sodium tripoli phosphat) dan NPS (garam dapur 99,5% + 0,5% nitrit), selongsong sosis (casing) serta bahan-bahan lain yang digunakan untuk analisa kimia dan fisik. Metode Penelitian adalah sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sosis kuda yang dibuat dari 4 perlakuan yaitu penggunaan tepung tapioka 10% sebagai kontrol, tingkat penggunaan tepung buah sukun (10, 15 dan 20%) dengan menggunakan daging kuda 2 kg untuk setiap perlakuan.
443
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Pengulangan perlakuan dilakukan sebanyak 5 kali. Peubah yang diukur adalah kadar protein, kadar air dan nilai keempukan. Proses pembuatan sosis sebagai berikut: daging digiling 3X dengan Food Processor kemudian di-cut (1) pada suhu 2°C selama 5 – 10 menit + es setengahnya + NPS (garam dapur 99,5% + 0,5% nitrit) + STTP (sodium tripoli fosfat ); di-cut (2) 8°C, selama 5 – 10 menit) + es setengahnya lagi; cut (3) 12°C selama 5 – 10 menit + tepung + lemak + bumbu; cut (4) 12°C selama 5 – 10 menit. Kemudian adonan dimasukkan ke dalam casing dengan stuffer (alat pengisi) setelah itu diikat menggunakan tali dengan jarak pengikatan 8 cm. Sosis dimasak dengan cara pengukusan pada suhu 60°C, selama 45 menit setelah dosis dingin untaian sosis dipotong sesuai dengan panjang ikatan (Lilis, 1997). Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakukan (tepung tapioka 10% sebagai kontrol (TA)) dan tepung buah sukun (SU) 10, 15, 20%) dan setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan sidik ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan Uji Tukey (Honestly Significant Difference/HSD) (GASPERSZ, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan persentase tepung buah sukun yang ditambahkan makin tinggi makin menurun kadar protein dari sosis
yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar protein dengan tingkat penggunaan tepung buah sukun berkisar antara 13,8% (P3) sampai 17,6% (P1) (Tabel 1). Untuk mengetahui sejauh mana tingkat penggunaan tepung buah sukun terhadap kadar protein sosis kuda maka dilakukan analisis ragam, hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan tingkat tepung buah sukun berpengaruh nyata terhadap kadar protein sosis kuda. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, dilakukan uji Tukey yang hasil signifikasinya menunjukkan kadar protein sosis sapi dengan penggunaan tepung tapioka sebesar 10% yang digunakan sebagai Kontrol tidak berbeda nyata dengan penggunaan tepung buah sukun sebesar 10 sampai 15 %, hal ini disebabkan proporsi antara kandungan protein daging dan tepungnya dalam jumlah yang hampir sama. Meningkatnya penggunaan tepung buah sukun menyebabkan kandungan protein dalam adonan menurun sehingga terjadi penurunan stabilitas emulsi sehingga sosis yang terbentuk mempunyai struktur yang keras. SOEPARNO (1998) menyatakan bahwa untuk membentuk emulsi yang stabil, konversi partikel lemak membutuhkan prote terlarut yang lebih besar. Penurunan ukuran partikel lemak akan meningkatkan total area permukaan partikel lemak sampai kira-kira lima kali lipat, sehingga protein yang terlarut harus lebih banyak untuk menyelubungi permukaan-permukaan partikel lemak yang lebih kecil. Banyaknya protein yang terlarut untuk mengikat lemak dan air merupakan
Tabel 1. Nilai kadar protein sosis kuda dengan berbagai perlakuan Ulangan
P0 (TA10%)
P1 (SU10%)
P2 (SU15%)
P3 (SU120%)
------------------------------------------%----------------------------------------1
15,5
16,2
16,8
14,7
2
15,3
15,9
14,9
13,8
3
15,6
17,6
15,8
15,2
4
15,8
17,3
15,9
15,1
5
15,9
15,6
15,4
14,7
Jumlah
78,1
82,6
Rataan
a
15,6
16,5
78,8 a
15,8
73,5 a
Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata (P < 0,05)
444
14,7b
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
faktor penting yang menentukan stabilitas emulsi. Rata-rata kadar protein sosis kuda dengan penambahan tepung buah sukun 10, 15 dan 20% masing-masing adalah 16,5; 15,8 dan 14,7% berarti bahwa kadar protein sosis kuda yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan STANDAR NASIONAL INDONESIA 1995 yaitu kadar proteinnya 13%. Penambahan persentase tepung buah sukun makin tinggi makin menurun kadar air dari sosis yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar air dengan tingkat penggunaan tepung buah sukun berkisar antara 56,1% (P3) sampai 60,1% (P1) (Tabel 2). Untuk mengetahui sejauh mana tingkat penggunaan tepung buah sukun terhadap kadar air sosis kuda maka dilakukan analisis ragam, hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan tingkat tepung buah sukun berpengaruh nyata terhadap kadar air sosis kuda. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, dilakukan uji Tukey yang hasil signifikasinya menunjukkan kadar air sosis kuda dengan penggunaan tepung tapioka sebesar 10% yang digunakan sebagai kontrol tidak berbeda nyata dengan penggunaan tepung buah sukun sebesar 10 sampai 15% tetapi berbeda nyata dengan penambahan tepung buah sukun 20%. Penggunaan tepung buah sukun sebesar 10% menghasilkan kadar air lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan tepung buah sukun 15 dan 20%. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan karena berhubungan erat dengan daya awet. Bahan pangan yang
memiliki kadar air lebih rendah memiliki daya awet dan daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan bahan yang memiliki kadar air tinggi (WINARNO, 1992). Bila dikaitkan dengan STANDAR NASIONAL INDONESIA (1995) yaitu maksimal 67,0% maka kadar air sosis hasil penelitian masih memenuhi standar. Penambahan tingkat penggunaan tepung buah sukun menyebabkan menurunnya kadar air, hal ini disebabkan semakin banyak tepung yang digunakan akan menurunkan kandungan protein adonan sosis sehingga kapasitas menahan air oleh protein akan berkurang. Meningkatnya penggunaan tepung buah sukun menyebabkan kadar air sosis akan semakin menurun karena akan kehilangan air lebih banyak sehingga selain kandungan protein yang rendah, jumlah protein yang terlarut juga akan sedikit. Semakin banyak pati yang ditambahkan maka kandungan airnya semakin rendah karena pati mempunyai kandungan air yang rendah (SUNARLIM, 1992). Banyaknya konsentrasi tepung buah sukun yang ditambahkan akan mempengaruhi proses pemasakan yang menyebabkan menurunnya daya ikat air, hal ini sejalan dengan pendapat SISON dan ALMIRA (1974) bahwa penggunaan tepung sebagai bahan pengisi yang berlebihan menyebabkan waktu pemasakan akan lebih lama dan suhu pemasakan akan lebih tinggi yang menyebabkan denaturasi protein, sehingga daya ikat air menurun dan banyak kehilangan air daging akibatnya serat daging menjadi pendek dan menghasilkan emulsi terlalu kasar.
Tabel 2. Nilai kadar air sosis kuda dengan berbagai perlakuan Ulangan
P0 (TA 10%)
P1 (SU 10%)
P2 (SU 15%)
P3 (SU 20%)
---------------------------------------------%-------------------------------------------
1
57,7
58,6
60,5
52,7
2
59,7
59,9
57,2
56,0
3
62,4
59,2
60,0
55,3
4
57,4
61,9
54,7
60,3
5
58,7
59,5
58,0
56,0
Jumlah
295,9
300,6
290,4
280,3
Rataan
a
a
ab
59,2
60,1
58,1
56,1b
Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata (P < 0,05)
445
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 3 menunjukkan bahwa keempukan sosis kuda menurun seiring dengan meningkatnya penggunaan persentase tepung buah sukun. Rata-rata nilai keempukan sosis sapi dengan tingkat penggunaan tepung buah sukun berkisar antara 55,1 (P3) sampai 68,5 mm/g/10 detik (P1). Untuk mengetahui sejauh mana tingkat penggunaan tepung buah sukun terhadap nilai keempukan sosis kuda maka dilakukan analisis ragam, hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan tingkat tepung buah sukun berpengaruh nyata terhadap nilai keempukan sosis kuda. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, dilakukan uji Tukey yang hasil signifikasinya menunjukkan nilai keempukan sosis kuda dengan penggunaan tepung tapioka sebesar 10% yang digunakan sebagai kontrol berbeda nyata dengan penggunaan tepung buah sukun sebesar 10 sampai 20%. Penggunaan tepung buah sukun sebesar 10% menghasilkan nilai keempukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan tepung buah sukun 15 dan 20%. Tepung sukun diduga memiliki kandungan amilopektin yang rendah dengan kandungan amilosa yang tinggi sehingga penggunaan tepung buah sukun menghasilkan sosis yang lebih keras. Amilopektin berperan terhadap kelekatan sedangkan amilosa berperan terhadap kekerasan produk. Hal ini sesuai dengan pendapat WINARNO (1992) bahwa semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil kandungan amilosa bahan yang digunakan semakin lekat produk olahannya sehingga semakin besar amilosa akan
mengurangi kelekatan atau produk akan semakin keras. Keempukan sosis semakin keras dengan meningkatnya penggunaan tingkat tepung sukun. Penurunan kandungan protein dalam adonan sosis akan menyebabkan kehilangan air lebih banyak, hal tersebut akan menurunkan keempukan produk sosis. KRAMLICH (1973) menyatakan bahwa keempukkan dipengaruhi oleh kadar air, lemak dan protein, sedangkan LUKMAN (1995) menyatakan semakin banyak tepung yang ditambahkan kedalam adonan maka kadar protein akan semakin sedikit sehingga keempukan menurun. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung buah sukun pada pembuatan sosis kuda pada berbagai presentase penambahan berbeda nyata terhadap kadar protein, kadar air dan nilai keempukan sosis kuda. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2011. Horsemeat as precious nutrition. http://members.aol.com/showland/pferdel.htm l [12 Januari 2011] EVANOVSKY, S., FOSTER, J. 1997. USDA Promotes horse and goat meat. http://www.usda.gov/ agency/fsis/horsgoat.html. (17 February 2011) FORREST, J.C., E.D. ARBELE, H.B. HENDRICK, M.D. JUDGE, R.A. MERKEL. 1975. Principles of meat science. W.H. Freeman and Com., San Francisco.
Tabel 3. Nilai keempukan air sosis kuda dengan berbagai perlakuan Ulangan
P0 (TA 10%)
P1 (SU 10%)
P2 (SU 15%)
P3 (SU20%)
-------------------------- mm/g/10 detik -------------------------
1
83,8
65,7
64,0
56,7
2
74,8
65,9
57,1
53,6
3
70,8
67,6
63,9
58.8
4
77,0
75,2
63,7
58,8
5
75,0
68,3
65,7
54,7
Jumlah
381,4
342,7
314,4
275,5
Rataan
76,3a
68,5b
62,9bc
Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata (P < 0,05)
446
55,1c
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
GASPERZ, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan Jilid 1. Penerbit Tarsito, Bandung.
SOEPARNO. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
KRAMLICH, W.E., PEARSON, A.M., TAUBER. 1973. Processed Meat. The AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut.
SUNARLIM, R. 1992. Karakteristik Mutu Fisik Bakso Daging Sapi dan Pengaruh Penambahan Natrium Klorida dan Natrium Trifosfat Terhadap Perbaikan Mutu. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LUKMAN, H. 1995. Perbedaan Karateristik Daging, Karkas dan Sifat Olahannya antara Itik Afkir dan Ayam Petelur Afkir. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. LILIS, S. 1997. Pengaruh Daging Tetelan, Samcan, dan Punuk dari Bangsa Sapi Australian Commercial Cross Terhadap Pembentukan Sosis. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. PRICE, J.F. dan B.S. SCHWEIGERT. 1987. The Science of Meat and Meat Product. 3rd ed. Food & Nutrition Press. Inc. Westport. Connecticut USA. ROMANS, J.R., COSTELLO, W.J., CARLOS, C.W., GREASEL, M.L. and JONES, K.W. 1994. The Meat We Eat. Ed. ke-13. Interstate Publ. Inc. Danville, Illinois.
SISON, E.L. dan ALMIRA. 1974. Starchy materials as binder in fresh sausage. Philippines Agriculturist. WILSON, G.D. 1981. Meat and Meat Products: Factors Affectin Quality Control Applied Science. Publ. London and New Jersey. WINARNO, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. WIDOWATI, S. 2001. Prospek tepung sukun untuk berbagai produk makanan olahan dalam upaya menunjang diversivikasi pangan. http://www.google.com.
447